ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kondisi dan tata kelola rantai nilai benih kangkung
Ewindo terutama dalam proses produksi sehingga bisa diketahui area yang menjadi hambatan dan
memunculkan peluang peningkatan. Adapun tujuan penelitian ini meliputi: 1) melakukan pemetaan rantai
nilai, 2) menganalisis usaha produksi benih kangkung, 3) mengetahui tata kelola rantai nilai, dan 4)
menyusun strategi peningkatan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan analisis rantai nilai,
analisis pengelolaan rantai nilai, analisis usahatani dan strategi upgrading (peningkatan). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengelolaan rantai nilai antara Ewindo dengan petani mitra bersifat captive, di mana
Ewindo sebagai perusahaan utama (lead firm) dituntut memiliki ethical leadership untuk memastikan petani
mitra mendapat perlakuan yang adil dan setara. Petani mitra Ewindo secara umum sudah mendapatkan
keuntungan dari usahatani yang mereka lakukan dengan rata-rata benefit cost ratio tertinggi 1,63, kecuali di
daerah baru (Tuban) di mana petani masih perlu meningkatkan kompetensinya. Beberapa hambatan dalam
jejaring rantai nilai seperti sarana transportasi, mutu produk dan cuaca, menghasilkan beberapa peluang
peningkatan baik economic upgrading maupun social upgrading, antara lain: peningkatan mutu produk
melalui pelatihan penetapan mutu produk; penyediaan alat transportasi rutin berkapasitas besar; sekolah
lapang yang terjadwal bagi petani baru; serta meningkatkan hubungan sosial yang kuat dengan petani melalui
family gathering, pemberian penghargaan dan inisiasi asuransi berbasis indeks iklim.
Kata kunci: kangkung, produksi benih, rantai nilai, tata kelola, upgrading
ABSTRACT
This research was conducted to analyze the condition and governance value chain of kangkong in
Ewindo, especially in seed production so that the area of constraints can be identified and raises
opportunities for upgrading. The objectives of this study include: 1) conducting value chain mapping, 2)
analyzing water spinach seed production business, 3) knowing value chain governance, and 4) developing
improvement strategies. This is descriptive research by using value chain analysis, value chain governance
analysis, cost benefit analysis and upgrading strategy. The results show that the value chain governance
between Ewindo and farmers is captive, where Ewindo as the lead company is required to have ethical
leadership to ensure that farmers receive a fair and equal treatment. By the highest benefit cost ratio 1.63,
generally the contract farming is profitable, except in the new region (Tuban) that the farmers still need to
improve their cultivation competencies. Some constrains in the value chain such as transportation facilities,
product quality and weather, resulted both economic and social upgrading opportunities, i.e.: product
quality improvement through product quality training; the provision of large-capacity and routine
transportation; scheduled field schools for new farmers; and increasing strong social relationship with the
farmers through family gatherings, achievement awards and initiation of climate index-based insurance.
20
Jurnal Agribest Vol 03 Nomor 01, Maret 2019: 20-33
konsumsi sayuran masyarakat Iindonesia masih sudah 28 tahun bergerak dalam industri benih
paling rendah dibanding ASEAN (hanya 13.14 hortikultura. Berdiri tahun 1990 di Jakarta,
gram/hari), tetapi pada umumnya terus meningkat Ewindo mengutamakan pemuliaan tanaman yang
(Latifah, Boga, Maryono, 2014; Hermina dan kuat sebagai basis operasionalnya sebelum
Prihatini, 2016). WHO memberikan standar produksi dan pemasaran. Walaupun demikian,
konsumsi sayuran untuk hidup sehat adalah 250 untuk tahap awal Ewindo menggunakan varietas
gram perkapita per hari (Infodatin, 2016), introduksi untuk pertumbuhan perusahaan,
sehingga masih ada kesenjangan sebesar 236.86 salahsatunya adalah kangkung. Sebagai perintis
gram per kapita per hari untuk ditingkatkan. dalam bisnis benih hortikultura, Ewindo telah
Meningkatnya konsumsi sayuran dan melakukan kerjasama produksi benih kangkung
naiknya kesadaran terhadap penggunaan benih sejak tahun 1996 dengan petani di wilayah
bermutu telah menggairahkan industri benih di Gresik, Jombang, Lamongan, dan Tuban
Indonesia belakangan ini, ditandai dengan (selanjutnya disebut ”Gresik Raya”). Secara
bermunculannya produsen-produsen benih yang agroklimat wilayah ini sangat cocok untuk
terus bertambah dari tahun ke tahun. Situasi ini produksi benih kangkung dibanding wilayah
ditunjang dengan kebijakan pemerintah yang lainnya yang pernah dicoba, seperti Madura,
semakin mendukung dunia perbenihan, Lampung, Banyuwangi dan Nusa Tenggara
salahsatunya dengan menjadikan tahun 2018 Timur. Hal ini menyebabkan wilayah ini menjadi
sebagai ”tahun perbenihan” dan menetapkan satu-satunya area produksi benih kangkung bagi
bidang hortikultura sebagai salahsatu garapan di Ewindo dan bahkan bagi seluruh produsen benih
samping perkebunan (Bisnis Indonesia, 2017). di Indonesia.
PT East West Seed Indonesia (Ewindo)
adalah salahsatu perusahaan benih sayuran yang
Gambar 1 Area Produksi Benih Kangkung Ewindo (berwarna hijau) (Sumber: Ewindo, 2017)
Ewindo saat ini bekerjasama dengan lebih secara tidak langsung juga bagi petani mitra.
dari 3.000 orang petani dan amat tergantung Analisis rantai nilai menjadi pilihan terbaik untuk
kepada pasokan benih dari petani karena Ewindo memotret hubungan yang terjadi antara
tidak memiliki fasilitas produksi benih sendiri, perusahaan dan petani sekaligus memastikan
kecuali untuk beberapa varietas khusus yang apakah petani sudah merasakan manfaat dari
membutuhkan kondisi pertanaman tertentu pada kemitraan ini dalam bentuk pendapatan yang
varietas-varietas premium dan bunga. Ketika ada layak.
