Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PERTANIAN TERPADU

OLEH
SUPRIADIN
NIM 2210904008

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PERTANIAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menunjang perkembangan


perekonomian Indonesia. Pada saat ini, sektor pertanian merupakan sektor penghasil
devisa bagi negara Indonesia. Banyak masyarakat di Indonesia yang menggantungkan
hidupnya di sektor pertanian. Jumlah petani di Indonesia tahun 2013 pada sektor pertanian
sebanyak 31.705.337 orang, subsektor tanaman pangan 20.399.139 orang, hortikultura
11.950.989 orang, kehutanan 7.249.030 orang dan perkebunan 14.116.465 orang (Badan
Pusat Statistik, 2014).

Pembangunan pertanian tidak dapat dilaksanakan hanya oleh petani sendiri.


Meningkatnya produksi pertanian adalah akibat pemakaian teknik – teknik atau metoda-
metoda didalam usahatani. Memang tidaklah mungkin untuk memperoleh hasil yang
banyak dengan hanya menggunakan tanaman dan hewan yang itu juga, menggunakan
tanah yang itu juga, dengan cara yang tetap seperti dulu. Teknologi usaha tani sangat
mempengaruhi pembangunan pertanian. Teknologi usahatani berarti bagaimana cara
melakukan pekerjaan usahatani. Di dalamnya termasuk caracara bagaimana petani
menyebarkan benih dan memelihara tanaman. Termasuk pula di dalamnya alat dan sumber
tenaga (Mosher, 1997:79).

Dengan sistem agrobisnis sebagai perangkat penggerak pembangunan pertanian,


pertanian akan dapat memainkan peranan positif dalam pembangunan nasional, baik dalam
pertumbuhan, pemerataan, maupun stabilitas. Wajar, apabila ternyata masyarakat
pembangunan selalu dihadapkan pada kenyataan bahwa sasarannya selalu meningkat di
satu pihak padahal kendalanya ternyata mengikat di pihak lainnya. Pencapaian semua
tujuan dan sasaran yang menjadi harapan itu tergantung kepada keandalan dari sistem
agrobisnis/agroindustri yang dikembangkan (Soetriono, 2006:155-156).

Pertanian berkelanjutan merupakan kegiatan pertanian yang berupaya untuk


memaksimalkan manfaat sosial dari pengelolaan sumber daya biologis dengan syarat
memelihara produktivitas dan efisiensi produksi komoditas pertanian, memelihara kualitas
lingkungan hidup, dan produktivitas sumber daya sepanjang masa (Nasution dalam Salikin,
2003:12). Menurut Manuwoto (2010: 167), pembangunan pertanian harus mengisi
pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan dengan pengembangan sistem
pertanian yang berwawasan lingkungan dengan menerapkan pendekatan agribisnis.

Sistem pertanian berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan menggunakan empat


macam model, yaitu sistem pertanian organik, sistem pertanian terpadu, sistem pertanian
masukan luar rendah, dan sistem pengendalian hama terpadu. (Salikin, 2003:51). Sistem
pertanian terpadu merupakan salah satu bentuk dari sistem pertanian berkelanjutan.
Sistem pertanian terpadu adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan ternak, dan
ikan dengan lingkungannya untuk menghasilkan suatu produk yang optimal dan sifatnya
cenderung tertutup terhadap masukan luar.

Pertumbuhan penduduk, keterbatasan lahan pertanian produktif, ketersediaan


lahan pertanian dan mingkatnya kebutuhan pangan (food) dan serat (fiber) perlu upaya
pengembangan Teknologi pertanian yang menggunakan lahan secara efisien. Salah satu
upaya tersebut adalah teknologi usahatani terpadu (integrated farming system). Usahatani
terpadu baik dalam satu unit usahatani maupun dalam satu wilayah, melibatkan berbagai
macam aktivitas usahatani dengan pola pengusahaan yang berbeda beda. Keterpaduan
dalam sistem usahatani dicirikan dengan adanya hubungan sinergis antara satu kegiatan
atau cabang usahatani dengan kegiatan usahatani lainnya (Maudi & Kusnadi, 2011: 77).

Sistem pertanian terpadu merupakan salah satu kegiatan diversifikasi komoditas


yang dapat dilakukan guna mengimbangi kebutuhan akan produk pertanian yang terus
meningkat melalui pemanfaatan hubungan simbiosis mutualisme antar komoditas yang
diusahakan, tanpa harus merusak lingkungan serta serapan tenaga kerja yang tinggi.
Penerapan sistem terpadu merupakan pilihan yang tepat dalam upaya meningkatkan
pendapatan petani dan sekaligus memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal
(Sugandi dalam Astuti, 2011: 2).

Pengembangan sistem pertanian terpadu (SPT) yang diarahkan pada kawasan


pedesaan (rural) dan peri-urban (rurban) diharapkan mampu membangun kemandirian
petani yang berkelanjutan (ekonomi dan sosial yang meningkat serta 3 lingkungan lestari).
Keberhasilan pengembangan SPT diharapkan dapat mengendalikan alih fungsi lahan.
Pengembangan model SPT harus disesuaikan dengan sumberdaya lokal agar
keberhasilannya efektif dan efisien (Nurcholis & Supangkat, 2011: 83). Sistem pertanian
terpadu tidak saja dapat mengatasi kendala dari aspek ekonomi dan permasalahan ekologis,
tetapi juga menyediakan sarana produksi yang diperlukan seperti bahan bakar, pupuk, dan
makanan, di samping produktivitas terus meningkat. Hal itu dapat mengubah sistem
pertanian yang penuh resiko (terutama di negara-negara miskin) ke arah sistem pertanian
ekonomis dan kondisi ekologi seimbang (Nurhidayati dkk, 2008: 32).

Dalam sistem pertanian terpadu ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek
ekonomi, aspek sosial , dan aspek lingkungan. Pada aspek ekonomi, pendapatan dan biaya
dapat dilihat sebagai layak tidaknya sistem pertanian terpadu dapat dilaksanakan. Karena
dengan penggunaan sistem pertanian terpadu diharapkan pendapatan petani secara
ekonomi dapat meningkat. Sedangkan pada aspek sosial, kearifan lokal dan modal sosial
yang ada pada suatu daerah dapat digunakan untuk melihat layak tidaknya sistem pertanian
terpadu dapat dilaksanakan. Dengan kearifan lokal serta modal sosial yang ada, dapat
dilihat apakah sistem pertanian terpadu ini dapat berjalan dengan baik kedepannya. Pada
aspek lingkungan, pemanfaatan limbah dan penggunaan bahan organik dapat digunakan
sebagai tolak ukur pada sistem pertanian terpadu. Hal ini dikarenakan dalam sistem
pertanian terpadu, limbah yang dihasilkan sebisa mungkin minim dan input dari luar juga
minim.

Tanaman yang diintegrasikan dengan hewan ternak merupakan contoh dari


pertanian terpadu yang dapat dilaksanakan untuk dapat merubah sistem pertanian yang
penuh resiko ke arah sistem pertanian ekonomis dan ekologi seimbang. Selain itu,
pengintegrasian tanaman dengan ternak dapat ditambahkan dengan melakukan proses
agroindustri dari tanaman yang dibudidayakan. Menurut Sutanto (2002: 135), ternak
mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan pendapatan petani kecil. Hasil
yang dapat dimanfaatkan adalah daging, susu, telur, dll. Disamping itu, mempunyai peranan
penting hubungannya dengan budaya setempat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pertanian Terpadu

Sistem pertanian terpadu adalah merupakan sistem pertanian yang


mengintegrasikan kegiatan sub sektor pertanian, tanaman, ternak, ikan untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas sumber daya (lahan, manusia, dan faktor tumbuh
lainnya) kemandirian dan kesejahtraan petani secara berkelanjutan. Sistem pertanian
terpadu adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan tenak dan ikan dengan
lingkungannya untuk menghasilkan suatu produk yang optimal dan sifatnya cendrung
tertutup terhadap masukan luar (Preston,2000). Pertanian terpadu mengurangi resiko
kegagalan pane, karena ketergantungan pada suatu komoditi dapat diindari dan hemat
ongkos produksi. Menurut Handaka dkk (2009) sistem pertanian terpadu tanaman dan
ternak adalah suatu sistem pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara
komponen tanaman dan ternak dalam suatu kegiatan usaha tani atau dalam suatu wilayah.
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas sudah banyak program peningkatan
pendapatan petani peternak mengacu pada program integrasi tanaman dan ternak
(Kusnadi, 2007; Hamdani 2008, Kariyasa, 2005). Sedangkan Ginting (1991) melaporkan
bahwa ternak dapat berperan sebagai 8 industri biologis sekaligus mampu meningkatkan
produksi daging dan sekaligus penyedia kompos.
Ciri yang dapat dilihat dalam sistem pertanian terpadu adalah sebagai berikut:

