Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

PENANGANAN PASCAPANEN
“KERUSAKAN HASIL PERTANIAN SECARA FISIK DAN
KIMIA”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Pascapanen

Disusun Oleh:
Nama : Dian Permata Sari
NIM : 4442180112
Kelas : VI-B

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt., karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Pascapanen
yang berjudul “Kerusakan Hasil Pertanian secara Fisik dan Kimia”. Adapun isi
laporan praktikum ini disusun secara sistematis dan merupakan referensi dari
beberapa sumber yang menjadi acuan dalam penyusunan laporan praktikum.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Kiki Roidelindho, S.TP., M.Sc.
selaku dosen Pascapanen yang telah menjelaskan kepada penulis tentang
praktikum ini. Penulis sangat sadar bahwa laporan praktikum yang penulis buat
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para
pembaca penulis harapkan agar tugas berikutnya dapat lebih baik lagi.

Jakarta, Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum...................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Komoditi Tomat......................................................................................2
2.2 Komoditi Pisang.....................................................................................2
2.3 Komoditi Cabai.......................................................................................3
2.4 Komoditi Jeruk Nipis..............................................................................4
2.5 Komoditi Bayam.....................................................................................4
2.6 Kerusakan Hasil Pertanian......................................................................5
2.7 Kerusakan Hasil Pertanian secara Fisik..................................................6
2.8 Kerusakan Hasil Pertanian secara Kimia................................................7
BAB III METODE PRAKTIKUM.......................................................................8
3.1 Waktu dan Tempat..................................................................................8
3.2 Alat dan Bahan.......................................................................................8
3.3 Cara Kerja...............................................................................................8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................10
4.1 Hasil......................................................................................................10
4.2 Pembahasan..........................................................................................12
BAB V PENUTUP................................................................................................14
5.1 Kesimpulan...........................................................................................14
5.2 Saran.....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
LAMPIRAN............................................................................................................1

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada penanganan pascapanen terkadang tedapat kerusakan hasil
pertanian baik secara fisik maupun kimiawi. Perubahan fisik pada hasil
pertanian, yaitu daun menguning, bunga layu, Batang memanjang atau
mengeras, buah matang – ranum, bonyok, buah muda – keriput, umbi –
bertunas/berakar.
Kerusakan disebabkan benturan, gesekan, tekanan, tusukan, baik antar
hasil pertanian tersebut atau dengan benda lain. Sebab umumnya hasil tindakan
manusia, sengaja atau tidak, kondisi hasil pertanian (permukaan tidak
halus/merata, berduri, bersisik, kulut tipis, bentuk tidak beraturan, bobot tinggi,
dll). Kerusakan mekanis (primer) sering diikuti dengan kerusakan biologis
(sekunder).
Kerusakan hasil pertanian dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu kerusakan
fisiologis, kerusakan mekanis, dan kerusakan biologis. Untuk masing-maisng
kerusakan tentu setiap jenis komoditi mengalami perubahan paca panen yang
berbeda-beda tingkatnya. Untuk mengetahui tingkat kerusakan bahan pangan
hasil pertanian jika dibandingkan dengan suhu kamar, maka dari itu
dilaksanakanlah praktikum ini.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati tingkat
kerusakan atau kebusukan bahan pangan hasil pertanian yang telah disimpan
selama beberapa hari pada suhu kamar dibandingkan dengan bahan yang masih
segar.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komoditi Tomat


Tomat (lycopersicon esculentum) merupakan salah satu buah lokal
Indonesia yang banyak mengandung banyak vitamin C dan lycopene. Selain
itu, buah ini juga banyak mengandung serat yang baik bagi pencernaan
manusia serta protein. Namun, tomat hanya dipandang sebelah mata oleh
masyarakat Indonesia dan hanya digunakan sebagai sayur saja (Sumardiono
dkk., 2009)
Kandungan lycopene dalam tomat yang cukup tinggi dapat diekstrak untuk
produk – produk kesehatan atau kosmetik mengingat kekuatan lycopene
setara dengan 100 kali kekuatan vitamin E dalam menanggulangi radikal
bebas (Di Mascio, et al., 1989). Kadar lycopene yang terkandung dalam tomat
segar berkisar antara 3,1 – 7,7 mg/100 gram (Tonucci et. al., 1995).
Dalam masyarakat umum, buah tomat hanya dibuat sebagai sayur saja
tanpa adanya pemanfaatan yang lebih, sebagai tepung tomat misalnya yang
dapat dibuat sumber makanan alternatif mengingat gizi yang dikandungnya
cukup kompleks, padahal buah tomat setelah panen akan rusak antara 20%
sampai 50% setelah panen (Winarno, 1991).