permasalahan atau guncangan di tingkat petani Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis
atau pemasok, maka Ewindo akan merasakan kondisi dan tata kelola rantai nilai benih
dampaknya secara langsung baik itu berkaitan kangkung Ewindo terutama dalam proses
dengan pasokan maupun mutu produk. Rantai produksi sehingga bisa diketahui area mana saja
pasokan yang tangguh dan mutu produk yang baik dalam jejaring yang menjadi hambatan sehingga
amat jelas meningkatkan competitive advantage bisa memunculkan peluang peningkatan. Analisis
(keunggulan bersaing) bagi perusaahaan dan rantai nilai ini juga amat berguna bagi perusahaan
21
Volume 03, Nomor 01- Maret 2019
ISSN: 2581-1339 (Print), ISSN: 2615-4862 (Online)
untuk terus konsisten meningkatkan keunggulan Hasil analisis jejaring, tata kelola dana analisis
bersaingnya di tengah-tengah kompetisi yang usaha dalam rantai nilai beserta hambatan-
semakin hebat di Gresik Raya sebagai sentra hambatan yang ditemukan di lapangan,
produksi benih kangkung terbesar di Indonesia diharapkan bisa menghasilkan beberapa alternatif
yang diperebutkan oleh hampir semua perusahaan peningkatan dalam rantai untuk membuat rantai
benih saat ini. Menurut Porter (1993) analisis nilai semakin berpihak kepada kaum miskin yang
rantai nilai merupakan alat analisis strategis yang meliputi economic upgrading dan social
digunakan untuk memahami keunggulan upgrading. Economic upgrading mengacu pada
kompetitif, mengidentifkasi nilai (value) transformasi produktif rantai secara keseluruhan
pelanggan yang dapat ditingkatkan dan menuju produk dan layanan yang lebih baik,
memahami hubungan perusahaan dengan proses produksi superior atau kegiatan yang
pemasok, pelanggan maupun perusahaan lain menghasilkan nilai tambah secara ekonomis, di
dalam industri. antaranya: product upgrading, process upgrading,
Gereffi & Fernandez-Stark (2016) functional upgrading dan channel upgrading.
mengemukakan ada lima tipologi tata kelola Sedangkan social upgrading mengarah pada
rantai nilai, yaitu: (1) market, kelembagaan yang kohesi sosial yang lebih besar termasuk di
melibatkan transaksi yang relatif sederhana, dalamnya perlindungan sosial dan hak yang lebih
berorientasi mencari keuntungan (profit oriented) baik serta termasuk perbaikan kondisi sosial dan
dan tidak ada kerjasama formal antara aktor; (2) lingkungan di sekitar rantai (Perez dan Oddone,
modular, pemasok membuat produk sesuai 2016). Oleh karena itu, maka tujuan penelitian ini
spesifikasi pelanggan dan bertanggung jawab meliputi: 1) melakukan pemetaan rantai nilai, 2)
penuh atas teknologi proses dengan hubungan menganalisis usaha produksi benih kangkung, 3)
yang lebih substansial dengan kunci pada mengetahui tata kelola rantai nilai, dan 4)
teknologi dan standar pertukaran informasi; (3) menyusun strategi peningkatan.
relational, terjadi ketika pembeli dan penjual
mengandalkan informasi kompleks sehingga METODE PENELITIAN
interaksi dan sharing pengetahuan antar pihak
Penelitian ini menggunakan metode
menjadi penting untuk membangun kepercayaan
deksriptif dengan mengkaji rantai nilai dalam
dan rasa saling ketergantungan; (4) captive,
sistem pasokan benih kangkung di Ewindo dari
pemasok kecil bergantung pada satu atau
tingkat produksi di bagian hulu (upstream) hingga
beberapa pembeli yang memiliki daya tawar yang
konsumen di bagian akhir (downstream), dengan
amat besar; (5) hierarchy, ditandai oleh integrasi
titik masuk pada kemitraan produksi sebagai titik
vertikal dan kontrol manajerial di dalam lead firm
masuk dan sentral kajian agar lebih sederhana dan
saat pemasok yang sangat kompeten tidak dapat
jernih (Kaplinsky dan Morris, 2001). Kajian
ditemukan.
meliputi pemetaan para pelaku rantai nilai yang
Penelitian ini dibatasi pada rantai nilai
terlibat beserta peran dari masing-masing aktor
produksi benih kangkung Ewindos beserta seluruh
tersebut yang meliputi proses inti, aliran produk,
pemangku kepentingan di sekitarnya, terutama di
informsi dan hubungan antar pelaku sehingga
bagian hulu (upstream) yang menjadi titik masuk
dapat digunakan untuk memotret sistem yang
analisis rantai nilai dalam industri pertanian.
selama ini berjalan dalam rantai.
Sebagaimana diketahui, Ewindo memproduksi
Populasi dalam penelitian ini adalah
dan memasarkan jenis tanaman hortikultura lain
keseluruhan pemangku kepentingan yang terlibat
seperti tomat, cabe, ketimun, kacang dan terong
dalam rantai nilai benih kangkung Ewindo, dari
yang memiliki karakteristik tersendiri.
hulu sampai hilir, walaupun populasi yang
dominan adalah para petani produksi atau petani
mitra yang merupakan titik masuk dari analisis
rantai nilai dalam industri pertanian yang pro
poor growth atau pro kaum miskin (ACIAR,
2008). Sampel dalam penelitian ini diambil
dengan teknik purposive sampling (disengaja)
dengan memperhatikan peranan responden dalam
rantai nilai produksi benih kangkung Ewindo,
kecuali untuk analisis usahatani dilakukan dengan
convenience sampling yaitu dilakukan kepada 10
petani sub kelompok yang datang pertama saat
penyetoran benih di ketua kelompok tani.
