Anda di halaman 1dari 51

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN

BURUH SADAP KARET BERALIH PROFESI KE SEKTOR


NON PERTANIAN DI KECAMATAN PEMAYUNG
KABUPATEN BATANGHARI

PROPOSAL SKRIPSI

MELISA HIDAYATI

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur atas kehadirat Allah SWT dan juga berkah, rahmat serta
hidayah-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Keputusan Buruh Sadap Karet Beralih Profesi Ke Sektor Non Pertanian Di Kecamatan
Pemayung Kabupaten Batanghari”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu, membimbing dan memberi motivasi agar dapat
menyelesaikan proposal skripsi ini, terkhususnya kepada Bpk Sujadmiko dan Ibu
Watini selaku wali saya, Bapak Dr. Fuad Muchlis, S.P., M.Si. selaku dosen
pembimbing skripsi I, kepada ibu Siti Kurniasih, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing
II yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan terima
kasih juga penulis ucapkan kepada pacar dan teman yang telah memberi motivasi dan
dukungan dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini masih terdapat kekurangan oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangan diharapkan
demi kesempurnaan proposal skripsi ini. Semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat
untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca, atas perhatiannya penulis
mengucapkan terima kasih.

Jambi, Januari 2023

Melisa hidayati

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 9
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 10
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 11

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Perkebunan Karet ................................................................ 12
2.2 Tenaga Kerja .................................................................................... 13
2.3 Konsep Buruh ................................................................................... 15
2.4 Teori Keputusan ............................................................................... 16
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan ......... 17
2.6 Konsep Profesi ................................................................................. 23
2.7 Beralih Profesi .................................................................................. 24
2.8 Hasil Penelitian Terdahulu ............................................................... 25
2.9 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 27
2.10 Hipotesis ........................................................................................... 30

III. METODE PENELITIAN


3.1 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 31
3.2 Sumber Data Dan Metode Pengumpulan Data ................................ 32
3.3 Metode Penarikan Responden .......................................................... 32
3.4 Metode Analisis Data ....................................................................... 33
3.5 Konsepsi Pengukuran ........................................................................ 36

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 38


LAMPIRAN ....................................................................................................... 41

ii
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Produksi Komoditi Perkebunan Di Indonesia .............................................. 2

2. Luas Areal Perkebunan Karet Berdasarkan Provinsi Di Sumatra ................ 3

3. Luas Areal Perkebunan Karet Di Provisi Jambi Menurut Kabupaten ......... 4

4. Luas Areal Perkebunan Karet di Kabupaten Batanghari (2017-2021) .......... 5

5. Jumlah Buruh Sadap Yang Beralih Profesi di Kelurahan Jembatan Mas

Berdasarkan Rw ........................................................................................... 6

6. Harga Karet Di Kabupaten Batanghari ........................................................ 7

7. Harga Karet Di Kelurahan Jembatan Mas Tingkat Petani Tahun 2022 ....... 7

8. Daftar Responden Penelitian ........................................................................ 33

9. Perhitungan Skala Likert .............................................................................. 34

10. Deskriptif Presentase .................................................................................... 35

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran ......................................................................... 29

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner Penelitian .................................................................................... 41

v
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki tanah yang subur, kesuburan tanah ini dimiliki Indonesia

bahkan sebelum kemerdekaannya. Dengan tanah yang subur dan memiliki luas daratan

mencapai 1.905 juta km2 maka tidak heran apabila banyak lahan pertanian dengan

berbagai komoditi yang terhampar luas di Indonesia. Pembangunan terhadap sektor

pertanian di Indonesia terus dilakukan guna meningkatkan produktivitas hasil pertanian

yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan industry dalam negeri, meningkatkan

daya ekspor, meningkatkan kesejahteraan petani, dan memperluas lapangan pekerjaan.

Namun pada kenyataannya sektor pertanian mengalami masalah dalam

perkembangannya.

Masalah utama yang selalu dihadapi oleh sektor pertanian adalah banyaknya

petani yang beralih profesi ke sektor non pertanian, kualitas hasil petanian yang

memiliki persaingan dengan produk luar negeri, alih fungsi lahan pertanian menjadi

perumahan atau industry non pertanian yang mengakibatkan penurunan produksi

karena menyempitnya lahan pertanian, minimnya modal dan kekuatan lembaga-

lembaga pertanian, minimnya infrastruktur industri pengolahan hasil-hasil pertanian.

Terlepas dari permasalahan perkembangan sektor pertanian di Indonesia, Indonesia

tetaplah negara agraris yang Sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian

sebagai petani, ada berbagai macam sub sektor pertanian yang dikembangkan di

Indonesia seperti tanaman pangan dan holtikultura, kehutanan, perikanan, peternakan

dan perkebunan. Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang
2

menjadi fokus utama dalam perkembangan sektor pertanian di Indonesia. Sektor

perkebunan juga memiliki beberapa komoditi seperti kelapa sawit, kelapa, karet,

kakao, teh, tebu dan lain sebagainya. Terdapat beberapa komoditi perkebunan yang

menyumbang hasil pertanian terbesar di Indonesia dan berikut tabel komoditi pertanian

berdasarkan produktivitasnya.

Tabel 1. Produksi Komoditi Perkebunan di Indonesia (2017-2021)


No Komoditi Tahun (Juta Ton)
2017 2018 2019 2020 2021
1 Kelapa sawit 34,94 42,88 47.,12 48,29 46,22
2 Kelapa 2,85 2,84 2,83 2,81 2,85
3 Karet 3,68 3,36 3,30 2,88 3,12
4 Kopi 0,71 0,75 0,75 0,75 0,77
5 Kakao 0,58 0,76 0,73 0,71 0,70
6 Tebu 2,19 2,17 2,22 2,13 2,41
Sumber: BPS Indonesia, 2021

Pada tabel diatas telihat bahwa sepanjang tahun 2017 hingga 2021 komoditi

sawit memiliki produktivitas terbesar di Indonesia dengan produksi diatas 34 juta ton

pertahun dan pada urutan kedua terdapat komoditi karet dengan produksi mencapai 3

juta ton setiap tahun. Namun pada tahun 2020 produktivitas karet turun pada angka

2,88 juta ton. Untungnya pada tahun 2021 produktivitas karet meningkat Kembali

menjadi 3,12 juta ton. Tidak dipungkiri karet merupakan salah satu komoditi hasil

perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di

Indonesia. Karet juga salah satu komoditi ekspor Indonesia yang memiliki peran cukup

besar sebagai penghasil devisa negara selain kelapa sawit, minyak dan gas (BPS

Indonesia, 2020).
3

Indonesia memiliki 34 provinsi yang terbagi atas beberapa pulau seperti pulau

jawa, pulau kalimantan, pulau Sulawesi, pulau sumatra dan lain-lain. Pulau Sumatra

adalah salah satu pulau penghasil karet terbesar di Indonesia, alasan mengapa

masyarakat sumatra lebih memilih bertani di sektor perkebunan dibandingkan sektor

pertanian lain seperti hortikultura dikarenakan jumlah penduduk di pulau Sumatra yang

tidak terlalu padat sehingga banyak lahan yang dapat dijadikan perkebunan, terutama

perkebunan karet, hal ini dikarenakan budidaya perkebunan karet tidak banyak

memakan biaya terutama ketika tanaman telah siap berproduksi atau di sadap getah

karetnya. Tidak seperti sektor hortikultura ataupun tanaman kelapa sawit yang

membutuhkan pupuk ataupun sanitasi rutin untuk perawatannya agar berproduksi.

Berikut tabel luas areal perkebunan karet di Sumatra berdasarkan provinsi.

Tabel 2. Luas Areal Perkebunan Karet Berdasarkan Provinsi di Sumatra


Tahun 2021

No Provinsi Luas (Ha)


1 Aceh 105,077
2 Sumatra utara 388.082
3 Sumatra barat 133.248
4 Riau 334.610
5 Kepulauan Riau 23.997
6 Jambi 402.792
7 Sumatra Selatan 888.078
8 Kepulauan Bangka Belitung 49.185
9 Bengkulu 109.922
10 Lampung 172.522
Sumber: BPS, 2021

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa provinsi Sumatra Selatan

merupakan provinsi dengan luas areal perkebunan karet terbesar di pulau Sumatra

dengan luas areal mecapai 888.078 hektar dan disusul oleh provinsi jambi. Meskipun
4

jambi bukan merupakan provinsi dengan luas areal perkebunan karet terbesar di pulau

sumatra namun dengan luas mencapai 402.792 hektar provinsi jambi tetap termasuk

salah satu povinsi dengan luas areal perkebunan karet terbesar di Indonesia.