2.2 Komoditi Pisang


Pisang (Musa sp) adalah tanaman yang multiguna, selain buahnya
dimanfaatkan, daun digunakan sebagai pembungkus, jantung dijadikan sayur,
pelepah daun digunakan sebagai bahan kerajinan tas, topi, tikar dan lain-lain,
bongkol dan batang yang telah dipanen bisa diambil patinya, kulit dan seresah
batang sebagai makanan ternak (Rumahrupute, 2007).
Buah pisang termasuk golongan klimaterik karena tingkat kematangan
untuk dipanen tidak sama. Buah pisang yang belum tua saat panen menjadi
matang selama proses penyimpanan mempunyai mutu rendah (Rumahrupute,
2007). Mutu buah pisang yang mempunyai kematangan optimal sangat

2
ditentukan secara visual (warna kulit, ukuran dan tingkat perkembangan buah)
(Muchtadi, 1992).

2.3 Komoditi Cabai


Cabai Merah Malang merupakan komoditas sayuran yang memiliki
peranan penting bagi pertanian di Indonesia yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat karena rasa khasnya yang pedas. Di sisi yang lain ternyata cabai
merah memiliki sifat perishable atau mudah rusak. Yang menjadi masalah
adalah mudah rusaknya ketahanan cabai merah terjadi selama proses rantai
pasokan dari petani sampai dengan pedagang kecil dan konsumen yang
diakibatkan masih kurang tertatanya proses penanganan pasca panen mulai
dari tingkat petani, pengepul, pedagang besar dan pedagang kecil. Selain hal
tersebut, banyaknya tingkat kecacatan juga diakibatkan karena
ketidaksesuaian cabai merah dengan standart nasional yang telah ditetapkan.
Hal ini semakin diperparah karena faktor lingkungan yang tidak begitu baik,
misalnya kondisi jalan (Wijaya dan I Nyoman, 2013).
Proses pemanenan sebaiknya dilakukan dengan sangat hati-hati dan
dilakukan dengan peralatan yang memadai dan sudah dilengkapi dengan
komponen pelindung. Memilih waktu pemanenan pada pagi hari juga dapat
dijadikan solusi untuk mengatasi layu pada cabai yang telah dipanen. Untuk
proses perbaikan quality plan pada proses packaging mensyaratkan adanya
kantong plastik yang diberi lubang sebelum cabai dimasukkan ke dalam
wadah. Hasil quality plan pada proses pengangkutan seharusnya jumlah
tumpukan dus cabai yang ideal adalah maksimal empat dus. Jumlah
tumpukan dus terlalu banyak membuat buah cabai penyok. Selain itu,
transportasi yang baik adalah menggunakan truk atau container yang
bersistem udara terkendali serta tertutup dan pengangkutan sebaiknya
dilakukan malam hari (Wijaya dan I Nyoman, 2013).
Proses penyimpanan cabai sebaiknya cukup ditempatkan di ruangan yang
teduh, memiliki kelembaban yang cukup dan terdapat sirkulasi udara.
Penyimpanan dalam temperatur udara rendah juga akan dapat
mempertahankan mutu cabai lebih lama serta menekan penuaan maupun

3
kegiatan mikroba perusak. Proses kontrol temperatur udara pada gudang di
tempat penyimpanan dapat dijadikan salah satu solusi (Wijaya dan I Nyoman,
2013).

2.4 Komoditi Jeruk Nipis


Selama ini dalam pemanenan dan penjualan hasil panen, petani jeruk
nipis melakukan pemilihan jeruk nipis dengan hanya menggunakan cara
tradisional yaitu dengan cara menganalisa warna kulit secara visual mata
manusia dan jumlah per kilogram (Arham, 2004).
Kualitas jeruk nipis dapat bervariasi dan bermacam-macam sehingga
dapat mempengaruhi kualitas dan tentunya akan merugikan konsumenyang
akan membelinya. Kondisi ini juga tentunya juga dapat merugikan
penjual karena dapat mempengaruhi kualitas jeruk nipis yang dijual sehingga
tidak dapat dipercaya oleh konsumen. Produksi berskala besar juga dapat
menyulitkan pemilahan jeruk nipis matang dan belum matang yang
dilakukan secara manual dan oleh pegamatan manusia yang terkadang
masih bersifat subjektif dan sering memiliki banyak kelemahan dan
kurang efisien. Berkembangnya teknologi dapat membuat proses identifikasi
kematangan tersebut lebihcepat dan efisien sehingga pihak produsen dan
konsumen dapat saling diuntungkan (Christian dkk., 2019).
Sebagai komoditas hortikultura, buah jeruk segar pada umumnya memiliki
sifat mudah rusak karena mengandung banyak air dan setelah dipanen
komoditas ini mash mengalami proses hidup, yaitw proses respirasi,
transpirasi dan pematangan. Buah jeruk harus mendapatkan teknologi
pascapanen yang tepat agar kesegaran sekaligus umur simpannya dapat
bertahan lama (Dody dkk., 2005).

2.5 Komoditi Bayam


Panen bayam ketika berumur sekitar 40 hari setelah tanam dipanen
dengan cara mencabut seluruh tanaman, pemanenan dilakukan pada pagi hari
atau sore hari apabila ada permintaan dari luar daerah (Mahyudi dan
Husinsyah, 2020).

4
Tanaman bayam sangat memerlukan tanah yang gembur, subur dan kaya
unsur hara dimana untuk mempertahankan kelembaban tanah dapat diberikan
mulsa sekaligus menekan pertumbuhan gulma. Pemberian pupuk organic
(kescing) dapat meningkatkan pertumbuhan bayam dengan dosis 5 gram/kg
tanah (k2) yang berpengaruh terhadap pertumbuhan, jumlah daun, berat kering
tajuk dan pertumbuhan akar (Tia Setiawati dkk, 2018)

2.6 Kerusakan Hasil Pertanian


Komoditas sayuran harus sesegera mungkin diberi penanganan pasca
panen agar kualitasnya tetap terjaga dan memperkecil berbagai bentuk
kehilangan (Kasmire, 1985)
Hortikultura, terutama sayuran merupakan sumber provitamin A, vitamin
C, dan mineral dan terutama dari kalsium dan besi. Selain hal tersebut
sayuran juga merupakan sumber serat yang sangat penting dalam menjaga
kesehatan tubuh. Sayuran juga dapat memberikan kepuasan terutama dari segi
warna dan tekstur
nya. Disisi lain sayuran adalah hasil pertanian yang apabila selesai dipanen
tidak ditangani dengan baik akan segera rusak. Kerusakan ini terjadi akibat
pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis. (Hotton,1986)
Walaupun perubahan ini pada awalnya menguntungkan yaitu terjadinya
perubahan warna, rasa, dan aroma tapi kalau perubahan ini terus berlanjut dan
tidak dikendalikan maka pada akhirnya akan merugikan karena bahan akan
rusak/busuk dan tidak dapat dimanfaatkan. Di Indonesia, hortikultura yang
tidak dapat dimanfaatkan diistilahkan sebagai “kehilangan” (losses) mencapai
25-40% (Muhtadi,1995)
Kerusakan hortikultura dapat dipercepat bila penanganan selama panen
atau sesudah panen kurang baik. Sebagai contoh, komoditi tersebut
mengalami luka memar, tergores, atau tercabik atau juga oleh penyebab lain
seperti adanya pertumbuhan mikroba. Disini pentingnya penanganan pasca
panen yang dapat menghambat proses pengrusakan bahan antara lain melalui
pengawetan, penyimpanan terkontrol, dan pendinginan. Karena sifat bahan
yang mudah rusak (perishable) maka penanganan pasca panen harus

5
dilakukan secara hati-hati. Dalam lingkup yang lebih luas, teknologi pasca
panen juga mencangkup pembuatan bahan (produk) beku, kering, dan bahan
dalam kaleng (Bourne,1999).
Penanganan pasca panen produk hortikultura adalah hal sangat penting
dilakukan mengingat bahan ini cepat rusak dalam waktu relatif singkat. Satu
hal yang layak diusulkan adalah penggunaan sistem penyimpanan terintegrasi
yang dipadukan dengan pendinginan terkontrol dengan transportasi
(moveable storage) sehingga komoditas cepat sampai konsumen dalam
keadaan masih segar (Samad, 2006).
Maka dalam hal untuk menghasilkan produk bermutu dibutuhkan
penanganan pascapanen yang dapat menjaga mutu (fisik), nutrisi dan
keamanan pangan (kimiawi) agar dapat mempertahankan nilai ekonomis dari
suatu produk. Kubis merupakan komoditi yang bersifat mudah rusak
(perishable) dan memenuhi tempat (bulky) sehingga memerlukan penanganan
pascapanen yang tepat untuk mengurangi susut mutu dan memperpanjang
masa simpan namun dengan tetap mempertahankan skala ekonomis dalam
perdagangan (Tarwyati, 2007).

2.7 Kerusakan Hasil Pertanian secara Fisik


Karakteristik kerusakan fisik pada tomat bersifat subjektif.
Parameter yang digunakan meliputi kenampakan, tekstur, dan warna.
Parameter bau atau aroma erat hubungannya dengan proses kerusakan biologi
(Yuniastri dkk., 2020).
Banyaknya kerusakan mekanis tersebut terjadi selama pengangkutan.
Barang-barang yang diangkut secara bulk transporatasion, bagian bawahnya
akan tertindih dan tertekan dari bagian atas dan sampingnya sehingga
mengalami pememaran, apalagi dalam kendaraan yang berjalan, seolah-olah
bahan-bahan yang ada di dalam tergoncang dengan kuat, sehingga banyak
mengalami kerusakan mekanis (Muchtadi dan Sugiono, 2014)

6
2.8 Kerusakan Hasil Pertanian secara Kimia
Besarnya laju respirasi dan metabolism tomat erat kaitannya dengan
suhu penyimpanan (Saiduna dan Madkar, 2013). Kerusakan kimia pada
tomat di penyimpanan suhu ruang lebih tinggi dibandingkan pada suhu
dingin. Penyimpanan suhu dingin akan menghambat aktivitas enzim dan
reaksi-reaksi kimia pada tomat.
Reaksi kimia yang banyak terjadi pada buah tomat adalah reaksi
oksidasi. Adanya reaksi oksidasi dalam tomatmemicu terjadinya proses
pembusukan. Laju pembusukan akan meningkat selama proses pelayuan
(Dhall dan Singh, 2013). Umumnya kerusakan kimia pada tomat
disebabkan adanya aktivitas enzim yang dapat berasal dari tomat itu sendiri
maupun mikroorganisme. Enzim ini memungkinkan rekasi kimia dalam
tomat berlangsung lebih cepat dan mengakibatkan berbagai macam
perubahan pada kandungan nutrisi tomat itu sendiri.

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada Kamis, 20 Mei 2021 dan bertempat di
Jalan Menteng Dalam No 35, RT 011/RW 003, Kelurahan Menteng Dalam,
Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kamera, alat
tulis, penetrometer, photovolt reflection meter, pH-meter, timbangan, dan
pisau. Sedangkan bahan yang digunakan adalah produk pertanian (Tomat,
Pisang, Cabai, Jeruk Nipis, dan Bayam), air destilata, dan piring styrofoam.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini antara lain:
1. Untuk menentukan kesegaran dari sayuran atau buah-buahan biasanya
hanya dilakukan uji fisik atau organoleptik yaitu terhadap kekerasan,
warna, bau, rasa, rupa atau bentuk bahan tersebut.
2. Kekerasan sayuran atau buah-buahan dapat diukur dengan menggunakan
penetrometer. Penusukan dilakukan sebanyak 3 kali pada 3 tempat. Satuan
yang digunakan adalah mm per 10 detik dengan berat beban tertentu yang
dinyatakan dalam gram.
3. Warna sayuran atau buah-buahan dapat diukur dengan menggunakan
photovolt reflection meter atau dengan cara visual. Pengukuran dengan
menggunakan photovolt reflection meter didasarkan atas banyaknya sinar
yang dipantulkan oleh permukaan bahan yang dianalisa dibandingkan
dengan permukaan standar yang telah diketahui persentase refleksinya.
4. pH, sebanyak 50 gram sayuran atau buah-buahan diekstraksi dengan 50 ml
air destilata dan diukur pH-nya dengan menggunakan pH-meter.
5. Bentuk, pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati perubahan
bentuk dan tekstur dari sayuran dan buah-buahan.

8
6. Masing-masing pengamatan dilakukan pada hari penyimpanan ke-0, 2, 4,
dan 6 hari pada suhu kamar. Kemudian dibuat tabel hasil pengamatan dari
masing-masing bahan dengan parameter pengamatan, yaitu kekerasan,
warna, dan bentuk.
7. Didiskusikan secara singkat mengenai hasil-hasil pengamatan tersebut
dengan tingkat kesegaran dari masing-masing bahan.
8. Uji organoleptik, pengamatan dilakukan terhadap kondisi mutu-fisik/visual
sayuran dan buah bahan percobaan secara subjektif selama penyimpanan.
Untuk pengamatan visual-subjektif sayuran bahan percobaan dapat
menggunakan format tabel untuk skoring pada praktikum. Sedangkan
pengamatan visual-objektif terhadap buah dilakukan terhadap tingkat
kekerasan, warna dan pembusukan dengan menggunakan skoring.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Uji Organoleptik
Sampel Duplikat (Pengulangan)
Parameter Penyimpanan
(Komoditi) A1 A2 A3
0 hari 3 3 3
2 hari 3 3 2
Tomat
4 hari 3 4 3
6 hari 4 3 2
0 hari 2 2 2
2 hari 3 3 3
Pisang
4 hari 3 3 4
6 hari 3 4 4
0 hari 3 3 3
2 hari 4 4 4
Kekerasan Cabai
4 hari 4 3 3
6 hari 4 4 4
0 hari 2 1 2
2 hari 3 3 3
Jeruk Nipis
4 hari 3 2 2
6 hari 4 4 4
0 hari 2 2 2
2 hari 3 3 3
Bayam
4 hari 3 3 3
6 hari 3 3 2
Warna 0 hari 1 1 1
2 hari 1 1 2
Tomat
4 hari 1 1 2
6 hari 1 1 2
Pisang 0 hari 1 1 1

10
2 hari 2 2 2
4 hari 4 4 4
6 hari 5 5 5
0 hari 1 1 1
2 hari 2 1 1
Cabai
4 hari 3 3 2
6 hari 4 3 2
0 hari 1 1 1
2 hari 3 3 3
Jeruk Nipis
4 hari 4 4 4
6 hari 5 5 5
0 hari 1 1 1
2 hari 2 2 2
Bayam
4 hari 4 4 4
6 hari 5 5 5
0 hari 1 1 1
2 hari 1 2 1
Tomat
4 hari 1 2 1
6 hari 1 4 3
0 hari 1 1 1
2 hari 1 1 1
Bentuk Pisang 4 hari 2 2 2
6 hari 4 4 5
0 hari 1 1 1
2 hari 1 1 1
Cabai
4 hari 2 2 1
6 hari 4 3 2
Jeruk Nipis 0 hari 1 1 1
2 hari 1 1 1
4 hari 1 2 2
6 hari 3 2 4

11
0 hari 1 1 1
2 hari 2 2 2
Bayam
4 hari 3 3 3
6 hari 4 4 5
Keterangan:
Skoring Visual Objektif

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan pascapanen produk hasil
pertanian, yaitu tomat, pisang, cabai, jeruk nipis, dan bayam. Masing-masing
produk hasil pertanian diamati setiap hari ke 0, 2, 4, dan 6 hari. Dalam
pengamatan diamati kekerasan, warna, dan bentuknya.
Pada tabel 4.1 dapat memberikan informasi bahwa tingkat kebusukan
produk hasil pertanian pada komoditi yang berbeda, maka akan berbeda pula
tingkat kebusukannya. Pada tingkat kekerasan, sangat keras ada pada jeruk
nipis sampel (A2). Pada tingkat perubahan warna dan perubahan bau juga
berbeda pada produk hasil pertanian. Dari berbagai praktikum dapat diketahui
bahwa buah dan sayur yang cepat dalam kebusukannya adalah pisang dan
bayam.
Kerusakan hasil pertanian yang akan dibahas disini adalah kerusakan hasil
pertanian secara fisik dan kimia. Kerusakan hasil pertanian secara fisik
biasanya dapat dilihat dari perubahan warna dan bentuknya. Hal ini sesuai
pernyataan Yuniastri dkk. (2020) yangmenyatakan bahwa kerusakan hasil
pertanian secara fisik pada tomat bersifat subjektif. Parameter yang
digunakan meliputi kenampakan, tekstur, dan warna. Parameter bau atau
aroma erat hubungannya dengan proses kerusakan biologi. Karakteristik
kerusakan fisik pada tomat bersifat subjektif. Parameter yang

12
digunakan meliputi kenampakan, tekstur, dan warna. Parameter bau atau
aroma erat hubungannya dengan proses kerusakan biologi

13
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah diamati dapat diambil kesimpulan bahwa
tingkat kerusakan atau kebusukan bahan pangan hasil pertanian yang telah
disimpan selama beberapa hari pada suhu kamar dibandingkan dengan bahan
yang masih segar sudah pasti mengalami perubahan, namun di setiap jenis
komoditi produk pertanian yang berbeda baik itu buah maupon sayur juga
mengalami tingkat kerusakan yang berbeda-beda.

5.2 Saran
Praktikum kali ini berjalan dengan baik dan lancar. Hanya saja mungkin
karena kondisi yang masih pandemi, praktikum dilakukan dengan hati-hati
dengan protocol kesehatan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arham, Z. (2004). Evaluasi Mutu Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia


Swingle). Makalah Pengantar Falsafah Sains.
Bourne, M.C. 1999. Overview of Postharvest Problem in Fruits and Vegetable.
Sec. Edition. Washington DC: National Academy Press.
Christian, Bobby Fajar, Uning Lestari, dan Dina Andayati. 2019. Sistem
Aplikasi Identifikasi Kematangan Buah Jeruk Nipis berdasarkan Fitur
Warna dan Menggunakan Support Vector Machine. Jurnal Script. Vol.
7(2): 248-256.
Djaafar, Titiek F. dan Siti Rahayu. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk
Pertanian, Penyakit yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Jurnal
Litbang Pertanian. Vol. 26(2): 35-73.
Di Mascio P, Kaiser S, Sies H. 1989. Lycopene as The Most Efficient
Biological Carotenoid Singlet Oxygen Quencher. Archives of
Biochemistry and Biophysics.
Dody D. Handoko, Besman Napitupulu dan Hasil Sembiring. 2005.
Penanganan Pascapanen Buah Jeruk. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi lnovatif Pascapanen untuk Pengembangan lndustri Berbosis
Pertanian.
Hatton, T.T., Pantastico, E.B. 1986. Persyaratan Masing - Masing Komoditi
dalam Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan
dan Sayuran Tropika dan Sub Tropika. Terjemahan oleh Prof. Ir.
Kamariyani: UGM.
Kasmire, R.F. 1985. Postharvest Technology of Horticultural Crop. The
Regents of University of California: Devision of Agriculture and Natural
Resources.
Mahyudi, Fitri dan Husinsyah. 2020. Kelayakan Usahatani Bayam (Amaranthus
spp) Media Pasir Desa Abumbun Jaya Kecamatan Sungai Tabuk
Kabupaten Banjar. Ziraa’ah. Vol. 45(3): 318-327.
Muctadi, T. R dan Sugiono, 2013. Prinsip dan proses Teknologi Pangan.
Bandung: Alfabeta.

15
Muhtadi, D., Anjarsari, B. 1995. Meningkatkan Nilai Tambah Komoditas
Sayuran. Prosiding.
Rumahrupute, Boetie. 2007. Pengembangan dan Pascapanen Pisang (Musa Sp).
Prosiding Seminar Nasional. Maluku: Universitas Pattimura.
Samad, M. Yusuf. 2006. Pengaruh Penanganan Pascapanen terhadap Mutu
Komoditas Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Vol. 8(1):
31-36.
Sumardiono, Siswo, Mohamad Basri, dan Rony. Pasonang Sihombing. 2009.
Analisis Sifat-Sifat Psiko-Kimia Buah Tomat (Lycopersicon Esculentum)
Jenis Tomat Apel, Guna Peningkatan Nilai Fungsi Buah Tomat sebagai
Komoditi Pangan Lokal. Semarang: Universitas Diponegoro.
Tonucci, L., M.J. Holden, G.R. Beecher, F. Khacik, C.S. Davis, and G
Mulokozi. 1995. Carotenoid Content of Thermally Processed Tomato
based Food Product. J. Agric, Food Chem. Vol. 43(2): 579-586.
Wijaya, William Dwi dan I Nyoman Sutapa. 2013. Upaya Pengurangan
Tingkat Kecacatan Cabai Pascapanen pada Jalur Rantai Pasok. Jurnal
Titra. Vol. 1(2): 253-255.
Winarno, F. G..1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yuniastri, Ratih, Ismawati, Vika Milkatil Atkhiyah, dan Khalid Al Faqih. 2020.
Karakteristik Kerusakan Fisik dan Kimia Buah Tomat. Journal of Food
Technology and Agroindustry. Vol. 2(1): 1-8.

16
LAMPIRAN

Hari ke-0

Hari ke-2

1
Hari ke-4

Hari ke-6

Anda mungkin juga menyukai