Anda di halaman 1dari 14

Pentingnya Pertanian Berkelanjutan di Era Globalisasi

Pertanian (agriculture) bukan hanya merupakan aktivitas ekonomi untuk

menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dari itu, pertanian/agrikultur

adalah sebuah cara hidup (way of life atau livehood) bagi sebagian besar petani di

Indonesia. Oleh karena itu pembahasan mengenai sektor dan sistem pertanian

harus menempatkan subjek petani, sebagai pelaku sektor pertanian secara utuh,

tidak saja petani sebagai homo economicus, melainkan juga sebagai homo socius

dan homo religius. Konsekuensi pandangan ini adalah dikaitkannya unsur-unsur

nilai sosial-budaya lokal, yang memuat aturan dan pola hubungan sosial, politik,

ekonomi, dan budaya ke dalam kerangka paradigma pembangunan sistem

pertanian.

Di era globalisasi seperti sekarang ini, semakin banyak petani yang mengolah

pertaniannya hanya untuk mencapai profit maksimum. Padahal selain orentasi

ekonomi, orientasi lain seperti ekologis dan social juga perlu diperhatikan. Hal ini

bertujuan agar lahan pertanian yang kita usahakan dapat mendatangkan

keuntungan maksimum, namun di sisi lain tidak merusak kelestarian alam. Oleh

karena itu, perlu diusahakan sistem pertanian yang mampu memenuhi kebutuhan
manusia sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan

melestarikan sumberdaya alam yaitu melalui sistem pertanian berkelanjutan.

Terminologi pertanian berkelanjutan (susitainable agriculture) sebagai padanan

istilah agroekosistem pertama kali dipakai sekitar awal tahun 1980-an oleh pakar

pertanian FAO (Food Agriculture Organization). Kegagalan pertanian modern

memaksa pakar pertanian dan lingkungan berpikir keras dan mencoba

merumuskan kembali sistem pertanian ramah lingkungan atau back to nature. Jadi

sebenarnya sistem pertanian berkelanjutan merupakan paradigma lama yang mulai

diaktualisasikan kembali menjelang masuk abad ke 21 ini. Hal ini merupakan

fenomena keteraturan siklus alamiah sesuai dengan pergantian abad.

Ada dua peristiwa penting yang melahirkan paradigma baru sistem pertanian

berkelanjutan, peristiwa pertama adalah laporan Brundland dari komisi Dunia

tentang Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1987, yang mendefinisikan dan

berupaya mempromosikan paradigma pembangunan berkelanjutan. Peristiwa

kedua adalah konfrensi dunia di Rio de Jeneri Brazil pada tahun 1992, yang

memuat pembahasan agenda 21 dengan mempromosikan Sustainable Agriculture

and Rural Development (SARD) yang membawa pesan moral pada dunia bahwa

without better enviromental stewardship, development will be undermined

Pertanian berkelanjutan (Sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber

daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumber daya yang tidak

dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian


dengan menekan dampak negative terhadap lingkungan seminimal mungkin.

Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan

kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yng

berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah

terhadap lingkungan (Kasumbogo, 1997).

Ada beberapa definisi yang menjelaskan batasan pertanian berkelanjutan

(sustainable agriculture). Secara garis besar ada tiga kriteria sistem pertanian

berkelanjutan, yakni: Keberlanjutan Secara Ekonomi, Keberlanjutan secara

ekologis, dan keberlanjutan secara social budaya. Dari sisi keberlanjutan ekonomi,

pola pertanian yang dikembangkan harus dapat menjamin infestasi dalam bentuk

tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan petani, dan hasil yang didapat petani

mencukupi kebutuhan keluarganya secara layak. Keberlanjutan ekonomi berarti

juga meminimalkan atau bahkan meniadakan biaya eksternal dalam proses

produksi pertanian.

Dalam poin keberlanjutan ekonomi ini, masih banyak terlihat bahwa petani kita

belum sustain secara ekonomi dalam pengelolaan pertaniannya. Sebagai contoh,

banyak kita jumpai petani yang harus terus-menerus berutang menjelang musim

tanam (untuk biaya produksi dan alat). Ketergantungan petani atas input dari luar

(terutama pupuk dan pestisida) adalah bukti paling nyata.Jadi kita harus memulai

(saat ini juga) memperkenalkan kepada para petani kita beberapa alternatif model

pertanian, semisal LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture).

Dimana dengan LEISA ini kemandirian petani lebih terjamin, selain itu juga
ramah lingkungan. Di beberapa tempat lain, system pertanian hutan-tani

(agroforestry) justru dapat menjadi jalan keluar.

Keberlanjutan ekologis adalah upaya mengembangkan agroekosistem agar

memiliki kemampuan untuk bertahan dalam kurun waktu yang lama melalui

pengelolaan terpadu untuk memelihara dan mendorong peningkatan fungsi

sumber daya alam yang ada. Pengembangan sistem juga berorientasi pada

keragaman hayati (biodiversity). Praktik-praktik budidaya tanaman yang

menyebabkan dampak negatif pada lingkungan harus di hindari, misalnya

kebiasaan petani yang menyemprot pestisida pabrikan walaupun tidak ada hama.

Seolah ada ketakutan yang dalam jika tidak disemprot pastilah akan kena serangan

hama. Tanaman melon di Kab Sukoharjo Jateng misalnya, sejak menjelang

berbunga hingga menjelang panen, dapat di semprot dengan pestisida hingga tiga

kali sehari oleh petani

Saking akrabnya petani dengan pola asal semprot-semprot ini ditunjukkan dengan

kebiasaan mereka menyebut pestisida sebagai obat. Padahal pestisida adalah racun

(pest=hama, sida=racun) bukan obat. Bahkan banyak pula petugas penyuluh yang

menyebut pestisida sebagai obat. Padahal sudah banyak ulasan tentang bahaya

residu pestisida terhadap petani, lingkungan dan konsumen. Hal lain, kebiasaan

menyemprot pestisida secara over-dosis ini dapat menyebabkan tumbuhnya

kekebalan pada hama yang selamat. Sehingga generasi hama berikutnya tidak lagi

mempan disemprot dengan dosis yang sama, atau pestisida yang sama. Di

lapangan dijumpai kebiasaan petani meng-oplos berbagai merk pestisida untuk


mendapatkan hasil yang lebih ampuh (dalam banyak kasus, justru penyuluh

pertanianlah yang mengajarkan petani akan perihal berbahaya ini).

Untuk menjamin keberlanjutan secara ekologi, petani dapat menerapkan beberapa

kegiatan yang diharapkan dapat menunjang dan memberikan kontribusi dalam

meningkatkan keuntungan produktivitas pertanian dalam jangka panjang,

meningkatkan kualitas lingkungan, seta meningkatkan kualitas hidup masyarakat

pedesaan seperti : Pengendalian Hama Terpadu, Sistem Rotasi dan Budidaya

Rumput, Menjaga Kualitas Air/Lahan Basah, Konversi Lahan, Tanaman

Pelindung, Diversifikasi Lahan dan Tanaman, Pengelolaan nutrisi tanaman, dan

Agroforesti (warna tani).

Selain berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan, syarat mutlak sistem

pertanian berkelanjutan adalah keadilan sosial, dan kesesuaian dengan budaya

lokal. Yakni penghargaan martabat dan hak asasi individu serta kelompok untuk

mendapat perlakuan adil. Misalnya adanya perlindungan yang lebih tegas atas hak

petani dalam penguasaan lahan, benih dan teknologi lokal yang sering dibajak

oleh kaum pemodal. Sistem yang harus dibangun juga menyediakan fasilitas

untuk mengakses informasi, pasar dan sumberdaya yang terkait pertanian. Hal

mana harus menjamin harga keringat petani untuk mendapat nilai tukar yang

layak, untuk kesejahteraan keluarga tani dan keberlanjutan modal usaha tani.

sistem pertanian harus selaras dengan norma-noma sosial dan budaya yang dianut

dan di junjung tinggi oleh masyarakat disekitarnya sebagai contoh seorang petani

akan mengusahakan peternakan ayam diperkaangan milik sendiri. Mungkin secra


ekonomis dan ekologis menjanjikkan keuntungan yang layak, namun ditinjau dari

aspek sosial dapat memberikan aspek yang kurang baik misalnya, pencemaran

udara karena bau kotoran ayam. Norma-norma sosial dan budaya harus

diperhatikan, apalagi dalam sistem pertanian berkelanjutan di Indonesia biasanya

jarak antara perumahan penduduk dengan areal pertanian sangat berdekatan.

Didukung dengan tingginya nilai sosial pertimbangan utama sebelum

merencanakan suatu usaha pertanian dalam arti luas.

Dalam pelaksanaannya, system pertanian berkelanjutan harus adil, manusiawi,

dan fleksibel. Adil berarti sumberdaya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian

rupa sehingga keperluan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi dan

begitu juga hak mereka dalam penggunaan lahan dan modal yang memadai, dan

bantuan teknis terjamin. Masyarakat berkesempatan untuk berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan di lapangan dan di masyarakat. Manusiawi berarti bahwa

martabat dasar semua makhluk hidup (manusia, tanaman, hewan ) dihargai dan

menggabungkan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar (kepercayaan, kejujuran,

harga diri, kerjasama, rasa sayang) dan termasuk menjaga dan memelihara

integritas budaya dan spiritual masyarakat. Fleksibel yang berarti masyarakat desa

memiliki kemampuan menyesuaiakan diri dengan perubahan kondisi usaha tani

yang berlangsung terus-menerus, misalnya populasi yang bertambah, kebijakan

pemerintah,dan perubahan permintaan pasar.


Ada Lima kriteria untuk mengelola suatu sistem pertanian berkelanjutan, yaitu:

1. Kelayakan ekonomis (economic viability)


2. Bernuansa dan bersahabat dengan ekologi (accologically sound and

friendly)
3. Diterima secara sosial (Social just)
4. Kepantasan secara budaya (Culturally approiate)
5. Pendekatan sistem holistik (sistem and hollisticc approach)

Visi pembangunan (pertanian) berkelanjutan ialah terwujudnya kondisi ideal

skenario kondisi zaman keemasan, yang dalam bahasa konstitusi Indonesia

disebut adil dan makmur, dan mencegah terjadinya lingkaran malapetaka

kemelaratan. Visi ideal tersebut diterima secara universal sehingga pertanian

berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi prinsip dasar pembangunan

pertanian secara global termasuk di Indonesia. Oleh karena itulah pengembangan

sistem pertanian menuju usaha tani berkelanjutan merupakan salah satu misi

utama pembangunan pertanian di Indonesia.

Masalah dan tantangan yang dihadapi dalam sistem pertanian berkelanjutan yaitu:

1. Membangun pemerintah yang baik dan memposisikan pertanian sebagai

sektor andalan perekonomian nasional.


Cara penyelenggaraan pemerintah yang baik (good goverment) sangat

diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan pertanian yaitu; bersih

(clean), berkemampuan(competent), memberikan hasil positif(credible),

dan secara publik dapat dipertanggung jawabkan(accountable).

Pembangunan pertanian akan berhasil bila diawali dengan cara

penyenggaraan pemerintah yang baik, dimana pemerintah merupakan agen

pembangunan yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian sasaran


pembangunan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana membangun

pemerintah yang bersih, berkemampuan, berhasil dan dapat dipertanggung

jawabkan.

2. Mewujudkan kemandirian pangan dalam tatanan perdagangan dunia yang

bebas dan tidak adil


Kecukupan pangan merupakan masalah hidup dan matinya suatu bangsa,

sehingga kemandirian pangan merupakan prioritas tujuan pembangunan

pertanian. Tantangan ke depan yang dihadapi dalam rangka mewujudkan

kemandirian pangan adalah meningkatnya derajat globalisasi perdagangan

dunia yang tidak adil.


Di negara Indonesia juga menghadapi permasalahan dalam negeri yang

berkaitan dengan produksi pangan yaitu:


Upaya meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi jumlah petani

gurem, sementara pada saat bersamaan muncul gejala pelambatan

produktivitas dan penurunan nilai tukar petani;


Upaya mempertahankan momentum pertumbuhan tinggi produksi

pangan dan membalikkan kecenderungan deselerasi pertumbuhan

produksi menjadi akselerasi;


Upaya mengatasi fenomena ketidakpastian produksi; dan
Upaya meningkatkan daya saing produk pangan.
Mengurangi jumlah petani miskin, membangun basis bagi

partisipasi petani dan pemerataan hasil pembangunan

Krisis multidimensi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah

mengakibatkan jumlah penduduk miskin pada tahun 1998 melonjak.

Apabila hal ii dikaitkan dengan fakta bahwa sebagian besar mata

pencaharian penduduk di wilayah pedesaan bergantung pada sektor

pertanian, maka hal ini berarti bahwa permasalahan kemiskinan terkait

dengan sektor pertanian.


3. Meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian
Pertumbuhan sektor pertanian sangat dibutuhkan untuk mengakselerasi

perekonomian pedesaan. Sektor pertanian Indonesia, hingga saat ini masih

sangat tergantung pada hasil primer, sehingga nilai tambah yang diperoleh

masih sangat rendah dan kurang kompetitif di pasr dalam negeri maupun

luar negeri.
Pemerintah harus dapat mendorong perkembangan produk pertanian

olahan primer, selain untuk meningkatkan nilai tambah juga meningkatkan

dan memperluas pangsa pasar di dalam dan luar negeri. Negara

berkembang penghasil produk pertanian, saat ini banyak yang melakukan

pengembangan produk pertanian untuk mensiasati perdagangan dunia

yang tidak adil.


Apabila hal ini dapat dilakukan maka sektor pertanian akan tumbuh

dengan cepat dan tinggi lagi dibandingkan dengan yang telah selama ini

dicapai. Pertumbuhan sector pertanian yang makin cepat akan memacu

pertumbuhan sector-sektor lain secara lebih cepat melalui kaitan ke

belakang dan ke depan dalam kegiatan produksi dan konsumsi. Dengan

demikian, sektor pertanian akan lebih dikenal sebagai pengganda tenaga

kerja, dan bukan sekedar pencipta kesempatan kerja.

4. Membangun sistem agribisnis terkoordanatif


Struktur agribisnis kita saat ini dapat digolongkan sebagai tipe dispersal.

Struktur dispersal dicirikan oleh tiadanya hubungan organisasi fungsional

disetiap tingkatan usaha. Jaringan ahribisnis praktis hanya diikat dan

dikoordinir oleh mekanisma pasar (harga). Hubungan diantara sesama

pelaku pelaku agribisnis praktis bersifat tidak langsung dan impersonal.


Dengan demikian pelaku agribisnis hanya memikirkan kepentingan diri

sendiri dan tidak menyadari bahwa mereka saling membutuhkan. Bahkan

hubungan diantara pelaku agribisnis cenderung berkembang menjadi

bersifat eksploitatif yang pada akhirnya menjurus ke kematian bersama.


Tiadanya ikatan institusional, asosiasi pengusaha yang bersifat asimetri,

kemampuan bisnis yang tidak berimbang (kutub hulu, yaitu petani, bersifat

serba gurem; sedangkan kutub hilir, yaitu agroindustri dan eksportir,

bersifat serba kuat) ditambah pula sifat intrinsik permintaan dan

penawaran komoditi pertanian yang sangat tidak elastis membuat rantai

vertical agribisnis bersifat dualistic (Bell and Tai, 1969). Struktur

agribisnis yang bersifat dulistik inilah yang menytebabkan masalah transisi

dalam agribisnis (Simatupang,1995).

5. Melestarikan sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup


Permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi banyak berkaitan dengan

penurunan kualitas lingkungan di wilayah hulu yang berakibat langsung

pada kualitas lingkungan di wilayah hilir. Meningkatnya permintaan lahan

akibat pertumbuhan penduduk selain menyebabkan penurunan luas baku

lahan pertanian yang meningkatnya intensitas usahatani di daerah aliran

sungai (DAS) hulu. Penurunan luas baku lahan pertanian, khususnya lahan

sawah, yang telah berlangsung sejak paruh kedua decade 1980-an, saat ini

cenderung makin besar seiring dengan peningkatan konversi ke non

pertanian, khususnya di pulau Jawa,. Pada beberapa tahun terakhir, luas

baku lahan sawah di luar Jawa juga telah mengalami penurunan.

6. Membangun system iptek yang efisien


Permasalan utama yang dihadapi oleh Indonesia berkaitan dengan

pemanfaatan IPTEK pertanian adalah belum terbangunnya secara efisien


system IPTEK pertanian mulai dari hulu (penelitian tinggi dan strategi)

sampai hilir (pengkajian spesifik lokasi dan diseminasi penelitian kepada

petani). Efisiensi IPTEK di sektor pertanian ini perlu dibangun melalui

sinkronisasi program litbang pertanian mulai dari hulu sampai hilir dan

sinkronisasi program litbang pertanian dengan lembaga penelitian lainnya.

Selain itu, efisiensi system IPTEK pertanian ini perlu didukung dengan

sistem pendidikan pertanian yang mampu menghasilkan peneliti yang

berkemampuan (competent) dan produktif (credible). Juga perlu dibangun

kembali sistem penyuluhan petani yang lebih efektif dan efisien.

Srategi umum dalam upaya mewujudkan visi pembangunan pertanian adalah

sebagai berikut:

a. Melaksanakan manajemen pembangunan yang bersih, transparan dan

bebas KKN
b. Meningkatkan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen

pembangunan pertanian
c. Memperluas dan memanfaatkan basis produksi secara berkelanjutan
d. Meningkatkan kapasitas dan memberdayakan sumber daya manusia

pertanian
e. Meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana pertanian
f. Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna
g. Mempromosikan dan memproteksi komoditas pertanian
KESIMPULAN

Keberhasilan pembangunan pertanian terletak pada keberlanjutan pembangunan

pertanian itu sendiri. Konsepsi pembangunan pertanian berkelanjutan tersebut

diterjemahkan ke dalam visi pembangunan pertanian jangka panjang yaitu

Terwujudnya sistem pertanian industrial berdaya saing, berkeadilan dan

berkelanjutan guna menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat

pertanian dan diimplementasikan.

Pentingnya pertanian berkelanjutan dalam era globalisasi yaitu sebagai suatu

sistem pertanian yang mampu memenuhi kebutuhan manusia sekaligus mampu

mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber

daya alam.
DAFTAR PUSTAKA

FAO. 1989. Sustainable Development and Natural Resources Management.

Twenty-Fifth Conference, Paper C 89/2 simp 2, food and Agriculture

Organization: Rome.

Karwan, A.Salikin.2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius: Yogyakarta

Kasumbogo, Untung. 1997. Peranan Pertanian Organik Dalam Pembangunan

yang Berwawasan Lingkungan. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai