Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PANEN DAN PASCA PANEN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur


Mata Kuliah : Hortikultura
Dosen Pengampu: Novianti Muspiroh, M.Pd

Disusun Oleh:
Nurhalimah
(14121610717)

Tarbiyah IPA-Biologi B/6

JURUSAN TADRIS IPA BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2015
KATA PENGATAR

Assalamu’alaikum Wr Wb
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikan makalah
yang kami buat berjudul “PANEN DAN PASCA PANEN”. Shalawat serta salam
selalu tercurahkan kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW, juga kepada
keluarga dan sahabat beliau sekalian serta orang-orang mukmin yang tetap
istiqamah dijalan-Nya. Amiin
Adapun makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur dari
mata kuliah “HORTIKULTURA”. Dalam penulisan makalah hingga selesai,
kami mengupayakan berbagai sumber referensi sebagai rujukan yang valid. Oleh
karena itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang sudah berkenan membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami juga
ucapkan terima kasih atas kerjasama kelompok yang terjalin sehingga dapat
terselesaikan makalah ini dengan baik.
Meskipun begitu, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan, berkaitan dengan bahasa yang kami gunakan
dan acuan referensi yang kurang banyak. Maka dari itu, kami sangat
mengharapkan sumbangan pikiran serta masukan dari berbagai pihak untuk
penyempurnaan pada masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr Wb

