Anda di halaman 1dari 4

Kebutuhan pangan terus meningkat karena permintaan dunia yang semakin meningkat dan semakin

sejahtera dengan jumlah penduduk yang semakin eksponensial. Kebutuhan yang mendesak ini
menyebabkan kesehatan lahan kurang mendapat perhatian. Petani kurang memperhatikan restorasi
lahan, pemeliharaan melalui perbaikan lahan, dan penguatan kapasitas mereka terhadap keberlanjutan
ekosistem darat (Rattan, 2019). Langkah-langkah perlindungan lahan yang telah diambil tidak cukup
untuk mencapai pengelolaan lahan berkelanjutan dalam skala global. Selain itu, undang-undang
perlindungan lahan yang mengikat di tingkat nasional terbukti tidak cukup untuk memberikan
perlindungan (Erdogan dkk, 2021). Lahan pertanian merupakan ekosistem yang rapuh atau mudah
terdegradasi yang banyak ditemukan di negara-negara berkembang. Hasil penelitian Noordwijk, dkk,
(2018) menyarankan agar segera dirancang langkah-langkah untuk membantu meningkatkan
produktivitas ekosistem ini serta merehabilitasi lahan untuk menghentikan proses degradasi lahan.
Kesehatan lahan sangat penting dijaga untuk menjamin kesehatan manusia, memulihkan fungsi
ekosistem darat dan melestarikannya.

Permasalahan pangan mempunyai konsekuensi logis bagi keamanan suatu negara. Pernyataan ini
berlaku sebaliknya. Kelangkaan pangan juga dapat menimbulkan konflik. Konflik atau perang hanya akan
menghancurkan sarana dan prasarana, namun juga lahan pertanian. Luas panen merupakan salah satu
faktor utama peningkatan produksi padi nasional dan daerah. Seiring bertambahnya jumlah penduduk di
suatu daerah, maka luas panen semakin berkurang akibat perkembangan industri dan infrastruktur
publik. Sebab jumlah penduduk tersebut menjadi faktor utama terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke
fungsi non pertanian. Di lahan persawahan, pada umumnya fungsi sawah diubah menjadi lahan
perkebunan.

Kesehatan lahan terbukti tidak hanya mempengaruhi kesehatan manusia, namun juga sangat
mempengaruhi kondisi atmosfer, biosfer, dan hidrosfer. Pentingnya kesehatan lahan bagi mitigasi
perubahan iklim, tercatat 69% lahan pertanian di Indonesia masuk kategori rusak berat (mandul) akibat
penggunaan pupuk dan pestisida yang tidak bijak (Expatriate TechCooperation Aspac FAO, 2018)

Degradasi lahan merupakan suatu proses penurunan produktivitas lahan yang ditandai dengan
perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi (Sitorus, 2011) akibat menurunnya produktivitas lahan sehingga
menyebabkan lahan menjadi kritis (Kurnia, 2010). Pemupukan kimia yang tidak seimbang telah
diidentifikasi sebagai penyebab utama kerusakan lahan atau lahan kritis. Penurunan kualitas lahan yang
cukup parah terlihat dari tanda-tanda semakin meratanya lahan pertanian. Gejala ini disebabkan oleh
peningkatan jumlah pupuk yang digunakan, rendahnya efisiensi pemupukan, dan kerusakan fisik tanah.
Gejalanya adalah tanah cepat retak pada musim kemarau dan menjadi jenuh atau tergenang air pada
musim kemarau. hujan (Rotan, 2016). Upaya konservasi lahan pertanian perlu dilakukan untuk
mencegah kerusakan lahan yang lebih parah dan mengembalikan lahan kritis sesuai potensinya.

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan kelanjutan dari Millennium Development Goals
(MDGs) yang telah berakhir pada tahun 2015. Sustainable Development Goals (SDGs) diartikan sebagai
kerangka kerja untuk 15 tahun ke depan hingga tahun 2030. Hal ini berbeda dengan Millennium
Development Goals ( MGDs) yang lebih bersifat birokratis. dan teknokratis, penyusunan item SDGs lebih
inklusif dengan melibatkan banyak pihak termasuk organisasi masyarakat sipil.
Penyusunan SDGs sendiri mempunyai beberapa tantangan karena masih terdapat beberapa target
MDGs yang belum tercapai dan harus dilanjutkan dalam SDGs. Seluruh tujuan, target dan indikator
dalam dokumen SDGs juga perlu mempertimbangkan perubahan situasi global saat ini. Mulai tahun
2016, SDGs resmi menggantikan MDGs. SDGs memuat serangkaian tujuan transformatif yang disepakati
dan berlaku untuk semua negara tanpa kecuali. SDGs berisi 17 tujuan. Salah satu tujuan tersebut adalah
mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi, serta mendorong pertanian
berkelanjutan. Dalam tujuan tersebut SDGs mempunyai target-target yang harus dicapai, target-target
tersebut juga meneruskan apa yang belum terselesaikan dalam program MDGs yaitu peningkatan
pendapatan dan pengentasan kemiskinan dan kelaparan. Sebelum program SDGs ada di Riau, MDGs
(Millennium Development Goals) sebelumnya mempunyai program di bidang pembangunan, kesehatan
dan pendidikan, namun program MDGs di Riau lebih fokus pada program pengentasan kemiskinan.

Konservasi ekosistem tanah sebagai perspektif pertanian berkelanjutan perlu dilaksanakan di Indonesia
karena jumlah penduduk yang sangat besar dan terus bertambah, serta kualitas dan kuantitas sumber
daya alam yang semakin terbatas. Pertanian berkelanjutan merupakan komitmen pemerintah dalam
mencapai target SDGs. Wacana mengenai aspek praktis pertanian berkelanjutan sangatlah ideal.
Tantangannya adalah dimensi cakupan kepentingan pertanian berkelanjutan dan substansi maknanya
oleh kelompok masyarakat terkait (ahli agronomi, ahli lingkungan hidup, pelaku pasar dan petani)
berbeda-beda padahal semua kelompok tersebut sepakat bahwa keberlanjutan fungsi lahan dan
lingkungan hidup. sumber daya harus terjamin. Pertanian berkelanjutan di Indonesia bukanlah sebuah
pilihan namun sebuah keharusan karena urgensinya bukan hanya sekedar komitmen untuk mencapai
SDGs.

Sawah merupakan lahan yang paling banyak dikelola oleh petani di Indonesia. Lahan ini terus menerus
tergenang air, atau dirotasi tanaman palawija (Sukwika & Firmansyah, 2020). Penggunaan lahan
mempunyai pengaruh lokal terhadap kerusakan produktivitas ekosistem. Oleh karena itu, sangat
penting penggunaan lahan diimbangi dengan upaya konservasi lahan itu sendiri, terutama bagi negara-
negara yang perekonomiannya berbasis pada pertanian (Hardjowigeno, 2004). Kurangnya pengetahuan
petani dalam pengolahan lahan menjadi penyebab utama terabaikannya upaya konservasi lahan
(Suryani, 2019), sehingga mengakibatkan degradasi lahan pertanian. Status kerusakan lahan dan
sebaran lahan kritis di Indonesia dapat digolongkan ringan, sedang, dan berat. Berdasarkan kajian
kriteria baku kerusakan lahan, lahan yang tergolong rusak ringan dan sedang terletak di daerah dataran
tinggi kabupaten Probolinggo, Indonesia (Kaenchan, 2017). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
preventif sebagai strategi mengembalikan produktivitas sawah menuju kemandirian pangan
berkelanjutan.

Rusaknya lahan pertanian di Indonesia yang cukup mengkhawatirkan mengharuskan para petani
Indonesia untuk mengembalikan potensi fungsi lahan tersebut, salah satunya melalui konservasi
berbasis kearifan lokal. Dalam ulasan kali ini, kita akan mengkaji lebih mendalam peran petani Indonesia
dalam upaya konservasi lahan berbasis kearifan lokal dan artikel ini bertujuan untuk menganalisis peran
petani dalam konservasi lahan berbasis kearifan lokal dan kontribusinya dalam memulihkan fungsi
lahan. Urgensi dan manfaat penelitian ini adalah 1) sebagai bentuk referensi bagi akademisi dan
masyarakat mengenai degradasi lahan pertanian di Indonesia dan penyebabnya; 2) sebagai sumber
pengetahuan bagi penulis lain tentang kearifan lokal petani Indonesia dalam melestarikan lahan
pertanian; 3). Sebagai sumber inspirasi bagi para petani lainnya dalam melakukan konservasi lahan,
khususnya petani yang belum berkontribusi dalam konservasi lahan pertanian.

Pertanian tradisional yang berkembang di masyarakat seiring berjalannya waktu hendaknya dapat
mengambil kesimpulan bahwa dengan menggunakan sistem ini masyarakat pertanian tradisional telah
berhasil menyediakan pangan bagi satu generasi petani ke generasi berikutnya. Kearifan lokal
merupakan aspek terpenting dalam sistem pertanian tradisional. Kearifan lokal sering diartikan sebagai
pengetahuan lokal yang memuat pengetahuan dan berbagai strategi dalam menyikapi berbagai
permasalahan terkait lingkungan, pemenuhan kebutuhan pangan, serta strategi adaptasi masyarakat
dalam menghadapi perubahan lingkungan alam dan sosial.

Dalam pertanian konvensional, petani memaksakan tanaman untuk tumbuh dan menghasilkan panen
yang melimpah, kearifan lokal mengajarkan bahwa tanah memerlukan waktu untuk memulihkan unsur
hara dengan bahan organik sebelum dilakukan proses penanaman kembali untuk mendapatkan hasil
panen yang melimpah, harus dilakukan selaras dengan alam dan Inilah pertanian berkelanjutan yang
dilandasi oleh kearifan lokal di bidang pertanian yang sebelumnya berkembang sebagai suatu sistem
kepercayaan yang berdampak pada pelestarian lingkungan hidup dan berakar pada penghormatan
terhadap sesuatu yang diyakini mempunyai kekuatan untuk menjaga alam. “Kearifan lokal dalam
pertanian selain membentuk sistem keagamaan, juga membangun kearifan lokal yang dapat diambil
hikmahnya secara filosofis dan pragmatis,”

Dengan cara ini, harmonisasi rantai sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup tetap terjaga. Namun
keberadaan kearifan lokal di bidang pertanian seolah terpinggirkan dan terkesan jauh dari sentuhan
teknologi digital selama petani berorientasi pada produktivitas tanamannya namun tidak
memperhatikan kelestarian lahan yang digarapnya. “Kearifan lokal dan teknologi digital bisa saling
mengakomodasi. Dengan itu, ide dan inovasi untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan dapat
tersosialisasikan secara maksimal kepada para petani”, sumber daya alam yang melimpah tidak akan ada
artinya jika tidak dikelola dengan pengetahuan. Pada hakikatnya pemerintah telah memberikan peluang
kepada petani dan terserah kepada petani bagaimana memanfaatkan peluang tersebut dengan
mengubah paradigma berpikir untuk kepentingan petani itu sendiri, terutama dalam menafkahi
kehidupan dan meningkatkan kesejahteraannya.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs) merupakan


serangkaian tujuan yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengatasi berbagai
tantangan global dan mencapai pembangunan berkelanjutan. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDGs) telah menjadi isu sentral sejak tahun 2016. SDGs yang berisi 17 Tujuan dan 169 Target
merupakan rencana aksi global untuk 15 tahun ke depan (berlaku mulai tahun 2016 hingga 2030), untuk
mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan Lindungi Lingkungan. SDGs berlaku untuk semua
negara (universal), sehingga semua negara tanpa terkecuali negara maju mempunyai kewajiban moral
untuk mencapai tujuan dan target SDGs. Sektor pertanian mempunyai peran penting dalam mencapai
beberapa tujuan SDGs, investasi pada pertanian organik dan praktik pertanian berkelanjutan membantu
mengurangi kelaparan. Sektor pertanian merupakan salah satu penopang utama penopang
pembangunan perekonomian nasional. Pada kenyataannya, sektor pertanian tidak hanya menjadi
penyedia pangan bagi 273 juta penduduk Indonesia, namun juga penyedia lapangan kerja dan sumber
pendapatan rumah tangga, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan. Sebagai penopang
pertumbuhan perekonomian nasional, sektor pertanian menyediakan bahan baku bagi industri
manufaktur, kegiatan ekspor produk pertanian dan turunannya serta mendukung kelestarian sumber
daya alam dan lingkungan hidup. Sektor pertanian juga berperan sebagai katup pengaman
perekonomian nasional pada saat krisis ekonomi.

Pembangunan pertanian yang mempunyai semangat kemajuan dilaksanakan dengan prinsip


kemandirian dan orientasi modern, maka pencapaian maksud dan tujuan pembangunan pertanian akan
lebih mudah. Dalam pelaksanaannya, pertanian maju, mandiri dan modern merupakan penerapan
konsep pembangunan pertanian

Masih banyak ruang untuk dikembangkan sistem pertanian, diantaranya komoditas yang homogen
dapat diolah menjadi komoditas yang heterogen, SDGs dapat tercapai jika dilakukan secara
komprehensif dan harus dilakukan oleh seluruh lapisan, pertanian berkelanjutan penting karena
pertanian merupakan sebuah hal yang penting. penyumbang besar terhadap perubahan iklim dan perlu
dikembangkan nilai akhir usaha pertanian agar pertanian dapat maju dan berkembang menjadi
pertanian milenial.

Penting juga untuk diingat bahwa sektor pertanian harus berinovasi dan beradaptasi terhadap
perubahan iklim, mendorong penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan, dan mengurangi
dampak negatif terhadap lingkungan agar sejalan dengan tujuan SDGs secara keseluruhan. Selain tujuan
lainnya, pencapaian SDGs memerlukan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat
sipil di Indonesia dan di seluruh dunia.

Anda mungkin juga menyukai