Anda di halaman 1dari 71

TEKNOLOGI PRODUK TRADISIONAL

HASIL PERIKANAN

OLEH :

CHRISTINE N. HUTAPEA 1504115447 Pengasapan


JOKO SURYO 1504115223 Penggaraman
MAYA FITRI ZULY 1504115214 Fermentasi
ROSNAWATI APRILIA P. 1504110104 Pengeringan
STEVEN RIDHO 1504120180 Perebusan
TOHIR ABDUL MAJID 1404110299 Pengukusan

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

paper “Teknologi Produk Tradisional Hasil Perikanan” tepat pada waktunya.

Paper ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Teknologi Produk

Tradisional Hasil Perikanan.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen

pengampu mata kuliah Teknologi Produk Tradisional Hasil Perikanan dan kepada

teman-teman yang telah bekerja sama dalam pembuatan paper ini.

Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari unsur sempurna.

Untuk itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan dalam penulisan di masa yang akan datang.

Semoga paper ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 2 Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR………………………………………… i

DAFTAR ISI………………………………………………..…. ii

DAFTAR GAMBAR………………………………………..… iii

DAFTAR TABEL…………………………………………….. iv

I. PENGASAPAN IKAN……………………………………… 1

1.1Pengertian Pengasapan…………………………...... 1
1.2 Jenis – jenis Pengasapan………………………….. 2
1.3 Fungsi Asap……………………………………….. 5
1.4 Kandungan Asap………………………………….. 5
1.5 Faktor yang Mempengaruhi Pengasapan…………. 7
1.6 Proses Pengasapan Ikan…………………………… 8
Pertanyaan…………….……………………….. 9

II. PENGGARAMAN……………………………………….. 12
2.1 Pengertian Penggaraman………………………….. 12
2.2 Metode Penggaraman…………………………….. 13
2.3 Pelaksanaan Penggaraman ……………………….. 15
2.4 Kekurangaan Pengawetan Penggaraman ………… 19
Pertanyaan …………….……………………… 20

III. PENGERINGAN………………………………………. 22

3.1 Pengertian Pengeringan……….…………………. 22


3.2 Jenis pengeringan……………………………….... 25
Pertanyaan……………………………………. 31
IV. FERMENTASI………………………………………… 33

4.1. Prinsip Fermentasi……………………………… 33


4.2. Fermentasi Ikan…………………………………. 34
4.3. Mikroorganisme yang berperan
dalam fermentasi………………………………. 35
4.4. Faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi... 36
4.5. Berbagai Hasil Olahan Fermentasi…………….. 36
4.6. Jenis Mikroba Fermentasi……………………… 41
Pertanyaan…………………………………… 46
V. PEREBUSAN DAN PENGUKUSAN…………………… 48
5.1 Definisi Perebusan……………………………….. 48
5.2 Tujuan Perebusan………………………………… 48
5.3 Metode Perebusan………………………………… 48
5.4 Pengaruh terhadap sifat bahan…………………… 48
5.5 Kandungan Perebusan……………………………. 49
5.6 Definisi Pengukusan…………………………… … 49
5.7 Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi………. 50
Pertanyaan……………………………………. 52

VI.Kesimpulan dan Saran…………………………………. 53


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pengasapan ikan………………………………………… 1
2 .Pengasapan Panas……………………………………….. 2
3. Ekstrak asap cair………………………………………… 4
4. Skema Proses Pengasapan………………………………. 9
5. Perebusan daging……………………………………….. 48
6. Perbusan bakso………………………………………….. 48
7. Perebusan telur………………………………………….. 49
8. Pengukusan kue basah………………………………….. 49
9. Pengukusan ………………………..…………………… 49
10. Contoh pengukusan……..…………………………….. 51
11. Perebusan sayur………………..……………………… 51
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perbedaan Pengasapan Panas dan Pengasapan Dingin……… 2


2.Komposisi Kimia Asap Kayu………………………………… 7
3. Komposisi kimia Peda Merah dan Peda Putih………………. 38
4. Komposisi kimia kecap ikan………………………………… 39
BAB I. PENGASAPAN IKAN

1.1 Pengertian Pengasapan

Menurut Reiny, dkk (2011) mengatakan bahwa pengasapan merupakan

pengawetan ikan yang sudah lama dilakukan manusia. Teknologi pengasapan

termasuk cara pengawetan ikan yang telah diterapkan secara turun - temurun.

Istilah pengasapan (smoking) diartikan untuk penyerapan bermacam-macam

senyawa kimia yang berasal dari asap kayu ke dalam daging ikan, disertai dengan

setengah pengeringan dan biasanya didahului dengan proses penggaraman.

Pengasapan juga sering dikombinasikan dengan pengeringan sinar

matahari atau perlakuan pendahuluan dengan penggaraman. Jadi, istilah smoke

curing meliputi seluruh proses yang dimulai dari tahap persiapan bahan mentah

sampai ke pengasapan terakhir yang mengakibatkan perubahan warna, flavor, dan

tekstur ikan. (Reiny,dkk.2011).

Gambar 1. Pengasapan ikan

Menurut Dwi Yanuar,dkk (2015) mengatakan bahwa pengasapan ikan

merupakan salah satu metode pengolahan ikan yang mengkombinasikan proses

penggaraman, pemanasan dan pelekatan komponen kimiawi asap. Pengasapan

ikan ditujukan untuk pengawetan, akan tetapi peran tersebut kini telah bergeser ke
arah pembentukan flavour, warna dan aroma khas ikan asap . Faktor penting

dalam penentuan kualitas pengasapan ikan adalah suhu dan lama pengasapan.

1.2 Jenis – jenis Pengasapan

Pengasapan ada 2 jenis yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin.

Kemudian berkembang pula cara pengasapan yang tergolong baru berupa

pengasapan elektrik dan pengasapan cair. Terdapat perbedaan antara pengasapan

panas dengan pengasapan dingin (Suparmi,dkk.2016).

Tabel 1. Perbedaan Pengasapan Panas dan Pengasapan Dingin

(Suparmi,dkk.2016)

Jenis pengasapan Suhu Waktu Daya awet

Pengasapan dingin 40-50°C 1-2 minggu 3 - 4 minggu sampai beberapa bulan

Pengasapan panas 70-100°C Beberapa jam 5 - 6 hari hingga 2 minggu

Menurut Suparmi,dkk (2016) terdapat 4 jenis pengasapan yaitu:

1.Pengasapan Dingin

Pengasapan dingin (cold smoking) merupakan cara pengasapan pada suhu

rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 330C (sekitar 15-330C). Pengasapan ini

dilakukan agak jauh dari dari sumber asap sehingga membutuhkan waktu yang

cukup lama. Waktu pengasapannya dapat mencapai 4 – 6 minggu. Penggunaan

suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau protein

didalamnya tidak terkoagulasi. Sehingga ikan asap yang dihasilkan masih

setengah masak dan sebelum ikan asap dimakan masih perlu diolah kembali.

2.Pengasapan Panas

Pengasapan panas (hot smoking) dengan menggunakan suhu pengasapan

yang cukup tinggi yaitu 80 - 900C. Karena suhu pengasapan yang tinggi , maka
waktu pengasapan lebih cepat, yaitu 3 – 8 jam bahkan ada yang hanya 2 jam.

Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan tidak perlu diolah

terlebih dahulu sebelum disantap. Jarak sumber asap berada dekat dengan ikan

yang akan diasapi (Suparmi,dkk.2016).

Gambar 2. Pengasapan Panas

Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif

sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga

dikarenakan adanya asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka disebut

pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC, maka disebut

pangasapan panas pada suhu tinggi (Suparmi,dkk.2016).

3.Pengasapan Elektrik

Ikan asap elektrik dibuat dengan asap dari pembakaran serbuk gergaji

yang dilewatkan medan listrik dengan tegangan tinggi. Ikanpun mengalami tahap

pengeringan untuk mempersiapkan permukaan ikan menerima partikel asap,

kemudian tahap pengasapan, dan tahap pematangan. pada ruang pengasap

dipasang kayu melintang di bagian atas dan dililiti kabel listrik. Ikan digantung

dengan kawat pada kayu berkabel listrik tersebut (Suparmi,dkk.2016).

4.Pengasapan Cair
Menurut Dwi Yanuar,dkk (2015) mengatakan bahwa asap merupakan

suatu suspensi partikel padat dan cair dalam medium gas. Sedangkan asap cair

merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat

dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu.

Asap cair (liquid) pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu

yang diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. Vinegar kayu dipisahkan dari

tar dan hasilnya diencerkan dengan air lalu ditambahkan garam

dapur secukupnya, kemudian ikan direndam dalam larutan asap tersebut selama

beberapa jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada pengasapan liquid,

adalah konsentrasi, suhu larutan asap, serta waktu perendaman, setelah itu

ikan dikeringkan di tempat teduh(Suparmi,dkk.2016).

Gambar 3. Ekstrak asap cair

Kandungan senyawa-senyawa kimia dalam asap cair seperti fenol,

karbonil, dan asam memiliki kemampuan untuk mengawetkan dan memberikan

warna serta rasa untuk produk makanan antara lain ikan. Pada proses pengasapan

ikan dengan asap cair, unsur yang berperan dalam peningkatan daya awet ikan

adalah asam, derivat fenol, dan karbonil. Unsur - unsur kimia tersebut antara lain

dapat berperan sebagai pemberi flavor (aroma), pembentuk warna, antibakteri,

dan antioksidan (Diah Lestari,2010).


Kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan yaitu :

 Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan

konsentrasi yang lebih tinggi

 Lebih intensif dalam pemberian aroma

 Kontrol hilangnya aroma lebih mudah

 Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan

 Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial

 Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap

 Polusi lingkungan dapat diperkecil

 Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan,

pencelupan, atau dicampurkan langsung ke dalam makanan

(Suparmi,dkk.2016).

1.3 Fungsi Asap

Fungsi asap pada ikan ada tiga (Reiny,dkk.2011), yaitu :

1.Mengolah ikan agar siap untuk dikonsumsi langsung.

2.Memberi cita rasa yang khas agar lebih disukai konsumen.

3.Memberikan daya awet melalui pemanasan, pengeringan dan reaksi kimiawi

asap dengan jaringan daging ikan pada saat proses pengasapan berlangsung.

1.4 Kandungan Asap

Bahan bakar yang umumnya digunakan adalah kayu, dapat pula serbuk

gergaji, sabuk kelapa, ampas tebu. Komponen bahan organik yang dibakar

mengandung sellulosa, hemisellulosa, dll. Jika pembakaran tidak sempurna maka

asap yang mengandung bahan organik akan bereaksi dengan ikan dan

menghasilkan aroma asap. Saat dibakar, semua kompoen berubah, air berubah
menjadi uap dan butiran – butiran air. Jika jumlah oksigen cukup banyak, maka

hasil pembakaran tersebut akan berupa uap air, gas, asam arang, dan abu hasil

pembakaran tidak terbentuk asap. Apabila jumlah oksigen tidak mencukupi, akan

terbentuk asap yang terdiri CO2, alkohol, aldehid, asam organik, dan lainnya.

Maka asap merupakan campuran dari cairan, gas, dan padatan yang terdiri dari :

1. CO2 dalam bentuk gas.

2. Air dalam bentuk gas dan butiran – butiran.

3. Zat-zat lain yang mudah menguap seperti alkohol dan aldehid dalam

bentuk cairan dan gas.

4. Zat-zat padat yang tidak terbakar yang ikut terbawa arus asap

(Suparmi,2016).

