adalah sebuah cara hidup (way of life atau livehood) bagi sebagian besar petani di
Indonesia. Oleh karena itu pembahasan mengenai sektor dan sistem pertanian
harus menempatkan subjek petani, sebagai pelaku sektor pertanian secara utuh,
tidak saja petani sebagai homo economicus, melainkan juga sebagai homo socius
nilai sosial-budaya lokal, yang memuat aturan dan pola hubungan sosial, politik,
pertanian.
Di era globalisasi seperti sekarang ini, semakin banyak petani yang mengolah
ekonomi, orientasi lain seperti ekologis dan social juga perlu diperhatikan. Hal ini
keuntungan maksimum, namun di sisi lain tidak merusak kelestarian alam. Oleh
karena itu, perlu diusahakan sistem pertanian yang mampu memenuhi kebutuhan
manusia sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan
istilah agroekosistem pertama kali dipakai sekitar awal tahun 1980-an oleh pakar
merumuskan kembali sistem pertanian ramah lingkungan atau back to nature. Jadi
Ada dua peristiwa penting yang melahirkan paradigma baru sistem pertanian
tentang Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1987, yang mendefinisikan dan
kedua adalah konfrensi dunia di Rio de Jeneri Brazil pada tahun 1992, yang
and Rural Development (SARD) yang membawa pesan moral pada dunia bahwa
daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumber daya yang tidak
berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah
(sustainable agriculture). Secara garis besar ada tiga kriteria sistem pertanian
ekologis, dan keberlanjutan secara social budaya. Dari sisi keberlanjutan ekonomi,
pola pertanian yang dikembangkan harus dapat menjamin infestasi dalam bentuk
tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan petani, dan hasil yang didapat petani
produksi pertanian.
Dalam poin keberlanjutan ekonomi ini, masih banyak terlihat bahwa petani kita
banyak kita jumpai petani yang harus terus-menerus berutang menjelang musim
tanam (untuk biaya produksi dan alat). Ketergantungan petani atas input dari luar
(terutama pupuk dan pestisida) adalah bukti paling nyata.Jadi kita harus memulai
(saat ini juga) memperkenalkan kepada para petani kita beberapa alternatif model
Dimana dengan LEISA ini kemandirian petani lebih terjamin, selain itu juga
ramah lingkungan. Di beberapa tempat lain, system pertanian hutan-tani
memiliki kemampuan untuk bertahan dalam kurun waktu yang lama melalui
sumber daya alam yang ada. Pengembangan sistem juga berorientasi pada
kebiasaan petani yang menyemprot pestisida pabrikan walaupun tidak ada hama.
Seolah ada ketakutan yang dalam jika tidak disemprot pastilah akan kena serangan
berbunga hingga menjelang panen, dapat di semprot dengan pestisida hingga tiga
Saking akrabnya petani dengan pola asal semprot-semprot ini ditunjukkan dengan
kebiasaan mereka menyebut pestisida sebagai obat. Padahal pestisida adalah racun
(pest=hama, sida=racun) bukan obat. Bahkan banyak pula petugas penyuluh yang
menyebut pestisida sebagai obat. Padahal sudah banyak ulasan tentang bahaya
residu pestisida terhadap petani, lingkungan dan konsumen. Hal lain, kebiasaan
kekebalan pada hama yang selamat. Sehingga generasi hama berikutnya tidak lagi
mempan disemprot dengan dosis yang sama, atau pestisida yang sama. Di
lokal. Yakni penghargaan martabat dan hak asasi individu serta kelompok untuk
mendapat perlakuan adil. Misalnya adanya perlindungan yang lebih tegas atas hak
petani dalam penguasaan lahan, benih dan teknologi lokal yang sering dibajak
oleh kaum pemodal. Sistem yang harus dibangun juga menyediakan fasilitas
untuk mengakses informasi, pasar dan sumberdaya yang terkait pertanian. Hal
mana harus menjamin harga keringat petani untuk mendapat nilai tukar yang
layak, untuk kesejahteraan keluarga tani dan keberlanjutan modal usaha tani.
sistem pertanian harus selaras dengan norma-noma sosial dan budaya yang dianut
dan di junjung tinggi oleh masyarakat disekitarnya sebagai contoh seorang petani
aspek sosial dapat memberikan aspek yang kurang baik misalnya, pencemaran
udara karena bau kotoran ayam. Norma-norma sosial dan budaya harus
rupa sehingga keperluan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi dan
begitu juga hak mereka dalam penggunaan lahan dan modal yang memadai, dan
martabat dasar semua makhluk hidup (manusia, tanaman, hewan ) dihargai dan
harga diri, kerjasama, rasa sayang) dan termasuk menjaga dan memelihara
integritas budaya dan spiritual masyarakat. Fleksibel yang berarti masyarakat desa
friendly)
3. Diterima secara sosial (Social just)
4. Kepantasan secara budaya (Culturally approiate)
5. Pendekatan sistem holistik (sistem and hollisticc approach)
sistem pertanian menuju usaha tani berkelanjutan merupakan salah satu misi
Masalah dan tantangan yang dihadapi dalam sistem pertanian berkelanjutan yaitu:
jawabkan.
sangat tergantung pada hasil primer, sehingga nilai tambah yang diperoleh
masih sangat rendah dan kurang kompetitif di pasr dalam negeri maupun
luar negeri.
Pemerintah harus dapat mendorong perkembangan produk pertanian
dengan cepat dan tinggi lagi dibandingkan dengan yang telah selama ini
kemampuan bisnis yang tidak berimbang (kutub hulu, yaitu petani, bersifat
sungai (DAS) hulu. Penurunan luas baku lahan pertanian, khususnya lahan
sawah, yang telah berlangsung sejak paruh kedua decade 1980-an, saat ini
sinkronisasi program litbang pertanian mulai dari hulu sampai hilir dan
Selain itu, efisiensi system IPTEK pertanian ini perlu didukung dengan
sebagai berikut:
bebas KKN
b. Meningkatkan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen
pembangunan pertanian
c. Memperluas dan memanfaatkan basis produksi secara berkelanjutan
d. Meningkatkan kapasitas dan memberdayakan sumber daya manusia
pertanian
e. Meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana pertanian
f. Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna
g. Mempromosikan dan memproteksi komoditas pertanian
KESIMPULAN
daya alam.
DAFTAR PUSTAKA
Organization: Rome.
Pertanian: Jakarta.