Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN


“PEMBEKUAN BAHAN PANGAN HASIL PERTANIAN”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Teknologi Pengolahan
Hasil Pertanian

Disusun Oleh:
Nama : Dian Permata Sari
NIM : 4442180112
Kelas : VII B
Kelompok : 3 (tiga)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt., karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Teknologi
Pengolahan Hasil Pertanian yang berjudul “Pembekuan Bahan Pangan Hasil
Pertanian”. Adapun isi laporan praktikum ini disusun secara sistematis dan
merupakan referensi dari beberapa sumber yang menjadi acuan dalam penyusunan
laporan praktikum.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. Fitria Riany Eris, S.P., M.Si.
dan Yayu Romdhonah, S.T.P., M.Si., Ph.D. selaku Dosen Teknologi Pengolahan
Hasil Pertanian dan juga penulis berterima kasih kepada Dina Riziani dan
Muhammad Rizal Febriansah yang telah menjelaskan kepada penulis tentang
praktikum ini. Penulis sangat sadar bahwa laporan praktikum yang penulis buat
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para
pembaca penulis harapkan agar tugas berikutnya dapat lebih baik lagi.

Serang, Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3


2.1 Pembekuan Bahan Pangan Hasil Pertanian .......................................... 3

2.2 Pembekuan Bahan Pangan Sayuran (Buncis) ....................................... 3

2.3 Pembekuan Bahan Pangan Buah (Apel) ............................................... 4

BAB III METODE PRAKTIKUM ...................................................................... 6


3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................ 6

3.2 Alat dan Bahan...................................................................................... 6

3.3 Cara Kerja ............................................................................................. 6

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 8


4.1 Hasil ...................................................................................................... 8

4.2 Pembahasan .......................................................................................... 8

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 10


5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 10

5.2 Saran ................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 11


LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sifat - Sifat Bahan Pangan Hasil Pertanian setelah diberi Perlakuan
Pendahuluan Pembekuan .........................................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suhu pendinginan dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas
mikroorganisme, tetapi pendinginan yang tidak diawasi dengan teliti justru
dapat menyebabkan kerusakan dan kebusukan pada bahan pangan hasil
pertanian. Misalnya pembekuan yang dilakukan terhadap sayuran dan buah-
buahan, maka setelah bahan tersebut dikeluarkan dari tempat pembekuan akan
mengalami “thawing” sehingga teksturnya menjadi lunak dan mudah busuk
karena pertumbuhan mikroorganisme menjadi lebih cepat.
Pembekuan dengan suhu yang tidak tepat dapat menimbulkan kerusakan
berupa pecahnya sel-sel sehingga cairan keluar sel, warna bahan menjadi gelap,
terjadi pembusukan dan pelunakan. Pembekuan yang dilakukan terhadap buah-
buahan dan sayur-sayuran akan menyebabkan bahan tersebut mengalami
thawing setelah dikeluarkan dari tempat pembekuan sehingga tekstur menjadi
lunak yang dapat menyebabkan kontaminasi oleh mikroba. Buah-buahan dan
sayuran setelah dipanen membutuhkan suhu penyimpanan yang optimum.
Suhu pendinginan sekitar 4,5°C dapat mencegah atau memperlambat proses
pembusukan.
Apabila suhu bahan lebih rendah atau dingin akan terjadi kondensasi
udara pada permukaan bahan dan dapat merupakan media yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri atau pertumbuhan kapang kondensasi ini tidak
selalu berasal dari luar bahan dalam pengepakan beberapa bahan pangan
seperti buah-buahan dan sayuran dapat menghasilkan air dari respirasi dan
transpirasi akhir ini dapat membantu pertumbuhan mikroba bahan pangan
kering juga dapat menghasilkan air misalnya jika suhu naik selama pengepakan
akibatnya kelembaban nisbi pada permukaan akan berubah uap air ini
kemudian dapat berkondensasi pada permukaan bahan pangan terutama jika
suhu penyimpanan menurun.
Untuk mempertahankan mutu bahan pangan yang akan dibekukan
biasanya didahului oleh perlakuan-perlakuan pendahuluan. Pada percobaan ini

1
akan diamati pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap sifat-sifat bahan
setelah pembekuan. Oleh karena itu, dilakukanlah pengamatan terhadap
pembekuan bahan pangan sayuran buncis dan buah apel.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui perubahan
mutu bahan pangan setelah diberi perlakuan pendahuluan dan dibekukan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembekuan Bahan Pangan Hasil Pertanian


Pembekuan cold storage merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan
dengan cara pembekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut.
Dengan membekunya sebagian kandungan air bahan atau dengan terbentuknya
es sehingga ketersediaan air menurun, maka kegiatan enzim dan jasad renik
dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat mempertahankan mutu bahan
pangan (Efti, 2018).
Sortasi dan grading penting bukan saja ditinjau dari tingkat kualitas yang
diinginkan oleh konsumen, tetapi juga penting untuk efektifitas dan efisiensi
berbagai kegiatan pengolahan yang dilakukan secara mekanis seperti misalnya
pengupasan dan pemotongan, blansing, perlakuan termal, pendinginan,
pengeringan dan pengemasan. Oleh karena itu dalam proses pengolahan,
sortasi dan grading dilakukan berulang-ulang (Azizah dkk., 2018).

2.2 Pembekuan Bahan Pangan Sayuran (Buncis)


Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu jenis sayuran tropis
Indonesia yang di kelompokkan ke dalam sayuran non klimakterik dan sangat
populer, dalam konsumsinya buncis umumnya diolah menjadi berbagai jenis
sayur diantaranya sayur sop. Penyimpanan buncis segar dalam kantong plastik
polietilen (PE) pada suhu dingin diharapkan dapat mencegah kerusakan buncis
selama dipasarkan. Namun demikian kualitas buncis setelah panen berbeda-
beda menurut tingkat grade (ukuran diameter), perbedaan ini masing-masing
dapat mengakibatkan karakteristik buncis yang berbeda pula (Putranto, 2020).
Upaya untuk memperpanjang daya simpan produk buncis dapat dilakukan
dengan beberapa perlakuan yang mempunyai efek saling mendukung.
Perlakuan yang dilakukan pada prinsipnya ditujukan untuk mengendalikan
proses fisiologi diantaranya laju respirasi, laju emisi etilen dan menghambat
aktivitas mikroorganisme. Permasalahan yang dihadapi pada sayuran buncis
adalah mudah mengalami kelayuan dan perubahan warna hijau menjadi

3
menguning dan dalam penyimpanan dingin dapat mengalami kerusakan/cacat
suhu dingin atau chilling injury (Putranto, 2020).
Chilling injury adalah peristiwa terjadinya kerusakan membran sel atau
kematian sel-sel dan jaringan tanaman yang peka terhadap suhu dingin karena
terakumulasinya metabolit toksis seperti asetaldehid, etanol dan oksalasetat.
Suhu terjadinya chilling injury pada sayuran tropis seperti buncis bervariasi
antara 5oC – 15oC. Penurunan mutu buncis segar dalam kemasan dan ruang
pendingin dapat dipicu oleh tingkat ketuaan buncis. Buncis yang terlalu tua
akan cepat mengalami kelayuan dan menguning. Tingkat mutu buncis salah
satunya dapat ditunjukkan oleh ukuran diameter buncis, kegiatan ini biasanya
dilakukan pada saat sortasi dan grading (Partha dkk., 2017).
Buncis dengan tingkat grade 0 (diameter ≤ 4,8mm) dan grade 1 (diameter
>4,8 - 5,8) bila disimpan dalam suhu dingin (10oC) Selama 7 Hari masih
memiliki karakteristik warna dan tekstur yang disukai dengan kadar air
berkisar antara 90.15 - 90.38%, total padatan terlarut 8.70o brix dan total asam
0.31%. Dengan demikian disarankan untuk menggunakan grade buncis yang
berukuran diameter kecil untuk mendapatkan hasil penyimpanan dingin yang
terbaik (Putranto, 2020).

2.3 Pembekuan Bahan Pangan Buah (Apel)


Penimbangan massa awal irisan buah apel sebanyak 500 gram. Kemudian
dilakukan pembekuan pada irisan buah apel didalam freezer pada suhu -21oC
selama ± 24 jam dengan tujuan agar tidak terjadi kerusakan pada bahan
(Lastriyanto dkk., 2016).
Gula (sukrosa) yang larut dalam suatu larutan memiliki jumlah padatan
terlarut yang lebih tinggi. semakin tinggi konsentrasi gula yang masuk kedalam
bahan maka jumlah gula yang terukur akan semakin besar karena sisa gula dan
asam organik yang terbentuk terhitung sebagai total gula. Komponen padatan
terlarut yang semakin besar dalam suatu larutan akan meningkatkan viskositas.
Komponen padatan terlarut yang dominan adalah sukrosa disamping pigmen,
asam-asam organik, gula pereduksi, dan protein. Air yang terdapat dalam suatu
larutan akan ditarik oleh adanya asam sitrat dan asam malat, dimana asam

4
tersebut akan memerangkap atau mengikat molekul air sehingga ar yang
semula bergerak bebas menjadi sulit bergerak akibat viskositas larutan menjadi
naik (Khurniyati, 2015).
Apel (Malus sylvestris Mill.) merupakan tanaman yang biasa tumbuh di
iklim subtropis.Apel di Indonesia dikembangkan di berbagai daerah terutama
di Kota Batu dan Kota Malang yang terkenal dengan Kota Apel.Apel
merupakan buah yang dapat tumbuh pada suhu sedang. Tiga jenis gula utama
yang biasa ditemukan pada buah apel adalah fruktosa, glukosa, dan sukrosa
dengan kadar yang beragam tergantung pada tingkat perkembangan, iklim dan
cara penanaman buahnya (Sa’adah dan Teti, 2015).
Perlakuan terbaik menurut perhitungan metode De Garmo adalah sari buah
stroberi dengan kombinasi perlakuan proporsi buah:sukrosa sebesar 1:0,75 dan
lama osmosis 12 jam dengan karakteristik vitamin C 16 mg/100 ml, aktivitas
antioksidan 81,15 %, total padatan terlarut 13,87°Brix, total gula 12,96%, total
asam 0,87% , pH 3,37 (Pertiwi dkk., 2014).

5
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin sampai dengan Kamis, 1 - 5
November 2021 dan bertempat di Jalan Menteng Dalam, Tebet, Jakarta
Selatan.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, panci,
kompor, lemari pendingin, alat tulis, dan kamera. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah sampel buncis, sampel apel, air, larutan gula (sukrosa), cuka,
dan kantung plastik ½ kg.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini antara lain:
1. Prosedur Percobaan Sampel Buncis
a. Dipersiapkan alat dan bahan
b. Diberi kode A dan B pada buncis
c. Dimasak hingga air mendidih
d. Diblanching buncis A selama 2 menit, kemudian dinginkan dalam air
kran selama 5 menit dan ditiriskan
e. Dibungkus buncis perlakuan A dan B dalam plastik yang berbeda, dan
dimasukkan ke dalam freezer selama 4 hari.
f. Setelah 4 hari, ditempering buncis A dan B dan dilakukan pengamatan
terhadap warna dan tekstur/kekerasannya.
g. Didokumentasikan sampel sebelum dimasukkan ke dalam freezer dan
sesudah dibekukan selama 4 hari.
2. Prosedur Percobaan Sampel Apel
a. Dipersiapkan alat dan bahan
b. Dikupas apel dan diberi kode A, B, dan C pada Apel.

6
c. Perlakuan sampel A: tanpa perlakuan, bungkus apel dalam plastik dan
diberi label kode.
d. Perlakuan sampel B: dibuat larutan sukrosa dengan perbandingan air :
sukrosa, yaitu 200 ml : 120 gr (direndam apel dalam larutan tersebut
selama 10 menit)
e. Perlakuan sampel C: dibuat larutan sukrosa seperti perlakuan sampel B
dengan penambahan cuka sebanyak 1 ml, direndam apel dalam larutan
tersebut selama 10 menit.
f. Dimasukkan masing - masing perlakuan apel ke dalam plastik yang
sudah diberi kode, kemudian dimasukkan ke dalam freezer selama 4
hari.
g. Setelah 4 hari, ditempering dan dilakukan pengamatan terhadap warna
dan tekstur/kekerasannya.
h. Didokumentasikan sampel sebelum dimasukkan ke dalam freezer dan
sesudah dibekukan selama 4 hari.

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Sifat - Sifat Bahan Pangan Hasil Pertanian setelah diberi Perlakuan
Pendahuluan Pembekuan
Bahan dan Perlakuan Warna Kekerasan
Buncis
- dengan blanching Hijau pucat Agak lunak
- tanpa blanching Hijau Tua Lunak
Apel
- tanpa perlakuan Krem Lunak
- ditambah sukrosa Agak coklat Agak keras
- ditambah sukrosa dan cuka Putih Keras

4.2 Pembahasan
Pembekuan bahan pangan merupakan cara untuk mengawetkan buah dan
sayuran sehingga kandungan air pada buah dan sayur dapat
menurun/dibekukan, sehingga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan. Dengan adanya
pembekuan dapat meningkatkan mutu bahan pangan sayuran dan buah -
buahan. Hal ini sesuai pernyataan Efti (2018) yang menyatakan bahwa
pembekuan cold storage merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan
dengan cara pembekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut.
Dengan membekunya sebagian kandungan air bahan atau dengan terbentuknya
es sehingga ketersediaan air menurun, maka kegiatan enzim dan jasad renik
dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat mempertahankan mutu bahan
pangan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan pada dua bahan pertanian, yaitu
sayuran buncis dan buah apel. Pada perlakuan buncis dilakukan 2 perlakuan
dengan blanching dan tanpa blanching. Blanching adalah teknik memasak
makanan di dalam air atau uap dalam waktu yang singkat. Menurut Azizah

8
dkk., (2018) menyatakan bahwa terdapat proses blanching, kegiatan
pengolahan yang dilakukan secara mekanis seperti misalnya pengupasan dan
pemotongan, blansing, perlakuan termal, pendinginan, pengeringan dan
pengemasan. Oleh karena itu dalam proses pengolahan, sortasi dan grading
dilakukan berulang-ulang.
Dilakukan perlakuan yang berbeda pada 2 bahan, yaiu sayuran buncis dan
buah apel. Pada sayuran buncis dilakukan 2 perlakuan blanching dan tanpa
blanching. Didapatkan setelah pembekuan 4 hari, terjadi perubahan warna dan
kekerasan pada buncis. Untuk sampel A buncis dengan blanching memiliki
warna hijau pucat dan agak lunak, sedangkan tanpa blanching memiliki warna
hijau tua dan lunak. Dilakukan blanching untuk mengaktifkan enzim tahan
panas yang terdapat pada sayuran, yaitu enzim katalase dan peroksida. Jika
waktu blanching terlalu lama, maka dapat menyebabkan kerusakan seperti
kehilanan zat gizi yang larut dalam air.
Pada pembekuan buncis pun terdapat waktu ysng tepat dan ukuran yang
tepat untuk buncis tersebut tidak lama di pembekuan, yang mungkin menjadi
busuk. Terdapat waktu yang tepat selama pembekun agar buncis tidak
mengalami kerusakan. Hal ini berdasarkan pernyataan Putranto (2020) yang
menyatakan bahwa buncis dengan tingkat grade 0 (diameter ≤ 4,8mm) dan
grade 1 (diameter >4,8 - 5,8) bila disimpan dalam suhu dingin (10oC) Selama 7
hari masih memiliki karakteristik warna dan tekstur yang disukai dengan kadar
air berkisar antara 90.15 - 90.38%, total padatan terlarut 8.70o brix dan total
asam 0.31%. Dengan demikian disarankan untuk menggunakan grade buncis
yang berukuran diameter kecil untuk mendapatkan hasil penyimpanan dingin
yang terbaik.
Pembekuan pada apel diperlukan agar dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, sehingga apel tidak cepat busuk/terjadi kerusakan. Hal ini
sesuai pernyataan Lastriyanto dkk. (2016) yang menyatakan bahwa
penimbangan massa awal irisan buah apel sebanyak 500 gram. Kemudian
dilakukan pembekuan pada irisan buah apel didalam freezer pada suhu -21oC
selama ± 24 jam dengan tujuan agar tidak terjadi kerusakan pada bahan.

9
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah diamati dapat diambil kesimpulan bahwa
pembekuan bahan pangan hasil pertanian dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme sehingga dapat mengurangi sayuran dan buah - buahan
mengalami pembusukan lebih cepat. Dengan adanya pembekuan bahan pangan
dapat meningkatkan mutu bahan pangan. Dalam pembekuan bahan pangan,
suhu, ukuran, dan lama penyimpanan juga harus tepat agar pembekuannya
benar - benar dapat meningkatkan mutu bahan.

5.2 Saran
Praktikum kali ini berjalan dengan baik dan lancar. Hanya saja mungkin
karena kondisi yang masih pandemi, praktikum dilakukan di rumah masing-
masing. Semoga kedepannya bisa dilakukan secara offline di tempat yang sama
bersama praktikan - praktikan lain dan semoga pandemi segera berhenti.

10
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, M. N., Rasmikayati, E., & Saefudin, B. R. 2019. Perilaku Budidaya


Petani Mangga Dikaitkan dengan Lembaga Pemasarannya di Kecamatan
Greged Kabupaten Cirebon. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Agroinfo Galuh.
Vol. 5(1): 987-998.
Efti, A. 2018. Pengaruh Konsentrasi Supernatan Bakteriosin dari Lactobacillus
fermentum L23 dan Lama Penyimpanan Suhu Dingin terhadap Kadar
Protein, Lemak, dan Organoleptik Sosis Sapi. Doctoral dissertation.
Universitas Andalas.
Khurniyati, Maylina Ilhami, dan Teti Estiasih. 2015. Karakteristik Minuman Sari
Apel Berbagai Varietas. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3(2): 523-
529.
Lastriyanto, Anang, Rini Yulianingsih, Sumardi HS, dan Rizka Mega Melati.
2016. Karakterisasi Kimia Keripik Apel Manalagi Hasil Penggorengan
Vakum dengan menggunakan Minyak Goreng Berulang. Jurnal
Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 4(2):157-172.
Partha, I. B. B., Gardjito, M., & Wasono, M. A. J. 2017. Pengaruh Putresin
terhadap Penghambatan Chilling Injury Buah Pisang Mas (Musa
paradisiaca, L.). Jurnal Agroteknose (Jurnal Teknologi dan Enjiniring
Pertanian). Vol. 4(1): 23-45.
Pertiwi, M.F.D, dan W.H.Susanto. 2014. Pengaruh Proporsi (Buah:Sukrosa) dan
Lama Osmosis terhadap Kualitas Sari Buah Stroberi (Fragaria vesca L).
Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 2(2): 82-90.
Putranto, Kelik. 2020. Mempelajari Karakteristik Berbagai Grade Buncis
(Phaseolus Vulgaris L.) Varietas Lokal Selama Penyimpanan Dingin 7
Hari. Jurnal Agritekh (Jurnal Agribisnis dan Teknologi Pangan). Vol. 1(1):
59 - 71.
Sa’adah, Lailufary Ichda Noor dan Teti Estiasih. 2015. Karakterisasi Minuman
Sari Apel Produksi Skala Mikro dan Kecil di Kota Batu: Kajian Pustaka.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3(2): 374-380.

11
Sari, Y., Rasmikayati, E., Saefudin, B. R., Karyani, T., & Wiyono, S. N. 2020.
Willingness to Pay Konsumen Beras Organik dan Faktor - Faktor yang
Berkaitan dengan Kesediaan Konsumen untuk Membayar Lebih. In
Forum Agribisnis. Vol. 10(1): 46-57.

12
LAMPIRAN

Gambar 1. Buncis dengan Gambar 2. Buncis tanpa Gambar 3. Buncis


blanching blanching dimasukkan ke dalam freezer

Gambar 4. Buncis Gambar 5. Apel tanpa Gambar 6. Perlakuan apel


dikeluarkan dari freezer perlakuan ditambah larutan sukrosa
setelah 4 hari

Gambar 7. Perlakuan apel Gambar 8. Apel Gambar 9. Apel dikeluarkan


ditambah larutan sukrosa dimasukkan ke dalam dari freezer setelah 4 hari
dan cuka freezer

Anda mungkin juga menyukai