Cirebon, 29 Maret 2015


Penulis

Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan panen?
2. Bagaimana cara melakukan pemanenan?
3. Apa yang dimaksud dengan pasca panen?
4. Mengapa terjadi kehilangan hasil pasca panen?
5. Bagaimana Teknologi Pascapanen?
6. Bagaimana Implementasi Teknologi Hasil Pasca Panen?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian panen
2. Mengetahui cara melakukan pemanenan
3. Mengetahui pengertian pasca panen
4. Mengetahui sebab terjadi kehilangan hasil pasca panen
5. Mengetahui Teknologi Pascapanen
6. Mengetahui Implementasi Teknologi Hasil Pasca Panen
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Panen
Panen merupakan suatu kegiatan pemungutan hasil pertanian yang telah
cukup umur dan sudah saatnya untuk dipetik hasilnya. Produk hortikultura
setelah panen tidak bisa dinaikan, hanya bisa dipertahankan. Pada saat panen
kuwalitas harus maksimal, dengan penanganan yang baik dapat dipertahankan
untuk waktu yang lama. Indikator yang dapat digunakan untuk penentuan
waktu panen yang tepat menurut Purwadaria (1989) antara lain sebagai
berikut :
1. Indikator fisik
Indikator fisik sering digunakan khususnya pada beberapa komuditas
buah, Indikatornya adalah:
a. Buah mudah tidaknya dilepaskan dari tangkainya, uji kesegaran buah
dengan menggunkaan onenetrometer.
b. Uji kesegaran buah lebih objektif, karena dapat dikuantitatifkan.
2. Indikator visual
Indikator ini paling banyak dipergunakan baik pada komoditas bauh
ataupun komoditas sayur.
Indikatornya adalah:
a. Berdasarkan warna kulit, ukuran dan bentuk.
b. Berdasarkan karakteristik permukaan dan bagian tanaman yang
mengering. Sifatnya sangat subjektif, keterbatasan dari indera
penglihatan manusia.
3. Analisis kimia
Terbatas pada perusahan besar, lebih banyak pada komoditas buah.
Indikatornya adalah:
a. Jumlah kandungan zat padat terlarut
b. Jumlah kandungan asam
c. Jumlah kandungan pati
d. Jumlah kandungan gula. Metode analisis kimia lebih objektif dari
visual karena terukur. Dasarnya terjadi perubahan biokimia selama
proses pemasakan buah. Perubahan yang sering terjadi adalah:
1) Pati menjadi gula
2) Menurunnya kadar asam
3) Meningkanya zat padat terlarut
4. Indikator fisiologis sangat baik diterapkan pada komoditas yang bersifat
klimaterik. Saat komoditas tercapai masak fisiologis respirainya
mencapai klimaterik. Apabila laju respirasi suatu komoditas sudah
mencapai klimaterik, maka siap dipanen.
Setelah diketahui bahwa produk hortikultura sudah cukup tua untuk
dipanen, panen dapat segera dilakukan dan produk harus dikumpulkan di
lahan secepat mungkin. Panen harus dilakukan secepat mungkin dengan
kerusakan produk sekecil mungkin dan biaya semurah mungkin. Umumnya
panen masih dilakukan secara manual menggunakan tangan dan peralatan-
peralatan sederhana. Meskipun memerlukan banyak tenaga kerja, panen
secara manual masih lebih akurat, pemilihan sasaran panen juga dapat lebih
baik dilakukan, kerusakan fisik yang berlebihan dapat dihindari, dan
membutuhkan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan panen
menggunakan peralatan mekanis (Suparlan, 1990).
B. Cara panen
Cara penen yang umum dilakukan antara lain:
1. Dengan cara ditarik seperti pemanenan apokat, kacang polong, dan
tomat.
2. Dengan cara dipuntir seperti pemanenan jeruk dan melon
3. Dengan cara dibengkokkan seperti pemanenan nenas
4. Dengan cara dipotong seperti pemanenan buah dan sayuran pada umunya
dan bunga potong.
5. Dengan cara digali dan dipotong seperti pemanenan umbi, dan sayuran
akar.
6. Dengan menggunakan galah seperti pemanenan buah pada di pohon yang
tinggi secara umum.
Beberapa bagian yang dipanen menurut Dhalimi (1990) antara lain:
1. Biji
Panen tidak bisa dilakukan secara serentak karena perbedaan waktu
pematangan dari buah atau polong yang berbeda. Pemanenan biji di-
lakukan pada saat biji telah masak fisiologisnya. Fase ini ditandai dengan