Data yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari datar primer dan data sekunder sesuai
dengan kebutuhan kajian yang dilakukan. Data
22
Jurnal Agribest Vol 03 Nomor 01, Maret 2019: 20-33
primer diperoleh secara langsung dari responden mengumpulkan informasi dari jejaring aktivitas
berkaitan dengan rantai pasokan dan rantai nilai rantai nilai. Observasi terhadap jejaring rantai
benih kangkung, khususnya tentang tata kelola nilai itu sekaligus juga mengidentifikasi para
dan analisis usatahani. Data sekunder diperoleh pelaku (aktor) yang terlibat dalam rantai nilai dan
dari dokumen-dokumen perusahaan (Ewindo) dan peran dari masing-masing pelaku. Wawancara
kelompok tani berkaitan dengan volume produksi, dilakukan terhadap perwakilan manajemen dan
jumlah petani produksi dan pencapaian target tim pengelola produksi kangkung Ewindo serta
produksi. Data sekunder juga diperoleh melalui para petani produksi yang diwakili oleh ketua
penelusuran pustaka baik berbentuk cetak maupun kelompok tani. Kuesioner diberikan kepada
dalam jaringan (daring) yang dikeluarkan oleh semua responden yang diwawancarai termasuk di
lembaga-lembaga negara seperti Biro Pusat dalamnya adalah perwakilan distributor yang
Statistik (BPS) dan Kementrian Pertanian yang diwakili oleh petugas pemasaran dan pemasok
berguna untuk mendukung data penelitian. sarana produksi benih, untuk mengumpulkan data
Kegiatan survey dan observasi dilakukan mengenai tata kelola rantai nilai di bagian hilir.
dengan meninjau langsung ke lapangan dan
Konsumsi Sayuran
Meningkat
RANTAI NILAI
Observasi
Titik Masuk:
Pemetaan Rantai Nilai Depth Interview
Usaha Tani Produksi Benih
Survey
Analisis Usahatani
Strategi Peningkatan
(Upgrading)
Pemetaan rantai nilai dan tata kelola rantai yang memainkan peran dalam rantai, yaitu:
nilai menggunakan analisis kualitatif, dengan kompleksitas transaksi, kemampuan kodifikasi
mendeskripsikan para pelaku dan peranan dari transaksi dan kemampuan dalam basis pasokan.
masing-masing pelaku. Selanjutnya, analisis Berdasarkan kategorisasi ini, sedikitnya ada 5
tatakelola rantai nilai dilakukan berdasarkan teori macam tata kelola rantai nilai, yaitu market,
yang dibangun oleh Gereffi, Humphrey dan modular, relational, captive dan hierarchy (Tabel
Sturgeon (2005) berdasarkan 3 variabel utama 1).
23
Volume 03, Nomor 01- Maret 2019
ISSN: 2581-1339 (Print), ISSN: 2615-4862 (Online)
Pada sisi lain, analisis usahatani digunakan untuk mengukur apakah usahatani produksi benih
kangkung yang dilakukan oleh para petani sudah menguntungkan atau tidak, sehingga menjadi salahsatu
pijakan yang kuat untuk melakukan upgrading. Penghitungan menggunakan input komponen penerimaan,
biaya dan pendapatan usahatani (cash flow analysis) sebagaimana yang dilakukan oleh FAO-Crop
Diversification and Marketing Development Project (FAO-CDMDP) dan penelitian-penelitian lainnya
(Soekartawi, 2006; Mulugeta, Eshetu & Nikus, 2010; Katungi et.al., 2011) sebagai berikut :
TR = YiPyi = Σ (Y1Py1 + Y2Py2 + …. + YnPyn) (1)
di mana:
TR = total penerimaan usahatani
Yi = produksi yang diperoleh dalam usahatani ke-i
Pyi = harga produksi usahatani ke-i
Biaya usahatani merupakan nilai semua keluaran (output) yang digunakan dalam usahatani (proses
produksi), mencakup biaya tetap dan biaya tidak tetap dengan persamaan :
TC = FC + VC (2)
VC = XiPxi = Σ (X1Px1 + X2 Px2 + ........... .Xn Pxn) (3)
di mana :
TC = total biaya usahatani
FC = biaya tetap berupa biaya-biaya penyusutan modal petani
VC = biaya tidak tetap
Xi = input usahatani ke-i
Pxi = harga input usahatani ke-i
Pendapatan usahatani (π) merupakan selisih antara total penerimaan usahatani (TR) dengan total biaya
usahatani (TC).
Analisis kelayakan finansial usahatani berdasarkan nilai BCR (benefit cost ratio) tanpa discount:
BCR = (4)
24
Jurnal Agribest Vol 03 Nomor 01, Maret 2019: 20-33
Penyiapan Lahan
Proses
dan Sarana
Penanaman
Produksi
Panen &
Pengeringan
Lahan
Perontokan
Pengumpulan &
Pengepul Pakan
Poles
Pengiriman Peternak
Pembersihan
Sortasi Pengepakan
Akhir
Penjualan
Sub Dealer
Proses utama dalam rantai nilai benih pembayaran ini menjadi salahsatu keunggulan
kangkung Ewindo secara keseluruhan dimulai bersaing Ewindo yang menjadi perhatian penting
dari proses pengadaan sarana dan prasarana para petani, sehingga dituangkan dalam kontrak
produksi, yang meliputi penyiapan lahan, pupuk kerjasama dan service level agreemen (SLA) atau
dan obat-obatan; dilanjutkan dengan proses kesepakatan tingkat layanan yang dikeluarkan
penanaman, panen & pengeringan di lahan, oleh perusahaan. Proses inti yang paling sering
perontokan, pembersihan ulang dan pengumpulan berubah durasinya adalah pascapanen, terutama
di petani kunci; diakhiri pengolahan di proses pengeringan yang sangat tergantung pada
perusahaan, pengepakan dan penjualan baik di cuaca. Jika cuaca cukup baik, proses pengeringan
dalam negeri maupun ke luar negeri (Gambar 2). bisa lebih cepat dan sebaliknya jika cuaca tidak
Semua proses inti, sejak penanaman sampai bersahabat, maka proses pengeringan bisa lebih
petani mendapatkan uang pembayaran lama dan kualitas benih bisa menurun.
berlangsung sekitar 3,5-4 bulan yang terdiri dari Cuaca sejak lama dikenal sebagai sumber
proses penanaman 3 bulan, proses pascapanen utama ketidakpastian dalam usahatani dan
hingga penyerahan ke petani kunci sekitar 2-3 menjadi kendala yang tidak bisa dikendalikan
minggu dan proses pembayaran benih dari (Bobrikova, 2016). Oleh karena itu, di negara-
Ewindo paling lambat 7 hari sejak benih negara maju seperti di AS, UK, Jepang, Peransic
disetorkan di gudang petani kunci. Kecepatan dan Jerman, bahkan di negara-negara berkembang
25
Volume 03, Nomor 01- Maret 2019
ISSN: 2581-1339 (Print), ISSN: 2615-4862 (Online)
lainnya saat ini mulai dikenal yang disebut Dari sisi pengurangan risiko akibat
sebagai asuransi berbasis indeks iklim menanam di musim yang tidak tepat, sebenarnya
(Estiningtyas, 2012), salahsatunya dikenal dengan Ewindo sudah menggandeng lembaga nirlaba
adalah Derivatif Cuaca atau Weather Derivatives Promoting Rural Income through Support for
(Osgood et.al., 2007; Arce, 2016). Asuransi Markets in Agriculture (PRISMA) dan telah
berbasis indeks iklim memberikan pertanggungan meluncurkan aplikasi Sistem Aplikasi Petani
ketika terpenuhi kondisi cuaca/iklim yang tidak Indonesia (Sipindo) berbasis android pada 27
diharapkan (indeks iklim) tanpa perlu bukti April 2017. Saat diluncurkan, fitur Sipindo baru
kegagalan panen (Insyafiyah dan Wardhani, berisi panduan pemupukan dan informasi harga
2014). Asuransi berdasarkan indeks iklim pasar untuk 3 komoditi utama Ewindo yaitu cabe,
mengasuransikan indeks iklim atau cuaca, bukan tomat dan ketimun. Akan tetapi, pada Oktober
tanamannya (misal: indeks curah hujan). 2018 diluncurkan fitur baru, yaitu prakiraan cuaca
Asuransi pertanian sendiri sebenarnya sudah yang bisa memprediksi cuaca 6 bulan ke depan
dikenal lama, antara lain: (1) Asuransi tanaman dengan resolusi spasial hingga 5 km. Saat ini
berbasis ganti rugi (indemnity-based crop Sipindo telah digunakan oleh 14.000 petani
insurance), di mana petani akan mendapat ganti dengan proyeksi tahun 2019 sebanyak 100.000
rugi ketika ada risiko kegagalan yang mereka petani pengguna. Pada tahap awal, splikasi ini
hadapi secara keseluruhan; (2) Asuransi tanaman bisa digunakan untuk membantu petani dalam
berbasis indeks (index-based crop insurance) baik memprediksi cuaca, sehingga mereka bisa
itu indeks hasil panen tertentu ataupun indeks memproduksi benih di waktu yang tepat. Akan
parameter cuaca, di mana petani akan tetapi, mereka harus dibekali pelatihan yang
mendapatkan ganti rugi ketika parameter yang cukup sebelum menggunakannya.
dimaksud berada di bawah indeks yang Hasil pemetaan pelaku yang terlibat dalam
disepakati; dan (3) Asuransi lainnya, seperti: proses inti, petani penanam, ketua subkelompok
Asuransi Ternak (Livestock Insurance), Asuransi tani dan petani kunci merupakan 3 aktor utama
Perikanan (Aquaculture Insurance), Asuransi dalam rantai di bagian hulu. Walaupun demikian,
Perkebunan (Forestry Insurance) dan Asuransi dalam kenyataannya para pelaku dalam setiap
Rumah Kaca (Greenhouse Insurance) (Insyafiyah proses di hulu tidaklah tunggal, melainkan ada
dan Wardhani, 2014). Kenyataannya, asuransi kontribusi dari para buruh tani yang terlibat dalam
pertanian konvensional berbasis ganti rugi tidak proses penanaman, panen, pengolahan
berkembang dengan baik akibat biaya verifikasi pascapanen dan pengangkutan. Termasuk di
dan operasional yang amat tinggi ketika terjadi dalamnya jasa perontokan yang mendapatkan
kegagalan total, sehingga tidak menarik bagi pekerjaan musiman saat panen tiba, sekitar bulan
perusahaan asuransi. Indonesia sendiri telah Juli – Agustus. Sementara itu, kegiatan di hilir
mulai mengembangkan asuransi pertanian semuanya ditangani oleh Ewindo (Gambar 3),
konvensional sejak tahun 1982 , dan belum ada walaupun pada rantai penjualan, ada pelaku
satupun yang berjalan mulus. Pengalaman lainnya yang terlibat, yaitu dealer dan pengecer
banyak negara sampai saat ini juga menunjukkan baik di dalam dan luar negeri (anggota East West
bahwa penerapan asuransi tanaman dengan Group; East West International dan para importir
subsidi tidak ada yang berkelanjutan (Boer, di Jepang).
2012).
26
Jurnal Agribest Vol 03 Nomor 01, Maret 2019: 20-33
Hubungan antara pelaku rantai dalam hubungan bisnis baik horisontal maupun vertikal
produksi benih kangkung Ewindo sebagian besar dan bergantung pada lamanya hubungan,
berlangsung secara terus-menerus (persistent konsistensi pertukaran antara pihak dan reputasi
network relation) karena para pelaku berinteraksi (ekonomi dan sosial). Dalam banyak kasus,
dan bertransaksi secara berulang. Hanya sedikit kepercayaan dan reputasi menggantikan
hubungan yang terjalin secara spontan (spot mekanisme tata kelola yang lebih terintegrasi
market relation), yaitu hubungan petani dengan sebagai perlindungan terhadap perilaku
sebagian pemasok sarana produksi dan hubungan oportunistik dan menjaga biaya transaksi tetap
antara perontok benih dengan peternak yang rendah. Kepercayaan yang lahir dari hubungan
sesekali terjadi. Hubungan petani dengan Ewindo yang terjalin selama bertahun-tahun antara petani
diformalkan dalam kontrak kerjasama produksi anggota, ketua subkelompok, petani kunci dan
benih dengan masa berlaku satu musim tanam Ewindo telah melahirkan keterikatan yang cukup
yang berisi target produksi, standar mutu serta tinggi dan rasa saling ketergantungan yang kuat.
hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam Semua ini menjadi modal sosial (social capital)
kemitraan. Menurut ACIAR (2008), kontrak yang berharga dalam rantai untuk menunjang
kerjasama dalam hubungan yang persisten proses menghasilkan produk yang sesuai dengan
sebenarnya bukanlah keharusan, karena hubungan permintaan konsumen. Secara ringkas, peta
emosional dalam jejaring yang terus terjalin akan hubungan dan keterikatan pelaku rantai bisa
melahirkan rasa percaya yang terus meningkat. dilihat pada Gambar 5.3.
Trienekens (2011) menyatakan bahwa
kepercayaan memainkan peran penting dalam
Penjual Petani Ketua Sub Petani Sub Pengecer dalam
Ewindo Dealer
Saprodi Penanam Kelompok Kunci Dealer negeri
Perontok Pengepul East West Seed Group (EWG) Member (Philippines, East West Seed
Benih Pakan Jepang
Thailand, Vietnam, India, Myanmar, Tanzania) International
Tahapan berikutnya dari pemetaan rantai saat proses penanaman, sebagaian besar petani
nilai benih kangkung dalam kemitraan Ewindo melakukan persemaian secara kolektif dalam
dengan petani Gresik Raya adalah aliran produk bentuk ”persemaian bersama” agar memudahkan
yang diidentifikasi dari tiap tahapan proses dalam pengawasan mutu genetik tanaman oleh petugas
rantai saat produk tersebut mengalami Ewindo dan distribusi bibit oleh ketua
transformasi dari satu bentuk ke bentuk lainnya subkelompok. Bibit yang sudah siap tanam
hingga menjadi produk akhir. Penyiapan sarana didistribusikan ke masing-masing anggota dan
produksi dilakukan oleh petani penanam, dipelihara sampai panen sesuai standar budidaya
walaupun pada kenyataannya sering dilakukan yang telah ditetapkan. Bentuk input dan output
secara bergotong-royong oleh petani penanam, dari masing-masing pelaku dalam rantai untuk
ketua subkelompok dan petani kunci. Begitu pula setiap proses bisa dilihat pada Gambar 5.4.
Pengolahan
Penyiapan Proses Panen dan Pengumpulan
Pengiriman Pengujian Mutu Akhir & Penjualan
Sarana Produksi Penanaman Paska Panen & Poles
Pengepakan
Benih sumber Tanaman Benih bernas Benih dalam Benih lolos Benih lulus uji Benih
Bentuk Pupuk yang sehat dan kering karung cek fisik DB dan bermutu siap
Input Pestisida dan berbuah dalam batch kemurnian jual
dengan baik genetik
Benih Tanaman Benih bernas Benih bersih Benih lolos Benih lulus uji Benih
sumber yang sehat yang kering bebas dari cek fisik Daya bermutu siap
Bentuk Pupuk dan siap Daduk campuran dalam yang Berkecambah jual dalam
Output Pestisida berproduksi (sampah tanah keras terpisah (DB) dan kemasan
perontokan) Benih dalam dalam batch Kemurnian tertentu
kemasan Genetik
(karung)
Gambar 5. Aliran Produk dalam Rantai
Bagian penting lainnya dalam peta rantai dengan Ewindo, terutama berkaitan dengan
nilai benih kangkung Ewindo adalah aliran kualitas benih yang dihasilkan. Hasil wawancara
pengetahuan atau informasi dari dan antara petani dengan para petani menunjukkan bahwa
27
Volume 03, Nomor 01- Maret 2019
ISSN: 2581-1339 (Print), ISSN: 2615-4862 (Online)
persyaratan kualitas di tingkat petani penanam benih berwarna merah ditemukan, proses sortir
dan subkelompok tani dengan petani kunci dilakukan oleh petani kunci yang dibayar dengan
kadangkala tidak sama (Gambar 5.5). Benih pemotongan harga beli. Perbedaan persepsi ini
berwarna merah dianggap sebagai benih yang membutuhkan tindakan nyata dalam rantai
layak jual di tingkat petani penanam dan ketua melalui strategi peningkatan yang sesuai, karena
subkelompok, padahal Ewindo tidak mutu produk yang baik adalah salahsatu
menerima benih berwarna merah karena daya komponen dari keunggulan bersaing.
simpannya lebih pendek. Saat ini, jika kasus
Benih bernas Benih bernas Benih Bernas Benih Bernas Benih Bernas
Bisa tumbuh Bisa tumbuh Warna hitam Warna hitam Warna hitam
Warna: tidak Warna: tidak Campuran Campuran Campuran
diketahui diketahui tanah dan tanah dan tanah dan
Campuran Campuran serasah maks. serasah maks. serasah maks.
tanah kering tanah kering 5% 5% 5%
dan serasah dan serasah Campuran Campuran Campuran
maks. 5% maks. 5% benih lain: 2% benih lain: 2% Benih Lain: 0
Campuran Campuran
benih lain: 2% benih lain: 2%
Gambar 6 Aliran Pengetahuan dalam Rantai
Selama proses produksi benih, yang sudah siap dan terdata di gudang
pendampingan petugas Ewindo merupakan subkelompok tani (Gambar 5.6). Termasuk di
salahsatu layanan yang diberikan dalam rantai. dalam layanan yang diberikan oleh Ewindo
Mereka memberikan bimbingan teknis adalah armada penjemputan benih dari petani
penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan kunci ke perusahaan yang dilakukan secara
penyakit (OPT), panen dan pascapanen. Selain berkala dan terjadwal ke masing-masing
itu, Ewindo juga memberikan layanan kelompok tani.
pembayaran di muka 70% untuk benih-benih
Pengolahan
Penyiapan Proses Panen dan Pengumpulan Pengiriman ke
Akhir & Penjualan
Sarana Produksi Penanaman Paska Panen & Poles Perusahaan
Pengepakan
Armada Armada
Penjemputan
Penjemputan Penjemputan
Barang
Barang Barang
Gambar 7 Layanan yang Diberikan Sepanjang Rantai
Pengangkutan barang dari petani anggota ketua subkelompok untuk mengangkut bahan
sebagian besar (70%) dijemput oleh subkelompok baku dari petani anggota yang tersebar menjadi
tani menggunakan sepeda motor dalam bentuk sangat terbatas. Hal ini merupakan kendala
brangkasan kering. Begitu pula pengangkutan tersendiri yang mengganggu kecepatan pasokan
dari subkelompok dilakukan oleh petani kunci dan meningkatkan risiko penurunan mutu produk.
menggunakan mobil sebagai bentuk layanan Bagian terakhir yang diidentifikasi dalam
dalam rantai. Di beberapa daerah seperti di pemetaan jejaring rantai nilai ini adalah distribusi
Jombang ada sebagian petani anggota yang nilai dalam rantai yang dinyatakan dalam harga
mengantarkan sendiri brangkasan kering ke jual dari masing-masing pelaku terutama pada
subkelompok dengan harapan proses pembayaran sentral kegiatan yang diteliti, yaitu dari proses
yang mereka nantikan bisa lebih cepat. Dengan penanaman sampai benih dibeli oleh Ewindo
jumlah anggota sekitar 50 orang petani, kapasitas (Gambar 5.7). Hasil observasi menunjukkan
28
Jurnal Agribest Vol 03 Nomor 01, Maret 2019: 20-33
bahwa penambahan nilai terendah ada di harga beli, sehingga nilai yang ditambahkan lebih
subkelompok dan tertinggi ada di Ewindo. Ketua besar dari subkelompok (Rp 1.800,-).
subkelompok mengkoordinasikan pengumpulan Penambahan nilai paling tinggi dalam rantai
barang, penyediaan gudang-sementara dan terjadi di tingkat perusahaan (Ewindo) karena ada
pengawalan proses tanam dengan memberikan beberapa unsur biaya yang ditanggung seperti
nilai tambah yaitu transformasi dari brangkasan biaya transportasi dari petani kunci ke pabrik,
kering menjadi bahan setengah jadi. Biaya biaya pengemasan, biaya penyimpanan, termasuk
perontokan dipotongkan ke harga jual dari petani biaya penambahan nilai seperti pembersihan
anggota sehingga harga jual dari subkelompok ulang dan fumigasi untuk mendapatkan nilai
tidak terpengaruh dengan biaya tersebut kemurnian fisik, kemurnian genetik, daya
(penambahan nilai: Rp 1.000,-). Petani kunci berkecambah dan kesehatan benih yang sesuai
melakukan pembersihan ulang benih sekaligus dengan standar pemerintah dan persyaratan
melakukan pembersihan benih dari tanah kering konsumen.
(poolish) yang biayanya tidak dipotongkan ke
Peta nilai dalam jejaring di atas belum usahatani. Analisis usaha di tingkat penanam
menunjukkan berapa nilai yang ditambahkan oleh juga diambil karena petani penanam adalah
petani penanam sehingga mendapatkan harga jual bagian terbesar dari pelaku rantai nilai produksi
yang disepakati Rp 12.700,-. Oleh karena itu benih kangkung yang menjadi titik masuk analisis
analisis benefict cost ratio penting untuk melihat rantai nilai yang berpihak kepada kaum miskin.
apakah petani sudah mendapatkan laba dari Pendapatan usahatani yang dikemukakan di sini
usahatani yang dikelolanya. diambil secara primer dari hasil wawancara
dengan responden ahli dan survey ke petani
Analisis Usaha Produksi Benih Kangkung anggota (penanam) di masing-masing kelompok
Analisis usahatani di tingkat penanam amat tani yang mewakili area Gresik, Jombang,
penting karena pendapatan merupakan salahsatu Lamongan dan Tuban (Tabel 5.1).
indikator keberhasilan dan merupakan gambaran
tingkat keuntungan dan kelayakan sebuah
Tabel 2 Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Benih Kangkung (per Hektar per Musim) di Tingkat
Petani Penanam (n=10)
Uraian Gresik Jombang Lamongan Tuban
Produksi (kg) 2.500 1.500 2.300 1.200
Harga Benih (Rp/kg) 12.700 12.700 12.700 12.700
Biaya Tenaga kerja (Rp) 7.000.000 5.000.000 6.000.000 5.000.000
Sarana Produksi (Rp) 7.000.000 5.000.000 6.000.000 6.000.000
Sewa Lahan (Rp/musim) 5.500.000 5.000.000 6.000.000 6.000.000
Total Pendapatan (Rp/ha) 31.750.000 19.050.000 29.210.000 15.240.000
Total Biaya (Rp/ha) 19.500.000 15.500.000 19.000.000 17.000.000
BCR 1,63 1,23 1,54 0,90
Sumber: Data primer, 2018 (diolah)
Hasil analisis usahatani yang dihimpun di 4 penanam yang diberlakukan dalam kontrak
daerah utama produksi benih kangkung Ewindo kerjasama dengan Ewindo menguntungkan untuk
saat ini, produksi benih kangkung secara umum petani, kecuali untuk area Tuban (BCR: 0,9).
relatif menguntungkan bagi petani penanam yang Angka BCR yang rendah di Tuban disebabkan
diindikasikan dengan Benefit Cost Ratio (BCR) oleh rendahnya tingkat produksi yang hanya
>1. Harga beli sebesar Rp 12.700,- dari petani mencapai 1,200 kg/ha. Hasil wawancara dan
29
Volume 03, Nomor 01- Maret 2019
ISSN: 2581-1339 (Print), ISSN: 2615-4862 (Online)
observasi di lapangan menunjukkan bahwa tinggi, pendapatan yang diperoleh dari tanaman
rendahnya tingkat produksi di wilayah Tuban penyerta itu bisa mencapai > Rp 20 juta/ha
karena masih rendahnya pengetahuan teknik dengan BCR mencapai 1,5-1,8, jauh di atas
budidaya petani terutama dalam hal pemupukan pendapatan kangkung. Kondisi ini sebenarnya
seperti waktu dan jenis pupuk yang tepat, juga cukup menekan bagi kemitraan produksi benih
pengetahuan sanitasi tanaman (pembersihan kangkung, karena jika harga komoditas tersebut
gulma) yang amat signifikan pengaruhnya tinggi dan permintaan cukup besar, para petani
terhadap jumlah dan kualitas benih yang bisa beralih ke komoditas itu. Akan tetapi,
dihasilkan. Wilayah Tuban baru dibuka tahun stabilitas permintaan produksi benih dari Ewindo
2015 dengan percobaan tanam dan langsung di wilayah tersebut masih mampu menjaga
dilanjutkan dengan kemitraan komersial (contract komitmen petani untuk terus bermitra. Selain itu,
farming) pada tahun 2016, sehingga saat pemeliharaan hubungan baik yang dilakukan oleh
penelitian dilakukan baru memasuki tahun ke-3. para petugas lapang Ewindo merupakan modal
Petani kunci dan tim produksi Ewindo masih tetap sosial yang cukup besar untuk melanggengkan
optimis bahwa hasil produksi di wilayah Tuban kemitraan di sana.
akan mengalami peningkatan secara terus-
menerus seiring dengan meningkatnya Tata Kelola Rantai Nilai
pengalaman dan pengetahuan petani. Walaupun Hasil analisis menunjukkan bahwa tata
demikian, percepatan area Tuban sangat penting kelola rantai nilai antara Ewindo dengan petani
karena wilayah ini merupakan area baru yang produksi bersifat captive value chain (Tabel 3)
terpisah dari area produksi utama (lihat Gambar yang dicirikan oleh kompleksitas spesifikasi
1.1) sehingga masih sepi dari kompetisi dan bisa produk cukup tinggi tetapi kemampuan pemasok
menjadi wilayah penyangga yang amat penting di rendah, sehingga terjadi ketergantungan dari
masa depan. Ewindo perlu melakukan fokus pemasok kepada perusahaan yang memiliki
upgrading secara khusus di wilayah ini dengan kontrol dan pengawasan (Gereffi, Humphrey dan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Strudeon, 2005; ACIAR, 2005). Kontrak
budidaya bagi para petani. kerjasama yang berlaku antara Ewindo dengan
Produktivitas wilayah Jombang sebenarnya petani produksi menyebabkan kapabilitas
hampir sama dengan wilayah Tuban (1.500 penawaran dari petani produksi menjadi rendah
kg/ha), tetapi karena biaya produksi dan sewa sekaligus menciptakan keterbatasan dari kedua
lahan di Jombang lebih rendah, tingkat pihak untuk melakukan kerjasama dengan pihak
keuntungan petani di wilayah ini masih cukup lainnya. Ewindo dalam konfigurasi ini paling
baik (BCR: 1,23). Fakta lain yang ditemui di bertanggungjawab dalam pemberlakuan peraturan
lapangan adalah para petani di Jombang untuk memenuhi persyaratan pasar di dalam
melakukan penanaman jagung pakan, kacang maupun luar negeri, termasuk peraturan atau
hijau, kedelai atau bahkan tembakau di sela-sela persyaratan dari pemerintah terhadap standar
atau bersamaan dengan penanaman kangkung mutu produk.
dengan pola tumpang sari. Apabila harga sedang
Tabel 3 Tata Kelola yang Mendominasi dalam Rantai Nilai antara Ewindo dengan Kelompok Tani
Variabel Atribut Nilai
Kompleksitas Transaksi Intensitas transaksi
Jumlah transaksi
Penggunaan media transaksi 3.29
Transfer informasi & pengetahuan
Kontrol manajemen
Kodifikasi Transaksi Perencanaan transaksi baru
Mengelola hubungan dengan klien 3.00
Memperluas jaringan transaksi
Kapabilitas Pemasok Sistem penjualan
Frekuensi promosi 2.43
Variasi promosi
Kualitas SDM
Tipe Tata Kelola Rantai Nilai Captive
Keterangan: Nilai <3 = Rendah; Nilai ≥3 = Tinggi
30
Jurnal Agribest Vol 03 Nomor 01, Maret 2019: 20-33
Hal berbeda ditunjukkan oleh hasil dan petani bertemu secara sederhana dalam
penentuan tata kelola antara pemasok sarana transaksi jual beli yang semata-mata beriorientasi
dengan petani produksi yang lebih bersifat pada keuntungan (spot market relation).
market value chain (Tabel 4), di mana nilai Sementara, di sisi lain terdapat kompetisi di
variabel kompleksitas transaksi rendah (2,86), antara pemasok sarana produksi untuk
sedangkan kodifikasi transaksi dan kapabilitas memberikan produk yang terbaik dengan harga
pemasok tinggi (masing-masing 3,10 dan 3,18). yang paling murah kepada petani.
Hal ini bermakna bahwa pemasok sarana produksi
Tabel 4 Tata Kelola yang Mendominasi Rantai Nilai antara Pemasok Sarana Produksi dengan Petani
Mitra
Variabel Atribut Nilai
Intensitas transaksi
Jumlah transaksi
Kompleksitas Transaksi Penggunaan media transaksi 2.86
Transfer informasi & pengetahuan
Kontrol manajemen
Perencanaan transaksi baru
Kodifikasi Transaksi Mengelola hubungan dengan klien 3.10
Memperluas jaringan transaksi
Sistem penjualan
Kapabilitas Pemasok Frekuensi promosi 3.18
Variasi promosi
Kualitas SDM
Tipe Tata Kelola Rantai Nilai Market
Keterangan: Nilai <3 = Rendah; Nilai ≥3 = Tinggi
Hasil analisis tata kelola rantai nilai antara jaringan transaksi dan pemasaran (nilai: 3.00) dengan
Ewindo dan distributor produk bersifat modular value terus berusaha memelihara hubungan yang tidak
chain yang ditunjukkan oleh dominannya ketiga semata-mata transaksional, tetapi menjalin hubungan
variabel yang memengaruhi proses penentuan tata emosional yang lebih erat dengan acara gathering
kelola rantai nilai (Tabel 5). Selain intensitas transaksi tahunan dan ”CEO visit” untuk para dealer. Ewindo
berlangsung intens dalam jumlah yang besar, dengan juga melakukan serangkaian promosi dan variasi
media transaksi yang beragam (nilai: 3,40), Ewindo penjualan yang terus dikembangkan, termasuk
dan distributor juga melakukan perencanaan transaksi digelarnya expo nasional dan expo regional di area-area
berikutnya secara berkala dengan terus memperluas pemasaran potensial secara berkala.
Tabel 5 Tata Kelola yang Mendominasi Rantai Nilai antara Ewindo dengan Distributor (Dealer)
Variabel Atribut Nilai
Kompleksitas Transaksi Intensitas transaksi
Jumlah transaksi
Penggunaan media transaksi 3.40
Transfer informasi & pengetahuan
Kontrol manajemen
Kodifikasi Transaksi Perencanaan transaksi baru
Mengelola hubungan dengan klien 3.00
Memperluas jaringan transaksi
Kapabilitas Pemasok Sistem penjualan
Frekuensi promosi
3.50
Variasi promosi
Kualitas SDM
Tipe Tata Kelola Rantai Nilai Modular
Keterangan: Nilai <3 = Rendah; Nilai ≥3 = Tinggi
31
Volume 03, Nomor 01- Maret 2019
ISSN: 2581-1339 (Print), ISSN: 2615-4862 (Online)
32
Jurnal Agribest Vol 03 Nomor 01, Maret 2019: 20-33
(4) membangun dan meningkatkan hubungan Hermina, Prihatini S. 2016. Gambaran Konsumsi
sosial yang kuat dengan para pelaku rantai Sayur dan Buah Penduduk Indonesia dalam
khususnya petani mitra dalam bentuk: family Konteks Gizi Seimbang: Analisis Lanjut Survei
gathering petani dan Ewindo, pemberian Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014.
penghargaan dan inisiasi asuransi berbasis indeks Bul. Penel. Kesehatan 44 (3): 205-218
iklim untuk petani.
[INFODATIN] Pusat Data dan Informasi Kementrian
Saran Kesehatan RI. 2016. Konsumsi Makanan
Meningkatnya kompetisi dalam industri Penduduk Indonesia. Jakarta (ID): Kementrian
benih kangkung dengan area produksi sebagai Kesehatan Republik Indonesia
salahsatu kancah peperangannya memerlukan Insyafiah, Wardhani I. 2014. Kajian Persiapan
kajian lanjutan yang fokus pada keunggulan Implementasi Asuransi Pertanian Secara
bersaing (competitive advantage) Ewindo melalui Nasional. Jakarta (ID): Pusat Pengelolaan
analisis rantai nilai benih kangkung yang lebih Risiko Fiskal,Badan Kebijakan Fiskal -
luas dengan melibatkan seluruh aktor yang ada di Kementerian Keuangan
wilayah tersebut
Kaplinsky R, Morris M. 2001. A Handbook for Value
DAFTAR PUSTAKA Chain Research. Ottawa (CA): International
Development Research Center
[ACIAR] Australian Centre for International
Agricultural Research. 2008. Making Value Katungi E, Karanja D, Wozemba D, Mutuoki T and
Chains Work Better for The Poor: A Toolbook Rubyogo J C. 2011. A Cost-Benefit Analysis of
for Practitioners of Value Chain Analysis. Farmer Based Seed Production for Common
Phnom Penh (KH): Agricultural Development Bean in Kenya. Afric. Crop Science Jour.
Internatioal 19(4): 409 - 415
Arce C. 2016. Comparative Assessment of Selected Latifah E, Boga K dan Maryono J. 2014. Pengenalan
Agricultural Weather Index Insurance Model Kebun Sayur Sekolah untuk
Strategies in Sub-Saharan Africa. Pretoria Peningkatan Konsumsi Sayuran bagi Para
(ZA): Vuna Research Report Siswa di Kediri - Jawa Timur. Agriekonomika
3 (1): 34-44
Bisnis Indonesia. 2017. “Hortikultura dan Perkebunan
Jadi Fokus di 2018” Mulugeta F, Eshetu J, Nikus O. 2010. Seed Value
(http://industri.bisnis.com/read/20170530/99/65 Chain Analysis as a means for Sustainable
7927/hortikultura-dan-perkebunan-jadi-fokus- Seed System: A case of farmers based seed
di-2018 diakses tanggal 02 Okt 2017) production and marketing in Arsi Zone,
Oromia Region. Asella (ET): FAO - Crop
Bobriková M. 2016. Weather Risk Management in Diversification and Marketing Development
Agriculture. Acta Univ. Agric. et Silvic. Project
Mendel. Brun. 64(4): 1303–1309
Osgood DE, McLaurin M, Carriquiry M, Mishra A.,
Boer R. 2012. Asuransi Iklim sebagai Jaminan Fiondella F, Hansen J, Peterson N and Ward N.
Perlindungan Ketahanan Petani terhadap 2007. Designing Weather Insurance Contracts
Perubahan Iklim. Prosiding Widyakarya for Farmers in Malawi, Tanzania, and Kenya,
Nasional Pangan dan Gizi 10: Pemantapan Final Report to the Commodity Risk
Ketahanan Pangan dan perbaikan Gizi Management Group, ARD, World Bank. New
Berbasis Kemandirian dan Kearifan Lokal, York (US): International Research Institute for
2012 Nov 20-21; LIPI, Jakarta Climate and Society (IRI) - Columbia
Estiningtyas W. 2012. Pengembangan Model University
Asuransi Indeks Iklim untuk Meningkatkan Perez R P, Oddone N. 2016. Strengthening Value
Ketahanan Petani Padi dalam Menghadapi Chains: A Toolkit. Mexico City (MX):
Perubahan Iklim [Disertasi]. Bogor (ID). Economic Commission for Latin America and
Institut Pertanian Bogor the Caribbean (ECLAC) – United Nation
Gereffi G, Humphrey J, Sturgeon T. 2005. The Porter M E. 1993. Competitive Advantage. London
Governance of Global Value Chain. Revi. of (GB): Collier Macmillan Publishers
Inter. Pol. Econ. 12 (1): 78-104
Gereffi G, Fernandez-Stark K. 2016. Global Value
Chain Analysis: A Primer. 2nd Ed. North
Carolina (US): Center on Globalization,
Governance & Competitiveness - Duke Univ.
33