Asap memiliki sifat sebagai pengawet. Fenol yang dikandung memiliki

sifat bakteriostatik yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri tidak berkembang

biak, jamur tidak tumbuh, dan antioksidan sehingga cukup berperan mencengah

oksidasi lemak pada ikan. Fenol dan formaldehid membentuk lapisan damar

sehingga produk menjadi mengkilap. Namun fenol senyawa utama pembentuk

aroma bahan yang khas (Suparmi,dkk.2016)..

Hal serupa juga dikatakan oleh Dwi Yanuar,dkk (2015) bahwa fenol

merupakan salah satu indikator kualitas ikan asap, komponen fenol berperan

sebagai flavour, bakteriostatik dan antioksidan.

Komponen – komponen asap yang merupakan bahan pengawet, yaitu:

1. Alkohol (metal alkohol dan etil alkohol)

2. Aldehid (Formaldehid dan asetaldehid)

3. Asam – asam organik (asam cuka)


Kayu yang mengandung damar tidak baik untuk pengasapan ikan karena

menimbulkan bau dan rasa yang kurang enak. Kayu yang rusak, lapuk atau

berjamur juga tidak baik karena membawa bau organisme yang tumbuh pada

bahan tersebut. Kayu yang baik adalah yang keras, lambat terbakar, mengandung

senyawa yang mudah terbakar dan mudah didapat (Suparmi,dkk.2016).

Tabel 2.Komposisi Kimia Asap Kayu (Suparmi,dkk.2016)

Komposisi Kimia Kandungan mg/m3 asap

Formaldehid 30 - 50

Aldehid 180 - 230

Keton 190 – 200

Asam Formiat 115 – 160

Asam Asetat 600

Tar 1295

Fenol 25 - 40

1.5 Faktor yang Mempengaruhi Pengasapan

Faktor yang mempengaruhi proses pengasapan diantaranya adalah suhu

pengasapan. Agar penempelan dan pelarutan asap berjalan efektif, suhu awal

pengasapan sebaiknya rendah. Jika pengasapan langsung dilakukan pada suhu

tinggi, maka lapisan air pada permukanan tubuh ikan akan cepat menguap dan

daging ikan cepat matang sehingga akan menghambat proses penempelan asap.

Setelah warna dan aroma terbentuk dengan baik, suhu pengasapan dapat

dinaikkan untuk membantu proses pengeringan dan pematangan ikan. Faktor lain
yang mempengaruhi pengasapan adalah kelembaban udara, jenis kayu, jumlah

asap, ketebalan asap (Suparmi,2016).

1.6 Proses Pengasapan Ikan

Proses pengasapan ikan dimulai dari sortasi (pemilihan ikan), pencucian,

proses penimbangan, penyiangan, perendaman dengan garam, penirisan, dan

pengasapan ikan.

Tahap – tahap pengasapan yaitu (Suparmi,dkk.2016):

1.Sortasi dan Pencucian

Baha baku harus betul –betul segar agar diperoleh produk akhir yang

bermutu tinggi. Sortasi dan pencucian dilakukan agar ikan bersih dari kotoran dan

membedakan ukuran dari ikan asap.

2. Penimbangan, penyiangan

Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat ikan patin sebelum

disiangi, dan diasapi. Penyiangan dilakukan dengan menbuang isi perut dan

ingsang sebagai pusat bakteri.

3.Perendaman Ikan dalam garam 2,5%

Pemberian garam dimaksudkan untuk mempermudah melekatnya asap,

dan untuk mempertahankan ikan agar tidak cepat rusak. Kemudian ikan ditiriskan

dimasukkan dalam laruta garam 2,5% dan dibiarkan selama 20 – 30 menit.

4.Penyusunan Ikan pada Rak Pengasapan

Ikan diletakkan pada hamparan rak – rak secara berselingan, agar rak –rak

dapat ditempati secara optimal dengan jumlah ikan yang akan diasap. Setiap

beberapa saat harus dilakukan penggantian rak dan ikan selalu dibolak – balik

agar terjadi pemerataan pengasapan.


5.Proses Pengasapan

Pemilihan kayu akan mempengaruhi hasil akhir ikan asap. Lama proses

pengasapan akan tergantung pada jenis dan ukuran ikan. Pengasapan harus

dilakukan secara bertahap dengan menaikkan suhu secara perlahan agar seluruh

bagian dalam tubuh ikan masak.

Ikan segar

Penimbangan

Sortasi

Penyiangan

Perendaman (garam2,5%)

Penyusunan Ikan

Proses pengasapan

Ikan asap

Pengemasan dan Penyimpanan

Gambar 4. Skema Proses Pengasapan (Suparmi,dkk.2016)


Pertanyaan

1. Apa yang dimaksud dengan pengasapan ?

2. Sebutkan dan jelaskan jenis – jenis pengasapan !

3. Sebutkan zat – zat apa saja yang terdapat dalam asap !

4. Apa kelebihan menggunakan pengasapan cair ?

5. Sebutkan fungsi dari pengasapan !

6. Apa perbedaan pengasapan dingin dengan pengasapan panas?

7. Sebutkan pengertian pengasapan dingin !

8. Apa sifat dari fenol dalam pengasapan ?

9. Sebutkan faktor yang mempengaruhi pengasapan !

10. Apa yang dimaksud dengan smoke curing ?

Daftar Pustaka

Diah Lestari.2010.Asap cair dan aplikasinya pada produk perikanan. Jurnal Balai
Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Vol5

Dwi Yanuar,dkk.2015. Efek Perbedaan Suhu Dan Lama Pengasapan Terhadap


Kualitas Ikan Bandeng (Chanos Chanos Forsk) Cabut Duri Asap. Jurnal
Aplikasi Tenologi Pangan 4 (3)

Reiny,dkk. 2011. Mekanisme Pengasapan Ikan. Bandung: Unpad Press.

Suparmi,dkk. 2016. Dasar-dasar Teknologi Hasil Perikanan. Pekanbaru :


Pusbangdik.

Glosari

1.Asap : adalah suspensi partikel kecil di udara (aerosol) yang berasal

dari pembakaran tak sempurna dari suatu bahan bakar.

2.Aldehid : setiap dari kelas senyawa organik, di mana atom karbon

berbagi ikatan ganda dengan atom oksigen, ikatan


tunggal dengan atom hidrogen, dan ikatan tunggal

dengan atom lain atau kelompok atom.

3.Antioksidan : molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

proses oksidasi molekul lain.

4.Bakteriostatik : suatu kondisi yang disebabkan senyawa antibakteri

sehingga pertumbuhan dan perkembangan bakteri bersifat

tetap.

5.Fenol : zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas.Rumus

kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki

gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil.

6.Formaldehid : dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung

karbon dan terkandung dalam asap.

7.Keton : gugus fungsi yang dikarakterisasikan oleh sebuah gugus

fungsi karbonil (O=C) yang terhubung dengan dua atom

karbon ataupun senyawa kimia yang mengandung gugus

karbonil.

8.Sellulosa : molekul yang terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen,

dan ditemukan dalam struktur selular hampir semua

materi tanaman.

.
BAB II. PENGGARAMAN

2.1 Pengertian Penggaraman

Istilah penggaraman yang lebih akrab dikenal dengan sebutan pengasinan,

merupakan cara pengawetan ikan yang produknya paling gampang ditemui

diseluruh pelosok Indonesia. Ada beberapa alasan yang menyebabkan teknologi

penggaraman ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan untuk

mengawetkan ikan, yaitu :

1. Teknik penggaraman merupakan teknologi yang sangat sederhana dan dapat

dilakukan oleh semua orang.

2. Teknologi yang menggunakan garam ini merupakan cara pengawetan paling

murah.

3. Hasil olahan yang dikombinasikan dengan cara pengeringan mempunyai daya

tahan lama, sehingga dapat disimpan atau didistribusikan ke daerah yang jauh

tanpa memerlukan perlakukan khusus.

4. Produk ikan asin harganya murah, sehingga dapat terjangkau oleh semua lapisan

masyarakat.

Secara umum pengertian penggaraman adalah suatu rangkaian kegiatan

yang bertujuan untuk mengawetkan produk hasil perikanan dengan menggunakan

garam. Garam yang digunakan adalah jenis garam napur (NaCl), baik berupa

kristal maupun larutan.


2.2 Metode Penggaraman

Mekanisme pengawetan ikan melalui proses penggaraman adalah sebagai

berikut:

1. Garam menyerap air dari dalam tubuh ikan melalui proses osmosa. Akibatnya

kandungan air dalam tubuh ikan yang menjadi media hidup bakteri menjadi

berkurang. Kekurangan air dilingkungan tempat bakteri hidup mengakibatkan

proses metabolisme dalam tubuh bakteri menjadi terganggu. Dengan demikian

proses kemunduran mutu ikan oleh bakteri dapat dihambat atau dihentikan.

2. Selain menyerap kandungan air dari tubuh ikan, garam juga menyerap air dari

dalam tubuh bakteri sehingga bekteri akan mengalami plasmolisis (pemisahan inti

plasma) sehingga bakteri akan mati.

Teknologi penggaraman biasanya tidak digunakan sebagai metode

pengawetan tunggal, biasanya masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain

seperti pengeringan ataupun dengan perebusan. Sehingga kita bisa menjumpai tiga

macam produk ikan asin, yaitu : ikan asin basah, ikan asin kering dan ikan asin

rebus (ikan pindang). Pada dasarnya, metode penggaraman ikan dapat

dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu penggaraman kering (Dry Salting),

penggraman basah (Wet Salting) dan Kench Salting.

2.2.1 Penggaraman Kering (Dry Salting)

Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan

dengan ikan. Pada umumnya, ikan yang berukuran besar dibuang isi perut dan

badannya dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkan didalam

wadah yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demi selapis dengan

setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan paling bawah wadah
merupakan lapisan garam. Garam yang digunakan pada proses penggaraman

umumnya berjumlah 10 % - 35 % dari berat ikan yang digarami.

Pada waktu ikan bersentuhan dengan kulit / daging ikan (yang basah/berair),

garam itu mula-mula akan membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akan

meresap kedalam daging ikan melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidak

langsung menyerap air, tetapi terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lama

larutan akan semakin banyak dan ini berarti kandungan air dalam tubuh ikan

semakin berkurang.

2.2.2 Penggaraman Basah ( wet salting )

Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30 - 35 % (dalam 1 liter

air terdapat 30 – 35 gram garam). Ikan yang akan digarami dimasukkan kedalam

larutan garam tersebut, kemudian bagian atas wadah ditutup dan diberi pemberat

agar semua ikan terendam. Lama waktu perendaman tergantung pada ukuran

ketebalan tubuh ikan dan derajat keasinan yang diinginkan.

Dalam proses osmosa, kepekatan larutan garam akan semakin berkurang

karena adanya kandungan air yang keluar dari tubuh ikan, sementara itu molekul

garam masuk kedalam tubuh ikan. Proses osmosa akan berhenti apabila kepekatan

larutan diluar dan didalam tubuh ikan sudah seimbang.

2.2.3 Kench Salting

Pada dasarnya, teknik penggaraman ini sama dengan pengaraman kering

(dry salting) tetapi tidak mengunakan bak /wadah penyimpanan. Ikan dicampur

dengan garam dan dibiarkan diatas lantai atau geladak kapal, larutan air yang

terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang. Kelemahan dari cara ini adalah
memerlukan jumlah lebih banyak dan proses penggaraman berlangsung sangat

lambat.

2.3 Pelaksanaan Penggaraman

2.3.1 Persiapan

1. Penyediaan bahan baku.

- Ikan yang akan diproses sebaiknya dipisahkan berdasarkan jenis, tingkat

kesegaran dan ukuran ikannya. Hal ini dilakukan untuk penyeragaman penetrasi

garam pada saat penggaraman berlangsung.

- Sediakan garam sebanyak 10 – 35 % dari berat total ikan yang akan diproses,

tergantung tingkat keasinan yang diinginkan. Sebaiknya, gunakan garam murni

(NaCl 99%) agar ikan asin berkualitas baik.

2. Penyediaan peralatan

- Siapkan wadah bak kedap air yang terbuat dari semen, kayu, fibre atau plastik.

Bila proses penggaraman menggunakan metode kench salting, wadah bak

penggaraman tidak diperlukan.

- Siapkan penutup bak sesuai ukuran bak dilengkapi dengan pemberat untuk

membantu agar semua ikan terendam dalam larutan garam.

- Pisau atau golok yang tajam untuk membersihkan dan menyiangi ikan.

- Timbangan untuk menimbang ikan yang telah dibersihkan serta jumlah garam

yang dibutuhkan.

- Keranjang plastik atau bambu untuk mengangkut ikan sebelum dan setelah

proses penggaraman.
- Tempat penjemuran atau para-para yang tingginya kurang lebih 1 meter diatas

permukaan tanah. Sebaiknya para-para dibuat miring 15o ke arah datangnya angin

untuk mempercepat proses pengeringan.

3. Penanganan dan penyiangan

- Untuk mempermudah proses penanganan, tempatkan ikan diwadah terpisah

sesuai ukuran, jenis dan tingkat kesegaran.

- Pada ikan berukuran besar, perlu dilakukan penyiangan dengan membuang isi

perut, insang dan sisik. Kemudian tubuh ikan dibelah menjadi dua sepanjang garis

punggung kearah perut. Hal ini dilakukan untuk mempercepat proses

penggaraman.

- Pada ikan yang berukuran sedang, cukup dibersihkan insang, sisik dan isi perut.

Bagian badan tidak perlu dibelah.

- Pada ikan kecil seperti teri atau petek, cukup dicuci dengan air bersih saja, tidak

perlu disiangi.

- Proses pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengalir, agar ikan benar-

benar bersih.

- Tiriskan ikan yang telah dicuci bersih dalam wadah keranjang plastik atau

bambu yang telah disediakan. Pada proses penirisan ini, ikan disusun rapi dengan

perut menghadap ke bawah agar tidak ada air yang menggenang dirongga

perutnya.

- Setelah ikan agak kering, timbanglah ikan agar dapat mengetahui jumlah garam

yang diperlukan dalam proses penggaraman

2.3.2 Proses Penggaraman


1. Metode dry salting

- Sediakan kristal garam sesuai dengan jumlah ikan yang akan diproses. Untuk

ikan besar sediakan garam 20 – 30 % dari berat ikan, ikan ukuran sedang 15 – 20

% sedangkan ikan berukuran kecil cukup 5 %. Gunakan garam murni agar hasil

olahannya berkualitas baik.

- Taburkan garam ke dasar bak setebal 1 – 5 cm tergantung jumlah ikan yang

diolah. Lapisan ini berfungsi sebagai alas ikan pada saat proses penggaraman.

- Susunlah ikan dengan rapi diatas lapisan garam tadi. Usahakan bagian perut

ikan menghadap kebawah. Diatas lapisan ikan yang sudah tersusun, taburkan

kembali garam secukupnya. Lakukan itu sampai semua ikan tertampung didalam

wadah, setiap lapisan ikan selalu diselingi oleh lapisan garam. Pada lapisan atas

ditebarkan garam setebal 5 cm agar tidak dihinggapi lalat.

- Tutuplah bak atau wadah dengan papan yang telah diberi pemberat agar proses

penggaraman dapat berlangsung dengan baik. Ikan dengan tingkat keasinan

tertentu dapat diperoleh sebagai hasil akhir proses penggaraman.

- Selesainya proses penggaraman ditandai dengan adanya perubahan tekstur,

daging ikan menjadi kencang dan padat. Lamanya penggaraman tergantung jenis,

ukuran dan tingkat kesegaran ikan. Walau demikian, umumnya proses

penggaraman dapat berlangsung 1 – 3 hari untuk ikan ukuran besar, 12 – 24 jam

untuk ikan ukuran sedang dan 6 – 12 jam untuk ikan ukuran kecil.

- Langkah selanjutnya, ikan diangkat dari tempat penggaraman. Ikan dicuci dan

dibersihkan dari kotoran yang menempel, kemudian ditiriskan dan selanjutnya

ikan dijemur dengan disusun diatas para-para yang sudah disiapkan.

2. Metode wet salting


- Pisahkan ikan sesuai dengan ukuran, jenis dan tingkat kesegaran.

- Sebagai media penggaraman. Gunakan larutan garam dengan konsentrasi

tertetu, tergantung tingkat keasinan yang diinginkan.

- Bila proses perendaman akan menghabiskan waktu lebih dari 24 jam, gunakan

larutan garam yang lewat jenuh agar kemapuan menarik cairan dalam tubuh ikan

menjadi lebih besar dan cepat. Dengan menggunakan larutan lewat jenuh, maka

tidak diperlukan lagi penambahan garam pada saat penggaraman sedang

berlangsung.

- Untuk mengetahui larutan sudah jenuh atau belum, bisa dilakukan dengan

memasukka biji kemiri matang kedalam larutan yang sudah dibuat. Bila biji

kemiri tenggelam berarti larutan belum jenuh, bila biji kemiri mengapung

dipermukaan berarti larutan sudah jenuh.

- Susunlah ikan dengan rapi secara berlapis didalam wadah yang telah

disediakan. Tambahkan larutan garam yang sudah dibuat sampai semua ikan

terendam.

- Tutuplan bak dengan papan dan diberi pemberat supaya semua ikan tetap

terendam dalam larutan garam.

- Bila konsentrasi cairan didalam dan di luar tubuh ikan sudah sama, maka proses

penggaraman dianggap selesai.

- Ikan diangkat dari bak penggaraman, kemudian dicuci dan ditiriskan. Setelah

itu ikan dijemur diatas para-para sampai kering.

3. Metode kench salting

- Seperti metode sebelumnya, ikan dipisahkan sesuai jenis, ukuran dan tingkat

kesegaran.
- Karena tidak menggunakan wadah, ikan ditumpuk pada suatu bidang datar lau

ditaburi garam secukupnya sampai seluruh permukaan tubuh ikan tertutup oleh

garam. Tumpukan ikan tersebut ditutup dengan plastik agar tidak dihinggapi lalat.

- Proses penggaraman dianggap selesai bila telah terjadi perubahan tekstur pada

tubuh ikan. Tubuh ikan jadi lebih kencang dan padat.

2.4 Kekurangaan Pengawetan Penggaraman

1. Pada penggaraman dengan metode dry salting mempunyai kelemahan yaitu

terjadi oksidasi dengan oksigen pada ikan.

2. Pada penggaraman dengan metode wet salting yaitu pada saat proses ikan

dimasukkan larutan garam, jika terlalu sering diaduk akan menyebabkan ikan

rusak, namun jika tidak diaduk, kosentrasi garam tidak merata.

3. Pada penggaraman basah banyak sisik-sisik ikan yang terlepas dan menempel

pada ikan lainnya sehingga menjadikan ikan tersebut kurang menarik dan

dagingnya kurang padat.

4. Penggaraman ikan jika tidak menggunakan garam murni akan menghasilkan

produk yang jelek, karena unsur selain NaCl akan mempengaruhi mutu mutu ikan

asin yang dihasilkan . Hal ini dikarenakan :

a) Garam yang mengandung unsur Ca dan Mg memperlambat penetrasi pada tubuh

ikan, sehingga memungkinkan proses pembusukan tetap berjalan selama proses

penggaraman. Selain itu produk ikan asin yang dihasilkan bersifat higroskopis.

b) Garam yang mengandung 0,5 % - 1 % CaSO4 menyebabkan ikan asin yang

dihasilkan mempunyai daging yang putih (pucat) dan kaku.

c) Garam yang mengandung MgCl2 dan MgSO4 akan menghasilkan ikan asin yang

pahit.
d) Garam yang mengandung Cu dan Fe dapat mengakibatkan ikan asin berwarna

kuning atau cokelat kotor.

e) Garam yang mengandung CaCl2 akan menyebabkan ikan berwarna putih (pucat),

keras dan mudah pecah.

Garam yang baik dapat diperoleh dengan pengendalian waktu dalam proses

pengendapan garam. Tetepi cara ini sulit dilakukan untuk menghasilkan garam

berkualitas baik. Sehingga kristal garam hasil endapan biasanya diolah lagi di

pabrik pengolahan garam untuk menghilangkan unsur-unsur yang merugikan

seperti yang telah disebutkan diatas.

Pertanyaan

1. Tujuan dari proses penggaraman adalah?

2. Apa fungsi dan peran garam dari proses tersebut?

3. Apa yang dimaksud dengan penggaraman kering?

4. Apa yang di maksud dengan penggaraman basah?

5. Kenapa pada ikan besaar perlu dilakukan nya penyiangan pada saat

penggaraman?

6. Berapa persen garam yang di berikaan pada ikan yang berukuran sedang?

7. Metode apa saja yang di berikan paada saat proses penggaraman?

8. Apa kelemahan dari metode dry salting?

9. Berapa lama proses perendaman yang di butuhkan agar proses

penggaraman berjalan dengan baik?

10. Apa yang dimaksud dengan proses penggaraman?


Daftar pustaka

Reo, Albert R.2013.Mutu Ikan Kakap Merah yang Diolah dengan Perbedaan
Kosentrasi Larutan Garam dan Lama Pengeringan.Jurnal Perikanan dan
Kelautan Tropis.9(1):35-44.

Susanto, A.B., Khoirono., K.P Angin., N. Maharani., D. Ariana., A.


Saefusin.2004.Teknik Penggaraman dan Pengeringan.Departemen
Pendidikan Nasional.

Glosari

1.Penggaraman : Suatu rangkaian kegiatan yang bertujun untuk pengawetan

produk hasil perikanan dengan menggunakan garam

2. Penggaraman kering : Merupakan penggaraman dengan menggunakan garam

kering setelah ikan di siangin lalu di lumuri hingga berlapis-

lapis.

3. Garam : Garam adalah senyawa ionik yang terdiri dari ion negatif, sehingga

membentuk senyawa netral, ia terbentuk dari hasil senyawa

asam dan basah.

4. Pengawetan : Cara yang di gunakan untuk membuat makanan memiliki daya

simpan yang lama dan pempertahankan sifst-sifat fisik dan

kimia makanan.
BAB III. PENGERINGAN

3.1 Pengertian Pengeringan

Pengeringan ialah suatu cara/proses untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan, dengan cara menguapkan sebagian

besar air yang dikandungnya dengan menggunakan enersi panas. Tujuannya untuk

mengawetkan makanan dengan jalan menurunkan kadar air/aktivitas air (aw)

sampai kadar 15% – 20% karena bakteri tidak dapat tumbuh pada nilai aw

dibawah 0,91 dan jamur tidak dapat tumbuh pada aw dibawah 0,70 – 0,75.

Makanan yang dikeringkan mengandung nilai gizi yang rendah karena

vitamin-vitamin dan zat warna rusak, akan tetapi kandungan protein, karbohidrat,

lemak dan mineralnya tinggi.Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai

batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Pengeringan dapat

pula diartikan sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali , untuk

mengeluarkan sebagian besar air dalam bahan pangan melalui evaporasi (pada

pengeringan umum) dan sublimasi (pada pengeringan beku).