1. Pengelolaan pertanian secara luas dan komprehensif


Pertanian terpadu melibatkan pengelolaan yang holistik dan menyeluruh terhadap berbagai
aspek pertanian, termasuk pertanian tanaman, peternakan, perikanan, kehutanan, dan
interaksi antara mereka. Pendekatan ini mempertimbangkan hubungan antara komponen-
komponen tersebut untuk mencapai hasil yang optimal.

2. Berorientasi pada produktivitas, efisiensi, keberlanjutan, dan diterima secara sosial dan
ekonomi
Pertanian terpadu berusaha untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan
memanfaatkan sumber daya secara efisien. Tujuannya adalah mencapai hasil yang
memadai secara ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan
yang berkelanjutan.

3. Suatu sistem yang mandiri dengan sistem LEISA (Low External Input Sustainable
Agriculture)
Pertanian terpadu berupaya untuk menjadi sistem yang mandiri, di mana kebutuhan asupan
dari luar sistem dapat diminimalkan. Pendekatan LEISA mengedepankan penggunaan input
yang rendah, seperti pupuk organik, pengendalian hama terpadu, dan penggunaan sumber
daya lokal yang tersedia secara berkelanjutan.
4. Sistem dapat diukur dan dievaluasi pada setiap tahapan
Pertanian terpadu mendorong adanya pengukuran dan evaluasi terhadap sistem pada
setiap tahapannya. Hal ini bertujuan untuk memantau kinerja sistem, mengidentifikasi
kelemahan, dan membuat perbaikan yang diperlukan. Pengukuran dan evaluasi yang
sistematis membantu dalam peningkatan efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan
pertanian terpadu.

B. Ruang Lingkup Pertanian Terpadu


Ruang Lingkup Pertanian Terpadu sebagai Berikut :

• Sistem Produksi

Pada pertanian terpadu mencakup kegiatan budidaya tanaman serta kegiatan bidang
peternakan dan perikanan.

Sistem ini saling terkait satu sama lainnya sehingga tidak banyak menyisakan limbah
karena sisa produksi dapat termanfaatkan dibidang lainnya. Sistem produksi dalam pertanian
terpadu merupakan sistem yang cukup efektif dan efisien.

• Ekonomi

Melalui sistem terpadu biaya input lebih rendah dibandingkan sistem lainnya sehingga
lebih menguntungkan petani karena dalam dalam sistem terpadu juga diterapkan pertanian
organik yang meminimalkan penggunaan bahan kimia yang dapat menambah daftar anggaran
petani.

• Lingkungan

Penerapan sistem pertanian terpadu lebih ramah lingkungan karena dibarengi dalam
menerapkan sistem ini sedikit digunakan bahan kimia yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan.

Penggunaan bahan kimia biasanya terjadi pada proses budidaya tanaman seperti pupuk
maupun pestisida namun disini pupuk dapat diperoleh secara organik dari limbah ternak
maupun sisa tanaman yang terdekomposisi menjadi kompos.

• Sistem Energi

Selain hasil produksi berupa hasil pertanian dari berbagai bidang, pertanian terpadu juga
dapat menghasilkan sumber energi alternatif seperti biogas yang dpaat digunakan untuk
keperluan rumah tangga maupun sebagai sumber energi listrik.
• Sumber Daya Manusia

Kesejahteraan sumber daya manusia menjadi salah satu ruang lingkup penting bagi
pertanian terpadu karena sebagai stakeholder yang menjalankan sistem, manusia dengan
pengetahuan yang dimilki dapat membuat inovasi terhadap sistem yang telaha da dan
mengontrol jalannya sistem pertanian ini sehingga mamou menghasilkan produksi yang
optimal serta menguntungkan.

C. Peran dan Manfaat Pertanian Terpadu

Bagas, A, dkk. (2004) menyatakan beberapa manfaat yang dapat dilihat dari
Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu adalah :

a. Pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran


nutrisi dan energi berimbang.
b. Keseimbangan energi tersebut yang dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi
dankeberlanjutan produksi terjaga.
c. Input dari luar minimal bahkan tidak diperlukan karena adanya daur limbah diantara
organisme penyusunnya
d. Biodiversitas meningkat apalagi dengan penggunaan sumber daya lokal.
e. Peningkatan fiksasi nitrogen, resistensi tanaman terhadap jasad pengganggu lebih
tinggi, dan hasil samping bahan bakar biogas untuk rumah tangga.
Athirah (2009) menyatakan pertanian terpadu secara deduktif akan
meningkatkanefektifitas dan efisiensi produksi berupa peningkatan hasil produksi dan
penurunan biaya produksi. Peningkatan hasil produksi karena semakin banyak hasil
produksi yang diperoleh. Hasil-hasil dari sistem pertanian terpadu adalah hasil harian yaitu
susu, telur dan biogas; hasil mingguan yaitu kompos, bio urine, pakan ternak; hasil bulanan
yaitu padi, daging; hasil tahunan yaitu anak sapi, anak kambing dll.

D. Contoh Konsep Pertanian Terpadu

Berdasarkan asal katanya agroforestri disusun dari dua kata dengan pengertian agro
(pertanian) dan forestry (kehutanan) yang berarti menggabungkan ilmu kehutanan dengan
pertanian, serta memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk
menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan. Agroforestri
memungkinkan terjadinya interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya (Hadi Susilo
dkk, 2009). Menurut Bahasa Indonesia, agroforestri dikenal dengan istilah wanatani dalam
arti sederhananya adalah menanam tanaman kayu di lahan pertanian. Menurut Huxley
(1999) Agroforestri adalah sistem pengelolaan sumberdaya alam yang dinamis secara
ekologi dengan penanaman pepohonan dilahan pertanian atau padang pengembalaan
untuk memperoleh berbagai produk secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan
keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi semua pengguna lahan. Sedangkan Hadi
Susilo, dkk (2009) mengemukakan bahwa agroforestri adalah suatu hutan permanen yang
meliputi tujuan pengawetan lingkungan dan menyediakan keuntungan ekonomi secara
langsung bagi masyarakat setempat. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa usahatani di
lingkungan tersebut sebaiknya berbasis pada tanaman berpohon agar terlanjutkan baik
secara ekonomi maupun ekologi. Tentu saja sistem agroforestri ini akan menambah baik
fungsi hutan, disamping untuk melestarikan hutan yang berbasis kerakyatan dan juga
manajemen bagi konservasi tanah dan air. Agroforestri, sebagai sebuah usahatani dibidang
pertanian dan kehutanan, berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem
agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara sederhana, agroforestri
berarti menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingat bahwa petani atau
masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek).
Agroforestri tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja. Agroforestri
harus mengikuti juga masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah dari waktu
ke waktu, sehingga agroforestri merupakan sebuah usahatani yang dinamis. Sifatnya yang
dianggap dinamis ini Agroforestri sering ditawarkan sebagai salah satu sistem pertanian
yang berkelanjutan. Walaupun bersifat dinamis namun Menurut Santoso dkk (2004),
agroforestri memiliki beberapa ciri khas, yaitu:

1) Adanya interaksi kuat antara komponen pepohonan dan bukan pepohonan.


Jika dikaji dari sistem interaksi yang terjadi antara objek dan unsur yang ada didalamnya.
Interaksi ini memberikan dampak hasil dari kegiatan interkasi itu sendiri. Misalnya interkasi
antara pohon dengan tapak dan iklim. Hal ini bisa dianalisis dari bio-climatical zone, Artinya
bahwa pada setiap kondisi biofisik tapak akan dipengaruhi oleh kondisi iklim setempat, yang
pada akhirnya menentukan kesesuaian jenis pohon yang tumbuh sesuai dengan konsidi
tapak (topografi dan ketinggian tempat) dan kondisi iklim tersebut. Selain itu pohon dengan
struktur perakaran, percabangan, daun, bunga dan buah serta bentuk kanopi juga memiliki
interaksi dengan aliran air, stol karbon serta keragaman jenis biologi (Hadi Susilo, dkk 2009).

2) Integrasi dua atau lebih jenis tanaman (salah satunya tanaman berkayu).
Integrasi dapat diartikan pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat sehingga
saling berhubungan antar komponennya. Penentuan jenis tanaman yang akan ditanam
dalam agroforestri juga memandang perlu adanya integrasi antar pohon-tanaman atau
pohon-tanaman-ternak. Sebagai contoh integrasi dalam Agroforestri juga sering dijumpai
antara tanaman pohon dengan ternak walau seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu
yang sama misal: penanaman rumput hijauan ternak di bawah tegakan pinus. integrasi yang
terjadi adalah daun dari tanaman kayu misal albasia atau sisa dari kulit buah kakao sering
dimanfaatkan untuk tambahan pakan ternak dan kotoran dari ternak yang dimanfaatkan
sebagai pupuk alami bagi tanaman kayu atau tanaman pertanian yang ada (Mustofa Agung
Sardjono,et al., 2003).

3) Memberikan dua atau lebih hasil dari penggunaan sistem agroforestri


Salah satu Contoh bahwa agroforestri memberikan lebih dari satu hasil dapat di sektor
perkebunan tanaman keras (tree crop plantation) skala besar. Perkebunan karet modern
dengan pola tumpangsari palawija pada awal pembangunannya sebelum getah karet dapat
dipanen, tanaman palawija menjadi komodiiti yang dapat memberikan hasil berupa hasil
produk pertanian yang dapat dipanen. Perkebunan kakao serta kopi yang dikombinasikan
dengan tanaman peneduh selain buah dari kakao tersebut dapat di panen juga kayu dari
tanaman peneduh tersebut dapat di panen yang memberikan dua hasil produksi dari satu
lahan (Mustofa Agung Sardjono, Djogo dan Arifin,H.S, 2003)

4) Dapat digunakan pada berbagai kondisi lahan


Pilihan jenis tanaman agroforestri yang ditanam tidak sembarangan, menggunakan kearifan
lokal sebagai warisan turun-temurun dari nenek moyang, masyarakat dapat mengenal dan
memahami dalam memperlakukan lahan sesuai dengan kondisinya. Misalnya dipilihnya
tanaman pohon berakar kuat untuk mencegah terjadinya longsor di daerah curam dan
terjal. Pemilihan pohon kelapa untuk agroforestri ditepi pantai atau daerah berpasir yang
cocok dengan tanaman kelapa, atau memadukan tanaman penutup berupa tanaman
kacang-kacangan guna mempebaiki struktur tanah pada perkebunan karet. Sehingga petani
dapat menyesuaikan komoditi yang akan ditanam pada lahan usahataninya dengan kondisi
lahan yang ada (Abdul Shamad, 2011)

• Klasifikasi Agroforestri
Ciri khas agroforestri seperti di atas memberikan keberagaman pola atau model dari
usahatani agroforestri. Sehingga menurut Mustofa Agung Sardjono, Djogo dan Arifin,H.S.,
(2003) dan Fidi Mahendra, (2009) agroforestri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Klasifikasi Agroforestri Berdasarkan Komponen Penyusunnya Klasifikasi berdasarkan
komponen penyusunnya ditinjau dari komponen penyusun dasar dari sistem agroforestri
yang ada yakni kehutanan, pertanian, peternakan. Klasifikasi berdasarkan komponen
penyusunnya memudahkan untuk pengklasifikasian agroforestri karena sangat mudah
dibedakan secara fisik. Adapun klasifikasi agroforestri berdasarkan komponen penyunnya
yaitu :

a. Agrisilvikultur (Agrisilvicultural systems)


Agrisilvikultur adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan
atau tanaman berkayu dengan komponen pertanian (atau tanaman nonkayu). Sistem ini
adalah sistem dari agroforestri yang paling umum dan paling sering ditemui dilapangan dan
dipraktekan di lapangan. Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops)
dan tanaman non-kayu dari jenis tanaman semusim (annualcrops). Sistem agrisilvikultur,
ditanam pohon serbaguna atau pohon dalam rangka fungsi pelindung pada lahan-lahan
pertanian. Sedangkan tanaman pertanian sering digunakan sebagai tanaman penutup
antara tanaman berkayu dan tergantung tujuan penanamannya apakah tanaman pertanian
ini dijadikan sebagai komoditas utama atau komoditas sampingan dalam usahataninya
(Mustofa Agung Sardjono, Djogo dan Arifin,H.S, 2003).
b. Silvopastura (Silvopastural systems)
Sistem agroforestri ini meliputi komponen kehutanan atau tanaman berkayu dengan
komponen peternakan atau binatang ternak (pasture) disebut sebagai sistem silvopastura.
Kedua komponen dalam silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu yang
sama, misal penanaman rumput hijauan ternak di bawah tegakan pinus, atau yang lebih
ekstrim lagi adalah sistem pola pagar hidup atau pohon pakan serbagunapada lahan
pertanian, yang biasnya pagar hidup sebagai pakan ternak berada di lokasi yang berbeda
dengan lokasi kandang ternak. Meskipun demikian, banyak pegiat agroforestri tetap
mengelompokkan dalam model silvopastura, karena interaksi aspek konservasi dan
ekonomi (jasa dan produksi) bersifat nyata dan terdapat komponen berkayu pada
manajemen lahan yang sama (Mustofa Agung Sardjono, Djogo dan Arifin,H.S, 2003).

c. Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems)


Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems) yaitu sistem pengelolaan lahan yang memiliki
tiga fungsi produksi sekaligus, antara lain sebagai penghasil kayu, penyedia tanaman pangan
dan juga padang pengembalaan untuk memelihara ternak. Ketiga fungsi tersebut bisa
maksimal jika lahan yang dikelola memiliki luasan yang cukup. Bila terlalu sempit maka akan
timbul kompetisi negatif antar komponen penyusun (Fidi Mahendra, 2009).
Pengkombinasian dalam agrosilvopastura dilakukan secara terencana untuk
mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa (khususnya komponen berkayu/kehutanan)
kepada manusia/masyarakat (to serve people) (Mustofa Agung Sardjono, Djogo dan
Arifin,H.S, 2003)

d. Sylvofishery
Salah satu jenis agroforestri yang menerapkan sistem pengelolaan lahan yang dirancang
untuk menghasilkan kayu sekaligus berfungsi sebagai tambak ikan.Penerapan agroforestri
Sylvofishery biasanya menjadikan tanaman kayu sebagai pelindung kolam ikan dari terik
matahari, tanaman kayu ditanam disekeliling kolam ikan (Fidi Mahendra, 2009).

e. Apiculture
Apicultureyaitu sistem pengelolaan lahan yang memfungsikan pohon-pohon yang ditanam
sebagai sumber pakan lebah madu. Selain memproduksi kayu, juga menghasilkan madu
yang memiliki nilai jual tinggi dan berkhasiat sebagai obat. Apiculture banyak ditemui di
kawasan dekat hutan dengan jenis lebah tertentu (Fidi Mahendra, 2009).

f. Sericulture
Sistem pengintegrasian dalam agroforestri yang menjadikan pohon-pohon untuk
memelihara ulat sutra. Sehingga murbei yang menjadi makanan pokok ulat sutra harus ada
dalam jumlah yang besar pada lahan tersebut. Sistem ini hanya menjadikan tanaman
murbei sebagai pakan bagi ulat sutra saja tanpa ada pemanfaatan penuh dari tanaman
murbei (Fidi Mahendra, 2009).
g. Multipurpose forest tree production system
Multipurpose forest tree production system yaitu sistem pengolahan lahan yang mengambil
berbagai macam manfaat dari pohon baik kayunya, buahnya, maupun daunnya. Sistem ini
merupakan pengoptimalan fungsi pohon yang ditanam. Sistem ini merupakan kombinasi
antara pohon penghasil kayu, penghasil buah maupun diambil daunnya untuk hijauan
makanan ternak. Sistem ini menitikberatkan pada integrasi pada tanaman kayu atau pohon
dengan ternak (Fidi Mahendra, 2009).

Anda mungkin juga menyukai