Kelas :VA
Nama Praktikan : Firza Nur Rismansyah (4442210090)
Nama Anggota : Aghnia Sholihat (4442210052)
Hanif Maulana (4442210050)
Annisa Ranistira Putri (4442210108)
Dhiya Nisrina (4442210045)
Andi Rahmadani (4442210167)
Adrea Oktavia Rachmawati (4442210135)
Sabira
Alya Zahra Khoirunnisa (4442210151)
Siti Siva Yuliyanti (4442210039)
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PASCA PANEN
“PENYIMPANAN DINGIN PRODUK PERTANIAN”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Teknologi Pasca
Panen
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa melaksanakan
praktikum pada Mata Kuliah Teknologi Pasca Panen dengan judul “Penyimpanan
Dingin Produk Pertanian” dengan lancar dan baik.
Praktikum ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas praktikum Teknologi
Pasca Panen, penulis menyusun laporan praktikum ini untuk menerangkan
mengenai proses penyimpanan dingin untuk produk pertanian. Hasil dari praktikum
ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dr. Fitria Riany Eris, S.P., M.Si., dan Kiki
Roidhelindho, S.TP., M.Sc. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Teknologi Pasca
Panen yang sudah memberi arahan terkait praktikum ini serta saudari Dwi Puspa
Cempaka Sari selaku Asisten Praktikum Teknologi Pasca Panen kelas VA yang
sudah membantu dalam berjalannya praktikum ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan hasil praktikum ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan ini. Harapan penulis semoga laporan
yang telah disusun ini dapat memberikan pengetahuan tambahan tentang proses
penyimpanan pada suhu dingin dari produk pertanian.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
5.2 Rekomendasi.......................................................................................... 19
LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Perlakuan dari penanganan pasca panen tersebut akan menjadi faktor yang
berpengaruh terhadap kualitas dan karakteristik dari produk hasil pertanian selain.
Selain itu, sifat fisik juga memengaruhi kualitas hasil pertanian. Aspek sifat fisik
ini dapat dilihat atau diukur secara langsung, seperti tekstur, warna, ukuran, dan
bentuk produk. Bentuk produk juga menjadi pertimbangan penting. Bentuk yang
baik dan sesuai dengan jenis produk tertentu dapat meningkatkan daya tarik dan
nilai jualnya (Nirmagustina dan Rani, 2013). Kualitas produk hasil pertanian masih
menjadi permasalahan karena pada prinsipnya menjaga mutu produk dari hasil
tanaman yang dibudidayakan akan membuat daya tarik bagi konsumen untuk
membeli atau tidaknya bahan produk. Kualitas produk pertanian dapat dilihat
berdasarkan sifat fisik produknya, kerusakan sifat fisik hasil pertanian dapat terjadi
secara cepat dibandingkan sifat-sifat yang lain sehingga perlu dijadikan sebagai
parameter yang menunjang mutu bahan dan dapat juga sebagai penentuan lama
waktu penyimpanan produk (Megavitry et al., 2022).
Produk hasil pertanian seperti tanaman buah dan sayuran memiliki karakteristik
yang mudah rusak (perishable). Pada dasarnya tahap pemanenan dari produk hasil
pertanian khususnya tanaman hortikultura dapat menjadi alasan menurunnya mutu.
Penurunan tingkat mutu tersebut dapat diperparah akibat adanya penundaan dalam
pendistribusian ke konsumen, dalam hal ini produk hortikultura dilakukan proses
penyimpanan dengan jangka waktu lebih dari satu hari. Hal ini dikarenakan sayuran
yang telah dipanen, masih melangsungkan aktivitas metabolismenya seperti
respirasi maupun transpirasi. Upaya dalam mempertahankan kesegaran dari produk
hasil pertanian dilakukan dengan memperhatikan cara penyimpanannya. Tahap
penyimpanan dari produk buah dan sayuran segar yang baru dipanen biasanya
dilakukan pada tempat yang memiliki suhu dingin, hal ini berguna agar buah dan
sayuran tersebut tidak cepat mengalami kerusakan yang disebabkan oleh suhu
ruang maupun lingkungan yang terbuka secara berlebihan (Saputri et al., 2020).
Dampak pengaruh yang diberikan dari proses penyimpanan sangat beragam.
Produk hortikultura akan mengalami penyusutan bobot dan perubahan warna dari
pigmen-pigmen yang terkandung dalam jaringan, pengaruh tersebut berdasarkan
suhu simpan, kemasan, dan varietasnya. Jangka waktu yang diberikan saat proses
penyimpanan menjadi salah satu faktor penting dari ketersediaan kandungan
2
vitamin C produk hortikultura selama penyimpanan. Hal ini disebabkan proses
respirasi pada produk hortikultura akan terus terjadi dan mengalami peningkatan
sehingga akan membentuk komponen gula sederhana yang bertindak sebagai
senyawa lain yang membantu dalam pembentukan vitamin C. Penyimpanan yang
dilakukan seiring berjalannya waktu akan membuat kandungan vitamin C
meningkat. Namun, ketika ketersediaan substrat yang menjadi subjek dalam
pembentukan vitamin C tidak tersedia maka kandungan vitamin C akan mengalami
penurunan (Murtiwulandari et al., 2020).