Di Indonesia, pengolahan ikan asin umumnya dalam bentuk olahan ikan

asin kering. Karena itu, setelah selesai proses penggaraman selalu diikuti dengan

proses pengeringan. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan memanfaatkan

sinar matahari atau dengan pengeringan buatan.

Proses pengeringan dapat meningkatkan daya awet ikan karena

dapatdisimpan cukup

lama dan dalam keadaan layak sebagamakanan manusia. Penggaraman yang

dilakukan sebelum pengeringan dimaksudkan untuk menarik air dari permukaan

badan ikan dan mengawetkan ikan sebelum tercapai


tingkat kekeringan yang dapat menghambat atau menghentikan kegiatan-

kegiatan mikroorganisme selama proses pengeringan berlangsung.

Kemudian dengan menjemurnya,sinar matahari akan melanjutkan peng

eringan sampai ikan cukup kering. Demikian juga yang

terjadi pada pengeringan buatan, kadar air dalam badan

ikan dapat dikurangi sampai batas tertentu dalam waktu yang lebih cepat.

Tubuh ikan mengandung 56–80% air. Jika kandungan air ini dikurangi,

bakteri mengalami kesulitan dalam lingkungannya, yaitu dalam hal melarutkan

makanan. Pada kadar air 40%, bakteri sudah tidak bisa aktif, tetapi sporanya

masih tetap hidup. Spora tersebut akan tumbuh

dan aktif lagi jika kadar air naik. Terbatasnya kadar air akan menyebabkan

enzim-enzim tidak aktif dan pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Oleh

karena itu, ikan hampir selalu digarami sebelum dilakukan pengeringan untuk

menghambat pembusukan selama proses pengeringan.

Batas kadar air yang diperlukan kira-kira 30% atau setidak-

tidaknya 40%, agar perkembangan jasad-jasad pembusuk dapat

terhenti/terhambat.

Meskipun sudah cukupkering, apabila tidak diikuti dengan langkahlan

gkah yang baik untuk mempertahankan kekeringan, misalnya dengan cara

pengepakan

dan penyimpanan yang baik, kadar air akannaik dengan cepat sampai 50%

atau lebih sehingga mikroorganisme dapat aktif kembali.

Penanganan aseptis merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan

mencegah masuknya kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan


makanan, atau mencegah terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama.

Penanganan produk dilakukan untuk mencegah kerusakan produk yang bisa

menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim alami dan

masuknya mikroorganisme. Adapun keuntungan dan kerugian dari pengawetan

dengan cara dikeringkan yaitu :

Keuntungan dari pengeringan bahan makanan

- Bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil

sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutran dan

pengepakan

- Berat bahan menjadi berkurang sehingga memudahkan transport

- Biaya produksi menjadi lebih murah

Kerugian dari pengeringan bahan makanan

- Sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah misalnya :

bentuknya, sifat-sifat, fisik dan kimianya, penurunan mutu dan lain-lain.

- Beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum dipakai

misalnya harus dibasahkan kembali (rehidratasi) sebelum digunakan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua, yaitu faktor yang

berhubungan dengan udara pengeringan seperti suhu, kecepatan aliran udara

pengeringan dan kelembapan udara, sedangkan factor yang berhubungan dengan

sifat bahan yang dikeringkan berupa ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan

parsial dalam bahan.

Suhu yang semakin tinggi dan kecepatan aliran udara pengeringan

semakin cepat akan menyebabkan proses pengeringan berlangsung lebih cepat.

Semakin tinggi suhu udara pengering semakin besar energy panas yang dibawa
udara, sehingga semakin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari

permukaan bahan yang dikeringkan. Kecepatan aliran udara pengering semakin

tinggi akan mengakibatkan cepat pula massa uap air yang dipindahkan dari bahan

ke atmosfer.

Kemampuan bahan untuk melepaskan air dari permukaan akan semakin

besar dengan meningkatnya suhu udara pengering yang digunakan. Peningkatan

suhu juga menyebabkan kecilnya jumlah panas yang dibutuhkan untuk

menguapkan air bahan.

3.2 Jenis pengeringan

1. Pengeringan dengan Sinar Matahari (Sun Driying)

Cara tersebut sangat sederhana sehingga setiap orang dapat

melaksanakannya bahkan tanpa alat sekalipun, dikenal dengan

penjemuran. Keuntungan pengeringan dengan sinar

matahari tidak diperlukan penanganan

khusus dan mahal serta dapat dikerjakan oleh siapa saja. Namun kelemahan

dari pengeringan dengan sinar matahari berjalan sangat lambat

sehingga terjadi pembusukan sebelum ikan kering. Hasil pengeringanpun tidak

merata dan pelaksanaannya tergantung oleh alam. Jarang diperoleh ikan asin

kering yang berkualitas tinggi, selain itu memerlukan tempat yang luas dan

mudah terkontaminasi. Di dalam

pengeringan alami yang hanyamemanfaatkan sinar matahari dan angin, ikan

dijemur di atas rak-rak yang dipasang agak

miring (+150) ke arah datangnya angin, dan

diletakkan di bawah sinar matahari tempat angin bebas bertiup.


Intensitas sinar matahari mempengaruhi kecepatan penguapan,

penguapan berjalan lambat jika tidak ada sinar matahari. Pada

musim hujan, pengeringan ikan biasanya menghabiskan waktu sangat lama,

apalagi jika tidak ada angin. Oleh karena itu pengeringan ikan di musim

hujan seringkali terganggu oleh rendahnya intensitas sinar matahari dan

jatuhnya air hujan. Pembusukan ikan yang

dijemur dapat terjadi pada musim hujan.

Gangguan hujan dapat diatasi dengan cara sebagai berikut :

1.Apabila ikan belum terlanjur dijemur, ikan

tetap direndam dalam larutan garam. Jadi penjemuran ditunda.

2.Jika pada saat sedang dijemur turun hujan,

ikan diangkat dan ditumpuk serta diberi

pemberat. Ikan tersebut dapat juga dimasukkan ke dalam larutan garam

sampai dapat dijemur kembali.

Sebaliknya, bila cuaca terlalu panas, pengeringan berlangsung lebih

cepat sehingga dapat terjadi case hardening yaitu permukaan

daging ikan mengeras. Pengerasan pada

bagian permukaan daging ikan tersebut dapat dicegah dengan cara sebagai

berikut :

1. Penjemuran dilakukan di tempat teduh di bawah atap (shade drying)

2. Penjemuran dilakukan secara periodik,

misal ikan dijemur dari pagi hari hingga siang hari, kemudian pada siang hari

ikan diangkat dan sore hari dijemur lagi.

2. Introduksi Alat Pengering Surya (Mechanical Driying)


Jika ada perbaikan proses pengeringan

tradisional, maka dibuatlah inovasi alat-alat

pengeringan, seperti alat pengering surya berbentuk pati maupun

tenda, alat pengeringsurya tidak langsung, dan alat pengering ikan sederhana.

Keuntungannya, alat dapat dibuat dari bahan-bahan yang relatif murah dan

mudah diperoleh, dapat memanfaatkan sinar surya yang kurang terik waktu hujan

rintik-rintik ikan tidak menjadi basah, dan secara

mutlak dapat mencegah pencemaran lalat,

karena selain terisolasi, suhu di dalam alat

pengering dapat mematikan lalat atau belatung.

Kelemahannya, suhu di dalam alat


0
pengering harus selalu dijaga agar tidak melebihi 400 C pada jam-

jam pertama proses pengeringan. Apabila suhu terlalu tinggi maka

bukan ikan kering yang diperoleh, tetapi ikan matang (seperti dipanggang).

Selain itu, alat tersebut masih tergantung pada sinar matahari.

3. Pengering Rumah Kaca

Pengering rumah kaca pada prinsipnya merupakan ruangan yang

tertutup oleh dinding atau atap transparan (bening) sehingga sinar

matahari dapat masuk ke dalamnya. Udara

panas di dalam ruang ditangkap sehingga

suhunya makin tinggi, lebih tinggi dari suhu udara diluar ruang

Suhu yang tinggi itulah yang dimanfaatkan untuk mempercepat proses

penguapan air dari ikan.


Di dalam ruang pengeringan, tidak ada gerakan udara sehingga

mengurangi kecepatan

pengeringan ikan.Namun demikian, secara keseluruhan alat tersebut dapat

mengeringkan lebih cepat dari pengeringan di tempat terbuka. Uap air

dibiarkan keluar melalui celahcelah yang ada pada sambungan sambungan

dinding. Pengeringan dengan rumah kaca

memberikan sumbangan yang besar dalam meningkatkan kehigienisan produk.

Ikan yangdikeringkan tidak terkontaminasi oleh lalat, kotoran dan debu, saat

musim hujan ikan tidak basah karena kehujanan.

4. Pengeringan Mekanis

Alat-alat tersebut di atas masih

tergantung dengan cuaca dan iklim. Oleh karena itu,

dibuatlah alat yang mekanis yang

tidak tergantung pada alam. Alat itu dapatdigunakan

untuk menanggulangi kelimpahan

ikan pada musim hujan. Untuk mencari alat pengeringan

yang sederhana, praktis, murah, dan dapat dilakukan terus menerus dengan

hasil yang cukup, dengan baik menggunakan cara pengeringan mekanis.

Cara pengeringannya, udara dipanaskan kemudian dialirkan ke dalam

ruang yang berisi ikan dalam rak-rak pengering melalui pertolongan kipas

angin. Setelah cukup kering, ikan dikeluarkan dan diganti dengan yang lain,

demikian dilakukan terus menerus. Di Indonesia


pernah dicoba alat pengering berbentuk terowongan (tunel dryer)

dan berbentuk lemari (cabinet dryer).

Keuntungannya, pengeringan dapat

dilakukan secara terus menerus, bebas sama sekali dari lalat,

waktu pengeringan relative pendek, kapasitas alat pengering besar, mutu

ikan asin yang dihasilkan lebih baik.

Kekurangannya biaya tinggi, memerlukan keahlian atau peralatan-peralatan

yang khusus. Hanya terbatas pada produk-produk yang mahal.

5. Pengering Beku

Pada pengeringan beku sangat kecil

kemungkinan terjadinya kerusakan bahan karena pada

suhu yang rendah, kecil sekali peluang terjadinya kebusukan. Melalui

penggunaan alat pengering beku, bentuk

bahan kering dapat diusahakan sama dengan bentuk bahan

basah.Pada pengeringan beku, perpindahan panas ke daerah pengeringan

terjadi secara konduksi, radiasi, atau keduanya. Laju perpindahan panasnya

harus selalu diawasi secara cermat. Pengeringan berlangsung pada tekanan

yang sangat rendah. Pada pengeringan

beku, bahan basah diletakkan pada wadah yang tersedia dalam lemari yang

kehampaannya sangat tinggi. Umumnya,

sebelum dimasukkan ke dalam lemari bahan

telah dibekukan terlebih dahulu. Udara

dipindahkan dengan menggunakan pompa udara dan diembunkan.


Suhu dan tekanan udara yang digunakan sangat rendah sehingga air

bahan tetap dapat membeku dan berada di bawah titik tripel air. Dalam

keadaan itu air bahan yang membeku dapat langsung diuapkan tanpa mencair

terlebih dahulu (menyublim). Untuk menjaga

agar tetap terjadi sublimasi laju pindah panas harus tetap rendah.

Apabila laju pindah panasnya tinggi, suhu bahan menjadi naik dan berada di atas

titik tripel air sehingga es pada bahan akan mencair. Suhu yang tinggi juga

dapat merusak permukaan bahan yang dikeringkan.

Ikan yang dikeringkan dengan metode pengeringan beku memiliki mutu

lebih baik daripada ikan yang dikeringkan dengan cara lain. Ikan lebih ringan

karena lebih banyak yang keluar dan lebih tahan lama. Proses

pengeringan ikan juga berjalan lebih cepat.

Namun penerapan teknologi tersebut dalam praktek industry masih belum dapat

dijalankan secara ekonomis.

6. Pengering Terowongan

Alat tersebut digunakan untuk pengeringan bahan dengan bentuk dan

ukuran seragam. Biasanya bahan yang dikeringkan

berbentuk butiran, sayatan/irisan, dan bentuk padatan lainnya. Bahan yang akan

dikeringkan ditebarkan dengan tebal lapisan tertentu di atas

baki atau anyaman kayu ataupun

lempengan logam. Baki tersebut ditumpuk di atas

sebuah rak/lori/truk. Jarak antara baki diatur sedemikian rupa sehingga

memungkinkan udara panas dengan bebas dapat melewati tiap baki, sehingga

pengeringan dapat seragam. Truk/lori/rak


bagian atasnya harus terbuka agar uap air dapat keluar. Truk yang sudah

dimuati dengan baki yang berisi bahan basah, dimasukkan satu persatu ke dalam

lorong (tunnel) dengan interval waktu yang sesuai untuk pengeringan bahan.

Ketika suatu rak/truk yang berisi bahan basah masuk ke dalam terowongan, maka

satu truk yang berisi bahan yang telah kering akan

keluar dari ujung yang lain. Terowongan tersebut merupakan ruangan yang

panjang dan dialiri dengan udara panas.

7. Pengeringan dengan Sinar Inframerah

Sinar inframerah sudah sejak tahun 1960-an digunakan dalam industry

perikanan untukpengeringan dan perebusan ikan. Sinar tersebut mempunyai

panjang gelombang 0,76-400 mm tergantung pada temperaturnya. Semakin

tinggi temperaturnya, semakin pendek gelombangnya.

Sinar inframerah memberikan panas

radiasi yang sanggup menembus kulit ikankarena dipantulkan oleh dinding-

dinding kapiler, bukan oleh permukaan kulit ikan.

Sumber-sumber yang dapat digunakan untuk

menghasilkan sinar inframerah sebagai berikut :

1. Lampu radian.

2. Permukaan pijar dari logam atau keramik yang dipanaskan dengan listrik,

pembakaran gas atau cara lain.

3. Spiral atau plat nikrom, dipanaskan dengan listrik hingga 8000 C.

4. Pembakar radian yang tidak menyala (radiant flameless burner).

Pengeringan dengan sinar inframerah

tidak tergantung pada kecepatan udara dan


temperatur sumber panas. Percobaan yang

dilakukan oleh lembaga di Rusia sebagai berikut :

1. Pengeringan ikan Herring berlangsung 2-3 kali lebih cepat dengan sinar

inframerah ketimbang dengan udara panas.

2. Pemakaian baja dan keramik sebagai pemancar panas radiasi lebih baik

ketimbang pemakaian lampu radian.

3. Panas radiasi harus diberikan dari kedua sisi ikan, tetapi dapat juga

dipanaskan dengan panas pantulan.

4. Ikan harus berada 8 cm di depan sumber panas atau lebih jauh.

Pertanyaan

1. Apa yang dimaksud dengan pengeringan ?

2. Apa saja keuntunga dan kerugian dari pengeringan ?

3. Sebutkan jenis – jenis pengeringan

4. Faktor apa saja yang mempengaruhi pengeringan ?

5. Bagaimana cara pengeringan mekanis ?

Glosari

1.Aktivitas air (AW) :banyaknya jumlah air bebas didalam suatu bahan makanan

yang dapat digunakan oleh mikroba untuk melakukan

pertumbuhan atau berkembang biak

2.Bakteri : kelompok organisme yang tidak memiliki membrane inti

sel
3.Enzim :biomolekulberupa protein yang berfungsi sebagai katalis

(senyawa yang mempetcepat proses reaksi tanpa habis

bereaksi) dalam suatu reaksi senyawa organik

4.Evaporasi :proses perubahan molekul didalam keadaan cair

(contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya

uap air)

5.Nilai gizi : nilai dari pada makanan ditinjau dari segi kandungan

proteinnya (lengkapnya dan banyaknya setiap macam),

energy (banyaknya karbohidrat dan lemak), serta konstituen

lain yang sangat kecil, tetapi penting (seperti mineral,

vitamin, dan mikronutrien lain)

6.Penanganan aseptis: merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan

mencegah masuknya kontaminan kimiawi dan

mikroorganisme kedalam bahan makanan, atau mencegah

terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama

7.Pengeringan beku :proses pengeringan yang umumnya digunakan untuk

mengeringkan bahan pangan maupun non-pangan yang

bersifat rapuh (missal bunga) atau menjadikan bahan

mudah ditransportasikan

8.Sinar inframerah : sinar electromagnet yang panjang gelombangnya lebih

dari pada cahaya nampak, yaitu diantara 700nm dan 1 mm

9.Sublimasi, :perubahan wujud dari padat ke gas tanpa mencair terlebih

dahulu
10.Spora : satu atau beberapa sel yang terbungkus oleh lapisan

pelindung
BAB IV. FERMENTASI

4.1. Prinsip Fermentasi

Fermentasi adalah proses penguraian daging ikan oleh enzim yang akan

memberikan hasil yang menguntungkan. Proses fermentasi serupa dengan

pembusukan, tetapi fermentasi ini menghasilkan zat-zat yang memberikan rasa

dan aroma yang spesifik. Terjadinya fermentasi memerlukan syarat-syarat sebagai

berikut: suasana lembab, adanya oksigen dalam jumlah terbatas/ semi aerob dan

adanya garam (Siregar, 2011).

Produk ikan fermentasi disiapkan melalui proses penggaraman ikan dan

kemudian diikuti dengan proses fermentasi yang terutama ditujukan untuk

mendapatkan bau, rasa, dan tekstur khas produk fermentasi yang diinginkan

(Irianto dan Giyatmi, 2009).

Menurut Adawyah (2014), cara fermentasi pada dasarnya hanya dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Proses fermentasi yang memungkinkan terjadinya penguraian atau

transportasi yang nantinya akan mampu menghasilkan suatu produk

dengan bentuk dan sifat yang sama sekali berbeda (berubah) dari keadaan

awalnya. Misalnya dalam pengolahan terasi, kecap ikan, dan lain-lain.

2. Proses fermentasi yang menghasilkan senyawa-senyawa, secara nyata

akan memiliki kemampuan daya awet dalam produk yang diolah

tersebut, misalnya dalam pembuatan ikan peda.


4.2. Fermentasi Ikan

Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian

secara biologis atau semibiologis terhadap senyawa-senyawa yang lebih

sederhana dalam keadaan yang terkontol. Selama proses fermentasi, protein ikan

akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida, kemudian asam – asam

amino akan terurai lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan

dalam pembentukan cita rasa produk (Adawyah, 2014).

Menurut Adawyah (2014), Proses fermentasi ikan pada prinsipnya

dibedakan atas empat golongan, yaitu sebagai berikut:

a. Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam

pembuatan peda, kecap ikan, terasi, dan bekasam.

b. Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam

pembuatan silase ikan dengan cara menambahkan asam-asam propionat

dan format.

c. Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam

pembuatan silase ikan menggunakan asam-asam kuat.

d. Fermentasi menggunakan bakteri asam laktat, misalnya dalam

pembuatan bekasam, wadi, ronto dan chao teri.

4.2.1. Fermentasi Garam

Terdapat berbagai tipe garam yang dapat digunakan untuk penggaraman

pada proses ikan fermentasi, yaitu garam yang diproses melalui penguapan air laut

dengan sinar matahari (solar salt), garam tambang (mined salt), dan garam yang

diproses dengan menguapkan larutan dari deposit garam (evaporated salt) (Rafqi,

2015).
Menurut Adawyah (2014), Fermentasi garam dapat dibedakan dengan dua

cara, yaitu:

1. Fermentasi dengan cara penggaraman kering, biasanya dilakukan

terhadap ikan-ikan yang mempunyai kandungan lemak rendah.

2. Fermentasi dengan cara penggaraman basah, yaitu merendam dalam

larutan garam dan cara tersebut biasanya dilakukan terhadap ikan-ikan

berlemak tinggi.

Menurut Adawyah (2014), Penambahan garam dalam fermentasi ikan

mempunyai beberapa fungsi, antara lain:

1. Meningkatkan rasa ikan

2. Membentuk tekstur yang diinginkan

3. Mengontrol pertumbuhan mikroorganisme, yaitu merangsang

pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan berperan dalam

fermentasi, dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk/

patogen.

4.2.2. Fermentasi Laktat

Menurut Adawyah (2014), Fermentasi asam laktat dapat terjadi sebagai

akibat aktivitas bakteri asam laktat yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

 Bakteri asam laktat homofermentatif ~ dapat mengubah 95% dari

glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat. Karbondioksida dan

asam-asam volatil juga dihasilkan, tetapi jumlahnya sangat kecil.

 Bakteri asam laktat heterofermentatif ~ mengubah glukosa dan heksosa

lainnya menjadi asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan CO2

dalam jumlah yang hampir sama.


4.3. Mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi

Proses fermentasi bahan makanan pada dasarnya sebagai hasil dari

kegiatan enzin dan beberapa jenis mikroorganisme diantaranya bakteri, khamir,

dan jamur.

4.4. Faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi (Irianto dan Giyatmi,

2009):

 Mikroflora yang ada pada ikan dan garam

 Aktivitas proteolitik enzim yang sesuai dengan spesies ikan

 Kondisi produk ketika memasuki proses fermentasi

 Ketersediaan oksigen

 Status nutrisi ikan

 Suhu

 pH campuran fermentasi

 adanya enzim dari perut ikan dan sayuran

 ketersediaan kosentrasi karbohidrat

 lama waktu fermentasi. Jika terlalu lama akan menyebabkan ikan atau

bagiannya menjadi hancur.

4.5. Berbagai Hasil Olahan Fermentasi

1. Peda

Gambar 4.1 Peda


Pada umumnya menggunakan ikan yang berkadar lemak tinggi. Selama

atau pada waktu fermentasi akan terjadi perubahan kimia antara lain proses reaksi

pada lemak yang memberikan cita rasa khas. Jenis ikan yang biasa digunakan

pada pembuatan peda antara lain ikan kembung, ikan layang, selar, ikan mas,

tawes, dan ikan mujair (Adawyah, 2014).

Peda bermutu bagus yang ditunjukkan dengan warna daging merah basah

mengandung air 44-47%, lemak 7-14%, protein 21-22%, dan garam 15-17%. Peda

yang bermutu lebih rendah dengan warna daging putih kering mempunyai

kandungan air hampir sama dengan peda mutu bagus, lemak 2-7%, protein 26-

37%, dan garam 12-18% (Irianto dan Giyatmi, 2009).

Mikroba yang berperan selama fermentasi peda adalah mikroba yang

berasal dari ikan itu sendiri atau air garam yang ditambahkan. Mikroba tersebut

dari bakteri jenis Acinobacter, Flavobacterium, Cytophaga, Halobacterium, atau

Hallococcus yang termasuk bakteri gram negatif. Sedangkan untuk bakteri gram

positif diduga dari jenis Micrococcus, Staphylococcus, dan Corynebacterium

(Adawyah, 2014).

