Disusun Oleh:
Nama : Dian Permata Sari
NIM : 4442180112
Kelas : VII-B
Kelompok : 3 (tiga)
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt., karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Teknologi
Pengolahan Hasil Pertanian yang berjudul “Pengolahan Bahan Hasil Pertanian
Metode Pan Frying dan Deep Frying”. Adapun isi laporan praktikum ini disusun
secara sistematis dan merupakan referensi dari beberapa sumber yang menjadi
acuan dalam penyusunan laporan praktikum.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. Fitria Riany Eris, S.P., M.Si.
dan Yayu Romdhonah, S.T.P., M.Si., Ph.D. selaku Dosen Teknologi Pengolahan
Hasil Pertanian dan juga penulis berterima kasih kepada Dina Riziani dan
Muhammad Rizal Febriansah yang telah menjelaskan kepada penulis tentang
praktikum ini. Penulis sangat sadar bahwa laporan praktikum yang penulis buat
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para
pembaca penulis harapkan agar tugas berikutnya dapat lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
permukaan terendam minyak goreng maka panas yang di terima oleh bahan
juga akan merata. Panas yang diterima oleh bahan pangan terjadi serentak
sehingga akan menghasilkan matang yang merata dan warna yang seragam.
Tetapi pada bahan dengan ukuran yang tidak seragam akan menangkap minyak
lebih banyak ketika produk tersebut diangkat dari penggorengan.
Oleh karena itu, dilakukanlah praktikum pengamatan pengolahan bahan
hasil pertanian dengan 5 jenis sampel menggunakan metode pan frying dan
deep frying.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
menghasilkan produk goreng yang renyah di luar dan juicy di bagian dalamnya
(Suprapto, 2018).
Berdasarkan penilaian panelis diatas, secara keseluruhan metode
penggorengan secara deep fat frying yang dilakukan pada tekanan atmosfer
maupun di atas tekanan atmosfer memiliki rata-rata nilai sensoris berupa rasa,
warna, tekstur/kerenyahan dan mouthfeel yang lebih baik jika dibandingkan
penggorengan secara pan frying. Data akan semakin akurat apabila jumlah
panelis yang digunakan lebih banyak lagi (Suprapto, 2018).
Selama proses penggorengan akan terjadi perubahan karakteristik produk.
Produk pangan akan mengalami perubahan warna, aroma, rasa dan tekstur.
Selain itu akan terjadi perubahan pada minyak, degradasi, perubahan warna,
aroma dan voskositas akibat proses penggorengan. Proses penggorengan
merupakan proses yang unik dimana produk panas dipanaskan dalam minyak
goreng yang merupakan media pindah panas. Pemanasan minyak goreng dalam
waktu yang lama dan suhu yang tinggi, terutama yang terjadi pada tekanan
atmosfer, memungkinkan terjadinya kontak antara minyak goreng dengan
udara. Artinya minyak goreng akan mengalami aerasi dimana udara bebas yang
mengandung oksigen dapat kontak dengan minyak goreng pada kondisi suhu
tinggi (Nopiyani, 2014).
4
2.3 Metode Penggorengan Deep Frying
Metode penggorengan deep frying adalah metode penggorengan dengan
menggunakan minyak goreng yang banyak sehingga bahan pangan yang
digoreng akan terendam seluruhnya di dalam minyak tersebut. Karena seluruh
permukaan terendam minyak goreng maka panas yang di terima oleh bahan
juga akan merata. Panas yang diterima oleh bahan pangan terjadi serentak
sehinggaakan menghasilkan matang yang merata dan warna yang seragam.
Tetapi pada bahan dengan ukuran yang tidak seragam akan menangkap minyak
lebih banyak ketika produk tersebut diangkat dari penggorengan (Nopiyani,
2014).
Selain itu waktu yang diperlukan pada proses penggorengan juga
berpengaruh terhadap kadar air. Semakin lama waktu penggorengan akan
menghasilkan abon dengan kadar air rendah, akan tetapi dari tekstur abon yang
dihasilkan menjadi sangat keras. Pada penelitian ini waktu yang diperlukan
untuk proses penggorengan ditentukan berdasarkan kondisi tekstur abon yang
layak untuk dikonsumsi. Akan tetapi masih menghasilkan abon dengan kadar
air abon yang berada diatas standar mutu (Susanty dkk., 2019).
Proses penggunaan minyak yang banyak pada metode deep frying
menyebabkan minyak diserap oleh bahan abon. Hal ini mengakibatkan kadar
lemaknya jauh lebih tinggi dibandingakan metode pan frying yang hanya
menggunakan sedikit minyak saja (Susanty dkk., 2019).