Perlakuan untuk menjaga produk hasil pertanian tetap segar (fresh) yaitu
dengan melakukan penyimpanan pada suhu dingin. Selain itu, perlakuan ini mampu
menghambat kerusakan fisiologis serta beberapa mikroorganisme yang beraktivitas
memiliki sifat mengganggu atau merusak sehingga tingkat mutu serta kualitas buah
dan sayuran tetap terjaga dari mulai panen sampai dilakukan pendistribusian ke
pasar dan dibeli oleh konsumen. Suhu yang tepat untuk penyimpanan produk hasil
pertanian berkisar antara suhu 6oC-10oC merupakan suhu yang termasuk relatif baik
untuk penyimpanan produk hortikultura, sedangkan suhu 11oC-15oC merupakan
suhu yang dapat membuat proses respirasi pada produk hasil pertanian akan lebih
cepat (Utama dan Antara, 2013).
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukannya praktikum mengenai
penyimpanan dingin produk hasil pertanian guna mengetahui reaksi atau dampak
yang dihasilkan oleh produk hasil pertanian terhadap pemberian beberapa
perlakuan penyimpanan pada suhu yang berbeda.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui pengaruh
penyimpanan pada suhu rendah terhadap mutu buah dan sayur segar.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum kali ini yaitu agar mahasiswa mengetahui
pengaruh penyimpanan pada suhu rendah terhadap mutu buah dan sayur segar.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Kegiatan pasca panen yang dilakukan pastinya bertujuan untuk menjaga mutu
hasil pertanian tetap segar, tetapi metode penanganan yang kurang tepat diberikan
kepada hasil pertanian maka akan membuat mutu hasil pertanian menjadi rusak atau
mengalami penurunan. Umumnya kerusakan ini terlihat jelas pada karakter fisik
hasil pertanian seperti berubahnya warna, tekstur, bentuk, rasa, aroma pada hasil
pertanian, sehingga perlu diketahui karakteristik atau parameter pengamatan yang
tepat untuk menjaga mutu hasil pertanian selama kegiatan pasca panen (Tirtosastro
dan Musholaeni, 2015).
5
budidaya, umur kematangan, kecacatan, penyakit yang menyerang, atau adanya
ketidaktepatan dalam pemberian perlakuan (Rohadi, 2009).
Sifat fisik dari suatu produk hasil pertanian mampu mengalami kerusakan yang
terjadi diakibatkan adanya aktivitas fisik/fisika seperti suhu. Umumnya pada
kondisi suhu dingin membuat titik beku air yang berada didalam sel akan
mengalami pembekuan, lalu volume dari hasil pertanian akan membesar hingga
membuat dinding sel mengeras. Ketika berada disuhu ruang akan mengalami
pencairan sehingga bahan hasil pertanian menjadi menyusut karena air seluler yang
berada didalam sel keluar dari sel (Sudjatha dan Wisaniyasa, 2017).
6
walaupun terdapat perbedaan nilai harga tidak sesuai dengan keinginan para petani
di pasaran. Namun, kerugian ini tidak dapat dihindari, salah satu cara untuk
meminimalisirnya dengan sangat terpaksa produk hasil pertanian tersebut harus
dijual dengan harga yang berada dibawah ketentuan pasar (Pega et al., 2021).
Penyimpanan produk hasil pertanian yang dimaksudkan untuk memperpanjang
masa daya gunanya agar tetap segar dan pastinya dapat memperbaiki kualitas mutu
(Abriana dan Laga, 2019). Penyimpanan dengan menggunakan suhu yang rendah
dapat dilakukan untuk memperlama jangka waktu umur simpan. Adapun pemberian
perlakuan yang dilakukan pada tahapan penanganan pascapanen tidak lain karena
bertujuan untuk mempertahankan tingkat kualitas mutu produk hasil pertanian
segar tetap terjaga, sehingga mampu menekan hilangnya daya jual dari produk yang
disebabkan oleh terjadinya bobot yang menyusut dan tidak layak, serta dapat
meningkatkan daripada masa daya simpan dan membuat meningkatnya nilai
ekonomis hasil pertanian (Arista, 2021).
Suhu penyimpanan ditentukan berdasarkan jenis komoditi tanamannya
dikarenakan perlakuan yang diberikan akan berbeda satu dengan yang lainnya.
Perlakuan penyimpanan dengan suhu dingin atau dibawah dari optimal suhu
penyimpanan dapat berakibat terjadinya pengembunan pada permukaan komoditi.
Apabila hal ini terjadi, maka dapat menyebabkan produk hasil pertanian akan
mengkerut dan kualitas yang diperoleh menurun karena proses pemasakan buat
berlangsung dengan cepat. Kondisi suhu dalam penyimpanan harus diperhatikan
dan dikelola dengan baik agar meminimalisir terjadinya fluktasi suhu. Pada
penyimpanan dingin, suhu yang digunakan yaitu berkisar pada rentang 10-20oC.