sudah maksimalnya pertumbuhan buah atau polong dan biji yang di
dalamnya telah terbentuk dengan sempurna. Kulit buah atau polong
mengalami perubahan warna misalnya kulit polong yang semula warna
hijau kini berubah menjadi agak kekuningan dan mulai mengering.
Pemanenan biji pada tanaman se-musim yang sifatnya determinate
dilakukan secara serentak pada suatu luasan tertentu. Pemanenan dilaku-
kan setelah 60% kulit polong atau kulit biji sudah mulai mongering. Hal
ini berbeda dengan tanaman se-musim indeterminate dan tahunan, yang
umumnya dipanen secara berkala berdasarkan pemasakan dari biji atau
polong.
2. Buah
Buah harus dipanen setelah masak fisiologisnya dengan cara me-
metik. Pemanenan sebelum masak fisiologis akan menghasilkan buah
dengan kualitas yang rendah dan kuantitasnya berkurang. Buah yang
dipanen pada saat masih muda, seperti buah mengkudu, jeruk nipis,
jambu biji dan buah ceplukan akan memiliki rasa yang tidak enak dan
aromanya kurang sedap. Begitu pula halnya dengan pemanenan yang
terlambat akan menyebabkan penurunan kualitas karena akan terjadi
perombakan bahan aktif yang terdapat di dalamnya menjadi zat lain.
Selain itu tekstur buah menjadi lembek dan buah menjadi lebih cepat
busuk.
3. Daun
Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah tumbuh
maksimal dan sudah memasuki periode matang fisiologisnya. Pema-
nenan daun dilakukan dengan memangkas tanaman. Pemangkasan
dilakukan dengan menggunakan pisau yang bersih atau gunting stek.
Pemanenan yang terlalu cepat menyebabkan hasil produksi yang
diperoleh rendah dan kandungan bahan-bahan aktifnya juga rendah,
Seperti tanaman Jati Belanda dapat dipanen pada umur 1 - 1,5 tahun,
Jambu Biji pada umur 6 - 7 bulan, Cincau 3 - 4 bulan dan Lidah Buaya
pada umur 12 - 18 bulan setelah ditanam. Demikian juga dengan pe-
manenan yang terlambat menyebabkan daun mengalami penuaan (se-
nescence) sehingga mutunya rendah karena bahan aktifnya sudah ter-
degradasi. Pada beberapa tanaman pemanenan yang terlambat akan
mempersulit proses panen.
4. Rimpang
Untuk jenis rimpang waktu pemanenan bervariasi tergantung peng-
gunaan. Tetapi pada umumnya pemanenan dilakukan pada saat tanaman
berumur 8 - 10 bulan. Seperti rimpang jahe, untuk kebutuhan ekspor
dalam bentuk segar jahe dipanen pada umur 8 - 9 bulan setelah tanam,
sedangkan untuk bibit 10 - 12 bulan. Selanjutnya untuk keperluan pem-
buatan jahe asinan, jahe awetan dan permen dipanen pada umur 4 - 6
bulan karena pada umur tersebut serat dan pati belum terlalu tinggi.
Sebagai bahan obat, rimpang dipanen setelah tua yaitu umur 9 - 12 bulan
setelah ditanam. Untuk temulawak pemanenan rimpang dilakukan
setelah tanaman berumur 10 - 12 bulan. Temulawak yang dipanen pada
umur tersebut menghasilkan kadar minyak atsiri dan kurkumin yang
tinggi. Penanaman rimpang dilakukan pada saat awal musim hujan dan
dipanen pada pertengahan musim kemarau. Saat panen yang tepat
ditandai dengan mulai mengeringnya bagian tanaman yang berada di atas
permukaan tanah (daun dan batang semu) misalnya kunyit, temulawak,
jahe, dan kencur.
5. Bunga
Bunga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik dalam
bentuk segar maupun kering. Bunga yang digunakan dalam bentuk segar,
pemanenan dilakukan pada saat bunga kuncup atau setelah per-
tumbuhannya maksimal. Berbeda dengan bunga yang digunakan dalam
bentuk kering, pemanenan dilakukan pada saat bunga sedang mekar.
Seperti bunga piretrum, bunga yang dipanen dalam keadaan masih
kuncup menghasilkan kadar piretrin yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bunga yang sudah mekar.
6. Kayu
Pemanenan kayu dilakukan setelah pada kayu terbentuk senyawa
metabolit sekunder secara maksimal. Umur panen tanaman berbeda-beda
tergantung jenis tanaman dan kecepatan pembentukan metabolit
sekundernya. Tanaman baru dapat dipanen setelah berumur 4 sampai 5
tahun, karena apabila dipanen terlalu muda kandungan zat aktifnya
