ORGANIC FARMING
OLEH :
KELOMPOK 2
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
SUMEDANG
2020
I
PENDAHULUAN
kerusakan lingkungan akibat pemakaian pupuk dan pestisida kimia yang tidak
terkendali. Sistem pertanian berbasis high input energy seperti pupuk kimia dan
sudah sejak lama dikenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia, semuanya
tanah, tanaman, hewan, bumi, dan manusia sebagai satu kesatuan karena semua
panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan
sosial. Kebanyakan konsumen akan memilih bahan pangan yang aman bagi
produk organik. Pola hidup sehat yang akrab lingkungan telah menjadi trend baru
meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti
pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian.
Pola hidup sehat ini telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan
jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety
(eco-labelling attributes). Pangan yang sehat dan bergizi tinggi ini dapat
bisa memenuhi kebutuhan ini dan bisa meningkatkan eksport produk organik,
akan meningkatkan daya saing usaha pertanian (agribisnis) di Indonesia dan dapat
kopi, coklat, jambu mete, herbal, minyak kelapa, rempah-rempah dan madu.
oleh petani skala kecil untuk pasar lokal. Tidak ada data statistik resmi mengenai
organik (go organic) tahun 2010. Walaupun program kembali ke organik tidak
berjalan seperti apa yang diharapkan, namun Indonesia masih mempunyai peluang
3
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
(2) Prinsip ekologi : Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan
pada proses dan daur ulang ekologis. Siklus- siklus ini bersifat universal
hidup bersama
pertanian organik ini secara lebih rinci. Untuk produk ternak, hewan ternak yang
5
dipelihara untuk produksi organik harus menjadi bagian integral dari unit
usahatani organik dan harus dikelola sesuai dengan kaidah-kaidah organik secara
mengurangi pakan ternak yang berasal dari binatang (misalnya tepung daging)
Prinsip produk pangan organik untuk hewan ternak lebih rumit, karena
bervariasi antar jenis hewan ternak. Hewan ternak yang dipelihara untuk
produksi organik harus menjadi bagian integral dari unit usahatani organik dan
harus dikelola sesuai dengan kaidah-kaidah organik. Jumlah ternak dalam areal
berasal dari binatang (misalnya tepung daging) serta menjaga kesehatan dan
penyakit; dan bebas dari penyakit tertentu atau masalah kesehatan. Ternak tidak
Jika lahannya mencapai status organik serta ternak dari sumber non-
organik dimasukkan, dan jika produknya kemudian dijual sebagai organik, maka
ternak tersebut harus diternakkan menurut standar ini untuk paling sedikit
(1) Sapi dan kuda : 12 bulan untuk produksi daging, 6 bulan untuk bakalan
(2) Domba dan kambing : 6 bulan untuk produksi daging dan 90 hari untuk
produksi susu.
(berdasar berat kering) pakan ternak rumunansianya berasal dari sumber organik
atau jika 80 persen pakan ternak nonrumunansianya berasal dari sumber organik.
dengan mempertimbangkan:
(1) Bangsa dan galur dipelihara dalam kondisi lokal dan dengan sistem
organik;
(2) Pembiakannya lebih baik dengan cara alami walaupun inseminasi buatan
dapat digunakan.
(3) Teknik transfer embrio dan penggunaan hormon reproduksi dan rekayasa
pangan segar dan produk pangan olahan, ternak dan produk peternakan yang
prinsip-prinsip produksinya dan aturan inspeksi spesifik; (b) produk olahan
tanaman dan ternak untuk tujuan konsumsi manusia yang dihasilkan dari butir (a)
di atas.
dari kehidupan tanah. Sistem ini bertujuan mengintegrasikan produksi ternak dan
tanaman dan mengembangkan hubungan simbiosis sumber daya serta daur ulang
lainnya.
oleh Indonesia sebab ayam buras mempunyai banyak kelebihan yang menurut
yang jelas, seperti ayam ras, c) belum ada sistem pembibitan yang memadai.
pengembangan komoditas peternakan; unggas (ayam ras, kampung, dan itik); sapi
(sapi potong, sapi perah dan kerbau); serta kambing dan domba. Program ini
peluang ekspor
petani/peternak,
cacing tanah, keong, bekicot limbah perkebunan, ternak besar (isi rumen),
kehutanan, dan lainnya yang cukup bergizi, tinggal bagaimana mengolah dan
unggas organik sebegitu jauh terkendala oleh beberapa hal. Masalah bibit masih
sepenuhnya hanya berasal dari upaya petani secara tradisional. Pada beberapa
daerah telah ada penangkaran bibit tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan.
Pembibitan yang disponsori oleh UPT/UPTD di Sumatera Selatan, Jawa Barat dan
14
Jawa Tengah baru mampu mensuplai 10% kebutuhan dari kebutuhan lebih kurang
15-20 juta ekor/tahun. Sedangkan BPTU Sembawa yang membibitkan ayam Arab
sejauh ini baru bisa memenuhi kebutuhan terbatas di daerah Sumatera. Menurut
Gunawan (2010) usaha pembibitan ayam buras belum lagi menerapkan good
ayam pejantan dan betina komersial, sehingga belum bisa membentuk suatu galur,
dan tidak dilakukan secara terstruktur sebagai-mana ayam ras. Baru dalam
unggas hulu-hilir juga telah menghasilkan produksi pangan olahan (nugget, sosis,
fried chicken dan karkas beku). Masalah utama industri ini ialah fluktuasi
maju, rendahnya biaya makanan dan buruh, serta penguasaan sumber pakan yang
menengah disebabkan oleh; akses modal usaha, akses kepada sapronak (DOC,
ayam, baik sebagai sumber protein untuk kesehatan dan kecerdasan bangsa serta
Indonesia. Ternyata peran ini tidak selalu mendapat perhatian dan pengelolaan
yang serius sehingga terdapat kesan terpinggirkan dan marjinal, terutama peternak
kecil.
antara lain;
1. Sektoral dan reaktif. Hampir semua kebijakan muncul dan macet jika
terjadi gejolak dan masalah baik antara peternak, industri pakan, bibit,
4. Beban-beban PPN dan PAD dibeberapa daerah yang kurang tepat sebab
terutama bagi peternak kecil menengah dan lain lagi untuk agibisnis serta
Disadari bahwa ternak ayam modern sarat dengan teknologi tinggi (hytech)
namun secara genetik mutu bibit tidak lagi menjadi masalah tetapi kebijakan yang
tidak stabil sering membuat bibit menjadi permasalahan karena tidak bisa
menjamin usaha yang sehat. Hal ini diperparah lagi oleh kebijakan bahan pakan
Guna keluar dari permasalahan yang selalu menimpa usaha ternak ayam ras
kecil menengah, sepantasnyalah jika usaha ini mulai diarahkan kepada unggas
organik, karena lebih cocok untuk usaha skala kecil. Dengan demikian mereka
tidak kehilangan aset, dan peluang usaha selama ini apalagi peternak telah
bahan pakan organik dan merubah sistem kandang dengan menambah range
system.
namun dengan adanya kompensasi harga karena standar animal walfare, organik
organik tetap memberi harapan sebagai usaha yang menjanjikan. Apalagi dewasa
ini dibeberapa negara Eropah mulai dikembangkan pemeliharaan ayam ras yang
perbandingan usaha konvensional dan orgnik baik untuk broiler maupun ayam
petelur.
terhadap potensi lokal karena pertumbuhan dan produksi lebih rendah, konversi
makanan yang kurang efisien. Efisiensi protein juga rendah. Riset ransum
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
(1) Prinsip-prinsip pertanian organik antara lain terdiri dari prinsip kesehatan,
prinsip ekologi, prinsip keadilan, dan prinsip perlindungan. Pertanian
organik mempunyai tujuan yang sama yaitu merupakan usaha
perlindungan tanah, penganekaragaman hayati, dan memberikan
kesempatan kepada binatang ternak dan unggas untuk merumput di alam
terbuka.
(2) Upaya pengembangan pertanian organik di Indonesia antara lain dilakukan
oleh Kementerian Pertanian (2007) dalam Road Map Pengembangan
Pertanian Organik mengemukakan pertanian organik dalam praktiknya
dilakukan dengan berbagai cara. Badan Standarisasi Nasional
mengeluarkan Standar Sistem Pertanian Organik pada tahun 2002.
(3) Produk organik diproduksi dengan memperhatikan antara lain lingkungan,
kesehatan dan kesejahteraan pekerja/petani, kesetaraan gender, serta
menghargai kearifan tradisional sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
dinyatakan dalam panduan mutu.
(4) Peternakan organik adalah sebuah sistem produksi yang menerapkan
manajemen secara holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan
agroekosistem, termasuk keanekaragaman hayati, siklus biologi, dan
aktivitas biologis tanah, dan mengoptimalkan kesehatan dan inter-
dependensi komunitas dari kehidupan tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2002. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-
6729- 2002. Sistem Pangan Organik. Jakarta.
IFOAM. 2017. IFOAM Norms for organic production and processing. Berlin
(Germany): International Federation of Organic Agriculture Movement
Publications.
SNI. 2016. SNI Nomor 6729 tentang Sistem Pertanian Organik. Jakarta
(Indonesia): Standar Nasional Indonesia, Badan Standarisasi Nasional.
Sundrum A. 2001. Organic Livestock Farming A Critical Review. Livest Prod Sci.
67:207-215
LAMPIRAN
Jawaban :
Penyebab produk organik masih menjadi produk dengan harga yang relatif mahal
adalah karena produk organik belum populer dikalangan masyarakat sehingga
hanya sedikit saja pelaku usaha penyedia produk organik sehingga harga produk
tersebut sangat mudah dinaikkan karena longgarnya persaingan. Selain itu, produk
organik memiliki kelebihan tersendiri seperti terjamin dari sisi kesehatan sehingga
menjadi alasan tersendiri harganya bisa mahal.
Jawaban :
Upaya pemerintah sudah banyak dalam menggalakan organic farming, baik
melalui permentan, maupun sosialisasi. Namun dalam upaya pengembangan
organik farming ini perlu adanya kerja sama yang selaras antara pemerintah,
petani/peternak, dan lembaga-lembaga yang peduli terhadap pertanian organik ini.
Bentuk yang bisa dilakukan oleh pemerintah yaitu pelatihan, modal produksi serta
regulasi masing-masing tingkat pemerintah daerah, dan program sertifikasi yang
mudah dan tidak mahal.