OLEH
SUPRIADIN
NIM 2210904008
A. Latar Belakang
Dalam sistem pertanian terpadu ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek
ekonomi, aspek sosial , dan aspek lingkungan. Pada aspek ekonomi, pendapatan dan biaya
dapat dilihat sebagai layak tidaknya sistem pertanian terpadu dapat dilaksanakan. Karena
dengan penggunaan sistem pertanian terpadu diharapkan pendapatan petani secara
ekonomi dapat meningkat. Sedangkan pada aspek sosial, kearifan lokal dan modal sosial
yang ada pada suatu daerah dapat digunakan untuk melihat layak tidaknya sistem pertanian
terpadu dapat dilaksanakan. Dengan kearifan lokal serta modal sosial yang ada, dapat
dilihat apakah sistem pertanian terpadu ini dapat berjalan dengan baik kedepannya. Pada
aspek lingkungan, pemanfaatan limbah dan penggunaan bahan organik dapat digunakan
sebagai tolak ukur pada sistem pertanian terpadu. Hal ini dikarenakan dalam sistem
pertanian terpadu, limbah yang dihasilkan sebisa mungkin minim dan input dari luar juga
minim.
2. Berorientasi pada produktivitas, efisiensi, keberlanjutan, dan diterima secara sosial dan
ekonomi
Pertanian terpadu berusaha untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan
memanfaatkan sumber daya secara efisien. Tujuannya adalah mencapai hasil yang
memadai secara ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan
yang berkelanjutan.
3. Suatu sistem yang mandiri dengan sistem LEISA (Low External Input Sustainable
Agriculture)
Pertanian terpadu berupaya untuk menjadi sistem yang mandiri, di mana kebutuhan asupan
dari luar sistem dapat diminimalkan. Pendekatan LEISA mengedepankan penggunaan input
yang rendah, seperti pupuk organik, pengendalian hama terpadu, dan penggunaan sumber
daya lokal yang tersedia secara berkelanjutan.
4. Sistem dapat diukur dan dievaluasi pada setiap tahapan
Pertanian terpadu mendorong adanya pengukuran dan evaluasi terhadap sistem pada
setiap tahapannya. Hal ini bertujuan untuk memantau kinerja sistem, mengidentifikasi
kelemahan, dan membuat perbaikan yang diperlukan. Pengukuran dan evaluasi yang
sistematis membantu dalam peningkatan efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan
pertanian terpadu.
• Sistem Produksi
Pada pertanian terpadu mencakup kegiatan budidaya tanaman serta kegiatan bidang
peternakan dan perikanan.
Sistem ini saling terkait satu sama lainnya sehingga tidak banyak menyisakan limbah
karena sisa produksi dapat termanfaatkan dibidang lainnya. Sistem produksi dalam pertanian
terpadu merupakan sistem yang cukup efektif dan efisien.
• Ekonomi
Melalui sistem terpadu biaya input lebih rendah dibandingkan sistem lainnya sehingga
lebih menguntungkan petani karena dalam dalam sistem terpadu juga diterapkan pertanian
organik yang meminimalkan penggunaan bahan kimia yang dapat menambah daftar anggaran
petani.
• Lingkungan
Penerapan sistem pertanian terpadu lebih ramah lingkungan karena dibarengi dalam
menerapkan sistem ini sedikit digunakan bahan kimia yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan.
Penggunaan bahan kimia biasanya terjadi pada proses budidaya tanaman seperti pupuk
maupun pestisida namun disini pupuk dapat diperoleh secara organik dari limbah ternak
maupun sisa tanaman yang terdekomposisi menjadi kompos.
• Sistem Energi
Selain hasil produksi berupa hasil pertanian dari berbagai bidang, pertanian terpadu juga
dapat menghasilkan sumber energi alternatif seperti biogas yang dpaat digunakan untuk
keperluan rumah tangga maupun sebagai sumber energi listrik.
• Sumber Daya Manusia
Kesejahteraan sumber daya manusia menjadi salah satu ruang lingkup penting bagi
pertanian terpadu karena sebagai stakeholder yang menjalankan sistem, manusia dengan
pengetahuan yang dimilki dapat membuat inovasi terhadap sistem yang telaha da dan
mengontrol jalannya sistem pertanian ini sehingga mamou menghasilkan produksi yang
optimal serta menguntungkan.
Bagas, A, dkk. (2004) menyatakan beberapa manfaat yang dapat dilihat dari
Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu adalah :
Berdasarkan asal katanya agroforestri disusun dari dua kata dengan pengertian agro
(pertanian) dan forestry (kehutanan) yang berarti menggabungkan ilmu kehutanan dengan
pertanian, serta memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk
menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan. Agroforestri
memungkinkan terjadinya interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya (Hadi Susilo
dkk, 2009). Menurut Bahasa Indonesia, agroforestri dikenal dengan istilah wanatani dalam
arti sederhananya adalah menanam tanaman kayu di lahan pertanian. Menurut Huxley
(1999) Agroforestri adalah sistem pengelolaan sumberdaya alam yang dinamis secara
ekologi dengan penanaman pepohonan dilahan pertanian atau padang pengembalaan
untuk memperoleh berbagai produk secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan
keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi semua pengguna lahan. Sedangkan Hadi
Susilo, dkk (2009) mengemukakan bahwa agroforestri adalah suatu hutan permanen yang
meliputi tujuan pengawetan lingkungan dan menyediakan keuntungan ekonomi secara
langsung bagi masyarakat setempat. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa usahatani di
lingkungan tersebut sebaiknya berbasis pada tanaman berpohon agar terlanjutkan baik
secara ekonomi maupun ekologi. Tentu saja sistem agroforestri ini akan menambah baik
fungsi hutan, disamping untuk melestarikan hutan yang berbasis kerakyatan dan juga
manajemen bagi konservasi tanah dan air. Agroforestri, sebagai sebuah usahatani dibidang
pertanian dan kehutanan, berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem
agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara sederhana, agroforestri
berarti menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingat bahwa petani atau
masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek).
Agroforestri tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja. Agroforestri
harus mengikuti juga masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah dari waktu
ke waktu, sehingga agroforestri merupakan sebuah usahatani yang dinamis. Sifatnya yang
dianggap dinamis ini Agroforestri sering ditawarkan sebagai salah satu sistem pertanian
yang berkelanjutan. Walaupun bersifat dinamis namun Menurut Santoso dkk (2004),
agroforestri memiliki beberapa ciri khas, yaitu:
2) Integrasi dua atau lebih jenis tanaman (salah satunya tanaman berkayu).
Integrasi dapat diartikan pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat sehingga
saling berhubungan antar komponennya. Penentuan jenis tanaman yang akan ditanam
dalam agroforestri juga memandang perlu adanya integrasi antar pohon-tanaman atau
pohon-tanaman-ternak. Sebagai contoh integrasi dalam Agroforestri juga sering dijumpai
antara tanaman pohon dengan ternak walau seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu
yang sama misal: penanaman rumput hijauan ternak di bawah tegakan pinus. integrasi yang
terjadi adalah daun dari tanaman kayu misal albasia atau sisa dari kulit buah kakao sering
dimanfaatkan untuk tambahan pakan ternak dan kotoran dari ternak yang dimanfaatkan
sebagai pupuk alami bagi tanaman kayu atau tanaman pertanian yang ada (Mustofa Agung
Sardjono,et al., 2003).
• Klasifikasi Agroforestri
Ciri khas agroforestri seperti di atas memberikan keberagaman pola atau model dari
usahatani agroforestri. Sehingga menurut Mustofa Agung Sardjono, Djogo dan Arifin,H.S.,
(2003) dan Fidi Mahendra, (2009) agroforestri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Klasifikasi Agroforestri Berdasarkan Komponen Penyusunnya Klasifikasi berdasarkan
komponen penyusunnya ditinjau dari komponen penyusun dasar dari sistem agroforestri
yang ada yakni kehutanan, pertanian, peternakan. Klasifikasi berdasarkan komponen
penyusunnya memudahkan untuk pengklasifikasian agroforestri karena sangat mudah
dibedakan secara fisik. Adapun klasifikasi agroforestri berdasarkan komponen penyunnya
yaitu :
d. Sylvofishery
Salah satu jenis agroforestri yang menerapkan sistem pengelolaan lahan yang dirancang
untuk menghasilkan kayu sekaligus berfungsi sebagai tambak ikan.Penerapan agroforestri
Sylvofishery biasanya menjadikan tanaman kayu sebagai pelindung kolam ikan dari terik
matahari, tanaman kayu ditanam disekeliling kolam ikan (Fidi Mahendra, 2009).
e. Apiculture
Apicultureyaitu sistem pengelolaan lahan yang memfungsikan pohon-pohon yang ditanam
sebagai sumber pakan lebah madu. Selain memproduksi kayu, juga menghasilkan madu
yang memiliki nilai jual tinggi dan berkhasiat sebagai obat. Apiculture banyak ditemui di
kawasan dekat hutan dengan jenis lebah tertentu (Fidi Mahendra, 2009).
f. Sericulture
Sistem pengintegrasian dalam agroforestri yang menjadikan pohon-pohon untuk
memelihara ulat sutra. Sehingga murbei yang menjadi makanan pokok ulat sutra harus ada
dalam jumlah yang besar pada lahan tersebut. Sistem ini hanya menjadikan tanaman
murbei sebagai pakan bagi ulat sutra saja tanpa ada pemanfaatan penuh dari tanaman
murbei (Fidi Mahendra, 2009).
g. Multipurpose forest tree production system
Multipurpose forest tree production system yaitu sistem pengolahan lahan yang mengambil
berbagai macam manfaat dari pohon baik kayunya, buahnya, maupun daunnya. Sistem ini
merupakan pengoptimalan fungsi pohon yang ditanam. Sistem ini merupakan kombinasi
antara pohon penghasil kayu, penghasil buah maupun diambil daunnya untuk hijauan
makanan ternak. Sistem ini menitikberatkan pada integrasi pada tanaman kayu atau pohon
dengan ternak (Fidi Mahendra, 2009).