Anda di halaman 1dari 13

PENERAPAN SISTEM PERTANIAN TERPADU PADA LAHAN KERING

DI MOJOKERTO JAWA TIMUR

Disusun Oleh :
YESSY PRISTIKA EFENDY
19025010037

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI
2021
I. PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar


dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka
pembangunan ekonomi jangka panjang maupun dalam rangka pemulihan ekonomi
bangsa. Peranan sektor pertanian adalah sebagai sumber penghasil bahan kebutuhan
pokok, sandang dan papan, menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar
penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang tinggi,
memberikan devisa bagi negara dan mempunyai efek pengganda ekonomi yang tinggi
dengan rendahnya ketergantungan terhadap impor (multiplier effect), yaitu
keterkaitan input-output antar industri, konsumsi dan investasi.
Provinsi Jawa Timur, sebagai salah satu lumbung pangan nasional, telah
mampu memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan
pangan nasional melalui pembangunan di sub sektor tanaman pangan dan
hortikultura. Sistem pertanian terpadu adalah merupakan sistem pertanian yang
mengintegrasikan kegiatan sub sektor pertania, tanaman, ternak, ikan untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas sumber daya (lahan, manusia, dan faktor
tumbuh lainnya) kemandirian dan kesejahtraan petani secara berkelanjutan. Menurut
Handaka dkk (2009) sistem pertanian terpadu tanaman dan ternak adalah suatu sistem
pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan
ternak dalam suatu kegiatan usaha tani atau dalam suatu wilayah.
Pemanfaatan lahan kering untuk pertanian sering diabaikan oleh para
pengambil kebijakan, yang lebih tertarik pada peningkatan produksi beras pada lahan
sawah. Lahan kering yang potensial dapat menghasilkan bahan pangan yang cukup
dan bervariasi. Bahan pangan bukan hanya beras, tetapi juga jagung, sorgum, kedelai,
kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, dan sebagainya, yang kesemuanya dapat
dibudidayakan di lahan kering. Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem
yang mempunyai potensi besar untuk usaha pertanian, baik tanaman pangan,
hortikultura (sayuran dan buah-buahan) maupun tanaman tahunan dan peternakan.
Lahan kering di Desa Kepuhpandak Kecamatan Kutorejo Kabupaten
Mojokerto Jawa Timur merupakan salah satu media tanam bagi petani untuk
melakukan aktivitas pertanian. Potensi luasanyang tinggi menjadikan lahan kering
dapat dimanfaatkan sebagai lahan produktiv yang nantinya dapat meningkatkan
pendapatan pertanian didaerah ini. Lahan kering memiliki potensi besar untuk
menunjang pembangunan pertanian di Indonesia. Namun demikian, optimalisasi
pemanfaatan lahan kering masih dihadapkan pada berbagai tantangan, diantaranya
dalam hal penerapan sistem pertanian yang tidak sesuai, sistem perairan yang kurang
tepat dan tingkat kesuburan lahan yang sangat rendah.
Fakta empirik mengungkapkan bahwa lahan kering memiliki kuantitas yang
sangat besar untuk didayagunakan sebagai faktor produksi pertanian. Distribusi
penguasaan dan pemilikan lahan kering juga lebih merata dibandingkan lahan sawah.
Dengan kata lain, upaya pemerataan pendapatan masyarakat di perkirakan akan relatif
lebih efektif jika dilakukan melalui pemberdayaan lahan kering untuk usaha pertanian
yang bernilai ekonomi tinggi.
Penurunan produktivitas pertanian khususnya tanaman pangan pada lahan
kering sangat mempengaruhi pendapatan petani. Faktor utama yang menjadi kendala
adalah penerapan sistem monokultur secara terus-menerus oleh petani. Sistem
perairan sawah tadah hujan di Desa Kepuhpandak ini bergantung pada hujan dan juga
sumur bor yang ada di setiap dusun. Oleh karena itu, kreasi sistem pertanaman untuk
memperbaiki produktivitas lahan kering sekaligus meningkatkan pendapatan petani
secara berkelanjutan perlu terus diupayakan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu strategis dalam konteks negara
berkembang. Untuk mendukung program ketahanan pangan di masa mendatang,
maka setiap daerah dituntut untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan
agar kelestarian produksi lebih terjaga (Descheemaeker, dkk., 2016). Ketahanan
pangan yang bertujuan untuk kehidupan masyarakat yang aktif dan sehat harus
dirancang sebagai penggabungan multi sektor dan pemikiran multidisiplin, yang
kemudian terkait dengan pembangunan pertanian berkelanjutan (Noer, 2016).
Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau
tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Adimihardja et al., 2000).
Teknologi pengelolaan lahan kering yang umum dilakukan meliputi: konservasi air
dan pemanfaatan bahan organik, dan akan semakin berarti apabila diintegrasikan
dengan usahatani ternak, karena dalam implementasinya konservasi lahan dan air
akan terjamin keberlanjutannya jika diintegrasikan dengan ternak (Subiharta, dkk.,
2007).
Hasil penelitian Lasmini, dkk., (2017) menyatakan bahwa kendala produksi di
lahan kering adalah kondisi fisik lahan, teknologi / dan sosial ekonomi. Oleh karena
itu pengelolaan lahan kering yang tepat yang mengarah pada peningkatan produksi
yang berkesinambungan mutlak diperlukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah mengembangkan teknologi usahatani yang sesuai dengan kondisi setempat.
Teknologi pengelolaan lahan kering yang umum dilakukan meliputi : konservasi air
dan pemanfaatan bahan organik, dan akan semakin berarti apabila diintegrasikan
dengan usahatani ternak, karena dalam implementasinya konservasi lahan dan air
akan terjamin keberlanjutannya jika diintegrasikan dengan ternak. Dengan
merekayasa model pengelolaan usahatani lahan kering sesuai dengan kearifan lokal
masyarakat diharapkan dapat menjadi model pengembangan lahan kering
berkelanjutan yang berwawasan agribisnis.
Pertanian terpadu atau pertanian campuran adalah kegiatan pertanian yang
mendukung pertanian berkelanjutan dengan melibatkan tanaman dan hewan dalam
suatu lahan yang sama. Tujuan utama dari pertanian terpadu adalah mengurangi input
eksternal karena adanya saling dukung antara satu komponen dengan komponen
lainnya. Beberapa keuntungan lain dari pertanian terpadu adalah efisiensi dan
produktivitas lahan yang meningkat, menghasilkan diversifikasi produk, memperbaiki
kesuburan tanah, memperbaiki sifat fisik tanah, serta mengurangi gulma, hama dan
penyakit (Schroder and Munch, 2008).
Sistem pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya pertanian
untuk memenuhi kebutuhan generasi kini dan yang akan datang dengan cara merawat
dan meningkatkan kualitas lingkungan serta pelestarian sumberdaya alam. Tujuan
sistem pertanian berkelanjutan ialah tercapainya kesinambungan antara kepentingan
ekonomi, lingkungan dan sosial dalam memanfaatkan lahan. Mitchell (2007)
menjelaskan bahwa prinsip keberlanjutan menyangkut: (1) Prinsip ekonomi, ialah
mengusahakan sumberdaya lahan untuk produksi pertanian dapat memberikan
keuntungan dan manfaat pada pelaksana pertanian tanpa mengorbankan sumberdaya
alam tersebut; (2) Prinsip lingkungan, ialah memanfaatkan sumberdaya alam
dilakukan secara berkeseimbangan dan ramah terhadap lingkungan serta menghindari
pencemaran sebagai akibat penggunaan teknologi terhadap tanah, air dan udara; dan
(3) Prinsip sosial, diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat dalam upaya
penyelamatan dan pelestarian sumberdaya alam.
Sistem integrasi tanaman-ternak berpeluang untuk terus dikembangkan baik di
daerah dengan luasan lahan pertanian yang terbatas maupun di daerah dengan potensi
lahan pertanian yang luas, dengan harapan akan mampu meningkatkan produksi,
populasi, produktivitas, dan daya saing produk peternakan (Yuniarsih dan Nappu,
2014).
Model integrasi tanaman ternak yang dikembangkan di lokasi beberapa daerah
dan negara berorientasi pada konsep sistem produksi tanpa limbah (zero waste
production system), yaitu seluruh limbah dari ternak dan tanaman didaur ulang dan
dimanfaatkan kembali ke dalam siklus produksi. Komponen usahatani dalam model
ini meliputi usaha ternak sapi potong, tanaman pangan (padi atau jagung), hortikultura
(sayuran), perkebunan (tebu), dan perikanan (lele, gurami, nila). Limbah ternak
(kotoran sapi) diproses menjadi kompos dan pupuk organik granuler serta biogas;
limbah pertanian (jerami padi, batang dan daun jagung, pucuk tebu, jerami kedelai
dan kacang tanah) diproses menjadi pakan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2010).
Salah satu teknologi yang dapat diterapkan adalah sistem LEISA (low-external
input and sustainable agriculture). Sistem tersebut mengombinasikan komponen
tanaman, hewan, tanah, air, iklim, dan manusia dalam sistem produksi agar saling
melengkapi dan bersinergi (Das, 2013). LEISA dapat berbentuk sistem pertanian
terpadu yang layak secara ekonomis dan ekologis. Channabasavanna, dkk., (2009)
melaporkan bahwa integrasi tanaman dengan ikan, unggas, dan kambing memberikan
produktivitas lebih tinggi dari pada sistem padi-padi. Sistem seperti ini ternyata juga
mampu memperbaiki produktivitas padi di lahan petani. Kalau biasanya hanya 5-6
ton/hektar dapat meningkat menjadi 7,6-8 ton/hektar. Produktivitas cabai besar dapat
ditingkatkan dari 0,5 kg/tanaman menjadi 0,7 kg/tanaman (Nurcholis dkk., 2010).
Pengolahan limbah pertanian dan peternakan, di samping berhasil
meningkatkan kualitas lingkungan, juga telah memberikan kesempatan kerja bagi
masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan secara kontinu. Pengolahan limbah
jagung menjadi silase, merupakan solusi bagi peternak untuk mendapatkan pakan
hijauan secara kontinu. Pengolahan kotoran hewan menjadi biogas dan pupuk, telah
memberikan kemudahan dan mengurangi biaya produksi pertanian, serta biaya hidup
(memasak) bagi petani dan peternak (Ruhiyat dkk., 2020).
III. HASIL PENGAMATAN

Gambar Keterangan
Pengairan air bergantung pada
sumur bor yang berbayar dan hanya
mengandalkan air hujan.

Lahan sawah menggunakan sawah


tadah hujan.

Sistem pengairan sawah tadah


hujan
IV. PEMBAHASAN

Sistem pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya pertanian


untuk memenuhi kebutuhan generasi kini dan yang akan datang dengan cara merawat
dan meningkatkan kualitas lingkungan serta pelestarian sumberdaya alam. Tujuan
sistem pertanian berkelanjutan ialah tercapainya kesinambungan antara kepentingan
ekonomi, lingkungan dan sosial dalam memanfaatkan lahan. Berdasarkan pengamatan
lapang di Desa Kepuhpandak merupakan lahan sawah kering yang menggunakan
sistem lahan sawah tadah hujan. Sistem perairan di Desa Kepuhpandak bergantuntung
pada air hujan dan sumur bor yang harus mengeluarkan biaya jika ingin mengairi
sawah.
Keterbatasan air pada lahan kering mengakibatkan usaha tani tidak dapat
dilakukan sepanjang tahun. Penyebabnya adalah distribusi dan pola hujan yang
fluktuatif, baik secara spasial maupun temporal. Desa Kepuhpandak dimana terdapat
> 8 bulan kering dan 4 bulan basah. Dengan demikian, maka curah hujan wilayah ini
relatif terbatas, sehingga ketersediaan air relatif minim. Adanya faktor pembatas
pemanfaatan lahan kering di Desa Kepuhpandak Kecamatan Kutorejo Kabupaten
Mojokerto harus diatasi untuk meningkatkan produktivitasnya secara berkelanjutan.
Beberapa tindakan untuk menanggulangi faktor pembatas biofisik lahan meliputi
pengelolaan kesuburan tanah dengan pemanfaatan limbah ternak, pengelolaan sumber
daya air secara efisien dan menggunakan limbah air kolam ikan atau embung untuk
menampung air serta menggunakan konsep irigasi tetes.
4.1 Pengelolaan Kesuburan Tanah
Pengelolaan kesuburan tanah terdiri dari peningkatan kesuburan kimiawi, fisik
dan biologi tanah. Salah satu teknologi pengelolaan kesuburan tanah yang penting
adalah pemupukan berimbang, yang mampu memantapkan produktivitas tanah pada
level yang tinggi. Pemupukan berimbang dan pemantauan status hara tanah secara
berkala penting untuk dilakukan agar tingkat kesuburan tanah dapat diketahui.
Penggunaan pupuk anorganik yang tidak tepat, misalnya takaran tidak seimbang, serta
waktu pemberian dan penempatan pupuk yang salah, dapat mengakibatkan kehilangan
unsur hara sehingga respons tanaman menurun (Santoso dan Sofyan 2005). Hara yang
tidak termanfaatkan tanaman juga dapat berubah menjadi bahan pencemar.
Penerapan teknologi pemupukan organik juga sangat penting dalam
pengelolaan kesuburan tanah. Pupuk organik dapat bersumber dari sisa panen, pupuk
kandang, kompos atau sumber bahan organik lainnya. Pupuk yang digunakan petani
Desa Kepuhpandak Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto adalah pupuk urea
padahal banyak peternak kambing maupun sapi yang dapat dimanfaatkan limbah dari
peternakan tersebut. Meskipun ada 3 sampai 5 lahan petani yang memanfaatkan
limbah ternak tetapi lebih banyak petani yang memilih pupuk urea. Selain
menyumbang hara, yang tidak terdapat dalam pupuk anorganik, seperti unsur hara
mikro, pupuk organik juga penting untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah.
Lahan kering akan mampu menyediakan air dan hara yang cukup bagi
tanaman bila struktur tanahnya baik sehingga mendukung peningkatan efisiensi
pemupukan. Sistem integrasi pertanian-ternak sangat menguntungkan dan berpeluang
untuk meningkatkan produksi pertanian dan juga ternak, hal ini sesuai dengan
pendapat Yuniarsih dan Nappu (2014) Sistem integrasi tanaman-ternak berpeluang
untuk terus dikembangkan baik di daerah dengan luasan lahan pertanian yang terbatas
maupun di daerah dengan potensi lahan pertanian yang luas, dengan harapan akan
mampu meningkatkan produksi, populasi, produktivitas, dan daya saing produk
peternakan.
Penerapan integrasi tanaman ternak dalam pemanfaatan sumberdaya lokal
melalui penggunaan jerami sebagai pakan ternak dan kotoran sapi sebagai pupuk
organik, dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya produksi dan
meningkatkan pendapatan petani. Keuntungan yang dapat diperoleh dari segi ekonomi
menguntungkan, segi ekologi dapat menjaga kelestarian sumber daya alam, karena
pupuk yang digunakan berasal dari bahan organik dimana penggunaan 10 ton akan
menyediakan hara nitrogen sebesar 114 kg, fosfor sebesar 230 kg, dan kalium sebesar
118 kg, hal ini dapat mengurangi penggunaan dosis urea 300 kg menjadi 200 kg/ha
(Suwarto. 2018).

4.2 Pengelolaan Air Pertanian


Kelangkaan air sering kali menjadi pembatas utama dalam pengelolaan lahan
kering. Oleh karena itu, inovasi teknologi pengelolaan air dan iklim sangat
diperlukan, meliputi teknik panen hujan (water harvesting), irigasi suplemen, prediksi
iklim, serta penentuan masa tanam dan pola tanam. Pemanenan air dapat dilakukan
dengan menampung air hujan atau aliran permukaan pada tempat penampungan
sementara atau permanen (embung), untuk digunakan mengairi tanaman (Subagyono
et al. 2004). Oleh karena itu, pemanenan air selain berfungsi menyediakan air irigasi
pada musim kemarau, juga dapat mengurangi risiko banjir pada musim hujan.
Teknologi ini bermanfaat untuk lahan yang tidak mempunyai jaringan irigasi atau
sumber air bawah permukaan (ground water).
Membangun embung secara langsung dapat meningkatkan produktivitas dan
intensitas pertanaman di lahan kering. serta dapat meningkatkan produktifitas tenaga
kerja petani khususnya pada musim kemarau sehingga urbanisasi dari desa ke kota
dapat ditekan. Sistem pertanaman dan teknologi rain harvesting yang dipadukan
dengan paket teknologi budidaya, serta perbaikan infrastruktur ekonomi menjadi
strategi esensial dalam pengelolaan pertanian lahan kering seperti yang ada di Desa
Kepuhpandak Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto. Dengan sistem pengairan
seperti dibawah ini dapat menjadikan pengairan yang efektif dan efisien yang dapat
meningkatkan hasil produksi tanaman.

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Penerapan integrasi tanaman ternak dalam pemanfaatan sumberdaya lokal
melalui penggunaan jerami sebagai pakan ternak dan kotoran sapi sebagai pupuk
organik, dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya produksi dan
meningkatkan pendapatan petani. inovasi teknologi pengelolaan air dan iklim sangat
diperlukan, meliputi teknik panen hujan (water harvesting), irigasi suplemen, prediksi
iklim, serta penentuan masa tanam dan pola tanam. Pemanenan air dapat dilakukan
dengan menampung air hujan atau aliran permukaan pada tempat penampungan
sementara atau permanen (embung) dapat menjadikan pengairan yang efektif dan
efisien yang dapat meningkatkan hasil produksi tanaman.

