Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

TEKNIK PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERTANIAN


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Lingkungan
Dosen Pengampu :
Mochammad Ichsan,S.Si.,M.Pd.,M.(bio)Eng

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Alfi Muna 126208202042
2. Husnialfi Wahyuningrum 126208202051
3. Leylani Afidia Cammela Aryana 126208203091
4. Kuni azizah 126208202054

TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun yang menjadi judul makalah, yaitu
“Teknik Pengelolaan Lingkungan Pertanian” ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag., selaku rektor UIN Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung yang telah memberikan izin kepada kami untuk
menyusun makalah ini.
2. Ibu Dr. Eni Setyowati, S.Pd., M.M. selaku ketua jurusan Tadris Biologi di
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
3. Bapak Mochammad Ichsan,S.Si.,M.Pd.,M.(bio) Eng selaku Dosen
Pengampu mata kuliah Pengelolaan Lingkungan yang telah memberikan
pengarahan kepada penulis sehingga makalah ini dapat selesai dengan
baik.
4. Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan dukungan dalam
pembuatan makalah ini.

Akhir kata, kami ucapkan mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Semoga penulisan makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca.

Tulungagung, 04 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................................... i

Kata Pengantar ............................................................................................................................. ii

Daftar Isi ....................................................................................................................................... iii

Daftar Gambar .............................................................................Error! Bookmark not defined.

BAB Pendahuluan......................................................................................................................... 5

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 5

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 6

1.3 Tujuan.................................................................................................................................... 6

BAB II Pembahasan ..................................................................................................................... 7

2.1 Konsep Agroekologi ............................................................................................................. 7

2.2 Dampak Lingkungan dari Pertanian ..................................................................................... 8

2.3 Konservasi Wilayah Pertanian ............................................................................................ 10

2.4 Metode Konservasi dalam pertanian ................................................................................... 11

2. 5 Pengelolaan Limbah Pertanian........................................... …………………………14

2.6 Future Angri Enviromental Systems………………………………………………….18

BAB III Penutup ......................................................................................................................... 27

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 27

3.2 Saran .................................................................................................................................... 28

Daftar Pustaka ............................................................................................................................ 29

iii
DAFTAR

Gambar 1. Contoh Strip Cropping……………………………………………………………………………………………….…11

Gambar 2. Metode Mekanik…………………………………………………………………………………………………….……12

Gambar 3. Empat Isu Global Yang Saling Terkait …………………………………………………………………..………19

Gambar 4. Alat Pemetik Strawberry………………………………………………………………………………………………26

Gambar 5. Future Agri Environmental Systems………………………………………………………………………..……25

4
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara agraris, dimana sebagian besar
penduduknya tinggal di perdesaan dengan mata pencaharian sebagai petani. Penduduk
Indonesia pada umumnya mengkonsumsi hasil pertanian untuk makanan pokok mereka.
Pertanian di Indonesia perlu ditingkatkan produksinya semaksimal mungkin menuju
swasembeda pangan akan tetapi, tantangan untuk mencapai hal tersebut sangat besar
karena luas wilayah pertanian yang semakin lama semakin sempit, penyimpangan iklim,
pengembangan komoditas lain, teknologi yang belum modern.
Luas pertanian di Indonesia yang semakin menyempit hal inilah yang menjadi
tantangan terbesar saat ini yang harus dihadapi akan tetapi, ada cara yang dapat
dilakukan untuk mengantisipasinya yaitu dengan cara melakukan pengelolaan
lingkungan. Pengelolaan lingkungan pertanian adalah suatu teknik yang digunakan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan pertanian. Teknik ini meliputi
perencanaan, pengendalian, dan pemantauan lingkungan pertanian. Perencanaan
dilakukan untuk menentukan kebutuhan lahan, air, dan pupuk serta penentuan lokasi dan
jenis usaha pertanian. Pengendalian dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif
terhadap lingkungan dan meningkatkan produksi pertanian. Pemantauan dilakukan untuk
mendeteksi perubahan lingkungan dan mengambil tindakan yang diperlukan.
Pendekatan pengelolaan lingkungan pertanian bertujuan untuk produksi tanaman
pertanian hemat sumber daya yang berusaha mencapai keuntungan yang dapat diterima
bersamaan dengan tingkat produksi yang tinggi dan berkelanjutan dan secara bersamaan
melestarikan lingkungan. Tujaun dari teknik tersebut adalah meningkatkan produksi
pertanian dan kualitas lingkungan pertanian melalui penerapan teknik pengelolaan
lingkungan yang tepat.
Pengeloaan lingkungan pertanaian merupakan salah satu bagian dari
pembangunan ekonomi dalam arti luas yang tidak lepas dari upaya pembangunan
dibidang ekonomi, artinya pembangunan tiap sektor saling berkaitan satu dengan yang
lain. Banyak hal yang dapat dikembangkan dalam pertanian di Indonesia khususnya
dalam bidang perekonomian pertanian. Semua usaha pertanian pada dasarnya merupakan
kegiatan ekonomi yang memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan

5
pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil,
distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran.
Di Indonesia terdapat Berbagai permasalahan global di masa mendatang yang
sangat erat kaitannya dengan pertanian, lingkungan, masyarakat dan sumber daya seiring
meningkatnya populasi manusia di dunia dan perubahan iklim. Isu-isu tentang pertanian
atau pangan meliputi berkurangnya jumlah para petani akibat penuaan dan meningkatnya
populasi perkotaan serta hilangnya lahan pertanian karena urbanisasi, penggurunan,
akumulasi garam di permukaan tanah, dan kontaminasi tanah dengan zat beracun.
Teknologi pertanian di masa mendatang harus dapat membantu meningkatkan pangan
secara simultan. Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait konsep
agroekologi, dampak lingkungan dari pertanian, konservasi wilayah pertanian, cara
pengelolaan limbah pertanian, future agri envirolmental system.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu konsep agroekologi?
2. Apa dampak lingkungan dari pertanian
3. Bagaimana konservasi wilayah pertanaian ?
4. Bagaimana metode konservasi lahan pertanian ?
5. Bagaimana cara pengelolaan limbah pertanian ?
6. Bagaimana future agri envirolmental system ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep agroekologi
2. Mengetahui dampak lingkungan dari pertanian
3. Mengetahui konservasi wilayah pertanian
4. Mengetahui metode konservasi lahan pertanian
5. Mengetahui cara pengelolaan limbah pertanian
6. Mengetahui future agri envirolmental system

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Agroekologi

Istilah agroekologi menurut Wezel et.al (2009) dapat digunakan untuk berbagai cara,
sebagai ilmu, sebagai gerakan dan sebagai praktek. Istilah “agro-ecology” tercatat digunakan
kali pertama pada tahun 1928 oleh Basil M. Bensin, seorang agronom dari Rusia. Istilah ini
dia gunakan merujuk pada pemakaian metode ekologi dalam riset pertanian. Secara lebih
luas, agro ekologi dimaknai ilmu yang mempelajari hubungan anasir (faktor) biotik dan
abiotik di bidang pertanian. Jadi, ekologi pertanian adalah ilmu yang mempelajari tentang
makhluk hidup dan lingkungan budidaya tanaman yang diusahakan oleh manusia. Secara
garis besar agroekologi adalah studi tentang peran pertanian di dunia. Agroekologi
menyediakan kerangka kerja yang interdisipliner untuk mempelajari kegiatan pertanian.
Dalam kerangka ini, pertanian merupakan bagian dari konteks ekologi. Agroekologi mengacu
pada prinsip-prinsip ekologi dasar untuk kerangka kerja konseptual tersebut.(Damayanti,
n.d.)

Ditinjau dari bahasa, istilah agroekologi merupakan gabungan tiga kata, yaitu agro
(pertanian), eko/eco (lingkungan hidup), dan logi/logos (ilmu). Secara sederhana, agroekologi
bisa diartikan sebagai ilmu lingkungan pertanian, yaitu penerapan pengetahuan-pengetahuan
ekologi ke dalam desain pengelolaan pertanian. Dalam praktiknya, kini agroekologi
diterjemahkan sebagai penerapan ekologi ke dalam studi, perancangan, dan pengelolaan
sistem pertanian pangan. (Damayanti, n.d.)

Dengan demikian, dalam prakteknya, agroekologi dapat dilihat sebagai tindakan yang
meliputi:

1. Penerapan agroekologi pada desain dan pengelolaan ekosistem pertanian


berkelanjutan.
2. Pendekatan menyeluruh pada pertanian dan pengembangan sistem pangan yang
berbasis pada pengetahuan tradisional, pertanian alternatif, dan pengalaman sistem
pangan lokal.
3. Keterkaitan ekologi, budaya, ekonomi, dan komunitas untuk keberlanjutan produksi
pertanian, kesehatan lingkungan, dan kelestarian pangan dan masyarakat. (Damayanti,
n.d.)

7
Agroekologi pada dasarnya bukan sekadar pengetahuan yang berasal dari masa lalu atau
pengetahuan tradisional. Agroekologi menerapkan pendekatan menyeluruh terhadap
pengembangan sistem pertanian dan produksi pangan yang didasarkan pada pengetahuan
tradisional, pengalaman lokal, dan metode bertani yang diperkaya dengan pengetahuan ilmiah
modern. Untuk itu, pertanian di Indonesia harus bisa bertransformasi dari corak pertanian
tradisional yang bersifat subsisten maupun pertanian konvensional yang sarat penggunaan
bahan kimia sistesis menuju corak pertanian agroekologi(Damayanti, n.d.)

2.2 Dampak Lingkungan dari Pertanian

Dampak aktivitas pertanian terhadap sekeliling yang terkait sifatnya sangat bervariasi dari
pencemaran air, perubahan iklim, sampai pencemaran genetika. Solusi untuk menghindari
dampak ini beragam mulai dari penerapan pertanian berkelanjutan sampai kembali ke sistem
pertanian subsistem.

1. Perubahan iklim

Perubahan iklim dan pertanian yaitu proses yang saling terkait di mana keduanya
terjadi pada skala global. Pertanian mempengaruhi perubahan iklim, dan perubahan iklim
mempengaruhi pertanian. Pemanasan global diketahui dapat mempengaruhi pertanian
karena peningkatan temperatur, perubahan pola iklim dan presipitasi, dan pelelehan
gletser. Hal ini mempengaruhi kapasitas biosfer dalam memproduksi bahan pangan untuk
kebutuhan populasi manusia yang terus meningkat. Peningkatan level karbon dioksida
akan memiliki efek baik maupun buruk terhadap hasil pertanian. Penilaian efek
perubahan iklim pada pertanian akan membantu antisipasi dan adaptasi usaha pertanian.
(Rahayu, 2019)

Di saat yang sama pertanian diketahui memberikan pengaruh terhadap perubahan


iklim karena menyumbang gas rumah kaca seperti karbon dioksida dari mesin pertanian
dan pembakaran hutan, metan dari pelapukan sampah pertanian dan kotoran ternak, dan
NO2. Selain itu, pertanian juga memberikan pengaruh dari aktivitas pengubahan fungsi
lahan.

8
2. Deforestasi

Salah satu penyebab deforestasi yaitu sistem tebang habis untuk mengubah hutan
menjadi lahan pertanian. Berdasarkan Norman Myers, diketahui bahwa 5% lahan hutan
yang mengalami deforestasi digunakan sebagai lahan peternakan, 19% diakibatkan oleh
penebangan hutan berlebih, 22% karena perluasan lahan perkebunan kelapa sawit, dan
54% karena parktek tebang dan bakar. (Rahayu, 2019) Pada tahun 2000, PBB menempuh
FAO menemukan bahwa deforestasi mampu menyebabkan tekanan terhadap populasi dan
stagnasi ekonomi, sosial, dan teknologi.

3. Pencemaran Genetik

Kontroversi dari bahan pangan termodifikasi secara genetika (genetically modified,


GM) melibatkan berbagai pihak dari konsumen, perusahaan bioteknologi, pembuat
kebijakan, organisasi nirlaba, dan ilmuwan. Anggota yang diperdebatkan diantaranya
apakah makanan GM harus diberikan label, peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan,
dampak makanan GM pada kesehatan dan sekeliling yang terkait, efek resistansi
pestisida, dampak tanaman pertanian GM terhadap petani, dan peran tanaman pertanian
GM sebagai penghasil bahan pangan bagi populasi dunia.

Organisme termodifikasi secara genetik juga mengundang risiko terjadinya


pencemaran genetika kemudian suatu peristiwa penyerbukan antara tanaman GM dan
tanaman non GM di lokasi pertanian. Selain itu, benih tanaman GM yang tersebar ke
lingkungan kehidupan liar juga mengundang keresahan serupa. Fenomena ini disebut
dengan kontaminasi benih. Sebagian agung proses penyerbukan terjadi oleh angin dan
serangga yang tidak mampu dikelola secara penuh oleh manusia.

4. Irigasi dapat memicu berbagai masalah, diantaranya:


• Menjadi kurangnya akuifer air tanah secara drastis karena pengambilan air tanah
berlebihan
• Subsiden tanah karena ruang di antara bebatuan di bawah tanah yang seharusnya
diisi air tanah, menjadi kosong sehingga berpotensi runtuh
• Tanah yang tidak diirigasi secara cukup dapat menyebabkan meningkatnya kadar
garam tanah yang mengakibatkan salinisasi tanah. Tanah dengan kadar garam
yang tinggi sulit untuk ditanami kembali.

9
• Irigasi dengan air asin akan menyebabkan tanah rusak
• Irigasi berlebihan menyebabkan polusi air karena tercucinya pupuk dan pestisida
dari tanah pertanian ke ekosistem sekitar

5. Polutan
Sejumlah agung penggunaan bahan kimia pertanian mampu menjadi polutan bagi
sekeliling yang terkait jika tidak dikelola dengan baik. Pupuk dan pestisida mampu
terbawa air hujan dan mengendap di sungai dan badan air lainnya sampai terserap menuju
ke air tanah. Pestisida kimia juga mampu mengakibatkan gangguan kesehatan bagi
manusia, terutama pestisida organoklorida. Kontaminasi tanah juga bisa terjadi kemudian
suatu peristiwa penggunaan bahan kimia pertanian yang berlebihan(Rahayu, 2019)

2.3 Konservasi Wilayah Pertanian


1. Pengertian Konvervasi Wilayah Pertanian

Pertanian konservasi (conservation agriculture) adalah sistem pertanian yang


menerapkan 3 prinsip yakni pengolahan lahan terbatas, penutupan permukaan tanah, dan
rotasi tanaman. yang dapat memperbaiki kualitas tanah pada lahan yang telah terdegradasi
sehingga meningkatkan produktivitas tanaman, ketersediaan pangan, dan kualitas
lingkungan (Rachman, 2020). Pertanian konservasi merupakan sistem pertanian yang
mengintegrasikan teknik konservasi tanah dan air ke dalam sistem pertanian yang telah
ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesejahteraan
petani dan sekaligus menekan erosi dan keseimbangan air dapat dipertahankan sehingga
sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara terus menerus tanpa batas (Ndun et al.,
2021).

Memang tidak mudah untuk mewujudkan usaha tani konservasi, mengingat


banyaknya tantangan terutama ciri petani dan pertanian di daerah yang membutuhkan
usaha tani konservasi adalah (Edwar, 2017) :

1) Petani pada umumnya miskin dan kurang mempunyai modal untuk melaksana-kan
usaha tani konservasi,
2) Petani berlahan sempit, petani tanpa lahan atau petani penyewa sehingga tidak
bergairah melaksanakan usaha tani konservasi,

10
3) petani tidak menganggap bahwa erosi di daerah pertanian adalah masalah pengelolaan
pertanian atau masalah petani walaupun mereka sadar bahwa erosi membahayakan
pertanian,
4) Pengetahuan petani tentang teknik konservasi yang dapat meningkatkan produksi
pertanian masih rendah,
5) Lahan pertanian umumnya miskin (tidak subur), lahan marginal, kurang air, erosi
yang terjadi sudah berlanjut sehingga produktivitas lahan sudah rendah,
6) Harga hasil pertanian sangat rendah,
7) Kesempatan kerja di luar usaha pertanian sangat terbatas

2.4 Metode Konservasi Lahan Pertanian


1. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetative

Gambar 1. contour strip cropping


Sumber : https://www.gurugeografi.id/2017/01/metode-vegetatif-dan-mekanik-
konservasi.html

Teknik konservasi tanah secara vegetative adalah setiap pemanfaatan


tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi,
penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan
sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi. Tanaman ataupun sisa-sisa tanaman
berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun terhadap
daya angkut air aliran permukaan (run off), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah.
Berikut ini adalah contoh metode tanah secara vegetative (Sukasah et al., 2018) :

a. Strip Cropping, adalah penanaman berjalur tegak lurus terhadap aliran air atau arah
angin.

11
b. Contour Strip Cropping, adalah penanaman berjalur sejajar dengan garis kontur guna
mengurangi dan menahan kecepatan aliran air.
c. Bufering, merupakan penutupan lahan yang memiliki kemiringan curam dengan
tanaman keras untuk menghambat laju air.
d. Windbreaks, adalah penanaman dengan vegetasi secara permanen guna melindungi
tanah dari terpaan air.
e. Crop Rotation, merupakan metode menanam lebih dari satu jenis vegetasi dalam satu
tahun untuk mencegah kerusakan tanah.

Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan
air karena memiliki sifat:

a. Memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar


granulasi tanah.
b. Mengurangi evaporasi karena lahan ditutupi serasah dan tajuk .
c. Meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas
tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
d. Memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan petani.

2. Metode Mekanik

Gambar 2. Metode Mekanik


Sumber: https://www.gurugeografi.id/2017/01/metode-vegetatif-dan-mekanik-
konservasi.html

12
Konservasi tanah secara mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis dan
pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan guna menekan
erosi dan meningkatkan kemampuan tanah mendukung usahatani secara berkelanjutan.
(Muyan & Mariay, 2017)

Metode ini merupakan upaya konservasi tanah dengan teknik pengolahan tanah yang
diharapkan mampu mengurangi laju erosi air. Cara umum yang dilakukan pada metode ini
diantarnya:

a. Contour tillage, merupakan pengolahan tanah sejajar dengan garis kontur dan
membentuk igir-igir kecil yang memperlambat aliran air dan memperbesar
infiltrasi air.
b. Terasering, merupakan pembautan teras-teras pada lahan miring guna mengurangi
sudut lahan sehingga erosi bisa dimimalisir. Cara ini biasa dilakukan petani-petani
di Indonesia.
c. Guludan, merupakan pembuatan gundukan tanah (menggunung) agar air bisa
mengalir searah dengan garis kontur.
d. Cekdam, merupakan kegiatan membendung aliran air melalui parit sehingga
material yang ter-erosi bisa tertahan dan terendapkan.

3. Metode Kimiawi

Teknik konservasi tanah secara kimiawi adalah setiap penggunaan bahanbahan kimia
baik organik maupun anorganik, yang bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah dan menekan
laju erosi. Teknik ini jarang digunakan petani terutama karena keterbatasan modal, sulit
pengadaannya serta hasilnya tidak jauh beda dengan penggunaan bahan-bahan alami.
Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat
kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara kimia dalam usaha pencegahan
erosi, yaitu dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal
memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi. (Gusti et al.,
2015)

Bahan kimia sebagai soil conditioner mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap
stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya berjangka panjang karena senyawa tersebut tahan
terhadap mikroba tanah. Permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi berkurang. Bahan tersebut

13
juga memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim pada tanah liat yang berat (Gusti et al.,
2015).

Bahan kimiawi yang termasuk dalam kategori ini adalah pembenah tanah
(soilconditioner) seperti polyvinil alcohol (PVA), urethanised (PVAu), sodium polyacrylate
(SPA), polyacrilamide (PAM), vinylacetate maleic acid (VAMA) copolymer, polyurethane,
polybutadiene (BUT), polysiloxane, natural rubber latex, dan asphalt (bitumen). Bahan-bahan
ini diaplikasikan ke tanah dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah melalui
peningkatan stabilitas agregat tanah, sehingga tahan terhadap erosi.

2.5 Pengelolaan limbah pertanian

Dengan mayoritas mata pencaharian masyarakat sebagai petani juga memberikan


kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas limbah pertanian yang dihasilkan.
Pemakaian pupuk kimia anorganik yang terus menerus tanpa diimbangi penggunaan pupuk
organic telah mendegradasi lahan pertanian. Salah satu dampak negatifnya adalah penurunan
produksi pertanian yaitu salah satunya produksi bawang merah. Solusi yang dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengganti penggunaan pupuk kimia yang dapat
merusak tanah menjadi pupuk organik (Hakim et al., 2021)

Bahan organik memiliki peran penting dalam memperbaiki sifat fisik, biologis, dan sifat
kimia tanah. Bahan organik yang berperan dalam sifat fisik diantaranya dapat mengikat
partikel partikel tanah menjadi lebih remah untuk meningkatkan stabilitas struktur tanah,
meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air dan membantu granulasi tanah
sehingga tanah menjadi lebih gembur yang akan memperbaiki aerasi tanah dan
perkembangan sistem perakaran.

Pengelolaan limbah pertanian bisa dilakukan dengan berbagai cara, Salah satu limbah
pertanian yang akan dimanfaatkan sebagai hasil produk yang memiliki nilai jual yang cukup
tinggi dan ramah terhadap lingkungan ialah pengolahan Jerami, kulit bawang, dan daun
kering.

Limbah jerami juga memiliki manfaat,yaitu sebagai kompos.Pemberian kompos jerami


kedalam tanah dapat memberikan manfaat untuk memperbaiki struktur tanah dan menambah

14
ketersediaan hara bagi tanaman. Kompos jerami padi mengandung hara C-organik (20,02%),
N(0,75 %), P(0,12 %), K (0,69%), C/N (23,69) (Bambang dkk, 2010). (Hakim et al., 2021)

Limbah kulit bawang Kulit bawang merah belum banyak dimanfaatkan, padahal
mengandung pigmen warna antosianin yang memiliki aktivitas antioksidan. Kebutuhan
antioksidan tengah meningkat untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas.
Lolok et al. (2019) melaporkan kombinasi ekstrak kulit bawang Dayak dan kulit bawang
merah mengandung flavonoid yang mampu menurunkan kadar gula darah secara signifikan
pada mencit yang diinduksi aloksan. Ekstraksi antosianin dari kulit bawang merah dapat
menjadi potensi ingridien minuman fungsional antioksidan yang murah untuk menjawab
kebutuhan antioksidan dengan harga terjangkau. (Pramitasari & Chrysanti, 2021)

Meningkatnya volume timbulan limbah tersebut memerlukan pengelolaan. Pengelolaan


limbah yang tidak mempergunakan metode dan teknik biologis tanah, seperti perombak
bahan organik tanah sehingga berdampak pada menurunnya kadar bahan organik dalam
tanah. Belum optimalnya pemanfaatan limbah pertanian tersebut disebabkan karena
kurangnya pengetahuan masyarakat dalam hal pengelolaan dan pengolahan limbah.
Mencermati fenomena di atas maka sangat diperlukan model pengelolaan limbah hasil
pertanian yang baik dan tepat dalam upaya mengatasinya. Terkait dengan hal tersebut salah
satu model/teknik pengelolaan limbah yang dapat diterapkan untuk membantu
penanggulangan limbah terutama limbah hasil pertanian dengan minimsasi limbah serta
maksimasi daur ulang dan pengomposan, dengan menggunakan komposter sederhana dan
pembuatan kompos.

Komposter adalah alat pengolahan sampah melalui pengomposan dengan memanfaatkan


tong bekas yang kemudian menggunakan pengelolaan limbah yang ramah lingkungan selain
akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu
kelestarian fungsi lingkungan. Dalam hal ini seperti ampas padi, buah padi, dan jerami yang
merupakan limbah pertanian terbesar karena belum sepenuhnya dimanfaatkan. Hal ini jika
dibiarkan terus menerus tentu akan membuat bantuan timbunan limbah pertanian menjadi
menumpuk, umumnya limbah hasil pertanian sebagian besar dibakar langsung. (Fitrahni et
al., 2022). Pembakaran limbah tersebut secara terus menerus di lahan pertanian dapat
menyebabkan meningkatnya suhu udara di bioaktivator untuk mempermudah terurainya
limbah (Sri Fadhilah, 2019).

15
Proses pengkomposan:

Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik meliputi dedaunan, alangalang,


jerami, dan sebagainya (Hamzah, Yunandra, & Pebriandi, 2020). Pupuk kompos dibuat oleh
manusia melalui proses pembusukan sisa-sisa makhluk hidup yang berasal dari tanaman
maupun hewan dengan bantuan mikroba (Imas & Munir, 2017). Pupuk kompos mengandung
unsur hara meliputi unsur hara mikro dan unsur hara makro. Unsur hara makro meliputi
nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) (Kakabouki et al., 2020). Unsur nitrogen (N)
berfungsi mempercepat pertumbuhan vegetative tanaman. Unsur fosfor (P) berfungsi
menyimpan energi, mempercepat proses pertumbuhan bunga dan buah serta mempercepat
pematangan (Yadav et al., 2017). Unsur kalium (K) berperan dalam proses fotosintesis,
mengefisienkan penggunaan air, membentuk cabang yang lebih kuat, mempercepat perakaran
sehingga tanaman lebih kokoh dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit.
Selain mengandung unsur hara makro, pupuk kompos juga mengandung unsur hara mikro
yang dapat membantu proses pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur mikro meliputi besu (Fe),
tembaga (Cu), seng (Zn), klor (Cl), boron (B), mangan (Mn), dan molibdenum (Mo).
(Nurkhasanah et al., 2021)

Pada proses pengomposan terjadi berbagai perubahan, yaitu karbohidrat, selulosa,


hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan air, protein menjadi amonia, CO2 dan air.
Adapun senyawa organik terurai menjadi senyawa yang siap diserap oleh akar tanaman
(Indriani, 2005). Proses pengomposan dapat berlangsung secara aerobik dan anaerobik. Pada
proses aerobik akan dihasilkan CO2, air dan panas, sedang pada proses anaerobik dihasilkan
metana, CO2 dan senyawa antara misalnya asam organik. Berbagai faktor yang
mempengaruhi proses pengomposan yaitu: C/N ratio, ukuran dan komposisi bahan, jumlah
mikroba, kelembaban, aerasi, suhu dan keasaman. Semakin kecil rasio C/N bahan baku maka
semakin cepat proses pengomposan. Demikian pula semakin kecil ukuran bahan maka akan
semakin cepat proses pengomposan karena semakin luas permukaan bahan yang
bersinggungan dengan mikroba. Proses pengomposan dari berbagai macam bahan baku akan
lebih baik dan lebih cepat daripada dari bahan tunggal dan penambahan kotoran hewan
biasanya dapat mempercepat pengomposan. Pada proses pengomposan bekerja berbagai
macam mikroba, semakin banyak mikroba maka akan semakin cepat pengomposan
berlangsung. Salah satu alternatif untuk memperoleh koloni mikroba dalam jumlah yang
besar adalah dengan menggunakan MOL (Mikroorganisme Lokal). MOL dapat diproduksi
melalui teknologi yang sederhana dengan memanfaatkan sumber daya alam di sekitar kita.

16
Beberapa jenis MOL yang dapat digunakan sebagai pengganti bioaktivator komersil yaiu
MOL bonggol pisang, MOL rebung, MOL limbah rumah tangga, dan berbagai jenis MOL
dari limbah bahan organik lainnya. MOL bonggol pisang merupakan MOL yang memiliki
kandungan unsur hara dan kekayaan mikroba yang sangat tinggi. Selain itu juga mengandung
hormon tumbuh yang dapat meningkatkan unsur hara pada pupuk organik. Oleh karena itu,
keberhasilan pembuatan pupuk kompos dapat dipengaruhi oleh penambahan MOL bonggol
pisang sebagai decomposer. Mikro organisme lokal yang terdapat pada bonggol inilah yang
berfungsi sebagai dekomposer untuk menguraikan bahan organik pada pembuatan pupuk
organik. MOL berfungsi sebagai decomposer pengurai bahan organik pada pembuatan pupuk
organik. MOL bonggol pisang selain berfungsi sebagai bahan organik, juga mengandung
unsur hara NPK serta hormon auksin, giberelin dan sitokinin yang baik untuk pertumbuhan
tanaman (Salma dan Purnomo, 2015). Penambahan POME atau kotoran kambing sebagai
bahan tambahan berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme. Selanjutnya
penambahan sekam padi berfungsi sebagai media lebur tanah dan mencegah terjadinya
kepadatan tanah sehingga meningkatkan sistem aerasi/pertukaran udara zona akar tanaman.
Sekam padi juga berfungsi sebagai pelengkap sumber organik pada kompos batang sawit.
Pada penambahan abu boiler berfungsi menaikkan sifat keasaman pada pupuk yang pada
awalnya asam kemudian dinetralisir menjadi basa dengan bantuan mikroorganisme dan
meningkatkan kandungan hara K. Pada proses pengompasan harus dilakukan pengaturan
kelembaban, aerasi dan temperature bahan. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan hidup
mikroba yang akan mendegradasi bahan baku kompos menjadi pupuk kompos. Umumnya
mikroba dapat bekerja secara optimal pada kelembaban ± 60%. Kelembaban yang tidak
sesuai akan menyebabkan tidak berkembangnya atau bahkan matinya mikroba. Proses aerasi
dapat dilakukan dengan pembalikan, misalnya sekali dalam seminggu tergantung kondisi
pengomposan, aerobik atau anaerobik. Suhu pengomposan optimal 30-50oC dan selama
proses dekomposisi suhu dijaga agar tetap 60o C selama 3 minggu. Pada suhu tersebut
bakteri akan bekerja secara optimal, bakteri patogen dan biji gulma akan mati, dan terjadi
penurunan rasio C/N. Apabila suhu terlalu tinggi, mikroba akan mati, sebaliknya bila terlalu
rendah mikroba tidak dapat bekerja atau dorman. Keasaman yang baik dalam pengomposan
adalah pada pH 6,5-7,5. Bila keasaman rendah dapat ditambahkan kapur atau abu. (Veronika
et al., 2019)

Dari proses tersebut akan diperoleh dua produk yang bermanfaat, yaitu pupuk organik
cair susulan (POCS) dan pupuk padat (kompos). Pupuk cair dikeluarkan melalui kran bagian

17
bawah komposter dan dapat langsung dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman dengan
menyiramkan pada tanah di sekitar tanaman, bukan pada batang tanaman, sedangkan pupuk
padat (kompos) yang diperoleh perlu dikering anginkan dahulu sebelum digunakan. Selain
komposter dianggap cukup efektif untuk digunakan dalam mengkomposkan sampah sebab
penggunaan tong tersebut juga menghemat lahan.

Pertanian banyak diminati di dunia terutama pupuk organik yang semakin sering
digunakan dalam kegiatan pertanian bukan pupuk buatan konvensional. Pupuk organik yang
terbuat dari berbagai sumber limbah organik termasuk residu tanaman, limbah pengolahan
makanan dan limbah pengolahan industri. Beberapa tahun terakhir pupuk organik cair telah
diperkenalkan untuk aplikasi potensial dalam pertanian organik. Pupuk organik cair dapat
diaplikasikan dengan cara menyiram atau menyemprotkan langsung pada daun.

2.6 Future agri enviromental systems (Sistem lingkungan pertanian masa


depan)(Efendi & Sagita, 2022)

Teknologi pertanian di masa mendatang harus dapat membantu meningkatkan pangan secara
simultan. Beberapa teknologi dan inovasi yang diprediksi dapat menjadi solusi antara lain
urban farming (pertanian di perkotaan), vertikultur (pertanian secara vertical) serta plant
factory (perusahaan tanaman terintegrasi). Teknologi pertanian juga harus memiliki kapasitas
yang tinggi dan sangat presisi agar dapat menurunkan kebutuhan terhadap sumber daya
manusia yang saat ini minat anak muda pada bidang pertanian semakin menurun. Teknologi
penunjang produksi pertanian diprediksi akan menggunakan berbagai teknologi yang lebih
canggih mulai dari alat mesin berbasis artificial intelligence, robot pertanian, serta sistem
yang berbasis internet of thing (IoT). Tujuan kajian ini adalah untuk memberikan informasi
terkait peranan teknologi pertanian di masa yang akan datang berdasarkan teknologi yang
saat ini sedang dikembangkan serta memberi gambaran mengenai aplikasinya di masa yang
akan datang khususnya ketahanan pangan

18
Gambar 3. Empat isu global yang saling terkait (diadopsi dari Kozai
Jenis-jenis alat untuk pertanian dimasa depan
1. Alat dan mesin pertanian berbasis Artificial Intelligence Alat dan mesin
berbasis Artificial Intelligence (AI) atau lebih dikenal dengan sebutan robot
sudah cukup lama dikembangkan khususnya di negara-negara maju dan akan terus
menerus berkembang di masa yang akan datang mengingat perkembangan
teknologi saat ini sangat. AI dan teknologi robot akan menjadi alat utama untuk
mengatasi situasi sulit di masa mendatang tidak terkecuali pada bidang pertanian.
Robot Pertanian (RP) dapat menjadi teknologi tolok ukur untuk menjaga
keberlangsungan hidup masyarakat ketika sistemnya dirancang dengan baik untuk
dapat mengatasi permasalahan di bidang pertanian yang tidak terduga. RP dapat
bekerja sepanjang hari; dapat diprogram untuk tugas yang berbeda; efisiensinya
dapat ditingkatkan dengan algoritma yang dioptimalkan; dan efisien secara
ekonomi dalam jangka panjang. Dalam kasus robot traktor, RP dapat memiliki
banyak aplikasi, dan beberapa RP dapat berkolaborasi untuk melakukan satu atau
beberapa tugas dalam satu atau lebih bidang. Alat dan mesin berbasis AI dan
robotik yang baik dan presisi akan dapat membantu meningkatkan produktivitas
pertanian. Mesin dan robot memiliki kelebihan yaitu tidak mengenal lelah, teliti
(precision) dengan pekerjaanya, dan kapasitas kerja yang lebih tinggi jika
dibandingkan manusia. Kesadaran akan pentingnya hal ini telah muncul sejak
dulu sehingga mekanisasi pertanian yang berbasis otomasi hingga AI telah
dikembangkan dan diterapkan dengan baik di banyak negaranegara ma Robot
pertanian akan memainkan peran penting yang tidak dapat disangkal dalam

19
pertanian berkelanjutan di masa depan. Robot pertanian beroperasi dengan benda-
benda biologis yang tumbuh (selalu berubah) dalam lingkungan alam (lingkungan
heterogen), maka robot pertanian menghadapi kondisi kerja yang sangat bervasiasi
di Lingkup yang besar (lapangan / kebun) dan lingkup kecil (kanopi, batang /
cabang, daun, buah / produk) dan berurusan dengan tugas yang sangat kompleks
dan tak terduga. Di luar negeri sudah banyak penelitian yang membahas tentang
robotika dalam bidang pertanian yang sangat menjanjikan. Dibawah ini contoh
robot pemetik buah strowbery.

Gambar 4. Alat pemetik strowbery


https://sm.mashable.com/t/mashable_sea/article/m/meet-the-r/meet-the-robotic-
strawberry-harvesters-that-are-picking-fres_s8ew.960.jpg
2. Pemanfaatan Internet of Thing (IoT) pada teknologi pertanian
Pemanfaatan Internet of Things (IoT) pada bidang pertanian telah membawa
perubahan baru pada produksi pertanian. Tidak hanya meningkatkan hasil
pertanian tetapi juga dapat secara efektif meningkatkan kualitas produk pertanian,
mengurangi biaya tenaga kerja, meningkatkan pendapatan petani, dan benar-benar
mewujudkan modernisasi dan kecerdasan pertanian [24]. Xu, et al. [24] juga
menerangkan bahwa Internet of Things (IoT) di bidang pertanian mengacu pada
jaringan di mana komponen fisik, seperti hewan dan tumbuhan, elemen
lingkungan, alat produksi, dan berbagai “objek” virtual dalam sistem pertanian,
terhubung dengan internet melalui jaringan informasi pertanian di bawah protokol
tertentu untuk melakukan pertukaran informasi dan komunikasi. Hal ini bertujuan
untuk mewujudkan sistem identifikasi cerdas, penentuan posisi, pelacakan,
pemantauan, dan pengelolaan objek dan proses pertanian. Interaksi manusia dan
mesin dalam kaitannya dengan IoT pertanian dapat membantu manusia
20
mengenali, mengelola, dan mengendalikan berbagai elemen, proses, dan sistem
pertanian dengan cara yang lebih halus, mudah dan dinamis. Saat ini, penerapan
IoT pada bidang pertanian sudah banyak dilakukan, baik dalam tatanan riset
maupun komersialisasi / industrialisasi. Beberapa aplikasi diantaranya adalah
untuk irigasi hemat air, pemantauan lingkungan pertumbuhan tanaman,
pemantauan informasi kehidupan hewan dan tumbuhan, mesin pertanian cerdas,
serta keamanan dan ketertelusuran kualitas produk pertanian. Konsep arsitektur
IoT pada bidang pertanian sebagai contoh disajikan pada Gambar 4. Srbinovska,
mengusulkan arsitektur jaringan sensor wireless untuk rumah tanaman.
Dikombinasikan dengan panduan sistem pakar dan langkah-langkah yang tepat,
seperti remote control irigasi tetes, sehingga efisiensi energi meningkat.
Merancang sistem irigasi cerdas jarak jauh untuk kebun. Sistem ini menggunakan
kombinasi GPRS dan ZigBee. Pada aplikasi monitoring, Xia et al. merancang
sistem IoT untuk diagnosis dan pengelolaan kondisi bibit gandum. Kumar and
Hancke mengembangkan sistem pemantauan kesehatan hewan berbasis ZigBee,
yang dapat merasakan informasi penting, seperti mengunyah, suhu tubuh, detak
jantung, dan informasi lingkungan pertumbuhan hewan yang dipantau dan
menganalisis objek yang dipantau sesuai dengan indeks suhu dan kelembaban.
Merancang sistem ketertelusuran jeruk berdasarkan teknologi IoT. Sistem ini
dapat mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit tanaman sehingga
pertumbuhan jeruk dapat meningkat. Jiang and Sun mendirikan platform
keterlacakan keamanan produk pertanian yang lengkap, yang mewujudkan
pengumpulan, pemrosesan, dan tampilan data produk pertanian secara otomatis;
meningkatkan ketertelusuran produk pertanian; dan mengurangi biaya pelacakan
dan pemantauan produk pertanian. Mengembangkan sistem deteksi dan
pemantauan kualitas air pada akuaponik berbasis android. Perangkat tersebut
dirancang dengan mengintegrasikan beberapa sensor yaitu sensor sensor pH,
sensor TDS, sensor suhu air, intensitas cahaya, dan sensor ultrasonic (ketinggian
air), dimana semua parameter dapat diakset via platform Android. Susanti
mengembangkan sistem yg sama dengan biaya yang rendah dimana analisis
ekonomi menunjukkan bahwa kebutuhan untuk mengembangkan perangkat
tersebut adalah 84 USD atau sekitar Rp 1,300,000.
Gambar Ilustrasi Internet of Thing (IoT) pada teknologi pertanian

21
Gambar 5. Pertanian menggunakan IOT
https://miro.medium.com/max/1256/1*XGPDOzxP8r4TqI2t08cbeQ.png
3. Konsep Presicion Farming

Pertanian presisi (precision farming) dan kendaraan otonom lahan pertanian (autonomous
vehicles) Pertanian presisi merupakan informasi dan teknologi pada sistem pengelolaan
pertanian untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengelola informasi keragaman spasial
dan temporal di dalam lahan untuk mendapatkan keuntungan optimum, berkelanjutan, dan
menjaga lingkungan. Tujuan dari pertanian presisi adalah mencocokkan aplikasi sumber daya
dan kegiatan budidaya pertanian dengan kondisi tanah dan keperluan tanaman berdasarkan
karakteristik spesifik lokasi di dalam lahan. Pertanian presisi merupakan revolusi dalam
pengelolaan sumber daya alam berbasis teknologi informasi. Sistem Informasi Manajemen
(management information system) dalam pertanian presisi meliputi Sistem Informasi
Geografis (geographical information system), Sistem Pendukung Keputusan (decision
support system), dan data (crop models & field history). Pertanian presisi sebagai teknologi
baru yang sudah demikian berkembang di luar Indonesia perlu segera dimulai penelitiannya
di Indonesia untuk memungkinkan perlakuan yang lebih teliti terhadap setiap bagian lahan.
Maksud tersebut dapat dicapai dengan pertanian presisi melalui kegiatan pembuatan peta
hasil (yield map), peta tanah (soil map), peta pertumbuhan tanaman (growth map), peta
informasi lahan (field information map), penentuan laju aplikasi (variable rate application),
pembuatan yield sensor, pembuatan variable rate applicator, dan lain-lain. Penggabungan
peta hasil, peta tanah, dan peta pertumbuhan tanaman menghasilkan peta informasi lahan
(field information map) sebagai dasar perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik

22
lokasi yaitu dengan diperolehnya variable rate application. Menurut De Baerdemaeker,
prinsip dasar dari pertanian presisi bisa di lihat sebagai rangkuman kegiatan pertanian yang
baik (Good agricultural Practice) yang memerlukan hal hal sebagai berikut:

1. informasi yang benar (informasi tentang keadaan tanah, tanaman yang ditanam
sebelumnya dan perlakuannya)
2. Observasi yang benar
3. Analisis yang benar
4. Gen dari tanaman yang baik
5. Dosis bahan kimia yang diaplikasikan yang benar
6. Tempat dan waktu yang tepat
7. Kondisi yang tepat
8. Peralatan yang tepat

Dalam pertanian presisi, dibutuhkan kendaraan pertanian otonom (autonomous).


Kendaraan ini harus memenuhi syarat dari segi teknis, termasuk unit perangkat keras
setiap kendaraan (pengembangan platform, jenis platform, sistem pengangkut, fungsi
operasi, komunikasi, sensor [sensor posisi, sensor sikap, dan sensor keselamatan], dan
unit kontrol), lingkungan fisik, dan algoritma control.

Teknologi Drone (pesawat udara yang tidak berawak) merupakan salah satu alat yang
digunakan dalam penggunaan pertanian presisi. Drone dapat dikendalikan oleh user dari
bawah dengan bantuan remote control. Drone dilengkapi dengan kamera udara dan juga
Geographic positioning sysem dan juga perangkat lunak untuk pradesain pesawat terbang
udara mosaik. Drone memastikan takaran kebutuhan pupuk, bibit yang optimal dengan
memberikan informasi ad hoc ke ruang kendali. Di negara berkembang seperti Indonesia,
pertanian tradisional masih mendominasi di sektor pertanian dimana sistem takaran untuk
pupuk maupun penggunaan bahan kimia lainnya dilakukan oleh petani sendiri. Selain itu,
petani bisa mengidentifikasi masalah tanaman utama hanya jika mereka mengunjungi
pertanian secara teratur. Keterlambatan diagnosis hama tanaman dan penyakit dan
tanaman tindakan perlindungan dapat menyebabkan kerusakan tanaman dengan
penurunan hasil dan profitabilitas. Dengan kendaraan udara (drone), real-time diagnosis
sistem tanaman adalah mungkin. Kendaraan udara bisa melakukan geo-referenced
pertanian dengan pengurangan yang signifikan pada waktu dan biaya tenaga kerja.
Pemetaan 3D dan spektrum warna grafik dapat dikembangkan lebih dari survei oleh

23
perangkat drone. Database ini akan berguna di garis pengukuran tingkat ozon stratosfir,
pengukuran kualitas udara, pemantauan debit tanah, sistem peringatan dini gempa bumi
dan gunung berapi, peringatan meteorologi dari tsunami awan, status gletser dan lapisan
es tebal dan deformasi permukaan, survei lahan tterbuka tambang dan lain-lain. Survei
drone ponsel ini dapat dengan mudah dipindahkan ke daerah setiap kali timbul kebutuhan
terlepas dari zona topografi.

Terlepas dari penggunaan dalam bidang tanaman, Drone juga dapat digunakan untuk
berbagai operasi pertanian yaitu penyemprotan pestisida dan pupuk untuk pemantauan
tanah dan kualitas air, pengawasan erosi dan jatuh tempo tahap tanaman. Hampir 25
tahun yang lalu di akhir 1980-an, Jepang adalah yang pertama untuk menerapkan
teknologi pesawat tak berawak di segmen pertanian. Hari ini, pesawat tak berawak seperti
quadcopters dan helikopter melaksanakan operasi pertanian di lebih dari 10% daerah padi
di Jepang. Saat ini, raksasa manufaktur Jepang Fuji Heavy Industries dan Yamaha
Perusahaan memproduksi dan menjual sepenuhnya hak otonom penyemprot. Yamaha
Perusahaan mengkomersialkan helikopter remote controlled (UAV) yang dapat
digunakan untuk menyemprot bahan kimia atau menyebar butiran. Dengan masukan
penyemprotan udara, termasuk pupuk, fungisida dan pestisida, pengurangan yang
signifikan pada biaya tenaga kerja dapat dicapai serta operasi pertanian dapat dilakukan
dengan tepat waktu. Drone untuk tujuan pertanian membutuhkan lebih sedikit bahan
bakar dan biaya pemeliharaan dibandingkan dengan model utilitas militer atau logistik.
Operasi perlindungan tanaman seperti penyemprotan melibatkan tenaga kerja manual
dapat mengakibatkan alergi, iritasi mata, gangguan kulit dan penyakit seperti kanker
dalam jangka panjang, yang dapat dihindari dengan udara penyemprotan dengan mesin.

24
Gambar 6. Konsep Presicion Farming (sumber: dronesrate.com)

4. Pertanian vertical (verticulture) dan plant factory

Beberapa tahun kedepan dapat dipastikan bahwa perluasan lahan pertanian (ekstensifikasi
pertanian) hampir tidak dapat dilakukan. Hal ini karena jumlah penduduk yang semakin padat
sehingga kebutuhan lahan pemukiman akan semakin besar pula, selain itu alih fungsi lahan
akibat kebutuhan manusia yang semakin beragam juga akan terus meningkat. Salah satu
wujud perkembangan terbaru teknologi yang digunakan dalam pertanian adalah vertical
farming dan plant factory Kedua hal ini telah mulai dilakukan di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Korea dan China. Ekstensifikasi pertanian tidak selamanya
harus dilakukan secara horizontal, ekstensifikasi pertanian dapat juga dilakukan secara
vertikal melalui vertical farming. Konsep ini sebenarnya sudah dikenal sejak dahulu, namun
saat ini menjadi perhatian tersendiri di kalangan para akademisi untuk mengembangkan
pertanian secara vertikal. Saat ini pertanian vertikal sudah mulai banyak dikembangkan.
Mulai dari pertanian vertikal dengan menggunakan rak-rak maupun dalam bentuk bangunan
bertingkat seperti living walls, vertical garden dan sky farm walaupun aplikasinya dalam
bentuk ini masih terbatas karena masih banyak kendala. Contoh penerapan aplikasi pertanian
vertikal dengan mengunakan rak dapat dilihat di Singapura. Rak-rak sayuran disusun dalam
sebuah rangka aluminium, dan dapat berputar untuk menjaga sirkulasi cahaya matahari,
aliran udara dan pengairan. Sistem distribusi air dibantu oleh gaya gravitasi dan
membutuhkan sedikit konsumsi listrik. Energi yang diperlukan untuk daya satu sistem
distribusi air adalah setara dengan energi yang dibutuhkan 60 watt bola lampu. Seluruh
sistem hanya membutuhkan lahan seluas 60 m2 Sebanyak 120 menara telah didirikan di

25
Kranji, 14 km dari pusat bisnis Singapura. Di Indonesia dikenal juga istilah vertikultur yang
berasal dari kata vertical dan culture yaitu pertanian yang dilakukan secara vertikal ataupun
bertingkat baik indoor maupun outdoor. Sementara itu, plant factory mengacu pada sistem
produksi tanaman dalam ruangan multi-layer dengan lampu buatan, di mana kondisi
pertumbuhan dikontrol dengan tepat. Ini merupakan kemajuan yang lebih tinggi dari
vertikultur dimana pada plant factory, selain tanaman disusun secara vertikal, kondisi di
ruang tanaman pun dikontrol dengan sebaik dan sepresisi mungkin. Dasar dari sistem
vertikultur adalah sistem pertanian secara hidroponik. Di indonesia hidroponik mulai
diminati. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan unit bisnis yang bergerak dalambidang
hidroponik, aeroponic maupun akuaponik yang semakin hari semakin meningkat baik
darisegi kuantitas maupun kualitasnya. Dengan perkembangan teknologi pertanian yang
semakin maju ini, diharapkan dapat menjadsolusi untuk mengurangi dampak serius dari
permasalahan global terkait di masa yang akan datang khususnya terkait krisis pangan akibat
pertumbuhan penduduk yang semakin besar, permasalahaniklim yang tidak menentu dan
kurang diminatinya pekerjaan di sektor pertanian.

Gambar 7. Tanaman dengan sistem vertikultur (edengreen.com) dan plant factory


(Taikisha Co., Ltd., Thailand)

26
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Istilah agroekologi menurut Wezel et.al dapat digunakan untuk berbagai
cara, sebagai ilmu, sebagai gerakan dan sebagai praktek. Secara lebih luas, agro
ekologi dimaknai ilmu yang mempelajari hubungan anasir biotik dan abiotik di bidang
pertanian. Agroekologi pada desain dan pengelolaan ekosistem pertanian
berkelanjutan menyeluruh pada pertanian dan pengembangan sistem pangan yang
berbasis pada pengetahuan tradisional, pertanian alternatif, dan pengalaman sistem
pangan local
2. Dampak lingkungan Dari pertanian yaitu Perubahan iklim, Deforestasi,
Pencemaran genetic, Irigasi yang Dapat memicu berbagai masalah polutan
3. Pengertian Konvervasi Wilayah Pertanian
Pertanian konservasi merupakan sistem
pertanian yang mengintegrasikan teknik konservasi tanah dan air ke dalam sistem
pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani,
meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus menekan erosi dan
keseimbangan air dapat dipertahankan sehingga sistem pertanian tersebut dapat
berlanjut secara terus menerus tanpa batas .
4. Metode konservasi lahan pertanian Ada 3 macam yaitu teknik konservasi Tanah
secara vegetativ, metode Mekanik Dan metode kimiawi
5. Pupuk kompos dibuat oleh manusia melalui proses pembusukan sisa-sisa makhluk
hidup yang berasal dari tanaman maupun hewan dengan bantuan mikroba . MOL
bonggol pisang merupakan MOL yang memiliki kandungan unsur hara dan
kekayaan mikroba yang sangat tinggi. Keasaman yang baik dalam pengomposan
adalah pada pH 6,5-7,5.
6. Jenis-jenis alat untuk pertanian dimasa depan yaitu Alat dan mesin pertanian
berbasis Artificial Intelligence Alat dan mesin berbasis Artificial Intelligence (AI),
Pemanfaatan Internet of Thing (IoT) pada teknologi pertanian, Konsep Presicion
Farming, Pertanian vertical (verticulture) dan plant factore

27
3.2 Saran
Demikian makalah yang telah kami susun semoga bisa mendatangkan barokah dan
manfaat bagi pembaca. Kami juga menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna
serta memilik banyak kesalahan, untuk itu kami siap menerima kritik dan sara yang
membangun dari para pembaca.

28
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, A. (n.d.). ANALISIS ZONE AGROEKOLOGI UNTUK STRATEGI


PENGELOLAAN DAS BERKELANJUTAN. 3.

Edwar. (2017). Pengalaman Petani Dalam Konservasi Lahan Melalui Usaha Tani. Jurnal
Ilmiah Pendidikan Lingkungan Dan Pembangunan, 12(1411–1829), 88–100.

Efendi, R., & Sagita, D. (2022). Teknologi pertanian masa depan dan peranannya dalam
menunjang ketahanan pangan. Sultra Journal of Mechanical Engineering (SJME), 1(1),
1–12. https://doi.org/10.54297/sjme.v1i1.297

Fitrahni, I., Eka, M., Simbolon, M., Supriyanto, J., Rizki, R., Fitrahni, I., & Melalui, P. M.
(2022).

Gusti, N. I., Roni, K., Peternakan, F., & Udayana, U. (2015). KONSERVASI TANAH DAN
AIR. Konservasi Tanah Dan Air, 1–30.

Hakim, T., Pembangunan, U., & Budi, P. (2021). Jurnal Pengelolaan Limbah pertanian.
October.

Muyan, Y., & Mariay, I. F. (2017). Pertanian Konservasi di Areal Pegunungan Cycloop
Kabupaten Jayapura Papua. Savana Cendana, 2(02), 27–28.
https://doi.org/10.32938/sc.v2i02.89

Ndun, A. A., Murtilaksono, K., Baskoro, D. P. T., & Hidayat, Y. (2021). Perencanaan
Pertanian Konservasi pada Pengelolaan Lahan Tradisional di Kecamatan Amarasi Barat,
Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ilmu Tanah Dan Lingkungan, 23(1), 7–17.
https://doi.org/10.29244/jitl.23.1.7-17

Nurkhasanah, E., Candra Ababil, D., Danang Prayogo, R., & Damayanti, A. (2021).
Pembuatan Pupuk Kompos dari Daun Kering. Jurnal Bina Desa, 3(2), 109–117.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jurnalbinadesa

Pramitasari, R., & Chrysanti, L. K. (2021). Pemanfaatan Limbah Kulit Bawang Merah
Sebagai Kandidat Ingridien Minuman Fungsional Antioksidan. Jurnal Perkotaan, 12(1),
39–52. https://doi.org/10.25170/perkotaan.v12i1.1230

29
Rachman, A. (2020). Peluang dan Tantangan Implementasi Model Pertanian Konservasi di
Lahan Kering. Jurnal Sumberdaya Lahan, 11(2), 77.
https://doi.org/10.21082/jsdl.v11n2.2017.77-90

Rahayu, S. (2019). Ketahanan Pangan Berbasis Pemberdayaan Petani. Jurnal Ekonomi


Pembangunan, 11(1), 33–38.

Sukasah, M. G., Rahmadiningrat, A., & Ningrum, H. A. (2018). Konservasi Tanah dan Air Di
Lahan Pertanian Bandung Timur. 105, 109. http://digilib.uinsgd.ac.id/9404/1/paper kta
pdf Moch. Gumilar.pdf

Veronika, N., Dhora, A., & Wahyuni, S. (2019). Pengolahan Limbah Batang Sawit Menjadi
Pupuk Kompos Dengan Menggunakan Dekomposer Mikroorganisme Lokal (Mol)
Bonggol Pisang. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 29(2), 154–161.
https://doi.org/10.24961/j.tek.ind.pert.2019.29.2.154

30

Anda mungkin juga menyukai