Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ORGANIC FARMING

OLEH :
KELOMPOK 2

GINANJAR ILYAS 200110170146


VEGY SYAHRIAL 200110170156
AGUS MIFTAHUDDIN ROFI 200110170178

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
SUMEDANG
2020
I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian organik merupakan jawaban atas revolusi hijau yang digalakkan

pada tahun 1960-an yang menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan

kerusakan lingkungan akibat pemakaian pupuk dan pestisida kimia yang tidak

terkendali. Sistem pertanian berbasis high input energy seperti pupuk kimia dan

pestisida dapat merusak tanah yang akhirnya dapat menurunkan produktifitas

tanah, sehingga berkembang pertanian organik. Pertanian organik sebenarnya

sudah sejak lama dikenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia, semuanya

dilakukan secara tradisional dan menggunakan bahan-bahan alamiah. Pertanian

organik modern didefinisi-kan sebagai sistem budidaya pertanian yang

mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis.

Penge-lolaan pertanian organik didasarkan pada prinsip kesehatan, ekologi,

keadilan, danperlindungan. Prinsip kesehatan dalam pertanian organik adalah

kegiatan pertanian harus memperhatikan kelestarian dan peningkatan kesehatan

tanah, tanaman, hewan, bumi, dan manusia sebagai satu kesatuan karena semua

komponen tersebut saling berhubungan dan tidak terpisahkan.

Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung

dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah.

Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca

panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan

standardisasi (IFOAM, 2008). Keberlanjutan pertanian organik, tidak dapat

dipisahkan dengan dimensi ekonomi, selain dimensi lingkungan dan dimensi


2

sosial. Kebanyakan konsumen akan memilih bahan pangan yang aman bagi

kesehatan dan ramah lingkungan, sehingga mendorong meningkatnya permintaan

produk organik. Pola hidup sehat yang akrab lingkungan telah menjadi trend baru

meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti

pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian.

Pola hidup sehat ini telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan

jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety

attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan

(eco-labelling attributes). Pangan yang sehat dan bergizi tinggi ini dapat

diproduksi dengan metode pertanian organik (Yanti, 2005).

Permintaan pangan organik meningkat di seluruh dunia dan jika Indonesia

bisa memenuhi kebutuhan ini dan bisa meningkatkan eksport produk organik,

akan meningkatkan daya saing usaha pertanian (agribisnis) di Indonesia dan dapat

meningkatkan devisa dan pendapatan rumah tangga tani. Produk pertanian

organik utama yang dihasilkan Indonesia adalah padi, sayuran, buah-buahan,

kopi, coklat, jambu mete, herbal, minyak kelapa, rempah-rempah dan madu.

Diantara komoditi-komoditi tersebut, padi dan sayuran yang banyak diproduksi

oleh petani skala kecil untuk pasar lokal. Tidak ada data statistik resmi mengenai

produksi pertanian organik di Indonesia. Namun perkembangan ekonomi dan

tingginya kesadaran akan kesehatan, merupakan pemicu berkembang cepatnya

pertumbuhan permintaan produk organik.

Pertanian organik belum sepenuhnya memasyarakat, baik oleh petani

sendiri maupun oleh pemerintah yang telah mencanangkan program kembali ke

organik (go organic) tahun 2010. Walaupun program kembali ke organik tidak

berjalan seperti apa yang diharapkan, namun Indonesia masih mempunyai peluang
3

untuk mengembangkan pertanian organik dengan potensi yang dimilikinya.

Dalam tulisan ini dipaparkan pengembangan pertanian organik di Indonesia dalam

rangka meningkatkan produksi pangan yang aman dikonsumsi (food safety

attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan

(eco-labelling attributes), serta dapat meningkatkan pendapatan petani dan devisa.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana prinsip dan tujuan organic farming.

2. Bagaimana upaya pengembangan organic farming di Indonesia.

3. Bagaimana syarat – syarat produk organic farming.

4. Bagaimana model peternakan organik.

1.3 Tujuan

1. Mengetahui prinsip dan tujuan organic farming.

2. Mengetahui upaya pengembangan organic farming di Indonesia.

3. Mengetahui syarat – syarat produk organic farming.

4. Mengetahui model peternakan organik.


II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip - Prinsip Organic Farming

Prinsip-prinsip pertanian organik menjadi dasar dalam penumbuhan dan

pengembangan pertanian organik. Menurut IFOAM (2008) prinsip-prinsip

pertanian organik adalah :

(1) Prinsip kesehatan : pertanian organik harus melestarikan dan

meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi

sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan;

(2) Prinsip ekologi : Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan

siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara

sistem dan siklus ekologi kehidupan. Prinsip ekologi meletakkan pertanian

organik dalam sistem ekologi kehidupan, yang bahwa produksi didasarkan

pada proses dan daur ulang ekologis. Siklus- siklus ini bersifat universal

tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik-lokal;

(3) Prinsip keadilan : Pertanian organik harus membangun hubungan yang

mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan

hidup bersama

(4) Prinsip perlindungan : Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati

dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan

generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.

Badan Standardisasi Nasional (2002) menjelaskan prinsip-prinsip

pertanian organik ini secara lebih rinci. Untuk produk ternak, hewan ternak yang
5

dipelihara untuk produksi organik harus menjadi bagian integral dari unit

usahatani organik dan harus dikelola sesuai dengan kaidah-kaidah organik secara

standar. Pengelolaan peternakan organik harus dilakukan dengan menggunakan

metode pembibitan (breeding) yang alami, meminimal-kan stress, mencegah

penyakit, secara prog-resif menghindari penggunaan obat hewan jenis

kemoterapetika (termasuk antibiotik) alopati kimia (chemical allopathic),

mengurangi pakan ternak yang berasal dari binatang (misalnya tepung daging)

serta menjaga kesehatan dan kesejahteraannya.

Prinsip produk pangan organik untuk hewan ternak lebih rumit, karena

bervariasi antar jenis hewan ternak. Hewan ternak yang dipelihara untuk

produksi organik harus menjadi bagian integral dari unit usahatani organik dan

harus dikelola sesuai dengan kaidah-kaidah organik. Jumlah ternak dalam areal

peternakan harus dijaga dengan mempertimbangkan kapasitas produksi pakan,

kesehatan ternak, keseimbangan nutrisi dan dampak lingkungannya. Pengelolaan

pe ternakan organik harus dilakukan dengan menggunakan metode pembibitan

(breeding) yang alami, meminimalkan stress, mencegah penyakit, secara

progresif menghindari penggunaan obat hewan jenis kemoterapetika (termasuk

antibiotik) alopati kimia (chemical allopathic), mengurangi pakan ternak yang

berasal dari binatang (misalnya tepung daging) serta menjaga kesehatan dan

kesejahteraannya. Pemilihan bangsa, galur (strain) dan metode pembibitan harus

konsisten dengan prinsip-prinsip pertanian organik, terutama yang menyangkut:

adaptasinya terhadap kondisi lokal; vitalitas dan ketahanannya terhadap

penyakit; dan bebas dari penyakit tertentu atau masalah kesehatan. Ternak tidak

boleh ditransfer antara unit organik dan nonorganik.


6

Jika lahannya mencapai status organik serta ternak dari sumber non-

organik dimasukkan, dan jika produknya kemudian dijual sebagai organik, maka

ternak tersebut harus diternakkan menurut standar ini untuk paling sedikit

selama periode berikut :

(1) Sapi dan kuda : 12 bulan untuk produksi daging, 6 bulan untuk bakalan

dan 90 hari untuk produksi susu.

(2) Domba dan kambing : 6 bulan untuk produksi daging dan 90 hari untuk

produksi susu.

(3) Babi : 6 bulan.

(4) Unggas pedaging : seluruh umur hidup, dan petelur 6 minggu.

Dalam hal nutrisi, prinsip yang harus diterapkan adalah : produk

peternakan akan tetap mempertahankan statusnya sebagai organik jika 85 persen

(berdasar berat kering) pakan ternak rumunansianya berasal dari sumber organik

atau jika 80 persen pakan ternak nonrumunansianya berasal dari sumber organik.

Cara pembibitan harus berpedoman pada prinsip-prinsip peternakan organik

dengan mempertimbangkan:

(1) Bangsa dan galur dipelihara dalam kondisi lokal dan dengan sistem

organik;

(2) Pembiakannya lebih baik dengan cara alami walaupun inseminasi buatan

dapat digunakan.

(3) Teknik transfer embrio dan penggunaan hormon reproduksi dan rekayasa

genetikan tidak boleh dilakukan.

(4) Dalam hal pengelolaan kandang, umumnya dilakukan secara alamiah

dengan memenuhi kenyamanan hewan.


7

2.2 Upaya Pengembangan Organic Farming


Pedoman pertanian organik sudah dirumuskan serta lebih lanjut dibesarkan
oleh International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) tahun
1996, dimana pelaksanaannya sudah dicoba di seluruh dunia. Konsep peternakan
organik sudah tumbuh bersamaan dengan meningkatnya produk yang ramah
lingkungan dengan mencermati kesehatan serta kesejahteraan hewan sehingga
menciptakan produk ternak yang bermutu. Menurut Sundrum (2001) peternakan
organik telah berkembang di dunia, khususnya di Eropa pada tahun 1999 yang
tercantum dalam Peraturan EEC 1804/1999, yang melengkapi peraturan No.
2092/91 mengenai produksi pangan organik. Peraturan EEC menetapkan standar
yang terkait dengan produksi dan melibatkan hak dalam pelabelan pangan
organik, termasuk di dalamnya spesifikasi untuk kondisi kandang, nutrisi ternak
dan perkembangbiakannya, serta perawatan, pencegahan penyakit dan pengobatan
ternak.

Menurut Kerr (2009) menyatakan bahwa cara-cara pertanian organik di


setiap negara bervariasi, akan tetapi pada dasarnya pertanian organik mempunyai
tujuan yang sama yaitu merupakan usaha perlindungan tanah, penganekaragaman
hayati, dan memberikan kesempatan kepada binatang ternak dan unggas untuk
merumput di alam terbuka. Kementerian Pertanian (2007) dalam Road Map
Pengembangan Pertanian Organik mengemukakan, bahwa pertanian organik
dalam praktiknya dilakukan dengan cara, antara lain:

1) Menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika (GMO =


genetically modified organism).
2) Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis (pengendalian gulma,
hama, dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis, dan rotasi
tanaman).
8

3) Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh (growth regulator) dan


pupuk kimia sintetis (kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan
dipelihara dengan menambahkan pupuk kandang dan batuan mineral alami
serta penanaman legum dan rotasi tanaman)
4) Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintetis dalam
makanan ternak.
Berkembangnya produsen dan komoditas organik dapat dipengaruhi oleh
gaya hidup masyarakat sebagai konsumen yang mulai memperhatikan pentingnya
kesehatan dan lingkungan hidup dengan menggunakan produk organik yang tidak
menggunakan bahan-bahan kimia sintetis buatan. Menurut IFOAM (2017)
Budidaya ternak organik dipenuhi melalui kombinasi antara penyediaan pakan
yang ditumbuhkan secara organik yang berkualitas baik, pengaturan kepadatan
populasi ternak, sistem budidaya ternak yang sesuai dengan tuntutan kebiasaan
hidupnya, serta cara pengelolaan ternak yang baik yang dapat mengurangi stress
dan berupaya mendorong kesejahteraan serta kesehatan ternak, mencegah
penyakit dan menghindari penggunaan obat hewan kelompok sediaan farmasetikal
jenis kemoterapetika (termasuk antibiotika).
Pertanian organik tidak semata-mata menciptakan bahan pangan yang
aman untuk kesehatan manusia, tetapi merupakan suatu pendekatan menuju gaya
hidup yang lain. Pertanian organik mempunyai keunggulan (manfaat) maupun
kekurangannya (kendala) antara lain :
1) Keunggulan
 Tidak memakai zat kimia, hanya memakai pupuk organik/pupuk
hayati sebagai pemasok unsur haranya. Hal ini jelas akan aman dan
sehat untuk perkembangan tanaman serta tidak membahayakan flora
fauna tanah.
9

 Pertanian organik akan menghemat penggunaan hara tanah, berarti


akan memperpanjang umur produktif tanah.
 Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, khususnya atas sumber
daya air karena zat-zat kimia yang terkandung berkadar rendah dan
berbentuk senyawa yang tidak mudah larut.
 Meningkatkan dan menjaga produktivitas lahan pertanian dalam
jangka panjang serta memelihara kelestarian alam dan lingkungan.
Pemakaian kompos, misalnya, akan menciptakan lingkungan tanah,
air dan udara yang sehat yang merupakan syarat utama bagi
tumbuhnya komoditi pertanian yang sehat.
 Melindungi pertanaman terhadap cekaman (stres) oleh unsur-unsur
yang ada di dalam tanah (Fe, Al, Mn) atau yang masuk ke dalam tanah
dari bahan-bahan pencemar jenis logam berat.
 Menghasilkan makanan yang cukup, aman, dan bergizi sehingga
meningkatkan kesehatan masyarakat dan sekaligus daya saing produk
agribisnis.
 Organic farming dapat meningkatkan nilai jual dari produk pertanian
dan peternakan organik.
2) Kelemahan
 Pada awal kegiatan pertanian organik, kuantitas produksi seringkali
tidak sesuai harapan dan berada di bawah produktivitas pertanian
anorganik.
 Persepsi masyarakat awam mengenai organic farming yaitu biaya
mahal, memerlukan banyak tenaga kerja, kembali pada sistem
pertanian tradisional, dan produksi rendah.
 Penyediaan pupuk organik, umumnya petani di indonesia bukan
petani mampu yang memiliki lahan dan ternak sekaligus, sehingga
mereka mesti membeli dari sumber lainnya dan ini membutuhkan
biaya yang cukup tinggi disamping tenaga yang lebih besar.
10

 Kesiapan teknologi pendukung, pengetahuan akan tanaman yang


dapat menyumbangkan hara tanaman seperti legum sebagai tanaman
penyumbang nitrogen dan unsur hara lainnya sangatlah membantu
untuk kelestarian lahan pertanian organik. Selain itu teknologi
pencegahan hama dan penyakit juga sangat diperlukan, terutama pada
pembudidaya pertanian organik di musim hujan.
 Pemilik usaha pertanian organik tidak memiliki lahan penggembalaan
yang cukup untuk beternak ternak perah (sapi dan kambing) dan
peternak yang memelihara ternaknya secara organik harus memiliki
lahan penghasil hijauan yang bersertifikat organik.
 Sertifikasi.

Upaya keberhasilan pengembangan pertanian organik akan terwujud


ketika ada dukungan dan kerja sama dari pemerintah baik dalam bentuk pelatihan,
modal produksi serta regulasi masing-masing tingkat pemerintah daerah.
Keberhasilan untuk meningkatkan kesejahteraan petani juga akan diiringi oleh
kecintaan akan lingkungan hidup, karena akan terciptanya lingkungan yang sehat,
asri, alami, yang akan mendorong pada kedalam pertanian hijau. Pengembangan
selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi
permintaan pasar global. Oleh karena itu komoditas-komoditas eksotik seperti
sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup
baik sehingga perlu dikembangkan. program sertifikasi dan pembinaannya perlu
terus ditingkatkan baik oleh pemerintah maupun lembaga/perusahaan peduli
dengan pengembangan pertanian organik ini, sehingga program sertifikasi organik
diakui dan para petani tidak perlu membayar mahal biaya sertifikasi.

2.3 Produk Organik Farming


Hasil kajian Aliansi Organis Indonesia pada 2010 menunjukkan makin
banyaknya produsen produk organik dengan komoditas yang beragam, seperti
beras, telur, susu, sayuran dan bermacam hasil tanaman kebun seperti kopi, teh,
11

madu hutan dan rempah-rempah. Menurut Mayrowani (2012) pertanian organik


modern di Indonesia diperkenalkan oleh Yayasan Bina Sarana Bakti (BSB) tahun
1984, dengan mengembangkan usaha tani sayuran organik di Bogor, Jawa Barat.
Tahun 2006, terdapat 23.605 petani organik di Indonesia dengan luas area 41.431
ha yaitu 0,09% dari total lahan pertanian di Indonesia.
Menurut SNI (2016) produk organik diproduksi dengan memperhatikan
antara lain lingkungan, kesehatan dan kesejahteraan pekerja/petani, kesetaraan
gender, serta menghargai kearifan tradisional sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan dinyatakan dalam panduan mutu. Ternak yang dipelihara untuk
produksi pertanian organik harus menjadi bagian integral dari unit usaha tani
organik dan harus dikelola sesuai dengan kaidah-kaidah organik.
Produk pertanian harus mampu bersaing dan memberikan nilai positif
yang dapat dirasakan oleh konsumen baik nasional maupun global. Produk
pertanian tidak akan mampu bersaing bila sistem pertanian tidak mampu
menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dan aman sesuai dengan tuntutan
konsumen saat ini. Semakin meningkatnya produksi pertanian organik dan
kesadaran konsumen akan pentingnya produk organik ini, akan menjadikan rentan
terhadap bahaya dari pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan sendiri.
Mulai dari permainan harga sehingga produk organik sangat mahal di tingkat
konsumen sementara harga di tingkat petani jauh lebih rendah, produk organik
palsu dan sebagainya. Keadaan ini tentunya harus diimbangi dengan regulasi atau
pengaturan yang jelas dari pemerintah. Oleh karena itu, Departemen Pertanian
pada tahun 2002, membuat aturan dasar bagi pelaksanaan pertanian organik di
Indonesia yang disahkan dalam bentuk SNI Sistem Pangan Organik. Menurut
BSN (2002) Standar Nasional Indonesia ini disusun dengan maksud untuk
menyediakan sebuah ketentuan tentang persyaratan produksi, pelabelan dan
pengakuan (claim) terhadap produk pangan organik yang dapat disetujui bersama.
Standar Nasional Indonesia diterapkan pada produk-produk berikut yang
memiliki, atau diperuntukkan untuk memiliki, pelabelan yang merujuk pada cara-
cara produksi organik, yakni: (a) tanaman dan produk segar tanaman serta produk
12

pangan segar dan produk pangan olahan, ternak dan produk peternakan yang
prinsip-prinsip produksinya dan aturan inspeksi spesifik; (b) produk olahan
tanaman dan ternak untuk tujuan konsumsi manusia yang dihasilkan dari butir (a)
di atas.

2.4 Peternakan Organik

Peternakan organik adalah sebuah sistem produksi yang menerapkan

manajemen secara holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan

agroekosistem, termasuk keanekaragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas

biologis tanah, dan mengoptimalkan kesehatan dan inter-dependensi komunitas

dari kehidupan tanah. Sistem ini bertujuan mengintegrasikan produksi ternak dan

tanaman dan mengembangkan hubungan simbiosis sumber daya serta daur ulang

dan terbarukan dalam sistem pertanian (Blair, 2008).

2.4.1 Unggas Organik dari Ayam Lokal

Inovasi teknologi tentang integrated farming system secara parsial dari

berbagai komoditi sudah cukup banyak diperkenalkan, dan dilaporkan dapat

meningkatkan produktivitas ternak dan lahan, tenaga kerja, hasil dan

kesejahteraan petani, namun implementasinya di lapangan dirasakan masih sangat


terbatas. Khusus dibidang peternakan, pertanian terpadu yang telah banyak

diwacanakan ialah padi-ikan-ayam, sapi-jagung/tebu-cacing, sampah-cacing-

ayam, sapi-biogas-kompos-padi/jagung atau hortikultura dan bentuk diversifikasi

lainnya.

Menghadapi era organic poultry, sebenarnya ayam buras dapat diandalkan

oleh Indonesia sebab ayam buras mempunyai banyak kelebihan yang menurut

Harjosworo dan Prasetyo (2009); a) memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan

setempat yang tinggi, b) toleran terhadap pakan berkualitas rendah, c) lebih


13

toleran terhadap beberapa penyakit, terutama parasit. Beberapa kelemahan; a)

komposisi genetik meng-hasilkan produktivitas rendah, b) belum ada jenjang bibit

yang jelas, seperti ayam ras, c) belum ada sistem pembibitan yang memadai.

Merespon Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) 2005,

Departemen Pertanian telah menentukan prioritas prospek dan arah kebijakan

pengembangan komoditas peternakan; unggas (ayam ras, kampung, dan itik); sapi

(sapi potong, sapi perah dan kerbau); serta kambing dan domba. Program ini

dimaksudkan dalam rangka mengantisipasi kebutuhan antara lain;

a) mewujudkan ketahanan pangan hewani yang ASUH

b) mengembangkan agribisnis untuk mengurangi impor dan merebut

peluang ekspor

c) mewujudkan usaha tani yang tangguh bagi kesejahteraan

petani/peternak,

d) menyediakan ternak untuk keperluan sosial budaya dan

e) pengembangan agrowisata dan hobi.

Melalui integrated farming unggas organik bagi peternak kecil, bisa me

manfaatkan bahan pakan dilingkungan/sekitar petani, limbah non konvensional;

cacing tanah, keong, bekicot limbah perkebunan, ternak besar (isi rumen),

kehutanan, dan lainnya yang cukup bergizi, tinggal bagaimana mengolah dan

mem-formulasikan untuk ransum dengan harga terjangkau.

Besarnya harapan guna mengem-bangkan ayam lokal sebagai bagian dari

unggas organik sebegitu jauh terkendala oleh beberapa hal. Masalah bibit masih

sepenuhnya hanya berasal dari upaya petani secara tradisional. Pada beberapa

daerah telah ada penangkaran bibit tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan.

Pembibitan yang disponsori oleh UPT/UPTD di Sumatera Selatan, Jawa Barat dan
14

Jawa Tengah baru mampu mensuplai 10% kebutuhan dari kebutuhan lebih kurang

15-20 juta ekor/tahun. Sedangkan BPTU Sembawa yang membibitkan ayam Arab

sejauh ini baru bisa memenuhi kebutuhan terbatas di daerah Sumatera. Menurut

Gunawan (2010) usaha pembibitan ayam buras belum lagi menerapkan good

multiplier practices, dimana pembibitan dilakukan baru terbatas kepada seleksi

ayam pejantan dan betina komersial, sehingga belum bisa membentuk suatu galur,

dan tidak dilakukan secara terstruktur sebagai-mana ayam ras. Baru dalam

penetasan telah menggunakan mesin tetas sederhana.

2.4.2 Unggas Organik dari Ayam Ras

Perkembangan industri unggas Indonesia sebenarnya sudah didukung oleh

berbagai fasilitas, tumbuh dan berkembangnya usaha pembibitan (breeding farm),

industri pakan bertaraf internasional, industri obat-obatan ternak yang telah

mampu mengekspor, tersedianya teknologi budi daya. Pada beberapa industri

unggas hulu-hilir juga telah menghasilkan produksi pangan olahan (nugget, sosis,

fried chicken dan karkas beku). Masalah utama industri ini ialah fluktuasi

ketersediaan dan mahalnya bahan pendukung yang sebagian besar impor.

Kemampuan persaingan industri unggas ditentukan oleh: penguasaan teknologi

maju, rendahnya biaya makanan dan buruh, serta penguasaan sumber pakan yang

bagi Indonesia hampir sebahagian besar impor sehingga kurang efisien.

Terbatasnya pengembangan usaha kearah komersial oleh produsen kecil

menengah disebabkan oleh; akses modal usaha, akses kepada sapronak (DOC,

pakan, obat-obatan dan teknologi), di samping masalah utama pasar dan

persaingan pasar dan pemasaran dengan industri hulu-hilir.

Kebijakan perunggasan nasional yang sudah dan sedang berlangsung

sering kurang mendukung sepenuhnya arah pengembangan usaha peternakan


15

ayam, baik sebagai sumber protein untuk kesehatan dan kecerdasan bangsa serta

kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan masyarakat. Semua stake holders,

terutama pemerintah menyadari peran strategis pengembangan peternakan unggas

Indonesia. Ternyata peran ini tidak selalu mendapat perhatian dan pengelolaan

yang serius sehingga terdapat kesan terpinggirkan dan marjinal, terutama peternak

kecil.

Beberapa kebijakan yang selalu dipersoalkan karena sering kontroversial

antara lain;

1. Sektoral dan reaktif. Hampir semua kebijakan muncul dan macet jika

terjadi gejolak dan masalah baik antara peternak, industri pakan, bibit,

konsumen dan pemasaraan, ditanggapi dengan kebijakan sektoral sesaat

bukan melalui suatu kebijakan strategis jangka panjang dan sering

diserahkan kepada mekanisme pasar, apa lagi dengan adanya AC-FTA.

2. Kebijakan pengadaan jagung dalam negeri dan impor yang selalu

kontroversial, sehingga tidak merangsang produksi dalam negeri walaupun

Indonesia cukup potensial untuk itu.

3. Kadang-kadang masalah ketersedian daging dalam negeri diatasi dengan

impor (termasuk paha ayam) sehingga sangat merugikan peternak.

Ketersediaan data yang valid sering menjadi sumber masalah.

4. Beban-beban PPN dan PAD dibeberapa daerah yang kurang tepat sebab

telur dan daging unggas sebenarnya termasuk kebutuhan bahan sembilan

pokok yang memerlukan kebijakan tersendiri.

5. Kebijakan pemerintah tentang akses kepada sumber dana kendati banyak


16

regulasi untuk itu, namun implementasinya sering tidak jalan dilapangan,

terutama bagi peternak kecil menengah dan lain lagi untuk agibisnis serta

PMA dan PMDN yang menguasai hulu-hilir.

Disadari bahwa ternak ayam modern sarat dengan teknologi tinggi (hytech)

namun secara genetik mutu bibit tidak lagi menjadi masalah tetapi kebijakan yang

tidak stabil sering membuat bibit menjadi permasalahan karena tidak bisa

menjamin usaha yang sehat. Hal ini diperparah lagi oleh kebijakan bahan pakan

yang juga sangat fluktuatif.

Guna keluar dari permasalahan yang selalu menimpa usaha ternak ayam ras

kecil menengah, sepantasnyalah jika usaha ini mulai diarahkan kepada unggas

organik, karena lebih cocok untuk usaha skala kecil. Dengan demikian mereka

tidak kehilangan aset, dan peluang usaha selama ini apalagi peternak telah

menguasai teknologi, tinggal hanya penyesuaian seperlunya dengan menggunakan

bahan pakan organik dan merubah sistem kandang dengan menambah range

system.

Kendati unggas organik kurang produktif dibandingkan ayam konvensional,

namun dengan adanya kompensasi harga karena standar animal walfare, organik

dan kemampuan membayar lebih oleh konsumen, usaha peternakan unggas

organik tetap memberi harapan sebagai usaha yang menjanjikan. Apalagi dewasa

ini dibeberapa negara Eropah mulai dikembangkan pemeliharaan ayam ras yang

sepenuhnya dengan pakan bahan-bahan nabati. Blair (2008) memperlihatkan

perbandingan usaha konvensional dan orgnik baik untuk broiler maupun ayam

petelur.

Unggas organik akan mengurangi akses polusi kepada lingkungan

dibandingkan peternakan ayam konvensional. Perlu penelitian lebih banyak


17

terhadap potensi lokal karena pertumbuhan dan produksi lebih rendah, konversi

makanan yang kurang efisien. Efisiensi protein juga rendah. Riset ransum

probiotik sebagai pengganti non organik/antibiotika masih pro kontra.


III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
(1) Prinsip-prinsip pertanian organik antara lain terdiri dari prinsip kesehatan,
prinsip ekologi, prinsip keadilan, dan prinsip perlindungan. Pertanian
organik mempunyai tujuan yang sama yaitu merupakan usaha
perlindungan tanah, penganekaragaman hayati, dan memberikan
kesempatan kepada binatang ternak dan unggas untuk merumput di alam
terbuka.
(2) Upaya pengembangan pertanian organik di Indonesia antara lain dilakukan
oleh Kementerian Pertanian (2007) dalam Road Map Pengembangan
Pertanian Organik mengemukakan pertanian organik dalam praktiknya
dilakukan dengan berbagai cara. Badan Standarisasi Nasional
mengeluarkan Standar Sistem Pertanian Organik pada tahun 2002.
(3) Produk organik diproduksi dengan memperhatikan antara lain lingkungan,
kesehatan dan kesejahteraan pekerja/petani, kesetaraan gender, serta
menghargai kearifan tradisional sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
dinyatakan dalam panduan mutu.
(4) Peternakan organik adalah sebuah sistem produksi yang menerapkan
manajemen secara holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan
agroekosistem, termasuk keanekaragaman hayati, siklus biologi, dan
aktivitas biologis tanah, dan mengoptimalkan kesehatan dan inter-
dependensi komunitas dari kehidupan tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2002. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-
6729- 2002. Sistem Pangan Organik. Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-


6729-2002. Sistem Pangan Organik. Jakarta.

Blair, R. 2008. Nutrition and Feeding of Organic Poultry. Cabb International.


Cromwell Press, Trowbridge.

Gunawan, D. 2010. Masih berpeluang walau ada hambatan. Laporan Utama.


Poultry Indonesia, November 2010.

Harjosworo, P. S. dan L. H. Prasetyo. 2009. Unggas dan perunggasan di


Indonesia. Makalah Seminar Strategi Usaha perunggasan dalam
Menghadapi Krisis Global. MIPI-FAPET, 26 Oktober 2009,Bogor.
IFOAM. 2008. The World of Organic Agriculture - Statistics & Emerging Trends
2008. http://www.soel.de/fachtheraaii downloads/s74lO.pdf.

IFOAM. 2017. IFOAM Norms for organic production and processing. Berlin
(Germany): International Federation of Organic Agriculture Movement
Publications.

KEMENTAN. 2007. Strategi dan Inovasi Teknologi Pertanian Menghadapi


Perubahan Iklim Global.

Mayrowani H. 2012. Pengembangan Pertanian Organik Di Indonesia. Forum


Penelitian Agro Ekonomi. 30:91- 108.

SNI. 2016. SNI Nomor 6729 tentang Sistem Pertanian Organik. Jakarta
(Indonesia): Standar Nasional Indonesia, Badan Standarisasi Nasional.

Sundrum A. 2001. Organic Livestock Farming A Critical Review. Livest Prod Sci.
67:207-215

Yanti, R. 2005. Aplikasi Teknologi Pertanian Organik: Penerapan


Pertanian Organikoleh Petani Padi Sawah Desa Sukorejo Kabupaten
Sragen, Jawa Tengah. Tesis. Universitas Indonesia.
20

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Diskusi

Claudyne Mayranie F. (170274)


Produk organik sudah dikenal harganya mahal dan sudah ada upaya yang
dilakukan pemerintah, tapi sampai sekarang produk organik masih mahal. apakah
ada solusi lain agar produk organik dapat dicapai dengan harga terjangkau
masyarakat?

Jawaban :
Penyebab produk organik masih menjadi produk dengan harga yang relatif mahal
adalah karena produk organik belum populer dikalangan masyarakat sehingga
hanya sedikit saja pelaku usaha penyedia produk organik sehingga harga produk
tersebut sangat mudah dinaikkan karena longgarnya persaingan. Selain itu, produk
organik memiliki kelebihan tersendiri seperti terjamin dari sisi kesehatan sehingga
menjadi alasan tersendiri harganya bisa mahal.

Fahmi Sabila D. (170182)


Bagaimana cara pengendalian penyakit dalam sistem pertanian organik?

Jawaban : Cara pengendalian penyakit pada sistem pertanian organik hanya


mengandalkan imunitas atau daya tahan dari tanaman/ternak itu sendiri. Adapun
jikalau terserang pernyakit biasanya sistemnya masih menggunakan sistem
konvensional contohnya pada ternak sapi. Sapi yang dikandangkan tentu akan
menyebabkan stress, selain itu lingkungan yang kotor membuat sapi itu terserang
penyakit. Sistem ini bukan merupakan sistem pertanian organik.
21

Yuga Syaiful Bahri (170053)


Adakah upaya pemerintah sebagai regulator untuk mengedukasi konsumen untuk
berpindah mengkonsumsi produk konvensional ke produk organik?

Jawaban :
Upaya pemerintah sudah banyak dalam menggalakan organic farming, baik
melalui permentan, maupun sosialisasi. Namun dalam upaya pengembangan
organik farming ini perlu adanya kerja sama yang selaras antara pemerintah,
petani/peternak, dan lembaga-lembaga yang peduli terhadap pertanian organik ini.
Bentuk yang bisa dilakukan oleh pemerintah yaitu pelatihan, modal produksi serta
regulasi masing-masing tingkat pemerintah daerah, dan program sertifikasi yang
mudah dan tidak mahal.

Anda mungkin juga menyukai