5.2 Saran
Sebaiknya petani di Desa Kepuhpandak Kecamatan Kutorejo Kabupaten
Mojokerto mulai menerapkan sistem pertanian terpadu dan berkelanjutan untuk
meningkatkan hasil produksi tanaman maupun ternak dengan memanfaatkan limbah
ternak yang ada dan membuat embung untuk menampung air hujan.
DAFTAR PUSTAKA

Adimihardja, A., L.I. Amin, F. Agus, dan Djaenudin. 2000. Sumberdaya Lahan Indonesia dan
Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hlm 19.
Channabasavanna, A.S., Biradar, D.P., Prabhudev, K.N., Hegdea, M. 2009. Development of
Profitable Integrated Farming System Model for Small and Medium Farmers of
Tungabhadra Project Area of Karnataka. Karnataka J. Agric. Sci. 22:25-27.
Das, A. 2013. Integrated Farming: An Approach to Boost up Family Farming. LEISA India
Vol 15 (4). https://leisaindia.org/integrated-farming-an-approach-to-boost-up-family-
farming/
Descheemaeker K, Oosting S.J, Tui S.H.K, Masikati P, Falconnier G.N and Giller K.E. 2016.
Climate Change Adaptation and Mitigation in Smallholder Crop-Livestock Systems
in Sub-Saharan Africa: for Integrated Impact Assessments. Reg Environ Change 16,
pp. 2331–2343.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Pedoman Teknis Pengembangan Usaha Integrasi
Ternak Sapi dan Tanaman. Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian.
Jakarta. http://sistemintegrasipaditernaksapipotong.blogspot.com/
Handaka, A. Hendriadi, dan T.Alamsyah. 2009. Perspektif Pengembangan Mekanisasi
Pertanian dalam Sistem Integrasi Ternak-Tanaman Berbasis Sawit,Padi dan Kakao.
Prosiding Workshop Nasional Dinamika dan Keragaaman Sistem Integrasi Ternak-
Tanaman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor.
Idjudin. A.A & Marwanto S. 2008. Reformasi Pengelolaan Lahan Kering Untuk Mendukung
Swasembada Pangan. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 2 No. 2, Desember 2008
Lasmini, S. A., Imam, W., & Nurhayati. (2017). Optimalisasi Lahan Kering untuk
Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Berbasis Inovasi Teknologi dan Kearifan
Lokal. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako
Mitchell, B. 2007. Resource and Environmental Management. University of Waterlo
Waterlo. Ontario.
Noer, M. 2016. Bridging Food Security and Sustainable Agriculture Development through
Regional Planning,” International Journal on Advanced Science Engineering
Information Technology (IJASEIT) 6(3): 277-280.
Nurcholis, M., Supangkat, G., Haryanto, D. 2010. Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu
untuk mendukung Kemandirian Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang,
Kabupaten Kulon Progo. Laporan Pengabdian Masyarakat Iptek bagi Wilayah (IbW)
DP2M Ditjen Dikti Depdiknas tahun 2010.
Ruhiyat, R, Indrawati, D., Indrawati, E., Siami, L. 2020. Upaya Pemberdayaan Masyarakat
dalam Penerapan Sistem Pertanian Terpadu di Kampung Injeman, Desa Cibodas,
Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Juni 2020, 6(2): 97-104.
Santoso, D. dan A. Sofyan. 2005. Pengelolaan hara tanaman pada lahan kering. hlm. 73-100.
Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju pertanian produktif dan ramah
lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Schroder, J.P., Munch, J.C.. 2008. Balancing Environmental and Socio-Economic Demands.
Elsevier B.V.
Subagyono, K., U. Haryati, dan S.H. Talao'ohu. 2004. Teknologi konservasi air pada
pertanian lahan kering. hlm. 151−188. Dalam Konservasi Tanah pada Lahan Kering
Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Subiharta,S., Hartoyo, B & Anwar, H. (2007). Teknologi Sistem Usahatani Integrasi
Tanaman Dan Ternak Berbasis Tanaman Pangan Di Lahan Kering. Bogor: Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat
Suwarto. 2018. Reduction of Urea Fertilize Uses Throught Application of Livestock Manure
in an Integrated Farming System of Maizeang Cattle. Journal of Tropical Crop
Science. 5(1): 18-24
Yuniarsih, E.T., Nappu, M.B. 2014. Prospek Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman
Ternak di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34:
Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial.

Anda mungkin juga menyukai