Anda di halaman 1dari 53

Pengenalan OPT Padi dan

Pengendaliannya

Oleh :
POPT-PHP

UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan Dan Hortikultura


Provinsi Sulawesi Selatan
PENDAHULUAN

ORGANISME PENGGANGGU
TUMBUHAN (OPT) merupakan resiko
yang harus dihadapi dan diperhitungkan
dalam setiap upaya budidaya tanaman
untuk meningkatkan produk yang sesuai
harapan. Resiko ini merupakan
konsekuensi dari setiap perubahan
ekosistem sebagai akibat budidaya
tanaman dilakukan.
OPT merupakan salah satu faktor
pembatas dalam peningkatan produksi
tanaman pangan. Pada tanaman padi,
OPT yang selalu menimbulkan
kerugian adalah golongan serangga
dan golongan vertebrata (tikus dan
babi).
Hama adalah binatang yang
secara langsung maupun
tidak langsung mengganggu
atau merugikan kehidupan
manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhan makan,
kesehatan dan energinya
Penyakit Tumbuhan
Adalah kerusakan pada
tumbuhan yang
disebabkan oleh
organisme (jamur, bakteri,
Virus). Kerusakan ini
dapat terjadi di lapangan
BIOEKOLOGI
5 Spesies Yang Sering
Menyerang:
Penggerek Batang Padi Bergaris
Chilo Suppressalis Wlk

Penggerek Batang Padi Kuning


Scirpophaga incertulas Wlk

Penggerek Batang Padi Kepala Hitam


Chilo polychrysus Meyrick

Penggerek Batang Padi Putih Penggerek Batang Padi Merah Jambu


Scirpophaga innotata Wlk Sesamia inferens Wlk
Penggerek Batang
(Scirpophaga innotata Walker)
Ordo : Lepidoptera, Family : Pyralidae
Telur

 Telur PBPP diletakkan secara berkelompok, rata-


rata berisi 100 butir telur ( 15 – 254 butir telur
perkelompok) yang ditutupi oleh rambut yang
berwarna coklat .
 Rata-rata ukuran kelompok telur adalah lebar 4 mm
dan panjang 7 mm.
 Kelompok telur yang telah menetas dicirikan dengan
adanya 2 lubang pada permukaaan bawah daun atau
beberapa lubang di pinggiran kelompok telur,
 Parasitoid telur biasanya keluar dari permukaan atas
kelompok telur.
 Stadium telur berkisar 4 – 7 hari.
Larva
 Larva yang baru keluar (instar 1) berwarna putih
kusam dan biasanya hidup bergerombol pada batang
atas / tulang daun atau tangkai malai,kemudian
menyebar pada tanaman .
 Waktu tercepat yang diperlukan untuk masuk ke dalam
tanaman adalah 10 menit dengan melalui ketiak daun.
 Perpindahan larva dari satu rumpun ke rumpun lain
adalah dengan cara menggantung pada semacam
benang yang dikeluarkan melalui mulutnya kemudian
berayun (dibantu angin) atau jatuh ke permukaan air
dan berpindah.
 Larva yang agak besar (instar 2-4) perpindahannya
dengan cara membungkus tubuhnya dengan ujung
daun kemudian menggantung dan jatuh ke permukaan
air dan menempel lagi pada batang lain kemudian
masuk dengan cara mengggerek.
 Larva instar 4 -5 biasanya hanya ditemukan satu larva
per batang pada bagian bawah.
 Stadium larva 19 – 25 hari.
Pupa
 Pupa terbungkus oleh kokon yang berwarna putih dan
terdapat dalam ruas batang bagian bawah.
 Stadium pupa 6- 12 hari.

Ngengat
 Berwarna putih terang dengan ukuran panjang badan
1,2 – 1,7 cm.
 Ngengat jantan lebih kecil dibanding betina.
 Ngengat yang masih muda bentuk rumbai rambut
pada ujung sayapnya masih tersusun rapih
sedangkan yang sudah tua atau yang sudah
meletakkan telur bentuk rumbai rambutnya sudah
tidak lengkap lagi.
 Ngengat mulai aktif terbang pada malam hari sampai
menjelang pagi tergantung dari kepadatan populasi
dan kekuatan angin.
 Puncak penerbangan biasanya terjadi antara jam
20.00 sampai 22.00.
 Stadium ngengat 7- 9 hari.
Gejala Serangan

Gejala kerusakan pada tumbuhan vegetatif disebut sundep. Pada pucuk tanaman
terserang tampak berwarna kuning, layu akhirnya kering dan bila ditarik mudah lepas dari
titik tumbuh, sebab ulat sudah merusak bagian pangkal atau titik tumbuh tanaman.
Gejala kerusakan pada fase generatif disebut beluk, yaitu malainya tegak, berwarna
putih dan hampa. Gejala kerusakan tersebut mudah dikenali dan dibedakan dengan gejala
kerusakan hama lain.

Gejala Sundep Gejala Beluk


PENGENDALIAN :

1. Pengaturan pola tanam


 Tanam serentak dengan selisih waktu paling lama 2 minggu atau varietas dalam
ditanam lebih awal
 Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi
 Persemaian dilakukan secara berkelompok untuk memudahkan pengumpulan
kelompok telur

2. Pengendalian cara fisik dan mekanik


 Pada saat panen, batang padi dipotong serendah mungkin sampai permukaan
tanah dan diikuti penggenangan air setinggi + 10 cm agar jerami membusuk
sehingga larva dan pupa mati
 Pemasangan lampu perangkap
 Pengumpulan kelompok telur dipersemaian atau pertanaman ditampung agar
parasit yang muncul dapat dilepaskan kembali
3. Eradikasi
 Pembabatan dan pengumpulan jerami padi lalu dibakar selanjutnya tanah segera
diolah

4. Pemanfaatan musuh alami


 Kelompok telur yang dikumpul dari persemaian dan di pertanaman dipelihara agar
parasitoid yang keluar dapat dilepaskan ke pertanaman
 Dilakukan pengembangbiakan parasitoid Trichogramma sp pada telur Corcyra sp

5. Penggunaan insektisida
 Dilakukan secara bijaksana, apabila ditemukan rata-rata > 1 kelompok telur/ 3 m2
atau intensitas serangan sundep (fase vegetatif) rata-rata > 10 – 15 % atau
serangan beluk (fase generatif) > 10 % selambat-lambatnya tiga minggu sebelum
panen.

Pelepapasan parasitoid
Harus mengikuti masa periode penerbangan ngengat
Wereng Batang Coklat
(Nilaparvata lugens Stal)
Ordo : Homoptera, Family : Delphacidae
Telur
 Diletakkan secara berkelompok pada jaringan pelepah daun,
sedangkan apabila populasi cukup tinggi dapat dijumpai pada
tulang daun baik permukaan atas maupun bawah.
 Bentuknya seperti pisang.
 Telur diletakkan secara berkelompok 8 – 16 butir / kelompok
 Stadium telur sekitar 7 – 11 hari.
Nimfa
 Nimfa yang baru menetas berwarna keputihan dan
berangsur-angsur berubah menjadi coklat sesuai
pertumbuhannya.
 Selama stadium nimfa terjadi 5 kali pergantian kulit dan
waktu yang dibutuhkan pada masing-masing instar
adalah 2 – 4 hari, 1 – 4 hari, 1 – 2 hari, 2 – 3 hari dan 2
– 4 hari. Sehingga stadium nimfa berkisar 8 - 17 hari.
 Masing-masing instar dibedakan berdasarkan ukuran
tubuh dan bentuk bakal sayap.
Imago

 Imago wereng batang coklat memiliki dua bentuk sayap yaitu bersayap
panjang / sempurna (makroptera) dan bersayap pendek (brakhiptera).
 Bentuk sayap terjadi karena pengaruh lingkungan yaitu kondisi tanaman,
kepadatan populasi dan genetik.
 Keperidian imago betina rata –rata 300 butir telur (100 – 600 butir)
 Imago berwarna coklat muda atau coklat tua.
 Sayap berbintik-bintik pada bagian pertemuan sayap depan.
 Panjang serangga jantan 2 – 3 mm
 Imago makroptera mempunyai mobilitas yang sangat tinggi, sehingga dapat
dapat menginvestasi lahan pertanaman padi dalam skala luas dan dalam
waktu yang cepat.
 Imago brakhiptera lebih berperan untuk berkembang biak.
 Umur serangga dewasa 18 – 28 hari.
Ekologi
• Perkembangan populasi WBC di lapang selain dipengaruhi oleh faktor
intrinsiknya juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik biotik maupun
abiotik.
• Pertumbuhan populasi WBC pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan
pada musim kemarau, sehingga kerusakan yang diakibatkan oleh serangan
WBC juga lebih tinggi pada musim hujan.
• WBC memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap ketahanan suatu varietas
padi.
• Oleh sebab itu penananam varietas tahan yang dilakukan oleh petani
secara terus menerus dapat merangsang perubahan virulensi dan
akhirnya muncul biotipe baru yang dapat mematahkan ketahanan varietas
yang ditanam petani.
• Selain itu pertumbuhan populasi atau kepadatan populasi WBC di lapang
juga dipengaruhi oleh musuh –musuh alami baik dari jenis predator,
parasitoid maupun patogen.
Gejala Serangan

Serangga dewasa dan nimfa menyerang tanaman padi dengan cara menusuk
dan mengisap cairan batang, sehingga tanaman menjadi menguning dan mongering.
Kerusakan yang berat dapat menyebabkan gejala terbakar (hopperburn). Wereng
coklat dapat pula sebagai vektor penyakit virus kerdil rumput (grassy stunt) dan virus
kerdil hampa (ragged stunt).

Gejala serangan wereng coklat (hopperburn)


PENGENDALIAN

1. Pengaturan pola tanam


 Tanam serentak dengan selisih waktu paling lama 2 minggu atau varietas dalam
ditanam lebih awal
 Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi
 Pergiliran varietas tahan dengan sumber gen ketahanan yang berbeda

2. Penanaman varietas tahan


 Untuk menekan dan menghambat perkembangan biotipe baru

3. Pengendalian cara fisik


 Pengeringan sawah selama 3 – 4 hari

4. Eradikasi
 Pencabutan dan pemusnahan tanaman terserang

5. Pemanfaatan musuh alami


 Pemanfaatan predator dan patogen serangga Beauveria bassiana dan Metarrhizium
anisopliae

6. Penggunaan insektisida
 Dilakukan secara bijaksana, apabila ditemukan populasi > 10 ekor/rumpun pada tanaman
berumur > 40 Hst atau populasi > 40 ekor/rumpun tanaman berumur > 40 Hst.
 Insektisida yang digunakan bersifat selektif, efektif, terdaftar dan diizinkan.
Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss)
Ordo : Rodentia Family : Muridae
Morfologi
 Tikus sawah mirip dengan tikus rumah.
 Berwarna kelabu gelap dengan dada berwarna keputihan
panjang badan tikus sawah dewasa dari hidung sampai
ujung ekor berkisar 270 – 370 mm, berat sekitar 130 gram.
 Panjang ekor biasanya sama atau lebih lebih pendek dari
panjang badan dari ujung hidung sampai pangkal ekor.
 Panjang telapak kaki belakang dari tumit sampai ujung
kuku jari terpanjang adalah 32 – 36 mm. Sedangkan
panjang telinga 16 – 21 mm.
 Tikus betina mempunyai enam pasang puting susu yang
terletak di kiri dan kanan pada bagian perut memanjang
sepanjang badan.
 Tikus sawah dapat berkembang biak mulai pada umur 1,5
bulan – 5 bulan.
 Setelah kawin , masa bunting memerlukan waktu 21 hari.
 Seekor tikus betina rata-rata melahirkan 8 ekor anak setiap
kali melahirkan dan mampu kawin lagi dalam tempo 48
jam setelah melahirkan.serta mampu hamil sambil
menyusui dalam waktu yang bersamaan.
 Selama satu tahun, seekor betina dapat melahirkan 4 kali
sehingga dalam satu tahun dapat melahirkan 32 ekor anak,
dan populasi dari satu pasang tikus tersebut dapat
mencapai ± 1200 ekor turunan.
Perilaku
 Tikus mempunyai indra penglihatan yang lemah dan buta warna, namun diimbangi
oleh indra penciuman, peraba dan pendengaran tajam.
 Gerakan di malam hari terutama dituntun oleh misai tajam dan bulu-bulu yang
tumbuh panjang.
 Tikus mempunyai gigi seri yang sangat tajam dan selalu tumbuh terus, sehingga
selama hidupnya gigi seri tersebut dapat mencapai panjang 15-25 cm. Apabila
pertumbuhan gigi seri tersebut dibiarkan, maka gigi seri tersebut menganggu. Oleh
karena itu agar panjang gigi serinya tetap normal, tikus sering mengerat benda-
benda keras maupun lunak yang dijumpai.
Inilah penyebab utama kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus yang mencapai tidak
kurang dari 5 kali banyaknya makanan yang dibutuhkan setiap harinya.
 Perkembangbiakan tikus sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, terutama ketersediaan makanan. Pada daerah
dengan musim hujan dan musim kemarau yang tidak
banyak berbeda sepanjang tahun, faktor tersedianya
makanan tidak banyak berbeda, sehingga kepadatan
populasi tikus juga stabil. Untuk daerah yang mempunyai
musim hujan dan musim kemarau yang berbeda jelas,
maka kepadatan populasi tikus tidak stabil.
 Pada musim hujan, dengan persediaan makanan cukup,
tikus akan berkembang dengan pesat. Sebaliknya di
musim kemarau perkembang biakan tikus sangat
terhambat.
 Pada dasarnya makanan tikus adalah karbohidrat. Namun ada kalanya dijumpai
tikus memakan serangga, siput, bangkai ikan dan makanan hewani lain.
Makanan jenis hewani tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan
protein.
 Hampir seluruh waktu yang digunakan untuk makan adalah malam hari.
 Pada waktu makan, tikus bergerak kesana kemari sambil menggerogoti
makanannya sedikit demi sedikit sepanjang malam sampai kenyang.
 Tikus hidup di tempat-tempat yang tersedia cukup makanan dan yang dapat
memberikan perlindungan.
 Menyukai tempat-tempat bervegetasi yang memenuhi kebutuhan tersebut.
 Bila hal ini tidak terpenuhi, tikus berdiam ditempat-tempat yang memberikan
perlindungan cukup baik panas maupun musuh-musuhnya, yaitu semak-semak
atau tempat –tempat berumput lainnya yang tidak jauh dari sumber makanan.
 Liang tikus biasanya mempunyai pintu masuk utama yang berakhir dengan
dengan satu atau dua jalan keluar yang disamarkan.
 Pada umumnya liang tikus berlekuk-lekuk di bawah tanah sedalam 0,5 m dan
dilengkapi dengan ruang penyimpanan makanan dan tempat melahirkan .
Panjang lubang tikus sekitar 0,5 – 1,5 m .
 Pada liang inilah tikus dan anak-anaknya berlindung.
Gejala Serangan
 Serangan tikus dapat terjadi sejak di pesemaian, dipertanaman sampai pada pasca panen.
Pada pesemaian sampai tanaman fase vegetatif populasi tikus masih rendah dan populasi
meningkat pada fase generatif.
 Tikus memotong atau mencabut bibit yang baru ditanam , sehingga banyak rumput mati atau
hilang.
 Tikus biasanya aktif merusak tanaman pada malam hari.
 Tikus makan gabah dan merusak kecambah yang baru ditanam.
 Pada saat tanaman bunting tunas dipotong dan malainya dimakan.
 Pada populasi rendah serangan tikus biasanya bersifat acak terutama bagian tengah petakan,
sedangkan pada serangan berat lebih 15 % hanya menyisakan beberapa tanaman di pinggir
petakan sawah.
PENGENDALIAN :

1. Pengendalian secara kultur teknis


 Tanam serentak dengan selang < 10 hari dalam areal
yang luas
 Mengurangi ukuran pematang di sawah, sehinga
mempersulit tikus membuat liang,
sebaiknya pematang berukuran + tinggi 15 cm dan lebar

20 cm
 Kombinasi pemasangan bubu perangkap dengan pagar
plastik di persemaian dan di pertanaman
 Penggunaan tanaman penarik / tanaman perangkap,
untuk persemaian sekitar 300 – 500 m2 dengan bubu
2 – 4 buah, pada pertanaman sekitar 13 Ha lokasi untuk
tanaman penarik sekitar 10 m x 10 m

2. Pengendalian cara fisik dan mekanik


 Melakukan gropyokan pada saat bera, pengolahan tanah
maupun setelah panen
 Penggenangan lahan agar liang aktif tikus tergenangi air
sehingga anak tikus berada di dalam liang mati
 Pemasangan bambu sebagai perangkap dengan
diameter + 10 cm dan panjang + 2,5 m , semua buku
antar ruas dihilangkan
3. Sanitasi dan eradikasi
 Membersihkan, rumput, semak , tumpukan jerami yang biasa menjadi tempat
persembunyian tikus

4. Pengendalian secara biologi


 Memanfaatkan musuh alami antara lain burung hantu, burung elang, anjing dan
kucing.