seperti tanin dan sappan masih relatif sedikit.
Disamping cara panen, waktu panen juga mempengaruhi kualitas produk
hortikultura yang dihasilkan. Umumnya panen dilakukan pagi hari ketika
matahari baru saja terbit karena hari sudah cukup terang tetapi suhu
lingkungan masih cukup rendah sehingga dapat mengurangi kerusakan akibat
respirasi produk dan juga meningkatkan efisiensi pemanenan. Beberapa jenis
produk hortikultura lebih baik dipanen agak siang agar embun yang
menempel pada produk telah mengering, atau sekalian sore hari bila suhu
lingkungan juga menjadi pertimbangan penting. Hal ini dapat mengurangi
luka bakar akibat getah yang mengering pada buah-buah yang mengeluarkan
getah dari tangkainya seperti mangga, atau mengerluarkan minyak seperti
jeruk, dan mengurangi kerusakan mekanis (sobek) pada sayuran daun
(Winarno, 2001).
C. Pasca Panen
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai berbagai
tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen
sampai komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara
keilmuan lebih tepat disebut pasca produksi (Postproduction) yang dapat
dibagi dalam dua bagian atau tahapan yaitu pasca panen (postharvest) dan
pengolahan (processing). Penanganan pasca panen (postharvest) sering
disebut juga sebagai pengolahan primer (primary processing) merupakan
istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari mulai panen sampai
komoditas dapat dikonsumsi “segar” atau untuk persiapan pengolahan.
(Winarno, 2001).
Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau
penampakan kedalamnya termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan
distribusi. Pengolahan (secondary processing) merupakan tindakan yang
mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat
tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan yang tidak dikehendaki
atau untuk penggunaan lain. Ke dalamnya termasuk pengolahan pangan dan
pengolahan industri.Gambaran umum karakteristik komoditas hortikultura
bersifat volumunios (membutuhkan tempat yang besar) dan perishable
(mudah rusak) sehingga dibutuhkan penanganan pasca panen yang cepat dan
tepat. Hal utama yang timbul akibat penanganan yang kurang tepat dan cepat
tersebut adalah tingginya kehilangan atau kerusakan hasil (Dhalimi,1990).
Hal ini disebabkan antara lain penanganan pasca panen produk
hortikultura yang masih dilakukan secara tradisional atau konvensional
dibandingkan kegiatan pra panen. Terlihat bahwa masih rendahnya penerapan
teknologi, sarana panen/pasca panen yang terbatas, akses informasi dalam
penerapan teknologi dan sarana pasca panen juga terbatas sehingga menjadi
kendala dalam peningkatan kemampuan dan pengetahuan petani/pelaku
usaha.
Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman
budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk
membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang
baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya
Penanganan pasca panen hortikultura secara umum bertujuan untuk
memperpanjang kesegaran dan menekan tingkat kehilangan hasil yang
dilaksanakan melalui pemanfaatan sarana dan teknologi yang baik. Oleh
karena itu, untuk mengurangi dampak teknologis, ekologis dan ekonomis
diperlukan road map (peta perjalanan) penanganan pasca panen hortikultura
sebagai landasan dalam penyusunan program kegiatan, rencana aksi serta
kebijakan (Dhalimi,1990).
Tahapan Penanganan Pasca Panen :
1. Pemanenan yaitu pemungutan hasil pertanian yang teah cukup umur
2. Pengumpulan yaitu mengumpulkan hasil panen untuk mempermudah
penyortiran.
3. Sortasi yaitu pemisahan hasil panen yang baik dan jelek.
4. Pencucian yaitu mmencuci produk hasil sortasi dari kotoran
5. Grading digunakan untuk mendapatan sayuran yang baik dan seragam
dalam suatu kelas yang sama sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
atau sesuai dengan permintaan konsumen.
