Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TATALAKSANA PADANG PENGGEMBALAAN


PETERNAKAN RAKYAT

SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK


KELAPA SAWIT DAN SAPI BALI

OLEH:

KELOMPOK 3

FEBRIANA LUDIA BULING (I011 17 1048)


FITRIA RAMADHANI (I011 17 1052)
REZAL (I011 17 1054)
ACHMAD ARHAM ALIMUDDIN (I011 17 1058)
ASTUTI (I011 17 1060)

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas segala rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun

Makalah Tatalaksana Padang Penggembalaan Peternakan Rakyat yang Berjudul

Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Kelapa Sawit dan Sapi Bali.

Makalah ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam

menyelesaikan tugas mata kuliah Tatalaksana Padang Penggembalaan Peternakan

Rakyat. Makalah  ini telah diupayakan agar dapat sesuai apa yang diharapkan  dan

dengan terselesainya Makalah ini sekiranya bermanfaat bagi setiap pembacanya.

Makalah ini penulis sajikan sebagai bagian dari proses pembelajaran agar kiranya

kami sebagai mahasiswa dapat memahami betul tentang perlunya sebuah tugas

agar menjadi bahan pembelajaran.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kesempurnaan dan dengan

segala kerendahan hati kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun,

sehingga apa yang kita harapkan dapat tercapai. Dan merupakan bahan

kesempurnaan untuk makalah ini selanjutnya. Besar harapan penulis, semoga

makalah yang penulis buat  ini mendapat ridho dari Tuhan Yang Maha Esa

Makassar, 7 Mei 2019

Penulis
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian dan peternakan merupakan suatu hal yang sangat penting

dalam menunjang berlangsungnya kehidupan manusia. Keduanya memegang

peranan penting dalam menopang pertumbuhan dan perkembangan suatu negara.

Saat ini telah dikembangkan suatu sistem pertanian terpadu yang mamadukan

antara sektor pertanian dan peternakan. Sumber daya alam berupa lahan pertanian

dikombinasikan dengan peternakan dengan ternak jenis ruminansia sebagai upaya

untuk meningkatkan efisiensi produksi, penggunaan lahan, kemandirian serta

kesejateraan petani-peternak.

Ciri utama dari pengintegrasian tanaman dengan ternak adalah terdapatnya

keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dengan ternak.

Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang saling terpadu dan

pemanfaatan limbah dari masing masing komponen. Saling keterkaitan berbagai

komponen sistem integrasi merupakan factor pemicu dalam mendorong

pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah

yang berkelanjutan.

Salah satu contoh bentuk penerapan pola integrasi tanaman ternak adalah

pada sistem integrasi pertanian kelapa sawit dengan sapi Bali. Pola ini sangatlah

menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini

sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan

untuk pupuk, dan limbah pertanian digunakan untuk pakan ternak. Integrasi

hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang

optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah.


Keywords: integrasi tanaman-ternak, kelapa sawit, sapi bali

Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep integrasi tanaman-ternak?

2. Bagaimana karakteristik peternakan sapi bali?

3. Bagaimana pola integrasi tanaman ternak antara kelapa sawit dan sapi

bali?

Tujuan

1. Mengetahui konsep integrasi tanaman-ternak

2. Mengetahui karakteristik peternakan sapi bali

3. Mengetahui pola integrasi tanaman ternak antara kelapa sawit dan sapi bali
PEMBAHASAN

Integrasi Tanaman-Ternak

            Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering  disebut dengan

pertanian terpadu adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian.

Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di  lahan

pertanian, sehingga pola ini sering  disebut pola peternakan tanpa limbah karena

limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian  digunakan

untuk pakan ternak. Tujuan penerapan sistem tersebut yaitu untuk menekan

seminimal mungkin input dari luar (input/masukan rendah) sehingga dampak

negatif sebagaimana disebutkan di atas, semaksimal mungkin dapat dihindari dan

berkelanjutan (Supangkat, 2009). Dengan adanya integrasi hewan ternak dan

tanaman diharapkan petani dapat memperoleh  hasil usaha yang optimal, dan

dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan

tanaman haruslah  saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan,

sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan

keuntungan hasil usaha taninya. 

Sistem integrasi tanaman-ternak menjajikan keuntungan serta kemudahan

dalam penerapannya. Menurut Winarso dan Basuno (2013), penerapan sistem

integrasi tanaman-ternak dapat memberikan beberapa keuntungan, antara lain:

1. Diversifikasi penggunaan sumber daya produksi

2. Mengurangi resiko

3. Efisiensi penggunaan tenaga kerja

4. Efisiensi penggunaan komponen produksi


5. Mengurangi ketergantungan energi kimia dan energi biologi serta masukan

sumber daya lainnya dari luar

6. Sistem ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan polusi sehingga

melindungi lingkungan hidup

7. Meningkatkan output

8. Mengembangkan rumah tangga petani menjadi lebih stabil

Pengembangan sistem pertanian terintegrasi ternak-tanaman dapat

dilakukan dengan beberapa pendekatan dan strategi yang berfokus pada

keselarasan antara sumber daya alam baik pertanian organik dan pertanian intensif

dengan sumber daya manusia, dan lingkungan. Sistem integrasi yang dilakukan

dengan beberapa pendekatan dan strategi juga berfokus pada manfaat dalam

memelihara keberlanjutan lingkungan yang berorientasi pada zero waste system,

terpenuhinya kebutuhan pangan manusia, dan meningkatnya income petani-

peternak (Hasan, dkk., 2018). Pendekatan dan strategi ini diharapkan dapat

menjadi upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan.

Peternakan Sapi Bali

Salah satu komoditi peternakan yang memiliki potensi tinggi untuk

dikembangkan adalah sapi bali. Sapi bali merupakan ternak lokal dengan jumlah

populasi paling tinggi dibanding jenis sapi lainnya. Sapi bali disukai oleh peternak

karena mempunyai banyak keunggulan, diantaranya memiliki efisiensi reproduksi

tinggi, cepat beranak, memiliki potensi sangat baik dalam menghasilkan daging

dengan karkas yang cukup tinggi mencapai 46-50%. Selain itu, sapi bali juga

memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan baru, sehingga sering

disebut ternak perintis (Alamsyah, dkk., 2015).


Usaha ternak seperti sapi bali telah banyak berkembang di Indonesia,

akan tetapi petani pada umumnya masih memelihara sebagai usaha sambilan

(Kariyasa, 2005). Dengan menjadikan usaha peternakan sapi sebagai sambilan,

maka usaha ini hanya akan ditujukan sebagai tabungan, sehingga manajemen

pemeliharaannya masih dilakukan secara konvensional dengan memanfaatkan

lahan sempit di sekitar pemukiman.

Sistem pemeliharaan Sapi Bali yang umum dilakukan di Indonesia adalah

sistem semi intensif (Budianto dkk., 2016) dimana ternak dikandangkan dan

dilepaskan pada lahan atau padang penggembalaan dengan pangaturan waktu

tertentu. Sistem ini memiliki beberapa kelebihan antara lain terjadi keseimbangan

antara nutrisi yang kita atur melalui pemberian di dalam kandang dengan nutrisi

yang dibutuhkan oleh sapi dari alam.

Sistem Integrasi Kelapa Sawit dan Sapi Bali

Seiring dengan berjalannya waktu, kekurangan lahan menjadi suatu

masalah yang nyata terjadi. Lahan subur terus dikonversi penggunaan non

pertanian, sedangkan untuk menambah lahan baru tidaklah mudah, bahkan lahan

yang ada terdegradasi, sehingga produktivitasnya terus menurun (Hasan, dkk.,

2018). Tingginya tingkat eksploitasi lahan dan peralihan fungsi lahan dari tujuan

produksi menjadi lahan pemukiman menyebabkan petani kesulitan dalam

menemukan lahan penggembalaan untuk ternak mereka. Di sisi lain, fenomena di

lapang menunjukkan bahwa petani cenderung tidak lagi memperhatikan

penggunaan pupuk secara berimbang, mengingat di satu sisi harga jual produksi

pertanian yang sangat fluktuatif dan cenderung merugikan petani dan di sisi lain

semakin mahalnya biaya produksi (Kariyasa, 2005).


Saat ini telah dikembangkan suatu sistem pertanian terintegrasi dengan

peternakan yang disebut dengan Crop Livestock System (CSL) (Hasan, dkk.,

2018). Sistem ini, berorientasi pada sistem produksi tanpa limbah atau zero waste

production system. Artinya dalam sistem ini dilakukan pemanfaatan limbah sisa

hasil dari kedua komoditi secara maksimal untuk kepentingan kedua komoditi

tersebut.

Salah satu komoditi pertanian-perkebunan yang melimpah di Indonesia

adalah kelapa sawit. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian

Pertanian (Kemtan), lahan sawit Indonesia yang tercatat tahun 2018 yaitu seluas

14,03 juta hectare. Namun hal tersebut belum menjamin penerapan sistem ini

secara maksimal. Sistem ini masih belum banyak diterapkan oleh pihak negara

dan swasta karena diragukan dapat mempengaruhi tingkat produktivitas kelapa

sawit mereka.

Integrasi ternak dalam kelapa sawit adalah bentuk pertanian campuran di

mana kombinasi dari dua komoditas dapat disinergikan agar dapat secara optimal

memanfaatkan lahan yang sama. Kedua komoditas, bila terintegrasi dengan baik

dapat berkontribusi terhadap sistem produksi pangan berkelanjutan (Ayob dkk.,

2009). Terintegrasinya usaha sapi potong dan perkebunan sawit dapat mengurangi

biaya lahan dan pakan serta meningkatkan kapasitas tampung sehingga skala

usaha menjadi besar dan makin efisien. Efisiensi menjadi lebih baik karena

menggunakan input tenaga kerja secara bersama untuk usaha sapi potong dan

perkebunan kelapa sawit. Sistem ini juga dapat mengurangi biaya tenaga kerja dan

herbisida untuk membersihkan semak belukar di bawah tanaman sawit dan

memanfaatkan limbah industri kelapa sawit sebagai bahan baku pakan pada usaha
penggemukan sapi potong serta pemanfaatan pupuk kandang untuk tanaman

kelapa sawit (Ilham dan Saliem, 2011).

Terdapat 60 hingga 70 spesies semak di bawah perkebunan kelapa sawit

yang terdiri dari tanaman kacang-kacangan, rass yang tumbuh secara alami, daun

lebar dan pakis (Ayob dkk., 2009). Spesies tersebut dianggap sebagai gulma yang

perlu dikendalikan secara berkala dengan semprotan kimia atau pemotongan

secara manual. Namum di sisi lain, ini adalah sumber pakan potensial karena

hasil, palatabilitas, dan nilai gizinya mencukupi untuk ternak. Di bawah kondisi

yang tepat dan manajemen yang sistematis, ternak dapat digunakan secara efektif

untuk mengontrol gulma di lahan perkebunan. Penggunaan ternak sebagai

mekanisme pengendalian gulma secara biologis di perkebunan kelapa sawit

memungkinkan penetapan yang hubungan harmonis antara ternak, tumbuhan

bawah dan kelapa sawit. Penggunaan herbisida yang dikurangi ramah lingkungan,

dan secara bersamaan membantu mengurangi total biaya penyiangan melalui

volume penggunaan bahan kimia yang lebih rendah dan mengurangi tenaga kerja

tambahan. Mengurangi penggunaan herbisida berarti mengurangi biaya perawatan

dan mengurangi kontaminasi dan polusi lingkungan (Azid, 2004).


PENUTUP

Kesimpulan

Integrasi ternak-tanaman dalam usahatani ternak adalah menempatkan dan

mengusahakan sejumlah ternak misalnya ternak sapi di areal tanaman tanpa

mengurangi aktivitas dan produktivitas tanaman, bahkan keberadaan ternak sapi

dapat meningkatkan produktivitas tanaman sekaligus meningkatkan produksi sapi

itu sendiri. Ternak sapi yang diintegrasikan dengaan tanaman mampu

memanfaatkan produk ikutan dan produk samping tanaman (sisa-sisa hasil

tanaman) untuk pakan dan sebaliknya ternak sapi dapat menyediakan bahan baku

pupuk organik sebagai sumber hara yang dibutuhkan tanaman.

Rekomendasi

Sebaiknya pengembangan sisten integrasi memanfaatkan plasma nutfa

ternak sapi lokal saja. Contohnya sapi bali, yang umumnya memiliki daya

adaptibilias yang tinggi daya reproduksi sangat baik, dan mampu memanfaatkan

pakan yang berkualitas ‘rendah’.


DAFTAR PUSTAKA

Ayob, M. A., & Kabul, M. H. (2012). Cattle integration in oil palm


plantation through systematic management. In International Seminar on
Animal Industry.

Azid, M. K. 2004. Study on Cattle Farming at Borneo Samudera Sdn.Bhd (BSSB)


Report submitted to Borneo Samudera sdn. Bhd. 17 November 2004.

Hasan, S., N. Pomalingo, Dan S. Bahri. 2018. Pendekatan Dan Strategi


Pengembangan Sistem Pertanian Terintegrasi Ternak-Tanaman Menuju
Ketahanan Pangan Nasional Prosiding Seminar Nasional Integrated
Farming System, Gorontalo 25-26 November 2018 “Pembangunan
Pertanian-Peternakan-Perikanan Berkelanjutan Menuju Ketahanan Pangan
Nasional”.

Kariyasa, K. (2005). Sistem integrasi tanaman-ternak dalam perspektif reorientasi


kebijakan subsidi pupuk dan peningkatan pendapatan petani. Analisis
Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 1

Supangkat, G. 2009. Sistem Usaha Tani Terpadu, Keunggulan dan


Pengembangannya. Workshop Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu.
Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Winarso, B., & Basuno, E. (2013). Pengembangan pola integrasi tanaman-ternak


merupakan bagian upaya mendukung usaha pembibitan sapi potong dalam
negeri. In Forum Penelitian Agro Ekonomi (Vol. 31, No. 2, pp. 151-169).

Anda mungkin juga menyukai