BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Memasuki abad 21 masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan
oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Masyarakat semakin arif
dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.
Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru
meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia sintetis, seperti
pupuk kimia, pestisida kimia sintetis dan penggunaan hormon pertumbuhan dalam
produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan
metode alamiah yang dikenal dengan pertanian organik.
Penerapan pertanian organik merupakan salah satu dan pendekatan dalam
pertanian berkelanjutan, kanena itu pengembangan pertanian organik tidak
terlepas dan program pembangunan pertanian secara keseluruhan. Dalam
pembangunan pertanian berkelanjutan bukan berarti penggunaan bahan kimiawi
pertanian (agrochemical) tidak diperbolehkan sama sekali, namun sampai batas
tertentu masih dimungkinkan. Hal ini juga dipakai dalam penerapan konsep
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) selama ini. Dalam Grand Strategi
Pembangunan Pertanian disebutkan bahwa pembangunan pertanian harus
dilakukan secara berkelanjutan, dengan memadukan autara aspek organisasi,
kelembagaan, ekonomi, teknologi dan ekologis. Salah satu pendekatan pertanian
berkelanjutan adalah sistem LEISA (Low External Input and Sustainable
Agriculture) atau pertanian berkelanjutan dengan input luar yang rendah yang
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam (tanah, air, tumbuhan, tanaman
dan hewan) dan manusia (tenaga, pengetahuan dan ketrampilan) yang tersedia
secara internal; yang layak secara ekonomis, mantap secara ekologis, diterima
secara sosial dan sesuai dengan budaya setempat.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penggunaan sistem pertanian organik
menurut International Federation of Organic Agriculture Movements/IFOAM
(2005) antara lain: 1) mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem
usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna tanah,
tanaman serta hewan; 2) memberikan jaminan yang semakin baik bagi para
produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan
hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh
penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat,
dan 3) memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.
1.2 Pertanian Organik
Pertanian organik menurut pakar pertanian di negara barat disebut sebagai
“law of return”, merupakan metode yang berusaha mengembalikan semua jenis
bahan organik (dalam bentuk limbah tanaman maupun ternak) ke dalam tanah,
yang mana nantinya bahan-bahan ini akan memberikan makanan pada tanaman.
Strategi pertanian organic adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa
tanaman, kompos, dan pupuk kandang ke dalam tanah. Di dalam tanah, hara ini
akan mengalami proses mineralisasi dan berubah menjadi unsur-unsur hara yang
siap diserap oleh tanaman (Sutanto, 2002).
Pertanian organik menurut IFOAM (2005) didefinisikan sebagai sistem
produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan
kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga menghasilkan
pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Pertanian organik
adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat
biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam pengembangan pertanian organik di Indonesia antara lain:
1. Memasyarakatkan pertanian organik kepada konsumen, petani, pelaku
pasar, serta masyarakat luas
2. Memfasilitasi percepatan penguasaan, penerapan, pengembangan, dan
penyebarluasan teknologi pertanian
3. Memfasilitasi kerjasama terpadu antar masyarakat agribisnis untuk
mengembangkan sentra-sentra pertumbuhan pertanian organic
4. Memberdayakan pertanian organiktensi dan kekuatan masyarakat
untuk mengembangkan infrastruktur pendukung pertanian organik
5. Merumuskan kebijakan, norma, standar teknis, sistem dan prosedur
yang kondusif untuk pengembangan pertanian organik;
6. Membuat pedoman yang membantu untuk memperjelas para petani
untuk mengetahui tata can bertani organik yang benar yaitu hams
menyesuaikan dengan persyaratan intemasional yang telah disepakati.
Persyaratan yang dimaksud di sini adalah CAC (Codex Alimentarius
Commission) dan IFOAM (International Federation of Organic
Agriculture Movement).
7. Pemahaman kepada petani bahwa produk pertanian dikatakan organik
jika produk tersebut berasal dan sistem produksi pertanian yang
holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan, dan
produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga mampu
menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas (aman dan
bergizi), dan berkelanjutan