Tabel 3. Komposisi kimia Peda Merah dan Peda Putih

Komposisi Peda Merah (%) Peda Putih (%)


Air 44-47 44-47
Lemak 7-14 1,5-7
Protein 21-22 26-37
NaCl 15-17 12-18
Sumber: Rahayu, dkk. (1992)

Berikut alat, bahan, dan cara pengolahan ikan peda (Siregar, 2011):

1. Alat:

 Bak /pan plastic/ember


 Pendil/peti
 Timbangan
 Rak penirisan
 Merang/ daun pisang kering
 Pemberat (kayu, batu)

2. Bahan :

 Ikan kembung 10 kg
 Garam 2,5 kg

3. Cara pengolahan

 Cuci ikan dan timbang beratnya untuk menentukan banyaknya garam yang

digunakan. Umumnya garam yang digunakan 25 – 30% dari berat ikan.

 Campurkan ikan dan garam, kemudian susun ikan dalam bak/pan plastik

selapis demi selapis dengan diselingi garam

 Pada permukaan paling atas diberikan lapisan garam lebih tebal (+1 jam),

tutup dengan penutup dari pepen / tampah dan beri pemberat. Simpan di

tempat yang bersih dan sejuk selama 3 – 6 hari.

 Bongkar ikan, kemudian cuci dengan air dan tiriskan pada rak peniris

 Jemur/ angin-anginkan sampai ikan kelihatan kesat / padat

 Lumuri ikan dengan garam dan susun berlapis dalam pendil/ peti yang

telah dialasi merang atau daun pisang kering.

 Tutuplah bagian atas dengan merang/ daun pisang kering dan diberi

pemberat di atasnya

 Pada saat pengepakan harus rapat, jangan sampai oksigen masuk.

 Simpan di tempat yang bersih selama 10 s.d 15 hari untuk proses

fermentasi sampai tercium bau peda.


2. Terasi

Gambar 4.2 Terasi

Terasi udang dibuat dari udang atau rebon segar atau campurannya yang

dicampur dengan adonan dan bahan tambahan lainnya kemudian dikeringkan dan

difermentasikan. Sebenarnya, tak hanya udang yang bisa digunakan sebagai bahan

terasi. Berbagai macam jenis ikan, (biasanya) terutama ikan-ikan yang sudah

mengalami kerusakan fisik dan tidak memenuhi grade untuk olahan industri, bisa

diolah menjadi terasi juga (Tadji, 2014).

Kandungan padatan (protein, garam, Ca, dan sebagainya) terasi udang

sekitar 27-30%, air 50-70%, dan garam 15-20%. Sedangkan terasi yang dibuat

dari ikan kandungan proteinnya 20-45%, kadar air 35-50%, garam 10-25% dan

komponen lemak dalam jumlah yang kecil sedangkan kandungan vitamin B12

cukup tinggi (Adawyah, 2014).

Bahan untuk membuat terasi udang/ ikan adalah (Tadji, 2014):

1. 0,5 kg udang rebon/ ikan


2. 100 gram garam (bisa sesuai selera)
3. Pewarna merah food grade (optional sih)
Proses pembuatan terasi udang menurut Tadji (2014), yaitu:

1. Cuci udang hingga benar-benar bersih, kemudian rebuslah udang bersama


dengan 150 gram garam kemudian keringkan dengan cara menjemur
dibawah sinar matahari kira-kira satu hari.
2. Udang atau rebon yang sudah kering kemudian di tumbuk sampai halus,
kemudian jemur kembali hingga kering.
3. Tambahkan sisa garam (+50 gram), kemudian tumbuk kembali hingga
benar-benar halus dan liat.
4. Cetak adonan terasi dengan bentuk sesuai selera bisa silinder, balok atau
bulat Kemudian dibiarkan hasil tumbukan tersebut sampai beberapa hari
sampai terjadi proses fermentasi
5. Setelah menimbulkan bau khas terasi yang menandakan telah selesainya
fermentasi, dibungkus, diberi label serta siap untuk digunakan.

Mikroba yang ditemukan pada produk akhir fermentasi dengan

penambahan garam pada ikan terutama dari jenis Micrococci dan penurunan pada

jumlah mikroba Flavibacterium, Achromobacter, Pseudomonas, Bacillus, dan

Sarcina yang semula banyak terdapat pada ikan (Adawyah, 2014).

3. Kecap ikan

Gambar 4.3 Kecap Ikan

Kecap ikan adalah cairan yan diperoleh dari hasil fermentasi ikan di dalam

larutan garam. Selama fermentasi, mikroba halofilik seperti Saccharomyces,


Torulopsis, dan Pediococcus yang tahan garam berkembang menghasilkan

senyawa flavor (Risyana, 2015).

Kecap ikan memiki cita rasa yang berbeda dengan kecap yang dibuat dari

kacang kedelai. Warna bening kekuningan sampai coklat muda dengan rasa asin

yang relatif serta banyak mengandung senyawa-senyawa nitrogen. Selain

komponen nitrogen, kecap ikan juga mengandung mineral yang penting bagi

tubuh, garam NaCl atau garam kalsium (Adawyah, 2014).

Tabel 4. Komposisi kimia kecap ikan

Komposisi Jumlah (mg/l)


Keasaman 2,5-3
NaCl 275-280
Total N 11,2-22
N Organik 7,5-15
N Formol Titrasi 8-16
N Amonia 3,5-7
N Asam Amino 4,5-9
Sumber: Rahayu, dkk. (1992)

Mikroba yang telah berhasil diisolasi dari produk kecap ikan antara lain

bakteri halofilik, kapang, dan khamir. Kapang yang ditemukan seperti

Cladosporium herbanum, Aspergillus fumigatus, dan Penicillium notatum.

Sedangkan dari jenis khamir berupa Caudida clausenii (Adawyah, 2014)..

Beberapa jenis bakteri yang berperan dalam tahapan pembuatan kecap ikan

menurut Sopandi (2014) adalah sebagai berikut.

a. Pada awal fermentasi

Bacillus sp, terutama B. coagulane, B. megaterium, dan B. sublitis.

b. Pada pertengahan fermentasi

Staphylococcus epidermis, B. lincheniformis, Micrococcus calpogenes.

c. Pada akhir fermentasi

M. varians, dan M. saprophyticus.


RESEP KECAP IKAN

BAHAN :

 250 gram ikan atau udang  Kluwek secukupnya


 1 buah ekstrak nanas muda  Laos secukupnya
 Parutan mentimun  Jintan secukupnya
secukupnya  Daun salam secukupnya
 Gula merah secukupnya  Sereh secukupnya
 Bawang putih secukupnya  Kemiri secukupnya
 Pekhak secukupnya  Wijen secukupnya
 Garam secukupnya

PERALATAN :
 Kompor

 Blender
 Saringan
 Ember
 Pisau
 Botol penyimpanan kecap
 Panci
 Wadah plastik untuk
fermentasi
CARA MEMBUAT KECAP IKAN :

Prosedur Kerja pengolahan kecap dengan skema atau diagram alur proses olah
pembuatan kecap ikan asin dapat dilihat di tabel sebagai berikut :

Gambar 4.4 Diagram Skema Proses Pembuatan Kecap Ikan

4. Bekasam

Gambar 4.5 Bekasam


Bekasam merupakan produk fermentasi dari olahan ikan yang rasanya

asam. Ikan yang digunakan biasanya ikan air tawar seperti lele, ikan mas, tawes,

ikan gabus, nila, dan mujair. Pengolahan bekasam dilakukan dengan penambahan

sumber karbohidrat dan dalam kondisi anaerobik (Irianto dan Giyatmi, 2009).

Kandungan asam laktat bekasam meningkat setelah melalui proses

fermentasi dan kecepatan peningkatannya dipengaruhi oleh sumber karbohidrat

yang digunakan. Kandungan asam laktat bekasam adalah 0,60-5,33% . Komposisi

proksimat bekasam ikan mas kadar air 58,40%-66,95%, kadar protein 4,80-

6,91%, kadar lemak 5,00-5,72% dan kadar abu 6,11-8,67%, sedangkan kadar

garamnya adalah 14,95-17,20% (Irianto dan Giyatmi, 2009).

Berikut bahan serta cara membuat Bekasam:

Bahan2 yang perlu disiapkan:

1. Ikan Mas 1 Kg

2. Garam 1 sendok

3. Nasi 2 sendok

Cara membuat Bekasam:

1. Ikan dibersihkan terlebih dahulu, kemudian dicuci bersih

2. Ikan yang sudah dicuci bersih tadi diberi garam secukupnya, lalu diremas2

3. Lalu ditambahkan nasi

4. Kemudian simpan di toples dan tutup hingga rapat, dan fermentasi selama 2

minggu.
5. Bekasang

Gambar 4.6 Sambal Bekasang

Bekasang adalah produk yang diolah dari isi perut ikan cakalang dan

berbentuk semi-padat. Produk ini dapat ditemukan di Indonesia bagian timur,

khususnya Sulawesi Utara dan Maluku. Bekasang digunakan untuk penyedap

makanan seperti halnya kecap ikan dan terasi. Bekasang memiliki rasa dan aroma

spesifik yang dapat langsung dikonsumsi tanpa memasaknya terlebih dahulu

(Irianto dan Giyatmi, 2009).

Komposisi proksimat bekasang adalah kadar air 73,14%, kadar protein

8,77%, kadar lemak 2,60% dan kadar abu 8,80%. Sedangkan kadar garamnya

6,69%. Asam amino essensial yang dominan pada bekasang adalah arginin,

histidin, soleusin, dan lisin (Irianto dan Giyatmi, 2009).

6. Wadi

Gambar 4.7 Wadi


Wadi adalah salah satu produk ikan awetan yang diolah secara tradisional

dengan metode penggaraman dan dilanjutkan dengan proses fermentasi. Wadi

adalah ikan yang masih utuh namun menghasilkan aroma fermentatif, bentuknya

tidak mengalami perubahan atau tetap serupa dengan bahan baku dan merupakan

salah satu olahan tradisional Kalimantan Selatan (Adawyah, 2014).

Fermentasi Wadi menurut National Geographic Indonesia (2013):

Awalnya, ikan yang sudah dipotong-potong seukuran separuh telapak

tangan orang dewasa itu ditaburi garam selama sehari semalam. Keesokan

paginya, potongan ikan tersebut dicuci untuk menghilangkan garam. Selanjutnya,

potongan ikan itu direndam larutan gula aren sehari semalam. Keesokan harinya,

potongan ikan ditiriskan dan ditaburi irisan bawang putih agar beraroma harum.

Potongan ikan tersebut dimasukkan ke dalam stoples kemudian

menaburkan butiran beras berwarna coklat kekuningan ke potongan ikan. Butiran

beras itu pun sebelumnya juga menjalani serangkaian proses. Diawali pencucian,

penirisan selama semalam, disangrai hingga coklat kekuningan, hingga beras

tersebut digiling kasar. Sekitar seminggu kemudian, potongan ikan yang sudah

ditaburi beras menjadi wadi. Ikan terfermentasi yang menyengat baunya, tetapi

lezat rasanya.

7. Cincalok

Cincalok adalah makanan khas Kalimantan Barat dan juga berkembang

di Kepulauan Riau ini berupa udang berukuran kecil yang proses fermentasinya

terjadi dengan bantuan mikrob. Salah satu mikrob yang berperan penting adalah

kelompok bakteri asam laktat. Makanan ini juga ditemui di daerah Malaka dan
termasuk bahan untuk masakan peranakan. Bahan makanan ini digunakan untuk

membuat sambal (Wikipedia, 2016).

Gambar 4.8 Cincalok

Cincalok biasanya terbuat dari udang kecil (udang rebon). Bahan mentah

harus dalam keadaan segar. Komposisi proksimat cincalok adalah kadar air

69,76%, kadar protein 16,23% dan kadar abu 12,43%. Kadar garam dan asam

laktat masing-masing adalah 10,11% dan 2,34% (Irianto dan Giyatmi, 2009).

Proses pembuatan cincalok:


1. udang rebon

2. letakkan di dlm besen. Selerakkan (ratakan).

3. taburkan garam

4. Sediakan nasi sejuk (pastikan betul2 sejuk) -masukkan ke dalam besen.Jumlah

nasi ialah separuh dari banyaknya udang.

5. campurkan hingga merata

6. masukkan ke dalam balang

7. Tunggu sehingga 3-4 hari baru boleh dimakan.

8. Silase ikan

Silase ikan merupakan bahan alternatif pengganti tepung ikan yang

digunakan sebagai sumber protein pada pakan ternak, ikan, udang, dan lainnya.

Pada dasarnya silase ikan adalah suatu produk cair yang dibuat dari ikan, bagian
dari ikan atau sisa-sisa olahan hasil perikanan yang di dalam pengolahannya tidak

ada bahan lain yang ditambahkan kecuali asam dan proses pencairan massa ikan

disebabkan oleh enzim yang terdapat pada ikan itu sendiri (Irianto dan Giyatmi,

2009).

Alat dan Bahan yang Digunakan:

1) Alat
 Pisau
 Alat penggiling daging
 Baskom
 Sendok (pengaduk)

2) Bahan
 Ikan rucah
 Garam
 Limbah pengolahan
 Asam formiat 3%
 Asam propionat 1%

Ada beberapa metode pembuatan silase dari bahan limbah pangan sebagai

berikut (Sudarma, 2015):

1. Metode Asam (Ikan berlemak rendah). Ikan atau sisa olahan dicincang dan

digiling halus ditambahkan campuran asam formiat dengan asam propionat

(1:1)/100 kg ikan, diaduk 3-4 kali/ hari selama 4 hari pertama agar homogen.

Biasanya hari ke 5 ikan sudah mencair atau menjadi silase. Simpan silase

dalam wadah tertutup, setelah dikeringkan agar menjadi tepung.

2. Metode Asam (Ikan berlemak tinggi). Ikan atau sisa olahan dicincang

halusditambahkan 3 liter campuran asam formiat dengan asam propionat

(1:1)/100 kg ikan, biarkan ikan terendam selama 24 jam, kemudin dipres

hingga terpisah lemaknya. Ampas hasil perasan digiling dan dikeringkan.


3. Metode Biologis. Ikan atau sisa olahan dicincang dan digiling halus

ditambahkan kanji (tapioca) sebanyak 20 % berat ikan dan tuangkan air panas

dengan perbandingan (1:4) dan dalam keadaan dingin dicampur dengan

12,5% larutan sumber bakteri asam laktat (asinan kubis). Campuran tersebut

dimasukkan wadah tertutup (anaerobic) selama 1 minggu.

9. Ikan Tukai

Gambar 4.9 Ikan Tukai

Ikan tukai adalah produk fermentasi ikan berasal dari Painan, Sumatera

Barat. Metode pengolahan ikan tukai mirip dengan ikan peda, tetapi cara

fermentasi yang diterapkan berbeda. Ikan tukai di fermentasi dengan cara

memendamnya di dalam tanah. Ikan tukai dikonsumsi dengan cara

memanggangnya cukup matang sampai rasa dan aroma spesifik ikan tukai

diperoleh. Kadar air ikan tukai adalah 51,01% dan kadar garamnya adalah 5,05%.

Kadar air yang tinggi dan kadar garam yang relatif rendah merupakan kondisi

yang baik untuk pertumbuhan bakteri halofilik ringan (Irianto dan Giyatmi, 2009).
Ikan Segar

Pencucian

Perendaman dalam larutan


garam 20% selama 2 jam

Di jemur 10 jam

Diperam dalam tanah


selama 48-72 jam

Dijemur sampai
kering

Ikan Tukai

Gambar 4.10 alur pembuatan ikan tukai

Proses pembuatan ikan tukai dengan cara ikan dicuci dan direndam dalam

larutan garam 20% selama dua jam. Setelah itu, ikan ditiriskan dan dijemur

selama 10 jam. Ikan setengah kering tersebut disusun dalam lubang di bawah

tanah dan ditutup dengan tanah untuk proses fermentasi. Ukuran lubang adalah

60cm x 60 cm x 60cm untuk sekilogram ikan. Lubang dilapisi dengan lembaran

plastik berwarna hitam. Biasanya bagian bawah dialasi dengan daun talas dan

antara lapisan ikan diberi pembatas dengan daun kedondong. Suhu fermentasi

pada lubang di bawah tanah sekitar 27-30℃. Setelah proses pemeraman selama 2-

3 hari, ikan dijemur.


4.6. Jenis Mikroba Fermentasi

1. Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri gram-positif yang

tidak membentuk spora dan dapat memfermentasikan karbohidrat untuk

menghasilkan asam laktat. Genus bakteri yang diketahui sebagai bakteri asam

laktat meliputi Lactococcus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus,

Lactobacillus, Oenococcus, Aerococcus, Carnobacterium, Enterococcus,

Tetragenococcus, Vagococcus, dan Weissella (Ray, 2004).

 Lactococcus

Hanya satu spesies dari genus Lactococcus yaitu Lactococcus lactic

digunakan pada fermentasi susu. L. lactic berbentuk oval, berdiameter 0,5-1,0 𝜇𝑚,

berpasangan atau rantai pendek, non motil, tidak membentuk spora dan fakultatif

anaerobik hingga mikroaerofil. Secara umum, L. Lactic tumbuh baik pada suhu

20-30℃, tetapi tidak tumbuh pada media yang mengandung kadar NaCl 6,5% atau

pH 9,6. L. Lactic dapat memproduksi asam laktat sekitar ± 1% L dan mereduksi

pH hingga sekitar 4,5 dalam media cair yang cocok. L. Lactic mampu

menghidrolisis laktosa dan kasein, serta dapat memfermentasi galaktosa, sukrosa,

dan maltosa. Habitat alami L. Lactic adalah tanaman hijau, silase, lingkungan

pertenakan susu, dan susu mentah (Sopandi, 2014).

 Streptococcus

Hanya satu spesies dari genus Streptococcus, yaitu Streptococcus

thermophilus yang digunakan dalam fermentasi susu. Streptococcus thermophilus

merupakan bakteri gram positif yang berbentuk bulat hingga oval, berdiameter

0,7-0,9𝜇𝑚, serta dapat berada dalam bentuk berpasangan sampai rantai panjang.
Sel tubuh baik pada suhu 37-40℃, tetapi juga dapat tumbuh pada suhu 52℃. S.

thermophilus merupakan fakultatif anaerobik, dapat mereduksi pH media glukosa

cair hingga 4,0, memproduksi asam laktat, tetapi secara umum tidak dapat

memfermentasi galaktosa dan sukrosa. Sel dapat bertahan hidup pada suhu

60℃ selama 30 menit. Habitat alami S. thermophilus belum diketahui tetapi pada

umumnya ditemukan dalam susu (Ray, 2004).

 Leuconostoc

Leuconostoc merupakan bakteri gram positif, berbentuk bulat hingga bulat

panjang, berpasangan atau membentuk rantai, nonmortil, tidak membentuk spora,

katalase negatif, dan fakultatif anaerobik. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 20-

30℃, dan memfernentasi glukosa menjadi asam laktat, CO2, etanol, atau asam

asetat, serta mereduksi pH media sampai 4,5-5,0 (Sopandi, 2014).

Spesies Leuconostoc tumbuh dalam susu, tetapi tidak tumbuh dalam susu

beku atau kental, tidak dapat menghidrosis argarin, dapat menghasilkan dekstran

ketika ditumbuhkan dalam sukrosa, dapat memanfaatkan sitrat untuk

menghasilkan diasetil dan CO2. Beberapa spesies dapat bertahan hidup pada suhu

60℃ selama 30 menit. Spesies Leuconostoc ditemukan pada tanaman, sayuran,

silase, susu dan beberapa susu olahan, serta daging mentah dan daging olahan

(Sopandi, 2014).

 Oenococcus

Bakteri O. oani yang ditemukan dalam minuman anggur, digunakan untuk

fermentasi malolaktat dalam minuman anggur.

 Weissella

 Pediococcus
Sel Pediococcus berbentuk bulat, berpasangan atau membentuk kubus

(tetrad), tunggal atau rantai, gram positif, nonmortil, tidak membentuk spora, serta

fakultatif anaerob. Bakteri ini tumbuh pada suhu 25-40 ℃, beberapa spesies

tumbuh pada suhu 50℃, dapat memfermetasi glukosa menjadi asam laktat, dapat

menurunkan pH media hingga 3,6 (Sopandi, 2014).

Bakteri Pediococcus dapat memfermentasi sukrosa, arabinosa, ribosa, dan

silosa, tetapi kemampuan tersebut bergantung spesies. Secara umum, bakteri ini

tidak dapat memfermentasi laktosa khususnya dalam susu. Bekteri ini ditemukan

pada makanan, sayuran, silase, bir, susu, sayuran fermentasi, daging dan ikan

(Ray, 2004).

 Lactobacillus

Dapat ditemukan pada tanaman, sayuran, biji, susu dan olahan susu,

daging, dan olahan daging dan daging fermentasi. Beberapa jenis bakteri ini

ditemukan dalam saluran pencernaan manusia, hewan, dan unggas. Banyak

spesies ini digunakan dalam fermentasi terkontrol atau fermentasi alami untuk

susu, daging, sayur dan sereal (Ray, 2004).

Tiga subspecies L. delbrueckii digunakan dalam fermentasi produk susu

seperti keju dan yoghurt. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 45℃ dan dapat

memfermentasii laktosa untuk menghasilkan asam laktat dalam jumlah yang

relatif besar. Bakteri L. acidophilus dan L. reuteri dianggap sebagai mikroba

probiotik dan berapa pada usus halus.

Bakteri L. acidophilus digunakan untuk memproduksi produk susu

fermentasi dan juga ditambahkan ke dalam susu pasteurisasi, dibuat dalam bentuk

tablet atau kapsul untuk dikonsumsi sebagai probiotik. Bakteri L. plantarum


digunakan dalam fermentasi daging dan sayuran serta dapat memproduksi asam

laktat. Lactobacillus curvatus dan L. sake dapat memfermentasi sayuran dan

daging. L. sake digunakan untuk memfermentasi minuman sake. L. kefir berperan

penting dalam fermentasi kefir, yaitu produk susu fermentasi tradisional yang

berasa asam. L. sanfrancisco digunakan dengan organisme lain untuk fermentasi

roti sourdough San Fransisco (Sopandi, 2014).

 Oenococcus

Bakteri Oenococcus oeni ditemukan dalam minuman anggur dan kadang-

kadang digunakan untuk mempercepat pembentukan malolaktat dalam fermentasi

minuman anggur. Sel bakteri mentranspor malat dalam minuman anggur,

metabolisme malat menjadi asam laktat dan CO2. Proses tersebut mengurangi

keasaman minuman anggur (Ray, 2004).

Selain bakteri asam laktat, pada saat ini telah digunakan beberapa genus

bakteri yang digunakan sebagai biakan pemula untuk memproduksi pangan

fermentasi.