Apabila suhu penyimpanan yang mendekati batas toleransi atau titik beku dari
produk pertanian maka sangat diperlukan adanya suhu acauan dengan interval yang
lebih dekat. Derajat suhu yang sangat dingin dapat menjadi penyebab terjadinya
chilling injury, sebaliknya apabila suhu sangat tinggi dapat menyebabkan waktu
umur simpan menjadi lebih singkat. Kondisi ini juga menandakan bahwa telah
terjadi kehilangan air yang cepat pada komoditi bersangkutan (Santoso dan Edgar,
2022).
Penyimpanan pada suhu dingin (pendinginan) merupakan suatu cara untuk
penanganan sayur dan buah, yang mana hal tersebut dapat menahan atau
7
mengurangi faktor yang meyebaban pembusukan. Suhu disekitar semakin tinggi
maka akan mempengaruhi kecepatan laju respirasi. Dampak yang diakibatkan dari
hal tersebut akan terjadinya penguraian pada makromolekul dan dapat
mempercepat proses pembusukan. Apabila suhu rendah, menyebabkan aktivitas
enzim lambat dan berakibat pada memperlambatnya proses pembusukan.
Penurunan suhu yang mencapai 80oC, maka kecepatan reaksi akan berkurang
menjadi setengahnya. Upaya yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kualitas
mutu bahan yang akan didinginkan, yaitu dengan memperhatikan cara
penyimpanan baik itu sarana dan prasarana pendukung dalam proses penyimpanan
hingga tata letak tumpukan produk pertanian. Karakteristik dari jenis produk
pertanian mempengaruhi proses penyimpanannya. Faktot lain yang mempengaruhi
cara penyimapan produk pertanian ditinjau dari varietas, syarat tumbuh, hingga
proses pelaksanaan budidaya tanaman itu sendiri. Pengaruhh yang diberikan dari
perlakuan penyimpanan suhu rendah seperti kehilangan berat, kegagalan untuk
matang, dan kebusukan (Wulantika, 2021).
8
ruang penyimpanan yaitu tidak lebih dari 1oC dari suhu di ruang penyimpanan.
Pendinginan secara merata pada seluruh bagian tumpukan produk hasil pertanian
yang dilalukan sangat menjadi suatu hal yang diperlukan agar pergerakan udara
dapat berjalan lancar mengelilingi ruangan penyimpanan (Sudjatha dan
Wisaniyasa, 2017).
Perlakuan yang diberikan pada tahapan penanganan pasca panen lainnya seperti
penyeleksian dan pemilahan (sortasi) menjadi faktor dalam pengelolaan
penyimpanan produk. Hal tersebut dikarenakan beberapa komoditi hasil pertanian
memiliki kualitasnya masing-masing, sehingga tidak semuanya dapat dimasukkan
dalam ruang penyimpanan. Pada dasarnya pengelolaan penyimpanan dengan suhu
dingin memiliki biaya pengeluaran yang cukup mahal, maka produk yang memiliki
kualitas mutu dibawah atau tidak baik sangat tidak disarankan untuk disimpan
(Sudjatha dan Wisaniyasa, 2017).
9
BAB III
BAHAN DAN METODE
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Warna
No Buah Perlakuan Hari Ke-0 Hari Ke-3 Hari Ke-6
1. 1 (0% 2 (25% 5 (100%
Suhu Dingin
berubah) berubah) berubah)
Suhu 1 (0% 3 (50% 4 (75%
Pisang
Berfluktuasi berubah) berubah) berubah)
1 (0% 4 (75% 5 (100%
Suhu Ruang
berubah) berubah) berubah)
2. 1 (0% 2 (25% 2 (25%
Suhu Dingin
berubah) berubah) berubah)
Suhu 1 (0% 1 (0% 2 (25%
Tomat
Berfluktuasi berubah) berubah) berubah)
1 (0% 2 (25% 2 (25%
Suhu Ruang
berubah) berubah) berubah)
Pada tabel 1 hasil pengamatan terhadap warna tanaman tomat dan pisang yang
diamati pada tiga tempat penyimpanan yang berbeda dengan rentang waktu 0 hari,
3 hari, dan 6 hari.
11
130 160 60
g/mm/s g/mm/s g/mm/s
Suhu Ruang
5: (Sangat 5: (Sangat 5: (Sangat
lembut) lembut) lembut)
2. 210 240 120
g/mm/s g/mm/s g/mm/s
Suhu Dingin
5: (Sangat 5: (Sangat 4: (Lembut)
lembut) lembut)
210 280 60
Suhu
Tomat g/mm/s g/mm/s g/mm/s
Berfluktuasi
4: (Lembut) 2: (Keras) 4: (Lembut)
200 160 130
12
1 (0% 2 (25% 2 (25%
Suhu Ruang
berubah) berubah) berubah)
Pada tabel 3 hasil pengamatan penampakan bahan atau kebusukan tanaman
tomat dan pisang diamati pada tiga tempat penyimpanan yang berbeda dengan
rentang waktu 0 hari, 3 hari, dan 6 hari untuk melihat adanya pembusukan dari
sampel berdasarkan tempat penyimpanannya.
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan dari produk hasil pertanian
dengan pemberian perlakuan penyimpanan. Penyimpanan merupakan salah satu
tahapan pasca panen yang bertujuan untuk meminimalisir terjadinya kerusakan
pada produk hasil pertanian baik secara fisik, mekankis, dan biologis. Pada
dasarnya dengan dilakukannya penyimpanan dapat menjadi cara untuk tetap
menjaga kualitas mutu dari produk hasil pertanian yang segar dan dapat
meningkatkan daya jual pada konsumen. Namun, perlakuan penyimpanan setiap
dari komoditi memiliki kemampuan bertahan dalam proses penyimpanan dengan
suhu yang berbeda. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sudjatha dan Wisaniyasa
13
(2017), yang menyatakan bahwa salah satu tahapan dalam pasca panen yaitu
penyimpanan yang sangat penting karena bertujuan sebagai pengendali dalam
menekan laju transpirasi, respirasi, infeksi penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme, dan mempertahankan produk dalam bentuk paling bermanfaat
bagi konsumen.
Perlakuan penyimpanan yang diberikan yaitu dengan penyimpanan suhu
dingin, suhu berfluktuasi, dan suhu ruang. Perlakuan suhu dingin dilakukan pada
suhu 10°C dengan komoditi yang diamati yaitu tomat dan pisang. Proses
penyimpanan dilakukan selama 6 hari dengan waktu pengamatan pada hari ke-0,
ke-3, dan ke-6. Berdasarkan tabel 1, hasil pengamatan warna pisang pada
penyimpanan suhu dingin tidak mengalami perubahan pada hari ke-0, setelah itu,
pengamatan hari ke-3 didapatkan adanya perubahan warna sebesar 25%, dan pada
hari ke-6 mengalami 100% perubahaan pada warna buah. Pada penyimpanan suhu
berfluktuasi didapatkan hasil pada hari ke-0 tidak mengalami perubahan, hari ke-3
didapatkan adanya perubahan warna sebesar 50%, dan hari ke-6 didapatkan hasil
perubahan warna 100%. Pada penyimpanan suhu ruang didapatkan hasil tidak ada
perubahan pada hari ke-0, hari ke-3 terdapat perubahan warna sebesar 75%, dan
pada hari ke-6 berubah kembali menjadi 100%. Perubahan warna pada pisang ini
menjadi kehitaman. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Arti dan Miska (2020), yang
menyatakan bahwa buah pisang yang dilakukan penyimpanan dengan suhu rendah
sebesar 10°C atau dibawahnya menjadi salah satu penyebab ciri khusus untuk
menandainya dilihat dari perubahan warna pada kulit buah yang menjadi tidak
mengkilap, lalu terdapat garis cokelat gelap pada jaringan sub-epidermal, dan
selanjutnya warna dari pisang akan berubah menjadi sedikit gelap cokelat hingga
kehitam-hitaman.
Pada pengamatan warna tomat yang dilakukan dengan penyimpanan suhu
dingin untuk hari ke-0 tidak terdapat perubahan warna. Pada pengamatan hari ke-3
hingga ke-6 didapatkan adanya perubahan warna sebesar 25%. Warna yang
dihasilkan tomat ini dominan light red. Menurut pernyataan Yuniastri et al. (2020),
yang menyatakan bahwa suhu dingin mampu memperlambat laju respirasi dan
pematangan buah sehingga buah tetap segar terjaga dan terhindar dari adanya
kerusakan. Pengamatan suhu berfluktuasi hari ke-0 dan ke-3 didapatkan hasil tidak
14
terdapat perubahan warna pada tomat, hari ke-6 pengamatan didapatkan adanya
perubahan warna sebesar 25%. Sedangkan, pada penyimpanan suhu ruang
didapatkan tidak berubah warna pada hari ke-0, untuk hari ke-3 hingga ke-6
mengalami perubahan warna sebesar 25%. Perubahan warna yang dialami
dikarenakan masih berlangsungnya proses respirasi yang dilakukan oleh buah tomat
sehingga mengakibatkan pada tingkat kematangan buah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Andriani et al. (2018), yang menyatakan bahwa buah yang disimpan
pada suhu ruang akan mengalami proses pemasakan lebih cepat dibandingkan
dengan penyimpanan suhu rendah. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan buah
tomat yang disimpan mengalami proses pemasakan yang disebabkan laju fisiologis
tanamannya dan terjadinya pemecahan klorofil pada buah tomat.
Berdasarkan tabel 2, hasil pengamatan tekstur dan kekerasan pisang dengan
penyimpanan suhu dingin pada hari ke-0, ke-3, dan ke-6 secara berturut-turut
didapatkan hasil sebesar 110 g/mm/s (sangat lembut), 170 g/mm/s (lembut), dan 80
g/mm/s (sangat lembut). Pada penyimpanan suhu berfluktuasi didapatkan hasil
pengamatan hari ke-0, ke-3, dan ke-6 secara berturut-turut yaitu 210 g/mm/s (sangat
lembut), 150 g/mm/s (sangat lembut), dan 110 g/mm/s (sangat lembut). Sedangkan,
penyimpanan dengan suhu ruang pada hari ke-0, ke-3, ke-6 secara berturut-turut
didapatkan hasil yaitu 130 g/mm/s (sangat lembut), 160 g/mm/s (sangat lembut),
dan 60 g/mm/s (sangat lembut). Tingkat tekstur dan kekerasan dari buah pisang
selama enam hari penyimpanan pada berbagai perlakuan mengalami penuruan.
Faktor yang menyebabkan hal tersebut dikarenakan karakteristik yang masih
terjadinya proses fisiologis seperti laju respirasi dan produksi gas etilen yang tinggi
setelah dipanen. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Triardianto et al. (2022), yang
menyatakan bahwa tingkat kekerasan yang berkurang pada pisang selama masa
penyimpanan dikarenakan berpindahnya air yang berada dari kulit ke dalam daging
buah pisang, selain itu terdapat variasi pertambahan kadar air serta pendegredasian
pati menjadi gula terjadi pada daging buah pisang. Menurut pernyataan Kader
(2013), menambahkan bahwa perlakuan penyimpanan bersuhu ruang juga menjadi
salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya tingkat tekstur dan kekerasan
buah pisang. Apabila suhu tersebut mengalami peningkatan juga akan
15
mempengaruhi laju tingkat pertumbuhan spora dan pathogen sehingga
mengakibatkan kerusakan pada buah.
Pengamatan tekstur dan kekerasan tomat pada penyimpanan suhu dingin
dari hari ke-0, ke-3, dan ke-6 secara berturut-turut didapatkan hasil yaitu 210
g/mm/s (sangat lembut), 240 g/mm/s (sangat lembut), dan 120 g/mm/s (lembut).
Pada perlakuan penyimpanan suhu berfluktuasi didapatkan hasil secara berturut-
turut yaitu 210 g/mm/s (lembut), 280 g/mm/s (keras), dan 60 g/mm/s (lembut).
Sedangkan, pada perlakuan suhu ruang didapatkan hasil secara berturut-turut yaitu
200 g/mm/s (lembut), 160 g/mm/s (lembut), dan 130 g/mm/s (sangat lembut).
Perubahan tekstur dan kekerasan pada tomat disebabkan oleh berbagai faktor.
Menurut Muhanniah et al. (2021), yang menyatakan bahwa rentang waktu
penyimpanan memberikan dampak penurunan kekerasan tomat, hal ini dikaranekan
panas dari suhu tempat penyimpanan terakumulasi sehingga memicu peningkatan
laju respirasi. Selain itu, terdapat perubahan dari dinding sel dan substensi pectin
yang menyebabkan proses hidrolisis dari polisakarida dan penyusunan dinding sel
berlangsung dengan cepat sehingga mengakibatkan tekstur buah tomat menjadi
semakin lunak. Pendapat lain dikemukakan oleh Iriani (2020), yang menyatakan
bahwa pada tekstur dan kekerasan produk hasil pertanian dapat dipengaruhi juga
oleh turgiditas sel. Sel dapat mengalami turgor karena adanya tekanan dari isi sel
terhadap dinding sel yang memiliki elastisitas. maka sel akan menjadi lunak ketika
terlalu banyak air yang keluar dari sel. Sebaliknya jika isi sel bertambah sampai
melebihi kekuatan dinding sel, maka sel akan pecah dan isi selnya keluar sehingga
kekerasan dan tekstur sel menjadi hilang.
Berdasarkan tabel 3, hasil pengamatan penampakan atau tingkat kebusukan
pisang pada perlakuan suhu dingin didapatkan hasil yaitu pada hari ke-0 tidak
mengalami perubuhan penampakan, hari ke-3 terdapat perubahan penampakan
sebesar 25%, dan hari ke-6 mengalami perubahan penampakan secara total atau
dapat diartikan bahwa pisang sudah mengalami kebusukan. Perlakuan suhu
berfluktuasi didapatkan hasil yaitu pada hari ke-0 tidak mengalami perubahan, hari
ke-3 mengalami perubahan sebesar 25% penampakan, dan pada hari ke-6
mengalami 100% perubahan atau secara keseluruhan. Sedangkan, penyimpanan
suhu ruang didapatkan hasil yaitu hari ke-0 tidak mengalami perubahan, hari ke-3
16
terdapat perubahan penampakan sebesar 75%, dan pada hari ke-6 mengalami 100%
perubahan penampakan atau busuk secara keseluruhan. Buah pisang dapat
mengalami kebusukan dengan ditunjukkan dari warnanya yang berwarna
kehitaman dan berair. Proses metabolisme yang masih berlangsung selama masa
penyimpanan juga menjadi faktor yang membuat kebusukan terjadi. Hal ini
diperkuat oleh Ikhsan et al. (2014), yang menyatakan buah pisang mengalami
penurunan tingkat kekerasan dikarenakan beberapa hal seperti pisang yang
mengalami perubahan tingkat kekerasan disebabkan pemecahan senyawa
protopektin yang tidak mampu terhidrolisi oleh zat pati karena tidak menjadi pektin.
Kondisi warna buah pisang yang sudah mengalami perubahan menjadi kecoklatan
tidak layak untuk dikonsumsi. Hal yang mempengaruhi perubahan warna ini karena
proses penyimpanan yang sangat lama tanpa diberikan perlakuan, selain itu pisang
termasuk kelompok buah klimakterik yang mana ketika buah dipanen masih
mengalami proses respirasi yang dicirikan dengan meningkatnya kadar karbohidrat
secara bersamaan dengan proses pematangan buah.
Pada pengamatan penampakan atau kebusukan dari tomat yang diberi perlakuan
suhu dingin didapatkan hasil yaitu hari ke-0 tidak mengalami adanya perubahan,
hari ke-3 hingga ke-6 terdapat adanya perubahan dari penampakan tomat sebesar
25%. Pemberian perlakuan suhu berfluktuasi didapatkan hasil yaitu hari ke-0 dan
ke-3 tidak mengalami perubahan, pada hari ke-6 mengalami perubahan
penampakan sebesar 25%. Sedangkan, pada pemberian perlakuan suhu ruang
didapatkan hasil yaitu hari ke-0 tidak mengalami adanya perubahan, hari ke-3
hingga ke-6 terdapat adanya perubahan dari penampakan tomat sebesar 25%.
Tingkat kebusukan buah tomat masih dapat terjadi walaupun hanya sedikit atau
sekita 25% dikarenakan adanya pengaruh dari penyimpanan serta proses
metabolisme seperti kadar air yang dimiliki oleh tomat. Hal ini diperkuat oleh
pernyataan Salingkat et al. (2020), yang menyatakan bahwa produk tanaman
hortikultura seperti tomat memiliki kandungan kadar air yang tinggi, sehingga
menyebabkan kerusakan pada tomat cepat terjadi. Selain itu, relatifitas kelembaban
yang dimiliki oleh ruang penyimpanan dingin dapat secara langsung mempengaruhi
mutu sayuran yang disimpan. Kelembaban yang rendah akan memnyebabkan
produk hasil pertanian menjadi layu atau mengkeriput. Sedangkan tingkat
17
kelembaban terlalu tinggi dapat menjadi pemicu dari proses pembusukan karena
kemungkinan terjadi kondensasi air.
Berdasarkan tabel 4, hasil pengamatan susut berat pisang yang dilakukan pada
pemberian perlakuan suhu dingin dari hari ke-0, ke-3, dan ke-6 secara berturut-turut
didapatkan hasil yaitu 40 gr, 35 gr, dan 10 gr. Pada pemberian perlakuan suhu
berfluktuasi dari hari ke-0, ke-3, dan ke-6 secara berturut-turut didapatkan hasil
yaitu 55 gr, 45 gr, dan 40 gr. Sedangkan, pada pemberian perlakuan suhu ruang dari
hari ke-0, ke-3, dan ke-6 secara berturut-turut didapatkan hasil yaitu 40 gr, 25 gr,
dan 10 gr. Berat yang dimiliki buah pisang mengalami penyusutan untuk semua
perlakuan penyimpanan dan penyababnya yaitu karena pada buah pisang akan
mengalami laju metabolisme yang selalu berjalan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Mutia (2019), yang menyatakan bahwa penurunan kualitas mutu buah pisang
ditinjau dari terjadinya penyusutan bobot ini dikarenakan terus berlangsungnya
proses respirasi dan transpirasi. Kedua proses tersebut mengakibatkan terjadinya
perubahan dari komponen fisiokimia yang menjadi ciri khusus terhadap gejala
kerusakan dan air yang dilepaskan dari bagian dalam buah menuju lingkungan.
Pada pengamatan susu berat tomat yang dilakukan pada pemberian perlakuan
suhu dingin dari hari ke-0, ke-3, dan ke-6 secara berturut-turut didapatkan hasil
yaitu 35 gr, 30 gr, dan 30 gr. Pada pemberian perlakuan suhu berfluktuasi dari hari
ke-0, ke-3, dan ke-6 secara berturut-turut didapatkan hasil semuanya memiliki berat
sebesar 35 gr. Sedangkan, pada pemberian perlakuan suhu ruang dari hari ke-0, ke-
3, dan ke-6 secara berturut-turut didapatkan hasil yaitu 40 gr, 40 gr, dan 30 gr.
Penyusutan berat terjadi dari semua perlakuan penyimpanan. Menurut Arshadi et
al. (2021), yang menyatakan bahwa produk hortikultura yang disimpan selama
berhari-hari mengalami penurunan berat karena adanya proses respirasi yang masih
berlangsung setelah dipanen. Proses respirasi menyebabkan tomat mengalami
pematangan, yang kemudian diikuti dengan cepat oleh proses perubahan menuju
proses pembusukan yang berakibat penurunan mutu buah terutama kesegarannya.
Fitriani et al. (2022), menambahkan bahwa terjadinya penurunan bobot buah tomat
dipengaruhi adanya laju respirasi dan transpirasi pada buah. Susut bobot buah tomat
disebabkan oleh hilangnya karbon selama proses respirasi.
18
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Tahapan pasca panen yang harus dilakukan salah satunya yaitu proses
penyimpanan. Tahapan tersebut sangat perlu diperhatikan karena berpengaruh
terhadap kualitas mutu produk hasil pertanian tetap terjaga. Berdasarkan hasil
praktikum perlakuan penyimpanan suhu dingin, suhu berfluktuasi, dan suhu ruang
sangat berpengaruh terhadap warna, tekstur atau kekerasan, penampakan bahan
atau kebusukan, dan susut berat pada buah tomat dan pisang. Hal tersebut dapat
terjadi karena faktor fisiologis seperti proses metabolisme yang meliputi laju
transpirasi dan respirasi masih terus berlangsung ketika produk sudah dipanen.
5.2 Rekomendasi
Tahapan dari pasca panen harus meperhatikan jenis dari produk hasil pertanian
termasuk kelompok klimakterik atau non-klimakterik, karena hal tersebut akan
menentukan perlakuan yang harus digunakan serta lama waktu proses
penyimpanan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulantika (2021),
proses penyimpanan yang tepat untuk tetap mempertahankan mutu kesegaran
produk hasil pertanian dapat dilakukan dengan penyimpanan dalam ruangan
bersuhu rendah yaitu -2oC sampai +10oC. Hal ini dikarenakan suhu rendah dapat
menahan laju respirasi, aktivitas mikroba dan enzim.
DAFTAR PUSTAKA
Abriana, A., dan Laga S. 2019. Penanganan Pasca Panen Sayur Brokoli di
Kabupaten Enrekang. Jurnal Ecosystem, 19(1), 45-50.
Ali, A. 2017. Pengaruh Teknologi Pertanian terhadap Produktivitas Hasil Panen
Padi di Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidenreng Rappang. AKMEN:
Jurnal Ilmiah, 14(3), 514-525.
Arista, N. I. D. 2021. Penanganan Pasca Panen Sayuran serta Strategi Sosialisasinya
Kepada Masyarakat Ditengah Pandemi Covid-19. Jurnal Agropross, 4(2),
1-6.
Arti, I. M., dan M. E. E. Miska. 2020. Perubahan Mutu Fisik Pisang Cavendish
Selama Penyimpanan Dingin pada Kemasan Plastik Perforasi dan Non-
Forasi. UG Journal, 14(11), 33-44.
Ayu, I. W., Heru T. S., dan Nina D. L. 2023. Sosialisasi Pasca Panen Bawang Merah
pada Petani Dataran Tinggi Kabupaten Sumbawa. Jurnal Pengembangan
Masyarakat Lokal, 6(1), 117-124.
Darwis, V. 2018. Potensi Kehilangan Hasil Panen dan Pasca Panen Jagung di
Kabupaten Lampung Selatan. Journal of Food System and Agribusiness.
Vol. 2(1): 55-67.
Furqoni, A. H. A., Dwi H., dan Sumaryo G. 2021. Analisis Biaya Pasca Panen dan
Nilai Tambah Penggilingan Padi di Kota Terpadu Mandiri Kabupaten
Mesuji. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisni, 9(1), 161-168.
Hawa, L. C., Yusuf W., Zaqlul I., dan Dewi M. M. 2023. Karakteristik Fisik Produk
Pertanian. Malang: Media Nusa Creative.
Ikhsan, A. M., Tamrin., dan M. Zen Kadir. 2014. Pengaruh Media Simpan Pasir
dan Biji Plastik dengan Pemberian Air Pendingin Terhadap Perubahan Mutu
pada Buah Pisang Kepok (Musa normalis L.). Jurnal Teknik Pertanian
Lampung, 3(2), 173-182.
Iriani, F. 2020. Fisiologi Pascapanen untuk Tanaman Hortikultura. Yogyakarta:
Deepublish.
Kader, A. A., 2013. Postharvest Technology of Horticultural Crops - An Overview
from Farm to Fork. Journal of Applied Sciences and Technology, 1(1), 1–8.
20
Kembaren, E. T., dan Muchsin, M. 2021. Pengelolaan Pasca Panen Kopi Arabika
Gayo Aceh. Jurnal Visioner & Strategis, 10(1), 29-36.
Megavitry, R., Rosyid R. A. H., Suharyani A., Asmanur J., Ismiasih., Siti A., Leni
M., Anna P. K., Lenni., dan Sutiharni. 2022. Teknologi Pertanian. Padang:
PT. Global Eksekutif Teknologi.
Molenaar, R. 2020. Panen dan Pascapanen Padi, Jagung dan Kedelai. Jurnal
Eugenia, 26(1), 17-28.
Muhanniah., Nurul F., Fauziah., Mudasirah., dan Vivi A. 2021. Perubahan Fisik
Penyimpanan Tomat. JASATHP: Jurnal Sains dan Teknologi Hasil
Pertanian, 1(2), 46-52.
Munarso, S. J. 2016. Penanganan Pascapanen untuk Peningkatan Mutu dan Daya
Saing Komoditas Kakao. Jurnal Litbang Pertanian, 35(3), 11-20.
Murtiwulandari., Deshinta T. M. A., Megawati H., Rendha K., Lois H. S. T., Yetero
H. H., Krisdania A., Novani W. K., Yuli K., Surya S. P., Yoga A. H., dan
Gabriella D. Y. A. 2020. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Kualitas
Hasil Panen Komoditas Brassicaceae. Jurnal Media Informasi dan
Komunikasi Ilmiah Teknologi Pertanian, 11(2), 135-143.
Mutia, A. K. (2019). Pengaruh Kadar Air Awal pada Bawang Merah (Allium
ascalonicum L.) terhadap Susut Bobot dan Tingkat Kekerasan Selama
Penyimpanan pada Suhu Rendah. Gorontalo Agriculture Technology
Journal, 2(1), 30-37.
Nirmagustina, D. E., dan Rani, H. 2013. Pengaruh Jenis Kedelai dan Jumlah Air
terhadap Sifat Fisik, Organoleptik dan Kimia Susu Kedelai. Jurnal
Teknologi dan Industri Hasil Pertanian, 18(2), 168-174.
Pega, E. P., Nursigit B., dan Arifin D. S. 2021. Rekayasa Teknologi Penyimpanan
dengan Atmosfer Termodifikasi untuk Memperpanjang Umur Simpan
dalam Penanganan Pascapanen Tomat. Jurnal Agritech, 41(3), 246-256.
Prasetyaningrum, A., Muqsit B., Alwi M., Pajar S., Fauzia D. Q., dan Nadia S. A.
2017. Prototype Penyimpanan Buah dan Sayur Menggunakan Ozon dan
Metode Evaporative Cooling sebagai Sistem Pendingin. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan, 6(1), 31-35.
21
Rohadi. 2009. Sifat Fisik Bahan dan Aplikasinya dalam Industri Pangan. Semarang:
Semarang University Press.
Salingkat, C. A., Noviyanty, A., dan Syamsiar, S. 2020. Pengaruh Jenis Bahan
Pengemas, Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Karakteristik Mutu Buah
Tomat. Agroland: Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian, 27(3), 274-286.
Santoso, D., dan Egra, S. 2022. Teknologi Penanganan Pascapanen. Banda Aceh:
Universitas Syiah Kuala Press.
Saputri, C. W. E., Ida A. R. P. P., dan Pande K. D. K. 2020. Pengaruh Perlakuan
Waktu dan Suhu Penyimpanan Dingin terhadap Mutu Kubis Bunga
(Brassica oleracea L. Var. Botrytis). Jurnal BETA (Biosistem dan Teknik
Pertanian), 8(1), 138-144.
Sudjatha, W., dan N. W. Wisaniyasa. 2017. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen
(Buah dan Sayuran). Denpasar: Udayana University Press.
Tirtosastro, S., dan W. Musholaeni. 2017. Penanganan Panen dan Pasca Panen
Tembakau di Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Buana Sains, 15(2), 155-164.
Triardianto, D., Adhima A., dan Adi S. 2022. Pengaruh Suhu terhadap Parameter
Fisik Pisang Kepok (Musa acuminata) Selama Penyimpanan.
Agrosaintifika: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 5(1), 11-16.
Utama, I Made S., dan N. S. Antara. 2013. Pasca Panen Tanaman Tropika: Buah
dan Sayur. Denpasar: Universitas Udayana.
Wulantika, T. 2021. Perubahan Kondisi Produk Hortikultura pada Penyimpanan
Suhu Rendah dan Suhu Ruang. Jurnal Hortuscoler. Vol. 2(1): 20-25.
Yuniastri, R., Ismawati, I., Atkhiyah, V. M., & Al Faqih, K. 2020. Karakteristik
Kerusakan Fisik dan Kimia Buah Tomat. Journal of Food Technology and
Agroindustry, 2(1), 1-8.
22
LAMPIRAN
Lampiran 13. Bobot Buah Lampiran 14. Bobot Buah Lampiran 15. Tekstur
Pisang Suhu Dingin (H-3) Tomat Suhu Dingin (H-3) Buah Pisang Suhu Dingin
(H-3)
Lampiran 16. Tekstur Buah Lampiran 17. Bobot Buah Lampiran 18. Bobot Buah
Tomat Suhu Dingin (H-3) Pisang Suhu Berfluktuasi Tomat Suhu Berfluktuasi
(H-3) (H-3)
Lampiran 19. Tesktur Buah Lampiran 20. Tekstur Buah Lampiran 21. Bobot Buah
Pisang Suhu Berfluktuasi Tomat Suhu Berfluktuasi Pisang Suhu Ruang
(H-3) (H-3) (H-3)
Lampiran 22. Bobot Buah Lampiran 23. Tekstur Buah Lampiran 24. Tekstur
Tomat Suhu Ruang Pisang Suhu Ruang Buah Tomat Suhu Ruang
(H-3) (H-3) (H-3)
Lampiran 25. Bobot Buah Lampiran 26. Bobot Buah Lampiran 27. Tekstur
Pisang Suhu Dingin (H-6) Tomat Suhu Dingin (H-6) Buah Tomat Suhu Dingin
(H-6)
Lampiran 28. Tekstur Buah Lampiran 29. Bobot Buah Lampiran 30. Bobot Buah
Pisang Suhu Dingin Pisang Suhu Berfluktuasi Tomat Suhu Berfluktuasi
(H-6) (H-6) (H-6)
Lampiran 31. Tesktur Buah Lampiran 32. Tekstur Buah Lampiran 33. Bobot Buah
Pisang Suhu Berfluktuasi Tomat Suhu Berfluktuasi Pisang Suhu Ruang
(H-6) (H-6) (H-6)
Lampiran 34. Bobot Buah Lampiran 35. Tekstur Buah Lampiran 36. Tekstur
Tomat Suhu Ruang Pisang Suhu Ruang Buah Tomat Suhu Ruang
(H-6) (H-6) (H-6)