Sektor perkebunan karet memiliki peran penting dalam perekonomian provinsi

Jambi, dari data statistik diperoleh informasi bahwa 63,22% ekonomi masyarakat

Provinsi Jambi berkaitan dengan perkebunan karet (Direktorat Jenderal Perkebunan

2021), jadi dapat dikatakan bahwa karet merupakan salah satu primadona sektor

perkebunan di Provinsi Jambi. Provinsi Jambi memiliki 9 kabupaten dan 2 kota yaitu

Kabupaten Batanghari, Tebo, Sarolangun, Merangin, Tanjung Jabung Barat, Tanjung

Jabung Timur, Bungo, Kerinci, Muaro Jambi, Kota Jambi dan Kota Sungai Penuh.

Meskipun Perkebunan karet termasuk primadona di Provinsi Jambi namun bukan

berarti seluruh kabupaten yang ada di provinsi jambi memiliki perkebunan karet.

Berikut luas areal perkebunan karet di Provinsi jambi menurut kabupaten.

Tabel 3. Luas Areal Perkebunan Karet di Provinsi Jambi Menurut Kabupaten


Tahun 2021
No Kabupaten Luas areal (Ha)
1 Tebo 114.263
2 Tanjung Jabung Timur 7.756
3 Tanjung Jabung Barat 8.109
4 Batanghari 113.531
5 Sarolangun 126.425
6 Muaro Jambi 55.888
7 Merangin 138.203
8 Kota Sungai Penuh 0
9 Kota Jambi 0
10 Kerinci 1.871
11 Bungo 93.642
Sumber: BPS, 2021
5

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Batanghari merupakan

kabupaten dengan luas areal terbesar keempat setelah Merangin, Sarolangun dan Tebo,

ini membuktikan bahwa luas perkebunan karet di Kabupaten Batanghari juga cukup

besar.

Tabel 4. Luas Areal Perkebunan Karet Kabupaten Batanghari Tahun 2017-2021

Tahun Luas (Ha)


2017 113.566
2018 113.572
2019 113.578
2020 113.576
2021 113.531
Sumber: BPS, 2021

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa luas areal perkebunan karet setiap

tahunnya cenderung terus turun, hal ini membuktikan bahwa minat masyarakat untuk

meneruskan pertanian karet juga menurun. Apabila luas areal perkebunan karet

menurun itu berarti petani karet ataupun buruh sadap karet tentu juga menurun, begitu

juga yang terjadi di salah satu kelurahan yang ada di Kabupaten Batanghari yaitu

Kelurahan Jembatan Mas.

Kabupaten Batanghari memiliki 8 Kecamatan, 14 Kelurahan dan 110 Desa.

Kecamatan Pemayung merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Batanghari yang

memiliki luas areal perkebunan karet sebesar 9.366 ha. (BPS. 2021). Kelurahan

Jembatan Mas merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kabupaten Batanghari,

memiliki 22 RT dalam 6 RW dan merupakan Ibukota Kecamatan Pemayung.

Dikarenakan Kelurahan Jembatan Mas merupakan Ibukota Kecamatan maka ada

banyak peluang usaha dan penghasilan di Kelurahan Jembatan Mas. ditambah lagi

dengan inflasi yang terjadi menyebabkan buruh sadap karet mengeluh dan memilih
6

beralih profesi ke sektor non pertanian dengan harapan mendapat penghasilan yang

lebih baik, akibatnya saat ini di Kelurahan jembatan Mas sulit mencari tenaga buruh

sadap karet.

Tabel 5. Jumlah Buruh Sadap Yang Beralih Profesi di Kelurahan Jembatan Mas
Tahun Jumlah Buruh Jumlah Buruh Yang
Beralih Profesi
2020 97 14
2021 88 22
2022 71 23
2023 56
Jumlah 59
Sumber: Observasi Lapangan, 2022

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2020 terdapat 14,4%

buruh sadap yang beralih profesi, pada tahun 2021 terdapat 25% dan pada tahun 2022

terdapat 32,3% jadi terdapat 60,8% buruh sadap karet di Kelurahan Jembatan Mas yang

memilih untuk beralih profesi sejak tahun 2020. Hal ini tentu menjadi sebuah masalah

yang cukup serius bagi sektor perkebunan karet karena tenaga kerja penyadap karet

adalah salah satu faktor penting dalam aktivitas produksi tanaman karet yakni yang

dapat menentukan umur pohon produksi serta kualitas hasil produksi karet. Sektor

perkebunan karet yang mengharuskan menggunakan lahan yang luas berarti

membutuhkan tenaga kerja untuk menyadap hasil produksi yang juga cukup banyak.

Agribisnis sektor perkebunan karet menjalankan komponen mulai dari persiapan lahan

penanaman karet yang disebut hulu hingga pasar penjualan produk hasil dari getah

karet atau hilir. Pengembangan kedua sektor ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan

bertemunya persaingan untuk mendapatkan tenaga kerja. Persaingan tenaga kerja tidak

hanya dari sektor perkebunan karet ataupun sektor pertanian lainnya namun juga dari

sektor non pertanian


7

Kesejahteraan adalah tujuan dari seseorang dalam bekerja, kesejahteraan berarti

terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial masyarakat untuk hidup yang

layak dan dapat mengebangkan diri. Namun, dengan harga karet yang relatif rendah

dan fluktuasi yang terus terjadi menyebabkan sulitnya tenaga kerja di perkebunan karet

untuk mendapatkan kesejahteraan. Berikut data harga karet di Kabupaten Batanghari:

Tabel 6. Harga Karet di Kabupaten Batanghari 2017-2021

No Tahun Harga (Rp/Kg)


1 2017 8.015
2 2018 7.927
3 2019 8.015
4 2020 7.600
5 2021 10.150
Sumber: Data Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2022

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa Fluktuasi atau naik turunnya harga

komoditi karet memang benar adanya, yang lebih miris lagi adalah lingkaran harga

yang terus naik turun tersebut juga sangat rendah dan di tahun 2022 harga karet justru

mengalami penurunan yang cukup miris. Berikut harga karet di tingkat petani terbaru

di Kelurahan Jembatan Mas.

Tabel 7. Harga Karet di Kelurahan Jembatan Mas Tingkat Petani Tahun 2022
(Agustus-November)
No Bulan Harga (Rp/Kg)
1 Agustus 8.000
2 September 7.500
3 Oktober 7.000
4 November 6.500
Sumber: Observasi Lapangan, 2022

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa harga karet pada bulan Agustus

masih berada di angka Rp8.000 namun pada bulan September turun Rp500 menjadi

Rp7.500 dan ternyata setiap bulannya turun Rp500 hingga bulan November harga karet
8

hanya tersisa Rp6.500/kg. tentu ini bukanlah harga yang tinggi dan tidak seimbang

dengan angka kenaikan bahan pokok.

Sebagian besar masyarakat Kelurahan Jembatan Mas bekerja sebagai petani

sadap karet, baik dari kebun sendiri maupun bekerja sebagai buruh sadap kebun orang

lain. Seluruh perkebunan karet di Kelurahan Jembatan Mas berstatus perkebunan

rakyat, oleh karena itu proses rekrutmen tenaga kerja sadap karet tidak sebaik yang

dilakukan oleh perusahaan, bahkan dapat dikatakan tidak ada proses rekrutmen.

Pemilik kebun karet hanya menawarkan kebunnya yang menganggur dan jika ada

tenaga kerja yang berminat untuk menjadi buruh sadap karetnya maka langsung

diterima bekerja. Pendapatan yang ditawarkan untuk buruh sadap karet yaitu dari

sistem bagi hasil, pehitungan bagi hasil berbeda-beda tergantung pemilik kebun. Ada

pemilik kebun yang dengan sukarela membagi hasil 2/3 dari hasil produksi untuk

buruhnya dan ada juga yang membaginya sama rata. Hasil produksi karet dikumpulkan

atau dijual satu hingga dua minggu sekali tergantung pemilik kebun. Sayangnya, buruh

sadap karet banyak yang masih berfikir bahwa kualitas getah yang dihasilkan tidak

penting karena mereka hanya memperdulikan timbangan berat getah karetnya, masih

banyak buruh sadap karet yang memasukkan kulit batang kayu kedalam getah sehingga

menurunkan harga jualnya.

Persaingan tenaga kerja terjadi tidak hanya dari sektor perkebunan karet

ataupun sektor pertanian lainnya namun juga dari sektor non pertanian. Di Kecamatan

Pemayung terdapat satu pabrik pengolahan getah karet dan Kelurahan Jembatan Mas

yang merupakan Ibukota kecamatan dan memiliki dua perusahaan peternakan ayam
9

potong menjadi salah satu jalan pertemuan terhadap perebutan tenaga kerja. Banyak

masyarakat di Kelurahan Jembatan Mas yang mulanya bekerja menjadi buruh sadap

karet yang kemudian meninggalkan pekerjaannya dan beralih ke pabrik pengolahan

getah karet dan peternakan ayam potong. Namun persaingan tenaga kerja di Kelurahan

Jembatan Mas tidak hanya dari sektor industri tersebut, melainkan juga dari sektor lain

seperti perdagangan, perikanan dan menjual batang kayu, atau menjadi supir truk

batubara.

Apabila buruh sadap karet yang beralih profesi ke sektor non pertanian terus

bertambah tentu itu merupakan kabar buruk bagi sektor pertanian Indonesia karena

seperti yang telah dijelaskan diatas, sektor perkebunan karet memiliki peran yang

cukup kuat dalam ekonomi Indonesia dengan produksi diatas 3 juta ton pertahun. Oleh

sebab itu perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan

buruh sadap karet dalam melakukan alih profesi ke sektor non pertanian.

1.2 Rumusan Masalah

Tenaga kerja penyadap karet adalah salah satu faktor penting dalam aktivitas

produksi tanaman karet, namun rendahnya harga karet yang juga terus mengalami

fluktuasi dan perkembangan sektor peternakan, sektor industry dan sektor lainnya di

Kecamatan Pemayung khususnya Kelurahan Jembatan Mas memberikan persaingan

terhadap perebutan tenaga kerja. Sebagian besar buruh sadap karet di Kelurahan

Jembatan Mas yang mengambil keputusan beralih profesi ke sektor non pertanian,

dimana sektor non pertanian meliputi perdagangan, peternakan, sektor industri dan lain

sebagainya. Menentukan suatu keputusan untuk beralih profesi tentu terdapat faktor
10

internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi seperti pendapatan, pendidikan

formal dan nonformal, jumlah anggota keluarga serta perubahan teknologi dan kelas

sosial.

Mata pencaharian buruh sadap karet setelah beralih profesi berbeda-beda, Mata

pencaharian merupakan sebuah proses yang dilakukan dalam memanfaatkan

sumberdaya sebagai kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi untuk mencapai taraf

hidup yang layak melalui matapencaharian utama maupun sampingan. Tujuan dari

buruh sadap karet yang beralih profesi tentu dengan harapan agar dapat hidup lebih

sejahtera.

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah

bagaimana faktor internal yang meliputi usia, penerimaan, pendidikan formal dan

nonformal, serta jumlah anggota keluarga dan faktor eksternal yaitu perkembangan

teknologi dan kelas sosial mempengaruhi keputusan buruh sadap karet beralih profesi

ke sektor non pertanian?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

1. Mendeskripsikan peralihan profesi buruh sadap karet ke profesi lain di sektor non

pertanian.

2. mengidentifikasi faktor internal (usia, penerimaan, pendidikan formal dan

nonformal serta jumlah anggota keluarga) dan faktor eksternal yaitu perubahan
11

teknologi dan kelas sosial yang mempengaruhi keputusan buruh sadap karet

beralih profesi ke sektor non pertanian.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian

Universitas Jambi.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan strategi dalam

upaya pencegahan sulitnya mencari tenaga kerja penyadap karet.

3. Sebagai referensi untuk penelitian di masa mendatang dan mempekaya

kepustakaan yang telah ada.


12

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perkebunan Karet

Perkebunan merupakan suatu kegiatan pertanian yang membudidayakan

tanaman dengan skala besar dengan tujuan ekonomi (syechalad, 2009). Perkebunan

memiliki karakteristik berbeda dari usaha pertanian lainnya seperti perikanan maupun

holtikultura, berikut beberapa karakteristik usaha perkebunan:

1. Membutuhkan modal yang besar

2. Memiliki lahan yang luas

3. Pengolahannya menggunakan teknik yang modern.

4. Hasil produksinya untuk keperluan ekspor

5. Memperhitungkan untung dan rugi.

Apabila dilihat dari kepemilikannya, Perkebunan memiliki 4 kelompok

kepemilikan yaitu seperti berikut.

1. Perkebunan rakyat yang berarti perkebunan yang dibudidaya oleh rakyat dengan

luas areal terbatas.

2. Perkebunan besar yaitu usaha perkebunan yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) dengan luas areal yang besar.

3. Perkebunan Inti Rakyat yaitu pegusahaan perkebunan besar dengan pemerintah

atau swasta sebagai inti dan rakyat merupakan plasma.


13

4. Perkebunan Unit Pelaksana Proyek (perkebunan pola UPP) yaitu pengusahaan

perkebunan yang diusahakan atau dilakukan oleh rakyat namun dalam bimbingan

pemerintah.

Karet (hevea brasiliensis) adalah jenis tanaman perkebunan yang memiliki nilai

ekonomis tinggi. Tanaman karet memiliki pohon yang lurus dan pertama kali

ditemukan di Negara Brazil. Sebelum tanaman karet dikenal sebagai tanaman

budidaya, penduduk asli Amerika Selatan, Afrika, dan Asia telah memanfaatkan

beberapa jenis tanaman penghasil getah. Jika berbicara Indonesia, tanaman karet

dikenalkan ke Indonesia pada tahun 1864 dan pertama kali ditanam di Kebun Raya

Bogor yang termasuk tanaman koleksi. Tanaman karet termasuk tanaman getah-

getahan karena memiliki jaringan tanaman yang banyak menganduk getah/latex

(Cahyono, 2010). Pengambilan hasil produksi tanaman karet dilakukan dengan cara

disadap getah karetnya. Tanaman karet umumnya mulai berproduksi atau dapat di

sadap pada tahun ke-5.

Di Indonesia terdapat dua jenis karet yaitu karet alam dan karet sintetis.

Karakteristik dari kedua jenis karet ini sangat berbeda, karet alam memiliki elastisitas

yang tinggi sedangkan karet sintetis tidak seelastis karet alam namun memiliki daya

tahan terhadap keretakan sehingga keduanya saling melengkapi.

2.2 Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan masyarakat atau penduduk yang telah memasuki usia

kerja dan memiliki pekerjaan, yang sedang mencari pekerjaan ataupun yang sedang

melakukan kegiatan lain seperti sekolah, kuliah atau mengurus rumah tangga. Tenaga
14

kerja merupakan orang yang mampu bekerja dan menghasilkan barang atau jasa untuk

diri sendiri maupun orang lain. Seseorang dikatakan sebagai pekerja apabila telah

memasuki usia kerja dan usia kerja ideal Indonesia yaitu 15-64 tahun. Tenaga kerja

terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

1. Angkatan Kerja

Angkatan kerja (force) memiliki arti masyarakat atau seseorang yang secara

fisik dan mentalnya mampu bekerja dan tidak merasa bahwa kebebasannya telah

hilang dan bersedia untuk mencari dan melakukan sebuah pekerjaan. Angkatan

kerja diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu:

a. Bekerja penuh yakni orang yang bekerja sesuai jam kerja Indonesia yaitu 8

jam perhari

b. Penganguran yakni orang yang termasik angkatan kerja namun tidak aktif

bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Pengangguran disebabkan oleh

lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan banyaknya jumlah angkatan

kerja.

2. Bukan Angkatan kerja

Bukan angkatan kerja merupakan tenaga kerja yang tidak produktif atau tidak

mampu mencari pekerjaan seperti siswa atau mahasiswa, ibu rumah tangga,

pensiunan, dan lain sebagainya.


15

2.3 Konsep Buruh

Buruh adalah orang yang bekerja dengan orang lain atau suatu lembaga

(perusahaan) untuk mengasilkan barang atau jasa dan mendapatkan upah. Menurut

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 buruh dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Buruh halus

Buruh halus memiliki arti pekerja dengan lokasi pekerjaan yang berpindah-

pindah namun dengan pekerjaan yang sama dan pekerjaannya cenderung ringan.

2. Buruh Kasar

Buruh kasar yakni pekerja yang hanya bekerja apabila ada yang membutuhkan

dan berarti lokasi bekerja juga berpindah-pindah dan pekerjaannya cenderung

berat secara fisik.

3. Buruh Atasan

Buruh atasan yakni pekerja yang mengawaasi atau mengepalai buruh halus dan

buruh kasar. Buruh atasan bekerja atas kesepakatan dengan majikan.

4. Buruh Bawahan

Buruh bawahan merupakan pekerja yang bekerja dengan standar upah yang

telah ditentukan oleh majikan. Upah diberikan sesuai dengan jenis buruh dan

sistem pemberian upah kerja disesuaikan golongan pekerjaannya, yaitu:

a. Buruh borongan merupakan buruh yang memiliki pengalaman kerja yang

banyak dan rata-rata pendapatannya rendah. Pemberian upah dilakukan

berdasarkan jumlah pekerjaan yang dilakukan. Terdapat dua kelompok buruh

borongan yaitu borongan tetap dan borongan lepas. Buruh borongan tetap
16

adalah mereka yang bekerja dengan status tetap. Sedangkan buruh borongan

lepas adalah buruh borongan yang tidak memiliki keterikatan kerja sehingga

dapat keluar tanpa izin majikannya.

b. Buruh harian merupakan buruh yang berasal dari buruh borongan tetap yang

kerjanya sudah lebih profesional. Besarnya upah yang didapat berdasarkan

pada jumlah hari kerja yang dilakukan.

5. Karyawan Bulanan

Karyawan bulanan merupakan buruh tetap yang memiliki sayarat seperti tingkat

pendidikan, pengalaman kerja dan loyalitas. Upah berupa gaji dan diberikan setiap

bulan dengan jumlah yang sama dan tidak tergantug apa yang dilakukan.

2.4 Teori Keputusan

Keputusan merupakan suatu pemilihan satu jalur alternatif dari banyaknya jalur

alternatif lainnya untuk memecahkan masalah (Hasan, 2002). Azhar Kasim dalam

Aspizain Chaniago (2017) juga mengutarakan bahwa keputusan merupakan suatu

kegiatan yang meliputi perumusan masalah, pemilihan alternatif bagi penyelesaian

permasalahan. Dalam pengambilan suatu keputusan terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhinya, faktor-faktor ini mampu menunjukkan sejauh mana keputusan akan

ditetapkan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Masalah

Masalah adalah kesenjangan antara yang seharusnya dengan apa yang terjadi di

dunia nyata. Pengambilan keputusan berdasarkan masalah diharapkan dapat


17

menyelesaikan permasalahan atau melihat masalah yang akan datang untuk

menentukan kualitas keputusan yang diambil.

2. Situasi dan kondisi

Faktor situasi dan kondisi sangat berpengaruh dalam kualitas keputusan karena

jika faktor ini disepelekan atau dilupakan maka kemungkinan besar hasil keputusan

yang dibuat menjadi lemah.

3. Tujuan

Pengambilan keputusan jika tidak didasari oleh tujuan maka akan kehilangan

arah dan sasaran, tujuan biasanya menjadi faktor utama dalam pengambilan keputusan

baik itu mengarah ke hal yang positif maupun negatif.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan

keputusan itu dilakukan dengan sengaja dan tidak sembarangan. Apabila terdapat

masalah harus dirumuskan dengan jelas dan diselesaikan dengan pemilihan alternatif

yang terbaik. Dalam hal ini keputusan yang diambil oleh buruh sadap karet yaitu

beralih profesi ke sektor non pertanian.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Sebelum seseorang mengambil sebuah keputusan tentu ada pertimbangan dan

menghadapi beberapa tahapan seperti identifikasi masalah, lalu ditemukan solusi

pemecahan masalah yang dapat menjadi alasan perubahan. Mulai dari tahap

identifikasi masalah hingga penemuan solusi penyelesaian masalah tentu menjadi

proses seseorang dalam memperbaharui pengetahuannya dan memperbaiki sikap


18

dalam menghadapi masalah. Beberapa tahapan dalam proses memperbaharui

pengetahuan merupakan tahapan kesadaran, minat, evaluasi, mencoba, dan adopsi.

Menurut Soekartawi (1988) keputusan yang diambil petani didasarkan pada

faktor-faktor seperti jumlah anggota keluarga, usia, pendidikan dan penerimaan

ataupun pendapatan. Artanto, (2008) juga mengatakan bahwa perubahan teknologi dan

kelas sosial juga mempengaruhi seseorang dalam mengambil sebuah keputusan.

Faktor-faktor tersebut dibagi atas faktor internal meliputi faktor usia, penerimaan,

pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan faktor eksternal yaitu perubahan teknologi

dan kelas sosial. Penjelasan faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Usia Buruh

Faktor usia dapat mempengaruhi buruh sadap dalam pengambilan keputusan

beralih profesi, karena erat kaitannya dengan respon dan keinginan perubahan. Buruh

dengan usia muda akan lebih terbuka dengan perubahan atau lebih responsif dan ingin

membuat perubahan. Namun, terkadang hal yang dijadikan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan kurang matang. Sedangkan buruh yang usianya lebih tua

kurang responsif terhadap perubahan. Faktor kesehatan, kekuatan yang sudah

menurun dan ingin menikmati masa tua mengakibatkan kecenderungan lebih berhati-

hati dalam pengambilan keputusan (Soekartawi, 1988).

Usia juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keputusan seseorang

dalam menentukan jenis pekerjaannya yaitu jenis pekerjaan di kegiatan pertanian atau

di kegiatan non pertanian. Pada seseorang dengan usia yang tergolong tua
19

berkemungkinan lebih besar probabilitasnya untuk berpartisipasi di kegiatan pertanian

dibandingkan dengan seseorang yang berusia lebih muda (Beyne, 2008)

2. Penerimaan

Penerimaan merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga

jual. Soekartawi et al (1986) berpendapat bahwa penerimaan dinilai berdasarkan

perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku. Beberapa istilah yang

sering digunakan dalam melihat penerimaan usahatani adalah:

a. Penerimaan tunai (farm receipt), yakni nilai uang yang diterima dari penjualan

produk sehingga penerimaan tunai hanya berbentuk uang.

b. Penerimaan tunai luar usahatani, yakni penerimaan yang diperoleh dari luar

aktivitas usahatani seperti upah yang didapatkan dari pekerjaan non pertanian.

c. Penerimaan kotor usahatani (gross return), yang didefenisikan sebagai penerimaan

dalam jangka waktu seperti satu tahun ataupun satu musim, dan penerimaan kotor

tidak hanya berbentuk uang yakni keseluruhan yang di dapat termasuk yang di

konsumsi sendiri. (Soekartawi et al, 1986)

Penerimaan buruh sadap karet yakni didapat dari jumlah produksi getah karet

yang dihasilkan dibagi dengan pemilik kebun. Penerimaan buruh sadap karet bukan

hanya dipengaruhi oleh jumlah produksi namun juga dipengaruhi oleh harga karet,

semakin tinggi harga karet maka semakin besar pula peneriaman buruh sadap dan

begitu juga sebaliknya, semakin rendah harga karet maka semakin kecil pula

penerimaan buruh sadap karet. Penerimaan sangat berpengaruh dalam menentukan


20

sebuah keputusan, semakin kecil penerimaan yang diterima buruh, maka akan semakin

banyak hal yang dipertimbangkan.

3. Pendidikan Formal dan Informal

Pendidikan tidak hanya didapat dari jenjang formal namun juga dapat dari

informal, Soekartawi (2005) menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh

terhadap kemampuan petani dalam melaksanakan adopsi dan inovasi, seseorang yang

berpendidikan tinggi relative lebih cepat dalam melaksanakan adopsi dan inovasi dan

sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah akan lebih sulit melaksanakan adopsi

dan inovasi dengan cepat. Buruh yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dapat

lebih mudah dan lebih cepat mengerti dan menerima suatu informasi. Begitupun

sebaliknya, buruh dengan tingkat pendidikan rendah tentu akan lebih sulit menerima

infomasi dan cenderung gegabah dalam pengambilan keputusan, oleh karena itu

tingkat pendidikan juga memicu seseorang untuk mengambil sebuah keputusan.

Pendidikan nonformal dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 13 menyebutkan bahwa pendidikan formal dan

nonformal saling melengkapi dan pada pasal 27 menyebutkan bahwa hasil pendidikan

nonformal itu diakui sama dengan pendidikan formal apabila peserta didiknya luas

sesuai dengan standar nasional pendidikan. Buruh sadap yang mengenyam pendidikan

nonformal dapat menjadikan ilmu tersebut sebuah skill baru sehingga dapat

mempengaruhi pengambilan keputusan untuk beralih profesi.


21

4. Jumlah anggota Keluarga

Indrawati (2001) mengatakan bahwa status seseorang dalam keluarga dipengaruhi

oleh besarnya sumbangan ekonomi yang dapat diberikan dalam keluarganya. Status

seseorang dalam keluarga tentu mempengaruhi kebutuhannya, buruh sadap yang

merupakan kepala keluarga tentu harus membiayai sekolah anak dan membiayai

kehidupan sehari-hari keluarganya. Kesejahteraan keluarga tentu menjadi prioritas

utama setiap orang, oleh karena itu semakin besar jumlah anggota keluarga maka

semakin besar pula keinginan seseorang dalam pengambilan keputusan dengan

harapan penerimaannya akan lebih baik sehingga hidup keluarganya lebih sejahtera.

5. Perubahan Teknologi

Artanto (2008) mengutarakan bahwa perubahan teknologi akan terus terjadi

karena manusia yang terus mengalami perkembangan dan akan selalu ada inovasi

terbaru yang diciptakan oleh manusia. Perubahan yang dialami oleh setiap orang tentu

berbeda-beda, ada yang lambat, ada yang cepat, ada yang menarik dan ada juga yang

tidak menarik. Perubahan akan terus terjadi seperti masyarakat yang dulunya masih

hidup dengan budaya yang sederhana hingga kini masyarakat yang hidup modern dan

kompleks. Sebagian besar teknologi telah merubah gaya hidup dalam berbagai aspek

seperti berikut:

a. Internet

Saat ini internet telah menjadi salah satu kebutuhan penting bagi setiap masyarakat

karena internet dapat mempermudah pekerjaan, komunikasi hingga hiburan. Namun


22

internet tidaklah gratis, bentuk dari internet berbayar bermacam-macam seperti kuota

internet dan wifi.

b. Komunikasi

Komunikasi jarak jauh pada zaman dahulu dilakukan dengan surat yang dikirimkan

berhari-hari, namun perubahan teknologi saat ini mempermudah komunikasi baik jarak

jauh maupun dekat. Komunikasi saat ini dilakukan dengan smarthphone yang hampir

setiap masyarakat memilikinya.

c. Transportasi

Perkembangan transportasi yang dulunya menggunakan tenaga manusia dengan

cara digendong, didorong atau dipikul dengan perubahan teknologi kini transportasi

menggunakan kendaraan bermotor.

Lebih lanjut Artanto (2008) mengatakan bahwa hampir tidak mungkin manusia

dan kelompoknya mengisolasi diri dari pengaruh luar karena perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Perubahan teknologi memicu

pengambilan keputusan seseorang untuk beralih profesi karena perubahan teknologi

juga cenderung dengan penambahan biaya yang dikeluarkan.

6. Kelas Sosial

Arief Heriyanto (2015) mengatakan bahwa kelas sosial memiliki makna yang

relatif dipakai untuk menunjukkan lapisan sosial yang didasarkan atas kriteria

ekonomi. Sedangkan pengertian dari kelas sosial sendiri yaitu masyarakat yang

menempati lapisan sosial berdasarkan kriteria ekonominya. Kelas sosial dibagi atas

enam kedudukan yaitu seperti berikut:


23

a. Kelas sosial pertama (masyarakat yang telah lama kaya)

b. Kelas sosial kedua (masyarakat yang baru menjadi kaya)

c. Kelas sosial ketiga (pengusaha dan para professional)

d. Kelas sosial keempat (pegawai pemerintah, pengrajin terkemuka dan supervisor)

e. Kelas sosial kelima (karyawan)

f. Kelas sosial keenam (buruh, pengangguran dan pekerja tidak tetap)

Artanto (2008) juga mengatakan sistem masyarakat terbuka merupakan sarana

yang memungkinkan terjadinya berbagai gerakan sosial atau memberikan kesempatan

kepada individu untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya. Dalam situasi

seperti itu seseorang dapat diidentifikasi dengan status warga negara yang lebih tinggi.

Identifikasi adalah tindakan membuat seseorang merasa setara dengan orang atau

kelompok lain yang dianggap lebih tinggi, dan diharapkan dianggap setara dengan

kelompok itu, Identifikasi ini sering terjadi karena mereka tidak puas dengan posisi

sosial mereka. Situasi yang disebut status insecurity dalam sosiologi akan membuat

orang berusaha untuk meningkatkan kelas sosialnya. Pandangan masyarakat terhadap

profesi buruh sadap karet yaitu pekerjaan yang berada di kelas menengah kebawah dan

juga pekerjaan yang kotor. Kelas sosial atau pandangan orang lain terhadap pekerjaan

inilah yang memicu seseorang untuk mengambilan sebuah keputusan.

2.6 Konsep Profesi

Menurut Kusnandar (2007) profesi adalah serangkaian aktivitas atau pekerjaan

yang dijalani seseorang sebagai jalan untuk mencari nafkah atau mengabdi pada

kepentingan orang lain yang harus diiringi dengan keahlian, keterampilan, dan
24

tanggung jawab. Profesi adalah pekerjaan yang pelayanannya dilakukan oleh

masyarakat untuk mengatasi masalah yang dihadapi atau untuk memenuhi kebutuhan

yang berkelanjutan. Apabila tidak ada pelayanan dari profesi maka masyarakat akan

terganggu kehidupannya karena profesi merupakan bentuk pekerjaan yang

mengharuskan pelakunya memiliki pengetahuan mendalam tentang sesuatu yang

didapat dari pendidikan maupun pengalaman kerja yang mumpuni.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat bahwa profesi dan pekerjaan itu

berbeda, tidak semua pekerjaan dapat disebut profesi dan hakikatnya profesi

merupakan pekerjaan yang mengharapkan imbalan atau dapat menjadi sumber

pendapatan seseorah. Pada hakikatnya profesi itu adalah simbol dari sebuah pekerjaan

yang menjadi rutinitas dalam pengerjaannya.

2.7 Beralih Profesi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Beralih memiliki satu konsep

dengan berpindah, berpindah merupakan proses dimana seseorang meninggalkan suatu

tempat atau posisi ke tempat yang baru, namun beralih memiliki konteks yang berbeda.

beralih bukan hanya perihal tempat atau posisi, seseorang dapat dapat dikatakan beralih

walaupun tidak berpindah tempat. Mathis dan Jackson (2011), mengelompokkan

peralihan menurut alasan keputusan diambil, pengelompokkan tersebut ialah dengan

kemauan sendiri (voluntary) dan bukan kemauan sendiri (involuntary). Faktor yang

mengakibatkan seseorang beralih profesi atau pekerjaan yaitu faktor eksternal dan

internal, faktor eksternal yakni yang berasal dari luar individu seperti keluarga, atau

peluang dari perusahaan lain. Sedangkan faktor internal yakni alasan yang datang dari
25

diri sendiri seperti kepuasan atas penghasilan atau rasa tidak nyaman terhadap

pekerjaan yang di embannya.

Penilaian-penilaian inilah yang dapat memicu seseorang untuk beralih profesi

atau pekerjaan dengan harapan mendapat hasil yang lebih baik. Keinginan

memperbaiki keadaan seperti kondisi pasar kerja, kesempatan kerja, dan panjangnya

masa kerja merupakan alasan utama seseorang meninggalkan pekerjaannya.

2.8 Hasil Penelitian Terdahulu

Adanya penelitian sebeumnya yang berkaitan dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan petani beralih profesi antara lain : Penelitian oleh Beni

Priyanto (2018) tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Petani Dalam Alih Profesi Dari Sektor Pertanian Ke Sektor Non Pertanian yang

merupakan studi kasus di Desa Kemantren Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan

Jawa Timur menunjukkan bahwa faktor penentu keputusan petani dalam alih fungsi

lahan terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yakni faktor usia

31-50 tahun memiliki presentase beralih profesi sebesar 65%, faktor pendidikan tingkat

SMA dengan presentase 70%, lama pengalaman berusahatani yang lebih dari 20 tahun

memiliki presentase 50%. Faktor eksternal seperti faktor sumber modal usaha dengan

presentase 85% berasal dari modal sendiri sehingga petani bebas mengkonversi lahan

miliknya.

Lalu penelitian Mardiyah Hayati dan Siti Maisaroh (2019), dengan judul

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Dalam Pemilihan Komoditas

yang dianalisis menggunakan regresi binary logistic dan uji-t independent dengan
26

analisis pendapatan R/C ratio dengan aplikasi software SPSS menghasilkan faktor-

faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam pemilihan komoditas yaitu variable

luas lahan, pendapatan dan pengalaman berusahatani.

Selanjutnya penelitian Zikrol Hakim (2022). mengenai Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Keputusan Petani Dalam Mengkonversi Lahan Perkebunan Karet

Menjadi Lahan Perkebunan Kopi di Kecamatan Muara Siau Kabupaten Merangin

menunjukkan bahwa faktor rasional, fakta, pengalaman, dan wewenang memiliki

presentase 58,65% yang berarti petani memiliki keinginan kuat dalam mengambil

keputusan untuk mengkonversi lahan karet menjadi lahan perkebunan kopi.

Wantiny Yeny (2022). Mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Pengambilan Keputusan Petani Melakukan Usahatani Jagung Di Kecamatan Kempo

Kabupaten Dompu yang dianalisis menggunakan skala likert dan regresi logit. Hasil

penelitian menunjukkan indeks pengenalan sebesar 62,5%, indeks tahapan persuasi

sebesar 82,5%, indeks keputusan sebesar 90,42% dan indeks tahapan konfirmasinya

sebesar 76,67%. Hasil analisis regresi logistik yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi

keputusan petani dalam melakukan usahatani jagung di kecamatan kempo adalah luas

lahan, biaya produksi, dan pendapatan petani. Sedangkan faktor-faktor yang lain

seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan,

budidaya dan pemasaran tidak mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan

usahatani jagung.

Purwadi, Aruzi Minha, & Lifianthi (2022) yang berjudul Analysis Of Factors

Affecting Farmers Decisions To Follow The Rice Farming Business Insurance

Program In Buay Madang Timur District, Ogan Komering Regency Ulu Timur
27

Province Of South Sumatra dengan hasil 50.2% keputusan petani mengikuti AUTP

dapat dijelaskan oleh faktor umur, pengalaman berusahatani, luas lahan, pendapatan,

pendidikan dan persepsi petani terhadap AUTP. Faktor umur, pengalaman berusahatani

dan persepsi mempengaruhi secara signifikan namun faktor luas lahan, pendapatan dan

pendidikan mempengaruhi namun tidak signifikan

2.9 Kerangka pemikiran

Ekonomi Indonesia sangat bergantung pada sektor pertanian karena sektor

pertanian merupakan penyumbang devisa terbesar, maka ini berarti seharusnya

masyarakat yang bekerja di sektor pertanian memiliki kesejahteraan yang baik, begitu

pula dengan petani karet yang merupakan salah satu komoditi penyumbang devisa

terbesar. Namun pada kenyataannya naik turunnya harga karet yang relative rendah

dan terus terjadi menjadi masalah utama petani karet, penerimaan petani karet yang

rendah tentu berakibat lebih rendahnya penerimaan buruh sadap karet sehingga buruh

sadap karet memilih beralih profesi ke sektor non pertanian lainnya.

Keputusan buruh sadap karet beralih profesi ke sektor non pertanian dalam

penelitian ini yakni mengenai beralihnya mata pencaharian seseorang yang dulunya

bekerja sebagai buruh sadap karet kemudian kini beralih ke sektor non pertanian seperti

industry, perdagangan dan sektor non pertanian lainnya. Keputusan beralih profesi

didasari oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

yaitu meliputi penerimaan, usia, pendidikan formal dan nonformal dan jumlah anggota

keluarga. Sedangkan faktor eksternal yaitu perubahan teknologi dan kelas sosial.
28

Penerimaan buruh sadap karet tentu memiliki pengaruh dalam pengambilan

keputusan untuk beralih profesi ke sektor non pertanian karena harga karet yang

fluktuatif dan cenderung rendah memicu buruh sadap karet untuk beralih profesi dan

berharap akan mendapat penerimaan yang lebih besar diluar menjadi buruh sadap

karet.

Usia buruh sadap juga mempengaruhi dalam pengambilan keputusan untuk

beralih profesi ke sektor non pertanian karena pemuda saat ini memiliki minat yang

rendah terhadap sektor petanian, mereka lebih memilih bekerja di kota atau di

perkantoran yang telihat lebih keren. Pada kenyataannya buruh sadap saat ini

didominasi oleh buruh yang berusia tua karena beralihnya buruh sadap berusia muda

ke sektor non pertanian lainnya.

pendidikan juga sangat mempengaruhi keputusan buruh sadap beralih profesi

ke sektor non pertanian. Semakin rendah pendidikan yang dimiliki buruh sadap maka

pengambilan keputusan untuk beralih profesi akan semakin tergesa-gesa dan gegabah

tanpa memperhitungkan efek jangka panjang, begitu pula dengan generasi muda yang

memiliki tingkat pendidikan tinggi yang mengharapkan kerja di perkantoran. Tidak

hanya usia dan tingkat pendidikan, jumlah keluarga juga mempengaruhi pengambilan

keputusan untuk beralih profesi karena semakin banyak anggota keluarga buruh sadap

maka semakin besar pula kebutuhan sehari-hari seperti makan, pendidikan anak dan

lain sebagainya sehingga hal tersebut menjadi pertimbangan dalam pengambilan

keputusan buruh sadap karet beralih profesi.

Keputusan buruh sadap karet beralih profesi merupakan keputusan yang

diambil dengan sengaja, sebelum mengambil keputusan ini buruh sadap karet tentu
29

merumuskan permasalahan dengan jelas dan memilih alternatif terbaik. Keputusan ini

berupa keputusan buruh sadap karet beralih profesi ke sektor non pertanian.

Dari uraian diatas dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Peralihan Profesi Buruh Sadap Karet

Faktor-faktor yang mempengaruhi


pengambilan keputusan:

1. Faktor internal (Usia, Penerimaan,


Pendidikan formal dan nonformal, dan
jumlah anggota keluarga)
2. Faktor eksternal (Perubahan Teknologi
dan Status sosial)

Tinggi/Rendah

Keputusan Buruh
Sadap Karet Beralih
Profesi Ke Sektor
Non Pertanian

Analisis Deskriptif
30

2.10 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, studi pustaka dan

penelitian terdahulu, maka hipotesis yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini

adalah diduga faktor internal seperti usia, penerimaan, pendidikan formal dan

nonformal, jumlah anggota keluarga, dan faktor eksternal yakni perubahan teknologi

dan kelas sosial memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan buruh sadap karet

beralih profesi ke sektor non pertanian.


31

III. METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Jembatan Mas Kecamatan Pemayung

Kabupaten Batanghari. Lokasi Penelitian ditentukan Secara sengaja (purposive) karena

Kelurahan Jembatan Mas merupakan ibukota Kecamatan pemayung yang memiliki

banyak peluang lain di sektor non pertanian seperti perdagangan maupun sektor

industri, sehingga sebagian besar buruh sadap di Kelurahan Jembatan Mas melakukan

peralihan profesi ke sektor non pertanian. Objek penelitian ini adalah buruh sadap karet

yang melakukan peralihan profesi ke sektor non pertanian di Kelurahan Jembatan Mas

Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan buruh sadap karet

beralih profesi ke sektor non pertanian di Kelurahan Jembatan Mas Kecamatan

Pemayung Kabupaten Batanghari. Penelitian dilakukan mulai ..... sampai ..... 2022.

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Identitas buruh sadap responden yang meliputi nama, usia, pendidikan formal dan

nonformal, berapa lama menjadi buruh sadap, dan luas lahan karet yang di sadap.

2. Faktor internal (usia, peneriman, pendidikan formal dan nonformal, dan jumlah

anggota keluarga) dan faktor eksternal (perubahan teknologi dan kelas sosial) yang

mempengaruhi buruh sadap karet beralih profesi.

3. Keputusan buruh sadap karet beralih profesi ke sektor non pertanian di Kelurahan

Jembatan Mas Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari.

4. Data-data yang mendukung dan diperlukan dalam penelitian ini.


32

3.2 Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara langsung dengan

responden yang ditemui dengan daftar pertanyaan (quesioner) yang telah disiapkan dan

disusun berdasarkan literatur yang berkaitan dengan objek penelitian ini. Sedangkan

data sekunder merupakan data yang bersumber dari lembaga pemerintah serta literatur

seperti jurnal dan publikasi hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang

akan diteliti, serta data-data lain yang berkaitan dengan penelitian.

3.3 Metode Penentuan Responden

Penetapan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan Kelurahan Jembatan Mas merupakan ibukota Kecamatan maka peluang

di sektor non pertanian lebih besar sehingga terdapat buruh sadap yang beralih profesi

ke sektor non pertanian. Metode Penentuan responden yang digunakan adalah metode

sensus. Responden yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buruh sadap karet di

Kelurahan Jembatan Mas yang beralih profesi ke sektor non pertanian. Populasi dalam

penelitian ini yaitu buruh sadap karet yang beralih profesi ke sektor non pertanian di

Kelurahan Jembatan Mas Kabupaten Batanghari memiliki jumlah sebanyak 30 orang

dan berikut daftar responden penelitian:


33

Tabel 8. Daftar Responden Penelitian


No Nama Alamat
1 Ahmad kundori RT.003, RW.01
2 Linda Nur Hayati RT.003, RW.01
3 Kasicun RT.005, RW.01
4 Budiman Tara RT.005, RW.01
5 Bukhori RT.006, RW.02
6 Fatkun RT.007, RW.02
7 Dur RT.007, RW.02
8 Endah Nurani RT.008, RW.02
9 Eryono RT.021. RW.02
10 Fatimah Adawiyah RT.010, RW.03
11 Suyono RT.011, RW.03
12 Sutrisno RT.012, RW.04
13 Majnun RT.013, RW.04
14 Jumaidi sepon RT.017, RW.04
15 Sargiah RT.018, RW.04
16 Sugiman RT.018, RW.04
17 Karno RT.022, RW.04
18 Siti Sukarsih RT.014, RW.05
19 Inggit RT.014, RW.05
20 Karyono RT.015, RW.05
21 Rahmat hidayat RT.019, RW.05
22 Adi Sucipto RT.019, RW.05
23 Ernawati RT.019, RW.05
24 Sri Wahyuni RT.020, RW.05
25 Triana RT.020, RW.05
26 Agus Suhendra RT.020, RW.05
27 Kamsin RT.002, RW.06
28 Andori RT.016, RW.06
29 Budiono RT.016, RW.06
30 Komarudin RT.016, RW.06
Sumber: Observasi Lapangan, 2022

3.4 Metode Analisis Data

Analisis data dalam metode ilmiah sangatlah penting dikarenakan data mentah

yang dikumpulkan oleh peneliti dapat diberi arti dan makna yang beguna dalam

memecahkan masalah penelitian, sehingga akan dapat suatu kesimpulan yang benar.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Dari

keseluruhan responden setiap orang akan diberikan kuesioner yang dihubungkan


34

dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata

sebagai berikut:

Ya = 5 Ragu-ragu = 3 Tidak = 1

Analisis deskriptif yang digunakan adalah analisis deksriptif presentase, yakni

semua skor dari masing-masing aspek akan dijumlahkan dan dibandingkan dengan

skor idealnya sehingga akan diperoleh presentase skor. Hasil deskriptif presentase

inilah yang selanjutnya dibandingkan dengan kriteria yang digunakan dan diketahui

tingkatnya.

Tabel 9. Deskriptif Presentase


No Interval Presentase Keterangan
1 0-50 Rendah
2 51-100 Tinggi

Kriteria ini digunakan pada setiap aspek dan indikator dalam penelitian, oleh karena

itu untuk menentukan interval persentase dibutuhkan jumlah total skor atribut dengan

rumus sebagai berikut:

Jumlah Total Skor = T × Pn

Dimana: T : Jumlah responden yang memilih

Pn : Pilihan skor

Perhitungan jumlah total skor tersebut dapat menentukan jumlah skor ideal

menggunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah skor ideal (Tertinggi) = Jumlah total skor × Jumlah atribut kuisioner
35

Analisis data yang digunakan merupakan analisis data deskriptif yang

dianalisis dengan menggunakan likert scale (skala likert) seperti berikut:

𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐤𝐨𝐫 𝐡𝐚𝐬𝐢𝐥 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐮𝐦𝐩𝐮𝐥𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐭𝐚 𝐱 𝟏𝟎𝟎%


Tingkat faktor keputusan buruh =
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐤𝐨𝐫 𝐢𝐝𝐞𝐚𝐥 (𝐭𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢)

Setelah mengetahui faktor-faktor, kemudian data akan diolah secara tabulasi

dan dilanjutkan dengan analisis secara deksriptif menggunakan tabel distribusi

frekuensi.

3.5 Konsepsi pengukuran

Untuk mengukur variabel-variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian ini

maka masing-masing variabel tersebut diberikan batasan konsep agar indikator

pengukurannya jelas. variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Buruh sadap karet yang menjadi responden adalah buruh sadap yang beralih

profesi ke sektor non pertanian.

2. Faktor internal yang mempengaruhi pengambilan keputusan buruh sadap beralih

profesi meliputi usia, penerimaan, pendidikan formal dan nonformal, dan jumlah

anggota keluarga.

a. Usia yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan usia produktif dan tidak

produktif, di Indonesia usia produktif yaitu 15-64 tahun yang berarti usia diatas

64 tahun dikatakan tidak produktif atau tidak seharusnya bekerja, untuk

kategori usia dibagi menjadi dua kategori:

a) Rendah, jika skor Rata-rata < 375

b) Tinggi, jika skor Rata-rata ≥ 375


36

b. Penerimaan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan penerimaan buruh

sadap yang didapat dari hasil produksi getah karet dikali harga jual dan dibagi

dengan pemilik kebun, untuk kategori penerimaan dibagi menjadi dua kategori:

a) Rendah, jika skor Rata-rata < 375

b) Tinggi, jika skor Rata-rata ≥ 375

c. Pendidikan formal dan nonformal yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu

pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan

tinggi. Sedangkan pendidikan nonformal yaitu pendidikan pengasah skill diluar

pendidikan formal, untuk kategori pendidikan dibagi menjadi dua kategori:

a) Rendah, jika skor Rata-rata < 375

b) Tinggi, jika skor Rata-rata ≥ 375

d. Jumlah anggota keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan

jumlah anggota yang ditanggung oleh buruh sadap yang diukur dengan dua

kategori:

a) Rendah, jika skor Rata-rata < 375

b) Tinggi, jika skor Rata-rata ≥ 375

3. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengambilan keputusan buruh sadap karet

beralih profesi meliputi perubahan teknologi dan kelas sosial.

a. Perubahan teknologi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan

kebutuhan akan internet, smartphone dan kendaraan bermotor yang diukur

dengan dua kategori:

a) Rendah, jika skor Rata-rata < 375

b) Tinggi, jika skor Rata-rata ≥ 375


37

b. kelas sosial yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan pandangan

terhadap profesi buruh sadap karet yang diukur dengan dua kategori:

a) Rendah, jika skor Rata-rata < 375

b) Tinggi, jika skor Rata-rata ≥ 375


38

DAFTAR PUSTAKA

Artanto, A.R. (2008). Proses dan Dampak Alih Fungsi Pertanian Ke Non Pertanian
Terhadap Perubahan Kesejahteraan Rumah Tangga Petani. Skripsi. Mahasiswa
Universitas Brawijaya. Malang

Badan Pusat Statistik. (2022). Inflasi. BPS Indonesia. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. (2021). Statistik Karet 2021. BPS Indonesia. Jakarta.

Beyne. (2008). Determinants Off Farm Participation Decition Of Fram Households in


Ethiophia. Agrekon. Vol 47. No. 1.

Cahyono, B. (2010). Mengenal Guava. Lily Publisher. Yogyakarta.

Chaniago, A. (2017). Pemimpin Dan Kepemimpinan. Lentera Ilmu Cendikia. Jakarta.

C, Heriyanto, A. (2015). Kelas Sosial, Status Sosial, Peranan Sosial Dan


Pengaruhnya. Universitas Dian Nuswantoro. Semarang.

Erwin, P. Tumpal, H, S. & Abdul, R. (2017). Model Penanggulangan Kelangkaan


Penyadap Di Perkebunan Karet. Jurnal Agribisnis Sumatra Utara, 10(1), 1-3.

Hakim, Z. (2022). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Dalam


Mengkonversi Lahan Perkebunan Karet Menjadi Lahan Perkebunan Kopi Di
Kecamatan Muara Siau Kabupaten Merangin. Skripsi. Mahasiswa Universitas
Negeri Jambi

Hasan, I. (2002). Teori Pengambilan Keputusan. Ghalia Indonesia. Jakarta

Hayati, M & Maisaroh, S. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan


Petani Dalam Pemilihan Komoditas. Jurnal Trunojoyo Madura, 12(2).

Indrawati. (2001). Dinamika Hara Dan Pemupukan Kacang Tanah Dan Kacang Hijau
Pada Pola Tanam Padi-Kacang Tanah/Kacang Hijau. Laporan Hasil Penelitian
Balitkabi 2001. Balitkabi Malang
39

Kusnandar. (2007). Guru Profesional Implementasi kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta.

Mathis, R & Jackson, J. (2011). Human Resource Management. Salemba Empat.


Jakarta

Priyanto, B. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan


Petani Dalam Alih Profesi Dari Sektor Pertanian Ke Sektor Non Pertanian.
Skripsi. Mahasiswa Universitas Brawijaya Malang.

Purwadi. Minha, A. & Lifianthi. (2022). Analysis Of Factors Affecting Farmers


Decisions to Follow The Rice Farming Business Insurance Program In Buay
Madang Timur District, Ogan Komering Regency Ulu Timur Province Of South
Sumatra. Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis (JEPA), 6(3).

Saad, M. Zakky, F. & Aulia, F. (2019). Analisis Komparasi Pendapatan Usahatani


Karet Berdasarkan Pilihan Penjualan Bahan Olah Karet Di Kecamatan
Bajubang Dan Kecamatan Jambi Luar Kota. Jurnal Of Agribusiness and Local
Wisdom, 2(1).

Soekartawi, A; Soehardjo; john. L. d; Brian, H. (1986). Ilmu usahatani dan penelitian


pengembangan petani kecil. UI Press. Jakarta.

Soekartawi. (1988). Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta.

Soekartawi. (2005). Agroindustri Dalam Perspektif Sosial Ekonomi. PT Raja Grafindo


Persada. Jakarta

Subagyono, K. (2021). Statistik Perkebunan 2021. Direktorat Jenderal Perkebunan.


Jakarta

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta, CV.
Bandung.
40

Syechalad, M, N & Hardiyanto. (2009) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Pendapatan Nelayan di Kota Banda Aceh. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 8(2).

Yeni, W. (2022). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan


Keputusan Petani Melakukan Usahatani Jagung Di Kecamatan Kempo
Kabupaten Dompu. Universitas Mataram.
41

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Kuesioner Buruh Sadap yang Beralih Profesi

Judul Penelitian : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Buruh Sadap

Karet Beralih Profesi Ke Sektor Non Pertanian di Kelurahan

Jembatan Mas Kabupaten Batanghari

Nama Peneliti : Melisa Hidayati

NIM : D1B018096

Fakultas : Pertanian

Program Studi : Agribisnis


No. Sampel :

I. Identitas Responden

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

4. Pengalaman Buruh Sadap (Tahun) :

5. Pendidikan Formal :

6. Pendidikan nonformal :

7. Jumlah anggota keluarga :

8. Pekerjaan Saat Ini :

9. Alasan memilih pekerjaan saat ini :


42

II. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Buruh Sadap Karet Beralih


Profesi Ke Sektor Non Pertanian
No Pertanyaan Ya Ragu- Tidak
ragu
Faktor Usia
1 Apakah bapak/ibu beralih profesi dari buruh
sadap dikarenakan faktor usia?
2 Apakah bapak/ibu memiliki patokan usia untuk
menjadi buruh hanya sampai pada saat usia
bapak/ibu memutuskan beralih profesi?
3 Apakah menurut bapak/ibu usia bapak/ibu
terlalu muda untuk berprofesi sebagai buruh
sadap sehingga memilih untuk beralih profesi?
4 Apakah menurut bapak/ibu usia bapak/ibu
terlalu tua untuk menjadi buruh sadap karet
sehingga memilih untuk beralih profesi?
5 Apakah menurut bapak/ibu dengan usia
bapak/ibu lebih baik bekerja di sektor non
pertanian?
Faktor Pendidikan Formal dan Nonformal
1 Apakah bapak/ibu beralih profesi dikarenakan
faktor pendidikan formal atau nonformal yang
bapak ibu miliki?
2 Apakah menurut bapak/ibu ilmu di dalam
pendidikan formal tidak dapat digunakan
apabila menjadi buruh sadap karet?
3 apakah menurut bapak/ibu pendidikan
nonformal banyak menambah ilmu untuk
bekerja atau menghasilkan uang?
43

4 Apakah bapak/ibu beralih profesi karena ingin


bekerja dengan skill yang didapat dari
pendidikan nonformal yang bapak/ibu miliki?
5 Apakah bapak/ibu yakin akan mendapatkan
pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan
bapak/ibu apabila beralih profesi dari buruh
sadap?
Faktor Penerimaan
1 Apakah menurut bapak/ibu penerimaan yang
bapak/ibu miliki saat menjadi buruh sadap
karet cenderung rendah?
2 Apakah penerimaan menjadi faktor bapak/ibu
mengambil keputusan untuk beralih profesi?
3 Apakah bapak/ibu memiliki penerimaan lain
selama menjadi buruh sadap karet?
4 Apakah penerimaan bapak/ibu diluar dari
menjadi buruh sadap lebih besar dari
penerimaan buruh sadap?
5 Apakah bapak/ibu yakin apabila beralih
profesi akan memiliki penerimaan yang lebih
baik dari menjadi buruh sadap karet?
Faktor Jumlah Anggota Keluarga
1 Apakah bapak/ibu merupakan tulang
punggung keluarga?
2 Apakah bapak/ibu memiliki anak diusia
sekolah?
3 Apakah jumlah anggota keluarga yang
bapak/ibu tanggung menjadi alasan bapak ibu
memutuskan beralih profesi?
44

4 Apakah jumlah anggota keluarga yang


ditanggung oleh bapak/ibu tidak dapat
terpenuhi kebutuhannya saat menjadi buruh
sadap karet?
5 apakah menurut bapak/ibu jumlah anggota
yang dimiliki terlalu banyak untuk hanya
berprofesi sebagai buruh sadap karet?
Faktor Perubahan Teknologi
1 Apakah bapak/ibu tertarik dengan
perkembangan teknologi?
2 Apakah bapak/ibu memiliki smartphone?
3 Apakah bapak/ibu rutin membelikan kuota
internet terhadap smartphone yang dimiliki
setiap bulan?
4 Apakah menurut bapak/ibu perubahan
teknologi yang terus terjadi membuat
pengeluaran semakin bertambah?
5 Apakah pengeluaran dari perubahan teknologi
yang mempengaruhi bapak/ibu mengambil
keputusan untuk beralih profesi?
Faktor Kelas Sosial
6 Apakah menurut bapak/ibu masyarakat
memandang rendah pekerjaan buruh sadap
karet?
7 Apakah penilaian masyarakat mempengaruhi
keputusan bapak/ibu untuk beralih profesi?
8 Apakah bapak/ibu beralih profesi karena
menginginkan pekerjaan yang lebih modern?
45

9 Apakah bapak/ibu yakin akan memiliki profesi


yang sesuai dengan yang diharapkan apabila
beralih profesi dari buruh sadap karet?
10 Apakah bapak/ibu yakin bahwa harga karet
tidak akan tinggi suatu saat nanti?

Anda mungkin juga menyukai