1. Bifidobacterium

Morfologi Bifidobacterium mirip dengan beberapa bakteri Lactobacillus

spp. dan pada awalnya dimasukkan kedalam genus Lactobacillus. Bifidobacterium

merupakan bakteri gram positif, berbentuk bulat dengan ukuran yang bervariasi,

sel tunggal atau rantai dengan ukuran yang berbeda-beda, tidak membentuk spora,

nonmotil, dan anaerob, walaupun demikian beberapa jenis toleran terhadap O2.

Bifidobacterium dapat memfermentasi laktat dan asam asetat dengan rasio molar

2:3, tidak memproduksi CO2, tetapi dapat memfermentasi laktosa, galaktosa, dan

beberapa pentosa (Sopandi, 2014).


2. Propionibacterium

Propionibacterium dapat memfermentasi laktosa, sukrosa, fruktosa,

galaktosa dan beberapa pentosa, tetapi kemampuan tersebut bergantung dari

species (Ray, 2004). Propionibacterium telah diisolasi dari susu, beberapa jenis

keju, produk susu olahan, dan silase (Sopandi, 2014).

3. Brevibacterium

Genus ini berisi campuran species bakteri Coryniform dan beberapa

bakteri telah diaplikasikan dalam produksi keju serta industri fermentasi lain. B.

linens digunakan untuk pemeraman keju sebagai sumber protease ekstraseluler.

Sel non motil, gram positif, dan mampu tumbuh pada kadar garam tinggi dengan

kisaran pH yang luas (Sopandi, 2014)..

4. Acetobacter

Satu spesies dari genus ini, yaitu A. aceli digunakan untuk memproduksi

asam asetat dari alkohol. Bakteri termasuk gram negatif, aerob, berbentuk batang

dengan ukuran 0,5-1,5𝜇m, sel tunggal, berpasangan atau rantai, motil atau non-

motil, katalase positif, dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, asam laktat

menjadi CO2, dan H2O, serta tumbuh baik pada suhu 25-30 ℃ . Bakteri ini

umumnya ditemukan dalam buah, sake, minuman palm, cuka, bir, jus tebu, fingi

teh, dan tanah. Beberapa species telah digunakan untuk sintesis selulosa (Ray,

2004).
Pertanyaan

1. Sebutkan pengertian fermentasi?

2. Jelaskan prinsip fermentasi?

3. Sebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi fermentasi?

4. Sebutkan 3 kelompok mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi?

5. Sebutkan perbedaan antara peda dengan bekasam?

6. Sebutkan jenis bakteri yang berperan pada tahap awal pembuatan kecap ikan?

7. Sebutkan apa yang anda ketahui tentang bakteri asam laktat?

8. Sebutkan beberapa genus bakteri asam laktat yang anda ketahui?

9. Sebutkan dan jelaskan 4 produk fermentasi hasil perikanan?

10. Sebutkan fungsi pemberian garam dalam fermentasi?

Daftar Pustaka

Adawyah, R. 2014. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. PT Bumi Aksara. Jakarta

Irianto dan Giyatmi. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit


Universitas Terbuka. Jakarta.

National Geographic Indonesia. 2013. Wadi, fermentasi ikan ala Dayak dan
Banjar. http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/12/wadi-fermentasi-
ikan-ala-dayak-dan-banjar. https://id.wikipedia.org/wiki/Cincalok

Siregar, R. 2011. Pengolahan Ikan Kembung. Materi Penyuluhan Kelautan dan


Perikanan. Badan Pengembangan SDM KP. Jakarta

Sopandi, T. 2014. Mikrobiologi Pangan. Penerbit CV. ANDI OFFSET.


Yogyakarta.

Sudarma, K. 2015. Pembuatan Silase Ikan.


http://aditamabahari.blogspot.co.id/2015/04/pembuatan-silase-ikan.html.
Diakses 16/3/2018, 23.09.

Tadji, R. 2014. Cara membuat terasi (Udang/ ikan).


http://myculinery.blogspot.co.id/2014/02/bismillahirrahmaanirrahiim-
produk.html. Diakses 16/03/2018, 20:20.
Rahayu, F.R., Slamet, M., Suliantari dan Srikandi, F. 1992. Teknologi Fermentasi
Produk Perikanan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Ray. 2004. Fundamental Food Microbiology. CRC Press: Boca Raton.

Risyana, E. 2015. Pengolahan Kecap Ikan. https://www-perikanan-


info.blogspot.com/2015/12/pengolahan-kecap-ikan.html. Diakses
16/03/2018, 20:40.

Wikipedia. 2016. Cincalok. https://id.wikipedia.org/wiki/Cincalok. Diakses


16/3/2018, 23.50.

Glosari

Aerob : Ada udara

Anaerob : Tanpa udara

BAL : (Bakteri asam laktat) adalah kelompok bakteri gram-


positif yang tidak membentuk spora dan dapat
memfermentasikan karbohidrat untuk menghasilkan asam
laktat.

Enzim : Protein aktif, segolongan senyawa-senyawa protein yang


dihasilkan oleh sel-sel hidup.

Fermentasi : Proses penguraian senyawa kompleks menjadi menjadi


senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim serta
berlangsung dalam keadaan terkontrol atau diatur.

Organisme : Organisme/ makhluk hidup yang sangat kecil dan tidak


tampak (kasat mata).

Terkontrol : Diatur
BAB V. PERBUSAN DAN PENGUKUSAN

5.1Definisi Perebusan

Perebusan adalah proses pemasakan bahan pangan dengan menggunakan

media air panas. Sedangkan Pengukusan adalah proses pemasakan dengan

menggunakan uap panas sebagai media nya.

Gambar 5. Perebusan daging Gambar 6. Perbusan bakso

5.2 Tujuan Perebusan

Perebusan dan pengukusan memiliki tujuan yang sama yakni untuk

mematangkan bahan pangan sehingga diperoleh sifat organoleptik (warna, rasa,

aroma, dan tekstu) dari bahan yang diinginkan.

5.3 Metode Perebusan

Perebusan dilakukan dengan mencelupkan bahan pangan kedalam iar

mendidih (100'C) dengan waktu yang bervariasi tergantung sifat, jenis, dan

ukuran bahan. Pengukusan dilakukan dengan cara memasukan bahan kedalam

wajan pengukusan sehingga bahan pangan terpapar oleh uap panas sehingga

bahan terpanasi hingga matang.

5.4Pengaruh terhadap sifat bahan

Selain dapat mematangkan bahan, proses pemasakan dan pengukusan juga

bisa berdampak negatif terhadap beberapa sifat bahan pangan. Contoh pengaruh
negatif yang mungkin terjadi adalah terjadinya degrasi warna dan kandungan

beberapa vitamin yang rentan terhadap suhu tinggi seperti vitamin C dan vitmain

E.

5.5 Kandungan Perebusan

Gambar 7. Perebusan telur

Zat gizi yang mudah hilang dalam proses perebusan: vitamin (B kompleks

dan C) karena larut air dan rusak oleh pemanasan. Adapun mineral lebih banyak

larut dalam air dan relatif tahan panas

Sayur buang bagian yang tidak bisa dimakan, cuci dahulu sebelum

dipotong agar vitamin dan mineral tidak hanyut bersama air cucian à rebus dengan

air yang tidak terlalu banyak & suhu tidak terlalu panas à angkat setelah ½

matang, jangan sampai layu atau berubah warna

5.6 Definisi Pengukusan


Gambar 8. Pengukusan kue basah Gambar 9.

Pengukusan

Pengukusan (bahasa Inggris:steaming) merupakan salah satu cara

pengolahan bahan pangan melalui pemanasan menggunakan uap air dalam wadah

tertutup. Alat pengukus dikenal sebagai kukusan. Cara pengolahan ini dianggap

sebagai salah satu cara terbaik untuk mengolah bahan makanan karena menekan

pengurangan nilai gizi dari bahan makanan. Pengukusan lebih baik dalam

menjaga kandungan gizi daripada perebusan danpenggorengan; juga lebih baik

daripada penggunaan gelombang mikro. Pengolahan nasitradisional kebanyakan

dibuat dengan mengukus beras yang sebelumnya telah direbus. Masakan Cina

dikenal banyak menggunakan teknik ini untuk pengolahan bahan makanan.

Contohnya adalah siomay.

· Sama seperti perebusan zat gizi yang mudah hilang dalam proses perebusan:

vitamin (B kompleks dan C).

· Ex. Sayur, persiapan yang harus diperhatikan adalah saat memotong dan

mencuci sayuran.
· Pengukusan lebih baik dari pada perebusan karena sayur tidak direndam dalam

air saat pemasakan sehingga vit dan mineral yang hilang lebih sedikit

5.7 Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi

Pemanasan merupakan suatu perlakuan suhu tinggi yang diberikan pada

suatu bahan pangan yang bertujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme

atau membunuhnya yang ada di dalam bahan pangan. Perlakuan-perlakuan

pemanasan biasanya dikombinasikan dengan perlakuan lainnya untuk mencegah

rekontaminasi oleh mikroorganisme (Tamrin dan Prayitno, 2008).

Gambar 10. Contoh pengukusan Gambar 11. Perebusan sayur

Pengukusan merupakan proses pemanasan yang sering diterapkan pada

sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Pengukusan

sebelum pengeringan terutama bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang akan

menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki

selama penyimpanan. Tujuan dilakukannya pengukusan adalah untuk mengurangi

kadar air dalam bahan baku, sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Dalam

pengukusan diterapkan suhu tinggi dan penambahan air sehingga menyebabkan

gelatinisasi (Sartika, 2009).

Pengukusan akan berpengaruh pada komponen gizi yang terdapat dalam

bahan makanan, yaitu dapat mengurangi zat gizi bahan. Besarnya penurunan zat

gizi akibat proses pengukusan tergantung dari cara mengukus dan jenis makanan
yang dikukus. Keragaman susut zat gizi diantara berbagai cara pengukusan

terutama terjadi akibat degradasi oksidatif. Proses pengolahan dengan pengukusan

memiliki susut gizi yang lebih kecil dibandingkan dengan perebusan (Harris dan

Karmas, 1989).

Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang

mendidih (100 ˚C) (Widyati, 2001). Perebusan dipakai dalam pengolahan

makanan, sayuran atau bahan bertepung. Temperatur yang tinggi akan

mengeraskan (membuat liat) protein daging, ikan, dan telur. Air yang mendidih

dengan cepat akan mengurai kehalusan makanan (delicated food) (Widyati, 2001).

Bahan pangan yang dimasak dengan menggunakan air akan meningkatkan daya

kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-

molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekul-molekul air

tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik-menarik antar molekul dalam bahan

pangan tersebut, karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan

hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno, 2008).

Pemanggangan juga merupakan cara pengawetan/pengolahan ikan.

Pemanggangan dapat dilakukan dengan menggunakan gas, arang ataupun listrik.

Pemanggangan dapat menyebabkan kenampakan ikan menjadi kecoklatan

(Widyati, 2001).

Pertanyaan

1. Apa yang dimaksud dengan perebusan?

2. Apa yang dimaksud dengan pengukusan?

3. Apa perbedaan dari perebusan dan pengukusan?

4. Jelaskan tujuan dari perebusan


5. Sebutkan dampak negatif pada proses pengukusan terhadap beberapa sifat

bahan pangan

Daftar pustaka

http://www.warnetgadis.com/2016/12/makalah-perebusan-dan-pengukusan.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengukusan

https://www.scribd.com/doc/227819409/Tingkat-Kelarutan-Mineral-Dalam-

Pengukusan-Dan-Perebusan-Baru

http://mediapenyuluhanperikananpati.blogspot.co.id/2014/03/manfaat-

pengukusan-.html

Anda mungkin juga menyukai