Anda di halaman 1dari 11

Wereng Batang Punggung Putih

Februari 01, 2012 supriyono No comments

A. Pendahuluan
Sebagai salah satu organisme pengganggu tanaman padi yang sangat potensial di Propinsi Lampung atau mungkin juga di tempat lain, WBPP tidak sepopuler WBC atau bahkan hampir tidak dikenal oleh petani maupun petugas perlindungan tanaman. Selama ini setiap kasus serangan wereng batang selalu digeneralisir sebagai wereng coklat, sedangkan diantara keduanya terdapat perbedaan yang sangat prinsip dimana perbedaan ini berhubungan dengan penanganannya yang sama sekali berbeda. Kondisi tersebut tidak terlepas dari kebijakan umum maupun berbagai pustaka yang menganggap hama ini hidup hanya pada fase pertumbuhan awal serta tidak menularkan virus, sehingga kesan yang muncul adalah wereng punggung putih tidak berbahaya. Masalah WBPP dianggap penting untuk dipelajari kembali mengingat sejak tahun 1998 jenis wereng batang yang dominan adalah WBPP dimana porsinya bisa mencapai 100% dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan berlangsung sangat cepat dan seringkali diikuti oleh kegagalan panen, yang juga mengindikasikan kegagalan tindakan korektif berupa aplikasi insektisida. Untuk mengurangi atau meminimalisir resiko kegagalan pengendalian yang berakibat pada kegagalan panen, dipandang perlu untuk mengkaji ulang berbagai aspek ekologis yang berhubungan dengan WBPP untuk mendapatkan informasi yang lebih realistis, proporsional dan bersifat spesifik lokasi. Hasilnya bisa digunakan Gb. Wereng batang punggung putih sebagai bahan masukan di dalam menentukan (Sogatella furcifera Horvath) kebijaksanaan perlindungan yang bersifat spesifik lokasi khususnya didalam konteks sistem pengendalian hama terintegrasi (PHT) yang operasional.

B. Sumber data
Kajian terhadap wereng punggung putih tidak dilakukan khusus, melainkan merupakan bagian dari kegiatan pengamatan rutin terhadap wereng batang yang selama ini hanya disebutkan sebagai wereng batang coklat dan data yang digunakan adalah merupakan hasil pengamatan di laboratorium melalui berbagai kegiatan yang relevan seperti kajian dinamika populasi, kajian ekologis, surveillance, kajian efikasi insektsida, identifikasi kasus serangan, laporan kerusakan dari petugas POPT serta sumber informasi lain yang kontekstual seperti data cuaca dan informasi dari mass media.

Dengan pendekatan agroekosistem, analisis terhadap banyaknya ragam data yang ada lebih diarahkan untuk mempelajari hubungan sebab akibat diantara kasus-kasus serangan wereng punggung putih dengan berbagai komponen agroekosistem, baik yang berperan sebagai faktor pendukung ataupun faktor pembatas. Adapun suatu hubungan dianggap nyata apabila hubungan tersebut bersifat konsisten, yang meliputi hubungan antar ruang ( wilayah pengamatan ) dalam satu perioda waktu dan hubungan antar waktu (tahun/musim tanam) dalam satu wilayah.

Gb 2. Wereng batang coklat ( Nilaparvata lugens stal)

C. Evaluasi pengamatan dinamika

populasi wereng batang


Di dalam ekosistem padi sawah diketahui setidaknya ada 4 jenis wereng batang (delphacidae), dua diantaranya telah dikenal sebagai organisme pengganggu tanaman padi, yaitu wereng punggung putih dan wereng coklat, sedangkan yang lain dianggap sebagai serangga penyangga ekosistem (buffer) yang tidak berpotensi sebagai hama, karena selain tidak konsisten berada pada tanaman padi, populasinya dari waktu ke waktu relatif sangat rendah. Dari berbagai kegiatan pengamatan rutin yang dilakukan di dalam konteks wereng batang di Laboratorium Proteksi Tanaman Trimurjo pada kurun waktu MT 1982/1983 - MT 2001, secara umum hasil yang didapat adalah sebagai berikut : 1. Pemantauan penerbangan serangga Pemantauan penerbangan serangga dilakukan dalam dua cara untuk keperluan kajian yang berbeda yaitu, pengamatan lampu perangkap minyak tanah untuk memantau awal migrasi jarak jauh dan pengamatan perangkap lekat kuning untuk memantau penerbangan lokal atau antar petak pertanaman.
1.1. Pengamatan lampu perangkap

