Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KLASIFIKASI DAN POLA KOMBINASI


KOMPONEN AGROFORESTRI
Dosen Pengampu: Ikhsan Gunawan, SP., MMA

Oleh :
Ahmad Arifin (2026075)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT , atas rahmat dan karunia-
Nya yang telah memberikan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul pertanian dan Pangan.
Shalawat dan salam kita hadiahkan kepada sang idola kita nabi besar
Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju alam
yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat ini.
Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini
penulis memohon maaf , dan meminta kritik, saran serta masukan yang bisa
membuat makalah ini menjadi lebih baik .

Pasir Pengaraian, Oktober 2022

Penyusun

2i
DAFTAR ISI

JUDUL ......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ....................................................................................................1
URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN ...................................................................4
RANGKUMAN .......................................................................................................12
TES FORMATIF .....................................................................................................12

3 ii
KLASIFIKASI DAN POLA KOMBINASI, KOMPONEN,
AGROFORESTRY

I. PENDAHULUAN
Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak
masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna,
banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini
bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal
hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah
satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi
masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus
juga untuk mengatasi masalah pangan.
Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian
dan kehutanan, berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem
agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara sederhana,
agroforestri berarti menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingat
bahwa petani atau masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek). Dengan
demikian kajian agroforestri tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan
biofisik saja tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah
dari waktu ke waktu, sehingga agroforestri merupakan cabang ilmu yang dinamis.
Secara umum agroforestri berfungsi protektif (yang lebih mengarah kepada
manfaat biofisik) dan produktif (yang lebih mengarah kepada manfaat ekonomis).
Manfaat agroforestri secara biofisik ini dibagi menjadi dua level yaitu level
bentang lahan atau global dan level plot. Pada level global meliputi fungsi
agroforestri dalam konservasi tanah dan air, cadangan karbon (C stock) di daratan,
mempertahankan keanekaragaman hayati.
Di Indonesia agroforestri sering juga ditawarkan sebagai salah satu sistem
pertanian yang berkelanjutan. Namun dalam pelaksanaannya tidak jarang
mengalami kegagalan, karena pengelolaannya yang kurang tepat. Guna
meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengelola agroforestri, diperlukan
paling tidak tiga ketrampilan utama yaitu: (a) mampu menganalisis permasalahan

1
yang terjadi, (b) merencanakan dan melaksanakan kegiatan agroforestri, (c)
monitoring dan evaluasi kegiatan agroforestri. Namun prakteknya, dengan hanya
memiliki ketiga ketrampilan tersebut di atas masih belum cukup karena
kompleksnya proses yang terjadi dalam sistem agroforestri. Sebelum lebih jauh
melakukan inovasi teknologi mahasiswa perlu memahami potensi dan
permasalahan yang dihadapi oleh praktek agroforestri (diagnosis).

II. URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN


A. LATAR BELAKANG AGROFORESTRY
Indonesia saat ini menjadi pusat perhatian dunia, dikarenakan baik dari
kalangan dalam negeri maupun luar negeri begitu memperhatikan kerusakan
sumber daya alam yang terjadi. Pembalakan liar atau illegal loging sudah
berlangsung secara terus menerus dalam volume yang sangat besar selama
bertahun-tahun dan diyakini telah merusak hutan seluas 10 juta ha bahkan lebih,
serta ditemukannya berbagai permasalahan lainnya seperti kebakaran lahan yang
semakin lama semakin membuat lahan hutan di negeri ini berkurang jumlahnya.
Dengan semakin berkurangnya lahan hutan dikarenakan permasalahan di atas
maupun dikarenakan adanya konversi atau alih fungsi lahan hutan menjadi lahan
pertanian, yang disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan
kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan
bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke
waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversikan. Hal ini
tentu berpengaruh buruk bagi ketersediaan jumlah produksi cadangan pangan.
Mengingat pertambahan penduduk yang kian hari semakin meningkat.
Pertambahan penduduk merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri dan disisi
lain keberadaan lahan tidak mengalami penambahan, sehingga tekanan terhadap
lahan untuk mendukung keperluan manusia semakin tinggi. Kemajuan pada
bidang industri dan perkembangan teknologi juga sudah barang tentu akan
mempengaruhi serta mengurangi jumlah lahan-lahan hutan yang relatif subur
yaitu dengan mengubahnya untuk keperluan dan kebutuhan primer seperti;
pendirian pabrik, sarana dan prasarana dan sebagainya. Oleh karena itu sasaran
utama guna mendukung keperluan manusia, disamping penggunaan lahan hutan

