Anda di halaman 1dari 15

Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens)

Wereng coklat (Nilaparvata lugens) adalah salah satu hama padi yang paling
berbahaya dan merugikan, terutama di Asia Tenggara dan Asia Timur. Serangga kecil ini menghisap
cairan tumbuhan dan sekaligus juga menyebarkan beberapa virus (terutama reovirus) yang
menyebabkan penyakit tungro). Kumbang lembing memakan wereng dan anaknya sedangkan
sejumlah lebah berperan sebagai pemangsa telurnya. Pemangsa alami ini dapat mengendalikan
populasi wereng di bawah batas ambang populasi wereng terutama musim tanam dengan jumlah
hama sedikit sehingga mencegah berjangkitnya virus utama.
Klasifikasi ilmiah. Kerajaan: Animalia; Filum: Arthropoda; Upafilum: Hexapoda; Kelas: Insecta; Ordo:
Hemiptera; Famili: Delphacidae; Genus: Nilaparvata; Spesies: Nilaparvata lugens.
Nama binomial: Nilaparvata lugens; Nama Indonesia: Wereng Coklat, Wereng Batang Coklat
Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens) atau disebut juga Wereng Coklat merupakan salah
satu hama tanaman padi yang paling berbahaya dan sulit dibasmi. Bersama beberapa jenis wereng
lainnya seperti wereng hijau (Nephotettix spp.) dan wereng punggung putih (Sogatella furcifera),
wereng batang coklat telah banyak merugikan petani padi bahkan mengakibatkan puso dan gagal
panen.

Wereng batang coklat, sebagaimana jenis wereng lainnya, menjadi parasit dengan menghisap cairan
tumbuhan sehingga mengakibatkan perkembangan tumbuhan menjadi terganggu bahkan mati.
Selain itu, wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) juga menjadi vektor (organisme penyebar
penyakit) bagi penularan sejumlah penyakit tumbuhan yang diakibatkan virus serta menyebabkan
tungro.
Ciri ciri tanaman padi yang diserang hama wereng batang cokelat adalah warnanya berubah menjadi
kekuningan, pertumbuhan terhambat dan tanaman menjadi kerdil. Pada serangan yang parah
keseluruhan tanaman padi menjadi kering dan mati, perkembangan akar merana dan bagian bawah
tanaman yang terserang menjadi terlapisi oleh jamur.
Hama wereng batang coklat hidup pada pangkal batang padi. Binatang ini mempunyai siklus hidup
antara 3-4 minggu yang dimulai dari telur (selama 7-10 hari), Nimfa (8-17 hari) dan Imago (18-28
hari). Saat menjadi nimfa dan imago inilah wereng batang coklat menghisap cairan dari batang padi.
Wereng menjadi hama padi yang paling berbahaya dan paling sulit dikendalikan apalagi dibasmi.
Sulitnya memberantas hama padi ini lantaran wereng batang coklat mempunyai daya
perkembangbiakan yang cepat dan cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
Tidak jarang, hama wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) tahan terhadap berbagai insektisida
dan pestisida, sehingga sering kali para petani memberikan dosis pestisida yang berlipat ganda
bahkan dengan mengoplos beberapa merk pestisida sekaligus. Dan semua usaha pengendalian dan
pengobatan dengan menggunakan pestisida itu tidak pernah berhasil tuntas membasmi wereng
batang coklat.
Penggunaan varietas bibit padi yang tahan hama juga tidak dapat bertahan lama dan terus menerus.
Sekali dua kali musim tanam memang varietas padi tahan wereng mampu melawan, namun untuk
selanjutnya varietas tersebutpun musti takluk oleh wereng batang coklat (Nilaparvata lugens).

Dalam kondisi normal, alam selalu mampu menjaga keseimbangan. Keseimbangan alam selalu
menjaga agar tidak pernah ada sebuah spesies yang membludak populasi karena kan dikendalikan
oleh spesies lainnya. Populasi tikus dikendalikan oleh ular dan elang, populasi rusa dikendalikan oleh
harimau. Demikian juga populasi berbagai jenis hama lainnya tak terkecuali wereng batang coklat.
Predator-predator yang secara alami menjadi pemangsa dan mengendalikan populasi wereng batang
coklat (Nilaparvata lugens) antara lain beberapa jenis laba-laba, kumbang, belalang, kepik, hingga
capung, seperti:

Laba-laba serigala (Pardosa pseudoannulata)

Laba-laba bermata jalang (Oxyopes javanus)


Laba-laba berahang empat (Tetragnatha maxillosa).

Kepik permukaan air (Microvellia douglasi)

Kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis)

Kumbang stacfilinea (Paederus fuscipes)

Kumbang koksinelid (Synharmonia octomaculata)


Kumbang tanah atau kumbang karabid (Ophionea nigrofasciata)

Belalang bertanduk panjang (Conocephalous longipennis)

Capung kecil atau kinjeng dom (Agriocnemis spp.)

Sayangnya spesies-spesies yang secara alami mempunyai kemampuan membasmi dan


mengendalikan hama wereng batang coklat tersebut banyak yang telah sirna akibat pola tanam dan
pengelolaan pertanian yang kurang ramah lingkungan.
Wereng coklat adalah hama yang mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan pada waktu yang
cepat bahkan bisa menghasilkan populasi baru (biotipe) dalam waktu singkat. Wereng coklat juga
mampu melemahkan kerja insektisida yang dianggap ampuh mengatasi hama ini sebelumnya.
Dengan sifat-sifat yang dimilikinya, hingga kini tidak mudah untuk mengatasinya.
Pola perkembangan hama ini bersifat Biological Clock, artinya, wereng coklat dapat berkembang biak
dan merusak tanaman padi disebabkan lingkungan yang cocok, baik dimusim hujan maupun musim
kemarau. Demikian diungkapkan oleh Prof. Dr. Ir. Baehaki Suherlan Effendi, peneliti dari BBP Padi,
pada Elfa Hermawan dari Majalah Agrotek, dan para peserta seminar yang diselenggarakan
Puslitbang Tanaman Pangan beberapa waktu lalu.
Penanaman padi yang terus menerus dengan menggunakan varietas yang sama dengan memiliki
gen tahan tunggal juga dituding dapat mempercepat timbulnya biotipe baru wereng coklat. Ini terbukti,
ketika dilepasnya varietas Pelita I pada tahun 1971, pada tahun 1972 muncul wereng coklat
berubah menjadi wereng coklat Biotipe 1.
Untuk menghadapi biotipe 1 lalu diperkenalkan varietas IR26 pada tahun 1975. Namun dalam
waktu setahun terjadi ledakan hebat untuk hama ini di beberapa daerah sentra produksi padi. Hal ini
menandakan berubahnya wereng coklat Biotipe 1 menjadi wereng coklat Biotipe 2. Pada tahun
1981 pun, wereng coklat Biotipe 2 berubah menjadi wereng coklat Biotipe 3.
Wereng coklat Biotipe 3 ternyata memakan waktu 25 tahun untuk mengalami perubahan menjadi
wereng coklat Biotipe 4, kini tipe 4 mulai terdektesi di wilayah Asahan Sumatera Utara, ungkap
Baehaki. Keberadaan wereng coklat Biotipe 3 terbilang lama untuk beradaptasi. Hal ini, lanjut
Baehaki, disebabkan varietas "IR64" merupakan varietas durable resistance yang mampu
menghambat perubahan wereng coklat ke tipe baru lagi.
Untuk mengurangi perusakan yang disebabkan oleh wereng coklat, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh para petani dan penyuluh. Wereng coklat pada 2 bulan pertama
berkembangbiaknya sangat rendah, akan tetapi pada hari ke 90 dia bisa mencapai 12.000 ekor,
ungkap Baehaki.

Oleh karena itu mereka harus jeli dalam memperhatikan daerah persawahannya. Bahkan mereka
harus rajin untuk mengkontrol padi yang ada. Selain itu pemilihan varietas yang tahan wereng coklat
pun dapat membantu petani. Dalam menggunakan obat pun jangan sembarangan. Tentu saja para
petani tidak bisa melakukan itu sendirian, diperlukan pengawasan oleh para penyuluh. Secara
langsung wereng coklat akan menghisap cairan sel tanaman padi sehingga tanaman menjadi kering
dan akhirnya mati.
Berikut cara pengendalian hama wereng coklat :
1.
Tanam padi Serempak

Pola tanam serempak dalam areal yang luas dan tidak dibatasi oleh admisistrasi dapat
mengantisipasi penyebaran serangan wereng coklat karena jika serempak, hama dapat berpindahpindah ke lahan padi yang belum panen. Wereng coklat terbang bermigrasi tidak dapat dihalangi oleh
sungai atay lautan.
2.
Perangkap Lampu

Perangkap lampu merupakan perangkap yang paling umum untuk pemantauan migrasi dan
pendugaan populasi serangga yang tertarik pada cahaya, khususnya wereng coklat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan perangkap lampu antara lain,
kekontrasan lampu yang digunakan pada perangkap lampu yang terdapat di sekitarnya. Semakin
kontras cahaya lampu yang digunakan maka akan luas jangkauan tangkapannya. Kemampuan
serangga untuk menghindari lampu perangkap yang dipasang.

Perangkap lampu dipasang pada pematang (tempat) yang bebas dari naungan dengan
ketinggian sekitar 1,5 meter diatas permukaan tanah. Lampu yang digunakan adalah lampu pijar 40
watt dengan voltase 220 volt. Lampu dinyalakan pada jam 18.00 sampai dengan 06.00 pagi. Agar
serangga yang tertangkap tidak terbang lagi, maka pada penampungan serangga yang berisi air
ditambahkan sedikit deterjen.

Keputusan yang diambil setelah ada wereng pada perangkap lampu, yaitu wereng-wereng
yang tertangkap dikubur, atau keringkan pertanaman padi sampai retak, dan segera setelah
dikeringkan kendalikan wereng pada tanaman padi dengan insektisida yang direkomendasikan.
3.
Tuntaskan pengendalian pada generasi 1
Menurut Baihaki (2011), perkembangan wereng coklat pada pertanaman padi dapat terbagi menjadi 4
(empat) generasi yaitu :

generasi 0 (G0) = umur padi 0-20 HST (hari Sesudah Tanam)

Generasi 1 (G1) = Umur padi 20-30 HST, wereng coklat akan menjadi imago wereng coklat
generasi ke-1

Generasi 2 (G2) = Umur padi 30-60 HST, wereng coklat akan menjadi imago wereng coklat
generasi ke-2

Generasi 3 (G3) = umur padi diatas 60 HST.

Pengendalian wereng yang baik yaitu :

Pada saat generasi nol (G0) dan generasi 1 (G1).

Gunakan insektisida berbahan aktif buprofezin, BPMC, fipronil dan imidakloprid.

Pengendalian wereng harus selesai pada generasi ke-1 (G1) atau paling lampat pada
generasi ke -2 (G2).

4.

Pengendalian saat generasi ke-3 (G3) atau puso tidak akan berhasil
Penggunaan Insektisida
Keringkan pertanaman padi sebelum aplikasi insektisida baik yang disemprot atau butiran

Aplikasi insektisida dilakukan saat air embun tidak ada, yaitu antara pukul 08.00 pagi sampai
pukul 11.00, dilanjutkan sore hari. Insektisida harus sampai pada batang pagi.

Tepat dosis dan jenis yaitu berbahan aktif buprofezin, BPMC, fipronil dan imidakloprid.