Pola penerbangan/migrasi wereng punggung putih yang dipantau melalui lampu perangkap minyak tanah berbeda dengan wereng coklat. Penerbangan wereng punggung putih berlangsung hampir sepanjang tahun termasuk pada saat musim kemarau kering walaupun tidak konsisten setiap hari, sedangkan penerbangan migrasi wereng batang coklat umumnya dimulai menjelang akhir tahun pada saat hujan sudah cukup banyak. Sekalipun demikian puncak penerbangan migrasi diantara kedua wereng batang relatif sama dimana pada perioda 1983 -1988 puncak migrasi konsisten terjadi pada waktu yang sama yaitu setiap tanggal 1 Januari dimana pada saat itu populasi yang tertangkap masing-masing jenis mencapai lebih dari 200 ekor/malam secara bersamaan.

Penerbangan kedua jenis wereng batang tersebut akan mencapai titik paling rendah pada saat tanaman di hamparan mulai rapat, akan tetapi antara banyaknya migrasi wereng batang yang tertangkap dengan kejadian serangan tidak terdapat hubungan yang nyata. Pada saat tidak ada serangan sama sekali, penerbangan wereng batang akan kembali meningkat pada saat menjelang panen pertama kalinya dan penerbangan kembali turun setelah ada tanaman berikutnya, demikian seterusnya. Sebaliknya, pada saat musim puncak, banyaknya penerbangan wereng batang dapat digunakan sebagai indikator adanya tanaman yang mengalami hopperburn dan berada tidak jauh dari lokasi lampu perangkap. Sejak tahun 1988, hasil tangkapan lampu perangkap menjadi tidak valid karena desa-desa di sekeliling lokasi lampu perangkap telah berlistrik dan untuk sementara pengamatan lampu perangkap dihentikan.
1.2. Pengamatan yellow sticky trap

Hampir sama dengan penerbangan jarak jauh, pola penerbangan dibawah tajuk tanaman antara wereng punggung putih dengan wereng coklat sangat berbeda baik dalam jumlah maupun konsistensinya. Selain lebih rendah, penerbangan wereng coklat hanya terjadi pada saat tanaman muda dan pada saat menjelang panen. 2. Perubahan porsi populasi Serangan wereng batang selama ini pada umumnya disebabkan oleh kedua spesies tersebut hanya saja dari waktu ke waktu perbandingan populasi diantara keduanya selalu berubah. Fenomena alam terjadinya perubahan porsi populasi kedua spesies wereng batang masih belum diketahui secara pasti akan tetapi berdasarkan data-data pendukungnya, dugaan terhadap hal itu adalah adanya perubahan cuaca dan kompetisi diantara kedua spesies wereng batang pada saat menjelang terjadinya serangan. Apabila penyebabnya adalah kompetisi hal tersebut terjadi sejak nimfa kecil generasi ke-1 dan wereng punggung putih di dalam hal ini bersifat dominan. Sedangkan dari faktor cuaca yang dapat diidentifikasi adalah adanya komponen cuaca pertanian yang teranomali yang mendahului atau bersamaan dengan terbentuknya ekosistem padi. Komponen cuaca apapun yang memicu, prinsipnya adalah yang menyebabkan gangguan turgiditas, sehingga munculnya wereng batang punggung putih bisa diidentikkan dengan turunnya produktivitas tanaman padi sawah. Contoh ekstreem adalah kasus wereng batang punggung putih MT 1999 yang menurunkan produktivitas sampai 50%, saat itu Indonesia mengimpor beras dalam jumlah sangat besar bahkan dengan kualitas jauh dibawah standar. Salah satu keistimewaan wereng batang punggung putih yang diamati di laboratorium adalah kemampuannya mencari makan (searching ability) yang sangat bagus. Apabila cuaca mendukung, di dalam rumah kaca yang tertutup rapat oleh kawat kasa bisa muncul dengan sendirinya, bahkan pada saat populasinya meningkat wereng coklat yang sengaja direaring bisa seluruhnya menghilang. Sekalipun demikian, keberadaan wereng punggung putih di lapangan jarang berlangsung lama dan tanpa diketahui penyebabnya musim berikutnya sebagian atau seluruh populasinya digantikan oleh wereng coklat kembali.

Proses kompetisi yang pernah diamati secara khusus di Laboratorium Proteksi Tanaman Trimurjo dengan menggunakan mesin penghisap serangga (farmcop/suction machine) dapat dilihat pada grafik-grafik terlampir. Pada grafik-grafik tersebut dapat dilihat gambaran terjadinya kompetisi perebutan ruang antar genus, antar famili dan antar waktu. Hanya saja sampai saat ini kegiatan tersebut masih belum bisa dilanjutkan. 3. Persitiwa serangan wereng batang
3.1. K-faktor

Seluruh kasus serangan wereng batang yang mencapai intensitas puso umumnya adalah merupakan peristiwa reserjens dan K-faktor-nya atau pemicunya adalah adanya gangguan keseimbangan ekosistem yang disebabkan oleh penggunaan insektisida kimia pada saat tanaman berumur < 7 minggu. Faktor cuaca, ketahanan varitas dan unsur hara di dalam hal ini hanyalah sebagai faktor pendukung. Tanpa adanya k-faktor, populasi tinggi pada varitas padi dengan status ketahanan sangat peka jarang menyebabkan gagal penen dan intensitas serangan tertinggi umumnya hanya sebatas sedang. Komponen ekosistem yang paling tertekan dengan aplikasi insektisida ini adalah wereng daun dan parasitoid, dimana kondisi sedemikian tidak akan mengalami penyembuhan (recovery) sampai dengan panen. Semua jenis insektisida yang beredar di pasaran tanpa kecuali, berpotensi menyebabkan reserjens termasuk golongan IGR, sekalipun demikian jenis insektisida yang paling menonjol dalam hal ini adalah insektisida dari golongan organofosfat, organokhlor dan pirethroid sintetis
3.2. Pola populasi eksplosif

Pola perkembangan populasi wereng punggung putih yang bersifat eksplosif dalam satu siklus pertanaman relatif sama dengan wereng coklat terutama menyangkut saat terjadinya puncak populasi generasi ke-2 & ke-3 di dalam sistem kalender. Yang membedakannya dengan wereng coklat adalah perioda kritis pengendaliannya terjadi lebih cepat dan kerusakan terjadi sebelum terjadinya puncak populasi. Kerusakan oleh wereng coklat umumnya terjadi atau dimulai pada minggu kedua setiap bulan di dalam sistem kalender, yaitu pada saat puncak populasi G-2. Sebaliknya kerusakan oleh wereng punggung putih umumnya terjadi pada minggu pertama, yaitu + 7 hari sebelum puncak populasi. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan merusak wereng batang punggung putih melebihi wereng batang coklat dimana kemampuan ini telah terlihat sejak stadium nimfa.
3.3. Fase kritis pengendalian kimiawi

Untuk menentukan waktu dimana pengendalian secara kimiawi harus dilakukan masih belum ada kesamaan. Pemanfaatan data populasi untuk menentukan ambang ekonomi, ambang kendali, rasio musuh alam masih sebatas asumsi. Untuk keperluan praktis, penetapan waktu pengendalian akan lebih sederhana dan mudah dengan menetapkan fase kritisnya, menggunakan pendekatan perilaku wereng batang dan interaksinya di dalam ekosistem.

Fase kritis adalah indikasi hilang atau rusaknya subsistem pengendalian biologis populasi wereng batang dan sejak saat itu perannya harus disubstitusi secara permanen sampai saat panen dengan subsistem pengendalian artifisial yaitu insektisida kimia. Indikator sederhana fase kritis adalah keberadaan atau posisi wereng batang di tanaman, yaitu apabila populasinya sudah berada di bagian daun atau malai. Umur tanaman, ketahanan varitas, spesies dominan, densitas dan stadium wereng batang adalah sebagai komponen pendukung. Dengan berpedoman pada fase kritis, resiko kehilangan hasil akibat serangan wereng batang bisa diminimalisir.
3.4. Varitas tahan

Varitas Unggul Tahan Wereng yang direkomendasikan selama ini hanya berlaku untuk wereng coklat dan tidak berlaku untuk wereng punggung putih, karena diantara varitas padi yang pernah terserang sampai dengan intensitas berat atau bahkan puso adalah varitas yang tahan terhadap wereng coklat, yaitu IR 36, IR 42, IR 52, IR 54, IR 56, IR 64, IR 66, IR 70 dan IR 72 . Satu varitas yang diketahui masih memiliki ketahanan rangkap dalam hal ini adalah varitas Citandui yang masih banyak ditanam sampai dengan akhir tahun 80-an. Varitas dengan pelepah berwarna ungu, kualitas beras bagus, pulen, produktivitas tinggi, lebih tahan penyakit akhirnya digantikan oleh IR 64. 4. Pengendalian secara kimia Selain waktu yang menyangkut perioda kritis pengendalian, perbedaan lain di dalam konteks pengendalian kimiawi adalah terletak pada jenis insektisida yang sesuai. Sebagai contoh insektisida golongan karbamat (MIPC, BPMC, MTMC, CPMC) dll., yang direkomendasikan untuk wereng batang coklat, tidak efektif untuk mengendalikan wereng batang punggung putih kecuali dari golongan pengatur pertumbuhan serangga (IGR) dan pengatur pertumbuhan tanaman (fipronil). Berdasarkan kajian efikasi insektisida di Laboratorium diketahui bahwa diantara insektisida kontak yang direkomendaskan, yang dinilai efektif untuk pemakaian tunggal (single application) antara lain yang berbahan aktif Imidakloprid dan thiamethoxam. 5. Pola sebaran kondisi lingkungan Analisis antar ruang dan antar waktu menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di dalam konteks wereng batang adalah bersifat makro, artinya dalam waktu yang sama peristiwa yang terjadi di suatu wilayah juga akan terjadi di wilayah lain. Perubahan porsi populasi wereng batang dan saat terjadinya serangan dalam waktu atau bulan yang sama akan terjadi secara simultan antar lokasi dalam cakupan wilayah yang sangat luas (regional) hingga antar pulau. Perubahan yang terjadi di suatu wilayah di dalam konteks wereng batang akan terjadi pula di wilayah lain dan yang membedakan kondisi antar wilayah tersebut adalah tingkat pengetahuan petani di dalam mengelola ekosistemnya yang akhirnya memunculkan k-faktor yaitu penggunaan insektisida pada tanaman muda.

D. Catatan kasus serangan wereng batang padi


1. MT 1982/1983 Didahului dengan munculnya el Nino pada tahun 1982 dan suhu malam ekstrem tinggi pada awal tahun 1983, pada awal Maret 1983 terjadi serangan wereng batang yang hampir seluruhnya adalah wereng batang punggung putih. Luas serangan dan jenis varitas yang terserang pada waktu itu tidak tercatat dengan baik, sekalipun demikian varitas tahan yang diketahui terserang sampai dengan kriteria berat adalah IR-36. Pada saat itu varitas IR-36 masih menjadi primadona karena disamping tahan terhadap wereng batang coklat, produksinya cukup tinggi. 2. MT 1983/1984 MT 1985. Antara MT 1983/1984 MT 1985 serangan wereng batang umumnya relatif rendah. Di dalam pengamatan kajian dinamika populasi wereng batang coklat ( Rice Garden ) MT 1984/1945 tidak ditemukan populasi wereng batang selama satu musim tanam. 3. MT 1985/1986 MT 1986 Dalam kurun waktu 1982 2010, peristiwa yang terjadi pada MT 1985/1986 dan MT 1986 adalah merupakan kejadian luar biasa dan sering disebut sebagai krisis wereng coklat yang mendasari keluarnya Inpres No.3/1986. Pada saat itu terjadi lonjakan populasi wereng batang coklat secara alamiah (non-reserjens) dimana di bawah kondisi ekosistem normal, tanpa diawali dengan aplikasi insektisida, pada varitas non VUTW seperti Ketan hitam, Pelita dll populasinya mencapai > 600 ekor per rumpun sedangkan pada varitas tahan seperti Porong, IR 42, IR 54, IR 56 <20 ekor per rumpun. Serangan wereng batang coklat saat itu terjadi secara simultan diseluruh pelosok negeri selama hampir satu tahun penuh, tahun 1986. 4. MT 1987/1988 Diawali dengan gejala el Nino pada tahun 1987, pada awal Februari 1988 terjadi serangan wereng batang dengan porsi terbesar wereng punggung putih pada lahan kering ( Kec. Metro Kibang, Terbanggi Besar, Natar dll.). Pada awal Maret 1988 serangan wereng batang coklat dalam luasan yang cukup berarti terkonsentrasi di Kec. Trimurjo, dimana pada saat itu sedang diintensifkan penanaman varitas Cisadane. 5. MT 1991/1992 & MT 1992 Diawali dengan gejala el Nino pada tahun 1991 yang disertai dengan kelembaban udara sangat rendah, bulan Februari 1992 wereng batang yang didominir wereng batang punggung putih menyerang padi lahan kering dengan luasan yang sangat berarti di Kec. Gunung Sugih. Pada

saat yang sama serangan di lahan sawah relatif rendah akan tetapi pada saat itu telah terjadi kompetisi dimana wereng batang coklat masih dominan di ekosistem sawah. 6. MT 1992/1993 Pada MT 1992/1993 kasus serangan wereng batang coklat di lapangan relatif sangat rendah, sekalipun demikian populasi wereng batang punggung putih telah berhasil menguasai seluruh habitat wereng batang dan menggeser wereng batang coklat. Hasil pengamatan khusus untuk itu dapat dilihat pada grafik terlampir. 7. MT 1993/1994 dan MT 1994 Pada MT 1993/1994 s/d MT 1994 (el Nino) komposisi populasi wereng batang berimbang tetapi kecenderungannya adalah wereng batang punggung putih. 8. MT 1997/1998 dan MT 1998 Kondisi cuaca pada MT 1997/1997 hampir sama dengan MT 1982/1983, yaitu diawali dengan kemarau panjang tahun 1997, pada awal tahun 1998 terjadi peningkatan suhu udara minimum yang mencapai suhu ekstrem yang menyebabkan gangguan pada keseimbangan ekosistem mikro yang menjadi pemicu munculnya beberapa jenis hama potensial termasuk wereng batang. Pada pada MT 1998 bersamaan dengan munculnya gejala la Nina, wereng batang punggung putih mulai menguasai habitatnya dan saat itu terjadi ledakan serangan dengan luasan tertinggi selama ini. Pada saat yang sama yaitu bulan Agustus 1998, terjadi ledakan serangan wereng batang coklat (?) dalam wilayah yang sangat luas di beberapa Kabupaten di Jalur Pantura, Jawa Barat. 9. MT 1998/1999 dan MT 1999 Pada MT 1998/1999 serangan relatif menurun, akan tetapi pada MT 1999 terjadi ledakan pada tempat yang sama dengan tahun sebelumnya dengan komposisi terbesar adalah wereng batang punggung putih. Pada saat yang sama, Juli 1999 terjadi ledakan serangan wereng coklat (?) di Jawa Timur. 10. MT 1999/2000 dan MT 2000 Diawali dengan rendahnya suhu malam pada kelembaban tinggi menyebabkan populasi wereng batang khususnya wereng batang coklat sangat tertekan dan selama tahun 2000 serangan wereng coklat relatif rendah. 11. MT 2000/2001 dan MT 2001 Pada MT 2000/2001 kecenderungan populasi wereng batang umumnya meningkat tetapi porsinya masih berimbang. Setelah melewati kondisi kering antara bulan Maret 2001 s/d Mei 2001 dimana pada saat itu curah hujan konsisten berada dibawah normal. selama 8 dekade ,

wereng batang punggung putih sepenuhnya menguasai habitat, terutama pada lingkungan yang ekosistemnya rusak sedangkan pada kondisi lingkungan alami, porsinya masih berimbang. Bulan Juli dan Agustus 2001, secara spot-spot serangan terjadi pada hamparan yang sangat luas dan bersifat regional di Provinsi Lampung dari daerah pedalaman hingga ke pantai timur dan dari daerah paling selatan hingga paling utara.

E. Pembahasan
Berdasarkan hasil-hasil pengamatan dan catatan-catatan khusus di dalam hal kasus wereng batang secara umum yang terjadi selama ini beberapa hal yang perlu mendapat penjelasan adalah sebagai berikut: 1. Penerbangan / migrasi Konsistensinya penerbangan antar wilayah di udara maupun antar petakan di bawah tajuk menunjukkan bahwa wereng punggung putih sangat aktif dibandingkan dengan wereng coklat. Dari pengamatan di laboratorium diketahui bahwa selain sangat aktif searching ability-nya sangat tinggi, hal ini menunjukkan potensinya sebagai hama sangat tinggi. Hal inilah yang diduga menyebabkan Kalshoven (1980) mengemukakan bahwa wereng punggung putih mengisi kesenjangan ekologis (ecological gap) yang telah rusak oleh hama lain. Walaupun tidak menyebutkan secara eksplisit sebagai hama penting, Kalshoven (1980) mengemukakan bahwa sebagai hama wereng punggung putih bisa menjadi lebih penting. Dari berbagai pustaka yang tidak perlu dikemukakan disini, umumnya tidak menganggap penting wereng punggung putih dengan alasan hama ini hanya terdapat pada fase pertumbuhan awal. Diduga alasan yang dikemukakan tersebut diduga tidak terlepas dari aktivitas terbangnya. Sedangkan alasan lain mengenai kurangnya perhatian terhadap wereng punggung putih adalah tidak berfungsi sebagai vektor virus. 2. Kompetisi Di dalam ekosistem padi seolah-olah dibagi menjadi dua wilayah yang tetap yaitu wilayah atas/daun dan wilayah bawah/pelepah atau batang dan di antara komunitas wereng padi diketahui ada fenomena alam yang dianggap sebagai suatu kompetisi untuk mendapatkan salah satu ruang tersebut. Ruang yang paling diminati adalah bagian atas tanaman atau yang lebih spesifik lagi yang mempunyai jaringan meristem, hanya saja kompetisi yang terjadi bersifat pasif. Ada dua bentuk kompetisi yang diamati disini yaitu kompetisi antar famili, yaitu antara Jassidae dan Delphacidae, yang merupakan kompetisi antar ruang dan kompetisi antar genus yaitu antara Nilaparvata dan Sogatella berupa kompetisi di dalam ruang yang sama. Pada saat populasi wereng daun cukup banyak semua populasi wereng batang akan tertekan dan tetap berada di bagian bawah tanaman menunggu adanya kesempatan untuk menempati ruang bagian atas atau berpindah mencari rumpun lain apabila populasi di bagian bawah telah cukup banyak (crowded).

Sebaliknya, pada saat populasi wereng daun sangat rendah populasi wereng batang sejak stadium nimfa instar-1 seluruhnya akan menuju ke bagian atas tanaman. Sedangkan kompetisi di dalam ruang yang sama terjadi pada saat populasi wereng punggung putih meningkat dimana populasi wereng coklat pindah mencari ruang lain. Masalah yang dianggap penting dalam hal ini adalah hilangnya wereng daun, karena keberadaan populasi nimfa kecil wereng batang 5-10 ekor di daun paling muda, dalam waktu 7 hari sudah dapat menunjukkan gejala stagnasi berat/total pada tunas yang bersangkutan. Selama ini diskusi tentang keseimbangan wereng batang hanya dipusatkan pada keberadaan agens hayati seperti predator, parasitoid dan patogen sedangkan kompetisi antara Jassid dan Delphacid tidak pernah diperhitungkan padahal adanya kompetisi antar famili tersebut dapat menghambat atau memperkecil terjadinya kerusakan oleh wereng batang . Dari setiap kajian dinamika populasi diketahui bahwa di bawah kondisi ekosistem rusak akibat penggunaan racun pada fase pertumbuhan vegetatif, komponen ekosistem yang sangat tertekan adalah wereng daun dan parasitoid, sebaliknya populasi predator justru meningkat. Kenyataan ini sangat bertentangan dengan logika ilmu pengetahuan yang berlaku selama ini, dimana wereng daun yang justru dianggap sebagai hama (vektor) ternyata berperan sebagai salah satu komponen pendukung mekanisme yang mengatur keseimbangan populasi wereng batang. Begitupula halnya dengan meningkatnya populasi predator yang tidak mampu menghambat perkembangan wereng batang. Sepanjang keseimbangan ekosistem masih terpelihara, yaitu disamping adanya agens hayati dan masih terdapat populasi wereng daun, wereng punggung putih ataupun wereng coklat relatif tidak akan menimbulkan masalah serius sekalipun pada varitas peka. Dengan demikian, teknologi pengendalian yang paling tepat untuk menekan populasi wereng batang tentunya adalah teknologi pengendalian yang bersifat konservatif. 3. Serangan wereng batang di dalam analisis sebab akibat Kesamaan pola populasi dan k-faktor-nya menunjukkan bahwa populasi wereng batang punggung putih juga bersifat okasional, artinya serangga hama yang memiliki musuh alam efektif. Adanya kesamaan ini bisa diartikan bahwa di dalam hal teknik pengamatan dan pemantauan untuk wereng punggung putih adalah sama dengan wereng coklat. Masalah yang perlu dikemukakan disini adalah perbedaan perioda kritis pengendaliannya yang berhubungan dengan ambang kendali. Kecepatan munculnya gejala mengindikasikan ambang kendalinya lebih rendah atau dalam kata lain wereng punggung putih lebih berbahaya dibandingkan dengan wereng coklat. Sehubungan dengan kecepatannya menimbulkan kerusakan, bentuk pemantauan populasi wereng punggung putih juga berbeda. Apabila untuk wereng coklat, pemantauan awal generasi ke-2 juga digunakan untuk memprediksi puncak populasi, sebaliknya pada wereng punggung putih pemantauan awal G-2 lebih diarahkan untuk memberikan peringatan (warning) dan mempersiapkan pengendalian. Dengan demikian kemungkinan terjadinya kegagalan pengendalian ataupun kegagagalan panen bisa diminimalisir.

4. Peristiwa antar ruang Berdasarkan hasil analisis antar ruang diketahui bahwa setiap kasus perubahaan porsi wereng batang punggung putih ataupun kasus serangan yang terjadi di wilayah lain pada saat/bulan yang sama selalu terjadi secara simultan antar wilayah yang berjarak hingga ratusan kilometer ataupun lebih. Hal ini memberikan gambaran bahwa fenomena alam tersebut bersifat regional /makro sehingga faktor lingkungan yang diduga sangat berperan adalah faktor cuaca diluar curah hujan yang bersifat lokal. Untuk mendeskripsikan komponen cuaca yang paling berperan dalam hal ini masih sulit dilakukan mengingat instrumen cuaca yang tersedia masih bersifat manual, akan tetapi seperti disampaikan pada bab sebelumnya bahwa fenomena alam ataupun kondisi lingkungan yang menyebabkan gangguan turgiditas tanaman. Meskipun demikian kasus-kasus eksplosi di berbagai wilayah yang terjadi secara simultan tidak serta merta berhubungan dengan perubahan-perubahan tersebut diatas, karena masalah eksplosi adalah masalah mikro yang bersifat artifisial dan sangat ditentukan oleh perilaku manusia, sedangkan perubahan lingkungan yang bersifat makro adalah hanya merupakan faktor pendukung. Dengan demikian di dalam kasus pemetaan serangan wereng batang secara umum, distribusi serangan tidak identik dengan distribusi populasi wereng batang tetapi lebih identik dengan distribusi kemampuan sumber daya manusia di dalam mengelola ekosistem pertaniannya. 5. Penggunaan varitas tahan Diantara varitas yang dapat terserang berat oleh wereng punggung putih adalah varitas yang berdasarkan uji-feeding respons termasuk dalam kriteria tahan sampai dengan sangat tahan terhadap terhadap wereng coklat. Keadaan ini membuktikan bahwa bagaimanapun perbedaan antara wereng punggung putih berbeda dengan wereng batang coklat adalah sangat mendasar dan tidak ada hubungannya dengan biotip. Perbedaan ini menjadi semakin jelas dengan kenyataan bahwa insektisida yang efektif dan direkomendasikan untuk mengendalikan wereng coklat ternyata tidak demikian halnya untuk wereng punggung putih. Penggunaan varitas tahan (VUTW) sebagai komponen Pengendalian Hama Terpadu hama wereng batang coklat sifatnya tidak mutlak dan sangat situasional bahkan di dalam konteks agribisnis dinilai tidak relevan. Untuk wereng batang umumnya, penerapan sistem pengendalian hama terpadu yang bersifat spesifik akan lebih realistis meskipun menggunakan varitas hibrida yang super peka terhadap wereng coklat, apalagi ditambahkan dengan cara-cara lain yang bersifat konservatif dengan basis tanaman sehat.

F. Kesimpulan
Dari uraian dan penjelasan tersebut diatas, kesimpulan yang dapat diambil adalah sbb.:

1. Meskipun perilakunya mirip, wereng batang punggung putih tidak identik dengan wereng batang coklat dan perbedaan prinsipnya terletak pada varitas tahan, perioda kritis pengendalian, ambang kendali, kesesuaian insektisida dan komponen agroekosistem pendukungnya. 2. Berdasarkan pada pola perkembangan populasi yang eksplosif dan sistematis di dalam satu siklus pertanaman, pendapat bahwa wereng punggung putih hanya merupakan hama tanaman muda pada saat ini sudah tidak relevan, setidaknya untuk wilayah regional Lampung Tengah. 3. Berdasarkan konsistensi keberadaannya di lapangan antar wilayah dan antar waktu, wereng batang punggung putih adalah merupakan bagian yang integral dari agroekosistem di wilayah Regional Lampung Tengah yang terdiri dari Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Timur dan Kotamadya Metro serta merupakan hama potensial dengan tingkat kepentingan dan bahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan wereng batang coklat

E. Saran
(Untuk kegiatan pemantauan di lapangan oleh POPT) 1. Untuk mempertahankan bentuk pengendalian yang konservatif, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah tidak mengaplikasikan insektisida apapun termasuk yang berbahan aktif pathogen serangga, pada saat umur tanaman <7 minggu. Apabila aplikasi memang betul-betul diperlukan, terutama untuk hama primer (kepinding tanah, walang sangit dll.) harus diikuti dengan pengamatan intensif pada saat tanaman berumur 8, 9 dan 10 minggu setelah tanam. 2. Untuk membantu meningkatkan kewaspadaan terhadap wereng batang umumnya mencegah terjadinya kesalahan di dalam menetapkan fase kritis serta jenis insektisida yang mungkin diperlukan, di dalam pengamatan rutin maupun surveillance, data populasi kedua jenis wereng batang tersebut sebaiknya dipisahkan untuk mengetahui kecenderungan dominasinya. 3. Untuk dapat memantau kecenderungan populasi wereng batang, salah satu petak pengamatan tetap sebaiknya diletakkan pada pertanaman yang diperkirakan ekosistemnya rusak. Dengan membandingkan pola populasi mingguan antara petak dengan ekosistem sehat dan dengan ekosistem rusak kecenderungan populasi wereng batang dan kecenderungan adanya pergeseran populasi dapat dideteksi.
http://infotani.com/2012/02/01/wereng-batang-punggung-putih/

Anda mungkin juga menyukai