6. Pengemasan berfungsi untuk mengurangi terjadinya kerusakan karena
benturan sesama produk selama penyimpanan.
7. Penyimpanan dan pendinginan berupa menekan enzim respirasi agar
aktivitasnya serendah mungkin sehingga laju respirasinya kecil dan
produk terjaga kesegaranya.
8. Transportasi berupa mendistribusikan hasil pertanian yang telah melewati
tahap-tahap pascapanen.
D. Hilangnya Hasil Pasca Panen
Kehilangan hasil tanaman buah dan sayuran dapat berupa penurunan
kuantitas maupun kualitas. Penurunan kuantitas terjadi seperti penurunan
bobot dan hilangnya produk, baik sebagian ataupun seluruhnya yang
disebabkan oleh kerusakan atau pembusukan. Kehilangan hasil karena
penurunan kuantitas relatif mudah diamati. Bentuk kehilangan hasil yang
relatif sulit diamati adalah menurunnya kualitas, seperti kerusakan tekstur,
aroma, atau nilai gizi. Bentuk kehilangan yang lain adalah kehilangan daya
tumbuh dan penurunan nilai jual yang disebabkan oleh turunnya harga.
Kehilangan hasil pasca panen dapat terjadi di lapangan atau di kebun, di
tempat pengepakan, tempat penyimpanan, selama pengangkutan, di pasar
besar atau pasar eceran. Kehilangan tersebut dapat terjadi karena fasilitas
yang kurang memadai, pengetahuan yang terbatas, manajemen yang tidak
baik, pasar yang tidak berfungsi, atau penanganan oleh petani yang kurang
hati-hati. Lebih lanjut, kehilangan hasil dapat juga terjadi di tempat
konsumen, di dapur atau di meja makan.
Penyebab-penyebab terjadinya kehilangan hasil pascapanen dapat
dikelompokkan kedalam 4 katagori, yaitu:
1. Luka mekanis
Karena teksturnya yang empuk dan kandungan air yang tinggi, buah-
buahan dan sayur-sayuran segar sangat peka dan mudah luka. Penanganan
yang kurang baik, kotak penampung yang tidak sesuai, pengemasan dan
transportasi yang tidak sempurna dapat dengan mudah menyebabkan
memar, patah, pecah, terlipat, dan lain-lain.
2. Kerusakan secara fisiologis
Setelah dipanen, buah-buahan dan sayur-sayuran aktivitas fisiologis-
nya masih terus berlangsung. Kerusakan fisiologis terjadi karena
kekurangan mineral, temperatur yang tinggi atau rendah, kelembaban
yang tinggi atau rendah, atau komposisi atmosfir yang tidak sesuai seperti
kekurangan oksigen atau kelebihan karbondioksida. Kerusakan fisiologis
dapat juga terjadi dengan sendirinya karena adanya aktivitas enzim yang
dapat menyebabkan terjadinya pemasakan dan gejala penuaan yang
berlebihan.
3. Penyakit-penyakit parasitis
Mikroorganisme dapat menyerang produk segar dengan mudah dan
menyebar secara cepat karena produk-produk tersebut tidak memiliki
mekanisme pertahanan. Pertumbuhan mikrobia juga didukung oleh faktor
kelembaban dan kandungan nutrisi dari produk yang cukup tinggi.
Pengendalian terhadap terjadinya pembusukan hasil pascapanen menjadi
lebih sulit karena ketersediaan pestisida semakin berkurang. Hal ini
terjadi karena kepedulian konsumen terhadap keselamatan dan keamanan
makanan semakin tinggi.
4. Terbatasnya permintaan pasar
Informasi pasar atau perencanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan
produksi buah-buahan dan sayur-sayuran sering berlimpah sehingga tidak
dapat terjual pada waktunya. Keadaan ini sering terjadi di daerah yang
transportasi dan fasilitas penyimpanannya tidak memadai. Produksi dapat
membusuk di tempat, jika petani tidak dapat mengirimkan produk itu ke
tempat lain yang banyak membutuhkan.
E. Teknologi Pascapanen
Teknologi pasca panen yang mempengaruhi tingkat kehilangan hasil
antara lain ialah grading, pengepakan, pendinginan, penyimpanan, dan
pengangkutan. Beberapa produk juga memerlukan perlakuan khusus seperti
pemberian kelengkapan (assessori), pembersihan, pengawetan, pengendalian
organisme pengganggu, pelapisan lilin, dan penyeragaman pematangan.
1. Grading
Pada dasarnya semua buah-buahan dan sayur-sayuran yang dijual di
pasar modern dilakukan grading dan sortasi. Produk disortir dan digrading
menjadi beberapa tingkat berdasarkan standar yang telah ditentukan.
Produk digrading secara manual dan secara visual yaitu berdasarkan pada
warna.
Grading menurut bobotnya dapat dilakukan dengan alat pengukur
otomatis dengan berbagai ukuran kapasitas. Buah-buahan yang bundar
atau agak bundar diukur berdasarkan diameternya dengan menggunakan
alat pengukur yang berbentuk lingkaran, yang dilakukan secara manual.
Grading perlu dilakukan secara hati-hati, karena kegiatan grading yang
dilakukan dengan tidak hati-hati dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
secara nyata
2. Pengemasan
Cara pengemasan dapat mempengaruhi stabilitas produk selama
pengangkutan dan mempengaruhi tingkat keamanan produk Terdapat dua
bentuk pengemasan, yaitu: (1) pengemasan skala besar di kotak
pengangkutan, dan (2) pengemasan kecil untuk keperluan eceran.
Kotak yang baik untuk mengemas buah-buahan dan sayur-sayuran
harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu mudah dipegang, dapat
memberi perlindungan dari kerusakan mekanis, terdapat ventilasi yang
memadai, mudah diperdagangkan, tidak mahal, dan juga mudah
didaurulang.
Pertama-tama yang perlu dipertimbangkan dalam memilih kotak
adalah faktor ekonomis. Jika produknya bernilai tinggi dapat
menggunakan kotak mewah seperti kotak papan kaca, atau peti kayu atau
peti plastik. Akan tetapi, jika harga produknya bernilai rendah cukup
dengan kotak yang sederhana dan murah seperti keranjang bambu atau
kantong jaring nilon.
Pengemasan juga memiliki tujuan untuk menambah nilai tambah. Hal
ini dapat dicapai dengan mengemas yang sesuai dengan keinginan
konsumen dan pengecer. Bahan pembungkus atau pengemaas tambahan
seperti plastik yang sering kita lihat di supermarket. Hanya saja,
penggunaan bahan pengemas tambahan tersebut dapat menambah limbah
yang berdampak buruk terhadap lingkungan dan beban tambahan untuk
biaya pembuangan limbah.
3. Pendinginan
Pengaturan suhu yang baik merupakan cara yang efektif untuk
menurunkan tingkat kehilangan hasil dan mempertahankan kualitas buah-
buahan dan sayur-sayuran. Suhu yang rendah, tetapi tidak terlalu rendah,
dapat menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas fisiologi sehingga buah
menjadi rusak. Suhu yang rendah juga menurunkan laju pertumbuhan
mikrobia dan laju pembusukan. Pendinginan merupakan cara yang efektif
untuk menjaga kualitas buah-buahan dan sayur-sayuran.
Produk yang dipanen dari kebun pada umumnya suhunya tinggi dan
masih memiliki laju respirasi yang tinggi. Mempercepat penurunan suhu
produk sangat efektif untuk menjaga kualitas buah-buahan dan sayur-
sayuran. Oleh karena itu teknologi pendinginan digunakan secara luas
terutama untuk produk yang mudah rusak dan membusuk.
Terdapat berbagai metode pendinginan yang digunakan, antara lain
adalah kamar pendingin (room cooling), udara pendingin yang bertekanan
(forced air cooling), air pendingin (hydrocooling), pendingin dengan
ruangan hampa (vacuum colling), dan pengemasan dengan lapisan es
(package icing).
Room cooling merupakan metode yang relatif sederhana yang hanya
memerlukan pengatur suhu ruangan dengan kapasitas pendinginan yang
memadai. Produk dikemas dalam kotak dan ditumpuk tidak rapat di dalam
ruang pendingin. Sisa ruangan yang cukup di antara setiap kotak berguna
untuk sirkulasi udara dingin. Laju pendinginan dengan room cooling agak
lambat jika dibandingkan dengan metode pendinginan yang lain karena
panas di bagian dalam setiap kotak perlu dipindahkan ke permukaan kotak
secara konduksi sebelum terbuang oleh udara dingin. Untuk mendinginkan
produk, cara ini dapat berlangsung agak lama bisa beberapa jam atau
bahkan beberapa hari bergantung pada jenis produk yang didinginkan,
ukuran dan sifat kotak, dan suhu serta kecepatan udara yang bersirkulasi.
Forced air cooling merupakan cara yang lebih cepat. Udara dingin
ditekan sehingga mengalir melalui sisi-sisi dalam kotak-kotak pengemas.
Dengan demikian, udara panas secara langsung terbuang dari permukaan
produk dan tidak hanya dari permukaan kotak pengemas. Aliran udara
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua sisi yang berlubang-
lubang dari setiap kotak pengemas. Kotak disusun pada sisi-sisi
terowongan (tunnel) yang tertutup. Kipas pembuang udara ditempatkan di
salah satu ujung terowongan. Dengan metode ini, produk yang bernilai
tinggi dan sangat mudah rusak, seperti anggur, strawberi, dan buah-buah
frambus (raspberries) dapat didinginkan kurang dari satu jam.
Hydrocooling atau watercooling merupakan cara yang cepat dan
sedikit mahal. Produk disiram atau direndam dalam air dingin. Waktu
pendinginan yang diperlukan cukup lama. Walaupun demikian, tidak
semua jenis produk toleran terhadap pendinginan dengan air. Produk yang
didinginkan dengan cara ini permukaannya akan basah sehingga dapat
mendorong terjadinya pembusukan pada beberapa jenis produk pertanian.
Vacuum cooling merupakan cara yang paling efisien untuk
mendinginkan sayur-sayuran berupa daun, terutama sayuran berdaun yang
memiliki bungkul, seperti selada bungkul, kobis, dan kol cina. Produk
ditempatkan di dalam tabung hampa yang tekanannya diturunkan. Jika
tekanan udara turun hingga 4,6 mm Hg, suhu turun di bawah 0 °C dan air
akan mengembun di atas seluruh permukaan daun. Akibatnya, panas
selama penguapan akan diserap oleh embun dan menyebabkan produk
menjadi dingin. Pendinginan dengan cara ini biasanya memerlukan waktu
20 hingga 30 menit. Sayangnya, peralatan yang diperlukan untuk
pendinginan ruang hampa ini sangat mahal dan tidak sesuai untuk sistem
usaha tani skala kecil.
Package-icing atau top-icing merupakan cara yang paling sederhana.
Cara ini dilakukan dengan menambahkan es yang diremuk, serpihan es
atau menyisipkan es di dalam kotak sehingga produk dapat didinginkan.
Metode ini tidak cocok untuk produk yang sangat peka terhadap suhu
dingin. Pendinginan dengan es dapat menyebabkan produk dan kotak
menjadi basah dan banyak air.
4. Penyimpanan
Banyak tanaman hortikultura yang masa panennya relatif singkat.
Penyimpanan diperlukan untuk memperpanjang jangka waktu pemasaran.
Berbagai metode penyimpanan telah digunakan pada skala komersial.
Air-Cooled Common Storage (AC) merupakan metode penyimpanan
ini digunakan secara luas untuk menyimpan produk hortikultura. Namun,
penggunaan cara ini masih terbatas pada musim dingin di daerah sub-
tropik dan daerah iklim sedang, atau daerah dataran tinggi yang naik
turunnya suhu pada malam hari rendah. Teknologi ini lambat diadopsi di
beberapa negara di dunia karena keterbatasan pengetahuan teknis dan
untuk membangun fasilitas membutuhkan investasi yang besar.
Refrigerated storage merupakaan penyimpanan dengan instalasi
pendingin merupakan teknologi yang telah dibangun dan diterapkan secara
luas untuk menyimpan produk hortikultura. Namun, penggunaannya masih
terbatas karena pertimbangan biaya dan keuntungan. Pada prinsipnya
semua produk hortikultura akan aman dan menguntungkan jika disimpan
pada suhu rendah yang sesuai, karena kualitasnya tetap terjaga dan jangka
waktu penyimpanannya lebih lama. Akan tetapi, jika harga produk terlalu
rendah, keuntungannya seringkali tidak dapat menutup biaya
penyimpanan. Metode ini tidak digunakan karena biaya investasi awal
terlalu tinggi dan penggunaan energinya terlalu besar.
Controlled Atmosphere (CA) storage dapat mengendalikan
konsentrasi oksigen dan karbondioksida, suhu, dan kelembaban.
Pengendalian yang baik terhadap suhu, kelembaban, dan komposisi
atmosfir dapat memperlama jangka waktu penyimpanan produk.
Penerapan CA storage secara komersial terbatas pada beberapa tanaman
saja, yaitu apel dan peer karena buah-buah itu sangat populer. Cara ini
tidak digunakan untuk tanaman-tanaman lain karena keuntungannya
terlalu sedikit untuk menutupi biaya. Teknologinya sangat rumit dan
jelimet, biaya bangunan, fasilitas, dan manajemen CA storage tinggi jika
