Anda di halaman 1dari 20

LIMBAH PERTANIAN (PUPUK)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biotoksikologi Perikanan

Disusun oleh :

Mikha Vellomena 230110160085


Firman Setiawan 230110160100
Hari Nugraha 230110160103
Widy Lestari 230110160128
Mariva Rosalina 230110160132
Vera Anggraeni 230110160139

Kelas/Kelompok :

Perikanan B / Kelompok 2

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Limbah Pertanian (Pupuk)” ini.
Penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada teman-
teman yang telah membantu membuat makalah ini. Penulis menyadari
sepenuhnya dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
baik dari segi isi, penulisan dan lain-lain untuk itu kritik dan saran dari
berbagai pihak yang sifatnya membangun sangat penulis harapakan guna
penyempurnaan tugas-tugas selanjutnya.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita dan memberkahi makalah ini
sehingga dapat memberikan manfaat.Amin.

Jatinangor, September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
Bab Halaman

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................1
1.2 Tujuan .......................................................................................2
1.3 Manfaat .....................................................................................2

II PEMBAHASAN
2.1 Pupuk.........................................................................................3
2.2 Kategori Pupuk .........................................................................4
2.3 Bahaya Limbah Pertanian Terhadap Perairan ........................11
2.4 Studi Kasus 1...........................................................................12
2.5 Studi Kasus 2...........................................................................13

III PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan..............................................................................15
3.2 Saran........................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Indonesia sebagai Negara agraris memiliki produk pertanian yang
melimpah, diantaranya adalah padi dan singkong. Indonesia dengan luas area
panen 13.769.913 ha dan produktivitas 51,46 ku/ha, mampu memproduksi
tanaman padi sebesar 70.866.571 ton. Sementara dengan luas area panen
1.137.210 ha dan produktivitas 224,18 ku/ha, Indonesia mampu memproduksi ubi
kayu atau singkong sebesar 25.494.507 ton (BPS, 2013).
Namun sayangnya, produk pertanian yang banyak digunakan oleh
masyarakat ini meninggalkan hasil samping berupa limbah organik yang
menumpuk (Suhartini, 2003). Produksi jerami padi dari varietas padi sawah pada
umumnya adalah sekitar 7,4 ton/ha dengan perbandingan gabah dan jerami padi
sekitar 2 : 3 (Makarim et al., 2007). Sementara persentase jumlah limbah kulit
bagian luar pada ubi kayu (singkong) sebesar 0,5-2% dari berat total singkong
segar dan limbah kulit bagian dalam 8-15% (Grace, 2011).
Limbah organik sebagai hasil samping produksi pertanian ini, sebagian
besar belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Selama ini, pemanfaatan jerami
padi diantaranya digunakan sebagai pupuk (37%), alas kandang yang kemudian
dijadikan sebagai kompos (36%) dan sebagai pakan ternak (15-22%) (Badan
Litbang Pertanian, 2012). Sementara kulit singkong kebanyakan digunakan
sebagai bahan baku bioetanol, biobriket dan karbon aktif (Agustin et al., 2014).
Pengolahan limbah organik yang kurang optimal ini, salah satunya
diakibatkan karena susunan heterogen dari polisakarida penyusun bahan
lignoselulosa yang terkandung dalam dinding sel tanaman (Anindyawati, 2010).
Padahal dinilai dari potensi yang ada, nampaknya limbah pertanian dapat
dijadikan sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan pakan ternak yang cukup
tinggi. Aspek yang terkait dengan pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak
diantaranya adalah ketersediaan bahan baku dengan nilai ekonomis yang tinggi
dan dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan. Namun kendala utama

1
2

pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak adalah nilai
nutrisi dan kecernaan yang rendah (protein rendah dengan kandungan serat yang
tinggi) (Murni et al., 2008).

1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara yang
tepat untuk melakukan pengelolaan pada pemanfaatan limbah pertanian terhadap
perairan.

1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui cara yang tepat untuk melakukan pengelolaan
limbah pertanian sehingga nantinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pupuk
Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah
dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara
esensial. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk
anorganik (Maryam dkk., 2008). Lingga dan Marsono (2011) menjelaskan bahwa
pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan meramu bahan –
bahan kimia dan memiliki kandungan hara yang tinggi.
Pupuk anorganik memiliki beberapa keuntungan yaitu pemberiannya dapat
terukur dengan tepat, kebutuhan hara tanaman dapat terpenuhi dengan
perbandingan yang tepat, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Sedangkan
kelemahan dari pupuk anorganik yaitu hanya memiliki unsur hara makro,
pemakaian yang berlebihan dapat merusak tanah bila tidak diimbangi dengan
pupuk kandang atau kompos, dan pemberian yang berlebihan dapat membuat
tanaman mati (Lingga dan Marsono 2011).
Suwahyono (2011) menjelaskan bahwa pupuk organik merupakan pupuk
yang sebagian atau seluruhnya berasal dari bahan organik seperti tumbuhan atau
kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair
yang digunakan untuk menyediakan kebutuhan hara tanaman dan dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Yuliarti (2009) menyatakan
bahwa pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah,
meningkatkan populasi jasat renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air,
serta meningkatkan kesuburan tanah.
Berdasarkan bahan pembuatannya, pupuk organik memiliki beberapa jenis
yaitu pupuk kandang, pupuk hijau, kompos dan pupuk organik lainnya. Pupuk
kandang terbuat dari kotoran hewan yang bercambur dengan urin dan sisa
makanan yang ada di kandang. Pupuk hijau adalah pupuk yang dibuat dari
tanaman yang masih muda yang dibenamkan ke dalam tanah. Kompos merupakan
hasil akhir proses fermentasi tumpukan sampah, serasah tanaman, maupun
bangkai binatang.

3
4

Sedangkan pupuk organik lainnya dapat berupa nightsoil, pupuk unggas, dan
pupuk bungkil (Yuliarti 2009).

2.2 Kategori Pupuk


Pupuk dibedakan berdasarkan bahan, senyawa, fasa, cara penggunaan,
reaksi fisiologi, jumlah dan macam hara, yang dikandungnya. 
Pupuk dapat dibedakan berdasarkan asalnya:

1. Pupuk organik adalah pupuk yang terdapat di alam atau dibuat dengan
bahan alam tanpa proses yang berarti. Misalnya : pupuk kompos, guano,
pupuk hijau dan pupuk batuan.
2. Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik. Misalnya TSP,
urea, rustika dan nitrophoska. Pupuk jenis ini dibuat oleh pabrik dengan
mengubah sumber daya alam melalui proses fisika dan / atau kimia.

Berdasarkan senyawanya dibedakan : 


1. Pupuk organik adalah pupuk yang berupa senyawa organik. Kebanyakan
pupuk alam tergolong pupuk organik. Pupuk alam yang tidak termasuk pupuk
organik misalnya rock phosphat, umumnya berasal dari batuan sejenis apatit
[ Ca3(PO4)2].
2. Pupuk anorganik adalah pupuk dari senyawa anorganik. Hampir semua
pupuk buatan tergolong pupuk anorganik.

Berdasarkan fasa-nya dapat dibedakan :


1. Pupuk padat. Pada umumnya mempunyai kelarutan yang beragam mulai
yang mudah larut air sampai yang sukar larut.
2. Pupuk cair. Pupuk yang berupa cairan, cara penggunaannya dilarutkan
dulu dengan air. Umumnya pupuk ini disemprotkan ke daun. Karena
mengandung banyak hara, baik makro maupun mikro, harganya relatif mahal.
Pupuk amoniak cair merupakan pupuk cair yang kadar N nya sangat tinggi
sekitar 83%, penggunaannya dapat lewat tanah.
5

Berdasarkan cara penggunaannya dibedakan : 


1. Pupuk daun adalah pupuk yang cara pemupukan dilarutkan dalam air dan
disemprotkan pada permukaan daun.
2. Pupuk  tanah ialah pupuk yang diberikan ke dalam tanah disekitar akar
agar diserap oleh akar tanaman.

Berdasarkan reaksi fisiologisnya dibedakan : 


1. Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologisnya asam artinya bila pupuk
tersebut diberikan ke dalam tanah ada kecenderungan tanah menjadi lebih
asam (pH menjadi lebih rendah). Misalnya Za dan urea.
2. Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis basis adalah pupuk yang bila
diberikan ke dalam tanah menyebabkan pH tanah cenderung naik misalnya:
pupuk chili salpeter, calnitro, kalsium sianida.

Berdasarkan jumlah hara yang dikandungnya dibedakan : 


1. Pupuk yang hanya mengandung satu hara tanaman saja. Misalnya : urea
hanya mengandung hara N, TSP hanya dipentingkan P saja (sebetulnya
mengandung Ca).
2. Pupuk majemuk ialah pupuk yang mengandung dua atau lebih dua hara
tanaman. Contohnya: NPK, amophoska, Nitrophoska dan rustika.

Berdasarkan macam hara tanaman dibedakan :


1. Pupuk makro ialah pupuk yang mengandung hanya hara makro saja :
NPK, nitrophoska, gandasil.
2. Pupuk mikro ialah pupuk yang hanya mengandung hara mikro saja
misalnya: mikrovet, mikroplet, metalik.
3. Campuran makro dan mikro misalnya pupuk gandasil, bayfolan, rustika.
Sering juga ke dalam pupuk campur makro dan mikro ditambahkan juga zat
pengatur tumbuh (hormon tumbuh).
6

Pupuk Anorganik yang sering dijumpai dan diaplikasikan di lapang diantaranya:

1. Pupuk Urea

 
 
Kandungan hara utama : N (Nitrogen)
Kadar hara : 45-47 %
Rumus Kimia : CO(NH2)2
Indek Garam (IG) : 75,40
Warna : Putih
Bentuk : Tepung kasar
Struktur : Agak keras
Higroskopisitas : Tinggi
Kelarutan : Tinggi
2. Pupuk ZA
 

 
 
Kandungan hara utama : N (Nitrogen)
Kadar hara : 21%, 25 %
Rumus Kimia : (NH4)2SO4
Indek Garam (IG) : 68,96
Warna : Biru muda
Bentuk : Butiran
Struktur : Agak keras
7

Higroskopisitas : Sedang
Kelarutan : Sedang

3. Pupuk Ponska (NPK)

  
 
Kandungan hara utama : N,P,K (Nitrogen, Pospor, Kalium)
Kadar hara : 10-10-10 % atau 15-15-15 %
Rumus Kimia : NH4H2PO4KCl
Indek Garam (IG) : 47
Warna : Kuning kemerahan
Bentuk : Butiran
Struktur : Agak keras
Higroskopisitas : Tinggi
Kelarutan : Sedang

4. Pupuk SP 36 atau SP18


 

 
 
Kandungan hara utama : P (Pospor)
Kadar hara : 36 % atau 18 %
Rumus Kimia : NH4NO3PO4KCl
8

Indek Garam (IG) :–


Warna : Putih pucat
Bentuk : Butiran
Struktur : keras
Higroskopisitas : Rendah
Kelarutan : Rendah
5. Pupuk TSP

 
 
Kandungan hara utama : P (Pospor)
Kadar hara : 48 %
Rumus Kimia : Ca(H2PO4)2
Indek Garam (IG) : 10,08
Warna : Abu-abu tua
Bentuk : Butiran
Struktur : Agak keras
Higroskopisitas : Rendah
Kelarutan : Rendah

6. Pupuk KCl
9

 
 
Kandungan hara utama : K (Kalium)
Kadar hara : 50%, 55%
Rumus Kimia : KCl
Indek Garam (IG) : 116,16
Warna : Merah bening
Bentuk : Butiran kristal
Struktur : keras
Higroskopisitas : Sedang
Kelarutan : Sedang
7. Pupuk Gandasil B

 
 
Kandungan hara utama : NPK (Nitrogen, Pospor, Kalium)
Kadar hara : 18-20 %
Rumus Kimia : Komplek
Indek Garam (IG) :–
Warna : Merah muda
Bentuk : Tepung halus
Struktur : Remah
Higroskopisitas : Tinggi
10

Kelarutan : Tinggi
8. Pupuk Gandasil D

 
 
Kandungan hara utama : NPK (Nitrogen, Pospor, Kalium)
Kadar hara : 18-20 %
Rumus Kimia : Komplek
Indek Garam (IG) :–
Warna : Biru muda
Bentuk : Tepung halus
Struktur : Remah
Higroskopisitas : Tinggi
Kelarutan : Tinggi
Iklan

2.3 Bahaya Limbah Pertanian Terhadap Perairan


11

Menurut Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 pencemaran air


adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya. Dampak pencemaran air antara lain perubahan warna,
bau, dan rasa, perubahan pH, eutrofikasi, timbulnya endapan koloid.
Limbah pertanian bisa diartikan sebagai bahan yang terbuang di sektor
pertanian misalnya insektisida, herbisida dan limbah sisa pertanian yang akan
mencemari perairan sungai baik langsung maupun tidak langsung (Sudarmaji et
al. 2013). Penanganan limbah didasari pada asas manfaat yaitu agar tidak
menjadikan masalah lingkungan, penyakit serta memanfaatkan limbah dijadikan
sebagai bahan baku industri. Limbah pertanian seperti jerami padi, sekam, jerami
jagung, limbah sayuran, gulma yang ada dilahan, sampai saat ini belum
dimanfaatkan sebagai bahan kompos, akan tetapi dibuang ke luar lahan atau di
bakar. Hal ini dilakukan petani karena mereka menganggap limbah pertanian
adalah sampah yang jika dibiarkan berada di lahan akan menjadi sarang hama
seperti tikus.
Pencemaran air sungai dapat merupakan masalah, regional maupun
lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta
penggunaan lahan tanah atau daratan. Penggunaan lahan untuk bidang pertanian
yang melampaui batas didaerah hulu sungai akan mempengaruhi kualitas daerah
perairan hilir dan muara sungai. Masalah kuantitas air sungai terutama disebabkan
oleh kandungan sedimen dalam air sungai akibat terjadinya erosi terutama pada
bagian hulu yang menyebabkan penyempitan sungai pada bagian hilir (Lusiana et
al. 1997).
Tanah dan air mengandung sisa dari aktifitas pertanian seperti pupuk dan
pestisida. Sisa bahan tersebut dapat sampai ke air lingkungan melalui pengairan
sawah, melalui hujan yang jatuh pada daerah pertanian kemudian mengalir ke
sungai atau danau di sekitarnya. Seperti halnya pada pencemaran udara, semua
jenis bahan insektisida bersifat racun apabila sampai kedalam air lingkungan.
Bahan insektisida dalam air sulit untuk dipecah oleh mikroorganisme, kalaupun
12

biasanya hal itu akan berlangsung dalam waktu yang lama. Waktu degradasi oleh
mikroorganisme berselang antara beberapa minggu sampai dengan beberapa
tahun. Bahan insektisida seringkali dicampur dengan senyawa minyak bumi
sehingga air yang terkena bahan buangan pemberantas hama ini permukaannya
akan tertutup lapisan minyak.
Pestisida bergerak dari lahan pertnaian menuju aliran sungai dan danau
yang dibawa oleh hujan atau penguapan, tertinggal atau larut pada aliran
permukaan, terdapat pada lapisan tanah dan larut bersama dengan aliran air tanah.
Penumpahan yang tidak disengaja atau membuang bahan-bahan kimia yang
berlebihan pada permukaan air akan meningkatkan konsentrasi pestisida di air.
Kualitas air dipengaruhi oleh pestisida berhubungan dengan keberadaan dan
tingkat keracunannya, dimana kemampuannya untuk diangkut adalah fungsi dari
kelarutannya dan kemampuan diserap oleh partikel-partikel tanah.
Di badan air, sungai dan danau, nitrogen dan fosfat dari kegiatan pertanian
telah menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang di luar kendali yang disebut
eutrofikasi (eutrofication). Ledakan pertumbuhan tersebut menyebabkan oksigen
yang seharusnya digunakan bersama oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi
berkurang. Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisinya menggunakan lebih
banyak oksigen. Akibatnya ikan akan mati dan aktivitas bakteri akan menurun.

2.4 Studi kasus 1

Judul jurnal: Tingkat Pencemaran Perairan Ditinjau Dari Pemanfaatan


Ruang Di Wilayah Pesisir Kota Cilegon
Perkembangan wilayah Kota Cilegon sebagai kota industri dan jasa
berskala besar berpotensi memberikan dampak lingkungan terutama pencemaran
pesisir. Landasan dalam pengelompokan parameter pencemaran air laut sebagai
indikator pencemaran perairan pesisir berdasarkan pemanfaatan ruang menurut
Rais (2004), ketika sungai mengalir melalui lahan pertanian, sungai akan
menampung limpahan air hujan yang jatuh di lahan pertanian dan mengalir ke
sungai yang membawa residu dari pupuk, pestisida serta senyawa kotoran ternak.
Demikian halnya apabila sungai mengalir melalui lahan terbuka,
13

ladang/perkebunan dan penggunaan lahan yang tidak lestari maka air sungai
menerima masukan bahan-bahan kikisan hara dan tanah berupa lumpur serta
mengalir dan mengendapkannya di suatu titik dalam perjalanannnya sebagai
bahan sedimentasi. Menurut KP3K-DKP (2009), pembukaan lahan sebagai bagian
dari kegiatan pertanian telah meningkatkan limbah pertanian yang masuk ke
perairan pesisir dan laut melalui aliran sungai.

Hasil identifikasi tingkat pencemaran perairan pesisir berupa materi


pencemar zat padat tersuspensi (pupuk) yang merupakan indikator pencemaran
perairan pesisir yang bersumber dari pemanfaatan ruang pada kegiatan pertanian
dan lahan terbuka lainnya, nilai materi pencemar berada di atas baku mutu bagi
peruntukkan bagi kehidupan biota laut dapat membawa konsekuensi terhadap
keberlangsungan kehidupan ekosistem perairan pesisir maupun keberlangsungan
dari sektor perikanan tangkap.

2.5 Studi Kasus 2

Judul jurnal : Dampak Kegiatan Pertanian Terhadap Tingkat Eutrofikasi Dan


Jenis– Jenis Fitoplankton Di Danau Buyan Kabupaten Buleleng Provinsi
Bali.

Danau Buyan adalah sebuah danau yang terletak di Desa Pancasari,


Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali. Petani di sekitar Danau Buyan
yang dikenal sebagai sentra sayuran dan buah– buahan menggunakan pupuk
anorganik untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas hasil panen.
Pemanfaatan pupuk anorganik untuk budidaya sayuran dan tanaman buah-buahan
di sekitar Danau Buyan, diduga sudah melewati ambang batas baku mutu dan
mengakibatkan meningkatnya pencemaran zat kimia. Pencemaran itu
menyebabkan degradasi atau penurunan kualitas lingkungan. Hal itu terjadi
disebabkan tingginya pemakaian pupuk kimia dan pestisida yang menyebabkan
masuknya kandungan nitrat dan fosfat.
Penyuburan perairan (eutrofikasi), termasuk yang terjadi di Danau Buyan
ternyata sudah menjadi salah satu permasalahan yang rumit. Permasalahan
14

eutrofikasi ini terkait dengan berbagai kegiatan aktivitas masyarakat di sekitar


perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak kegiatan
pertanian terhadap tingkat eutrofikasi di perairan Danau Buyan, mengetahui
struktur komunitas fitoplankton sebagai bio indicator dan untuk mengetahui
tingkat kesuburan perairan Danau Buyan dilihat dari kelimpahan fitoplankton.
Eutrofikasi adalah pengkayaan perairan oleh unsur hara, khususnya
nitrogen dan fosfat sehingga mengakibatkan pertumbuhan tidak terkontrol dari
tumbuhan air. Berdasarkan kandungan unsur haranya, maka perairan dapat
dikategorikan menjadi oligotrofik, mesotrofik dan eutrofik. Kesuburan perairan
merupakan pengayaan air dengan nutrient/unsur hara berupa bahan anorganik
yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan
produktivitas primer perairan (Suprapto, 2014). Kesuburan perairan juga berkaitan
dengan kelimpahan fitoplankton. Kelimpahan rata–rata fitoplankton yaitu sebesar
1504.17 sel/l. nilai ini menunjukan bahwa kesuburan perairan di Danau Buyan
tergolong rendah (oligotrofik). Danau di katakan oligotrofik jika memiliki nilai
kelimpahan antara 0 – 2000 sel/l (Handayani, 2009).
Selain berdasarkan kelimpahan plankton, status kesuburan perairan juga
dapat diketahui dari kadar nitrat. Kadar nitrat rata – rata di Danau Buyan sebesar
2,31 mg/l. hal ini menunjukan tingkat kesuburan Danau Buyan tergolong sedang
(mesotrofik). Menurut Wetzel (1983), kadar nitra 0–1 mg/l menujukan perairan
tersebut tergolong oligotrofik, kadar nitrat 1 – 5 mg/l tergolong dalam perairan
mesotrofik dan kadar 5 – 50 mg/l tergolong perairan eutrofik.
15
BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah
dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara
esensial. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk
anorganik.
Penanganan limbah didasari pada asas manfaat yaitu agar tidak
menjadikan masalah lingkungan, penyakit serta memanfaatkan limbah dijadikan
sebagai bahan baku industri. Limbah pertanian seperti jerami padi, sekam, jerami
jagung, limbah sayuran, gulma yang ada dilahan, sampai saat ini belum
dimanfaatkan sebagai bahan kompos, akan tetapi dibuang ke luar lahan atau di
bakar. Hal ini dilakukan petani karena mereka menganggap limbah pertanian
adalah sampah yang jika dibiarkan berada di lahan akan menjadi sarang hama
seperti tikus.

3.2 Saran
Untuk membangun perairan yang bebas dari limbah, terutama limbah dari
pertanian sebaiknya proses pemanfaatan limbah pertaian perlu dilakukan serta
penggunaan pupuk anorganik dikurangi atau diganti menggunakan pupuk organik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Jafrizal, Kesumawati, N., dan Hayati, R. 2016. INVENTARISASI POTENSI


LIMBAH PERTANIAN DAN PETERNAKAN DALAM RANGKA
MENGEMBANGKAN USAHA SAYURAN ORGANIK
BERBASISKAN SUMBERDAYA LOKAL DI KECAMATAN
SELUPU REJANG KABUPATEN REJANG LEBONG. Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu.
Lingga dan Marsono. 2000. Ilmu Memupuk. Jakarta: CV. Yasaguna. Cetakan ke-
6.27-45hlm.
Lusiana B, Widodo R, Mulyoutami E, Nugroho DA, Noordwijk MV. 2008.
Kajian Kondisi Hidrologis DAS Kapuas Hulu Kabupaten Kapuas Hulu
Kalimantan Barat. Bogor (ID): World Agroforestry Center.
Maryam. 2008. Aplikasi Wastewater Sluge untuk Proses Pengomposan Serbuk
Gergaji. PT Novartis Biochemie. Bogor.
Nopiantari, N. P.V., dkk. 2017. Dampak Kegiatan Pertanian terhadap Tingkat Eutrofikasi
dan Jenis-jenis Fitoplankton di Danau Buyan, Kabupaten Buleleng, Provinsi
Bali. ECOTROPHIC 11 (1) : 47 – 54

Sudarmaji, Mukono J, Corie IP. 2013. Toksikologi Logam Berat B3 dan


Dampaknya Terhadap Kesehatan. Kesehatan Lingkungan FKM
Universitas Airlangga.
Suwahyono. 2011. Perubahan Karbon Organik dan Nitrogen Total Tanah Akibat
Perlakuan Pupuk Organik pada Budidaya Sayuran Organik. Skripsi
Sarjana Kimia. Institut Pertanian Bogor .

17

Anda mungkin juga menyukai