5. Pengendalian secara kimiawi


 Fumigasi / pengemposan asap beracun dilakukan pada saat pra tanam hingga
tanaman fase generatif
 Pengumpanan beracun dengan menggunakan rodentisida anti koagulan apabila
ditemukan serangan > 15 %.
Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabricius)
Ordo : Lepidoptera, Familiy : Noctuidae
Telur
 Diletakkan secara berkelompok pada permukaan bawah daun padi atau rerumputan rata-rata
100 butir.
 Ditutupi bulu-bulu halus berwarna kelabu.
 Stadium telur 2 – 5 hari.

Larva
 Larva yang baru menetas sangat aktif bergerak sambil makan dengan
cara meraut bagian hijau daun pada ujung daun dan beristrahat pada
bagian tepi daun muda yang digulung sehingga tidak mudah ditemukan.
 Larva muda hidup bergerombol memakan daun kecuali epidermis
permukaan atas.
 Larva tua berwarna keabu-abuan, pada setiap ruas abdomennya
terdapat bentuk seperti bulan sabit,
 Panjang larva instar terakhir dapat mencapai 50 mm.
 Larva tua aktif pada malam hari dan bersembunyi di dalam tanah pada
siang hari.
 Larva tua dapat memakan seluruh bagian helai daun tetapi tidak
memakan tulang daun yang tua.
 Larva juga dapat memakan tangkai malai.
 Stadium larva rata-rata 22 hari dan terdiri 5 instar.
Pupa
 Pupa berwarna coklat terbentuk dalam
tanah atau diantara rerumputan sekitarnya
 Umur pupa sekitar 9 – 10 hari.

Ngengat
 Ngengat berwarna hitam kelabu, sayap depan berwarna
coklat kelabu dilengkapi bercak coklat gelap dan kuning
gelap dan satu garis kelabu dekat pinggir bercak.

Gejala Serangan
Ulat sering merusak dalam jumlah besar dan
memakan jaringan daun dan hanya menyisakan
bagian tulang daun. Selain makan daun juga
memotong pangkal batang tanaman muda dan
tangkai malai.
PENGENDALIAN

1. Pengendalian secara kultur teknis


 Membuat persemaian jauh dari tanaman inang

2. Pengendalian cara fisik dan mekanik


 Penggenangan pertanaman untuk memaksa ulat grayak naik ke
atas tanah.
 Menaruh pelepah pisang atau dedaunan lebar sebagai tempat
berlindung ulat grayak untuk memudahkan pengendalian.

3. Sanitasi dan eradikasi


 Sanitasi gulma dari pertanaman dan pengolahan tanah yang
baik.

4. Pengendalian secara biologi


 Memanfaatkan predator dan patogen serangga SL – NPV.
 Di daerah yang banyak berternak bebek dilakukan pelepasan
bebek pada saat setelah panen.

5. Pengendalian secara kimiawi


 Pengunaan insektisida diijinkan, apabila intensitas serangan
≥ 25 % pada fase tanaman muda (tanam, anakan maksimum)
dan intensitas serangan 5 % pada tanaman fase primordia -
anakan maksimum.
Hama Putih / Penggulung Daun
( Nymphula depunctalis Guenee)
Ordo : Lepidoptera, Family : Pyralidae
Telur
 Bulat, berwarna kuning muda. dan diletakkan secara berkelompok pada permukaan daun
atau pada bagian pelapah daun, tiap kelompok telur terdiri dari 10-20 butir.
 Stadium telur 2-6 hari.
Larva
 Mengalami 5 instar.
 Instar 1 berwarna krem dan kepala kuning, panjang 1,2 mm, lebar 0,2 mm.
 Instar 2 berwarna hijau, pertumbuhan maksimal panjang 14 mm, lebar 1,6 mm
 Larva membuat gulungan dari daun yang dipotong dan tinggal dalam gulungan tersebut
setiap ganti kulit akan berganti tabung. Rerata stadium larva 20 hari .
Pupa
 Berwarna krem, menjelang menjadi ngengat warnanya berubah menjadi putih.
 Pupa terbentuk dalam gulungan daun (tabung)
 Rerata stadium pupa 7 hari.
Ngengat
 Berwarna putih panjang sayap 6mm, rentang sayap 15 mm.
 Ngengat muncul dan aktif pada malam hari serta tertarik cahaya lampu.
 Seekor ngengat mampu menghasilkan 50 butir telur.
 Siklus hidup 29 – 33 hari.
HAMA PUTIH PALSU / PELIPAT DAUN
(CNAPHALOCROCIS MEDINALIS GUENEE)
ORDO : LEPIDOPTERA, FAMILY : PYRALIDAE

Telur
 Lonjong, berwarna kuning muda dengan permukaan cembung dan diletakkan
secara berkelompok pada permukaan atas atau bawah daun bendera .
 Peletakan telur terjadi pada malam 4 – 7 dari kemunculan ngengat..
 Stadium telur 4-6 hari.
Larva
 Mengalami 6 instar.
 Perut berwarna putih, kepala berwarna coklat, panjang 1,4 mm, lebar 2,0 mm.
 Setelah makan daun larva berwarna hijau.
 Pada pertumbuhan maksimal larva berwarna hijau muda, kepala coklat tua,
panjang 20 – 24 mm.
 Instar 6 akan tetap berada dalam lipatan daun hingga menjadi pupa.
 Rerata stadium larva 20 hari .
Pupa
 Berwarna kuning, terbentuk dalam lipatan daun .
 Stadium pupa 6 - 8 hari.
Ngengat
 Berwarna coklat muda
 Panjang 10 – 12 mm
 Sayap depan terdapat 2 – 3 garis hitam vertikal
 Aktif pada malam hari serta tertarik cahaya lampu.
 Seekor ngengat mampu menghasilkan 3.000 butir telur selama hidupnya.
Gejala Serangan :
Kerusakan pada daun yang khas adalah daun terpotong
Seperti digunting, Daun yang terpotong dibuat menyerupai
tabung yang digunakan larva untuk membungkus dirinya ,
Sehingga larva aman dengan benang-benang sutranya..
Gulungan daun yang berisi larva akan mengapung di atas
permukaan air pada siang hari dan pada malam hari larva
makan.

Pengendalian :
1. Pengendalian cara fisik dan mekanik
 Pengeringan persemaian dan persawahan yang terserang selama 3 – 5 hari
sehingga larva dalam gulungan mati
 Mengumpulakan dan memusnakan larva dan pupa

2. Sanitasi dan eradikasi


 Sanitasi pertanaman yang terserang

3. Pengendalian secara kimiawi


 Pengunaan insektisida diijinkan, apabila intesitas serangan rata-rata ≥ 25% atau
10 daun rusak per rumpun.
Walang sangit (Leptocorisa oratorius Thunb)
Ordo : Hemiptera , Family : Alydidae
Telur
 Pipih lonjong, panjang 1 mm.
 Menjelang menetes coklat tua atau agak hitam (semula putih)
 Diletakkan secara berkelompok, satu persatu atau berbaris
dalam kelompok sebanyak 10-12 butir di bagian tepi daun
bendera bagian atas
Nimfa
 Nimfa menghisap bulir padi yang sedang matang susu
 Bentuknya ramping, sayap belum berkembang penuh
 Berwarna hijau terang kemudian berubah coklat abu-abu
Imago
 Panjang 14-17 mm, bersayap dan tubuh berwarna coklat
 Mengisap bulir bulir padi yang sedang matang susu.
 Aktif sore dan malam hari
 Siang hari bersembunyi di bagian bawah tanaman padi atau
rerumputan
 Mengeluarkan bau khas apabila terganggu
 Seekor imago mampu menghasilkan telur 200 – 300 butir.
 Siklus hidup 35 -36 hari.
Gejala Serangan :
Serangga apabila diganggu akan mengeluarkan bau, selain sbg pertahanan diri juga untuk
menarik walang sangit dari spesies yang sama. Fase yang rentan adlah keluarnya malai
sampai fase masak susu. Pada bulir padi terdapat bercak yaitu bekas tusukan Walang
Sangit, kerusakan yang ditimbulkannya bulir hampa atau beras berubah warna dan
mengapur.
Pengendalian :
1. Pengaturan pola tanam
 Tanam serentak minimal satu hamparan agar
diperoleh keserentakan fase matang susu paling lama 2 minggu

2 . Pengendalian cara mekanik


 Pengumpanan dengan perangkap berupa bangkai kepiting, ketam, tulang,
ganggang rawa yang disimpan selama 2 malam dan sebagainya yang dipasang di
sawah sehingga apabila wlang sangit berkumpul akan memudahkan pengendalian.

3. Sanitasi
Sanitasi tanaman inang

4. Pemanfaatan musuh alami


 Pemanfaatan predator dan patogen
serangga Beauveria bassiana dan
Metarrhizium anisopliae
5. Penggunaan insektisida
 Aplikasi insektisida yang diijinkan apabila ditemukan walang sangit rata-rata > 10
ekor / m2 pada stadia setelah berbunga.
Siput Murbei / Keong Mas (Pomacea caniculata)
Family : Ampullaridae
Telur
 Diletakkan secara berkelompok pada kayu, tembok, dinding saluran dan pangkal batang padi
berjumlah 25-500 butir.
 Berwarna merah jambu menyerupai buah murbei.
 Warna telur memudar seiring dengan umur telur
 Umur 7-14 hari dan penetasan dapat mencapai > 80%
Nimfa
 Berukuran 1,7 – 2,0 mm
 Kulit lemah dan mengeras setelah berumur 2 hari.
 Anak siput hidup dipermukaan air dan keluar daari permukaan air
setelah berumur 2-5 hari.
Imago
 Menyerupai cangkang (rumah) berwarna kuning keemasan.
 Ukuran tubuh 3-4 cm. berat 10-20 gram.
 Jantan lebih kecil dibandingkan dengan betina.
 Perbedaan khas antara siput jantan dan betina adalah garis-garis melingkar pada tutup
cangkang yang jantan menonjol ke arah luar dan betina melekuk ke arah dalam.
 Kawin di tempat yang berair.
 Siput betina yang bertelur merayap ke permukaan air dan meletakkan telur pada malam hari.
 Seekor siput betina dapat menghasilkan 15 kelompok telur.
Gejala Serangan :
Siput murbei merusak tanaman padi yang baru dipindahkan dari pesemaian (umur tanaman
1 – 14 hari sesudah tanam) setelah tanaman berumur kurang lebih satu bulan siput
murbei tidak merusak lagi.

