Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Pengelolaan Lingkungan Pertanian Berkelanjutan dan


Konservasi Kenekaragaman di Jepang
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Lingkungan
Dosen Pengampu:
Mochammad Ichsan, S.Si., M.Pd., M.(Bio)Eng.

Disusun oleh Kelompok 2:

1. Alfi Muna (126208202042)


2. Husnialfi Wahyuningrum (126208202051)
3. Kuni Azizah (126208202054)
4. Leylani Afidia C. A. (126208203091)

TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
MEI 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat serta karunianya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun yang menjadi judul makalah,
yaitu “Pengelolaan Lingkungan Pertanian Berkelanjutan dan Konservasi
Kenekaragaman di Jepang” ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag., selaku rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberikan izin kepada kami untuk menyusun makalah
ini.
2. Bapak Mochammad Ichsan, S.Si,. M.Pd selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Pengelolaan Lingkungan yang telah memberikan pengarahan kepada penulis
sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik.
3. Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan dukungan dalam pembuatan
makalah ini.

Akhir kata, kami ucapkan mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Semoga penulisan makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca.

Tulungagung, 08 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah.........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1 Penggunaan Pertanian Organik di Jepang...............................................................................3
2.2 Sistem Pertanian Berkelajutan di Jepang................................................................................5
2.3 Keanekaragaman Hayati di Jepang..........................................................................................7
2.4 Upaya Pemerintah Jepang dalam Pemberdayaan Petani Kecil............................................9
2.5 Hasil dan Dampak dari Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan Konservasi
Keanekaragaman Hayati di Jepang.......................................................................................10
2.6 Upaya Tantangan dan Solusi dalam pengelolaan lingkungan berkelanjutan dan
konservasi keanekaragaman hayat di jepang.......................................................................10
BAB III PENUTUP................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................................11
3.2 Saran.........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................13

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian berkelanjutan adalah suatu teknik budidaya pertanian yang menitikberatkan
adanya pelestarian hubungan timbal balik antara organisme dengan sekitarnya.Sistem
pertanian ini tidak menghendaki penggunaan produk berupa bahan-bahan kimia yang
dapat merusak ekosistem alam.Pertanian berkelanjutan identik dengan penggunaan pupuk
organik yang berasal dari limbah-limbah pertanian, pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk
hayati, kotoran-kotoran manusia, serta kompos.Salah satu upaya yang dilakukan dalam
usahatani tanpa menggunakan bahan-bahan kimia yang akan merusak lingkungan adalah
penggunaan mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk hayati. Proses produksi
pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang
ramah terhadap lingkungan
Pembangunan pertanian merupakan salah satu tantangan besar bagi perusahaan
pertanian antar negara baik Indonesia maupun Jepang. Jepang merupakan pembangunan
pertanian organik berwawasan lingkungan yang menjadi konsep pembangunan pertanian
berkelanjutan dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan dan kesejahteraan
masyarakat tani.
Selama beberapa dekade terakhir, Jepang telah aktif dalam mempromosikan
konservasi keanekaragaman hayati dan pertanian berkelanjutan, oleh karena itu saat ini
Jepang memiliki total 11 Sistem Warisan Pertanian Penting Global (GIAHS) yang
ditunjuk oleh FAO. Jepang telah proaktif dalam melestarikan spesies yang terancam
punah, seperti kupu-kupu , tumbuhan berpembuluh, dan burung . 

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penggunaan pertanian organik di Jepang ?
2. Bagaimana sistem pertanian berkelanjutan di Jepang ?
3. Bagaimana keanekaragaman hayati di Jepang ?
4. Bagaimana upaya pemerintah Jepang dalam pemberdaayaan petani kecil ?
5. Bagaimanan hasil dan dampak dari pengelolaan lingkungan berkelanjutan dan
konservasi keanekaragaman hayati di Jepang ?

1
6. Apa tantangan dan solusi dalam pengelolaan lingkunga berkelanjutan dan konservasi
keanekaragaman hayati di Jepang ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui penggunaan pertanian organik di Jepang
2. Untuk mengetahui sistem pertanian berkelanjutan di Jepang
3. Untuk mengetahui keanekaragaman hayati di Jepang
4. Untuk mengetahui upaya pemerintah Jepang dalam pemberdaayaan petani kecil
5. Untuk mengetahui hasil dan dampak dari pengelolaan lingkungan berkelanjutan dan
konservasi keanekaragaman hayati di Jepang
6. Untuk mengetahui tantangan dan solusi dalam pengelolaan lingkunga berkelanjutan
dan konservasi keanekaragaman hayati di Jepang
7.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penggunaan Pertanian Organik di Jepang


A. Pengertian Organik
Pertanian organik di definisikan sebagai sistem produksi pertanian yang holistik
dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-
ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup,
berkualitas, dan berkelanjutan. Di Jepang, pertanian organik telah berkembang pesat
dalam beberapa dekade terakhir dan menjadi bagian penting dari sistem pertanian
yang berkelanjutan. (Purwanto, 2005)
Menurut (Asfahani, 2020) Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian
yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia
buatan pabrik. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk
pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan
konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah
melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian
harus beratribut aman dikonsumsi (food-safety attributes), kandungan nutrisi tinggi
(nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi
konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia
meningkat makin pesat.
Sedangkan Menurut (Sugiyanta & Aziz, 2016) Konsep dasar pertanian organik
adalah cara produksi tanaman dengan menghindarkan atau sebesar-besarnya
mencegah penggunaan senyawa senyawa kimia sintetik (pupuk, pestisida, dan zat
pengatur tumbuh). Sistem pertanian organik semaksimal mungkin dilaksanakan
melalui pergiliran tanaman, penggunaan sisa-sisa tanaman, pupuk kandang (kotoran
ternak), kacangan, pupuk hijau, limbah organik off farm, penggunaan pupuk mineral
batuan serta mempertahankan pengendalian hama penyakit secara hayati,
produktivitas tanah, dan suplai hara tanaman.
Jadi, Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang menggunakan bahan
alami dan menghindari penggunaan bahan kimia sintetis untuk menyediakan produk
pertanian yang aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Dalam pertanian
organik, konsep dasarnya meliputi penggunaan bahan organik, pergiliran tanaman,

3
pengendalian hama dan produktivitas tanah. Permintaan produk pertanian organik
meningkat di seluruh dunia karena preferensi konsumen untuk produk yang aman,
berkualitas, dan ramah lingkungan.

B. Sejarah Pengembagangan Pertanian Organik di Jepang


Sejarah pengembangan pertanian organik di Jepang dimulai pada tahun 1940-
an, ketika petani mulai mengadopsi metode pertanian organik untuk menghindari
dampak negatif dari penggunaan bahan kimia sintetis. Namun, pertanian organik
baru menjadi gerakan yang lebih luas pada tahun 1980-an dan 1990-an, ketika
masyarakat Jepang semakin sadar akan kesehatan dan lingkungan. Pada tahun
1999, pemerintah Jepang mengeluarkan undang-undang tentang produksi dan
penandaan produk organik, yang mendorong perkembangan lebih lanjut dari
pertanian organik di Jepang.
Pertanian organik memiliki banyak manfaat, antara lain:
1. Menghasilkan hasil panen yang lebih sehat dan berkualitas tinggi, yang
lebih tahan terhadap penyakit dan hama dan memiliki nutrisi yang lebih
baik.
2. Mengurangi risiko kontaminasi kimia dalam makanan dan lingkungan,
sehingg meningkatkan kesehatan manusia dan keberlanjutan lingkungan.
3. Meningkatkan kes uburan tanah dan memperbaiki kualitas tanah secara
alami, sehingga tanah lebih produktif dan lebih berkelanjutan.
Pertanian organik digunakan di berbagai jenis pertanian di Jepang, termasuk
produksi beras, sayuran, buah-buahan, dan teh. Penggunaan pupuk hijau dan
kompos sangat penting dalam pertanian organik di Jepang, karena dapat
meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi kebutuhan pupuk sintetis. Selain
itu, kontrol organik hama dan penyakit tanaman juga menjadi fokus dalam
pertanian organik di Jepang, dengan penggunaan insektisida dan fungisida
organik yang semakin populer.
Pemerintah Jepang telah memberikan banyak dukungan untuk perkembangan
pertanian organik. Beberapa tindakan yang diambil oleh pemerintah Jepang
adalah sebagai berikut:

4
1. Pemerintah telah memberikan insentif keuangan untuk petani yang beralih ke
pertanian organik, seperti subsidi untuk pengembangan sistem pertanian
organik dan insentif untuk mempromosikan perdagangan produk organik.
2. Pemerintah telah mengadakan pelatihan untuk petani dalam metode pertanian
organik dan pengembangan teknologi dan penelitian untuk meningkatkan
produksi pertanian organik.
3. Pemerintah telah mengatur standar produksi dan penandaan produk organik,
sehingga konsumen dapat dengan mudah mengidentifikasi produk organik
dan petani dapat memperoleh pengakuan dan insentif atas usaha mereka
dalam mengembangkan pertanian organik.
Dukungan ini telah memungkinkan pertanian organik untuk berkembang dan
menjadi bagian penting dari sistem pertanian Jepang yang berkelanjutan. Meskipun
pertanian organik di Jepang masih memiliki tantangan, seperti biaya produksi yang
lebih tinggi dan kurangnya tenaga kerja, namun dengan dukungan dari pemerintah
dan masyarakat yang semakin peduli dengan kualitas makanan, pertanian organik di
Jepang diperkirakan akan terus berkembang di masa depan.

2.2 Sistem Pertanian Berkelanjutan di Jepang


Pertanian berkelanjutan adalah suatu teknik budidaya pertanian yang menitikberatkan
adanya pelestarian hubungan timbal balik antara organisme dengan sekitarnya.Sistem
pertanian ini tidak menghendaki penggunaan produk berupa bahan-bahan kimia yang
dapat merusak ekosistem alam.Pertanian berkelanjutan identik dengan penggunaan pupuk
organik yang berasal dari limbah-limbah pertanian, pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk
hayati, kotoran-kotoran manusia, serta kompos.Salah satu upaya yang dilakukan dalam
usahatani tanpa menggunakan bahan-bahan kimia yang akan merusak lingkungan adalah
penggunaan mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk hayati. Proses produksi
pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang
ramah terhadap lingkungan.
Berikut ini adalah beberapa prinsip yang digunakan dalam sistem pertanian
berkelanjutan di Jepang:
1. Prinsip pertanian organik
Pertanian organik merupakan salah satu prinsip utama dalam sistem pertanian
berkelanjutan di Jepang. Pertanian organik di Jepang dikenal dengan sebutan

5
Nōyaku yang berarti pertanian tanpa pestisida. Prinsip ini menekankan
penggunaan bahan-bahan organik dan pengelolaan tanah yang berkelanjutan, serta
menghindari penggunaan pestisida dan pupuk kimia
2. Prinsip penggunaan teknologi yang ramah lingkungan
Sistem pertanian berkelanjutan di Jepang menerapkan teknologi yang ramah
lingkungan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi dampak
lingkungan. Teknologi seperti pengolahan tanah dengan sistem terpadu,
penggunaan pupuk organik, dan penggunaan sistem irigasi yang efisien digunakan
untuk mencapai tujuan ini.
3. Prinsip pemanfaatan sumber daya alam secara efisien
Petani di Jepang sangat memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara
efisien. Mereka menggunakan sistem pengelolaan air yang efisien, memanfaatkan
bahan-bahan organik yang berasal dari limbah pertanian, dan mengurangi limbah
yang dihasilkan dari pertanian
4. Prinsip peningkatan kualitas produk
Petani di Jepang sangat memperhatikan kualitas produk yang dihasilkan. Mereka
menggunakan teknik budidaya yang terintegrasi dengan lingkungan sekitar, dan
memperhatikan kebersihan dan keamanan pangan. Produk yang dihasilkan
biasanya memiliki kualitas yang tinggi dan lebih tahan lama.
Sistem pertanian berkelanjutan di Jepang membantu meminimalkan dampak negatif
pada lingkungan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Penggunaan teknologi yang ramah lingkungan
Sistem pertanian berkelanjutan di Jepang menerapkan teknologi yang ramah
lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik dan pengolahan tanah dengan
sistem terpadu. Teknologi-teknologi ini membantu mengurangi penggunaan
pestisida dan pupuk kimia, serta membantu menjaga keseimbangan ekosistem.
2. Pemanfaatan sumber daya alam secara efisien
Petani di Jepang sangat memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara
efisien. Mereka menggunakan sistem pengelolaan air yang efisien, memanfaatkan
bahan-bahan organik yang berasal dari limbah pertanian, dan penggunaan teknik
pengolahan tanah terpadu yang dapat meningkatkan kualitas tanah dan
mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang dapat mencemari
lingkungan.
3. Pemanfaatan energi terbarukan
6
Petani di Jepang juga memanfaatkan energi terbarukan, seperti panel surya dan
sistem bioenergi, untuk mengurangi penggunaan energi fosil yang berdampak
negatif pada lingkungan.
4. Peningkatan efisiensi produksi
Sistem pertanian berkelanjutan di Jepang menerapkan teknologi yang efisien dan
inovatif untuk meningkatkan efisiensi produksi. Hal ini membantu mengurangi
penggunaan sumber daya alam dan energi, serta mengurangi dampak negatif pada
lingkungan
Dalam keseluruhan, sistem pertanian berkelanjutan di Jepang memprioritaskan
keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam produksi pertanian. Prinsip-prinsip
yang digunakan dalam sistem ini adalah pertanian organik, penggunaan teknologi yang
ramah lingkungan, pemanfaatan sumber daya alam secara efisien, dan peningkatan
kualitas produk. Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, sistem pertanian
berkelanjutan di Jepang dapat membantu meminimalkan dampak negatif pada
lingkungan, meningkatkan efisiensi produksi, serta memproduksi produk yang berkualitas
tinggi dan aman dikonsumsi.

2.3 Konservasi Keanekaragaman Hayati Di Jepang.


Jepang bertujuan untuk menjadi netral karbon pada tahun 2050 dengan menargetkan
berbagai sektor termasuk pertanian. Salah satu strategi utama di sektor ini untuk
memitigasi dampak perubahan iklim adalah pertanian konservasi lingkungan
(ECA); namun, pemanfaatan ECA tetap rendah di sebagian besar prefektur Jepang hingga
saat ini. Jepang telah aktif dalam mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan
pertanian berkelanjutan, oleh karena itu saat ini Jepang memiliki total 11 Sistem Warisan
Pertanian Penting Global (GIAHS) yang ditetapkan oleh FAO. Jepang telah proaktif
dalam melestarikan spesies yang terancam punah, seperti tumbuhan vaskular kupu-kupu,
dan burung. (Yulia & Zainol, 2013)
Untuk tahun fiskal (FY) 2019, total emisi GRK Jepang adalah 1212 juta ton—
pengurangan sebesar 14% dari tolok ukur FY 2013 dan pengurangan emisi selama enam
tahun berturut-turut. Hal ini menunjukkan bahwa Jepang berada di jalur yang tepat
dengan komitmennya terhadap Konvensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa
untuk mengurangi emisinya sebesar 26% dari tingkat tahun 2013 pada tahun 2030.
Negara ini juga secara ambisius bertujuan untuk menjadi netral karbon pada tahun 2050.

7
Untuk TA 2019, 47,47 juta ton Gas rumah kaca diproduksi oleh sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan Jepang, menyumbang 3,9% dari total emisi . Untuk mengurangi
hal tersebut, salah satu strategi Jepang adalah mendukung kegiatan pertanian konservasi
lingkungan (environmental Conservation Agriculture - ECA), seperti memberikan subsidi
pembayaran langsung kepada petani yang mempraktekkan ECA dan
mempromosikan pertanian organik .. Sederhananya, ECA adalah jenis pertanian yang
berkontribusi pada pelestarian lingkungan alam, yang disebut juga pertanian ramah
lingkungan. ECA memiliki fokus yang lebih luas daripada pertanian konservasi (CA)
yang dikenal luas yang didefinisikan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), yang
berfokus pada tiga prinsip utama (yaitu, tanpa pengolahan tanah, rotasi tanaman, dan
retensi residu) (Yulia & Zainol, 2013)
Selama beberapa dekade terakhir, Jepang telah aktif dalam mempromosikan
konservasi keanekaragaman hayati dan pertanian berkelanjutan, oleh karena itu saat ini
Jepang memiliki total 11 Sistem Warisan Pertanian Penting Global (GIAHS) yang
ditunjuk oleh FAO. Jepang telah proaktif dalam melestarikan spesies yang terancam
punah, seperti kupu-kupu , tumbuhan berpembuluh , dan burung. Kota Fujioka di
prefektur Gunma juga aktif dalam konservasi keanekaragaman hayati, yang utamanya
bertujuan untuk menyelamatkan spesies langka
termasuk  yaritanago . yaritanago  _ adalah ikan mas air tawar asli yang diklasifikasikan
sebagai hampir terancam punah (NT) dalam Daftar Merah Prefektur Gunma atau hewan
yang terancam punah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti hilangnya habitat,
pencemaran air, perubahan sistem irigasi, invasi biologis, dan penurunan kerang air tawar
tempat ikan berkembang biak dengan cara menyimpan telurnya. Prefektur Gunma
digunakan untuk menampung berbagai jenis ikan asli beberapa dekade yang lalu,
termasuk ikan mas di sistem sungai atau saluran air di antara lahan
pertanian. Pembangunan saluran air beton untuk irigasi sawah setelah tahun 1950-an
menghancurkan sebagian besar habitat ikan ini dan menyebabkan kepunahan banyak
spesies pada tahun 1980-an. yaritanago  _ diperkirakan telah punah di Gunma selama
lebih dari satu dekade hingga seorang pemancing di kota Fujioka menemukannya secara
tidak sengaja pada tahun 1998. Sejak saat itu, warga kota Fujioka berusaha
menyelamatkan yaritanago ,yang didukung dengan baik oleh pemerintah setempat. Itu
bahkan ditetapkan sebagai harta nasional kota Fujioka. Pada tahun 2001, dengan
perumusan undang-undang nasional untuk membangun saluran air yang ramah
lingkungan, kota menginvestasikan lebih banyak upaya untuk melindungi 
8
habitat yaritanago  , yang menyebabkan peningkatan populasi ikan mas yang terancam
punah. Sangat penting untuk melestarikan jaringan saluran pertanian, tidak hanya
untuk  yaritanago  tetapi juga untuk spesies lain, seperti kerang air
tawar. matsukasagai  (Pronodularia japanensis ) tempat ikan mas bertelur. Pertanian
konservasi lingkungan (ECA) dapat memberikan kontribusi positif terhadap konservasi
keanekaragaman hayati ini; oleh karena itu, entri ini bertujuan untuk mengetahui faktor-
faktor apa saja yang dapat meningkatkan adopsi ECA oleh petani Fujioka (Reimer et al.,
2019)
Kasus burung Toki pulau Sado adalah contoh yang baik dari dampak positif ECA
dalam melestarikan keanekaragaman hayati. Pulau Sado di prefektur Niigata adalah salah
satu GIAHS pertama di Jepang dan di antara negara-negara maju. GIAHS didefinisikan
oleh FAO sebagai “ sistem tata guna lahan dan lanskap yang luar biasa yang kaya akan
keanekaragaman hayati yang signifikan secara global yang berkembang dari adaptasi
bersama komunitas dengan lingkungannya dan kebutuhan serta aspirasinya untuk
pembangunan berkelanjutan ”. Karena lanskap satoyama dan satoumi pulau Sado, tempat
ini dikenal sebagai habitat alami ibis jambul Jepang yang terancam punah (secara lokal
disebut Toki dalam bahasa Jepang). Sawah menjadi habitat burung Toki, sehingga pulau
Sado juga terkenal dengan hasil padi bermerek Toki . Kasus ini menunjukkan kesamaan
dengan upaya konservasi keanekaragaman hayati yang dilakukan di kota Fujioka dan
menghadirkan kemungkinan masa depan jika upaya ini terus berlanjut. Dilaporkan bahwa
para petani di Pulau Sado yang sangat menghargai konservasi keanekaragaman hayati
merasa lebih terlibat dengan GIAHS, oleh karena itu menyoroti pentingnya faktor ini
dalam meningkatkan partisipasi petani untuk inisiatif pertanian ramah lingkungan dan
berkelanjutan (Sahid, 2018)

2.4 Upaya Pemerintah Jepang Dalam Pemberdaayaan Petani Kecil

Sejumlah program pemberdayaan petani dilaksanakan yang berdampak pada


peningkatan penghasilan mereka. Petani padi di Jepang memang dikenal memiliki tingkat
kesejahteraan yang memadai. Petani Jepang mendapatkan fasilitas yang sangat memadai
dalam melakukan usaha taninya. Fasilitas pemerintah yang paling menonjol adalah
tersedianya sarana input produksi yang memadai dan diserapnya hasil produksi oleh
Japan Agriculture, Koperasi Pertanian Jepang. Japan Agriculture memberi bantuan
pembiayaan tanpa bunga untuk pembelian pupuk dan pestisida setara Rp 13 juta per ha
(Rp8 juta untuk pupuk dan Rp5 juta untuk pestisida). Untuk benih padi Japonica, petani

9
menyediakan secara mandiri. Produktivitas padi rata-rata 4,3 ton gabah kering giling
(GKG)/ ha dengan harga setara Rp30 ribu/kg yang semuanya ditampung oleh Japan
Agriculture. Dengan begitu rata-rata petani padi Jepang mendapatkan penghasilan setara
Rp 130 juta per musim tanam. Pertanaman padi di Jepang hanya 1 kali selebihnya
digunakan untuk usahatani hortikultura. aktor utama penentu tingginya pendapatan petani
padi Jepang adalah harga gabahnya Rp30 ribu GKG / kg dibandingkan Rp4.600 ribu
GKG / kg (Jamil & Destiarni, 2021)

2.5 Hasil Dan Dampak Dari Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan Dan Konservasi
Keanekaragaman Hayati Di Jepang

Jepang adalah salah satu negara yang telah lama melakukan pengelolaan lingkungan
pertanian dan konservasi keanekaragaman hayati. Berikut adalah beberapa hasil dan
dampak dari pengelolaan tersebut:
1. Pertanian Berkelanjutan: Jepang telah mengembangkan teknik pertanian
berkelanjutan yang memungkinkan pertanian tetap produktif tanpa merusak
lingkungan. Salah satu teknik ini adalah penggunaan pupuk organik, yang
membantu menjaga keseimbangan tanah dan mencegah polusi air tanah. Jepang
juga menggunakan teknik irigasi yang efisien dan memanfaatkan air hujan untuk
mengurangi penggunaan air bersih.
2. Konservasi Hayati: Jepang telah menetapkan beberapa kawasan lindung yang
penting untuk konservasi hayati, seperti Taman Nasional Fuji-Hakone-Izu, yang
merupakan tempat tinggal bagi banyak spesies langka seperti Macan tutul Jepang
dan Burung Elang Ijoh. Jepang juga telah mengembangkan teknologi untuk
membantu mengembalikan habitat alami bagi spesies yang terancam punah.
3. Dampak Positif terhadap Lingkungan: Pengelolaan lingkungan pertanian dan
konservasi keanekaragaman hayati di Jepang telah membawa dampak positif
terhadap lingkungan. Misalnya, penggunaan pupuk organik dan teknik irigasi yang
efisien telah mengurangi polusi air tanah dan udara, sementara penanaman pohon
dan pengembangan kawasan lindung telah membantu mengurangi deforestasi dan
kerusakan habitat alami.
4. Dampak Ekonomi: Pengelolaan lingkungan pertanian dan konservasi
keanekaragaman hayati juga memiliki dampak ekonomi positif. Misalnya,
pertanian berkelanjutan dan konservasi hayati dapat meningkatkan produksi
pertanian jangka panjang dengan mempertahankan kesuburan tanah dan mencegah
kerusakan lingkungan, sehingga dapat memperkuat ekonomi pertanian. Selain itu,
pariwisata ekowisata yang berkaitan dengan konservasi hayati juga menjadi
sumber pendapatan penting bagi masyarakat setempat.
Secara keseluruhan, pengelolaan lingkungan pertanian dan konservasi
keanekaragaman hayati di Jepang telah membawa banyak dampak positif, baik bagi
lingkungan maupun masyarakat setempat.

10
2.6 Tantangan Dan Solusi Dalam Pengelolaan Lingkunga Berkelanjutan Dan
Konservasi Keanekaragaman Hayati Di Jepang

Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki pengelolaan lingkungan


pertanian berkelanjutan dan konservasi keanekaragaman hayati yang baik. Namun,
Jepang juga menghadapi sejumlah tantangan dalam upaya untuk mencapai tujuan
tersebut. Salah satu tantangan utama adalah lahan pertanian yang terbatas di Jepang.
Sebagian besar wilayah Jepang terdiri dari pegunungan dan daerah yang tidak cocok
untuk pertanian, sehingga lahan pertanian tersedia sangat terbatas. Hal ini memaksa
petani di Jepang untukmemanfaatkan lahan dengan efektif dan efisien, sehingga
pengelolaan lingkungan pertanian berkelanjutan menjadi sangat penting. (Rachman,
2020)
Selain itu, Jepang juga menghadapi masalah urbanisasi yang terus meningkat,
sehingga tekanan terhadap lahan pertanian semakin besar. Pembangunan infrastruktur
dan kota-kota baru berdampak pada hilangnya lahan pertanian, sehingga konservasi
keanekaragaman hayati semakin sulit dilakukan.
Namun, Jepang juga telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi tantangan
tersebut. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain adalah:(Mahipal, 2019)
1. Pemanfaatan teknologi modern dalam pertanian: Jepang telah mengembangkan
teknologi modern untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan lahan
pertanian, seperti penggunaan pupuk organik dan irigasi yang efektif.
2. Peningkatan produktivitas lahan pertanian: Jepang juga telah memperkenalkan
berbagai teknik pertanian modern, seperti hidroponik dan aquaponik, untuk
meningkatkan produktivitas lahan pertanian yang terbatas.
3. Pengembangan ekowisata: Jepang telah mengembangkan sektor ekowisata
sebagai upaya untuk melestarikan lingkungan alam dan keanekaragaman hayati di
daerah pedesaan.
4. Perencanaan tata ruang yang baik: Jepang telah melakukan perencanaan tata
ruang yang baik untuk mempertahankan lahan pertanian yang tersedia dan
mencegah hilangnya lahan pertanian akibat pembangunan.
5. Konservasi keanekaragaman hayati: Jepang telah memperkenalkan berbagai
program konservasi keanekaragaman hayati, seperti program konservasi satwa
liar dan pengembangan taman nasional.

11
Secara keseluruhan, pengelolaan lingkungan pertanian berkelanjutan dan
konservasi keanekaragaman hayati di Jepang merupakan tantangan yang kompleks,
namun Jepang telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi tantangan tersebut.
Jepang dapat dijadikan contoh bagi negara-negara lain dalam mengembangkan
pengelolaan lingkungan pertanian berkelanjutan dan konservasi keanekaragaman
hayati. (Rachman, 2020)

12
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pertanian organik di Jepang telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir
dan menjadi bagian penting dari sistem pertanian yang berkelanjutan. Pertanian
organik adalah sistem produksi pertanian yang menggunakan bahan alami dan
menghindari penggunaan bahan kimia sintetis untuk menyediakan produk pertanian
yang aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Dalam pertanian organik, konsep
dasarnya meliputi penggunaan bahan organik, pergiliran tanaman, pengendalian hama
dan produktivitas tanah.
2. Konservasi keanekaragaman hayati di Jepang adalah negara tersebut aktif dalam
mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pertanian berkelanjutan
dengan memiliki 11 Sistem Warisan Pertanian Penting Global yang ditunjuk oleh
FAO.
3. Jepang juga proaktif dalam melestarikan spesies yang terancam punah, seperti
tumbuhan vaskular, kupu-kupu, dan burung. Untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca, Jepang mendukung kegiatan pertanian konservasi lingkungan (Environmental
Conservation Agriculture - ECA), seperti memberikan subsidi pembayaran langsung
kepada petani yang mempraktekkan ECA dan mempromosikan pertanian organik.
Terdapat upaya yang dilakukan oleh warga kota Fujioka di prefektur Gunma dalam
konservasi keanekaragaman hayati, seperti menyelamatkan yaritanago, ikan mas air
tawar yang hampir punah karena hilangnya habitat, pencemaran air, perubahan sistem
irigasi, invasi biologis, dan penurunan kerangka air tawar. Pemerintah setempat dan
kota Fujioka sangat mendukung upaya tersebut, bahkan menetapkannya sebagai harta
nasional kota Fujioka.
4. Pemerintah Jepang telah memberikan banyak dukungan untuk perkembangan
pertanian organik, antara lain memberikan insentif keuangan untuk petani yang
beralih ke pertanian organik, seperti subsidi untuk pembelian peralatan organik dan
pemeliharaan lahan pertanian organik. Selain itu, pemerintah Jepang juga
memberikan sertifikasi organik untuk produk pertanian organik, yang membantu
meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut. Dengan begitu,
pengembangan pertanian organik di Jepang merupakan upaya penting dalam

13
pengelolaan lingkungan pertanian yang berkelanjutan dan konservasi
keanekaragaman hayati di Jepang.
5. Jepang memiliki pengelolaan lingkungan pertanian yang berkelanjutan dan konservasi
keanekaragaman hayati yang baik, meskipun menghadapi tantangan dalam hal lahan
pertanian yang terbatas dan urbanisasi yang terus meningkat. Jepang telah melakukan
berbagai upaya untuk mengatasi tantangan tersebut, seperti memanfaatkan teknologi
modern dalam pertanian, meningkatkan produktivitas lahan pertanian,
mengembangkan sektor ekowisata, melakukan perencanaan tata ruang yang baik, dan
memperkenalkan program konservasi keanekaragaman hayati. Dengan demikian,
Jepang dapat dijadikan contoh bagi negara-negara lain dalam mengembangkan
pengelolaan lingkungan pertanian berkelanjutan dan konservasi keanekaragaman
hayati.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca
mengenai pengelolaan lingkungan pertanian berkelanjutan dan konservasi
kenekaragaman di jepang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asfahani, M. (2020). Profitabilitas UsahataniBayam Jepang OrganikKecamatan Getasan


Kabupaten Semarang.

Conservation of Biodiversity in Japan - National Institute for Environmental Studies


(https://www.nies.go.jp/biodiversity/en/index.html)

Environmental Policy in Japan - The Japan Times


(https://www.japantimes.co.jp/opinion/2017/08/23/commentary/japan-commentary/
environmental-policy-japan/#.YJWpftMzZPY)

Jamil, A. S., & Destiarni, R. P. (2021). Peran Program Magang Jepang Bagi Petani Muda
Dalam Meregenerasi Petani Indonesia. Mimbar Agribisnis: Jurnal Pemikiran
Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis, 7(2), 1407.
https://doi.org/10.25157/ma.v7i2.5407

Japan’s Environmental Issues - Ministry of Foreign Affairs Japan


(https://www.mofa.go.jp/policy/environment/issues/index.html)

Japan's success story in restoring coastal fisheries - The World Bank


(https://www.worldbank.org/en/results/2015/12/10/japans-success-story-in-restoring-
coastal-fisheries)

Mahipal. (2019). Kebijakan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan


Nasional. Jurnal Cendekia Ihya, 1(1), 22–32.

Purwanto, Y. (2005). Kehilangan pascapanen kita masih tingggi. Inovasi Vol


4_XVII_Agustus, 15–16.

Rachman, A. (2020). Peluang dan Tantangan Implementasi Model Pertanian Konservasi di


Lahan Kering. Jurnal Sumberdaya Lahan, 11(2), 77.
https://doi.org/10.21082/jsdl.v11n2.2017.77-90

Reimer, J. D., Biondi, P., Lau, Y. W., Masucci, G. D., Nguyen, X. H., Santos, M. E. A., &
Wee, H. B. (2019). Marine biodiversity research in the Ryukyu Islands, Japan: Current
status and Trends. PeerJ, 2019(4). https://doi.org/10.7717/peerj.6532

Sahid, M. A. (2018). Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang dan Upaya Mengatasi

15
Biodiversity Loss pada Ekosistem Terumbu Karang di Negara Jepang. Universitas
Negeri Jakarta, June, 1–6.

Sugiyanta, & Aziz, S. A. (2016). Beras dan Tanaman Pangan Organik Lainnya. In
Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia (Issue 3).

Yulia, Y., & Zainol, Z. A. (2013). Melindungi Keanekaragaman Hayati dalam Kerangka
Protokol Nagoya. Mimbar Hukum, 25(2), 271–283.

16

Anda mungkin juga menyukai