Anda di halaman 1dari 11

Tugas Makalah

pengantar ilmu pertanian

Pembangunan Pertanian berwawasan Lingkungan

Di

Oleh : Lenny

Nim : 4520033026

Prodi : Agribisnis

Dosen : Dosen Ir.Baharuddin.M.Si.Ph.D


Ir. Muh.Jamil Gunawi.M.Si
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul pembangunan
ppertanian berwawasan lingkungan ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas  Dosen
Ir.Baharuddin.M.Si.Ph.D & Ir. Muh.Jamil Gunawi.M.Si pada Bidang
pengantar ilmu pertanian . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang pembangunan pertanian berwawasan lingkungan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.Baharuddin.M.Si.Ph.D.&Ir. Muh.Jamil
Gunawi. M. Si , selaku guru/dosen Di bidang pengantar ilmu pertanian yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Bantaeng 4 Feb 2021


PERTANIAN BERWAWASAN LINGKUNGAN Oleh: Parlindungan Lumbanraja
Aspek ekologi: Menurut FAO, masalah lingkungan di negara-negara berkembang
sebagian besar disebabkan karena: - eksploitasi lahan yang berlebihan, - perluasan
penanaman, dan - penggundulan hutan (Alexandratos 1988, dalam Reintjes dkk.,
1999). Beberapa daerah irigasi yang luas telah dirusak oleh salinisasi. Penggunaan
pestisida dan pupuk buatan yang semakin meningkat juga menjadi penyebab
munculnya masalah-masalah lingkungan. Hususnya degradasi kesuburan tanah dan
langkanya bahan bakar kayu menunjukkan gawatnya situasi ini. Ancaman
degradasi: Tanpa tindakan pelestarian lahan tadah hujan, - erosi tanah atau
hilangnya tanah karena angin atau air, - salinisasi atau alkalinisasi, - penipisan
unsur hara tanaman dan bahan organik, - memburuknya struktur tanah dan -
pencemaran akan mengakibatkan hilangnya 544 jujta ha lahan tadah hujan: 10% di
Amerika Selatan, 16,5% di Afrika, 20% di Asia Baratdaya, 30% di Amerika
Tengah dan 36% di Asia Tenggara. Bahan lahan yang juga akan hilang
kesuburannya karena hilangnya lapisan tanah atas. Total kerugian porduktivitas
lahan tadah hujan akan mencapai 29% (FAO, 1984) Ada batas maksimal
produktivitas ekosistem.prinsip ekologi dasar mewajibkan kita untuk menyadari
bahwa produktivitas pertanian memiliki kemampuan terbatas. 1

Agroekosistem merupakan kesatuan komunitas tumbuhan dan hewan serta


lingkungan kimia dan fisikanya yang telah dimodifikasi oleh manusia untuk
menghasilkan: - makanan, - serta, - bahan bakar, dan - produk lainnya bagi
konsumsi untuk kesejahteraan umat manusia. Agroekologi merupakan studi
agroekosistem yang holistik, termasuk semua elemen lingkungan dan manusia.
Fokusnya adalah pada bentuk, dinamika dan fungsi hubungan timbal balaik antar
unsur-unsur tersebut pada proses di mana mereka terlibat. Suatu wilayah yang
digunakan untuk produksi pertanian, misalnya suatu lahan, dipandang sebagai
suatu sistem yang kompleks di mana proses ekologi yang terjadi dalam kondisi
alami juga ditemukan, misalnya daur unsur hara, interaksi pemangsa/mangsa,
persaingan, simbiosis, dan perubahan turun-temurun. Yang tampak secara implisit
dalam pekerjaan agroekologi adalah gagasan, bahwa dengan memahami hubungan-
hubungan dan prosesproses ekologi ini, agroekosistem bisa dimanipulasi untuk
memperbaiki produksi dan berproduksi secara lebih berkelanjutan dengan dampak
negatip yang lebih kecil terhadap lingkungan dan masyarakat serta kebutuhan akan
input luar yang lebih sedikit (Altieri, 1987 dalam Reintjes dkk., 1999). Gips, 1986
mencoba memberi batasan suatu pertanian berkelanjutan jika mencakup hal-hal
berikut ini: Mantap secara ekologi: yang berarti bahwa kwalitas sumber daya alam
dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan dari manusia,
tanaman, dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Kedua hal ini akan
terpenuhi jika tanah di kelola dan kesehatan tanaman, hewan serta masyarakat
dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumber daya lokal
dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa, dan
energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah pencemaran.
Tekanannya adalah pada penggunaan sumber daya yang bisa diperbaharui. 2
Bisa berlanjut secara ekonomi: yang berarti bahwa petani bisa cukup menghasilkan
untuk pemenuhan kebutuhan dan/atau pendapatan sendiri, serta mendapatkan
penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang
dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya dalam hal
produk usaha tani yang langsung namun juga dalam hal fungsi seperti melestarian
sumber daya alam dan meminimalkan resiko. Adil, yang berarti sumber daya dan
kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua
anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan,
modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin. Semua
orang memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan,
baik di lapangan maupun didalam masyarakat. Kerusuhan sosial bisa mengancam
sistem sosial secara keseluruhan, termasuk sistem pertaniannya. Manusiawi, yang
berarti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan, dan manusia) dihargai.
Martabat dasar dari semua mahluk hidup dihormati, dan hubungan serta institusi
menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar, seperti kepercayaan, kejujuran,
harga diri, kerjasama, dan rasa sayang. Integritas budaya dan spiritualitas
masyarakat dijaga dan dipelihara. Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung
terus, misalnya pertambahan jumlah penduduk, kebijakan, permintaan pasar, dll.
Hal ini meliputi bukan hanya pengembangan teknologi yang baru dan sesuai,
namun juga innovasi dalam arti sosial dan budaya. Beragam kriteria tentang
konsep keberlanjutan ini mungkin bisa menimbulkan konflik dan dapat dilihat dari
berbagai macam sudut pandang: - petani, - masyarakat, - negara, - dan dunia.
Mungkin terjadi konflik antara kebutuhan untuk masa kini dan masa mendatang;
antar pemenuhan kebutuhan yang mendesak dan pelestarian 3

basis sumber daya. Petani bisa saja mencari pendapatan yang tinggi dengan
penetapan harga produk pertanian yang tinggi; pemerintah nasional bisa
memberikan prioritas pemenuhan kebutuhan pangan dengan tingkat harga yang
bisa dicapai oleh masyarakat kota. Pilihan harus terus menerus dilakukan untuk
mencari keseimbangan antar berbagai macam perbedaan kepentingan. Oleh
karenanya, diperlukan institusi dan kebijakan pada semua tingkat/ dari desa sampai
global untuk menjamin pembangunan berkelanjutan. Para ahli agroekologi kini
menyadari bahwa tumpangsari, agroforestri serta metoda pertanian tradisional
lainnya meniru proses ekologi alami (Reintjes dkk., 1992 dalam Reintjes dkk.,
1999) Kritikan terhadap bahaya bioteknologi dibenarkan: Misalnya kemungkinan
menipisnya keanekaragaman genetik; Terbatasnya akses pada bahan-bahan genetik
karena hak paten; Kontrol oleh perusahaan multinasional; Substitusi produk-
produk tropis dengan produk-produk sintetis; (meskipun ada manfaat dari
teknologi itu sendiri) Konsep Pertanian Berwawasan Lingkungan Pada dasarnya
harus disadari bahwa Lingkungan secara luas adalah satusatunya sebagai dasar atau
pondasi bagi usaha pertanian. Dengan demikian tanpa lingkungan yang baik tidak
mungkin ada pertanian yang baik. Lumbanraja (1993) menamai pola pertanian ini
untuk daerah Pulau Samosir dengan istilah Perladangan Selaras Alam yang mana
alternatif ini untuk daerah tersebut adalah merupakan satu dari berbagai cara yang
mungkin dapat dilakukan atas dasar menyadari kondisi alam lingkungan setempat.
Selanjutnya Lumbanraja (1997) mengutarakan bahwa konsep pertanian
berkelanjutan adalah suatu bentuk pertanian yang berwawasan lingkungan, sebab
konsep pertanian berkelanjutan atau yang dikenal dengan istilah sustainable
agriculture merupakan suatu pola pertanian yang memelihara daya dukung
lingkungan terhadap produksi sepanjang waktu. Batasan di atas juga masih sesuai
dengan apa yang dinyatakan oleh CGIAR (Consultative Group on International
Agricultural Research) maupun TAC (Technical Advisory Committee) yang mana
mereka menyatakan bahwa Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan
sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna 4

membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau


meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam. Nama atau
istilah yang sering digunakan: Parr et al., (1990) dalam Lumbanraja (1997) yang
mencoba mengutarakan berbagai istilah yang banyak digunakan untuk maksut
pertanian ini seperti: pertanian masukan rendah (low-input agriculture); pertanian
rendah kimia (low-chemical agriculture); pertanian konservasi sumberdaya alam
dan lingkungan; teknologi pertanian yang efisien sumberdaya. Kata-kata seperti:
biologica, ecological, regenerativ, biodinamic, low resource, agroecological, dan
ecoagriculture juga merupakan padanan kata yang sering digunakan untuk
mengutarakan pertanian berkelanjutan. Francille (1990) dalam Lumbanraja (1997)
menekankan agar dalam upaya penanganan pertanian berkelanjutan ini bukan
hanya merupakan suatu nama atau istilah baru saja, tetapi benar-benar dapat
diterapkan dan mempunyai pola dan sasaran yang jelas. Jadi dari kenyataan di atas
bahwa walaupun ada beberapa variasi dalam istilah untuk pertanian berwawasan
lingkungan ini, namun pada dasarnya mempunyai tujuan umum yang serupa yaitu
untuk meningkatkan pendapatan petani yang bersangkutan melalui peningkatan
produksi dengan selalu menjaga produktivitas lahan dan lingkungan yang
digunakan untuk waktu yang takterbatas. Karakteristik utama dari suatu pola
pertanian yang berkelanjutan sesuai dengan Dankelman and Davidson (1988)
dalam Lumbanraja (1997) yaitu: Mampu mempertahankan kehilangan tanah
dengan laju dibawah laju pembentukan tanah, atau pada tingkat kehilangan tanah
yang diperbolehkan (tolerable soil loss). Mampu meningkatkan pendapatan petani.
Dapat diterima masyarakat dan mampu untuk mengulangi penerapan teknologi
(replicable) secara terus menerus tanpa ketergantungan. Pengembangan pola
tanam, metoda pengolahan bahan makanan, dan metoda penyimpanan persediaan
bahan makanan. Meningkatkan tingkat diversivikasi guna menjamin keluwesan
pola tanam. Merpertahankan kesuburan tanah melalui pendauran bahan organik.
Pemanfaatan sumber air dan sumber energi setepat mungkin. Tujuan Parr et al.,
(1990) dalam Lumbanraja (1997) mengutarakan bahwa pertanian berkelanjutan
bertujuan untuk: 5

Menjaga atau dan meningkatkan keutuhan sumber daya alam lahan dan melindungi
lingkungan. Menjamin penghasilan petani. Mengkonservasi energi. Meningkatkan
produktivitas. Meningkatkan kwalitas dan keamanan bahan makanan. Menciptakan
keserasian antara pertanian dengan faktor sosial ekonomi umum lainnya. Prinsip
lingkungan yang perlu dipahami: (diluar prinsip sosioekonomi, budaya dan politik
yang juga perlu dikaji secara terpisah) Menjamin kondisi tanah yang mendukung
bagi pertumbuhan tanaman, khususnya dengan mengelola bahan-bahan organik
dan meningkatkan kehidupan dalam tanah. Mengoptimalkan ketersediaann unsur
hara dan menyeimbangkan arus unsur hara, khususunya melalui pengikatan
nitrogen, pemompaan unsur hara, daur ulang dan pemanfaatan pupuk luar sebagai
pelengkap. Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari, udara, dan air
dengan cara pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air, dan pengendealian erosi.
Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan hewan melalui
pencegahan dan perlakuan yang aman. Saling melengkapi dan sinergi dalam
penggunaan sumber daya genetik yang mencakup penggabungan dalam sistem
pertanian terpadu dengan tingkat keanekaragaman fungsional yang tinggi. Prinsip-
prinsip ini bisa diterapkan dengan berbagai macam teknik dan strategi. Tiap-tiap
strategi dan teknik memiliki pengaruh yang berbeda dalam produktivitas, jaminan,
kontinuitas, dan identitas didalam sietem pertanian. Pengaruh ini tergantung pada
peluang dan keterbatasan setempat (lebih dari itu semua, keterbatasan-keterbatasan
sumberdaya) serta dalam hampir semua kasus tergantung pada pasar. Pengetahuan
lokal: 6

Hampir sebagian besar praktek pertanian lokal setempat yang terbukti tidak
berkelanjutan, telah tidak bertahan. Praktek-praktek asli lainnya yang
mempertahankan populasi manusia selama berabad-abad menjadi usang karena
perubahan kondisi. Ini terjadi pada beberapa bentuk perladangan berpindah
dibawah tekanan populasi yang semakin meningkat. Namun demikian, masih ada
begitu banyak sistem pemanfaatan lahan yang dikembangkan oleh masyarakat tani
tradisional yang mencontohkan: - pengolahan tanah, - air, dan - unsur hara secara
hati-hati, tepatnya jenis metode yang diperlukan untuk membuat pertanian
berkelanjutan. Pengetahuan lokal: Membaca literatur dewasa ini, kita cenderung
menyimpulkan bahwa agroforestri dimulai baru 5 6 tahun yang lalu. Tetapi
agroforestri sudah ada selama puluhan tahun bahkan sejak ratusan tahun yang lalu.
Misalnya para petani Afrika biasa menggabungkan budi daya tanaman pangan
dengan tanaman jangka panjang seperti pepohonan (T. Odehiambo, diwawancarai
oleh Vandenhoudt, 1988). Hal yang serupa juga sudah dipraktekkan dulunya oleh
para petani di Pulau Samosir (Lumbanraja, 1993). Namun demikian, pada awal
abad ini kekuasaan penjajah melarang praktekpraktek ini, menganggabnya sebagai
terbelakang. Orang Eropa tidak memahami orang Afrika. Sekarang kita harus
kembali ke dulu lagi untuk melihat apa yang dikerjakan petani tradisional dan
mengapa dikerjakan seperti itu (T. Odehiambo, diwawancarai oleh Vandenhoudt,
1988 dalam Reintjes dkk., 1999) Petani tradisional telah menemukan cara-cara
untuk memperbaiki: - struktur tanah - kapasitas menahan air - serta keberadaan
unsur hara dan air tanpa pemanfaatan input buatan. 7
Dalam bayak kasus, sistem pertanian mereka ini (pada masa lalu) merupakan
bentuk-bentuk pertanian ekologis yang canggih dan tepat bagi kondisi-kondisi
lingkungan-lingkungan yang husus. Evaluasi teknik dan sistem pertanian lokal
setempat menunjukkan pilihan-pilihan bagi peningkatan LEIA. Tidak semua
sistem LEIA telah mencapai suatu titik yang menyebabkan kerusakan ekologi, dan
sistem-sistem yang sedang dalam pemunduran itu sering kali mencakup teknik-
teknik yang masih kurang destruktiv dari pada teknologi morern yang di adopsi
tanpa pandang bulu. Menjamin kondisi tanah yang mendukung pertumbuhan
tanaman: Proses-proses fisik, kimiawi, dan biologis di dalam tanah sangat
dipengaruhi oleh iklim kehidupan tanaman dan hewan serta aktivitas manusia.
Petani harus menyadari bagaimana proses-proses ini dipengaruhi dan bisa
dimanipulasi guna membudidayakan tanaman yang sehat dan produktif. Mereka
harus menciptakan atau mempertahankan kondisi-kondisi tanah sebagai berikut:
Ketersediaan air, udara, dan unsur hara tepat waktu dalam jumlah seimbang dan
mencukupi; Struktur tanah yang meningkatkan pertumbuhan akar, pertukaran
unsur-unsur gas, ketersediaan air, dan kapasitas penyimpanan; Suhu tanah yang
meningkatkan kehidupan tanah dan pertumbuhan tanaman; Tidak adanya unsur-
unsur toksik. Mengelola Iklim mikro: Petani mempengaruhi iklim mikro dengan
mempertahankan dan menanam pohon yang akan mengurangi suhu, kecepatan
angain, penguapan, dan pemaparan terhadap sengatan matahari langsung, hal yang
sama juga telah diutarakan oleh Lumbanraja (1993). Demikian juga bisa menahan
hujan es dan hujan air. Mereka menggunakan mulsa dari tumbuh-tumbuhan yang
menutupi tanah atau jerami untuk menaungi radiasi dan panas di lahan-lahan yang
baru ditanami, mencegah penguapan air dari tanah dan menyerap energi kinetik
dari curahan air hujan dan es. Bila ada ramalan kebekuan (frost) di malam hari,
beberapa petani membakar jerami atau sampah yang lain untuk menghasilkan
panas dan asap/kabut yang akan menahan radiasi yang keluar. Bedengan,
gundukan, dan guludan yang seringkali dijumpai dalam sistem tradisional, 8

berfungsi untuk mengendalikan suhu tanah dan mengurangi genangan air dengan
memperbaiki drainase. Juga embun-embun alami dimanipulasi dan dimanfaatkan.
9

Pengelolaan iklim mikro di Tanzania: Pada tahun 1980 pengetahuan lokal setempat
tentang pengelolaan iklim mikro di Tanzania; bahan bahan yang digunakan sebagai
mulsa termasuk: daun pohon, daun pisang kering atau hijau, rumput, jerami, batang
jagung, sisa tanaman tumpangsari, sisa pemangkasan, gulma, abu, kotoran hewan
dan sampah rumahtangga. Tumbuhan menjalar serta tumbuhan tumpang gilir
desebut sebagai memiliki pengaruh mulsa alami. Tumbuhan menjalar yang
menutupi juga diperkirakan untuk menahan embun dalam kondisi-kondisi tertentu.
Ditempat tertentu, mulsa buatan juga digunakakan karena potensinya untuk
menyerap panas di siang hari dan melepaskannya di malam hari. Pada budi daya,
tomat dan jagung pada lahan tadah hujan di daerah kering dibuat lapisan mulsa
tanah melalui pembajakan. Lapisan tanah atas menjadi lebih kering namun tetap
dalam kondisi yang baik untuk menerima benih dan kelembaban pada lapisan
tanah yang lebih dalam dipertahankan. Dibeberapa daerah hanya tempat penaburan
benih dicangkul yang dalam supaya hilangnya kelembaban pada permukaan tanahg
atas menjadi lebih lambat. Air rendaman digunakan untuk menekan gulma di
sawah, untuk melindungi tanah di lahan tebu dan pada tanah yang diperkeras
secara sengaja di beberapa daerah perkebunan kopi dengan curah hujan tinggi. Di
daerah dengan musim yang lebih basah dan dingin, pembuatan guludan mendorong
drainase dan pertumbuhan akar yang baik. Sisa-sisa gulma busuk sering ditaruh di
atas guludan tersebut untuk menyerap panas sehingga meningkatkan suhu tanah
(Stigter, 1978a dalam Reintjes dkk., 1999) 10

Manipulasi iklim mikro pada kebun sirih: Tumbuhan sirih (Piper betle)
memerlukan iklim sejuk dan kelembaban tinggi untuk kehidupannya selama 2 3
tahun. Jika tumbuhan itu dipaparkan pada panas yang ekstrim, daunnya akan
menjadi hijau tua dan renyah. Jika diciptakan iklim sejuk dan naungan di kebun,
daun-daun sirih akan berwarna hijau muda dan berbulu serta akan menerima harga
yang baik di pasaran. Oleh karenanya petani di India Selatan memanipulasi iklim
di kebun untuk memberikan kesejukan yang diperlukan. Mereka menggali parit-
parit panjang sedalam 75 cm, selebar 60 cm dan dengan jarak 90 cm. Di pinggir
parit tersebut mereka menanam agathi (Sesbania grandiflora). Setelah tumbuhan
agathi ini setinggi 180 cm, stek sirih ditanam di sisi tumbuhan agathi. Karena
tumbuhan agathi tumbuh lebih tinggi, mereka membentuk suatu tajuk yang
menyebarkan sinar matahari. Parit-parit diisi air sedalam 60 cm. Dengan cara
irigasi semprot dari parit-parit itu, tanah untuk batang sirih tetap terjaga basah.
Daerah tepian kebun tertutup rapat dengan daun-daun pisang kering atau anyaman
daun kelapa. Dengan demikian udara panas dari luar dicegah memasuki kebun dan
tajuk rapat dari tanaman agathi memberikan iklim sejuk. Air di dalam parit-parit
meningkatkan kelembaban di dalam kebun-kebun itu menyerupai ruangan yang
ber-ac, sehingga tanaman sirih tumbuh baik dan rimbun dengan daun-daun yang
lebar, berwarna hijau muda dan berbulu (Balasubrainam, 1987 dalam Reintjes
dkk., 1999) Mengelola bahan organik: Bahan organik berfungsi sebagai penyimpan
unsur hara yang secara perlahan akan dilepaskan kedalam larutan air tanah dan
disediakan bagi tanaman. Bahan organik di dalam atau di atas tanah juga
melindungi dan membantu mengatur suhu dan kelembaban tyanah. Seringkali
pemanfaatan bahan organik digabungkan dengan teknik-teknik lain dengan fungssi
yang saling melengkapi, misalnya pemanfaatan pupuk buatan, pengolahan tanah,
penguympulan air, penaungan, dan pembuatan pematang. Pengelolaan bahan
organik berbeda sesuai dengan situasi dan tanamannya. Pengelolaan yang tidak
memadai dapat menyebabkan pemanfaatan unsur hara yang tidak efisien,
hilangnya unsur hara, pengikatan unsur hara atau pengasaman. Ada lima cara dasar
penanganan bahan organik sebagai berikut: 1. Memberikannya 11

langsung ke tanah, baik itu sebagai mulsa pada permukaaan tanah maupun
dipendam dalam tanah; 2. Membakarnya (mengakibatkan mineralisasi); 3.
Mengomposkannya; 4. Menjadikannya sebagai pakan ternak; atau 5.
Mempermentasikannya dalam instalasi biogas. Mengelola tanah: Kondisi tanah
bisa juga diperbaiki dengan pengolahan yang berpengaruh terhadap struktur tanah,
kemampuan menahan air, aerasi, kemampuan infiltrasi, suhu, dan evaporasi.
Pengolahan tanah akan mengurangi pembentukan panas dan memecahkan saluran-
saluran kapiler dalam tanah. Lapisan yang diolah akan mengering dengan cepat,
tetapi kelembaban di bawah dapat terkonsentrasi dengan baik. Pengolahan tanah
dapat menciptakan kondisi yang mendukung perkecambahan benuih dan mungkin
diperlukan untuk memerangi gulma dan hama tanaman yang lain atau untuk
membantu mengendalikan erosi. Pengolahan tanah membutuhkan input energi
yang tinggi. Input ini bisa dihasilkan dari dalam suatu usaha tani ( tenaga kerja
manusia atau tenaga hewan) ataupun berasal dari luar lahan (tenaga buruh atau
hewan yang disewa, mekanisasi berbahan bakar). Pengolahan tanah bisa
mengakibatkan efek negatip atas kehidupan tanah dan meningkatkan mineralisasi
bahan orghanik jika tidak dikerjakan dengan baik, pengolahan tanah bisa juga
meningklatkan erosi. Teknik pengolahan konservasi dan teknik tanpa pengolahan
akhir-akhir ini telah dikembangkan oleh ilmuan dan petani, dan merupkan praktek-
praktek pertanian tradisional dibeberapa tempat. Dalam kondisi LEIA tanpa
pengolahan bisa memberikan keuntungan, karena kerja keras untuk penyiapan
tanah digantikan oleh kehidupan tanah. Namun, karena ada batasan-batasan pada
praktek ini teknik pengolahan (atau tanpa pengolahan) yang cocok harus dengan
hati-hati dipilih untuk tiap-tiap tempat khusus. Tidak mungkin dapat diberikan
anjuran-anjuran yang umum. Membatasi hilangnya unsur-unsur hara: Hilangnya
unsur hara dapat dibatasi dengan; mendaur ulang limbah organik misalnya pupuk
kandang, kotoran manusia, sisa tanaman, sisa pengolahan tanaman dengan
mengembalikannya ke lahan baik secara langsung atau dengan perlakuan ( dibuat
kompos, dipermentasikan dan sebagainya); 12

Menangani pupuk buatan dan pupuk organik sedemikian rupa sehingga unsur hara
tidak merembes oleh karena hujan deras atau menguap karena suhu tinggi atau
radiasi sinar matahari; misalnya, kira-kira 50% N yang dikonsumsi oleh ternak
akan dikeluarkan lagi melalui urine dengan mudah akan hilang karena penguapan
dan perembesan; sebagian dari urine ini bisa dikonservasikan dengan pemanfaatan
alas jerami dengan ratio C/N yang tinggi di dalam kandang; Mengurangi erosi dan
hanyutnya tanah, yang menghilangkan unsur hara dan bahan organik; Mengurangi
pembakaran vegetasi ketika dilakukan intensifikasi pertanian, karena hal ini akan
mengakibatkan hilangnya bahan organik; Mengurangi penguapan nitrogen dengan
denitrifikasi dalam kondisi tanah basa; Menghindari perembesan dengan
memanfaatkan pupuk organik dan pupuk buatan yang membebaskan unsur hara
secara perlahan (sesuai dengan kebutuhan tanaman), mempertahankan kandungan
humus yang tinggi dalam tanah serta membudidayakan tanaman ganda dengan
species tanaman yang memiliki berbagai macam kedalaman perakaran;
Memompakan unsur hara yang sebagian merembes dari lapisan tanah yang lebih
dalam dan mengembalikannya pada lapisan tanah bagian atas dengan
menggunakan seresah dari pohon atau tanaman lain berakar dalam atau pupuk
hijau; Membatasi pengeluaran unsur hara melalui produk pertanian dengan
membudidayakan tanaman dengan nilai ekonomi relatif tinggi dibandingkan unsur
haranya, seperti buah-buahan, kacang-kacangan, bumbu dan susu; Memproduksi
untuk mencukupi untuk kebutuhan sendiri, sehingga seminimal mungkin produk
diperlukan untuk eksport ke pasar, dan memanfaatkan produk samping untuk
pakan hewan dan/atau pupuk organik. Memperoleh dan mengelola unsur hara:
Beberapa unsur hara dapat diperoleh dari lahan dengan: Pengikatan nitrogen
melalui organisma mikro yang hidup dalam simbiosis dengan tanaman leguminosa,
belukar atau tanaman pelindung, atau dengan pakis azolla dan beberapa jenis
rerumputan; 13

atau dengan bakteri yang hidup bebas, misalnya azotobacter atau ganggang
biruhiujau; Pengumpulan unsur hara dangan menangkap sedimen air angin atau air
dari luar pertanian; ini bisa dilakukan dengan vegetasi atau dengan konstruksi
khusus yang sering berfungsi dalam kombinasinya dengan pengumpulan air
(misalnya kolam), dan hanya mungkin ketika erosi angin atau air terjadi ditempat
lain; Menanfaatkan ternak untuk menyediakan unsur hara (lewat pupuk
kandangnya) dari luar lahan pertanian, misalnya dari lahan umum. Proses yang
sama terjadi ketika mulsa atau pakan hewan dibawa ke suatu usaha tani, namun
karena tindakan ini menghilangkan unsur hara dari lahan umum, hanya dapat terus
dilakukan selama periode yang lama jika lahannya tidak dimanfaatkan secara
intensif; Menambah unsur hara: Ketika unsur hara pengganti tidak dapat diperoleh
pada suatu usaha tani, maka unsur hara itu harus didapatkan dari tempat lain.
Sumber unsur hara dari luar termasuk: Bahan organik dari tempat lain, misalnya
pupuk kandang dari usaha tani lain, produk samping dari pengolahan kotoran
manusia serta bahanbahan lain dari kota yang bisa digunakan untuk membuat
kompos; Pakan atau konsentrat yang dibeli, atau makanan manusia; Pupuk mineral
seperti debu buatan, misalnya kapur, batu pospat dan biosuper (suatu campuran
debu batuan dan mikroorganisma yang membantu memobilisasi mineral) serta
pupuk buatan. PUSTAKA Lumbanraja, P. 1993. Perladangan Selaras Alam
sebagai Optimalisasi Alternatif Lakan Kering di Pulau Samosir. Majalah Ilmiah
VISI Universitas HKBP Nommensen, Volume 3; Nomor 1; Mei 1993 (halaman
10-15) 14

Francille, M.F. 1990. Sustainable Agricultural System (a concluding view). SCS.


Ankeny. Iowa. USA. Lumbanraja, P. 1993. Perladangan Selaras Alam sebagai
Optimalisasi Alternatif Lakan Kering di Pulau Samosir. Majalah Ilmiah VISI
Universitas HKBP Nommensen, Volume 3; Nomor 1; Mei 1993 (halaman 10-15)
Lumbanraja, P. 1997. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Programstudi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian-universitas HKBP Nommensen- Medan.
Lumbanraja, P. 2007. Degradasi Lahan, Persepsi dan Keperdulian Terhadapnya.
Karya Ilmiah. Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen-Medan. Parr,
J.F. Papendick, R.I. Yoyngberg, I.G. and Meyer, R.E. 1990. Sustainable
Agriculture in Tne United States. SCS.Ankeny. Iowa. USA. Reijntjes, C;
Hoverkort B, and Bayer, W. 1999. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Jakarta.
LEISA (Low-External-input and Sustainable Agriculture) ILEIA (Information
Centre for Low-External-Input and Sustainable Agriculture) IASA (International
alliance for sustainable agriculture) IFOAM (International Federation of Organic
Agricultural Movement) CGIAR (Consultative Group on International Agricultural
Research) TAC ( Technical Advisory Committee) Agroekologi: (agroecology)
kajian menyeluruh mengenai agroekosistem, termasuk semua unsur lingkungan
dan manusia, hubungan unsur-unsur dan proses-proses yang melibatkan semua
unsur tersebut, misalnya simbiosis, persaingan, perubahan secara berurutan.
Agroekosistem: (agroecosistem) suatu sistem agroekologi yang dimodifikasi oleh
manusia untuk menghasilkan pangan, serat dan produk-produk lain yang
bermanfaat bagi manusia. Agroforestri: (agroforestry) pemanfaatan tanaman kayu
tahunan secara seksama (pepohonan, belukar, palem, bambu) pada suatu unit
pengelolaan lahan yang sama sebagai tanaman yang layak tanam, padag rumput
dan/atau 15

hewan, baik dengan pengaturan ruang secara campuran di tempat dan saat yang
sama maupun secara berurutan dari waktu ke waktu. Agropastoralisme: sistem
pemanfaatan lahan yang menggabungkan tanaman budi daya dan penggembalaan.
Agropiskikultur: penggabungan budidaya tanaman dan pengendalian
pengembanganbiakan ternak, penetasan, dan pemijahan ikan pada suatu lahan
pertanian. Agrosilvikultur: sistem pemanfaatan lahan yang menggabungkan
tanaman herbal dan pepohonan atau belukar. Agrosilvopastoralism: sistem
pemanfaatan lahan yang menggabungkan tanaman budi daya, pemanfaatan
vegetasi kayuan, dan penggembalaan ternak. Di Indonesia kata konvensional
sering sama dengan tradisional (pertanian lokal setempat), sedangkan high input
berarti modern (Reintjes dkk., 1992 dalam Reintjes dkk., 1999). Keberlanjutan
diartikan sebagai: menjaga agar suatu upaya terus berlangsung atau kemampuan
untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot. 16

Anda mungkin juga menyukai