Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH AGROFORESTRI

Hubungan Antara Agroforestri dengan Pertanian Berkelanjutan

Disusun Oleh :

Rulia Alda Firadila

C1051201019

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TANJUNG PURA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hubungan Antara Agroforestri
dengan Pertanian Berkelanjutan” yang ditujukan memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Agroforestri.

Makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai hubungan
antara agroforestri dengan pertanian berkelanjutan.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini saya
mohon maaf yang sebesar-besarnya. saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
khususnya kepada dosen pengampu mata kuliah Agroforestri yang telah membimbing dalam
menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................................2


DAFTAR ISI ..........................................................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................4
1. Latar Belakang...........................................................................................................................4
2. Rumusan Masalah .....................................................................................................................6
3. Tujuan .........................................................................................................................................6
BAB II .....................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN .....................................................................................................................................7
1. Fungsi Agroforestri ...................................................................................................................7
2. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dengan Sistem Agroforestry ................................8
3. Keuntungan dan Kelemahan Agroforestri ..............................................................................9
BAB III .................................................................................................................................................12
PENUTUP ............................................................................................................................................12
1. Kesimpulan ...............................................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Agroforestri merupakan suatu sistem yang mengkombinasikan antara


komponen hutan dengan komponen pertanian. Sehingga akan menghasilkan suatu
bentuk pelestarian alam yang dapat memberikan nilai ekonomi bagi pelakunya serta
juga dapat digunakan untuk pelestarian alam. Agroforestri merupakan ilmu baru
dengan teknik lama, maksudnya bahwa sebenarnya agroforestri sudah diaplikasikan
oleh masyarakat pada jaman dahulu dan sekarang tehnik ini digunakan kembali, karena
dirasa sangat bermanfaat bagi alam dan masyarakat sekarang.
Agroforestri pada dasarnya adalah pola penanaman yang memanfaatkan sinar
matahari dan tanah yang berlapis lapis untuk meningkatkan produktivitas lahan. Pola
tanam agroforestri sendiri tidak sekedar untuk meningkatkan produktivitas lahan, tetapi
juga melindungi lahan dari kerusakan dan mencegah penurunan kesuburan tanah
melalui mekanisme alami. Tanaman berkayu yang berumur panjang diharapkan mampu
memompa zat-zat hara (nutrient) di lapisan tanah yang dalam, kemudian ditransfer ke
permukaan tanah melalui luruhnya biomassa. Mekanisme alami ini menyerupai
ekosistem hutan alam, yakni tanpa input dari luar, ekosistem mampu memelihara
kelestarian produksi dalam jangka panjang (Fitriani, 2011)
Realitas kegiatan pengelolaan usahatani saat ini lebih berorientasi pada
pertumbuhan dan peningkatan ekonomi masyarakat saja. Sehingga usaha
meningkatkan perekonomian benar-benar dilakukan sampai membuka hutan
(deforestrasi) seluas-luasnya tanpa memperhatikan dampak dari hal tersebut. Menurut
Rianti dan Winarto (2011), deforestasi diduga menjadi salah satu penyumbang emisi
karbondioksida terbesar di dunia. Berkurangnya luas tutupan hutan dan meningkatnya
aktifitas manusia menyebabkanemisi CO2 di permukaan bumi yang terperangkap
dalam atmosfer semakin besar jumlahnyasehingga memicu terjadinya pemanasan
global. Solusi untuk mengembalikan fungsi hutan seperti sediakala adalah reboisasi
atau penanaman hutan kembali. Namun, penanaman.
hutan kembali hanya akan mengembalikan fungsi hutan saja. Oleh karena itu
diperlukan suatu pola penggunaan lahan yang tidak hanya dapatmembangun hutan
namun juga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi petani dan masyarakat
disekitarnya.
Melalui pola tanam agroforesti, dapat memberikan fungsi bagi hutan juga bagi
petani dan masyarakat disekitarnya, karena perpaduan antara tanaman pertanian dan
tanaman kehutanan.
Dalam pengembangan agroforestri tidak hanya terfokus padateknik dan biofisik
saja akan tetapi kebijakan pemerintah yang dibuat sebagaiaturan dalam penggunaan
sistem agroforestri juga sangat menentukanperkembangan agroforestri
selanjutnya.Agroforestri juga dapat diartikan sebagai sistem pertanian terpadu karena
sistem ini memiliki beberapa kombinasi antara lain (Hairiah et al., (2003): 1)
Agrisilvikultur yakni kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan
(pepohonan, perdu, palem, bambu, dll.) dengan komponen pertanian, 2) Agropastura
yakni kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan komponen
peternakan, 3) Silvopastura yakni kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan
dengan peternakan, 4) Agrosilvopastura, yakni kombinasi antara komponen atau
kegiatan pertanian dengan kehutanan dan peternakan/hewan. Berdasarkan uraian di
atas, maka penulisan ini bertujuan untuk mengkaji fungsi agroforestri sebagai solusi
pertanian berkelanjutan.
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber
daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat
diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian dengan
menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang
dimaksud meliputi: penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta
lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah
pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan dan dapat
meningkatkan kualitas hidup petani dan masyarakat secara keseluruhan (Mac Rae et al.
1989; Hudson dan Harsch 1991; Kasumbogo Untung 1997). Dalam Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan yang
merupakan pengganti Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman, dijelaskan bahwa sistem pembangunan berkelanjutan perlu
ditumbuh- kembangkan dalam pembangunan di bidang pertanian melalui sistem
budidaya pertanian untuk mencapai kedaulatan pangan dengan memperhatikan daya
dukung ekosistem, mitigasi, dan adaptasi perubahan iklim guna mewujudkan sistem
pertanian yang maju, efisien, tangguh, dan berkelanjutan. Definisi pertanian
berkelanjutan untuk Indonesia disarankan sebagai usaha pertanian yang mampu
memberikan hasil panen secara optimal dari segi kuantitas dan kualitas, disertai upaya
pelestarian mutu sumber daya pertanian dan lingkungan agar sumberdaya pertanian
tetap produktif dan mutu lingkungan terjaga bagi kehidupan generasi mendatang.
Konsep pertanian berkelanjutan yang mulai dikembangkan sejak ditengarai
adanya kemerosotan produktivitas pertanian (levelling off) akibat green revolution. Di
balik kesuksesan program Green revolution yang mampu meningkatkan produktivitas
hasil panen biji-bijian yang menakjubkan, ada sisi-sisi buruk yang ditinggalkan,
misalnya erosi tanah yang berat, punahnya keanekaragaman hayati, pencemaran air,
bahaya residu bahan kimia pada hasil-hasil pertanian, dan lain-lain. Persoalan lain yang
sering dihadapi dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan adalah adanya tarik-
menarik antar berbagai kepentingan pembangunan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pertanian berkelanjutan antara lain faktor sosial, ekonomi,
dan kelembagaan, faktor pilihan teknis konservasi yang tepat, sesuai dengan latar
belakang sosial, ekonomi, budaya masyarakat dan faktor perubahan teknologi. Upaya
untuk menyelaraskan berbagai aspek kepentingan dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan merupakan tantangan dalam mewujudkan Melihat kompleksitas masalah
yang terjadi di sektor pertanian maka di butuhkan sebuah model pertanian yang dapat
diterapkan untuk mendukung tercapainya pertanian berkelanjutan di Indonesia seperti
agroforestri.

2. Rumusan Masalah
1. Apa Fungsi Agroforestri ?
2. Bagaimana pembangunan pertanian berkelanjutan dengan sistem agroforestri ?
3. Apa keuntungan dan kelemahan agroforestri ?

3. Tujuan
1. Untuk mengetahui fungsi agroforestri
2. Mengetahui pembangunan pertanian berkelanjutan dengan sistem agroforestri
3. Mengetahui keuntungan dan kelemahan agroforestry
BAB II

PEMBAHASAN

1. Fungsi Agroforestri

Agroforestry mempunyai fungsi ekonomi penting bagi masyarakat setempat


sehingga peran utama agroforestry bukan hanya produksi bahan pangan, melainkan
sebagai sumber penghasil pemasukan uang dan modal. Bahkan produksi dari
agroforestry sering menjadi satu-satunya sumber uang tunai bagi keluarga
petani. Menurut De Foresta et al. (2000), agroforestry memasok 50 – 80% dari hasil
pertanian di pedesaan melalui produksi langsung dan kegiatan lain yang berhubungan
dengan pengumpulan, pemrosesan, dan pemasaran hasilnya.
Pendapatan dari sistem agroforestry umumnya dapat menutupi kebutuhan
sehari-hari dari hasil yang dapat dipanen secara teratur. Selain itu, agroforestry dapat
membantu menutupi pengeluaran tahunan dari hasil-hasil yang dapat dipanen secara
musiman seperti buah-buahan, cengkeh, dan pala. Komoditi lainnya seperti kayu juga
dapat menjadi sumber uang yang cukup besar meskipun tidak tetap dan dapat dianggap
sebagai cadangan tabungan untuk kebutuhan mendesak. Meskipun tidak
memungkinkan akumulasi modal secara cepat dalam bentuk aset-aset yang dapat segera
diuangkan, namun diversifikasi tanaman merupakan jaminan petani terhadap ancaman
kegagalan panen salah satu jenis tanaman atau resiko perkembangan pasar yang sulit
diperkirakan. Jika terjadi kemerosotan harga satu komoditi, maka dapat dengan mudah
diterlantarkan hingga suatu saat pemanfaatannya kembali menguntungkan. Proses
tersebut tidak mengakibatkan gangguan ekologi terhadap sistem ini, bahkan komoditi
tersebut akan tetap hidup dalam struktur kebun dan siap untuk kembali dipanen
sewaktu-waktu. Sementara komoditi lainnya tetap akan ada yang dapat dipanen,
bahkan komoditi baru dapat diintroduksi tanpa merombak sistem produksi yang ada.
Adanya interaksi pohon dan tanaman dalam sistem agroforestry
akan memperbaiki produktivitas lahan atau pengendali issu lingkungan maupun
issu sosial guna mengoptimalkan keuntungan produk dan lingkungan. Selanjutnya
manfaat agroforestry lainnya adalah untuk meningkatkan produksi tanaman,
diversifikasi produk dan pendapatan petani, meningkatkan kualitas tanah dan air,
menekan erosi dan bahaya banjir, mempertahankan habitat satwa liar dan menciptakan
keragaman hayati serta mengurangiinput eksternal seperti pupuk dan pestisida.
Berbagai bentuk sistem agroforestry yang pada dasarnya dapat melindungi tanah dari
ancaman erosi pada lahan berlereng dan/atau memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah
dengan cara : (1) menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh
dan aliran air di atas permukaan tanah. Hal ini menyebabkan berkurangnya kekuatan
dispersi air hujan, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan, (2) menambah
bahan organik tanah melalui ranting- ranting mati dan daun-daun yang jatuh serta hasil
pangkasan. Hal ini akan meningkatkan ketahanan struktur tanah dan kemampuan tanah
untuk menyerap dan menahan air hujan yang jatuh, serta menambah unsur hara dalam
tanah.
2. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dengan Sistem Agroforestry

Pertanian berkelanjutan adalah suatu bentuk pengelolaan lahan yang


dapat menjamin kelestarian sumberdaya lahan dan sekaligus dapat memenuhi
kebutuhan ekonomi secara layak dan terus-menerus serta penerapan agroteknologi
yang sesuai dengan sosial budaya masyarakatnya (Sinukaban, 1999).
Sistem agroforestry merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan secara optimal
pada suatu tapak, yang mengusahakan produksi biologis berdaur pendek dan berdaur
panjang (komoditi pertanian dan kehutanan) berdasarkan kelestarian dan untuk
kesejahteraan masyarakat, baik diusahakan secara serentak maupun berurutan sehingga
membentuk tajuk berlapis-lapis (Satjapradja, 1981).
Untuk tujuan pertanian berkelanjutan, rehabilitasi lahan dan
tindakan konservasi tanah dan air merupakan usaha paling penting mendapat
perhatian. Salah satu tindakan konservasi tanah yang dianggap sangat penting
adalah pengembalian bahan organik ke dalam tanah sebanyak mungkin, baik
sisa tanaman sebagai mulsa dan pupuk hijau, maupun sisa kotoran hewan
sebagai pupuk kandang. Copley et al. (1944 dalam Arsyad, 2000)
menyebutkan bahwa diperlukan sedikitnya 18 ton/ha/th pupuk kandang untuk
mempertahankan kesuburan tanah serta mengurangi limpasan permukaan dan erosi
ketingkat yang diperbolehkan, disamping perbaikan kimiawi dan biologis tanah.
Pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah telah banyak diketahui bahwa
secara fisik dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air, merangsang
granulasi, memantapkan agregat tanah, menurunkan kohesi, plastisitas dan menekan
sifat-sifat buruk lainnya. Terhadap sifat kimia tanah, bahan organik dapat
meningkatkan kapasitas tukar kation, pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral tanah
oleh asam-asam organik dan anorganik, serta dapat menambah kandungan hara di
dalam tanah terutama Nitrogen dan Posfor. Bahan organik juga dapat meningkatkan
jumlah dan aktivitas metabolik organisme yang pada hakekatnya sangat membantu
peningkatan produktivitas tanah. Akan tetapi, ketersediaan sumber bahan organik
masih merupakan kendala utama, sedangkan pupuk kandang yang demikian besar
diperlukan per satuan luas per tahun bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Sistem
agroforestry adalah alternatif lain dalam memanfaatkan lahan menjadi lebih produktif
yang merupakan teknik manajemen lahan dengan memadukan tanaman hutan dengan
tanaman pertanian atau tanaman pakan ternak (jenis legum) yang dapat menghasilkan
bahan organik tinggi dalam satu unit lahan. Pemeliharaan ternak juga merupakan salah
satu komponen sistem agroforestry yang dapat mendukung penggunaan lahan secara
lestari (Narain and Grewal, 1994 dalam Marwah, 2008). Peranan sistem agroforestry
sebagai tindakan konservasi tanah untuk menghindari dan mengatasi masalah degradasi
lahan serta mencapai penggunaan lahan yang berkelanjutan telah diterima secara
luas. Sistem agroforestry menggabungkan ilmu kehutanan dan agronomi untuk
menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian lingkungan
karena di dalamnya terdapat tanaman pertanian yang bernilai komersial, seperti
rempah-rempah dan kopi tetapi juga berpeluang bagi tanaman pangan. Dengan
kombinasi pohon, perdu dan tanaman semusim, akan dapat memelihara kestabilan
struktur tanah melalui sistem perakarannya serta tanah menjadi produktif
secara berkelanjutan (De Foresta et al., 2000 dalam Marwah, 2008)
3. Keuntungan dan Kelemahan Agroforestri

Keuntungan secara ekologis menurut De Foresta et al. (2000) dalam Marwah


(2008), terdiri atas : (1) pengurangan tekanan terhadap hutan, terutama hutan lindung
dan suaka alam ; (2) lebih efisien dalam siklus hara, terutama pemindahan hara dari
kedalaman solum tanah ke lapisan permukaan oleh sistem perakaran tanaman
pepohonan yang dalam; (3) penurunan dan pengendalian limpasan permukaan,
pencucian hara, dan erosi tanah; (4) iklim mikro terpelihara dengan baik seperti
terkendalinya temperatur tanah lapisan atas, pengurangan evaporasi dan terpeliharanya
kelembaban tanah oleh pengaruh tajuk dan mulsa sisa tanaman; (5) sistem ekologis
terpelihara secara baik dengan terciptanya kondisi yang menguntungkan dari populasi
dan aktifitas mikroorganisme tanah; (6) penambahan hara tanah melalui dekomposisi
bahan organik sisa tanaman dan atau hewan; dan (7) struktur tanah terpelihara akibat
siklus yang konstan dari bahan organik sisa tanaman dan hewan. Selanjutnya dikatakan
bahwa secara ekonomi, sistem agroforestry sangat menguntungkan terutama dalam
beberapa hal antara lain : (1) peningkatan keluaran dalam arti produk yang diperoleh
lebih bervariasi berupa pangan, pakan, serat, kayu, bahan bakar, pupuk hijau dan atau
pupuk kandang; (2) memperkecil kegagalan panen akibat kegagalan dari salah satu
jenis tanaman atau resiko perkembangan pasar yang sulit diperkirakan; (3) pendapatan
petani terjamin dan berkelanjutan, seperti hasil kayu dapat menjadi sumber uang yang
cukup besar dan dapat dianggap sebagai cadangan tabungan untuk kebutuhan
mendesak.
Keuntungan secara sosial penerapan sistem agroforestry adalah : (1)
dapat memenuhi standar kehidupan layak bagi masyarakat petani di pedesaan secara
berkelanjutan; (2) Sumber pangan dan tingkat kesehatan masyarakat yang lebih baik
dapat terpelihara karena peningkatan kualitas dan keragaman produk pangan, gizi dan
papan; dan (3) terjaminnya stabilitas kelompok masyarakat petani lahan kering
sehingga dapat mengurangi dampak negatif urbanisasi (Chundawat dan Gautam,
1993dalam Marwah, 2008). Selain kelebihan-kelebihan tesebut di atas, sistem
agroforestry juga memiliki kekurangan-kekurangan, baik secara ekologis maupun
secara sosial-ekonomi (Chundawat dan Gautam, 1993 dalam Marwah,
2008). Kelemahan dari aspek lingkungan atau ekologis antara lain : (1) kemungkinan
terjadinya persaingan cahaya, air dan hara antara tanaman pohon (hutan) dengan
tanaman pertanian/pangan dan pakan; (2) kemungkinan terjadinya kerusakan tanaman
pangan atau anakan pohon pada saat panen kayu (penebangan) dari sistem
agroforestry; (3) tanaman pohon secara potensial dapat menjadi inang bagi hama dan
penyakit bagi tanaman pertanian; dan (4) tanaman pohon memiliki regenerasi relarif
lama yang menyebabkan lahan pertanian menjadi sempit. Kelemahan dari aspek
sosial-ekonomi antara lain : (1) terbatasnya penunjang kelembagaan baik berupa
organisasi pemerintah dan masyarakat maupun berupa aturan, hukum dan perundang-
undangan yang mengatur secara khusus atau insentif dan disinsentif dalam
pengembangan sistem agroforestry; (2) Belum ada jaminan pasar dari produk-produk
tertentu yang bersumber dari sistem agroforestry; (3) memerlukan waktu yang cukup
lama untuk menunggu masa panen tanaman pohon yang dapat mengurangi produksi
sistem agroforestry tersebut; (4) sistem agroforestry diakui lebih kompleks sehingga
diperlukan pengetahuan dan keterampilan petani dalam penerapannya dibandingakan
pada sistem pertanian monokultur seperti pemilihan jenis-jenis tanaman, penempatan
antar jenis, dan jarak tanam yang tepat; (5) keengganan sebagian besar petani untuk
menggantikan tanaman pertanian/pangan dengan tanaman pohon yang bernilai
ekonomis atau sebaliknya
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah agroforestry merupakan suatu sistem


penggunaan lahan yang tepat untuk mendukung pertanian berkelanjutan tersebut
karena disamping memiliki konstribusi produksi yang nyata dan beragam, juga
fungsi konservasi terhadap lingkungan dan keadaan sosial sehingga menjamin
ekonomi yang lebih luas dan keamanan pangan yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Reijntjes, C., B. Havercort and A. Water Bayer. 1999. Pertanian Masa


Depan, Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar
Rendah. Kanisius, Jogjakarta.
Rouf, A. 2005. Penggunaan lahan optimal dengan sistem agroforestri di daerah
penyangga Taman Nasional Gunung Leuser, Studi Kasus di Kabupaten
Langkat, Sumatera Utara. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian Agrisol (4):1.
Satjapradja, O. 1981. Agroforestry di Indonesia: Pengertian dan
implementasinya. Prosiding Seminar Agroforestry dan Pengendalian
Perladangan. Jakarta 19 -21 November 1981. Badan Litbang
Pertanian. Jakarta, hal: 68-76.

Anda mungkin juga menyukai