Anda di halaman 1dari 69

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/335569202

MENGOLAH LIMBAH BAGLOG JAMUR MENJADI PUPUK ORGANIK

Book · September 2019

CITATIONS READS

0 6,222

3 authors, including:

Hunaepi Hunaepi Muhammad Asy'ari


ikip mataram Mandalika University of Education, Indonesia
54 PUBLICATIONS   172 CITATIONS    51 PUBLICATIONS   340 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Validitas Buku Ajar Ekologi Berbasis Kearifan Lokal untuk Mengembangkan Sikap Ilmiah Mahasiswa View project

Classroom action research View project

All content following this page was uploaded by Hunaepi Hunaepi on 03 September 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MENGOLAH LIMBAH BAGLOG JAMUR
MENJADI PUPUK ORGANIK

Hunaepi
Iwan Dodi Dharmawibawa
Muhammad Asy’ari

Penerbit Duta Pustaka Ilmu

Bersama menyebar ilmu


MENGOLAH LIMBAH BAGLOG JAMUR
MENJADI PUPUK ORGANIK

Mengolah Limbah Baglog Jamur Menjadi Pupuk Organik


Penulis: hunaepi, Iwan Dodi Dharmawibawa, Muhammad
Asy’ari
Editor: Taufik Samsuri, Baiq Mirawati
Desain Cover dan Lay Outer: Tim kreatif duta pustaka ilmu
Diterbitkan oleh: Duta Pustaka Ilmu-Gedun catur 1.2 FPMIPA
IKIP Mataram, Jln. Pemuda No 59A Mataram-Lombok-NTB
Email: dutaustakailmu@yahoo.co.id
Tahun cetak: 2018

ISBN : 978-602-50418-8-4

Hak cipta dilindungi Undang-undang


Dilarang mencetak atau memperbanyak sebagain atau seluruh isi
buku dalam bentuk dan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah


memberikan kekutan dan pemikiran sehigga buku Sukses
Mengolah Limbah Baglog Jamur Menjadi Pupuk Organik ini
dapat terselesaikan pada waktunya. Keberadaan buku ini sangat
dibutuhkan oleh para pembudidaya jamur di NTB karena selama
ini belum ada tersedia buku yang membantu para pembudidaya
jamur untuk mengolah limbah baglog yang mejadi salah satu
sumber pencemaran lingkungan.
Media tanam jamur atau baglog jamur merupakan substrat
tempat tumbuh jamur. Baglog jamur tiram terbuat dari serbuk kayu
gergaji, dedak, kapur dan gifs. Media tanam ini setelah habis masa
pakainya umumnya dibuang dipekarangan dan menjadi salah satu
sumber pencemaran apa bila tidak dikelola dengan baik.
Pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan limbah
baglog ini menjadi persoalan yang sampai saat ini belum
terpecahkan oleh para pembudidaya jamur khusunya di NTB
sehingga membutuhkan solusi yang tepat dan dapat berdampak
pada kesehatan dan peingkatan pendapatan pembudidaya jamur.
Keberadaan buku ini diharapakan dapat membantu para
pembudidaya jamur dalam mengeolah limbah sehingga dapat
mengurangi pencemaran sekaligus dapat menambah omset
melalui penjualan produk dari limbah baglog yang berbentuk
pupuk organik padat.
Penyusun menguapkan terimaksih yangsebesar-besarnya
kepada Kmenristekdikti yang telah memberikan kepercayaan
dalam bentuk pemberian dana dalam kegiatan Program
Kemitraan Masyarakat dan penyusunan buku panduan ini. selain
itu penyusun ucapkan terimaksih sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
buku ini

Mataram, Juli 2018


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………. 1

BAB 2 MENGENAL LIMBAH BAGLOG JAMUR TIRAM .. 6

BAB 3 KOMPOS ……………………………………………. 12

BAB 4 PENGOMPOSAN AEROB DAN ANAEROB……... 33

BAB 5 PEMBUATAN EKSTRAK MIKRO ORGANISME


LOKAL (MOL) DARI SERBUK GERGAJI DAN
JERAMI ……………………………………………… 41

BAB 6 PEMBUATAN KOMPOS ORGANIK DARI


LIMBAH BAGLOG JAMUR TIRAM ………………. 46

GLOSARIUM

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

Pupuk kimia menjadi pupuk primadona di Indonesia khusunya


di Nusa Tenggara Barat. Hampir seluruh petani menggunakan
pupuk kimia sebagai andalan dalam menyuburkan tanaman dan
untuk meingatakn hasil produksi baik pada tanaman padi, buah,
sayur dll. Penggunaan pupuk kimia secara intensif oleh petani
selama dekade ini menyebabkan petani sangat tergantung pada
pupuk kimia, apalagi dengan adanya peningkatan panen sangat
terasa manfaatnya. Program modernisasi pertanian mampu
menjawab satu tantangan ketersediaan kebutuhan pangan dunia
yang kian hari terus meningkat. Namun setelah belasan tahun
penerapan pupuk kimia, penggunaan pupuk kimia mulai terlihat
dampak dan efek sampingnya. Bahan kimia sintetik yang
digunakan dalam pertanian seperti pupuk dan pestisida telah
merusak struktur, kimia dan biologi tanah. Bahan pestisida diyakini
telah merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang yang
justru menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu. Di
samping itu pestisida telah menyebabkan imunitas pada beberapa
hama.

1
Petani melupakan salah satu sumber Penggunaan pupuk
daya yang dapat mempertahankan anorganik yang
berlebihan pada
kesuburan dan bahan organik tanah, yaitu lahan pertanian
limbah sisa panen hasil pertanian seperti menyebabkan
kualitas tanah
jerami, batang jagung, batang kedelai, kacag
menjadi buruk, selain
tanah dan sisa limbah pertanian lainnya. itu dampak yang
sangat nyata adalah
Pemanfaatan limbah sisa penen seperti
hilangnya populasi
jerami padi sebagai pupuk oganik padat kunang-kunang.
secara bertahap dapat mengembalikan
kesuburan tanah dan meningkatkan produktvitas padi dan
tanaman palawija lainnya. Novizan, 2007 menyatakan bahwa
pupuk organik mempunyai fungsi yang penting dibandingkan
pupuk anorganik yaitu dapat menggemburkan lapisan permukaan
tanah (topsoil), meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi
daya serap dan daya simpan air yang secara keseluruhan dapat
meningkatkan kesuburan tanah.
Diperkirakan kandungan bahan organik di lahan pertanian
diwilayah Indonesia saat ini kurang dar 2% padahal kandungan
bahan organik yang ideal adalah sekitar 5%. Kondisi miskin bahan
organik ini menimbulkan banyak masalah antara lain: efisiensi
pupuk yang rendah, aktivitas mikroba tanah yang rendah, dan
struktur tanah yang kurang baik. Akibatnya produksi hasil
pertanian cendrung turun dan kebutuhan pupuk terus meningkat.
Kondisi ini tentunya jika dibiarkan dapat berdampak pada
2
kesejahteraan masyarakat, sehingga membutuhkan solusi yang
tepat dan efektif. Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah
dengan menambahkan bahan-bahan organik atau pupuk orgnik
padat ke lahan-lahan pertanian. Pupuk organik dapat terus
digunakan atau ditambah dalam jumlah yang cukup hingga
kandungan bahan organik kembali ideal seperti semula.
Kendala yang dihadapi dalam pembiasaan menggunakan
pupuk organik di masyarakat petani adalah masih kurangnya
ketersediaan pupuk organik dan masih rendahnya pemahaman
petani tetang cara kerja pupuk organik. Hal ini dikarenakan petani
sudah terbiasa mengguankan pupuk kimia/anorganik yang cepat
memperlihatkan hasil. Sehingga para petani cendrung lebih
senang menggunakan pupuk kimia karena dianggap lebih parktis
dan menguntungkan. Padahal dari aspek lain, khusunya aspek
perbaikan terhadap hara tanah. Selain keterbatasan dalam
memahami prinsip kerja dan karakteristik pupuk organik, petani
juga masih kurang memahami cara membuat pupuk organik.
Padahal dengan memiliki kemampuan ini dapat memberikan
nuasa baru bagi para petani dalam proses budidaya pertanian,
yaitu terciptanya petani murah dan ramah lingkungan.
Salah satu bahan potensial yang dapat dibuat menjadi pupuk
orgnik yang dapat dimanfaatkan dalam pertanian adalah limbah
baglog media jamur tiram. Limbah baglog jamur tiram merupakan
media tanam jamur tiram yang telah habis masa penen, limbah
3
yang dihasilkan berupa baglong tua (Gambar 1.1) dan baglog
kontaminan (Gambar 1.2). Limbah baglog yang dihasilkan
memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman, dan
untuk perbaikan unsur hara tanah, konposisi limbah tersebut
memiliki kandungan nutrisi seperti P 0,7%, K),02%, N total 0,6%
dan C-organik 49,00% sehingga bermanfaat untuk meningkatkan
kesuburan tanah (Sulaiman 2011), Adanya komposisi kandungan
tersebut, limbah media jamur memiliki
potensi untuk diolah kembali menjadi
pupuk kompos organik. Farhana, 2013
menyatakan memanfaatkan limbah
media jamur tersebut yaitu dengan
mengomposkannya dan dijadikan
sebagai pupuk kompos organik yang
Gambar 1.1. A. Limbah
dapat bermanfaat bagi tanah dan baglog jamur tua atau
tanaman. Selain itu Peniwiratri dalam habis masa pakai

Rahmah, (2016) menyatakan Salah


satu alternatif pengolahan limbah yaitu
dengan memanfaatkan limbah baglog
menjadi pupuk organik melalui proses
pengomposan, sedangkan Alex (2013)
menyatakan kompos dapat polusi
Gambar 1.2. A. Limbah
udara karena pembakaran limbah dan baglog jamur kontaminan
pelepasan gas metana dari sampah
4
organik yang membusuk akibat bakteri metanogen ditempat
pembuangan limbah, selain itu dapat memperbaiki struktur dan
karakteristik tanah. Dengan pengolahan limbah menjadi pupuk
dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan.
Limbah media jamur yang dihasilkan pada dasarnya
merupakan kompos organik yang telah mengalami proses
dekomposisi sehingga pengolahan limbah ini tidak membutuhkan
waktu lama untuk diubah menjadi pupuk organik siap pakai.
Umumnya proses pembuatan pupuk organik memerlukan 2 s/d 3
bulan (Indriani, (2012). Sedangkan pembuatan pupuk organik
dengan bahan baku limbah jamur membutuhkan waktu lebih cepat
yakni 1 bulan (Hunaepi, dkk 2014).
Adanya kandungan yang dimiliki oleh limbah baglog jamur
tiram tersebut, menjadi potensi dalam membuat pupuk organik
dengan standar baku pupuk organik yang berlaku. Buku panduan
ini diperuntuhkan untuk para pembudidaya jamur agar dapat
mengolah limbah baglog menjadi pupuk organik yang memiliki
manfaat sebagai pupuk tanaman dan memiliki nilai ekonomis.

5
BAB 2

MENGENAL LIMBAH BAGLOG JAMUR


TIRAM

Jamur tiram adalah jamur yang dapat dimakan atau sebagai


pangan dari kelompok Basidiomycota dan termasuk ke dalam
kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum memiliki
tangkai yang tumbuh menyamping (pleurotus) dan bentuknya
seperti tiram (Ostreatus) sehingga jamur tiram memiliki nama
binomial Pleurotus osteatus, tumbuh buah warna putih, keabu-
abuan atau coklat dan kadang-kadang memiliki warna kuning,
merah muda, atau biru, umumnya tumbuh secara individu atau
berkoloni (Stamets, 2000). Tudungnya berbentuk setengah
lingkarang mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak
cekung, ukuran 5-25 cm, memiliki spora berbentuk batang
berukuran 8-11x3-4µm serta miselia berwarna putih yang bisa
tumbuh dengan cepat. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) (Gambar
2.1) tersebar luas di bayak hutan beriklim sedang atau subtropis
diseluruh dunia. Volk, 1998 menyatakan bahwa jamur tiram
secara liar umumnya tumbuh pada batang pohon kayu yang telah

6
mati dan lapuk atau dikayu yang telah ditebang karena jamur tiram
adalah jenis jamur kayu.

A B

Gambar 2.1.
A. Koloni Jamur Tiram yang tumbuh Liar di hutan. Sumber:
http://eol.org/pages/1028614/hierarchy_entries/51036874/det
ails. B. Jamur tiram yang dibudidaya dengan menda serbuk
gergaji (Sumber: doc. Pengabdian)

Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu. Untuk itu,
untuk membudidayakan jamur ini, substrat yang dibuat harus
memperhatikan habitat alaminya. Dalam budidaya jamur tiram
dapat digunakan substrat, seperti kompos serbuk gergaji kayu,
ampas tebu atau sekam. Hal yang perlu diperhatikan dalam budi
daya jamur tiram adalah faktor ketinggian dan persyarataan
lingkungan, sumber bahan baku untuk substrat tanam dan sumber
bibit. Miselium dan tubuh buahnya tumbuh dan berkembang baik
pada suhu 26-30 °C. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) biasanya
dipeliharan dengan media tanam serbuk gergaji steril yang

7
dikemas dalam kantung plastik yang dikenal dengan istilah
baglog. Adapun gambar beglog seperti pada Gambar 2.2 dibawah
ini

Gambar 2.2. Beglog Jamur tiram dengan umur 1 hari, 10 hari, 20


hari dan 30 hari. (Sumber:
https://fjb.m.kaskus.co.id/product/56cae9da1a99758b308b456f/ju
al-baglog-jamur-kuping---tiram)

Baglog merupakan media tanam yang dimasukkan ke dalam


plastik dan dibentuk menyerupai potongan kayu gelondongan
(Wiardani, 2010). Baglog jamur terdiri dari komposisi serbuk
gergaji 68,5%, dedak halus 13,5 %, gypsum (CaSO4) 0,5%, kapur
(CaCO) 3,5 %, TSP 0,5 %, pupuk kandang 13,5 %, dan air. Baglog
jamur mengandung unsur N dalam bentuk Amonium atau nitrat,
N-organik, atau N-atmosfer (Abbas, 2001).

8
Digunakannya serbuk gergaji karena memiliki kandungan
ignin, selulosa, dan serat lebih tinggi, sedangkan sebagai
tambahan yakni bekatul (dedak halus) memiliki kandungan kaya
karbohidrat, karbon, dan vitamin B komplek yang bisa
mempercepat pertumbuhan dan mendorong perkembangan tubuh
buah jamur, kalsium karbonat atau kapur menetralkan media
sehingga dapat ditumbuhi oleh jamur (pH 6,8–7,0). Selain itu,
kapur juga mengandung kalsium sebagai penguat batang/akar
jamur agar tidak mudah
rontok. 0.5% gips dapat
memperkukuh struktus suatu
bahan campuran, dan
terakhir 0.25% pupuk TS
sebagai nutrisi (Wikipedia,
2017).
Gambar 2.3. Limbah baglog Jamur
Baglog jamur memiliki (Sumber Doc. Pengabdian)
masa pakai rata-rata 3-4 (tiga) bulan bahkan ada yang mencapai
8 bulan dari masa penanaman bibit jamur sampai masa panen
jamur. Masa pakai umumnya tergantung dari jenis srbu kayu yang
dipakai, berdasarkan berdasarkan informasi dan pengalaman
Pak. Sanapi (pembudidaya jamur tram Lombok) menyatakan
bahwa lama masa pakai baglog tergantung dari jenis dan
kekuatan serbuk kayu misalnya serbuk kayu sengon biasanya 3
bulan sedangkan serbuk kayu jati bisa mencapai 5-6 bulan.
9
Setelah masa pakai habis baglog media jamur tadi menjadi limbah
yang umumnya menjadi salah satu masalah dikalangan
pembudidaya jamur tiram.
Limbah budidaya jamur tiram (baglog) (gambar 2.3) selain
berdampak lingkungan, berdampak pula bagi budidaya jamur itu
sendiri. Jamur liar yang seringkali tumbuh di tumpukan limbah
baglog sebagai sumber kontaminan yang menyebabkan
kegagalan budidaya jamur tiram. Kontaminan menghasilkan
milyaran spora, jika terbawa angin atau melalui pakaian dan
anggota tubuh pekerja, siap menyeber keseluruh penjuru ruang
termasuk kedalam ruang inokulasi jamur. Limbah baglog dapat
diolah menjadi pupuk organik jamur, khususnya pupuk organik
padat. Hal ini disebabkan limbah tersebut masih mengandung
nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman seperti, selulosa,
hemiselulosa, lignin, protein, lemak, vitamin, mineral, mikroba
atau biota, dan zat-zat yang lain.
Limbah baglog jamur tiram yang menjadi salah satu masalah
pencemaran lingkungan yang belum dapat diatasi oleh sebagain
besar pembudidaya jamur tiram pada dasarnya memiliki dua jeniis
limbah baglog yaitu;
1. Limbah baglog organik
Limbah organik adalah limbah yang berasal dari mahluk
hidup yang menackup bahan baku media tanam jamur tiram,
seperti serbuk kayu, dedak, biji-bijian dll. Limbah baglog ada
10
dua macam yakni yakni baglog yang gagal inkubasi
(terkotaminan) dan beglog habis masa panen. Beglog gagal
inkubasi walau bersatus gagal di dalamanya masih
mengandung nutrisi yang utuh. Baglog inilah yang nanti diolah
menjadi pupuk kompos. Sedangkan sisa beglog habis masa
panen walapun nutrisi telah habis. Tetapi masih kaya sisa-sisa
miselium jamur yang kanya selulosa, hemiselulosa, lignin dan
petoan.
2. Limbah baglog anorganik
Limbah yang dimaud adalah abahan yang terbentuk dari
bahan kimia sinetsis terdiri atas palstik, kapas, karet, cincin
paralon, dll merupakan sampah yang tidak mengalami
pembususkan dengan cara alami.
Limbah baglog jamur tiram berbahan dasar serbuk kayu
memiliki kandungan dengan komposisi nutrisi seperti P 0,7%,
K 0,02%, N total 0,6% dan C-organik 49,00%, sehingga
bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah (Sulaiman,
2011 dalam Ramham, 2014). Adanya kandungan nutrisi yang
dimiliki oleh limbah baglog jamur tram tersebut
memungkinkan untuk dijadikan atau didaur ulang lagi menjadi
pupuk organik dengan cara pengomposan. Pupuk organik
yang dihasilkan jika dikomersilkan maka akan dapat
memberikan keuntungan bari para petani.

11
BAB 3

KOMPOS

A. Apa itu Kompos?


Kompos adalah pupuk yang
dibuat dari hasil penguraian aneka
bahan sampah organik, proses
terbentuknya kompos dari bahan-
bahan organik dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam
kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik. Kompos yang memenuhi sayarat C/N rasio<20 kadar
air dan nutrisi tertentu, dikatagorikan ke dalam pupuk orgnik
kerena terbuat dari bahan alami yakni berasal dari bahan mahluk
hidup (hewan, manusia dan tumbuhan)
Pengomposan adalah proses dimana baha organik mengalami
penguaraian secara biologi, khusunya oleh mikroba-mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagi sumber energi. Napizan,
2007 menyatakan bahwa proses biokimiawi yang melibatkan
mikrob sebagai agnesia (perantara) yang merombak bahan
organik menjadi bahan yang mirip dengan humus. Membuat
12
kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut
agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi
membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang
cukup, mengatur aerasi, dan penambahan aktivator
pengomposan.
Kompos terbentuk secara alami terbentuk dari sampah organik
yang terurai oleh berbagai jenis mikroba, binatang yang hidup
ditanah, enzim dan jamur. Proses terurainya ini memerlukan
kondisi tertentu, yaitu suhu, udara, dan kelembapan. Waktu
pembentukan kompos rata-rata dalam 4-6 minggu sudah jadi.
Suhu optimal untuk pengomposan dan harus dipertahankan
adalah 450-650C.
Selain mengurangi pembuangan sampah, kompos yang
dihasilkan dapat dimafaatkan sendiri sehingga menghemat
pengeluaran pembelian pupuk orgnik yang kita butuhkan. Selain
itu, hasil produksi pupuk organik atau kompos yang kita hasilkan
juga dapat dijual untuk menutupi biaya proses pembuatan
kompos. Lebih dari itu hasil penjualan produksi kompos
menambah penghasilan.
B. Bahan-bahan kompos
Secara alami bahan-bahan organik mengalami penguraian
di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya.
Namun, proses pengomposan yang terjadi secara alami
berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses
13
pengomposna ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi
pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana,
sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan
teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian
bahan orgnik yang terjadi secara alami. Proses penguraian
dioptimalkan sedemikiran rupa sehingga pengomposan dapat
berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan
saat ini menjadi sangat penting artinya terutaa untuk mengatasi
maslaah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta
limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik
secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator
pengomposan. Istilah aerobik yang digunakan dalam proses
penanganan secara biologi berarti proses dimana terdapat
oksigen terlarut (proses memerlukan oksigen). Oksidasi bahan
organik menggunakan molekul oksigen sebagai aseptor elektron
terakhir adalah proses utama yang menghasilkan energi kimia
untuk mikroorganisme. Mikroba ynag menggunakan oksigen
sebagai operator elektron terakhir adalah mikroorganisme
aerobik, sedangkan sebaliknya disebut anaerobik yaitu kata teknis
yang secara harfiah berarti “tanpa udara” dalam pengolahan
sampah menjadi kompos, tidak diperlukan adanya akseptor
elektron seperti nitrat, sulfat atau oksogen.

14
Pengomposan secara aerobik paling banyak di gunakan,
karena amudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak
membutuhkan konrol proses yang terlalau sulit. Dekomposisi
bahan dilakukan oleh mikroorgnisme di dlaam bahan itu sendiri
dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara
anaerobik memanfaatkan mikroorgnisme yang tidak membthkan
udara dalam mendegradasi bahan organik. Hasil akhir dari
pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan
untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di NTB. Sebagai upaya
nntuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga
produksi tanaman menjadi lebih tinggi.
Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat
digunakan untuk mengutkan struktur lahan kritis, menggemburkan
kembali tanah pertanian, mengemburkan kembali tanah
pertamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi
pantai pasca penambangan dan sebgai media tanaman, serta
mengurangi penggunaan pupuk kimia. Selain itu Aminah, 2005
menyatakan bahwa kompos memiliki keunggulan- keunggulan
lain yang tidak dapat digantikan oleh pupuk kimiawi, yaitu kompos
mampu:
1) Mengurangi kepadatan tanah, sehingga memudahkan
perkembangan akar dan kemampuannya dalam penyerapan
hara.

15
2) Meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat air,
sehingga tanah dapat menyimpan air lebih lama dan
mencegah terjadinya kekeringan pada tanah
3) Menahan erosi tanah, sehingga mengurangi pencucian hara.
4) Menciptakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan jasad
penghuni tanah seperti cacing dan mikrob tanah yang sangat
berguna bagi kesuburan tanah
Bahan baku pengomposan adalah semua material organik
mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan,
sampah hijau, smaapah kota, lumpur cair dan industri pertaian.
Pemilihan residu limbah pertanian atau limbah hijauan
untuk bahan baku pupuk organik harus memperhatikan tingkat
C/N rasionya. Dikatakan oleh Johnson (2003) bahwa pada residu
bahan organik limbah pertanian dengan C/N rasio yang tinggi
cenderung terjadi proses pengekangan nitrogen dalam tanah saat
proses dekomposisi. Sementara pada C/N rasio yang rendah
cenderung terjadi mineralisasi pada saat proses dekomposisi.
Tabel 4.1 Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan
bahan baku pengomposan.
No Asal Bahan
1 Pertanian
Limbah dan Jerami dan sekam padi, gulma,
residu tanaman batang dan tongkol jagung, semua

16
No Asal Bahan
bagian vegetatif tanaman, batang
pisang dan sabut kelapa.
Limbah dan Kotoran padat, limbah ternak cair,
residu ternak limbah pakan ternak, cairan biogas
Tanaman air Azola, ganggang biru, enceng
gondok, gulma air
2 Industri
Limbah padat Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas,
ampas tahu, limbah kelapa sawit,
limbah pengalengan makanan dan
pemotongan hewan
Limbah cair Alkohol, limbah pengolahan kertas,
limbah pengolahan minyak kelapa
sawit
3 Limbah rumah
Tangga
Sampah Tinja, urin, sampah ruma tangga dan
sampah kota.