Metode penggorengan dengan deep frying menghasilkan kerenyahan yang
tinggi 19,6 mm/50gr. Hal ini menunjukkan bahwa metode deep frying
memberikan tingkat kerenyahan yang baik pada permukaan produk akibat
tekanan uap dan panas yang tinggi sehingga mampu meningkatkan titik didih
minyak dari 170-220oC, namun waktu yang terlalu lama dapat mengakibatkan
evaporasi air pada produk yang berlebihan. Aneka camilan yang digoreng
dalam minyak dalam jumlah banyak mengakibatkan produk dapaat tercelup
sempurna sehingga paparan panas yang dihasilkan merata pada seluruh
permukaan selama proses penggorengan berlangsung (Pudjihastuti dkk., 2019).
5
Nilai kadar protein pada abon udang yang diproses dengan metode pan
frying (20,36 - 24,29%) lebih besar dibandingkan metode deep frying (12,51 -
17,98%). Pada metode deep frying dilakukan penambahan minyak goreng
sebagai media penghantar panas. Minyak goreng terabsorpsi pada bagian
dalam bahan udang maupun jamur tiram (mengisi pori-pori) menyebabkan
terjadinya perubahan tekstur, warna dan cita rasa dari abon udang. Adanya
transfer panas melalui konduksi pada bagian dalam udang maupun jamur tiram
mengakibatkan protein mengalami kerusakan (koagulasi). Kenaikan suhu pada
metode deep frying lebih tinggi dibandingkan dengan metode pan frying. Hal
ini menyebabkan kadar protein abon udang dengan metode pan frying lebih
tinggi (Susanty dkk., 2019).
6
BAB III
METODE PRAKTIKUM
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Sampel dengan Metode Pan Frying dan Deep
Frying
Keterangan
No. Sampel Parameter Ulangan Pan Deep
Frying Frying
1. 1 Tidak ada Ada
Crust 2 Tidak ada Ada
3 Ada Ada
Warna 1 + +++
Tahu (Kecoklatan, 2 + +++
keseragaman) 3 + ++
1 + +++
Keseragaman
2 + +++
(Kematangan)
3 + ++
1 ++ +
Tekstur
2 ++ +
(Melunak)
3 ++ +
1 + +++
Aroma 2 + +++
3 + +++
Pengembangan
1 + ++
Volume
(Membesar) 2 + +
3 + +
8
2. Crust 1 Ada Ada
2 Ada Ada
3 Ada Ada
Warna 1 + +++
(Kecokelatan, 2 + +++
Kerupuk
keseragaman) 3 ++ +++
Keseragaman 1 ++ +++
(Kematangan) 2 ++ +++
3 ++ +++
Tekstur 1 + +
(Melunak) 2 + +
3 + +
Aroma 1 +++ +++
2 +++ +++
3 +++ +++
Pengembangan 1 ++ +++
Volume 2 ++ +++
(Membesar) 3 ++ +++
3. 1 Tidak Ada Tidak Ada
Crust 2 Tidak Ada Tidak Ada
3 Tidak Ada Tidak Ada
Warna 1 + +++
(Kecoklatan, 2 ++ +++
Kentang
keseragaman) 3 ++ +++
1 + +++
Keseragaman
2 ++ +++
(Kematangan)
3 ++ +++
1 + +++
Tekstur
2 ++ ++
(Melunak)
3 ++ +++
Aroma 1 + +++
9
2 ++ +++
3 ++ +++
Pengembangan 1 + +
Volume 2 + ++
(Membesar) 3 + +
4. 1 Ada Ada
Crust 2 Ada Ada
3 Ada Ada
Warna 1 +++ +++
(Kecoklatan, 2 ++ +++
Roti
keseragaman) 3 ++ +++
1 ++ +++
Keseragaman
2 ++ +++
(Kematangan)
3 ++ +++
Tekstur 1 + +
(Melunak) 2 + +
3 + +
1 +++ +++
Aroma 2 +++ +++
3 +++ +++
Pengembangan 1 +++ ++
Volume 2 + ++
(Membesar) 3 ++ ++
5. 1 Ada Ada
Crust 2 Ada Ada
3 Ada Ada
Warna 1 +++ +++
(Kecoklatan, 2 +++ +++
10
3 +++ +++
1 + +
Tekstur
2 + +
(Melunak)
3 + +
1 + ++
Aroma 2 + ++
3 + ++
Pengembangan 1 + +
Volume 2 + +
(Membesar) 3 + +
4.2 Pembahasan
Bahan hasil pertanian semakin lama akan mengalami beberapa perubahan.
Salah satunya, yaitu perubahan fisik. Perubahan fisik pada pertanian dapat
diamati melalui perubahan kekerasan, wsrna, aroma, bentuk, dan kekerasannya
pada komoditi tertentu. Pada hasil uji fisik akan sangat relatif hasilnya,
dikarenakan setiap orang memiliki kepekaan indera yang berbeda – beda. Uji
secara fisik juga merupakan uji yang lebih sederhana bila dibandingkan dengan
uji secara kimia.
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap 5 sampel, yaitu tahu,
kerupuk, kentang, roti, dan tempe. Kelima bahan ini dilakukan pengolahan
dengan metode penggorengan, yaitu deep frying dan pan frying. Metode deep
frying adalah metode menggoreng dengan bahan terendam minyak seluruhnya,
sehingga kematangan menjadi lebih merata dan warna pun lebih seragam. Hal
ini sesuai pernyataan Nopiyani (2014) yang menyatakan bahwa metode
penggorengan deep frying adalah metode penggorengan dengan menggunakan
minyak goreng yang banyak sehingga bahan pangan yang digoreng akan
terendam seluruhnya di dalam minyak tersebut. Karena seluruh permukaan
terendam minyak goreng maka panas yang diterima oleh bahan juga akan
merata. Panas yang diterima oleh bahan pangan terjadi serentak sehingga akan
menghasilkan matang yang merata dan warna yang seragam.
11
Pada metode penggorengan pan frying, bahan hanya sebagian yang
terendam minyak sehingga matang menjadi tidak merata dan warna tidak
seragam, tetapi kadar protein bisa lebih besar dibandingkan dengan metode
deep frying, karena banyaknya minyak sebagai media penghantar panas
mempengaruhi kenaikan suhu, penyerapan minyak pada bahan yang digoreng
sehingga terjadi perubahan tekstur, warna, dan aromanya. Hal ini sesuai
pernyataan Susanty dkk. (2019) yang melakukan pengamatan terhadap abon
udang, menyatakan bahwa nilai kadar protein pada abon udang yang diproses
dengan metode pan frying (20,36 - 24,29%) lebih besar dibandingkan metode
deep frying (12,51 - 17,98%). Pada metode deep frying dilakukan penambahan
minyak goreng sebagai media penghantar panas. Minyak goreng terabsorpsi
pada bagian dalam bahan udang maupun jamur tiram (mengisi pori-pori)
menyebabkan terjadinya perubahan tekstur, warna dan cita rasa dari abon
udang. Adanya transfer panas melalui konduksi pada bagian dalam udang
maupun jamur tiram mengakibatkan protein mengalami kerusakan (koagulasi).
Kenaikan suhu pada metode deep frying lebih tinggi dibandingkan dengan
metode pan frying. Hal ini menyebabkan kadar protein abon udang dengan
metode pan frying lebih tinggi.
Warna kecoklatan seragam terjadi pada metode penggorengan deep frying
karena bahannya lebih terendam semua secara merata dengan minyak,
sedangkan pan frying tidak. Pada metode pan frying warna hanya sebagian
yang coklat dan tidak merata, karena hanya sebagian yang terendam oleh
minyak sebagai media penghantar panasnya. Hal ini sesuai pernyataan
Suprapto (2018) yang melakukan pengamatan terhadap chicken nugget,
menyatakan bahwa rasa produk relatif seragam dari semua perlakuan. Warna
chicken nugget yang digoreng dengan pan frying lebih gelap (gosong) dan
tidak merata, sedangkan pada perlakuan deep fat frying menghasilkan warna
keemasan yang seragam. Kerenyahan terbaik tampak pada perlakuan deep fat
frying with pressure akibat suhu penggorengan yang lebih tinggi dan paparan
panas yang lebih merata di seluruh permukaan produk.
12
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah diamati dapat diambil kesimpulan bahwa
metode penggorengan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap sifat bahan hasil pertanian baik dari teksturnya, warna, aroma,
volume, tingkat kematangan, maupun pembentukan kerak pada bahan hasil
pertanian. Metode penggorengan tahu pan frying tidak terdapat crust (kerak
pada pemukaan), sedangkan metode penggorengan tahu deep frying terdapat
crustnya. Tetapi pada bahan lain, seperti roti, tempe, kentang, kerupuk baik
metode pan frying maupun deep frying terdapat crustnya masing-masing. Pada
metode pan frying warna kecoklatan hanya sebagian/tidak merata, begitupun
aroma dan teksturnya tidak merata. Sedangkan pada metode deep frying warna
kecoklatan merata dan seragam, begitupun aroma dan teksturnya merata.
5.2 Saran
Praktikum kali ini berjalan dengan baik dan lancar. Hanya saja mungkin
karena kondisi yang masih pandemi, praktikum dilakukan di rumah masing-
masing. Semoga kedepannya bisa dilakukan secara offline di tempat yang sama
bersama praktikan - praktikan lain dan semoga pandemi segera berhenti.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN