Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH MANAJEMEN TATA LINGKUNGAN PERIKANAN BUDIDAYA

“ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN BIO-AKTIF ALAMI CURCUMA


DOMESTIKA PADA PEMBENIHAN IKAN MAS(CYPRINUS CARPIO L)”
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Arief Prajitno, MS

Oleh :

Nayif Dholifun Nafsi Daud B02_18_215080501111055

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberi petunjuk dan rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat
mengerjakan dan menyelesaikan penugasan Makalah Terstruktur Manajemen
Tata Lingkungan Perikanan Budidaya. Makalah ini berisi tentang Probiotik
Alternatif Penanggulangan Gangguan Linkungan. Penugasan makalah ini
disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mahasiswa dalam mata kuliah
Manajemen Tata Lingkungan Perikanan Budidaya dan dapat menjadi
referensi ilmu pengetahuan bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah Probiotik Alternatif


Penanggulangan Gangguan Lingkungan ini masih belum sempurna, sehingga
kami mengharapkan saran dan kritik konstruktif bagi penyempurnaan
pembuatan makalah ini dilain waktu. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan dapat dijadikan referensi bagi penerapan ilmu-ilmu yang
didapat dari mata kuliah Manajemen Tata Lingkungan Perikanan Budidaya.

Malang, 15 September 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................3
BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................5
1.1 Latar Belakang.................................................................................6
1.2 Rumusan Masalah............................................................................8
1.3 Tujuan............................................................................................8
BAB 2. PEMBAHASAN..............................................................................10
2.1 Ikan Mas (Cyprinus Carpio L)..........................................................10
2.2 Bioaktif Alami.................................................................................12
2.3 Kunyit (Curcuma Domestika)...........................................................15
2.4 Dampak Kunyit sebagai Bioaktif Alami bagi Kegiatan Budidaya...........17
2.5 Penerapan Kunyit sebagai bioaktif alami bagi Kegiatan Budidaya.......19
BAB 3. PENUTUP.................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan....................................................................................22
3.2 Saran............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................24

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ikan Mas Jalapaya (Ridwantara, et al. 2019)


Gambar 2. Gambaran umum klasifikasi Bio-aktif (Saida, et al. 2022)
Gambar 3. Kunyit dan Bubuk Kunyit (Aziz, 2019)
Gambar 4. Efektifitas Kunyit sebagai Bio-Aktif (Wahjuningrum, et al., 2014)

4
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Aziz (2019)...................................................................23


Lampiran 2. Diandini (2017) ...........................................................24
Lampiran 3. Kelabora (2013)...........................................................25
Lampiran 4. Nufitriah, et al. (2021) ................................................26
Lampiran 5. Purbomartono, et al. (2022)….....................................28
Lampiran 6. Rahayu, et al. (2013) ...................................................30
Lampiran 7. Ridwantara, et al. (2019) ............................................31
Lampiran 8. Irawan, et al. (2017) ...................................................31
Lampiran 9. Saidi (2022)..................................................................32
Lampiran 10. Sukenda (2015)..........................................................33
Lampiran 11. Widyastuti (2017)......................................................34

5
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang semakin modern juga berdampak pada


perkembangan kegiatan budidaya perairan. Penerapan sistem budidaya yang
intensif akibat kemajuan teknologi dilakukan agar kebutuhan pasar pada
bidang perikanan dapat terpenuhi. Sistem budidaya intensif dalam bidang
perikanan memiliki efek samping pada budidaya ikan. Sistem budidaya
intensif telah memunculkan permasalah berupa penurunan daya dukung
tambak atau kolam bagi kehidupan ikan/udang yang dibudidayakan. Hal ini
memicu efek samping yang berkelanjutan misalnya saja kualitas biota
kultivan yang menurun sehingga dapat menimbulkan kerugian yang besar
pada sektor budidaya. Menurut Katili, et al. (2017), mengatakan bahwa
teknologi intensifikasi pada kegiatan budidaya perairan diharapkan dapat
meningkatkan produksi secara berkelanjutan. Sistem budidaya secara intensif
ini memiliki efek samping dikarenakan limbah berlebih yang dihasilkan sistem
budidaya intensif. Hal ini menimbulkan beberapa implikasi pada lingkungan
seperti polusi lingkungan sekitar, bahaya introduksi spesies, dan kesusakan
habitat alami dari kultivan.

Kemajuan teknologi pada kegiatan budidaya harus diimbangi dengan


memperhatikan keseimbangan lingkungan agar kerusakan lingkungan yang
lebih serius dapat dicegah. Komponen bioaktif adalah senyawa aktif dalam
pangan fungsional yang bertanggung jawab atas berlangsungnya reaksi -
reaksi metabolisme yang menguntungkan kesehatan. Pangan fungsional
adalah makanan yang memiliki kandungan bahan pangan, yaitu tiga fungsi
berupa fungsi primer, artinya makanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan
gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral), fungsi sekunder,

6
artinya makanan tersebut dapat diterima oleh konsumen secara sensoris, dan
fungsi tersier, Makanan fungsional dikonsumsi bukan berupa obat (serbuk),
kapsul, tablet, tetapi dikonsumsi dalam bentuk makanan (Diandini, 2017).

Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terdapat pada tumbuhan dan


hewan seperti alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid, saponin dan tannin.
Komponen bio aktif ini berfungsi sebagai anti mikroba alami, anti kanker, anti
oksidan, anti gel, penyegar, emulsifier. Indonesia kaya akan tanaman lokal yang
berpotensi memiliki komponen biaktif yaitu tanaman rempah, tanaman perkebunan
dan tanaman hortikultura yang dapat diolah untuk menghasilkan senyawa bioaktif.
Tanaman rempah-rempah dapat diolah lebih untuk menghasilkan oleoresin dan
minyak atsiri, yang kaya akan komponen bioaktif yang bermanfaat bukan hanya
untuk menghasilkan cita rasa dan aroma pada makanan, tetapi juga mengandung
senyawa bioaktif, yang berguna untuk menjaga kesehatan kita. Contohnya adalah
minyak atsiri yang mengandung senyawa bioaktif yang dapat berfungsi sebagai
aroma theraphy. Senyawa bioaktif juga dapat dihasilkan dari tanaman yang selama
ini mungkin kurang dimanfaatkan, seperti daun Waru. Daun waru mungkin selama
ini hanya digunakan sebagai pembungkus makanan, padahal dari waru dapat
diproses untuk menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai anti
mikroba. Senyawa bioaktif juga dapat dihasilkan dari memproses limbah hasi
pertanian, seperti kulit dan jantung pisang, atau juga dari kulit buah naga dan kulit
jeruk (Widhoyo, et al., 2022).

Kunyit menurut Rahayu (2013), memiliki banyak kandungan kimia antara lain
glukosa, fruktosa, protein, minyak atsiri dan kurkumin serta turunannya
monodesmetoksik kurkumin dan bidesmetoksik kurkumin hingga 50-60%. Bahan
bioaktif utama kunyit adalah kurkumin. Penelitian telah menunjukkan bahwa
kurkumin memiliki sifat antioksidan kuat, penyembuhan, dan anti-inflamasi. Sumber
antioksidan lain yaitu bayam. Kandungan flavonoid pada bayam memiliki fungsi
sebagai antioksidan yang dapat menghalangi tubuh dari radikal bebas.

7
Ikan menurut Widiastuti (2019), merupakan salah satu sumber protein
hewani yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Jenis ikan yang
banyak dibudidayakan dan digemari masyarakat khususnya Sulawesi Tengah
salah satunya adalah ikan mas. Ikan mas adalah salah satu jenis ikan yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi dan banyak dibudidayakan karena
mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan dan
makanan yang tersedia. Selain itu juga memiliki potensi yang sangat baik
untuk dikembangkan karena mudah untuk dipijahkan, tahan terhadap
penyakit, pemakan segala dan pertumbuhannya cepat. Menurut Cahyono
(2000), ikan mas memiliki pertumbuhan yang tergolong cepat karena pada
umur 5 bulan sejak telur menetas bobot badannya sudah mencapai 500
g/ekor, sedangkan kecepatan pertumbuhan ikan mas di kolam biasanya 3 cm
setiap bulan dalam periode penebarannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan bio-aktif alami?


2. Apakah kunyit dapat digunakan sebagai bio-aktif alami?
3. Bagaimana dampak pengaplikasian kunyit sebagai metode bio-aktif
alami pada budidaya ikan mas?
4. Bagaimana cara pengaplikasian kunyit sebagai metode bio-aktif alami
pada budidaya ikan mas?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian probiotik.


2. Untuk mengetahui jenis jenis mikroba yang dapat digunakan sebagai
probiotik.
3. Untuk mengetahui cara pengaplikasian probiotik dalam kegiatan
budidaya perairan.

8
4. Untuk mengetahui jumlah dosis probiotik yang optimal untuk kegiatan
budidaya perairan
5. Untuk mengetahui manfaat dari penggunan probiotik alami dalam
kegiatan budidaya perairan.

9
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Ikan Mas (Cyprinus Carpio L)

Ikan mas menurut Ridwantara, et al., (2019), adalah salah satu jenis
ikan air tawar yang memiliki prospek yang baik untuk dibudidayakan. Ikan
mas adalah jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan
digemari masyarakat. Usaha pembesaran ikan mas telah berkembang pesat
sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Ikan mas (Cyprinus carpio)
merupakan spesies ikan air tawar yang sudah lama dibudidayakan dan
terdomestikasi dengan baik di dunia. Indonesia memiliki strain ikan mas yang
dikenal masyarakat, beberapa strain ikan mas yang dibudidayakan yakni
Majalaya, Punten, Sinyonya, Domas, Merah/Cangkringan, Kumpai dan
sebagainya. Ikan mas varietas majalaya merupakan ikan mas yang memiliki
keunggulankeunggulan baik secara fisik, fisiologis maupun genetik. Ikan ini
pertama dikembangkan di daerah Majalaya, Bandung, merupakan hasil
seleksi Bapak H. Ayub. Informasi pertama adanya varietas ini berasal dari
Bapak H. Ajin sebagai petugas perikanan Kecamatan Majalaya, kemudian
pada tahun 1974 varietas ini mulai diteliti oleh Lembaga Penelitian Perikanan
Darat (kini Balai Penelitian Perikanan Air Tawar) dan dikembangkan oleh
Pangkalan Budidaya Air Tawar (kini Balai Budidaya Air Tawar) serta Fakultas
Perikanan Institut Pertanian Bogor. Keunggulan ikan mas majalaya yaitu laju
pertumbuhannya relatif cepat, tahan terhadap infeksi bakteri Aeromonas
hydrophilla, rasanya lezat dan gurih dan tersebar luas di Indonesia.
Fekunditas atau jumlah telur yang dihasilkan ikan mas majalaya tergolong
tinggi, yakni 84.000—110.000 butir per kilogram induk.

10
Gambar 1. Ikan Mas Jalapaya (Ridwantara, et al. 2019)

Kegiatan budidaya tidak selalu berjalan dengan mudah, selalu terdapat


kendala yang dapat menghambat kegiatan budidaya, dalam usaha
pembenihan kendala yang biasa di hadapi adalah tingkat kelangsungan hidup
yang rendah dan pertumbuhan ikan yang relatif lambat (Kelabora 2010).
Kelangsungan hidup larva ikan mas diperkirakan hanya sekitar 30– 40% dari
setiap satu ekor induk yang dipijahkan. Penyebab rendahnya tingkat
kelangsungan hidup benih ikan mas ini salah satunya disebabkan faktor suhu,
suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan larva atau benuh ikan menjadi
stres dan mati. Suhu yang rendah juga mengakibatkan pertumbuhan larva
ikan menjadi lambat. Hal ini disebabkan suhu sangat berpengaruh terhadap
proses metabolisme dan proses metabolisme akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ikan.

Ikan mas adalah ikan air tawar yang hidup di sungai-sungai Indonesia.
Ikan ini juga menjadi ikan budidaya sejak tahun 1920-an. Meski populer di
Indonesia, ternyata ikan mas yang hidup disekitar kita umumnya berasal dari
Cina, Taiwan, Jepang, dan Eropa. Sampai saat ini, ada lebih dari sepuluh
jenis ikan mas yang telah teridentifikasi berdasarkan morfologi atau ciri
fisiknya. Di beberapa daerah di Indonesia, ikan ini memiliki julukan yang

11
berbeda-beda, mulai dari ikan tombro, ikan raja, ikan tikeu, ikan kacra, dan
ikan rayo. Ikan mas tergolong jenis ikan paling populer dan menjadi favorit
berbagai kalangan karena rasa dan kandungan nutrisinya yang baik bagi
tubuh. Ikan yang masuk dalam famili Cyprinidae ini mempunyai warna sangat
beragam dan bervariasi. Biasanya, warna ikan ini meliputi kekuningan,
merah, oranye, serta abu-abu kehitaman.

Umumnya, ikan mas liar hidup di sungai, kubangan, atau di perairan


dangkal terbatas, seperti waduk dan danau. Ikan mas lebih banyak
menghabiskan waktunya berenang di bawah air, namun sesekali mengarah
ke permukaan saat mencari makan. Ikan mas sangat suka hidup di daerah
perairan yang kedalamannya mencapai 1 meter dengan aliran air cenderung
pelan. Tak hanya itu, ikan ini juga sangat menyukai daerah perairan yang
subur karena di tempat seperti ini makanan alami sangat melimpah. Ikan
mas hidup ideal di tempat dengan ketinggian antara 150 hingga 160 mdpl.
Ikan mas bersifat thermofil, yaitu mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi
dengan perubahan suhu lingkungannya. Menariknya, meski tergolong jenis
ikan air tawar, tapi ikan ini mampu hidup di perairan yang mengandung
kadar garam dan salinitas mencapai 25% sampai 30%.

2.2 Bio-aktif Alami

Bioaktif menurut Saida, et al., (2022), berasal dari Bahasa Yunani,


yaitu “bios” dan “activus”. Bios memiliki arti hidup dan activus memiliki arti
dinamis atau penuh dengan energi. Senyawa bioaktif merupakan metabolit
sekunder yang tidak dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, tetapi
dibutuhkan meningkatkan kemampuan tanaman untuk bertahan hidup dari
rintanganrintangan yang ada di dekat tanaman tersebut. Keberadaan
metabolit sekunder ini sangat penting bagi tumbuhan untuk dapat
mempertahankan dirinya dari makhluk hidup lainnya, mengundang kehadiran

12
serangga untuk membantu penyerbukan dan lain-lain. Metabolit sekunder
juga memiliki manfaat bagi makhluk hidup lainnya. Metabolisme sekunder
menghasilkan sejumlah besar senyawa-senyawa khusus yang terhubung
dengan metabolisme primer dalam hal senyawa pembangun dan enzim
dalam biosintesis.

Senyawa bioaktif terdiri dari molekul-molekul kecil yang spesifik


dengan fungsi dan peranan yang berbeda. Keberadaan senyawa bioaktif
pada tanaman jumlahnya hanya sedikit, namun senyawa ini memiliki peranan
yang cukup penting bagi kesehatan tubuh manusia. Kandungan senyawa
bioaktif merupakan penanggung jawab terhadap khasiat suatu tanaman yang
memiliki efek farmakologi. Senyawa bioaktif (senyawa fitogenik) umumnya
dijumpai pada semua bagian tanaman, akar, batang, daun, dan buah.
Sebagian zat bioaktif memiliki sifat antimikroba, antifungi, antioksidan, dan
atau imunomodulator. Senyawa bioaktif diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok besar, yaitu: polifenol, alkaloid, serta terpene dan terpenoid. Selain
itu terdapat pula klorofil, glukosinolat dan antraquinon.

13
Gambar 2. Gambaran umum klasifikasi Bio-aktif (Saida, et al. 2022)

Senyawa bioaktif adalah nutrisi dan non nutrisi yang ada dalam
matriks makanan dan dapat menghasilkan efek fisiologis di luar sifat nutrisi
klasiknya. Artinya, senyawa bioaktif adalah senyawa yang terkandung dalam
tumbuhan, hewan, manusia, juga bahan makanan tertentu yang memiliki
fungsi fisiologis. Senyawa bioaktif memiliki kemampuan untuk memodulasi
satu atau lebih proses metabolisme yang menghasilkan peningkatan kondisi
kesehatan yang lebih baik. Sehingga, senyawa bioaktif diperlukan tubuh
untuk mengoptimalkan proses metabolisme juga meningkatkan kesehatan.
Efek kesehatan yang dimiliki senyawa bioaktif, biasanya dikarenakan senyawa

14
tersebut memiliki sifat antioksida, antimikroba, antiinflamasi, ataupun
antikarsinogenik. Contoh senyawa bioaktif adalah:

1. Flavonoid: metabolit sekunder tanaman berupa senyawa 15 atom


karbon yang merupakan antioksidan alami.
2. Karotenoid: pigmen kuning, merah, dan jingga pada tumbuhan yang
merupakan antioksidan alami.
3. Karnitin: senyawa yang dibuat dalam hati, ginjal, dan otak yang
berfungsi mengubah lemak menjadi energi.
4. Kolin: senyawa organik yang memelihara kesehatan fungsi otak dan
hati, juga kontrol gerakan otot.
5. Polifenol: senyawa dalam tumbuhan yang dapat meningkatkan
kesehatan jantung juga sistem imun.

2.3 Kunyit

Kunyit (Curcuma domestica Val.) adalah termasuk salah satu tanaman


rempah-rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara. Tanaman ini
kemudian mengalami penyebaran ke daerah Malaysia, Indonesia, Australia
bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indoesia dan India serta bangsa Asia
umumnya pernah mengonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap
bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan.
Dalam bahasa Banjar kunyit atau kunir ini dinamakan “Janar”.

Kunyit adalah rempah-rempah yang biasa digunakan dalam masakan


di negara-negara Asia. Kunyit sering digunakan sebagai bumbu dalam
masakan sejenis gulai, dan juga digunakan untuk memberi warna kuning
pada masakan, atau sebagai pengawet. Produk farmasi berbahan baku
kunyit, mampu bersaing dengan berbagai obat paten, misalnya untuk
peradangan sendi (arthritis-rheumatoid) atau osteo-arthritis berbahan aktif

15
ntrium deklofenak, piroksikam, dan fenil butason dengan harga yang relatif
mahal atau suplemen makanan (Vitamin-plus) dalam bentuk kapsul. Produk
bahan jadi dari ekstrak kunyit berupa suplemen makanan dalam bentuk
kapsul (Vitamin-plus) pasar dan industrinya sudah berkembang. Suplemen
makanan dibuat dari bahan baku ekstrak kunyit dengan bahan tambahan
Vitamin B1, B2, B6, B12, Vitamin E.

Gambar 3. Kunyit dan Bubuk Kunyit (Aziz, 2019)

Kunyit menurut Aziz (2019), merupakan tanaman tahunan kuno yang


tumbuhnya merumpun. Tanaman kunyit terdiri dari akar, rimpang, batang
semu, pelepah daun, daun, tangkai bunga dan kuntum. bunga. Rimpang
kunyit tumbuh dari umbi utama dengan bentuknya yang bervariasi antara
bulat-panjang, pendek dan tebal lurus ataupun melengkung. Batang tanaman
kunyit relatif pendek dan membentuk tanaman semu dari pelepah daun yang
saling menutupi. Kandungan zat kimia yang ada dalam rimpang kunyit adalah
minyak atsiri, pati, serat dan abu. Rimpang kunyit kandungan kimianya akan
lebih tinggi apabila berasal dari dataran rendah dibandingkan dengan
rimpang kunyit yang berasal dari dataran tinggi. Kunyit memiliki khasiat bagi
kesehatan, salah satunya adalah sebagai antipiretik.

16
2.4 Dampak Kunyit sebagai Bioaktif Alami bagi Kegiatan Budidaya

Kunyit atau kunir (Curcuma domestica) menurut Nurfitriah, et al.,


(2021), merupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak memiliki
manfaat diantaranya sebagai obat tradisional, bumbu masakan, bahan
pengawet, dan pewarna makanan. Bagian kunyit yang sering dimanfaatkan
adalah rimpangnya (umbi kunyit). Rimpang kunyit mengandung senyawa
bioaktif yang berperan sebagai antioksidan. Komponen aktif yang terdapat
dalam kunyit dan memberikan warna kuning adalah kurkuminoid. Komponen
aktif ini bermanfaat sebagai antirematik, antiinflamasi, dan antikanker
karena komponen tersebut mempunyai sifat sebagai antioksidan. Komposisi
kimia kunyit adalah kadar air (13,1%), karbohidrat (69,4%), protein
(6,3%), lemak (5,1%), dan mineral (3,5%). Dari proses destilasi uap, kunyit
juga mengandung minyak esensial (5,8%) terdiri dari borneol (0.5%),
sabinene (0.6%), aphellandrene (1%), cineol (1%), zingiberene (25%) dan
sesquiterpen (53%).

Kunyit merupakan salah satu jenis tanaman temu-temuan yang


memiliki banyak sekali manfaat termasuk antibakteri, bagian dari kunyit yang
seringkali dimanfaatkan yaitu bagian rimpangnya (Musa et al., 2008)..
Pemanfaatan kunyit baik sebagai antibakteri maupun penambah nafsu makan
telah diujikan pada beberapa hewan uji, sehingga upaya pengendalian infeksi
bakteri E. tarda terhadap ikan mas menggunakan ekstrak kunyit perlu diuji
lebih lanjut terkait efektivitasnya dalam kegiatan pemeliharaan. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji penambahan ekstrak kunyit pada pakan melalui
metode pencegahan, pengobatan serta pengendalian dan menggunakan
dosis berbeda terhadap infeksi bakteri E. tarda pada individu ikan mas
(Wahjuningrum, et al., 2014).

17
Herbal untuk komoditas perikanan mempunyai keunggulan untuk
dikembangkan. Arah kebijakan bidang perikanan adalah peningkatan
produksi yang aman dikonsumsi. Suplementasi berbagai herbal sangat
potensial digunakan sebagai tambahan pada pakan dasar ikan budidaya
sehingga mampu meningkatakan pertumbuhandan imunitas. Beberapa
herbal teresterial seperti temulawak, bawang putih, kunyit dan Aloe
veradiketahui mempunyai khasiat untuk kesehatan dan pertumbuhan. Herbal
merupakan bahan alami dengan berbagai kandungan senyawa yang memiliki
fungsi beragam. Secara empirik, herbal sebagai alternatif obat telah
digunakan dalam pencegahan maupun pengobatan berbagai penyakit
terutama berkaitan dengan sistem imunitasdan promotor pertumbuhan.
Herbal temulawak diketahui dapat meningkatkan imunitas tubuh.
Penelitian yang dilakukan diet suplementasi temulawak pada ikan tawes
dapat memperbaiki kondisi kesehatan, meningkatkan sintasan, pertumbuhan
relatifdan intakepakan dengan dosis 9 g/kg pakan. Selanjutnya ikan tengadak
yang diberikan suplemen tepung temulawak dapat meningkatkan
pertumbuhan (Purbomartono, et al., 2022).

Salah satu imunostimulan alami yang potensial untuk meningkatkan


pertumbuhan dan menambah nafsu makan ialah kunyit. Kunyit merupakan
tanaman herba yang sejak lama digunakan sebagai bumbu makanan dan
obat. Kandungan kimia kunyit berupa protein (6,3%), lemak (5,1%), mineral
(3,5%), dan karbohidrat (69,4). Kandungan terbesar dalam kunyit adalah
kurkumin yakni sebesar 94% (Bagchi, 2012). Kurkumin bersifat sebagai
antioksidan dan dapat diterapkan dalam bidang akuakultur salah satunya
dicampur dalam pakan ikan karena dapat meningkatkan metabolisme dan
penyerapan nutrisi. Salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ikan
yaitu dengan cara menambahkan imunostimulan ke dalam pakan.
Imunostimulan dilaporkan dapat meningkatkan resistensi terhadap infeksi

18
penyakit baik pada ikan maupun udang sekaligus mampu meningkatkan
pertumbuhan ikan (Mose, et al., 2019).

2.5 Penerapan Kunyit sebagai bioaktif alami bagi Kegiatan Budidaya

Penerapan kunyit sebagai bioaktif menurut Wahjuningrum, et al.,


(2014), adalah dilakukannya ekstraksi pada rimpang kunyit segar. Dosis
ekstraksi yang dilakukan yaitu 1:10 (w/v). Pelarut untuk ekstraksi antara lain
air, alkohol 70%, dan alkohol 96%. Perlakuan dengan pelarut air
menggunakan metode perendaman air hangat (infusi, suhu berkisar 70 °C)
dan dekoksi (perebusan, suhu berkisar 90 °C) selama 15 menit, sedangkan
pelarut alkohol 70% dan 96% menggunakan metode maserasi selama 24
jam. Dosis pencegahan yang digunakan sesuai dengan modifikasi dari
metode Darmawan (2007) yaitu 1:2 (v/w) yaitu setiap 1 L ekstrak bahan
digunakan pada 2 kg pakan. Dosis pengobatan menggunakan perbandingan
1:1 (v/w) atau setiap 1 L ekstrak bahan digunakan pada 1 kg pakan.

Zona hambat adalah visualisasi kemampuan antibakteri dari ekstrak


kunyit segar yang diekstraksi melalui empat metode ekstraksi berbeda, yaitu
perlakuan A dengan infusi air hangat selama 15 menit, perlakuan B melalui
dekoksi (perebusan) kunyit selama 15 menit, perlakuan C dengan metode
maserasi alkohol 96% selama 24 jam dan perlakuan D yaitu maserasi alkohol
70% selama 24 jam sesuai penelitian Paulucci et al. (2013). Perbandingan
kunyit dan pelarut yaitu 1:10 (w/v) sesuai dengan penelitian dari Kumar et al.
(2012) yang menggunakan perbandingan 100 mg/mL pelarut. Bakteri dengan
kepadatan 109 cfu/mL sebanyak 0,1 mL disebar pada media BHIA,
selanjutnya kertas cakram yang telah direndam dalam ekstrak kunyit selama
lima menit diletakkan pada media BHIA. Inkubasi zona hambat pada suhu
sekitar 26–29 °C selama 24 jam. Kuantifikasi zona hambat melalui
pengukuran diameter zona hambat yang terbentuk.

19
Ekstrak kunyit segar dicampur dengan pakan kemudian diberikan
melalui metode oral pada pemeliharaan ikan mas, dengan perlakuan
pencegahan (diberikan pada hari ke-0 hingga hari ke-14 sebanyak 1 L
ekstrak/2 kg pakan, pengobatan (diberikan pada hari ke-15 hingga hari ke-21
sebanyak 1 L ekstrak/1 kg pakan), dan pengendalian (diberikan pada hari ke-
0 hingga hari ke-21 sebanyak I L ekstrak/1 kg pakan). Uji tantang dilakukan
pada hari ke-14, menggunakan bakteri E. tarda. Pada saat uji tantang pada
hari ke-14 ikan dipuasakan. Frekuensi pemberian pakan yaitu tiga kali dalam
sehari, dengan jadwal pemberian pagi (07.00-08.00), siang (12.00- 13.00),
dan malam (19.00-20.00) WIB. Setelahnya dilakukan pengendalian kualitas
air yang digunakan untuk perlakuan merupakan air tanah yang ditampung
dalam tandon air tawar dan dialirkan ke laboratorium. Kelayakan kualitas air
pemeliharaan dipastikan tetap terjaga untuk masing-masing parameter
antara lain kelarutan oksigen (DO), tingkat keasaman (pH), kadar nitrit, dan
amonia, sedangkan untuk parameter suhu diamati setiap hari. Air
pemeliharaan disifon setiap tiga hari sekali dan dilakukan pergantian air
sebanyak 50% setiap minggu setelah pengambilan sampel uji kualitas air
sesuai dengan metode dari APHA.

Respons makan diamati dengan menghitung jumlah ikan yang naik ke


permukaan untuk makan dan dicatat pada saat pemberian pakan untuk
setiap perlakuan dan ulangan, juga dilakukan penimbangan sisa pakan.
Gejala klinis yang diamati pada organ luar tubuh yaitu munculnya
abnormalitas meliputi depigmentasi kulit, pembengkakan, hemoragi atau
pendarahan dan luka, hingga kemunculan tukak. Gejala klinis yang diamati
pada organ dalam ikan meliputi perubahan warna hati, pembengkakan
pankreas, dan kemunculan gelembung gas pada saluran pencernaan. Hasil
kuantifikasi zona hambat diperoleh melalui pengukuran zona hambat dengan
pengambilan jarak terpanjang dan terpendek. Perlakuan kontrol negatif dan

20
metode infusi diperoleh hasil zona hambat 0 mm karena tidak terbentuknya
zona hambat dan tumbuhnya bakteri pada bagian bawah kertas cakram.

Gambar 4. Efektifitas Kunyit sebagai Bio-Aktif (Wahjuningrum, et al., 2014)

21
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat dikemukakan dari penggunaan Kunyit sebagai


produk Bio-Aktif alami pada komoditas ikan mas, yaitu:

 Senyawa bioaktif merupakan metabolit sekunder yang tidak


dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, tetapi dibutuhkan
meningkatkan kemampuan tanaman untuk bertahan hidup. Senyawa
bioaktif terdiri dari molekul-molekul kecil yang spesifik dengan fungsi
dan peranan yang berbeda. Senyawa bioaktif adalah nutrisi dan non
nutrisi yang ada dalam matriks makanan dan dapat menghasilkan efek
fisiologis di luar sifat nutrisi klasiknya.
 Kunyit mengandung senyawa bioaktif yang berperan sebagai
antioksidan. Komponen aktif yang terdapat dalam kunyit dan
memberikan warna kuning adalah kurkuminoid. Komponen aktif ini
bermanfaat sebagai antirematik, antiinflamasi, dan antikanker karena
komponen tersebut mempunyai sifat sebagai antioksidan.
 Kurkumin bersifat sebagai antioksidan dan dapat diterapkan dalam
bidang akuakultur salah satunya dicampur dalam pakan ikan karena
dapat meningkatkan metabolisme dan penyerapan nutrisi. Salah satu
cara untuk meningkatkan pertumbuhan ikan yaitu dengan cara
menambahkan imunostimulan ke dalam pakan. Imunostimulan
dilaporkan dapat meningkatkan resistensi terhadap infeksi penyakit
baik pada ikan maupun udang sekaligus mampu meningkatkan
pertumbuhan ikan.
 Penerapan kunyit sebagai bioaktif adalah dilakukannya ekstraksi pada
rimpang kunyit segar. Melakukan persiapan pakan dengan campuran
ekstraksi kunyit yang telah diproses. Ekstrak kunyit segar dicampur

22
dengan pakan kemudian diberikan melalui metode oral pada
pemeliharaan ikan. terkahir mengukur zona hambat kemampuan
antibakteri dari ekstrak kunyit segar yang diekstraksi melalui empat
metode ekstraksi berbeda.

3.2 Saran

Untuk pembuatan makalah kedepannya sebaiknya dijelaskan dengan


lebih lengkap dan rinci penggunaan Kunyit sebagai alternaitf yang dapat
digunakan sebagai Bio-aktif dalam bidang akuakultur terutama untuk Ikan
Mas. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di
atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Azis, A. (2019). Kunyit (Curcuma domestica Val) sebagai obat antipiretik.


Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, 6(2), 116-120.

Diandini, A. K. (2017). Uji kesukaan es krim kefir labu kuning. Jurnal Riset
Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung, 9(1), 16-22.

Kelabora, D M. (2013). Pengaruh Suhu Terhadap Kelangsungan Hidup dan


Pertumbuhan Larva Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Perikanan
Terubuk. 38 (1), 126-265.

Nurfitriah, S. F., Jayanti, K., Putri, B. A., Trisnawati, T., Putri, R., Oktavia, S.
S., & Arfania, M. (2021). Aktivitas Antipiretik dari Beberapa Senyawa
Aktif. Jurnal Buana Farma, 1(3), 14-20.

Purbomartono, C., Husin, A., Bagasnabila, I. S., Zularini, F. G. D., Susiyani, A.


T., Purwaningsih, E. P., & Purnomo, P. (2022). Efektivitas dan Potensi
Herbal untuk Peningkatan Pertumbuhan Benih Mas dumbo (Clarias
gariepinus). Sainteks, 19(2), 219-229.

Rahayu, S. T., Asgar, A., Hidayat, I. M., Kusmana, K., dan Djuariah, D.
(2013). Evaluasi kualitas beberapa genotipe bayam (Amaranthus sp)
pada penanaman di Jawa Barat. Berita Biologi, 12(2), 153-160.

Ridwantara, D., Buwono, I. D., Suryana, A. A. H., Lili, W., & Suryadi, I. B. B.
(2019). Uji kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan mas
mantap (Cyprinus carpio) pada rentang suhu yang berbeda. Jurnal
Perikanan Kelautan, 10(1).

Saidi, I. A., Azara, R., & Yanti, E. (2022). Nutrisi dan Komponen Bioaktif pada
Sayuran Daun. Umsida Press, 1-140.

24
Wahjuningrum, D., Ikhsan, M. N., & Sukenda, Y. E. (2014). Penggunaan
ekstrak kunyit sebagai pengendali infeksi bakteri Edwardsiella tarda
pada ikan mas The use of Curcuma longa extract to control
Edwardsiella tarda infection on Clarias sp. Jurnal Akuakultur Indonesia,
13(1), 1-10.

Widhoyo, H., Kurdiansyah, K., & Yuniarti, Y. (2020). Uji fitokimia pada
tumbuhan purun danau (Lepironia articulata). Jurnal Sylva Scienteae,
2(3), 484-492.

Widiastuti, I. M. (2019). Pertumbuhan dan kelangsungan hidup (survival rate)


ikan mas (Cyprinus carpio) yang dipelihara dalam wadah terkontrol
dengan padat penebaran yang berbeda. Media Litbang Sulteng, 2(2),
12-17.

25
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Azis, A. (2019). Kunyit (Curcuma domestica Val) sebagai obat


antipiretik. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, 6(2), 116-120.

Lampiran 2 Diandini, A. K. (2017). Uji kesukaan es krim kefir labu kuning.


Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung, 9(1), 16-22.

26
Lampiran 3 Kelabora, D M. (2013). Pengaruh Suhu Terhadap Kelangsungan
Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Perikanan
Terubuk. 38 (1), 126-265.

27
Lampiran 4 Nurfitriah, S. F., Jayanti, K., Putri, B. A., Trisnawati, T., Putri, R.,
Oktavia, S. S., & Arfania, M. (2021). Aktivitas Antipiretik dari Beberapa
Senyawa Aktif. Jurnal Buana Farma, 1(3), 14-20.

28
Lampiran 5 Purbomartono, C., Husin, A., Bagasnabila, I. S., Zularini, F. G.
D., Susiyani, A. T., Purwaningsih, E. P., & Purnomo, P. (2022). Efektivitas dan
Potensi Herbal untuk Peningkatan Pertumbuhan Benih Ikan Mas. Sainteks,
19(2), 219-229.

Lampiran 6 Rahayu, S. T., Asgar, A., Hidayat, I. M., Kusmana, K., dan
Djuariah, D. (2013). Evaluasi kualitas beberapa genotipe bayam (Amaranthus
sp) pada penanaman di Jawa Barat. Berita Biologi, 12(2), 153-160.

29
Lampiran 7 Ridwantara, D., Buwono, I. D., Suryana, A. A. H., Lili, W., &
Suryadi, I. B. B. (2019). Uji kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan
mas mantap (Cyprinus carpio) pada rentang suhu yang berbeda. Jurnal
Perikanan Kelautan, 10(1).

30
Lamiran 8 Saidi, I. A., Azara, R., & Yanti, E. (2022). Nutrisi dan Komponen
Bioaktif pada Sayuran Daun. Umsida Press, 1-140.

31
Lampiran 9 Wahjuningrum, D., Ikhsan, M. N., & Sukenda, Y. E. (2014).
Penggunaan ekstrak kunyit sebagai pengendali infeksi bakteri Edwardsiella
tarda pada ikan mas The use of Curcuma longa extract to control
Edwardsiella tarda infection on Cyprinus carpio. Jurnal Akuakultur Indonesia,
13(1), 1-10.

32
Lampiran 10 Widhoyo, H., Kurdiansyah, K., & Yuniarti, Y. (2020). Uji
fitokimia pada tumbuhan purun danau (Lepironia articulata). Jurnal Sylva
Scienteae, 2(3), 484-492.

33
Lampiran 11 Widiastuti, I. M. (2019). Pertumbuhan dan kelangsungan
hidup (survival rate) ikan mas (Cyprinus carpio) yang dipelihara dalam wadah
terkontrol dengan padat penebaran yang berbeda. Media Litbang Sulteng,
2(2), 12-17.

34

Anda mungkin juga menyukai