2
untuk produksi cadangan pangan, maka perlu penerapan yang dinamakan dengan
sistem Agroforestri. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan
yang dapat ditawarkan untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas.
Agroforestri merupakan salah satu sistem pengelolaan lahan yang
diyakini dapat menjadi solusi mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih
guna lahan yang mensinergiskan kekuatan kepentingan ekonomi dan sekaligus
ekologi sehingga mempunyai nilai keberlanjutan yang tinggi. Agroforestri di
Indonesia dikenal sebagai ilmu baru tetapi praktik lama. Hal ini dikarenakan
sudah ratusan tahun agroforestri dipraktikkan namun baru sekitar tahun 1970-an
dikembangkan sebagai suatu ilmu. Praktik agroforestri telah dilaksanakan di
berbagai daerah di Indonesia, dengan berbagai karakteristik dan ciri khas
masing-masing.
Menurut Lundgren and Raintree (2010), agroforestri adalah suatu nama
kolektif untuk teknologi dan sistem penggunaan lahan dimana tanaman berkayu
(pohon, semak, palem, bambu dan lainnya) ditanam dengan sengaja pada unit
pengelolaan lahan yang sama dimana tanaman pertanian dan peternakan berada,
didalam bentuk susunan spasial atau sequence temporal. Di dalam sistem
agroforestri terjadi interaksi ekologis dan ekonomis diantara penyusunannya.
Selain itu menurut Nair (2012), agroforestri adalah suatu penggunaan lahan yang
melibatkan secara sengaja“ retention”, pengenalan atau campuran pohon atau
tanaman tahunan berkayu lain di lahan produksi pertanian atau ternak untuk
mendapatkan keuntungan dan resultante interaksi ekologi dan ekonomi.
Selanjutnya dijelaskan oleh Riyah (2012) bahwa, agroforestri ialah salah satu
sistem pengelolaan lahan berkelanjutan untuk meningkatkan produksi secara
total dengan mengkombinasikan antara tanaman kehutanan, tanaman pertanian,
atau ternak secara keseluruhan. Pengelolaan dengan sistem ini menggunakan
tanaman semusim, karena menutut terjadinya perubahan sistem produksi secara
total menjadi sistem monokultur dengan masukan energi, modal, dan tenaga
kerja. Agroforestri mempunyai fungsi ekonomi penting bagi masyarakat
setempat. Peran utama agroforest bukan sebagai penghasil bahan pangan saja,
tetapi juga melainkan sebagai sumber pemasukan uang dan modal.
Dalam penerapan agroforestri di lapang, banyak ditemukan berbagai

3
macam model agroforestry guna mendukung pemanfaatan lahan yang lebih
efektif dan efisien yaitu; perpaduan antara tanaman keras (jangka panjang:
pohon-pohonan) dengan tanaman semusim (pertanian jangka pendek), perpaduan
tanaman utama (sumber pangan, komoditas ekonomi) dengan tanaman
sampingan, perpaduan tanaman penghasil dengan tanaman pendukung (misalnya
kopi, kakao, dengan pohon-pohon peneduhnya), perpaduan tanaman dengan
musim atau umur panen berbeda-beda: padi ladang, mentimun, kopi, damar mata
kucing, durian, perpaduan pengelolaan pohon- pohonan dengan perikanan
(tambak, balong, embung), dikenal juga dengan istilah silvofishery, dan
perpaduan dengan pemeliharaan ternak (silvopasture) atau pemeliharaan lebah:
hutan sebagai penghasil pakan ternak atau lebah, seperti di Sumbawa
(Anonymous, 2015).
Penerapan agroforestri tidak lepas dari peran masyarakat setempat di
sekitar kawasan hutan. Sebab, hasil hutan dapat meningkatkan stabilitas ekonomi
yang mampu menunjang kebutuhan hidup manusia. Dalam agroforestri
pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan untuk optimalisasi fungsi lahan
hutan. Menurut Simon (2001) mengemukakan bahwa, untuk menyelaraskan
sistem pengelolaan hutan dengan kondisi lingkungannya, maka disatu pihak
kepentingan masyarakat harus ditampung dalam kegiatan kehutanan, sedangkan
di lain pihak masyarakat dimanfaatkan untuk membentuk kinerja pengelolaan
hutan yang produktif bagi kepentingan bersama. Dengan kata lain, sistem
pengelolaan hutan perlu disusun sedemikian rupa, sehingga kegiatannya sinergis
dengan potensi masyarakat di sekitar hutan. Lebih lanjut menurut Hariyanto
(2010) bahwa, pemberdayaan masyarakat setempat adalah: upaya untuk
meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk
mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil melalui
pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat setempat.
Mengingat dari permasalahan-permasalahan di atas mengenai lahan hutan
yang semakin berkurang dan pertambahan jumlah penduduk yang semakin
meningkat, selain itu kebutuhan akan bahan pangan yang semakin berkurang
karena banyaknya permintaan dari kebutuhan tersebut, maka harus dibuat

4
ketahanan pangan dengan sistem pengelolaan lahan yaitu agroforestri yang juga
nantinya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ketahanan pangan
secara luas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kecukupan
pangan masyarakat dari waktu ke waktu. Dalam hal ini kecukupan pangan
mencakup segi kuantitas dan kualitas, baik dengan memproduksi sendiri maupun
membeli di pasar. Terwujudnya sistem ketahanan pangan akan tercermin antara
lain dari ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup dan harga yang
terjangkau oleh daya beli masyarakat, serta terwujudnya diversifikasi pangan
baik dari sisi produksi maupun dari sisi konsumsi. Oleh karena itu, pembangunan
di bidang pangan diarahkan pada peningkatan swasembada pangan; tidak hanya
berorientasi pada beras, namun juga jenis-jenis komoditas pangan lainnya,
misalkan palawija, sebagai bahan pangan utama (Suhardi; Sambas; Sri;
Dwidjono; Minarningsih; Agus, 2002).
Dengan berbagai adanya penjelasan dan permasalahan di atas, tujuan dari
penelitian ini yakni bagaimana cara untuk meningkatkan produktivitas lahan
dengan menerapkan sistem pengelolaan agroforestri sebagai acuan untuk
meningkatkan ketahanan pangan serta peningkatan pendapatan masyarakat guna
terwujudnya produksi pangan yang cukup dan kesejahteraan masyarakat yang
lebih baik.

B. KLASIFIKASI AGROFORESTRY

Pengklasifikasian agroforestri dapat didasarkan pada berbagai aspek sesuai


dengan perspektif dan kepentingannya yang akan sangat membantu dalam
menganalisis setiap bentuk implementasi agroforestri yang dijumpai di lapangan
secara lebih mendalam, guna mengoptimalkan fungsi dan manfaatnya bagi
masyarakat atau para pemilik lahan.
1. Klasifikasi Berdasarkan Komponen Penyusunnya
Komponen penyusun utama agroforestri adalah komponen kehutanan (atau
tanaman berkayu/woody plants), pertanian (atau tanaman non-kayu), dan
peternakan (atau binatang ternak/pasture).
a) Agrisilvikultur (Agrisilvicultural systems), sistem agroforestri yang
mengkombinasikan komponen kehutanan dengan komponen pertanian.

5
b) Silvopastura (Silvopastural systems), sistem agroforestri yang meliputi
komponen kehutanan dengan komponen peternakan.
c) Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems), pengkombinasian komponen
kehutanan dengan pertanian sekaligus peternakan pada unit manajemen lahan
yang sama.

2. Klasifikasi Berdasarkan Istilah Teknis Yang Digunakan


Sistem agroforestri, didasarkan pada komposisi biologis serta
pengaturannya, tingkat pengelolaan teknis atau ciri-ciri sosial-ekonominya.
Contoh : agrisilvikultur, silvopastura, agrosilvopastura.
Sub-sistem agroforestri, memiliki ciri-ciri yang lebih rinci dan lingkup
yang lebih mendalam. Contoh: tanaman lorong (alley cropping), tumpangsari dan
lain-lain. Praktek agroforestri, lebih menjurus kepada operasional pengelolaan
lahan yang khas dari agroforestri yang murni didasarkan pada
kepentingan/kebutuhan ataupun juga pengalaman dari petani lokal atau unit
manajemen yang lain yang di dalamnya terdapat komponen-komponen
agroforestri. Teknologi agroforestri, inovasi atau penyempurnaan melalui
intervensi ilmiah terhadap sistem-sistem atau praktek-praktek agroforestri yang
sudah ada untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.

3. Klasifikasi Berdasarkan Masa Perkembangannya


Agroforestri tradisional / klasik (traditional / classical
agroforestry), umumnya tata tanam dan pola tanam tidak teratur. Agroforestri
modern (modern atau introduced agroforestry), umumnya hanya melihat
pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman
sela terpilih dan teratur.

4. Klasifikasi Berdasarkan Zona Agroekologi


Menurut Nair (1989), klasifikasi agroforestri dapat juga ditinjau dari
penyebarannya atau didasarkan pada zona Agroekologi, yaitu:
a) Agroforestri pada di wilayah tropis lembab dataran rendah (lowland
tropical humid tropic);

6
b) Agroforestri pada wilayah tropis lembab dataran tinggi (high-land tropical
humid tropic);
c) Agroforestri pada wilayah sub-tropis lembab dataran rendah (lowland
humid sub-tropic);
d) Agroforestri pada wilayah sub-tropis dataran tinggi (highland humid sub-
tropic).
Didasarkan pada zona klimatis utama di Indonesia, terdapat 5 wilayah
yaitu:
(a) Zona Monsoon (Jawa dan Bali),
(b) Zona Tropis Lembab (Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi),
(c) Zona Kering atau Semi Arid (Nusa Tenggara)
(d) Zona Kepulauan (Kepuluan Maluku),
(e) Zona Pegunungan (Jawa, Sumatera, atau di Papua).

5. Klasifikasi Berdasarkan Orientasi Ekonomi


a. Agroforestri skala subsisten (Subsistence agroforestry), diusahakan oleh
pemilik lahan sebagai upaya mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
b. Agroforestri skala semi-komersial (Semi-commercial agroforestry)
c. Agroforestri skala komersial (Commercial agroforestry), kegiatan
ditekankan untuk memaksimalkan produk utama, yang biasanya hanya
dari satu jenis tanaman saja dalam kombinasi yang dijumpai.

6. Klasifikasi Berdasarkan Sistem Produksi


a. Agroforestri berbasis hutan (Forest Based Agroforestry)
b. Agroforestri berbasis pada pertanian (Farm based Agroforestry)
c. Agroforestri berbasis pada keluarga (Household based Agroforestry)
d. Agroforestri pada tingkat tapak (skala plot)
e. Agroforestri pada tingkat bentang lahan

C. POLA KOMBINASI AGROFORESTRY

1. Kombinasi Karet dan Semangka


Tanaman semangka masa budidaya cukup singkat, dalam waktu 3 bulan

7
tanaman semangka sudah siap dipanen dengan 2 kali pemanenan. Semangka
merupakan tanaman yang memiliki nama latin Citrullus lanatus, tanaman
semangka memiliki rasa yang manis serta kandungan air yang banyak. Dari asal
usulnya, tanaman semangka berasal dari daerah Afrika bagian selatan dan masuk
kedalam family Cucurbitaceae. Adapun gambar kombinasi tanaman karet dan
semangka dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola Kombinasi Agroforestri Karet-Semangka

Ada beberapa tahap yang dilakukan untuk budidaya agroforestri pola


kombinasi karet dan semangka yang meliputi persiapan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran.

2. Kombinasi Karet dan Jagung


Menurut hasil wawancara dengan petani, tanaman jagung memerlukan air
terutama untuk pertumbuhannya, jadi penanaman jagung diawali pada musim
hujan. Karena pada musim hujan tanah menjadi lembab sehingga tanaman tidak
kekurangan air.

Gambar 2. Pola Kombinasi Agroforestri Karet-Jagung

Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam budidaya jagung meliputi


persiapan lahan, penanaman, perawatan, pemanenan dan pemasaran. Penanaman

8
jagung yang diterapkan petani dengan cara ditugal dengan pola tanaman secara
tumpangsari. Membuat lubang sedalam 2-3 cm kemudian masukan 2 butir benih
jagung setiap lubangnya. Setelah itu masukkan tanah dan kompos kemudian siram
agar kelembaban tanah terjaga. Adapun proses pemasaran berlangsung dari petani
ke tengkulak atau ke petani langsung dan tengkulak menjual ke konsumen.

3. Kombinasi Karet dan Lombok


Ada beberapa tahap yang dilakukan untuk budidaya agroforestri pola
kombinasi karet dan lombok yang meliputi persiapan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. Untuk persiapan lahan
budidaya lombok, tanah tersebut pertama- tama digemburkan terlebih dahulu
menggunakan traktor. Setelah tanah digemburkan, tanah tersebut dibuat bedengan
kemudian ditaburkan pupuk kandang dan pupuk NPK. Selanjutnya dilakukan
pengadukan bedengan agar pupuk yang sudah diberikan bercampur rata dengan
tanah. Selanjutnya bedengan dipasang plastik mulsa sekaligus membuat lubang
tanam Tanaman lombok mulai bias dipanen setelah berumur sekitar ±70 hari hasi
setelah penanaman. Cara pemanenan dilakukan pada pagi hari dan pada saat
pemetikan lombok, pada saat pemanenan lombok agar tidak telalu tua dengan
tingkat kemasakan 80-90%. Hasil produksi tanaman jagung pada luas lahan 200
m2 yaitu 300 kg, dengan harga jual lombok dari petani ke konsumen sebesar Rp.
30.000,-.

Gambar 3. Pola Kombinsi Agroforestri Karet-Lombok

4. Pertumbuhan Tanaman Karet


Pengukuran pertumbuhan karet pada tanaman agroforestri karet meliputi 3
pola kombinasi yaitu tanaman karet-semangka, tanaman karet-jagung dan
tanaman karet-lombok. Parameter yang diukur meliputi pengukuran diameter,

9
pengukuran tinggi dan perhitungan jumlah daun.

5. Pertumbuhan Tanaman Karet dengan Semangka


Pertambahan diameter tanaman karet pada plot ukur 20x20 dari hasil
pengukuran tidak terlalu banyak mengalami pertambahan. Pertambahan diameter
tertinggi yaitu 1,80 cm sedangkan pertambahan diameter terendah yaitu 0,40 cm
dimana rata-rata diameter dari 40 tanaman yang diukur 1,26 cm dan rata-rata
pertambahan diameter 0,23 cm. Sedangkan pertambahan tinggi tanaman karet
untuk semua pengukuran cenderung sangat cepat. Pada setiap pengkuran per 10
hari, pertambahan tinggi tanaman karet menunjukkan pertambahan yang
mencolok besar, hal ini terlihat dari data hasil penelitian dan laju rata-rata per 10
hari pengamatan. Pertambahan tinggi tertinggi yaitu 199 cm sedangkan
pertambahan tinggi terendah yaitu 120 cm. Rata-rata tinggi karet yaitu 159, 95 cm
dengan rata-rata penambahan tinggi 19, 99 cm. Kecepatan tinggi tanaman
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu tingkat kesuburan tanah dan tingkat
kebersihan lahan dari gulma.Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka
kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu
pula dengan seringnya frekuensi pemupukan pada tanama tumpangsari, maka
kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Pertambahan tinggi tanaman karet
pada plot ukur 20x20 meter dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Tinggi Pola Kombinasi Agroforestri Karet-


Semangka.

Pertambahan jumlah daun karet tertinggi yaitu 126 helai sedangkan


pertambahan jumlah daun terendah yaitu 39 helai daun. Rata-rata pertambahan
jumlah daun tanaman karet 80 helai daun sedangkan rata-rata jumlah daun setiap
tanaman sebanyak 131 helai daun.

Secara sederhana agroforestri merupakan pengkombinasian komponen

10
tanaman berkayu (woody plants)/kehutanan (baik berupa pohon, perdu, palem-
paleman, bambu, dan tanaman berkayu lainnya) dengan tanaman pertanian
(tanaman semusim) dan/atau hewan (peternakan), baik secara tata waktu
(temporal arrangement) ataupun secara tata ruang (spatial arrangement).
Menurut von Maydell (1985), kombinasi yang ideal terjadi bila seluruh
komponen agroforestri secara terus menerus berada pada lahan yang sama. Akan
tetapi secara alami (atau seringkali atas dasar alasan ekonomi), kombinasi
komponen berkaitan erat dengan dinamika dari keseimbangan perubahan musim
sesuai dengan ritme tahunan, suksesi tertentu akibat dari gangguan atau perlakuan
manusia secara periodik atau sporadik. Sebagai contoh telah dikemukakan, bahwa
satwa-satwa liar yang berperan pada proses regenerasi dan penyebaran kebun
hutan tradisional tidak berada sepanjang waktu dalam sistem, tetapi sebagian ada
yang bersifat musiman (saat musim buah).

Pengkombinasian berbagai komponen dalam sistem agroforestri


menghasilkan berbagai reaksi, yang masing-masing atau bahkan sekaligus dapat
dijumpai pada satu unit manajemen, yaitu persaingan, melengkapi, dan
ketergantungan (von Maydell, 1987).
1. Persaingan (competition)
Pohon-pohon dan perdu, tanaman pertanian dan binatang bersaing
satu sama lain guna memperoleh cahaya, air, hara, ruang hidup, input
kerja, lahan, kapital dan lain sebagainya. Persaingan ini tidak dapat
dideteksi secara langsung, namun dapat diduga secara tidak
langsung. Misalnya, tanaman tertentu menjadi perantara parasit bagi
tanaman lain, pohon sebagai tempat sarang burung-burung yang
dapat mengakibatkan berkurangnya panen tanaman padi- padian, dll.
Tidak jarang persaingan justru diharapkan misalnya berkurangnya
gulma rumput-rumputan akibat terlindung tajuk pohon.

2. Melengkapi (complementary)
Reaksi saling melengkapi ini dapat secara waktu, ruang ataupun
kuantitatif. Secara waktu, misalnya ketersediaan daun-daunan lebar
atau buah-buahan sebagai makanan ternak pada musim-musim di

11
mana rumput tidak tersedia (misal Acacia albida di Afrika). Secara
ruang, misalnya pemanfaatan keseluruhan biotop atau produksi
secara lebih baik melalui dua strata atau lebih sekaligus. Secara
kuantitatif, misalnya produk sejenis yang diperoleh dari satu lahan
secara bersamaan, antara lain protein nabati dan hewani.

3. Ketergantungan (dependency)
Beberapa jamur hanya dapat tumbuh pada pohon-pohon tertentu.
Jenis-jenis binatang tertentu juga hanya dapat hidup pada padang
pengembalaan. Di Afrika, telah dikenal bahwa sistem akan rusak
apabila tidak ada keseimbangan antara jenis binatang pemakan
rerumputan panjang dan pendek. Binatang pemakan rumput pendek
hanya mau mendekati makanannya, bila rumput tidak terlampau
tinggi.

5. SUMBER

Akiefnawati,Ratna. 2013. Kebun Karet Agroforestri Sebagai Penyangga Hutan.


Bogor

De Foresta H, Kusworo A, Michon G dan WA Djatmiko. 2000. Ketika Kebun


Berupa Hutan

Fahrizal Y, Hafizianor,Gunawansyah. 2011. Analisis Biaya Dan Pendapatan


Petani Karet Di Desa Mantimin Kecamatan Batumandi Kabupaten
Balangan Kalimantan Selatan.

Fauzi H. 2010. Kehutanan Masyarakat Teori Dan Implementasi.


Banjarmasin. Hafizianor,2002. Pengelolaan Dukuh Ditinjau Dari
Perspektif Sosial Ekonomi Budaya dan

Lingkungan: Studi Kasus di Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar


Provinsi Kalimantan Selatan.

12
6. TES FORMATIF
ESAI

1. Sebutkan nilai pembangunan apa saja yang terkandung dalam pemanfaatan


hutan tropis di Indonesia?

Jawaban : Nilai sosial, nilai ekologis atau lingkungan, dan nilai ekonomis

2. Sebutkan 3 kelompok hasil nabati yang dihasilkan dari pemanfaatan


hutan?

Jawaban : kelompok rotan, kelompok bamboo dan kelompok bahan


ekstraktif

3. Mengapa hutan juga bisa dijadikan sarana olahraga dan ekowisata?

Jawaban : Karena kondisi lingkungan hutan dan kawasan sekitarnya yang


sejuk dengan pemandangan alam yang indah menjadikan hutan sebagai
salah satu wisata untuk dikunjungi, lalu hutan juga sangat cocok
digunakan bagi yang akan berolahraga mendaki ataupun hanya tracking
disekitarnya.

4. Apa yang dimaksud dengan fungsi intangible dan sebutkan contohnya?

Jawaban : intangible merupakan manfaat tidak langsung dari hutan, contoh


nya adalah sebagai pengatur tata air, rekreasi, pendidikan dan lainnya.

5. Sebutkan tiga dampak dari ngonkonversi hutan menjadi lahan non hutan?

Jawaban :

a. Pembukaan hutan akan mengakibatkan berkurangnya jumlah individu


pohon pada jenis tertentu sehingga akan mempengaruhi struktur dan
komposisi jenis-jenis yang bersangkutan dalam hutan tersebut.
b. Jenis tumbuhan parasit yang menempel pada pohon hutan seperti
benalu juga akan mati pada saat pohon di tebang.
c. Jenis jenis liana seperti rotan dan jenis tumbuhan yang memanjat
lainnya juga akan mengalami gangguan pada saat pohon ditebang dan
akan mati pada saat pembersihan lahan untuk lokasi transmigrasi.

13
6. Apa sebenarnya sejarah / penyebab utama terjadinya kebakaran hutan?

Jawaban : Faktor penyebab timbulnya kebakaran hutan adalah


kesengajaan, kelalaian dan pengaruh alam. Manusia sengaja membakar
hutan dengan tujuan antara lain memperoleh lahan hutan bagi perladangan
memanfaatkan abu serasahnya untuk memupuk tanah garapan,
memperoleh tunas atau rumput muda untuk makanan ternak dan lainnya.

7. Sebutkan 2 pengaruh terhadap tanah setelah terjadinya kebakaran hutan


yang terjadi ?

Jawaban :

a. Pengaruh pengikisan, jika vegetasi dibakar dini tanahnya akan gundul


untuk waktu yang jauh lebih lama sebelum turun hujan dan mungkin
akan terjadi pengikisan.
b. Pengaruh lain kebakaran pada tanah, kebakaran yang terjadi pada
tanah akan mengurangi kandungan humus pada lapisan tanah.

8. Mengapa pada daerah tropis seperti Indonesia kebakaran jarang terjadi


karena penyebab / kebakaran secara alami?

Jawaban : Karena pada daerah tropis cahaya matahari tidak merupakan


penyebab timbulnya kebakaran alami dihutan; ini disebabkan oleh sering
terjadinya hujan lebat disertai badai. Kuantifikasi intensitas cahaya tinggi
didaerah tropis, namun penetrasi cahaya matahari ke lantai hutan lebih
rendah dibandingkan dengan daerah beriklim sedang. Karena itu,
kebakaran hutan di daerah tropis kebanyakan disebabkan oleh perbuatan
manusia. Sumber api lain yang dapat menimbulkan kebakaran alamiah
adalah gunung berapi.

9. Sebutkan 3 faktor yang menjadi sumber terjadinya pembalakan liar

Jawaban :

14
a. Kesenjangan suplai dan tersedianya bahan baku industri, permintaan
terhadap kayu yang tinggi akan mendorong terjadinya tindakan
kriminal tersebut.
b. Bertambahnya jumlah penduduk yang sangat pesat dan berkurangnya
lahan pertanian sehingga pembalakan pun dilakukan.
c. Lemahnya kesadaran masyarakat terhadap fungsi hutan dan
kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan masyarakat mudah
melakukan perusakan hutan.
10. Sebutkan 5 faktor yang menyebabkan kerusakan hutan di Indonesia,
kecuali?

Jawaban :

a. Meluasnya lahan pertanian


b. Pengembalaan yang berlebihan
c. Pengumpulan kayu bakar
d. Penghijauan kembali
e. Pembangunan infrastruktur dan industry

OBJEKTIF
1. Pertanian Modern bercirikan :
A. Menggunakan bibit hibrida
B. Menggunakan Pupuk kimia dosis sesuai kebutuhan tanaman
C. Menggunakan herbisida/insektisida maksimal
D. Pengolahan tanah intensif
E. Semua dilakukan
2. Adapun ciri pertanian sehat adalah
A. Sehat produknya, pemasarannya, dan lingkungannya.
B. Sehat petaninya, ekonominya, dan lingkungannya
C. Sehat produknya, ekonominya, dan lingkungannya.
D. Sehat petaninya, ekonominya, modalnya.
E. Sehat produknya, petaninya, dan lingkungannya

15
3. Di dalam analisis kondisi bentang alam (lanskap), tumbuhan alami sering
kali dijadikan tolok ukur dikarenakan:
A. Mencerminkan kondisi tanah, hidrologi, sosial-ekonomi masyarakat.
B. Mencerminkan kondisi tanah, hidrologi, iklim, produktivitas
C. Mencerminkan kondisi lingkungan, sosial ekonomi.
D. Mencerminkan kondisi sistem pemilikan lahan.
E. Mencerminkan kondisi tutupan lahan.
4. Dalam melakukan analisis tutupan lahan pada suatu bentang lahan
(lansekap), analisis data spasial sering kali dilakukan dengan
menggunakan citra, dikarenakan:
A. Citra memuat unsur alami yang lengkap
B. Citra memuat unsur alami dan buatan manusia yang lengkap
C. Citra mencakup kawasan yang luas dan mudah didapatkan
D. Jenis tutupan lahan mudah dikenal dari rona dan bentuknya.
E. Jenis tutupan lahan mudah dikenal dari bentuknya.
5. Yang dimaksud dengan daya dukung (agroekosistem/lahan) adalah berikut
ini kecuali :
A. Kemampuan suatu habitat untuk mendukung sejumlah individu
B. Konsep dasar dalam pengelolaan lanskap dan sumberdaya alam yang
merupakan batas penggunaan suatu area yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor alami untuk daya tahan terhadap lingkungan
C. Kemampuan faktor lingkungan biologi yang mendukung suatu
agroekosistem
D. Sejumlah manfaat sumberdaya dalam suatu area dalam periode waktu
tertentu dan menyediakan kepuasan yang paling layak bagi pengguna
E. Kemampuan faktor biotis dan abiotis lingkungan dalam mendukung
suatu agroekosistem
6. Berikut adalah faktor-faktor yang berpengaruh pada kapasitas optimum
daya dukung lanskap, kecuali :
A. Tingkah laku manusia
B. Faktor lingkungan itu sendiri spt topographi, kesuburan tanah.
C. Pemupukan

16
D. Varietas
E. Harga komoditi
7. Berikut adalah pilar-pilar yang menentukan Sistem Pertanian Berlanjut
kecuali :
A. Lingkungan – ekonomi – sosial
B. Sosial – politik – lingkungan
C. Kualitas hidup – ekonomi – lingkungan
D. Lingkungan – sosial – ekonomi
E. Ekonomi – kualitas hidup – lingkungan
8. Peningkatan produksi pertanian dalam rangka mencukupi kebutuhan
pangan dilaksanakan melalui
program berikut ini, kecuali :
A. Revitalisasi
B. Ekstensifikasi
C. Intensifikasi
D. Mekanisasi
E. Rehabilitasi
9. Dampak negatif Intensifikasi Pertanian adalah berikut ini kecuali:
A. Penurunan keragaman hayati
B. Penurunan produksi protein
C. Penurunan kualitas produksi
D. Penurunan ketahanan varietas pada hama dan penyakit
E. Ketergantungan pada pupuk
10. Satu diantara beberapa konsep intensifikasi pertanian yang sesuai dengan
tujuan pertanian berlanjut
adalah:
A. Eksploitasi lahan secara besar-besaran melalui pengolahan tanah
maksimum agar diperoleh hasil panen maksimum.
B. Pemupukan rendah residu melalui pemupukan yang sesuai dengan
jenis, takaran, waktu dan cara pemupukan.
C. Pengendalian hama penyakit dengan metode kimiawi agar pemulihan
tanaman dapat segera terjadi dan hasil panen tetap terjaga

17
D. Menyelamatkan lahan dari kekuatan erosi dan limpasan permukaan
E. Irigasi lahan untuk menjaga kelembaban tanah tetap tinggi

18

Anda mungkin juga menyukai