dibandingkan dengan refregerated storage. Oleh karena itu, sebelum
direkomendasikan perlu dilakukan analisis biaya dan keuntungan.
5. Pengangkutan
Pengangkutan di daratan dilakukan dengan menggunakan truk atau
kereta api dan pengangkutan antar pulau dengan angkutan laut atau lewat
udara. Jika produknya bernilai tinggi atau jumlahnya terbatas pengiriman
antar pulau dilakukan lewat udara. Kondisi yang dibutuhkan selama
pengiriman sama dengan kondisi selama penyimpanan, antara lain: suhu
dan kelembaban harus dikendalikan dengan baik, ventilasi memadai.
Selain itu, produk harus dikemas dan ditumpuk sedemikian rupa sehingga
getaran atau gerakan selama pengiriman tidak terlalu berlebihan. Getaran
atau gerakan selama pengiriman dapat menyebabkan memar atau
terjadinya kerusakan mekanis.
Pengangkutan dengan truk yang dilengkapi dengan instalasi pendingin
selain sesuai, baik, dan menyenangkan, juga efektif dalam
mempertahankan kualitas produk. Akan tetapi, investasi awal maupun
biaya operasionalnya sangat tinggi. Untuk pengiriman jarak dekat, truk
yang disekat-sekat saja lebih hemat biaya dari pada truk yang dilengkapi
instalasi pendingin, dan tidak menurunkan kualitas. Apabila produk
didinginkan terlebih dahulu dan jarak pengangkutan jauh, penggunaan truk
yang diberi ventilasi lebih baik dari pada truk-truk tanpa ventilasi dan
tanpa instalasi pendingin. Adanya ventilasi biasanya menyebabkan suhu
dingin yang tidak seragam, tetapi dapat membantu menghilangkan panas
akibat respirasi yang berlebihan sehingga kerusakan yang timbul sebagai
akibat suhu tinggi dapat dihindari.
F. Implementasi Teknologi
Teknologi yang ada untuk pendinginan, penyimpanan, dan pengangkutan
tanaman hortikultura secara umum sudah sesuai dan perlu diimplementasi.
Permasalahannya adalah bagaimana teknologi-teknologi itu dapat
diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan pada kerugian hasil
pascapanen.
Untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara pelaku pascapanen
hortikultura dan perekayasa bidang pertanian. Kerjasama dan koordinasi yang
sungguh-sungguh mungkin diujudkan melalui pembahasan dalam pertemuan-
pertemuan yang intensif dalam perumusan program, sosialisasi penerapan
paket-paket teknologi.
Selain itu, kegiatan dalam rangka penyiapan sumberdaya manusia juga
perlu dilakukan, misalnya: (1) Pelatihan keahlian bagi petugas di bidang
penanganan pascapanen untuk melaksanakan fungsi sebagai perencana,
sedangkan pelaksana teknis dilatih ketrampilan untuk dapat
mengimplementasikan, (2) Penguatan kelompok-kelompok usaha dan
pelibatan tokoh-tokoh masyarakat ke dalam kelompok-kelompok kerja yang
kuat, (3) Pembahasan atau diskusi tentang permasalahan prioritas dan program
untuk membangun konsensus di dalam kelompok, dan (3) Pengintegrasian
program-program penanganan pascapanen ke dalam program wilayah yang
berbasis agribisnis. Seluruh upaya tersebut dapat dibicarakan dalam
musyawarah rencana pembangunan baik di tingkat desa, kecamatan,
kabupaten dan seterusnya hingga menyentuh program nasional.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Kritik dan Saran
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, B. 1999. Usaha Tani Dan Penanganan Pasca Panen. Yogyakarta:


Kanisius.

Dhalimi, A. 1990. Penanganan Pasca Panen Buah-Buahan dan Sayuran Segar.


Jakarta: FAO Dep. Perdagangan.

Suparlan (1990)., Mempelajari Susut Pasca Panen Kacang Tanah di Kabupaten


Simalungun Sumatera Utara. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Purwadaria, H.K (1989). Teknologi Penanganan Pasca Panen Ubi Kayu.


Bandung: Deptan-UNDP-FAO.

Winarno, F.G. 2001. Penanganan Pasca Panen. Bahan Kuliah (Diktat)


Penanganan Pasca Panen. Bogor: Program Studi PGKP FATETA IPB.

Anonim, 2015, Hortikultura. http://id.wikipedia.org/wiki/Hortikultura. Diakses


pada tanggal 28 Maret 2015 pukul 14.40 Wib

Anda mungkin juga menyukai