Tepat air pelarut 400-500 liter air per hektar.

Beberapa insektisida yang direkomendasikan untuk menghasilkan hama wereng coklat.


1.
Bahan aktif Buprofezin. Biasanya dengan nama dagang Applaud. Dengan formulasi
EC, WP dan F insektisida ini mempunyai cara kerja yang spesifik yaitu menghambat

pergantian kulit pada hama wereng coklat. Walaupun hama penghisap ini tidak langsung mati
tetapi applaud termasuk insektisida yang lumayan dengan harga yang relatif murah.
2.
Bahan aktif Imidakloprid. Dipasaran dijual dengan nama bermacam-macam
diantaranya Confidor, Winder, Imidor, Dagger dan masih banyak lagi insektisida yang beredar
dengan bahan aktif imidakloprid ini. Insektisida ini mempunyai cara kerja sistemik dan sampai
saat ini masih bisa diandalkan untuk mengendalikan hama wereng coklat.
3.
Bahan aktif BBMC. Dijual dengan merek dagang Bassa, Baycarb, Dharmabas,
Hopsin, Kiltop dan lain-lain. Cara kerja insektisida ini adalah kontak. Walaupun harganya
murah namun dalam penggunaannya harus dengan konsentrasi yang besar sekitar 2-4 ml/
liter.
4.
Bahan aktif MIPC. Dipasaran biasanya dikenal dengan nama Mipcin, Mipcindo,
Mipcinta, Micarb dan lain-lain. Sebenarnya MIPC ini masih satu golongan dengan BBMC
yaitu kategori golongan Karbamat. Cara kerja kontak dan efikasi dalam menendalikan hama
wereng coklat masih diatas BBMC.
5.
Bahan aktif Fipronil. Insektisida ini biasa kita kenal dengan nama Regent. Dengan
formulasi SC regent mampu mengendalikan hama wereng coklat dengan cara sistemik.
Formulasi terbaru regent WDG (sacset) ternyata lebih ampuh.
6.
Bahan aktif klorantraniliprol dan tiametoksam. Merupakan insektisida generasi
terbaru yang memiliki spektrum luas untuk mengendalkan beberapa hama pada tanaman
padi. Bahan aktif ini biasa kita kenal dengan nama dagang Virtako. Walaupun bagus untuk
mengendalikan wereng coklat cuma sayang harganya sangat mahal.
7.
Insektisida organik. Insektisida ini sangat ramah lingkungan dengan bahan baku bisa
kita dapatkan melimpah disekitar kita. Ada beberapa kelemahan dan kelebihan Insektisida
organik. Contoh insektisida organik untuk mengendalikan hama wereng adalah daun sirsak.
5.
Penggunaan Pestisida Nabati
Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari
tumbuhan. Dengan adanya kemajuan dalam bidang ilmu kimia dan pengembangan alat-alat analisis,
banyak senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan telah diisolasi dan diidentifikasi bahkan telah
disintesis.
Kandungan senyawa-senyawa tumbuhan dapat menunjukkan berbagai macam aktivitas biologi pada
serangga seperti penghambatan/penolakan makan, aktivitas penolakan peneluran, aktivitas
penghambat pertumbuhan dan perkembangan, dan efek kematian, karena itu bioaktif tersebut dapat
digunakan untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).
Hasil deskripsi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat terdapat 54 jenis tumbuhan yang
berpotensi sebagai pestisida nabati. Saat ini penelitian terhadap tumbuhan bahan pestisida nabati
terus berkembang.
Beberapa contoh tumbuhan yang telah diuji efektivitas daya racunnya antara lain sebagai berikut:
1. Nimba/Mimba (Azadirachta indica)

Bagian Tanaman yang digunakan adalah daun dan biji, mengandung senyawa kimia zat
Azadirachtin, Meliantriol, Salanin. Efektif untuk hama wereng coklat.

Nimba mampu mengendalikan sekitar 127 jenis hama dan mampu berperan sebagai
insektisida, fungisida, bakterisida, nematisida, moluskisida, antivirus, dan mitisida.

Nimba tidak membunuh hama secara cepat tetapi berpengaruh terhadap penghambatan
daya/ nafsu makan, pertumbuhan, reproduksi, pemandulan, peletakan telur, proses ganti kulit,
perkawinan, daya tetas telur dan pembentukan khitin yang akhirnya dapat menyebabkan kematian
hama.

Cara sederhana membuat larutan siap semprot adalah dengan menumbuk biji sampai halus
masukkan dalam air sambil diaduk-aduk dan dibiarkan 24 jam kemudian disaring, untuk 1 kg biji yang
telah ditumbuk halus dilarutkan kedalam 20 lt air. Untuk daun jumlahnya 2 kali (2 kg daun mimba
yang telah ditumbuk dilarutkan dalam 20 lt air)

Mengingat nimba mudah ditanam oleh petani, maka dapat dikatakan bahwa nimba adalah
sebagai biopestisida mandiri bagi petani di masa depan.

2. Gadung Racun (Dioscorea hispida)

Bagian tanaman yang digunakan adalah umbi, sebagai pestisida, yang mengandung zat
diosgenin dan saponin.
3. Bengkuang (Pachyrryzus erosus)

Bagian tanaman yang digunakan adalah biji polong, yang mengandung zat pachyrrizid
(rotenoid) merupakan racun yang menghambat operasional sel. Diketahui efektif terhadap beberapa
OPT antara lain ulat grayak, ulat krop dan ulat daun kubis.
4. Rumput Babandotan (Ageratum conyzoides)

Bagian tumbuhan yang digunakan adalah daun, batang, bunga dan akar, sebagai pestisida
yang mengandung zat saponin, polifenol, flavonoid dan minyak atsiri
5. Sirsak (Annona muricata L)

Bagian tumbuhan yang digunakan adalah biji dan daun, yang mengandung zat annonain,
bermanfaat sebagai insektisida menyebabkan kematian sel, sebagai penolak serangga dan penolak
tidak mau makan.
6. Selasih (Ocimum bacilicum)

Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan biji, mengandung zat juvocimene, yang
bersifat toksis/ mengganggu perkembangan serangga.

Selasih lebih dikenal sebagai pemikat lalat buah. Daun diekstrak lalu dicampur sedikit air, dan
lebih efektif dengan cara menyuling sehingga menghasilkan minyak atsiri. Dipasang dengan
menggunakan perangkap lalat buah.
CARA PEMBUATAN PESTISIDA NABATI SECARA UMUM

Bahan tumbuhan ditumbuk/digiling sampai halus, dicampur air dengan perbandingan 100 gr
bahan dalam 1 lt air.

Saring ekstrak bahan tumbuhan tersebut pada tempat yang sudah disiapkan.

Untuk menekan/menghentikan aktifitas enzim/zat pengurai adalah dengan cara


menambahkan zat pelarut metanol/etanol 70 % sebanyak 10 ml atau detergen sebanyak 10 gr
teteskan atau masukkan sedikit demi sedikit sambil diaduk atau dengan menggunakan alat ekstraktor
selama 2 jam, kemudian biarkan ekstrak tersebut selama 24 jam (sehari semalam).

Setelah dibiarkan selama 24 jam ekstrak tersebut baru bisa digunakan dengan cara disaring
terlebih dahulu agar tidak terjadi penyumbatan pada alat semprot

Beberapa hasil percobaan menunjukkan hasil yang efektif dengan cara mencampur beberapa
tumbuhan bahan nabati seperti daun nimba dengan lengkuas dan serai, daun nimba dengan umbi
gadung, daun sirsak dengan rimpang jeringau dan bawang putih; serta dapat dicampur dengan
detergen atau sabun colek.

3. Ulat Polong (Helicoverpa armigera)


Klasifikasi
Filum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Noctuidae
Genus : Helicoverpa
Spesies: Helicoverpa armigera

Bioekologi
Ngengat betina muncul sehari lebih dahulu dari pada ngengat jantan. Ngengat jantan
mudah dibedakan dari ngengat betina karena ngengat betina mempunyai pola
bercak-bercak berwarna pirang tua, sedang ngengat jantan tidak mempunyai pola
seperti itu. Nisbah kelamin jantan dan betina 1 : 1. Daur hidup H. armigera dari telur
hingga ngengat mati berkisar antara 52 - 58 hari.
Ngengat betina meletakkan telur satu persatu pada pucuk daun, sekitar bunga dan
cabang. Telur berbentuk bulat dan berwarna putih agak kekuning-kuningan,
kemudian berubah menjadi kuning tua dan ketika akan menetas terlihat adanya bintik
hitam. Stadium telur berkisar antara 10 - 18 hari dan persentase penetasan telur
berkisar 63 - 82 persen.
Stadium larva berkisar antara 12 - 23 hari. Ketika baru keluar dari telur, larva
berwarna kuning muda dan tubuhnya berbentuk silinder. Larva muda kemudian
berubah warna dan terdapat variasi warna dan pola antar sesama larva. Larva H.
armigera terdiri dari lima instar, instar pertama, kedua, ketiga, keempat dan
kelima, masing-masing berumur 2 - 3 hari, 2 - 4 hari 2 - 5 hari, 2 - 6 hari dan 4 - 7
hari.
Pupa dibentuk di dalam tanah. Pupa yang baru terbentuk berwarna kuning, kemudian
berubah kehijauan dan akhirnya berwarna kuning kecoklatan. Lama stadium pupa 15
- 21 hari. Hama ulat buah tersebut menyebar di daerah sentra produksi tomat di
Sumatera, Jawa dan Sulawesi.
Gejala
Larva H. armigera melubangi buah tomat baik buah muda maupun yang sudah tua.
Buah tomat yang terserang akan busuk dan jatuh ke tanah. Kadang-kadang larva
juga menyerang pucuk tanaman dan melubangi cabang-cabang tomat.
Tanaman inang lain
Tanaman inang utama ulat buah adalah tomat, tembakau, jagung, dan kapas.
Tanaman inang lainnya misalnya kentang, kubis, kacang-kacangan.
Pengendalian
a) Kultur teknis . Pengaturan waktu tanam. Tomat yang ditanam pada bulan
September terserang ringan oleh larva H. armigera.
b) Penanaman varietas toleran, seperti LV 2100 dan LV 2099. Penanaman tanaman
perangkap tagetes (Tagetes erecta) di sekeliling tanaman tomat. Sistem tumpangsari

tomat dengan jagung dapat mengurangi serangan H. armigera.


c) Pengendalian fisik/mekanis. Mengumpulkan dan memusnahkan buah tomat yang
terserang H. armigera. Pemasangan perangkap feromonoid seks untuk ngengat H.
armigera sebanyak 40 buah / ha.
d) Pengendalian hayati. Pemanfaatan musuh alami seperti parasitoid telur H.
armigera yaitu Trichogramma sp., parasitoid larva yaitu Eriborus argenteopilosus,
dan virus HaNPV sebagai patogen penyakit larva H. armigera.
e) Pengendalian kimiawi. Bila ditemukan ulat buah ? 1 larva / 10 tanaman contoh,
dapat diaplikasikan insektisida yang efektif dan diizinkan, antara lain piretroid
sintetik (sipermetrin, deltametrin), IGR (klorfuazuron), insektisida mikroba
(spinosad), dan patogen penyakit serangga H. armigera HaNPV 25 LE.