Limbah-limbah di atas merupakan limbah yang dapat


diolah kembali menjadi pupuk organik melalui metode
pengomposan. Dalam proses pengomposan umumnya limbah
yang dikomposkan ditambahkan dengan bahan-bahan lain untuk

17
menambah kandungan dari pupuk kompos ataupun untuk
mempercepat pengomposan. Umunya dari bahan dasar tadi
ditambahkan kotoran teranak seperti kotoran sapi, kambing, kuda
ataupun ayam. Selain itu ada penambahan aktivator seperti
molase dan EM4.

C. Tujuan dan Manfaat Kompos


Manfaat kompos yang utama pada tanah yaitu untuk
memperbaiki kondisi fisik tanah dibandingkan untuk menyediakan
unsur hara, walaupun dalam kompos unsur hara sudah ada tetapi
jumlahnya sedikit. Pupuk kompos berperan dalam menjaga fungsi
tanah agar unsur hara dalam tanah mudah dimanfaatkan oleh
tanaman.
Cara terbaik memanfaatkan kompos adalah mengembalikan
kompos tersebut pada tanaman yang bersangkutan. Sebagai
contoh, daun-daunan dan ranting pohon mangga yang gugut di
tanah dikembalikan lagi ke pohon mangga dengan cara ditimbun
dalam tanah dekat pohon mangga agar menjadi kompos dan
dapat dimanfaatkan. Dengan cara ini saja tidaklah cukup untuk
menyediakan unsur hara bagi pohon mangga. Untuk itu perlu
masukkan lain yang lebih banyak dengan cara memanfaatkan
kotoran hewan, sampah dapur atau pun bahan-bahan organik
lainnya dari luar yang diproses menjadi kompos.

18
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa
aspek anatara lain, Aspek ekonomi, Aspek lingkungan, dan aspek
bagi tanah atau tanaman:
1. Aspek Ekonomi
a. Menghemat biaya untuk trasportasi dan penimbunan
limbah
b. Mengurangi volume/ukuran limbah
c. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
2. Aspek Lingkungan
a. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan
pelepasan gas metana dari sampah organik yang
membusuk akibat bakteri metanogen ditempat
pembuangan sampah
b. Mengurangi keutuhan lahan untuk penimbunan
3. Manfaat Kompos Bagi Tanaman
Kompos sangat bermanfaat bagi proses pertumbuhan
tanaman. Kompos tidak hanya mensuplai unsur hara bagi
tanaman, selain itu kompos juga memperbaiki struktur tanah
kering dan ladang serta menjaga fungsi tanah, sehingga suatu
tanaman dapat tumbuh dengan baik.
4. Manfaat kompos menyediakan unsur hara bagi tanaman
Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dibagi menjadi
tiga golongan. Unsur hara makro primer yaitu unsur hara yang
dibutuhkan dalam jumlah banyak seperti Nitrogen (N), Pospo
19
(P) dan Kalium (K). Unsur hara makro sekunder yaitu unsur
hara yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, seperti belerang (S),
kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Unsur hara mikro yaitu
unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, seperti besi
(Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), klor (Cl), boron (B), mangan
(Mn) dan molibdenum (Mo). Kompos yang sudah jadi dapat
digunakan untuk memupuk tanaman, dimana mengandung
sebagian besar unsur hara makro primer, makro sekunder dan
unsur hara mikro yang sangat dibutuhkan tanaman.
5. Manfaat kompos memperbaiki struktur tanah
Tanah yang baik adalah tanah yang remah atau granuler
yang mempunyai tata ruang udara yang baik sehingga aliran
udara dan air dapat masuk dengan baik. Tanah yang buruk
ialah apabila butir-butir tanah tidak melekat satu sama lain
(tanah pasir) atau saling melekat (tanah liat).
Kompos merupakan perekat pada butir-butir tanah dan
mampu menjadi penyeimbang tingkat kerekatan pada tanah.
Kehadiran kompos pada tanah juga menjadi daya tarik bagi
mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah.
Dengan demikian tanah yang pada mulanya keras dan sulit
ditembus air maupun udara, kini dapat menjadi gembur
kembali akibat aktivitas mikroorganisme.

20
6. Manfaat kompos dapat meningkatkan Kapasitas Tukar Kation
Kapasitas tukar kation (KTK) adalah sifat kimia yang
berkaitan erat dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK
tinggi jauh lebih mampu menyediakan unsur hara daripada
tanah KTK rendah. Pupuk kompos dapat menyediakan KTK
dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk
organik.
7. Manfaat kompos meningkatkan kemampuan tanah untuk
menahan air
Tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti
kompos mempunyai pori-pori dengan daya rekat yang lebih
baik, sehingga kompos mampu mengikat serta menahan
ketersediaan air di dalam tanah. Erosi air secara langsung
dapat ditahan dengan adanya kompos pada tanah.
8. Manfaat kompos meningkatkan aktivitas biologi tanah
Pada kompos terdapat mikroorganisme yang
menguntungkan tanaman. Dalam tanah, Kompos membantu
kehidupan mikroorganisme. Selain berisi bakteri dan jamur
pengurai, keberadaan kompos membuat tanah menjadi sejuk
tidak terlalu lembab dan tidak terlalu kering. Keadaan seperti
itu sangat disenangi oleh mikroorganisme. Dalam hal ini
misalnya, cacing tanah lebih senang tinggal di tanah dengan
kadar organik tinggi dari pada tanah yang keras atau berpasir.

21
Cacing tanah dapat menyediakan pupuk alami berupa kascing
yang bermanfaat bagi tanaman.
9. Manfaat kompos meningkatkan pH pada tanah asam
Unsur hara dalam tanah lebih mudah diserap oleh tanaman
pada kondisi pH tanah yang netral, yaitu 7. Pada nilai pH ini,
unsur hara menjadi mudah larut di dalam air. Semakin asam
kondisi tanah (semakin rendah pH) maka jumlah ion Al
(alumunium) dan Mn (Mangan) dalam tanah semakin
meningkat. Jumlah Al dan Mn yang terlalu banyak dapat
bersifat racun bagi tanaman. Kondisi tanah yang asam dapat
dinetralkan kembali dengan pengapuran. Pemberian kompos
ternyata membantu peningkatan pH tanah.
10. Manfaat kompos menyediakan unsur mikro bagi tanaman
Tidak hanya unsur makro saja yang disediakan oleh
kompos untuk tanaman, tetapi juga unsur mikro. Unsur-unsur
itu antara lain Zn, Mn, Cu, Fe dan Mo. Sekian pembahasan
mengenai pengertian kompos dan manfaat kompos, semoga
tulisan saya menganai pengertian kompos dan mafaat kompos
dapat bermanfaat.
D. Dasar-dasar pengomposan
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat
dikomposkan, misalnya: limbah organim rumah tangga, samapah-
sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran /limbah perternakan,
limbah-limbah pertanian, linbah-limbah agroindustri, dll. Bahan
22
orgnaik yang sulit untuk dikomposkan antara lain; tulang, tandunk,
dan rambut.
1. Proses pengomposan
Proses pengomposan akn segera berlangsung setelah
bahan-bahan mentah tercampur. Proses pengomposan
secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap
aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses,
oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegrdasi
segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan
kompos meningkat dengan cepat. Demikian pula diikuti
dengan peningkatan pH kompos. Suhu menigkat hingga di
atas 500–700 C. Suhu tetap tinggi selama waktu tertentu.
Mikroba yang akatif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik,
yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi
dekomposisi/ penguraian bahan organik yang sangat aktif.
Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan
oksigen menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan
panas. Setelah sebagian besar bahan dasar telah terurai,
maka suhu berasur-ansur mengalami penurunan. Pada saat
ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu
pembentukan komplek liat humus. Selama proses
pengomposan terjadi proses penyusustan volume atupun
biomassa bahan. Pengurangan inin dapat menacapai 30-40%
dari volume bobot awal bahan.
23
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik
(penggunaan oksigen) atau anerobik (tidak ada oksigen).
Proses yang dijelaskaan sebelumnya adalah proses aerobik,
diamana miroba menggunakan oksigen dalam proses
dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga
terjadi tanpa mengunakan oksigen yang disebut proses
anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan karena selama
proses pengomposan dihasilkan bau yang tidak sedap.
Proses anaerobik menghasilkan senyawa-senyawa yang
berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam
asetat, asam batirat, asam velerat, puttrecine), amonia, dan
H2S.

4.2 Tabel organisme yang terlibat dalam pengomposan


Klompok Organisme Jumlah/gr
orgnisme kompos
Mikroflora Bakteri; aktinomicetes: 109-109; 105 108
kapang 104 – 106
Mikrofanuna Protozoa 104 -105
Makroflora Jamur tingkat tinggi
Makrofauna Cacing tanah, rayap,
semut, kutu dll

24
Proses pengomposan tergantung pada: karakteristik
bahan yang dugunakan, aktivator pengomposan yang
digunakan dan metode pengomposan yang dilakukan.

2. Faktor yang mempengaruhi proses pengomposan


Setiap organisme pendegradasibahan organik
membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-
beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut
bekerja dengan baik untuk mendekomposisi limbah padat
organik. Apabila kondisi kurang sesuai atau tidak sesuai,
maka orgnisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain,
atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk
proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan
proses pengomposan itu sendiri. Faktor yang
memepengaruhi proses pengomposan antara lain;
a) Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses
pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba
memecah senyawa C sebagai sumber energi dan
menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di
antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk
energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N
terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis
protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada

25
rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya
adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa
gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk
menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus,
misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik
(Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran
hewan karena kotoran hewan mengandung banyak
senyawa nitrogen.
b) Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada di antara
permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih
luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan
bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat.
Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar
bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan
dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel
bahan tersebut.
c) Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam
kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami
akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih
dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi
ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan
(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan
terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang
26
tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan
kompos.
d) Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di
dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan
mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga ini diisi oleh air dan udara. Udara akan
mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila
rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan
berkurang dan proses pengomposan juga akan
terganggu.
e) Kelembapan (Moisture content) Kelembapan memegang
peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme
mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada
suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan
bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di
dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum
untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di
bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami
penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan
15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara
akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas
mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi
anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
27
f) Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba.
Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan
konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin
cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat
terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur
yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari
60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya
mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup.
Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba
patogen tanaman dan benih-benih gulma.
g) pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH
yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan
berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak
umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses
pengomposan sendiri menyebabkan perubahan pada
bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh,
proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal,
menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan
produksi amonia dari senyawa-senyawa yang
mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-
fase awal pengomposan, pH kompos yang sudah matang
biasanya mendekati netral.
28
h) Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam
proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam
kompos-kompos dari peternakan. Hara ini dimanfaatkan
oleh mikroba selama proses pengomposan.
i) Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik
mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi
kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu,
Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk
kategori ini. Logam-logam berat mengalami imobilisasi
selama proses pengomposan.
j) Lama pengomposan. Lama waktu pengomposan
tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan,
metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan
atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara
alami pengomposan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar
matang.

4.3. Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses


pengomposan
Kondisi Kondisi yang bisa Ideal
diterima
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembapan 40 – 65 % 45 – 62 %
berat

29
Kondisi Kondisi yang bisa Ideal
diterima
Konsentrasi > 5% > 10%
oksigen tersedia
Ukuran partikel 1 inchi bervariasi
Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu
yd
pH 5.5 – 9.0 6.5 – 8.0
Suhu 43 – 660C 54 -60oC

E. Strategi mempercepat pengomposan


Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi.
Secara umum strategi untuk memepercepat proses pengomposan
dapat dikelompkkan menjadi tiga, yaitu;
1) Memanipulasi kondisi pengomposan
Manipulas kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses
pengomposan. Startegi ini bayak dilakukan di awal-awal
berkembangknya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-
faktor pengmposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai
contoh, rasio C/N yang optmum adalah 25-35:1. Untuk
membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengaandung rasio
C/N tinggi dicampur dengan bahan-bahan yang mengandung
rasion C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan-
bahan yang besar dicacah sehingga ukuranya cukup kecil dan
idela untuk peroses pengomposan. Bahan yang terlalu basah
30
dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses
pengomposan.demikian juga untuk faktor-faktor lainnya.
2) Menggunakan aktivator pengomposan
Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan
organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan.
Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing
tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan
kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing.
Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba,
baik bakeri, aktinomicetes, maupun kapang/cendawan. Saat
ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator
pengomposan, misalnya: MARROS Bio-Activa,Green Phoskko
(GP-1), Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec,
Starbio, Bio Pos, dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil
penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia
(BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat. Sementara MARROS Bio-Activa dikembangkan
oleh para peneliti mikroba tanah yang tergabung dalam
sebuah perusahaan swasta. Aktivator pengomposan ini
menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki
kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat
organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp,
Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP
31
(fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi
(termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak
memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa
pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu
ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan
kelembapan agar proses pengomposan berjalan optimal dan
cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk
bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan
untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
3) Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator
Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak
dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas.
Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan
menambahkan aktivator pengomposan
Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan.
Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan
di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa
pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi
pengomposan:
1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
4. Tingkat kesulitan pembuatan kompos.
32
BAB 4
PENGOMPOSAN AEROB DAN ANAEROB

Pengomposan adalah proses di mana bahan organik


mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-
mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber
energi.
Secara alami bahan-bahan organik mengalami penguraian di
alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya.
Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami
berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses
pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi
pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana,
sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan
teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian
bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian
dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat
berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan
saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi

33
permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah
sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah
pertanian dan perkebunan (Wikipedia, 2018).
Teknologi pengomposan sangat beragam, baik secara aerob
amaupun anaerob. Untuk memahami tentang pengomposan
aerob dan anaerob dijabar sebagai berikt

A. Pengomposan secara aerob


Salah satu cara pengomposan yang sederhana adalah
proses pengomposan aerob, cara ini paling mudah dilakukan dan
hasilnya relatif memuaskan. Sebenarnya proses pengomposan
aerobik sampah, dapat diterapkan dalam skala kecil. Yaitu
sampah yang telah diambil dari rumah tangga yang telah
dipisahkan dari sampah anorganik ditumpuk disuatu tempat
dengan ketinggian tidak lebih dari 1,5 m, kemudian tumpukan
sampah ini diusahakan jangan terjadi pemadatan untuk menjamin
pasokan aliran udara (aerasi) di antara celah-celah antar sampah.
Setelah itu aktifitas biologi (mikrobia) mulai berjalan untuk mulai
proses perombakan sampah organik. Proses perombakan aerobik
ini berlangsung kurang lebih dalam 45 hari (Atmojo, 2007)
Proses pembuatan kompos aerob sebaiknya dilakukan di
tempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik. Karakter dan
jenis bahan baku yang cocok untuk pengomposan aerob adalah
material organik yang mempunyai perbandingan unsur karbon (C)

34
dan nitrogen (N) kecil (dibawah 30:1), kadar air 40-50% dan pH
sekitar 6-8. Contohnya adalah hijauan leguminosa, jerami,
gedebog pisang dan kotoran unggas.
Apabila kekurangan bahan yang megandung karbon, bisa
ditambahkan arang sekam padi ke dalam adonan pupuk. Cara
membuat kompos aerob memakan waktu 40-50 hari. Perlu
ketelatenan lebih untuk membuat kompos dengan metode ini. Kita
harus mengontrol dengan seksama suhu dan kelembaban
kompos saat proses pengomposan berlangsung. Secara berkala,
tumpukan kompos harus dibalik untuk menyetabilkan suhu dan
kelembabannya.
1. Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara
aerobik terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan
peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi
pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.
a. Terowongan udara (Saluran Udara)
 Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
 Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
 Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
 Sudut : 45o
 Dapat dipakai menahan bahan 2–3 ton
b. Sekop
 Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
35
c. Garpu/cangkrang
 Digunakan untuk membantu proses pembalikan
tumpukan bahan dan pemilahan sampah
d. Saringan/ayakan
 Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah
matang agar diperoleh ukuran yang sesuai
 Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran
kompos yang diinginkan
 Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan
atau saringan putar
e. Termometer
 Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
 Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur
termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya
kembali dengan cepat
 Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air
raksa) agar tidak mencemari kompos jika termometer
pecah
f. Timbangan
 Digunakan untuk mengukur kompos yang akan
dikemas sesuai berat yang diinginkan
 Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
penimbangan dan pengemasan
g. Sepatu boot
36
 Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama
bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
h. Sarung tangan
 Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan
selama melakukan pemilahan bahan dan untuk
kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan
i. Masker
 Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernapasan
dari debu dan gas bahan terbang lainnya

2. Tahapan pengomposan
Tahapan-tahanpan pembuatan kompos dimulai dari;
Pemilahan Sampah, Pengecil Ukuran, Penyusunan
Tumpukan, Pembalikan, Penyiraman, Pematangan,
Penyaringan, Pengemasan dan Penyimpanan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar ilustrasi di bawah ini

Gambar 4.1 Ilustrai


proses
pengomposan
aerob (Sumber:
Zafran, 2016)

37
B. Pengomposan secara anaerob
Cara membuat kompos dengan metode anaerob biasanya
memerlukan inokulan mikroorganisme (starter) untuk
mempercepat proses pengomposannya. Inokulan terdiri dari
mikroorganisme pilihan yang bisa menguraikan bahan organik
dengan cepat, seperti efektif mikroorganime (EM4). Di pasaran
terdapat juga jenis inokulan dari berbagai merek seperti superbio,
probio, dll. Apabila tidak tersedia dana yang cukup, kita juga bisa
membuat sendiri inokulan efektif mikroorganisme
1. Metode membuat pupuk dengan metode anaero
Bahan baku yang digunakan sebaiknya material organik
yang mempunyai perbandingan C dan N tinggi (lebih dari
30:1). Beberapa diantaranya adalah serbuk gergaji, sekam
padi dan kotoran kambing. Waktu yang diperlukan untuk
membuat kompos dengan metode anaerob bisa 10-80 hari,
tergantung pada efektifitas dekomposer dan bahan baku yang
digunakan. Suhu optimal selama proses pengomposan
berkisar 35-45oC dengan tingkat kelembaban 30-40%.
Berikut tahapan cara membuat kompos dengan proses
anaerob.
1. Siapkan bahan organik yang akan dikomposkan.
Sebaiknya pilih bahan yang lunak terdiri dari limbah
tanaman atau hewan. Bahan yang bisa digunakan antara
38
lain, hijauan tanaman, ampas tahu, limbah organik rumah
tangga, kotoran ayam, kotoran kambing, dll. Rajang bahan
tersebut hingga halus, semakin halus semakin baik.
2. Siapkan dekomposer (EM4) sebagai starter. Caranya,
campurkan 1 cc EM4 dengan 1 liter air dan 1 gram gula.
Kemudian diamkan selama 24 jam.
3. Ambil terpal plastik sebagai alas, simpan bahan organik
yang sudah dirajang halus di atas terpal. Campurkan
serbuk gergaji pada bahan tersebut untuk menambah nilai
perbandingan C dan N. Kemudian semprotkan larutan EM4
yang telah diencerkan tadi. Aduk sampai merata, jaga
kelembaban pada kisaran 30-40%, apabila kurang lembab
bisa disemprotkan air.
4. Siapkan tong plastik yang kedap udara. Masukan bahan
organik yang sudah dicampur tadi. Kemudian tutup rapat-
rapat dan diamkan hingga 3-4 hari untuk menjalani proses
fermentasi. Suhu pengomposan pada saat fermentasi akan
berkisar 35-45oC.
5. Setelah empat hari cek kematangan kompos. Pupuk
kompos yang matang dicirikan dengan baunya yang harum
seperti bau tape.

39
C. Mutu Kompos
1. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah
terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan
efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman.
2. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan
terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan
mikroorganisme tanah yang mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan tanaman
3. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
a. Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna
tanah,
b. Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat
membentuk suspensi,
c. Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku
dan derajat humifikasinya,
d. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
e. Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
f. Tidak berbau.

40
BAB 5

PEMBUATAN EKSTRAK MIKRO ORGANISME


LOKAL (MOL) DARI SERBUK GERGAJI DAN
JERAMI

Mikro organisme lokal merupakan larutan pekat berisi berbagai


mikroorganisme yang efektif dalam mempercepat proses
pengomposan dengan sistem fermentasi. Selain sebagai ekstrak
untuk memepercepat proses dekomposis, MOL juga berfungsi
sebagai sumber zat pengaturan tumbuh (ZPT) baik untuk
pertumbuhan akar, batang, daun dan buah (Nazam, 2016).
Bahkan saat ini daat memberikan pertahanan terhadap hama dan
penyakit tanaman dan stabilisator tempat hidup tanaman agar
sesuai dengan kelayakan tumbuh secara maksimal.
Umumnya MOL sudah banyak tersedia di toko-toko pertanian
salah satunya adalah EM4 yang diperlukan khususnya untuk
pembuatan pupuk bokhasi, meskipun demikian, pembuatan MOL
secara sendiri bisa jadi opsi untuk menghindari harga dekomoser
yang cukup mahal. Sebab, MOL dapat dibuat cukup dengan
menggunakan bahan-bahan organik yang ada dilingkungan
sekitar, termasuk menggunkan bahan limbah rumh tangga
mialnya sayur-sayuran, buah-buahan, sisa nasi. Selain itu

41
pembatan MOL dapat memanfaatkan bagian tanaman yang
mudah ditemukan di lingkungan sekitar seperti bonggol pisang,
rebung bambu, dan sabut kelapa.
Pada prinsipnya, bahan utama dalam membuat mikro
organisem lokal (MOL) terdiri dari tiga jenis komponen antara lain;
1. Karbohidrat seperti; air cucian beras, nasi bekas, singkok,
gandum
2. Glukosa; caira gua merah, cairan gula pasir, air kelapa atau air
nira, tuak manis
3. Sumber bakteri; keong mas, kulit buah-buahan, kotoran
hewan, atau apapun yang mengandung sumber bakteri (BPTP
kalimantan Tengah, 2011)
A. Alat dan bahan yang diperlukan
Alat-alat yang dibutuhkan dalam pembuatan MOL berbahan
dasar serbuk gergaji kayu dan jerami antara lain;
Tabel 4.1. Alat-alat yang dibutuhkan dalam pembuatan MOL
No Nama Alat Kegunaan
1 Karung Digunakan sebaga wadah menaruh
bahan dasar pembuatan MOL bahan
dasar tersebut adalah serbuk gergaji
dan jerami yang telah dihancurkan.
2 Bak Tempat permentasi

42
No Nama Alat Kegunaan
3 Selang air Mengalirkan air dari sumber air ke bak
permentasi
4 Ember plastik Tempat pelarutan biodekomposer
EM4
5 Gayung Digunakan untuk mengambil MOL
yang telah jadi
6 Saringan Untuk memisahkan MOL dari sampah
atau bahan dasar pembuatan MOL

Alat-alat tersebut diusakhan harus ada pada saat membuat


MOL. Untuk ukuran bak menyesuaikan tergantung dari kebutuhan
yang membuat, umumya bak yang ada berukuran 100 liter, 150
liter, 250 liter dan 300 liter. Untuk bahan-bahan yang dibutuhkan
dalam pembuatan Mikro organisme lokal (MOL) antara lain;
Tabel 4.2 Bahan-bahan dalam pembuatan MOL
No Bahan Volume
1 Serbuk gergaji 20 Kg
2 Jerami sudah dihancurkan 20 Kg
3 Biodekomposer/EM4 300 ml
4 Air Secukupnya

Bahan-bahan di atas merupakan bahan dasar dalam


pembuatan Mikro organisme lokal (MOL). Untuk mempercepat

43
kinerja dekomposer bisa ditambahkan dengan larutan gula aren
atau molase serta air kelapa.
Selain komposisi bahan-bahan di atas beberapa bahan
organik yang dapat dijadikan bahan-bahan pembuatan MOL
seperti bonggol pisang, air cucian beras, sabut kelapa, dan
dengan sisa atau limbah buah-buahan.
B. Cara Pembuatan MOL
1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Hancurkan jerami padi yang sudah kering hingga menjadi
potongan-potongan kecil dengan menggunkan parang atau
jika memiliki mesin penghancur maka akan mempermudah
pengerjaan
3. Siapkan bak pertama, masukkan jerami yang sudah
dipotong-potong tersebut ke dalam bak pertama (kira-kira
setengah bak) sambil ditekan-tekan, kemudian isi bak
denan air sampai penuh. Air yang digunakan usahan air
sumur
4. Siapkan bak kedua, masukkan serbuk gergaji (kira-kira
setengah bak) sambil ditekan, kemudia isi bak dengan air
sampai penuh
5. Tambahkan biodekomoser EM4 ke dalam bak pertama dan
kedua masing-masing sebanyak 300 ml kemudian diaduk
sapai merata.

44
6. Jika ingin menambahkan molase atau larutan gula are,
maka setelah memasukkan EM4 baru dimasukkan molase
atau larutan gula dengan volume 1 liter (terbuat dari 1 kg
gua aren)
7. Tutup kedua bak dengan rapat-rapat agar tidak mengalami
kebocoran dan bahan terkontaminasi maka pada bagian
tutup bak di berikan lakban
8. Kedua bak yang sudah tertutup rapat, ditempatkan pada
tempat yang teduh dan dibiarkan selama 2 hari (2 kali 24
jam)
9. Setelah 2 hari ekstrak MOL sudah jadi dan siap di gunakan
sebagai dekomposer pembuatan kompos
C. Aplikasi MOL pada pengomosan limbah organik
Mikro Organisem Lokal (MOL) yang telah jadi dapat di
implemtasikan dengan cara; melarutkan 1 liter MOL serbuk gergaji
+ 1 liter MOL jerami + 300 ml biodekomposer (EM4), kemudian
larutkan dalam air sebanyak 10 liter, kemudian disiram pada
bahan kompos yang telah tercampur, untuk mempermudah
penyiraman maka sebaiknya menggunakan gembor.

45
BAB 6

PEMBUATAN KOMPOS ORGANIK DARI


LIMBAH BAGLOG JAMUR TIRAM

Limbah padat baglog jamur bila dibiarkan menumpuk disekitar


tempat pembudidayaan jamur menjadi masalah bagi lingkungan,
penumpukan dapat menimbukan bau dan pencemaran
lingkungan juga akan mengalami penurunan kualitas akibat
penguapan dan pencucian oleh air hujan. Limbah baglog jamur
tiram dapat diolah menjadi pupuk kompos organik berkualitas
tinggi melalui proses dekomposisi oleh baerbagai macam mikroba
yang sangat berguna untuk memperbaiki kesuburan tanah dan
meningkatkan produktvitas hasil pertanian (Nazam, 2016).
Membuat pupuk kompos organik padat berbaha dasar limbah
baglog jamur tiram dapat dilakukan dengan banyak cara dan tidak
ada cara paten yang harus diikuti oleh semua orang dalam
membuatnya. Berikut adalah salah satu cara yang digunakan
dalam membuat pupuk orgaik. Sebelum membuat pupuk organik
berbahan dasar limbah baglog jamur tiram, maka terlebih dahulu
disiapkan alat dan bahan-bahan yang dibutuhkan. Untuk lebih
rincinya alat dan bahan disajikan dalam tabel berikut ini

46
Tabel 5.1 Alat-alat yang dibutuhkan dalam peroses pengomposan
No Nama Alat Kegunaan
1 Pengayak Digunakan untuk
menyeragamkan ukuran ukuran
pupuk organik yang telah selesai
masa pengomposan, ayakan
dapat menggunakan ayakan
manual dan mekanik
2 Cangkul Digunakan untuk mencapur
bahan-bahan pengomposan
sehingga tercampur dengan
baik, selain itu digunakan pada
saat pembalikan seaktu kontrol.
3 Skop Digunakan untuk mencapur
bahan-bahan pengomposan
sehingga tercampur dengan
baik, selain itu digunakan pada
saat pembalikan seaktu kontrol.
4 Gareng Untuk mencampur bahan
sehingga rata

47
No Nama Alat Kegunaan
5 Gembor Digunakan untuk menyiram EM4
dan air pada saat pengomosan
6 Ember Digunakan untuk menampung
air
7 Timbangan Untuk menimbang bahan yang
akan dikomposkan dan
menimbang pupuk yang telah
matang untuk di pak.
8 Selang Digunakan untuk mengalirkan air
9 Terpal Sebagai penutup pada saat
pengomposan sehingga proses
pengomposan dapat maksimal
10 Termometer Untuk mengukur suhu dari
kompos.

Selain alat-alat kelengkapan di atas hal lain yang perlu


disiapkan adalah rumah kompos, rumah kompos adalah tempat
dilakukannya pengomposan bahan-bahan kompos. Rumah
kompos bisa dibuat secara sederhana maupun secara permanen,
tergantung dari anggaran biaya yang tersedia. Jika orientasinya
untuk sekala industri, maka standar rumah kompos minimal semi
permanen. Untuk 1-2 ton bahan baku limbah baglog jamur
dibutuhkan 1 unit rumah kompos dengan ukuran 4 x 6 m 2
48
Rumah kompos dapat dibuat sederhana dengan
menggunakan bahan-bahan bambu dan terpal. Sebagai contoh
seperti yang terlihat dibawah ini:

Gambar 6.1 A. rumah kompos sederhana (sumber: doc.


Pengabdian)

Dalam pembuatan pupuk kompos organik berbahan dasar


limbah baglong jamur dibutuhkan beberapa bahan, bahan
tersebut disajikan seperti pada tebel berikut ini;
Tabel 5.2. Komposisi pembuatan pupuk kompos organik
berbahan dasar limbah baglog jamur
No Nama bahan Volume
1 Limbah baglog jamur 1000 kg
2 Dedak Halus/Bekatul 40 kg
3 Gula merah ¼ kg
4 Kotoran sapi/pupuk kandang 400 kg
5 EM4 300 ml
6 MOL 2 Liter
7 Air secukupnya

49
A. Cara Membuat Kompos dari Limbah Baglog Jamur
Pada dasarnya pembuatan pupuk kompos tidaklah rumit dan
tidak membutuhkan biaya yang mahal, pengerjaan mudah dan
murah, apalagi jika di lokasi pembuatan bahan-bahan limbah
organik tersedia, sepeti limbah baglog jamur, pupuk kandang,
atau limbah organik lainnya. Dalam buku ini disajika tentang
pembuatan pupuk kompos organik dengan memanfaatkan limbah
baglog jamur tiram. Adaun langkah kerja sebagai berikut;
1. Pemilihan bahan baku
Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah anorganik
dari limbah baglong jamur tiram, sampah anorganik tersebut
antara lain plastik cicin baglog, karet, dan plastik baglog
(gambar 5.2). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti dan
cermat karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu
kompos yang dihasilkan.
Selain pemilahan dari bahan-bahan sampah anorganik
bahan baku juga disortir dengan menggunakan pengayak, ini
bertujuan untuk memisahkan bahan-bahan organik yang
masih kasar atau besar.

50
Gambar 6.2. Pemisahan limbah baglog jamur dengan limbah
plastik (sumber: Doc. Pengabdian)

2. Pengecilan ukuran
Pada dasarnya ukuran dari limbah baglog jamur sudah
sangat kecil, tetapi beberapa limbah baglog ada yang
mengalami pengerasan sehingga perlu dilakukan
penghancuran untuk memperkecil ukuan. Proses pengecilan
ukuran ini dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah
kinerja dekomposer dalam proses pengomposan. Pengecilan
ukuran ini dilakukan secara manual dengan menggunakan
cangkul.
3. Penimbangan
Penimbangan bahan-bahan dilakukan untuk mengetahui
perbandingan antara bahan dasar dan bahan tambahan yang
digunakan. jika tersedia 1000 kg limbah baglog jamur maka
dibutuhkan 40 kg bekatul, 400 kg kotoran sapi, gula aren ¼ kg

51
(dilarutkan ke dalam 1 ltr air). Ekstrak Mikro Organisme Lokal
(MOL) 2 liter, EM4 350 ml, dan air secukupnya

Gambar 6.3 Penimbangan limbah baglog jamur tiram


4. Pencampuran bahan
Pencampuran jumlah bahan baglog jamur bahan
lainnya seperti kotoran sapi, bekatul (dedak halus), larutan
molase dan Mikro organisme lokal yang telah dibuat
sebelumnya, serta EM4. Adapun proses pencampuran seperti
yang terlihat pada gambar berikut;

a b

52
c d

Gambar 6.4 Proses pencamuran bahan-bahan yang


dikomposkan, a. pencapuran dengan pupuk kandang/kotoran
sapi, b. pencampuran dengan dedak halus/bekatul, c.
penyiraman dengan air dan molase, dan d. penyiraman
dengan EM4. (Sumber: Doc. Pengabdian)

Campurkan dengan rata limbah baglog jamur dengan


kotoran sapi dan bekatul/ dedak halus sesuai dengan
kombinasi
5. Penyusunan tumpukan
 Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan
pengecil ukuran dan pencampuran dengan komponen
bahan-bahan lainya kemudian
disusun menjadi tumpukan.

Gambar 6.5 Prosos


penumpukan (sumber: doc.
Pengabdian)

53
 Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain
memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m
x 12m x 1,75m.

Gambar 6.6 penumpukan bahan-bahan yang dikomposkna


dengan membentuk kerucut (doc. Pengabdian)

6. Fermentasi
Permentasi atau proses pengomposan dilakuakn dengan
menutup seluruh tumpukan kompos yang belum jadi,
penutupan ini bertujuan untuk mempercepat atau
memaksimalkan kinerja bakteri pengurai pada saat permentasi
atau pengomposan. Proses ini berlangsung selama 1 bulan.
Adapun proses fermentasi tersebut seperti yang terlihat pada
gambar beriku ini;

54
Gambar 6.7 Proses permentasi atau pengomposan (doc.
Pengabdian)

7. Pengukuran suhu dan Pembalikan


Pengontrolan suhu (gambar 5.8) dilakukan 1 kali dalam
seminggu, hal ini bertujuan untuk mengontrolan peningkatan
suhu pada bahan-bahan yang dikomposkan, karena
perubahan suhu atau makin meningkatnya suhu pada
tumukan kompos menadakan kinerja dari baketri pengurai,
suhu umumnya akan meningkat pada minggu pertama
mencaai 45-500C akan berlangsung bebapa minggu dan
makin lama makin menurun sesuai dengan suhu lingkungan.
Selain untuk mengetahui apakah akterinya bekerja atau
tidak pada saat permentasi, pengontrolan suhu juga berfungsi
untuk mengetahui kompos yang dibuat telah matang atauan
masih dalam proses pengomposan.

55
Jika terjadi peningkatan suhu maka perlu dilakkan
pembalikkan. Pembalikan (gambar 5.8) dilakuan untuk
membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar
ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di
setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta
membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

a b

Gambar 6.8: a. proses pembalikan, b. proses pengontroan suhu


pada saat proses pengomposan bahan (doc. Pengabdian)

8. Penyiraman
a. Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan
yang terlalu kering (kelembapan kurang dari 50%).
b. Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan
dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam
tumpukan.

56
c. Apabila pada saat digenggam (Gambar: 5.9) kemudian
diperas tidak keluar air, maka tumpukan kompos harus
ditambahkan air. Sedangkan jika sebelum diperas sudah
keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu
perlu dilakukan pembalikan.

Gambar 6.9. Pengontrolan kadar air dengan cara meremas


pupuk kompos (doc. Pengabdian)
9. Pematangan
 Setelah pengomposan berjalan 30 hari, suhu tumpukan
akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
 Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua
atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan
selama 14 hari.

Gambar 6.10 Kompos


telah matang (doc.
Pengabdian)

57
10. Penyaringan
 Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel
kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk
memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan
yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
 Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam
tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak
terkomposkan dibuang sebagai residu.
11. Pengemasan dan penyimpanan
 Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai
dengan kebutuhan pemasaran.
 Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang
aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur
dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih
lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh
angin.

58
DAFTAR PUSTAKA

Volk TJ. 1998. This month's fungus is Pleurotus ostreatus, the


Oyster mushroom.
http://botit.botany.wisc.edu/toms_fungi/oct98.html, 30 Mei
2009
Novizan, 2007. Petunjuk Pempukan yang Efektif. Jakarta: Agro
Media Pustaka.
Nazam M., 2016. Pembuatan Ekstrak Mikro Organisme Lokal
(MOL) dari bahan Lokal. Balitbangtan. Keentan.
Nazam M., 2016. Pembuatan Kompos dari Limbah Padat Ternak.
Balitbangtan. Keentan.
Rahmah L.N, Angraini S., Pulungan H.M., Hidayah N, Wigyanto.
2014. Pembuatan kompos limbah log jamur tiram: Kajian
konsentrasi kotoran kambing dan em4 serta Waktu
pembalikan. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 15 No 1. Tahun
2014 hal. 59-66.
Stamets, P. (2000). Growing Gourmet and Medicinal Mushrooms
(3. edition). Ten Speed Press.
Zafran, 2016. Pembautan Pupuk Kompos Sendiri-Tips Pertanian.
https://budidayazafran.blogspot.com/2016/09/membuat-
pupuk-kompos-sendiri-tips.html
Web:
http://eol.org/pages/1028614/hierarchy_entries/51036874/details

https://fjb.m.kaskus.co.id/product/56cae9da1a99758b308b456f/ju
al-baglog-jamur-kuping---tiram)

http://mahesaagri.com/blog/cara-membuat-kompos-metode-
aerob-anaerob/

http://balepetani.blogspot.com/2015/04/tutorial-membuat-mol-
mikroorganisme .html?m=1

https://id.wikipedia.org/wiki/Kompos
59
GLOSARIUM

Jamu tiram Jamur yang dapat dimakan atau sebagai


pangan dari kelompok Basidiomycota dan
termasuk ke dalam kelas
Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri
umum memiliki tangkai yang tumbuh
menyamping (pleurotus) dan bentuknya
seperti tiram (Ostreatus) sehingga jamur
tiram memiliki nama binomial Pleurotus
osteatus, tumbuh buah warna putih, keabu-
abuan atau coklat dan kadang-kadang
memiliki warna kuning, merah muda, atau
biru, umumnya tumbuh secara individu atau
berkoloni
Kompos pupuk yang dibuat dari hasil penguraian
aneka bahan sampah organik, proses
terbentuknya kompos dari bahan-bahan
organik dapat dipercepat secara artifisial
oleh populasi berbagai macam mikroba
dalam kondisi lingkungan yang hangat,
lembab, dan aerobik atau anaerobik

60
Baglog Media tanam yang dimasukkan ke dalam
plastik dan dibentuk menyerupai potongan
kayu gelondongan. Baglog jamur terdiri dari
komposisi serbuk gergaji 68,5%, dedak
halus 13,5 %, gypsum (CaSO4) 0,5%,
kapur (CaCO) 3,5 %, TSP 0,5 %, pupuk
kandang 13,5 %, dan air. Baglog jamur
mengandung unsur N dalam bentuk
Amonium atau nitrat, N-organik, atau N-
atmosfer.
Limbah Bungan yang dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industri maupun domestik.
Limbah orgnik Limbah yang dapat diuraikan secara
sempurna oleh proses biologi baik dengan
cara aerob maupun anaerob. Limbah
orgnaik mudah membusuk seperti sisa
makanan, sayuran, daun-daunan kering,
potongan kayu dan sebagainya.
Limbah anorgnik Sisa limbah atau sampah yang sudah tidak
dapat diuraikan kembali oleh bakteri
(dekomposer). Akan tetapi tidak semua
jenis limbah anorgnik dapat didaur ulang.

61
Pestisida Bahan atau zat kimia yang digunakan untuk
membunuh hama, baik yang berupa
tumbuhan, serangga, maupun hewan lain
dilingkungan.
EM4 Suatu cairan berwarna kecoklatan dan
beraroma manis asam (segar) yang
didalmnya berisi campuran berbagai
mikroorganisme hidup yang
menguntungkan bagi proses
penyerapan/penyediaan unsur hara dlam
tanah.
MOL Mikro orgnisme lokal merupakan induk
untuk membuat pupuk organik. MOL
merupakan salah satu cara untuk
memanfaatkan bahn-bahan lokal untuk
dimanfaatkan menjadi pupuk sehingga
tidak merusak linkungan.
Suhu Besaran fisika yang menyatakan derajat
panas suatu zat.
Dekomposer Dekomposer atau pengurai merupakan
orgnanisme yang memakan organisme mati
dan priduk-produk limbah dari organisme

62
lain. Pengurai membantu siklus nutrisi
kembali ke ekosistem
Mikroorgnisme Mikrooganisme atau mikroba adalah
organisme yang berukuran sangat kecil
sehingga untuk mengamatinya diperlukan
alat bantuan.

63

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai