Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

EKOLOGI TANAMAN

AGROFORESTRY

Disusun Oleh:
1. Alya Muna Nabila A1D020031
2. Ozora Nadhif Fahrizal A1D020036
3. Luthfia Nur Rohmah A1D020135
4. Muhammad Arif Dzaky A1H021001

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
“Agroforestry” dengan tepat waktu. Tujuan dari disusunnya makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Mata Kuliah Ekologi Tanaman
pendidikan Strata Satu (S1) pada jurusan Agroteknologi Universitas Jenderal
Soedirman. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberikan referensi serta arahan dalam proses penyusunan tugas,
sehingga dapat terselesaikan tepat waktu, diantaranya yaitu:
Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa.
2. Bapak Ahidayat Yugi Rahayu dan Ibu Ida Widiyawati selaku dosen pengampu
mata kuliah Ekologi Tanaman yang telah memberikan bimbingan, saran, dan
arahan yang sangat berharga bagi penulis dalam penyusunan usulan penelitian
ini.
3. Terimakasih yang teramat dalam kepada para orang tua penulis, yang selalu
mendukung dan memotivasi penulis.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Dengan ini penulis menyadari bahwasannya masih terdapat banyak kekurangan
dalam penulisan. Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan saran yang membangun
dapat disampaikan demi hasil yang lebih baik untuk kedepannya. Demikian yang
dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga
pembaca.

Purwokerto, 9 Mei 2022

ii
Penulis

DAFTAR ISI

Halama
n
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

I. PENDAHULUAN......................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................................2
II. PEMBAHASAN.......................................................................................................3

A. Pengertian Agroforestry..........................................................................................3
B. Komponen Agroforestry.........................................................................................4
C. Ekologi Agroforesty ...............................................................................................4
D. Contoh Agroforestry di Indonesia..........................................................................4
E. Kelebihan dan Kekurangan....................................................................................6
F. Kendala dan Solusi.................................................................................................9
III. PENUTUP.............................................................................................................12

A. Kesimpulan...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................13

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan pertumbuhan populasi manusia yang semakin meningkat,


semakin besar pula kebutuhan pokok yang harus terpenuhi. Kebutuhan pokok
tersebut meliputi tempat tinggal, makanan, dan pakaian. Bahan baku dari kebutuhan-
kebutuhan tersebut dapat didapatkan secara langsung dari alam. Hal ini menyebabkan
adanya eksploitasi sumber daya alam serta pemanfaatan lahan yang tidak sesuai.
Seperti eksploitasi hasil bumi, penanaman komoditas unggulan secara besar-besaran,
serta peralihan lahan pertanian menjadi lahan pemukiman. Pembukaan lahan hutan
untuk memenuhi ambisi tersebutpun tak dapat dihindari lagi, sehingga menyebabkan
munculnya msalah yang lebih kompleks, seperti menurunnya kesuburan tanah,
terjadinya erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, dan terjadinya perubahan
lingkungan.
Dengan adanya permasalah yang ditimbulkan, manusia mulai mencari solusi
untuk mengatasi masalah-masalah yang sudah terjadi dan mengantisipasi terjadinya
hal yang sama. Sehingga muncullah konsep Agroforestry, dimana konsep tersebut
merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan.
Agroforestry didefinisikan sebagai perpaduan antara usaha pertanian dengan usaha
kehutanan. Atau lebih jelasnya yaitu mengusahakan tanaman keras yang
menghasilkan kayu, buah getah, dan sebagainya di lahan pertanian yang biasanya
digunakan untuk mengusahakan tanaman penghasil pangan seperti jagung, umbi-
umbian, sayuran, palawija, dan sebagainya. Atau bisa juga diartikan menjadi
pendekatan terpadu dengan menggabungkan pohon dan perdu dengan tanaman.
Sistem ini menggabungkan teknologi pertanian dan kehutanan untuk menciptakan
lahan yang lebih beragam, produktif, menguntungkan, sehat, dan yang paling penting
menerapkan sistem berkelanjutan. Unsur-unsur yang terdapat dalam Agroforestry

1
adalah penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia, penerapan
teknologi, komponen tanaman semusim, tanaman tahunan, atau ternak maupun
hewan, waktu bisa bersamaan atau bergiliran, ada interaksi ekologi, sosial, ekonomi.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Apa yang dimaksud dengan Agroforestry ?
2. Apakah contoh dari penerapan Agroforestry?
3. Apakah Kelebihan dan Kekurangan dari penerapan Agroforestry?
4. Apakah kendala yang dialami dalam penerapan Agroforestry dan Bagaimana
solusinya?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Agroforestri.
2. Memberikan contoh dari penerapan Agroforestry.
3. Menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari penerapan Agroforestry.
4. Menjelaskan kendala yang dialami dalam penerapan Agroforestry serta solusi
untuk mengatasinya.

5.

2
II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Agroforestry
Menurut bahasa Indonesia, Agroforestry dikenal sebagai Wanatani, yaitu
menanam pepohonan pada lahan pertanian. Konsep Agroforestry dirintis pertama kali
oleh Canadian International Development Centre, yaitu lembaga yang bertugas
mengidentifikasi prioritas pembangunan bidang kehutanan di negara-negara
berkembang pada tahun 1970-an (Suryani dan Ai Dariah, 2012). Pendapat yang sama
juga diungkapkan oleh Maydell (1978) dalam Alrasjid (1980) bahwa agroforestry
merupakan suatu sistem penggunaan lahan dimana pada lahan yang sama ditanam
secara bersama-sama antara tegakan hutan dan tanaman pertanian (Mayrowani dan
Ashari, 2011).
Wiereum K.F. (1980) dalam Fandeli (1980) mendefinisikan agroforestry
sebagai bentuk dari penggunaan lahan secara permanen, penggunaannya dilakukan
dengan menanam tanaman pohon yang di antaranya ditanam tanaman pertanian
secara bersama-sama sepanjang rotasi dan apabila memungkinkan juga dikombinasi
dengan tanaman hijauan makanan ternak, dengan tujuan untuk memberikan
kemungkinan adanya modifikasi sesuai dengan kondisi fisik dan sosial ekonomi
(Mayrowani dan Ashari, 2011).
Menurut de Foresta dan Michon (1997), agroforestry dapat dikelompokkan
kedalam dua sistem, yaitu sistem agroforestry sederhana dan sistem agroforestry
kompleks. Sistem agroforestry sederhana merupakan suatu sistem pertanian dimana
pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman
semusim. Bentuk agroforestry sederhana merupakan sistem yang paling banyak
digunakan di Jawa yaitu tumpangsari. Sementara sistem agroforestry kompleks
merupakan suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pohon baik
yang ditanam secara sengaja maupun tumbuh alami. Ciri utama dari agroforestry
kompleks yaitu kenampakan fisik dan dinamika didalamnya yang mirip dengan

3
ekosistem hutan sehingga disebut pula sebagai agroforest (Mayrowani dan Ashari,
2011).

B. Batas-batasan Agroforestry
Agroforestry didefinisikan sebagai sistem budidaya yang terdiri dari tanaman
pohon dan non pohon yang tumbuh dalam asosiasi tertutup sebagai satu kesatuan
hutan dan pertanian yang memiliki tujuan untuk memaksimumkan produksi dalam
jangka panjang dengan hasil yang diperoleh sekaligus berasal dari dua komponen
(pohon dan non pohon). Di dalam sistem ini terdapat interaksi ekologi maupun
ekonomi diantara berbagai komponen tanaman tersebut.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, maka batasan agroforestry dapat
disimpulkan bahwa : (a) agroforestry terdiri atas dua atau lebih jenis tanaman
(dan/atau hewan), (b) agroforestry selalu memiliki dua atau lebih produk, (c) siklus
hidup tanaman penyusun sistem agroforestry selalu lebih dari satu tahun, dan (d)
sistem agroforestry memiliki struktur ekosistem lebih komplek dari pada sistem
monokultur. Dalam perkembangannya, sistem penggunaan lahan ini dapat mengalami
modifikasi model, terutama dalam hal pemilihan jenis tanaman tahunan yang lebih
benilai ekonomi juga dapat meningkatkan produktivitas lahan dan mengurangi tingkat
erosi (Nair, 1985). Dengan demikian penggunaan lahan melalui sistem agroforestry
dapat meredam resiko ketidakpastian harga, sementara sumberdaya tanah dan air
dapat terpelihara. Selain itu, akan menciptakan kondisi iklim mikro yang lebih baik
yang dimungkinkan oleh penanaman tanaman tahunan dan dengan perakarannya yang
relatif dalam diharapkan mampu memperbaiki fungsi hidrologis tanah (Nair, 1989c).
C. Ekologi Agroforestry
Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan
banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan
flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan
global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan
meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha

4
lain. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang
mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat
adanya alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus juga untuk
mengatasi masalah pangan.
Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang
pertanian dan kehutanan, berupaya mengenali dan mengembangkan
keberadaan sistem agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu
kala. Koppelman (1996) mendefinisikan Agroforestry sebagai bentuk
menumbuhkan dengan sengaja dan mengelola pohon secara bersama-sama
dengan tanaman pertanian dan atau makanan ternak dalam sistem yang
bertujuan menjadi berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Di
Indonesia agroforestri sering juga ditawarkan sebagai salah satu sistem
pertanian yang berkelanjutan. Namun dalam pelaksanaannya tidak jarang
mengalami kegagalan, karena pengelolaannya yang kurang tepat. Guna
meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengelola agroforestri,
diperlukan paling tidak tiga ketrampilan utama yaitu: (a) mampu
menganalisis permasalahan yang terjadi, (b) merencanakan dan
melaksanakan kegiatan agroforestri, (c) monitoring dan evaluasi kegiatan
agroforestri. Namun prakteknya, dengan hanya memiliki ketiga
ketrampilan tersebut di atas masih belum cukup karena kompleksnya
proses yang terjadi dalam sistem agroforestri. Sebelum lebih jauh
melakukan inovasi teknologi mahasiswa perlu memahami potensi dan
permasalahan yang dihadapi oleh praktek agroforestri (diagnosis).
Menurut De Foresta dan Michon (1997), agroforestri dapat
dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu :
- Sistem agroforestri sederhana
- Sistem agroforestri kompleks

5
Seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan populasi
penduduk, kebutuhan akan adanya peningkatan produksi pangan pun
meningkat. Konversi hutan menjadi lahan pertanian pangan juga semakin
luas, sehingga mengakibatkan semakin menurunnya luas hutan yang ada.
Secara umum fungsi agroforestri adalah:
1. Suplai kayu bangunan, kayu bakar, dan pakan ternak.
2. Penggunaan lahan secara optimal.
3. Pemanfaatan energi matahari dalam luasan yang maksimal.
4. Mencegah aliran air permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi.
5. Pemanfaatan sumberdaya air dan hara lebih efisien
Dipandang dari sudut ekologi dan ekonomi sistem agroforestri lebih
kompleks dari pada sistem monokultu. Sistem agroforestri, menghasilkan
produksi yang beranekaragam dan saling tergantung satu sama lainnya.
Sekurang-kurangnya, satu komponen merupakan tanaman keras berkayu,
sehingga siklusnya selalu lebih dari satu tahun. Sistem agroforestri juga
bersifat lokal, karena harus cocok dengan kondisikondisi ekologi, sosial-
ekonomi dan kelembagaan setempat. Keadaan ini menunjukkan bahwa
sifat keilmuan dari sistem agroforestri adalah multidisipliner, termasuk
antara lain disiplin-disiplin agronomi dan hortikultura, kehutanan, sosial,
ekonomi dan teknologi.
Beberapa ciri penting agroforestri:
1. Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman
dan/atau hewan). Paling tidak satu diantaranya tumbuhan berkayu.
2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.
3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan
tanaman tidak berkayu.
4. selalu memiliki dua macam produk atau lebih, misalnya pakan ternak, kayu
bakar, buah-buahan, obat-obatan.

6
5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa, misalnya pelindung angin,
penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan tempat
berkumpulnya keluarga/masyarakat.
6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri
tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama
denganmengoptimalkan sisa panen.
Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis
(struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan
sistem budidaya monokultur. Sistem-sistem agroforestri tradisional dapat
ditemui di seluruh Indonesia. Contohnya antara lain, sistem-sistem kebun-
talun dan pekarangan di Jawa serta kebun-kebun berstrata banyak di
Sumatera. Sistem-sistem agroforestri yang diintroduksi juga umum
terdapat di banyak daerah. Sistem ini seringkali dipadukan dalam
program-program pengembangan hutan pada lahan hutan, di samping
diterapkan pada lahan-lahan pertanian milik perorangan.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk keberhasilan
agroforestri antara lain (Perum Perhutani, 1993): (1) Faktor lingkungan:
jenis tanaman, topografi, kesuburan tanah, iklim, hama dan penyakit; (2)
Faktor pendukung: kondisi jalan, jarak lokasi, sarana pendukung,
pendukung, permodalan, prospek pasar; (3) Faktor sosial budaya: teknik
penanaman, tingkat ketrampilan, dan jenis kebutuhan.

D. Contoh Agroforestry di Indonesia


Sistem Agroforestry sudah banyak diterapkan di Indonesia, salah satunya adalah
sistem Agroforestry yang diterapkan di Desa Warembungan, Kecamatan Pineleng ,
Provinsi Sulawesi Utara. Desa Warembungan memiliki kondisi geografis wilayah
perbukitan dengan topografi lereng agak curam sampai curam sehingga menyebabkan

7
tanahnya rentan mengalami degradasi dan longsor. Hal tersebut membuat sebagian
besar petani di desa menerapkan sistem Agroforestry yang menurut mereka dianggap
menguntungkan dan sangat sesuai dengan kondisi lingkungan fisik kawasan. Hal
tersebut dikarenakan struktur akar yang dibentuk bersinergi dalam mempertahankan
partikel tanah. Berdasarkan studi, keberhasilan Agroforestry dalam menangani
longsor dapat dilihat pada tahap awal penerapannya, yang dicirikan oleh tingkat erosi
yang rendah yang menyerupai lingkungan hutan alam, sehingga berkontribusi dalam
pemeliharaan integritas tanah dan pengurangan Hg dan mobilitas hara (Béliveau et
al., 2017).
Penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian di Desa Warembungan didominir
oleh tanaman perkebunan kelapa, kayu, cengkeh dan, buah-buahan dan pepohonan
dengan tanaman semusim diusahakan diantara tanaman perkebunan dan kehutanan.
Di Desa Warembungan tanaman hutan yang dibudidayakan terdapat 5 jenis yaitu
Angsana ( Pterocarpus indicus), Nantu (Palaquium sp), Mahoni ( Swietenia
mahagoni ), Kayu manis (Cinnamomum verum), dan Cempaka (Magnolia
champaca). Jenis yang paling banyak dibudidayakan adalah Nantu (Palaquium sp)
diikuti jenis angsana (Pterocarpus indicus). Sedangkan jenis yang paling sedikit
dijumpai adalalah cempaka (Magnolia campaca). Tanaman perkebunan yang
dibudidayakan di Warembungan sebanyak 4 jenis dan yang paling dominan adalah
cengkeh (Syzygium aromaticum) dan kelapa (Coconus nucifera) yang di tanam secara
teratur. Sedangkan jenis yang paling sedikit adalah pala (Myristica fragrans) dan
enau (Arenga pinnata). Desa Warembungan banyak menghasilkan banyak jenis buah-
buahan dengan buah-buahan yang paling umum dibudidayakan adalah alpokat
(Persea americana) dan lansat (Lansium domesticum) yang memiliki nilai ekonomis
yang lebih tinggi dari jenis buah-buahan yang lainnya. Sementara jenis tanaman
semusim yang dibudidayakan adalah Cabe (Capsicum annu), pisang (Musa
paradisiaca), Ubi kayu Manihot esculenta), Gedi (Abelmoschus manihot), keladi
(Caladium) Serei (Cymbopogon citrates).

8
Secara keseluruhan pola pertanian yang diterapkan masyarakat adalah kebun
campuran multi strata. Pola tersebut terdiri atas: Agroforestry pola 1 yaitu sitem
pengaturan ruang tanaman dimana jenis kayu-kayuan ditanam disepajang batas kebun
berbentuk pagar (border planting). Selanjutnya , Agroforestry pola 2 yaitu penanaman
acak (random planting) dan pengaturan ruang tidak beraturan. Tanaman ditanam
dengan jarak tanam yang tidak teratur namun membentuk suatu sistem multi strata
yang cukup produktif dan Agroforestry pola 3 yaitu hutan rakyat, yang ditanam
dengan jarak tanam teratur diantara tanaman kelapa. Penerapan tumpang sari antara
tanaman semusim dan tanaman tahunan akan mengakibatkan tanaman tidak saling
berebut air dan hara mineral sehingga tanaman yang lebih besar perakarannya tidak
akan menekan pertumbuhan tanaman bawah. Selain itu, pengaturan jarak tanam serta
pengaturan tajuk tanaman juga dilakukan agar cahaya sinar matahari bisa terbagi
untuk semua tanaman (Hermawati, 2016). Penerapan Agroforestry juga
mengakibatkan serapan cadangan karbon dan bahan organik lebih besar terutama
apabila diterapkan di wilayah tropis seperti Desa Warembungan (Feliciano et al.,
2018). Agroforestry singkong dengan tanaman buah, seperti yang dilakukan di Desa
Warembungan, bukan hanya mampu meningkatkan nilai ekonomi secara agregat,
tetapi juga mampu memperbaiki kondisi lingkungan, menyediakan habitat hidupan
liar (unggas dan serangga yang membantu penyerbukan), bahkan bisa meningkatkan
nilai estetika (Martinelli et al., 2019). Kombinasi tanaman yang tepat terutama pada
struktur perakarannya bukan hanya mendatangkan produktivitas tinggi, tetapi juga
bisa menekan berkembangnya hama dengan menyediakan tanaman lain sebagai
makanannya dan penyakit (Cerda et al., 2020). Kondisi ini juga memiliki peluang
tinggi untuk menjaga kesuburan tanahnya melalui aktivasi biota tanah,
danperkembangan populasi herbivora dapat terjaga melalui peningkatan peran
arthropoda berguna dan antagonis (Nurindah, 2006).

E. Kelebihan dan Kekurangan

9
Sistem tumpangsari dalam Agroforestry memiliki banyak manfaat. Menurut
Soekartiko, 1980 dalam Adiputranto, 1995, manfaat dan keuntungan yang diperoleh
dari intensifikasi tumpangsari di lahan hutan ini adalah:
1. Meningkatnya produksi pangan, pendapatan petani, kesempatan kerja dan
meningkatnya kualitas gizi masyarakat dikarenakan penggunaan lahan yang
lebih efisien dan berkelanjutan sehingga tercapai kesejahteraan petani sekitar
hutan;
2. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petani sehingga diharapkan
dapat dikembangkan sistem intensifikasi pertanian pada tanah- tanah kering di
pedesaan yang berarti meningkatnya produktivitas tanah pertanian kering
(tegalan).
3. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan fungsi-fungsi hutan yang
diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap gangguan hutan
Erna dan Ai (2012) menambahkan bahwa beberapa keunggulan Agroforestry
dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu:
1. Produktivitas (Productivity), hasil penelitian menunjukkan bahwa produk total
sistem campuran dalam Agroforestry lebih tinggi dibandingkan dengan sistem
monokultur (penanaman satu jenis tanaman). Hal tersebut dikarenakan sistem
tumpangsari yang digunakam dalam Agroforestry yaitu apabila satu
komponen/jenis tanaman mengalami kegagalan pada sistem tanaman
tumpangsari dapat ditutupi oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya
sehingga kerugian tanaman dapat ditutupi.
2. Diversitas (Diversity), dengan adanya kombinasi dua komponen atau lebih
pada sistem Agroforestry menghasilkan diversitas (keragaman) yang tinggi,
baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dan segi ekonomi
dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedang dan
segi ekologi dapat menghindarkan gagal panen sebagaimana dapat terjadi
pada penanaman satu jenis tanaman (monokultur).

10
3. Kemandirian (Self-regulation), keberadaan diversifikasi yang tinggi dalam
Agroforestry diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan
petani kecil, sekaligus melepaskan dan ketergantungan terhadap produk luar.
Kemandirian sistem akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak
input, seperti pupuk, pestisida dibandingkan sistem monokultur.
4. Stabilitas (Stability), pelaksanaan Agroforestry yang memiliki diversitas dan
produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang
sepanjang pengusahaan lahan, akan dapat menjamin stabilitas dan
kebelanjutan pendapatan petani.
Secara ekologis, menurut Atmojo (2008), Agroforestry mempunyai keunggulan
yaitu:
1. Mampu menutup permukaan tanah dengan sempurna sebagai bagian
konservasi tanah dan air, penutupan tanah dapat menjaga laju evapotranspirasi
sehingga kelembaban tanah dapat terjaga. Selain itu, penutupan tanah juga
dapat melindungi tanah dari erosi akibat hantaman air hujan dan
memperlambat aliran air sehingga dapat diserap dengan baik ke dalam tanah.
2. Variasi tanaman membentuk jaringan perakaran yang kuat baik pada lapisan
tanah atas maupun bawah, sehingga mengurangi kerentanan terhadap longsor.
Perakaran akan mengikat agregat tanah sehingga dapat menahan laju aliran
air yang masuk ke dalam tanah.
3. Meningkatkan kesuburan fisika dan biologi tanah. Kesuburan fisika tanah
dalam Agroforestry dapat dicapai karena penutupan tanah oleh tanaman di
lahan. Penutupan tanah akan mencegah terjadinya evapotranspirasi yang
berlebihan sehingga kelembaban dan suhu tanah terjaga. Selain itu, penutupan
tanah dan perolehan bahan organik dari seresah tanaman akan mengakibatkan
peningkatan keberadaan dan peningkatan aktivitas dari mikroba tanah.
Beberapa jenis tanaman legum-leguman juga dapat meningkatkan populasi
mikroba tanah melalui bintil akar. Keberadaan mikroba tanah sendiri akan

11
mengakibatkan pembentukan dan penjagaan agregat tanah berjalan dengan
baik sehingga dapat meningkatkan aerasi tanahh.
4. Mempunyai peran penting dalam upaya rehabilitasi lahan kritis. Agroforestry
merupakan sistem pertanian yang dapat menopang dirinya sendiri sebagai
suatu ekosistem, bahkan dapat memperbaiki kerusakan tanah berupa tanah
yang kekurangan hara dan bahan organik. Hal tersebut dikarenakan sistem
Agroforestry apabila diterapkan dengan tepat dapat memberikan bahan
organik dan naungan bagi tanah sehingga menjaga keberadaan
mikroorganisme tanah yang dapat menguraikan bahan organik menjadi unsur
hara dan pembentukan agregat tanah.

Selain kelebihan, Agroforestry juga memiliki kelemahan dalam penerapannya.


Menurut Erna dan Ai, (2012) kelemahan dari Agroforestry tersebut antara sebagai
berikut :
1. Kesulitan visual dalam mengkategorikan sistem Agroforestry. Kemiripan
dengan vegetasi Agroforestry dengan vegetasi hutan alam merupakan
kesulitan membedakannya dalam penginderaan jarak jauh (remote sensing).
Kebanyakan sistem Agroforestry dikelompokkan sebagai hutan sekunder,
hutan rusak atau belukar, sehingga disatukan ke dalam kelompok lahan yang
menjadi target rehabilitasi lahan dan hutan.
2. Kesulitan mengukur produktivitas. Ahli ekonomi pertanian terbiasa dengan
pola pertanian yang teratur, sedangkan dalam Agroforestry menggunakan pola
pertanian yang kurang teratur seperti terdapat berbagai jenis pohon dan semak
yang belum jelas nilai ekonominya sehingga membuat ahli ekonomi pertanian
mengalami kendala dalam menghitung produktivitas sistem Agroforestry.
Masih kurangnya pengetahuan petani tentang interaksi pohon dengan tanamàn
lainnya misalnya semak, atau tanaman semusim lainnya, kadang
menimbulkan masalah yang merugikan petani seperti tidak maksimalnya
kinerja sistem.

12
F. Kendala dan Solusi
Dalam pelaksanaannya di Indonesia, Agroforestry mengalami banyak kendala.
Menurut Setiasih (2013), kendala yang di alami dalam pelaksanaan sistem
Agroforestry beserta solusinya adalah sebagai berikut
1. Kurangnya bibit tanaman tahunan maupun semusim. Petani secara umum
belum mengetahui bibit tanaman unggul. Sebagian petani mendapatkan bibit
dari pasar desa/kecamatan dengan cara membeli, dan seringkali
mendapatkannya dari kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten.
Bibit tanaman yang kurang berkualitas akan mengakibatkan tanaman mudah
terkena serangan hama dan penyakit mengakibatkan tanaman rusak atau mati.
Untuk mencegah hal yang demikian maka pemerintah melalui lembaga
pertanian dan kehutanan wajib menyediakan bibit yang terjamin kualitasnya.
2. Rendahnya kualitas sumber daya manusia. Kurangnya pengetahuan petani
mengakibatkan petani mengendalikan hanya hama penyakit secara mekanis
dan kimiawi dengan penyemprotan pestisida sehingga pengendalian hama dan
penyakit tidak efisien dan tidak berkelanjutan. Hal tersebut akan
mengakibatkan penurunan kualitas tanah atau degradasi tanah dan
pencemaran badan air di sekitar lahan akibat terbawanya pestisida. Selain itu,
petani melakukan pemangkasan tanaman kayu-kayuan untuk memenuhi
kebutuhan pakan ternak sejak tanaman masih muda telah mengakibatkan
batang pohon atau kayunya melengkung atau bengkok, terhambat
pertumbuhannya, dan bagian dalam kayunya cacat/busuk. Kegiatan
penjarangan tanaman juga jarang dilakukan oleh petani karena sebagian petani
merasa sayang untuk menebang tanaman tahunannya. Padahal penanaman
tanpa penjarangan juga menghambat pertumbuhan pohon atau diameter kayu.
Selain Itu, petani masih melakukan panen kayu terlalu awal atau belum masak
tebang, karena umur panen pada umumnya (6-10 tahun) dipandang terlalu
lama dalam kaitannya dengan kesinambungan pendapatan. Hal ini

13
mengakibatkan volume produksinya belum maksimal. Petani umumnya juga
tidak bisa membaca Daftar Grade Kayu yang dibuat oleh pabrik, tidak bisa
melakukan grading kayu, dan tidak tahu cara mengukur volume kayu,
sehingga saat petani menjual kayu per pohon atau per hamparan lahan,
langsung menerima uang tunai tanpa menebang, mengukur, dan menghitung
volume sendiri. Petani juga belum mengerti hubungan antara ukuran diameter,
grade dan harga kayu yang sangat menentukan besarnya pendapatan mereka.
Untuk mengatasi hal-hal di atas maka perlu dilakukan penyuluhan oleh
Penyuluh kehutanan lapangan (PKL) berada di bawah koordinasi Dinas
Kehutanan dan Pertanian Kabupaten sehingga solusi masalah-masalah
tersebut dapat diselesaikan dengan cara diskusi dan pendampingan oleh
penyuluh.

14
III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Agroforestry didefinisikan sebagai sistem budidaya yang terdiri dari tanaman


pohon dan non pohon yang tumbuh dalam asosiasi tertutup sebagai satu kesatuan
hutan dan pertanian yang memiliki tujuan untuk memaksimumkan produksi dalam
jangka panjang dengan hasil yang diperoleh sekaligus berasal dari dua komponen
(pohon dan non pohon). Salah satu contoh dari penerapan sistem Agroforestry di
Indonesia adalah penerapannya di Desa Warembungan, Kecamatan Pineleng ,
Provinsi Sulawesi Utara. Dimana masyarakat disana menerapkan sistem pola kebun
campuran multi strata yang terdiri dari beberapa pola.

15
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Budiman & Dian Diniyati. 2021. Agroforestry Untuk Pengembangan Food
Estate : Perspektif Lingkungan. Jurnal Agroforestry Indonesia Vol. 4 No.1 :
37 – 47

Hani, Aditya & Levina Pieter Geraldine. 2018. Pertumbuhan Tanaman Semusim dan
Manglid (Magnolia champaca) pada Pola Agroforestry. Jurnal Ilmu
Kehutanan 12 : 172-183

Irawanti, Setiasih. 2013. Menuju Komersialisasi Kayu Hutan Rakyat: Hambatan,


Peluang dan Saran Kebijakan. Jurnal Policy Brief, Vol. 1, No. 9 : 1-8

Kogoya, Yali, dkk. 2018. Agroforestry Pola Kebun Campuran Di Desa Warembungan
Kecamatan Pineleng Provinsi Sulawesi Utara. Online
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://ejournal.un
srat.ac.id/index.php/cocos/article/viewFile/
20110/19715&ved=2ahUKEwjdxNmylLj3AhV8RmwGHW20DrIQFnoECDs
QAQ&usg=AOvVaw3LQiYBxMP6fJeIBei9CCyU . Diakses pada tanggal 28
April 2022

Mayrowani, Henny dan Ashari. (2011). Pengembangan Agroforestry untuk


Mendukung Ketahanan Pangan dan Pemberdayaan Petani Sekitar Hutan.
Forum Penelitian Agro Ekonomi, 29(2) : 83 – 98.

Suryani, Erna dan Ai Dariah. (2012). Peningkatan Produktivitas Tanah melalui Sistem
Agroforestry. Jurnal Sumberdaya Lahan, 6(2) :101-109.

Suryani, Erna & Ai Dariah. 2012. Peningkatan Produktivitas Tanah Melalui Sistem
Agroforestry. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 6 No. 2, : 101-109

16

Anda mungkin juga menyukai