Pengendalian :
1. Pengendalian secara mekanis
 Membuat parit di tepi pematang dan lahan
dikeringkan untuk memerangkap dan mengumpulkan
siput.
 Memasang ajir bambu sebagai tempat peletakan siput.
 Memasang saringan pada saluran pemasukan air.
 Pemagaran persemaian dengan plastik agar
siput tidak masuk ke dalam persemaian,, siput dan
kelompok telur yang ditemukan dimusnahkan
 Memanfaatkan siput dewasa untuk pakan ternak
2. Pemanfaatan musuh alami
 Melepas beberapa jenis ikan atau itik di persawahan
agar memangsa siput
3. Pengendalian secara spesifik lokasi
 Menggunakan pestisida nabati buah pinang, daun tuba,
daun enceng, daun tembakau dll.
 Penggunaan moluskisida dari bahan sintetik.
Wereng Hijau (Nephotettix virescens Distant)
Ordo : Hemiptera, Family : Cicadellidae

Telur
 Diletakkan secara berkelompok pada jaringan pelepah
daun dan tersusun berderet seperti sisir pisang.
 Telur menetas setelah 4 – 8 hari.

Nimfa
 Berwarna keputihan dan berangsur berubah berwarna
hijau
 Mengisap cairan daun

Imago
 Imago wereng hijau berwarna hijau berukuran 4 – 6 mm
 Pada sayap bagian ujung berwarna hitam
 Aktif pada malam hari dan tertarik cahaya
 Mengisap cairan daun
Gejala Serangan :
Kerusakan langsung akibat serangan OPT ini tidak terlallu berat namun merupakan
hama penting karena dapat menularkan (vektor) virus penyebab penyakit tungro. Wereng
hijau lebih menyukai megisap cairan tanaman pada daun bagian pinggir daripada pelepag
daun atau daun bagian tengah.. OPT ini menyerang dari fase pembibitan hingga
pembentukan malai.

Pengendalian :
1. Pola Tanam
 Pergiliran tanaman dengan bukan padi

2. Penanaman varietas tahan

3. Sanitasi terhadap tanaman inang

4, Pengendalian secara kimiawi


 Aplikasi insektisida yang dianjurkan bila ditemukan populasi 5 ekor wereng hijau per

rumpun atau jika ada serangan tungro di lapangan


KEPIK HITAM / KEPIK BIJI
(Paraeucosmetus sp)
HAMA BARU
DI SULAWESI SELATAN

Morfologi & Bioekologi


Ordo : Hemiptera
Subordo : Heteroptera
Famili : Lygaeidae
Superfamili : Lygaeoidea Foto. : Dok Susanto
Genus : Paraeucosmetus sp.
• Telur diletakkan secara berkelompok umumnya pada pelepah daun dan mudah jatuh apabila
tersentuh. Jumlah telur tiap betina ± 17 butir, stadium telur 2,9 hari.
• Nimfanya ramping menyerupai serangga dewasa berwarna hitam, khusus instar awal berwarna

merah. Nimfa mengalami 5 instar, instar pertama panjangnya 1,5 mm, dan instar 5 panjangnya
6,4 mm.
• Lama hidup nimfa rata-rata 30 hari.
• Serangga dewasa panjangnya 7 - 8 mm. Femur tungkai depan agak membesar serta
mempunyai duri 8 buah, tungkai tengah berukuran lebih kecil daripada tungkai belakang.
• Masa pra-oviposisi 2 hari, masa peneluran 8 hari, lama hidup imago betina 13 hari dan yang
jantan 6 hari.
• Siklus hidup jantan rata-rata 38 hari dan betina 45 hari.
• Nimfa instar berikutnya dan imago merusak bulir dengan menusukkan stiletnya ke dalam bulir
mengisap cairan gabah.
• Populasi telur, nimfa dan imago tertinggi terjadi pada fase matang susu. Fase tersebut sangat
Gejala serangan :

OPT ini mengisap cairan bulir padi menjadi coklat. Beras berwarna
coklat kehitaman , mudah hancur apabila digiling dan apabila dimasak
terasa pahit. Akibat serangan OPT ini kualitas beras rendah

Daerah serangan :
Awalnya serangan terjadi di Kabupaten Luwu Utara, Luwu Timur, Luwu
dan Palopo pada tahun 2004 dan pada tahun 2010 hama ini sudah
menyebar di Sinjai, Bone, Pinrang, Sidrap, Bantaeng , Bulukumba,
Soppeng, Wajo dan Enrekang. Tahun 2011 ditemukan di Kabupaten
Gowa dan Maros. Tahun 2012 ditemukan juga ditemukan di Kabupaten
Pangkep.

Pengendallian
Tanam serentak dalam satu wilayah administratif untuk menghindari
terjadinya
populasi tinggi
 Sistem tanam legowo populasi ditemukan lebih rendah
 Pemanfaatan predator laba-laba

 Penggunaan pathogen serangga Beauveria bassiana, hasil kajian yang


dilakukan di IP3OPT Luwu menunjukkan bahwa entomopatogen ini cukup
efektif mengendalikan OPT kepik hitam.
 Panen bawah

• Penggunaan insektisida berbahan aktif MIPC secara bijaksana.


Tungro
Patogen : Virus
Serangga penular : Wereng Hijau
(N. virescens dan N. Nigropictus)

Morfologi patogen :
 Penyakit tungro disebabkan oleh dua partikel virus yang berbentuk bacilliform
atau batang (B) atau (RTBV = Rice Tungro Bacilliform Virus) berukuran 100-300 x
30-35 nm dan bentuk sperikel (S) atau bulat (RSTV = Rice Tungro Spherical
Virus) berukuran 30 nm.
 Di lapangan , pada satu rumpun tanaman yang terinfeksi tungro ditemukan dua
bentuk partikel tersebut.
 Keberadaan dua bentuk partikel tersebut akan menampakkan gejala khas tungro
(kerdil dan gejala kuning orange).
 Apabila ada salah satu partikel S, maka yang nampak adalah gejala kerdil saja,
demikian pula bila hanya partikel B, maka yang nampak adalah gejala kuning
orange.
Epidemiologi :
 Sumber inokulum penyakit tungro terdapat pada tanaman singgang serta rumput inang yang sakit.
 Serangga penular virus adalah N. virescens yaitu 83 % dari populasi merupakan serangga penular
aktif sedangkan N. nigropictus maksimal 45 % sakit.
 Serangga penular virus tungro menularkan virus tungro secara non persisten.
 Serangga penular menjadi infektif setelah mengisap cairan tanaman sakit selama minimal 30 menit
dan dapat memindahkan virus ke tanaman sehat apabila mengisap tanaman sehat selama 25 menit.
 Masa laten di dalam tanaman adalah 6 – 9 hari.
 Masa inkubasi dalam tubuh serangga tidak tampak jelas.
 Serangga dapat menularkan virus dengan segera dalam waktu 2 jam setelah memperoleh virus dan
dapat mempertahankan di dalam tubuhnya selam tidak lebih dari 5 hari.
 Setelah masa ini serangga menjadi tidak infektif dan kembali menjadi infektif setelah mengisap
tanaman
 Nimfa wereng hijau juga dapat menularkan virus, tetapi menjadi tidak infektif setelah ganti kulit.
 Virus tidak dapat ditularkan melalui telur serangga , biji, tanah, air dan secara mekanis.
 Infeksi tungro dapat terjadi mulai di persemaian.
 Pada stadium ini tanaman sangat rentan terhadap infeksi virus.
 Apabila infeksi terjadi pada stadia persemaian maka gejala tungro akan terlihat pada tanaman
umur 2 – 3 minggu setelah tanam.
 Tanaman muda yang terinfeksi akan merupakan sumber infeksi di lapangan.
Gejala Serangan
Gejala serangan tungro berupa pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil dan
jumlah anakan berkurang. Daun yang sakit berwarna kuning sampai orange dari
mulai pucuk kearah pangkal. Tanaman mudah lebih rentan semakin muda umur
tanaman terinfeksi, tanaman menjadi semakin kerdil dan produksinya semakin
rendah, apabila tanaman tua terinfeksi tidak menimbulkan gejala dan penurunan
hasil tetapi dapat menjadi sumber infeksi.
PENGENDALIAN
1. Pengaturan pola tanam
 Waktu tanam tepat, diupayakan seawal mungkin sehingga pada saat populasi
wereng hijau mencapai puncak tanaman padi sudah berumur > 60 Hst.
 Pergiliran tanaman bukan padi atau diberakan
 Tanam serentak pada periode bulan bercurah hujan tinggi
 Pergiliran varietas tahan dengan memperhatikan tetuanya
2. Penanaman varietas tahan terhadap serangga penular
3. Pemantauan populasi wereng hijau di persemaian dengan menggunakan jaring sebanyak
10 ayunan dan uji yodium pada 20 daun padi pada saat 15 hari setelah semai. Jika hasil
perkalian antara jumlah wereng hijau dan daun terinfeksi > 75 %, maka pertanaman
terancam tungro dan dilakukan pengendalian vektor dengan insektisida kimiawi sesuai
anjuran.
3. Eradikasi
 Dilakukan terhadap tanaman sakit pada persemaian dan tanaman muda serta
singgang dan tanaman inang lain, sepeti gulma Echinochloa colona, E. crusgalli,
Eleusine indica, Leersia hexandra.
4. Pengendalian sumber serangan
 Pada saat tanaman berumur 2 mst terdapat 5 rumpun per 10.000 tanaman
bergejala tungro (intensitas 0,05 %) dan umur 21 hst terdapat 1 rumpun per
1.000 rumpun (intensitas 0,1 %) dilakukan aplikasi terhadap vektor dengan
insektisida yang terdaftar dan diizinkan yang berbahan aktif imidakloprid,
tiametoksan, BPBMC, MIPC, Bufrofezin atau karbofuran.
Blas
Patogen : Pyricularia oryzae Cavara
Epidemologi :
 Konodia dapat dihasilkan pada bercak setelah 6 hari inokulasi.
 Makin tinggi kelembaban makin banyak konidia dihasilkan.
 Pada kelembaban di bawah 93 % tidak dapat dihasilkan konodia.
 Dari bercak yang berbentuk khas dapat menghasilkan 2000-6000 konidia setiap hari di
laboratorium
 Pembentukan konidia mencapai puncak pada 3 – 8 hari setelah bercak muncul (Kato et al,
1970).
 Bercak pada 5 daun teratas dapat menghasilkan spora yang dapat menginfeksi leher malai
pada awal stadium padi berbunga.
 Pada umumnya spora dihasilkan dan dilepaskan pada pagi hari terutam pukul 02.00-06.00
dengan danya embun atau hujan.
 Infeksi pada tanaman terjadi melalui perkecambahan konidia, pembentukan apresoria yang
memproduksi tabung infeksi dan diikuti dengan penetrasi melalui kutikula dan epidermis.
 Faktor iklim sangat mempengaruhi, suhu untuk sporulasi antara 10 0 C – 35
0 C, suhu optimum 28 0 C dengan kelembaban > 92 %.
 Suhu yang lebih rendah dan tinggi dari optimum menurunkan jumlah
konidia yang dihasilkan.
 Cendawan P. oryzae mampu bertahan pada sisa jerami dan gabah sehat.
 Dalam keadaan kering pada suhu kamar, spora masih bertahan hidup
sampai 1 tahun dan miselia 3 tahun.
 Sumber inokulum primer di lapang pada umumnya adalah jerami.
 Sumber inokulum benih menimbulkan gejala awal yang umumnya terjadi
pada persemaian.
 Penggunaan varietas ungul yang cenderung mengunakan pupuk nitrogen
tinggi dan pertanaman rapat, mendorong perkembangan penyakit karena
meningkatkan kelembaban mikro.
 Cendawan menyebabkan terjadinya bercak pada daun, buku-buku / ruas,
leher malai, malai dan bulir, kadang juga terdapat pada pelepah daun.
Gejala Serangan

Bercak pada daun berbentuk belah ketupat dengan kedua ujung meruncing berwarna
kuning pucat. Buku yang terkena akan berubah menjadi kehitam-hitaman dan mudah
patah. Pada tangkai malai yang terserang berwarna coklat dan batang sering patah tepat
dibawah malai.
Penyakit Blas

Gejala Blas daun Variasi gejala blas daun

Gejaja neck blast (leher malai) Variasi gejala neck blast


Gejala di Lapangan

Persemaian (Dtr. Tinggi) Tanaman Muda (Dtr. Tinggi)

Pertanaman muda (Dtr. Rendah) Gejala Kerdil


Pengendalian
:
1. Pengaturan pola tanam yaitu pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi
2. Penanaman varietas tahan
3. Perbaikan cara bercocok tanam
 Pengaturan jarak tanam (tidak rapat)
 Pemakaian pupuk secara berimbang (N, P, K, S, dan pupuk mikro)
 Perbaikan sistem pemberian air
 Penyiangan
4. Sanitasi
Dilakukan terhadap tanaman sakit
Pembenaman jerami sakit sebagai kompos
Pada daerah endemis dilakukan perawatan benih dengan fungisida anjuran
(5-10 g/kg benih).
5. Aplikasi fungisida anjuran
Untuk daerah yang sering timbul penyakit (daerah endemis), waktu aplikasi
adalah saat anakan masimum, fase bunting,dan awal berbunga (5-10 %
berbunga), sedangkan untuk daerah bukan endemis aplikasi dilakukan hanya
saat awal berbunga apabila pada pengamantan sebelumnya ditemukan bercak
daun.
 
Kresek / Hawar Bakteri
Patogen : Xanthomonas campestris pv. oryzaecola Dye

Morfologi patogen :
 Bakteri berbentuk batang pendek berukuran (1-2) X
(0,8 -1) um. Mempunyai 1 flagela polar pada salah satu
ujungnya, flagela berukuran 6 – 8 um.
 Bakteri bersifat gram negatif, aerob dan tidak membentuk
spora.
 Koloni berbentuk bulat, cembung, berwarna kuning
keputihan sampai kuning kecoklatan dan mempunyai
permukaan licin.
 Pigmen kuning tersebut dapat larut dalam air.

Daerah endemis yaitu Kabupaten Maros, Takalar, Sidrap,


Wajo , Soppeng dan Sinjai.
Epidemiologi :
 Bakteri dapat hidup dalam tanah selama 1 – 3 bulan tergantung pada kelembaban dan
keasaman tanah.
 Bakteri juga dapat bertahan dalam jerami tanaman yang terinfeksi pada singgang dan pada
tanaman inang selain padi, sehingga penularan penyakit dapat terjadi dari musim ke musim.
 Penularan melalui benih jarang terjadi.
 Bakteri menginfeksi tanaman melalui hidatoda daun, luka pada akar atau bagian tanaman
lainnya, tetapi tidak dapat melalui stomata.
 Setelah bakteri masuk melalui hidatoda kemudian memperbanyak diridalam ephitemi yang
berhubungan dengan pembuluh pengangkut, kemudian menyebar ke jaringan lainnya dan
menimbulkan gejala khas.
 Pada pagi hari atau cuaca lembab, eksudat bakteri berwarna kuning keluar dari bagian daun
yang terinfeksi.

 Eksudat tersebut pada siang hari atau cuaca


kering menjadi bulatan kecil yang mudah jatuh
ke tanah atau ke air atau menempel pada
bagian sehatlainnya sehingga merupakan
sumber penularan yang baru.
 Faktor lingkungan sangat mempengaruhi
perkembangan penyakit di lapang, seperti
kelembaban yang tinggi, hujan diserta angin
dan pemupukan N yang berlebihan
mempermudah berkembangnya penyakit ini.
Pengendalian
1. Pengaturan pola tanam
 Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi
2. Penanaman varietas tahan
3. Penggunaan benih sehat
4. Perbaikan cara bercocok tanam
 Persemaian di tempat yang drainasenya baik
 Pemakaian pupuk secara berimban g, terutama pemberian K Cl
 Pemberian pupuk organik,
 Perbaikan sistem pemberian air
 Penyiangan
 Pengeringan berkala yaitu 1 hari diairi dan 3-4 hari dikeringkan
5. Pemanfaatan agens antagonis Corybacterium dosis 5 cc/lt (populasi
106 Cfu/ml), volume 600 lt/ha, waktu aplikasi 14 HST, 28 HST dan
42 HST.
6. Sanitasi
 Dilakukan terhadap tanaman sakit
7 .Aplikasi bakterisida anjuran
BUSUK GABAH BAKTERI (BGR)

GEJALA :
Malai tegak, tulang cabang
Dan ranting malai tetap
Hijau
Beras busuk separo
Ada garis coklat pada gabah

PATOGEN
Pseudomonas glumae, Bulkholderia
glumae

Anda mungkin juga menyukai