B. Hama Penting Tanaman Kubis


1. Ulat kubis (Plutella xylostella L.)
Klasifikasi
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
family : Plutellidae
Genus : Plutella
Spesies: Plutella xylostella

Bioekologi
Serangga hama ini dikenal dengan ulat daun kubis atau diamond back moth,
termasuk ordo Lepidoptera, family Plutellidae dan mernpunyai daerah penyebaran di
Indonesia. Ngengat P. xylostella kecil berwarna coklat kelabu, pada sayap depan
terdapat tanda "tiga berlian". Ngengat aktif pada senja dan malam hari dengan
meletakkan telur tersebar pada daun. Stadium telur 3-5 hari. Larva instar pertama
berukuran 1,2 mm berwarna hijau cerah dengan kepala tampak hitam. Stadium larva
7-11 hari. Pupanya tertutup oleh kokon, berwarna kuning pucat. Daur hidupnya
berkisar 21 hari.
Gejala
Daun yang terserang P. xylostella berlubang-lubang kecil dan bila serangan berat,
tinggal tulang daun. Serangan berat terjadi pada musim kemarau, saat tanaman
berumur 5-8 minggu. Tanaman inang P. xylostella adalah petsai, brokoli, dan kubiskubisan lainnya.
Pengendalian
Untuk pengendalian hama ulat kubis Plutella xytostella dapat dilakukan dengan cara
mekanis dan kimia. Cara mekanis yaitu dengan memusnahkan dan mengumpulkan
semua larva imago yang ditemukan, sedangkan cara kimiawi dilakukan dengan
penggunaan pestisida selektif bila ditemukan 5 larva setiap 10 tanaman dan 5% dari
jumlah tanaman telah terserang hama tersebut. Dengan melakukan pengamatan,
maka akan menghemat penggunaan pestisida 7 - 11 kali penyemprotan dengan dosis
0,5 - 1cc/liter tiap penyemprotan. Hama ulat kubis ( Plutella maculipennis),
dikendalikan dengan Diazinon atau Bayrusil 1 -2 cc/1 air dengan frekwensi
penyemprotan 1 minggu. Sedangkan ulat kubis (Crocidolonia binotalis) dikendalikan
dengan Bayrusil 13 cc/1 air.

Helicoverpa armigera

Nama umum / nama daerah : Ulat buah

Helicoverpa armigera merupakan family Noctuide. Telur berwarna putih kemudian


berubah menjadi coklat (Gambar 1). Larva (Gambar 2) terdari dari enam instar. Instar
pertama berukuran 1-3 mm dengan warna kepala coklat kehitaman atau kuning
keputihan. Tubuh berwana gelap. Instar kedua memilki panjang 4-7 mm, instar tiga 8-13
mm, instar empat 14-23 mm, instar lima 24-28 mm, dan instar enam 29-30+ mm. Pupa
berwarna coklat dan berbentuk oval . Imago memilki rentang sayap 30-45 mm,sayap
depan berwarna coklat atau coklat kemerahan. Sayap belakang berwarna pucat dengan
margin terluar gelap.
Suhu optimum H.armigera adalaah 25C. H.armigera meletakan telur pada daun dan
bunga secara sendiri-sendiri atau berkelompok. Setelah 4-6 hari telur menetas. Larva
memakan daun, dan buah. Stadia larva berlangsung selama 14 hari yang terdiri dari
enam larva. Larva yang menyerang buah cabai menggorok ke dalam buah. Setelah itu
larva menuju tanah den masuk ke dalam tanah sedalam 10 cm. Stadia pupa
berlangsung selama 10-12 hari. Imago mampu hidup selama 10 hari. H.armigera dapat
meletakan 1000 telur selama hidupnya. Imago mengkonsumsi nektar untuk kebutuhan
pakannya.
Gejala :
Pada cabai gejala yang mencolok terlihat pada buah. Buah menjadi berlubang. Larva
yang telah menetas bergerak menuju buah cabai.Lalu menggorok ke dalam buah. Larva
melubangi buah dekat dengan tangkai buah . Lubang yang dihasilkan lama-kelamaan
berwarna hitam pada lingkaran luar . Pada bagian dalam buah terdapat kotoran dari
larva .

Pengendalian :
1.Pengendalian Secara Mekanis
Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan sanitasi buah cabai dan bagian
tanaman yang terinvestasi H.armigera (telur dan larva). Bagian tanaman yang di ambil di
bakar.
2. Pengendalian Secara Biologi
Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan memanfaatkan parasitoid dan
entomopathogen. Parasitoid yang dapat dimanfaatkan diantara lain adalah Microplitis,
Trichogramma dan Telenomus, Netelia,
Heteropelma dan Ichneumon.
Parasitoid
tersebut memparisiti larva dan pupa H.armigera. Entomopathogen yang dapat
dimanfaatkan
adalahnucleopolyhedrovirus
(NPV). NPV
diaplikasikan
dengan
disemprotkan ke tanaman dengan dosis 250-500ml (1ml/litre)/hektar 2-3 kali dengan
interval 10 hari. Penyemprotan dilakukan pada malam hari.Selain itu dapat
memanfaatkan Bakteri berspora Bacilus thuringensis dan jamur metarizium.

3.Pengendalian Kimiawi
Pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan feromon sex
sintetik. H.armigerayang tertarik adalah Imago jantan. Feromon sex berbentuk seperti
karet. Feromon tersebut dimasukan kedalam suatu tempat Yang di bagian dasarnya
terdapat air atau insektisida.
Pengendalian dengan menggunakan insektisida nabati dapat digunakan Neem oil,
karena neem oil bersifat sistemik terhadap tanaman. Neem oil bekerja dengan
menghambat hormon ecdyson yang berperan dalam penggatian kulit serangga. Bila
serangan sudah sangat berat dapat digunakan insektisida sintetik sistemik seperti
karbofuran.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.avrdc.org.tw/
Kalshoven. L.G.E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta.
Parker, B. 1995. Insect Pests of Selected Vegetables in Tropical and Subtropical Asia.
www.infonetbiovision.org

www-staff.it.uts.edu.au
Posted by Mubqi Ghaida at 9:25 PM
Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook Share to Pinterest

2.3 Penggerek Buah Tomat (Helicoverpa armigera)


Morfologi penggerek buah tomat (Helicoverpa armigera) terdiri atas caput, thorax, abdomen, mulut,
mata, tungkai thorax, dan tungkai semu. Penggerek buah tomat (Helicoverpa armigera) merupakan
ordo lepidoptera karena larva merupakan pemakan tumbuh-tumbuhan dan menjadi hama-hama yang
serius pada tanaman budidaya, bahkan beberapa ada yang bersifat predator serangga lain, dan ada
satu family (Epipyropidae) yang hidup sebagai ektoparasitoid pada hemiptera (Prabowo, 2002).
Siklus hidup penggerek buah tomat (Helicoverpa armigera) berkisar selama 2 sampai 3 minggu yang
dimulai dari telur, larva, imago dan lalat induk (Ngengat) Mula-mula ngengat betina meletakkan
telurnya pada permukaan bawah daun atau buah tanaman tomat yang sudah tua kemudian telur
berubah menjadi larva instar I, larva instar II, Larva Instar III, (dan pada saat larva inilah hama ini
menyerang buah tomat dari dalam dan buah akan mengalami pembusukan) dan setelah kurang lebih
7 hari larva akan menjadi imago, dan kemudian menjadi lalat dewasa. Selanjutnya lalat muda dan
lalat dewasa siap bertelur. Tanaman inang penggerek buah tomat (Helicoverpa armigera) adalah
tanaman tomat dan tanaman disekitarnya (Anonim, 2009).
Gejala serangan yang ditimbulkan larva lalat tomat diperoleh bahwa pada buah tomat yang terserang
larva ini tampak buah tomat membusuk sebagian dan kadang pada buah terdapat lubang-lubang
kecil dan disekitar lubang tersebut membusuk warna buah pucat tidak normal (Prabowo, 2002).
2.4 Ulat Bawang Merah (Spodoptera exigua)
Ciri morfologi adalah seluruh tubuh berwarna hijau muda dengan sungut yang sulit terlihat karena
ukurannya yang relatif kecil. Hama ini memiliki struktur tubuh yang lunak. Ulat ini pada umumnya
menyerang tanaman pada sore hari sampai malam hari tetapi apabila jumlah populasi sangat banyak
ulat ini juga menyerang pada siang hari (Anonim, 2009).
Siklus hidup hama ini dimulai dari telur hingga menjadi serangga (ngengat) berlangsung selama 2
sampai 3 minggu, tergantung dari keadaan temperatur udaranya. Pada daerah-daerah yang

mempunyai ketinggian 1.250 m dari permukaan laut dan temperatur udaranya antara 14,5-24,6C,
daur hidupnya bisa berlangsung hanya dalam 22 hari larva (Spodoptera exigua) mengalami 4 instar
yang berlangsung selama 12 hari. Tanaman penggerek daun bawang bawang (Spodoptera exigua)
adalah tanaman bawang bahkan beberapa gulma dapat dijadikan inang alternatif bila pertanaman
bawang sedikit atau tidak ada (Faradita. Dkk 2005)

Gejala - gejala serangan yang ditimbulkan oleh ulat bawang (Spodoptera exigua) adalah ditandai
dengan adanya lubang pada daun bawang yang pada akhirnya daun akan patah dan habis. Namun
serangan dalam skala besar akan mengakibatkan gundulnya daun pada semua populasi tanaman.
Dan bagian yang diserang akan berwarna pucat dan kering (Anonim, 2009).
2.5 Kutu Putih Daun Cabai (Aphys gosyphii)
Morfologi Kutu dewasa berbentuk bulat memanjang (oval), lunak dengan segmen yang jelas,
biasanya tertutup lilin yang berbentuk seperti tepung atau kapas. Warna badannya kuning kecoklatan,
kuning muda atau kuning tua, panjang 3 4 mm dan lebar 1,5 2 mm. Telur berwarna kuning yang
diletakkan di dalam kantong yang berbulu. Nimfa yang baru menetas dari telur berwarna hijau muda,
kuning pucat atau merah tua tergantung stadianya. Serangga jantan lebih kecil dari yang betina,
mempunyai dua sayap. Kutu aphis (Aphis gossypii) merupakan ordo homoptera karena banyak
ditemukan di batang daun bunga dan kadang-kadang kulit buah berbagai tanaman (Anonim, 2009).
Dengan siklus hidup sepanjang sebulan, (Aphis gossypii) bisa berbiak 11 sampai 12 generasi dalam
setahun. Secara umum hama ini tidak banyak bergerak, kecuali larva instar-1 yang baru menetas dari
telur yang memang tidak ditutupi lilin. Larva instar-1 ini dengan mudah melayang terbawa angin atau
menempel pada burung, dan inilah yang membantu penyebaran kutu dari satu kebun ke kebun lain
dan akan berkembang ada tanaman inang baru yang ditempelinya (Caspiati, 2009).
Tanaman inang kutu putih (Aphys gosiphii) bukan hanya tanaman cabai saja namun tanaman
inangnya juga dapat berupa tanaman Ubi kayu, jambu, pepaya, dan tanaman lainnya (Caspiati,
2009).
Gejala serangannya adalah Serangga dewasa dan nimfa mengisap bagian tanaman, sehingga terjadi
perubahan bentuk yang tidak normal. Pada tanaman yang terserang tampak dipenuhi oleh kutu-kutu
putih seperti kapas (Anonim,2009).
2.6 Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella)
Morfologi ulat daun kubis (Plutella xylostella) terdiri atas caput, thorax, mulut, abdomen, dan mata
faset. Ulat daun kubis (Plutella xylostella) larva sampai ke dalam tanaman. Larva yang baru menetas
berlomba untuk menggerek buah kubis untuk pertumbuhan demi melangsungkan hidupnya. Larva
terdiri atas empat instar. Tingkat kerusakan tergantung pada instar larva yang menyerang, semakin
besar larva yakni pada instar 3 dan 4 bila populasi tinggi semakin berat kerusakan yang diakibatkan
dengan memakan seluruh daun kecuali tulang daun pada tanaman yang belum membentuk krop
(Mahfus, 2009).
Siklus hidup hama ini dimulai dari telur hingga menjadi serangga (ngengat) berlangsung selama 2-3
minggu, tergantung dari keadaan temperatur udaranya. Pada daerah-daerah yang mempunyai
ketinggian 1.250 m dari permukaan laut dan temperatur udaranya antara 14,5-24,6C, daur hidupnya
bisa berlangsung hanya dalam 22 hari larva (Plutella xylostella) mengalami 4 instar yang berlangsung
selama 12 hari. Tanaman inangnya ulat kubis (Plutella xylostella) adalah tanaman kubis, beberapa
gulma dapat dijadikan inang kubis tidak ada (Faradita. Dkk 2005)
Gejala serangan yang mudah diamati adalah daun kubis yang berlubang-lubang seperti jendelajendela yang menerawang, tinggal urat-urat daunnya saja. Jika jumlah larva (Plutella xylostella) relatif
banyak, dapat menghabiskan tanaman kubis yang baru berumur 1 bulan dalam jangka waktu 3-5
hari. Umumnya larva menyerang tanaman muda, tetapi kadang-kadang merusak tanaman yang
sedang membentuk bunga (Faradita, 2005).

Caspiati, 2009. Menghilangka Daun Mangga Yang Terserang Kutu Putih http:/ www.google.com.
Kultifasi/art/ Pdf/ Sabtu, 12 Desember 2009.
Faradita, 2005. Efektifitas Penggunaan Ekstrak Biji Bengkuang (Pachhyrrizus Erosus) Terhadap
Mortalitasulat plutella Xylostella Pada Tanaman Kubis http:/ Ac. Id/ kultifasi/ art/806/pdf/ Sabtu, 12
Desember 2009.
Hase, 2009. Hama Penggerek Buah Kakao http:/ ac. . Id/ kultifasi/ art/806/pdf/ Sabtu, 12 Desember
2009.
Mahfus, 2009. Hama Penting Kubis Dan Cara Pengendaliannya http:/ dc/ kultifasi/art /70/ pdf./ Sabtu,
12 Desember 2009.
Matnawy, 2001. Hama Pada Tanaman Perkebunan. Kanisius, Yogyakarta
Prabowo.T, 2002. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta
Soeparmo, 2009. Gejala Serangan Penggerek Buah kakao http:/ ac. . Id/ kultifasi/ art/806/pdf/ Sabtu,
12 Desember 2009.
Sosromarsono, 2003. Sistematika Hewan. Sinar Wijaya, Surabaya.
Diposkan oleh MISWANTO agt 08 Faperta UNTAD di 17.16 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis!

Klasifikasi Riptortus linearis


Hama ini sering dikenal dengan sebutan kepik penghisap polong kedelai karena hama ini
menyerang polong kedelai. Menurut Anonymous (2010) dalam Wahyu (2010), klasifikasi kepik
penghisap polong kedelai ini adalah:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Hemiptera
Famili
: Alydidae
Genus
: Riptortus
Spesies
: Riptortus linearis
Ciri khas serangga ini terdapat pada stadia imago, yaitu adanya garis putih kekuningan pada
sepanjang sisi badannya. Imago Riptortus linearis bertubuh memanjang dan berwarna kuning
coklat. Jumlah imago yang hidup sebanyak 50 ekor. Imago memiliki sayap sehingga bisa terbang.
Perbedaan antara imago jantan dan betina dapat terlihat pada bagian abdomen. Pada abdomen
betina terdapat garis segitiga berwarna putih, sedangkan pada jantan hanya ada garis memanjang
berwarna putih. Jika sudah berisi telur, serangga betina memiliki abdomen yang membesar dan
menggembung pada bagian tengah, sedangkan abdomen jantan lurus ke belakang. Rata-rata lama
stadium imago adalah 29,3 13,75 hari. Lama perkembangan Riptortus linearis dari telur hingga
imago membutuhkan waktu 64,48 hari.
Biologi Riptortus linearis
Kepik polong kedelai Riptortus linearis memiliki tipe metamorfosis paurometabola yaitu terdiri dari
telur, nimfa, dan imago. Telur R. linearis berbentuk bulat dan berwarna coklat. Siklus hidup
Riptortus linearis meliputi stadium telur, nimfa yang terdiri atas lima instar, dan stadium imago.
Imago (Gambar 1a) berbadan panjang dan berwarna kuning kecokelatan dengan garis putih
kekuningan di sepanjang sisi badannya (Tengkano dan Dunuyaali 1976 dalam Prayogo dan
Suharsono, 2005). Imago datang pertama kali di pertanaman kedelai saat tanaman mulai
berbunga dengan meletakkan telur satu per satu pada permukaan atas dan bawah daun. Seekor
imago betina mampu bertelur hingga 70 butir selama 4 47 hari. Imago jantan dan betina dapat
dibedakan dari bentuk perutnya, yaitu imago jantan ramping dengan panjang 11 13 mm dan
betina agak gemuk dengan panjang 1314 mm.

Telur Riptortus linearis berbentuk bulat dengan bagian tengah agak cekung, ratarata berdiameter
1,20 mm. Telur berwarna biru keabuan kemudian berubah menjadi cokelat suram (Gambar 1b).
Setelah 67 hari, telur menetas dan membentuk nimfa instar I selama 3 hari (Gambar 1c). Pada
stadium nimfa, Riptortus linearis berganti kulit (moulting) lima kali. Setiap berganti kulit terlihat
perbedaan bentuk, warna, ukuran, dan umur.
Nimfa instar pertama berubah warna dari kemerah-merahan menjadi kekuning-kuningan, sedang
instar kedua berubah menjadi coklat tua. Nimfa instar ketiga, keempat dan kelima berubah dari
kemerah-merahan menjadi coklat tua dan akhirnya menjadi hitam. Nirnfa instar pertama dan
kedua sangat aktif bergerak dan mencari makan; dalam keadaan kenyang beristirahat pada
tempat-tempat yang tersembunyi . Nimfa instar ketiga, keempat dan kelima tidak seaktif instar
pertama dan kedua . Instar keempat dan kelima sangat lambat gerakannya, dan lebih banyak
beristirahat . Stadia nimfa berkisar antara 16-23 hari, dengan rata- rata 19 hari. Instar pertama 13 hari, instar kedua 2-4 hari, instar ketiga 2-6hari, instar keempat 3-6 hari dan instar kelima 5-8
hari. Rata-rata panjang tubuh nimfa instar I adalah 2,60 mm, instar II 4,20 mm, instar III 6 mm,
instar IV 7 mm, dan instar V 9,90 mm (Tengkano dan Dunuyaali 1976 dalam Prayogo dan
Suharsono, 2005). Nimfa maupun imago mampu menyebabkan kerusakan pada polong kedelai
dengan cara mengisap cairan biji di dalam polong dengan menusukkan stiletnya. Tingkat
kerusakan akibat Riptortus linearis bervariasi, bergantung pada tahap perkembangan polong dan
biji. Tingkat kerusakan biji dipengaruhi pula oleh letak dan jumlah tusukan pada biji (Todd dan
Turnipseed 1974 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005).

Gambar 1. Hama pengisap polong kedelai Riptortus linearis; (a) imago, (b) telur, (c) nimfa instar
I, dan (d) nimfa instar V (Prayogo dan Tengkano 2003, tidak diterbitkan dalam Prayogo dan
Suharsono, 2003).
Gejala Serangan Riptortus linearis
Kepik menyerang dengan cara menghisap polong sehingga menjadi kosong atau kempis (biji tidak
terbentuk) dan polong muda akan gugur. Sedangkan polong tua yang diserang kepik ini
menyebabkan biji keriput dan berbintik-bintik kecil berwarna hitam, selanjutnya biji tersebut akan
membusuk (Puput, 2007).
Hama ini menyerang polong dan menghisap isinya. apabila polong yang diserang telah berisi akan
tampak bintik-bintik hitam, dan jika polong tersebut terbuka akan tampak biji kehitam-hitaman,
kosong, dan gepeng. pemberantasan kepik polong sama dengan penggerek polong. Oleh karena
itu, pemberantasan penggerek polong berarti juga pemberantasan kepik. Pada polong muda
menyebabkan biji kempis dan kadang-kadang polong gugur. Serangan yang terjadi pada fase
pertumbuhan polong menyebabkan biji dan polong kempis, kemudian mengering. Serangan yang
terjadi pada fase pengisian biji menyebabkan biji busuk dan menghitam. Serangan polong tua
menyebabkan adanya bintik hitam pada biji. Imago mulai datang di pertanaman sejak
pembentukan bunga, Akibat serangannya menyebahkan biji dan polong kempis, polong gugur, biji
menjadi busuk, berwarna hitam; kulit biji keriput, dan adanya bercak coklat pada kulit biji. Periode
kritis tanaman terhadap serangan pengisap polong adalah stadia pengisian biji.
Riptortus linearis adalah kepik pengisap polong yang dominan di pertanaman kedelai dan dapat
menyebabkan kehilangan hasil sampai 80% bila tidak dilakukan pengendalian. Selama ini petani
menggunakan pestisida atau bahan kimia lainnya untuk mengatasi masalah tersebut. Namun
pemakaian yang berlebihan akan mengakibatkan kerusakan pada lingkungan dan juga menjadikan
produk tanaman berbahaya untuk dikonsumsi.
Pemanfaatan musuh alami hama pengisap polong, cendawan Entomopatogen Verticillium lecanii,
sebagai bioinsektisida memiliki kelebihan selain membunuh nimfa dan kepik dewasa, juga efektif
mengendalikan telur hama. Cendawan ini mudah dibiakkan secara massal dan aman bagi

lingkungan.
Pengendaliannya , prinsip pengendalian hama secara terpadu atau PHT merupakan suatu cara
pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam
rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan masih menjadi
alternative utama dalam pengendalian hama kepik penghisap polong. Penggunaan pestisida
merupakan alternative terakhir yang apabila serangan hama kepik hijau telah melampaui batas
ambang kendali yaitu bila telah ditemukan kerusakan polong lebih dari 2% atau terdapat sepasang
kepik dewasa per tanaman saat tanaman kedelai berumur lebih dari 45 hari setelah tanam.
Adapun komponen pengendalian hama pengisap polong kedelai adalah dengan cara sebagai
berikut :
Tanam serempak dalam tidak lebih dari 10 hari.
Pergiliran tanaman bukan inang.
Pengumpulan kepik dewasa ataupun nimfa untuk dimusnahkan.
Menjaga kebersihan lahan dari tanaman penganggu atau gulma.
Menggunakan pestisida apabila serangan telah melampaui batas ambang kendali.

Mengenal Lebih Dekat Hama Penghisap Polong (Riptortus linearis F)


Pada Tanaman Kedelai

Sumber Gambar: http://www.fobi.web.id


Daerah penyebaran R. linearis adalah India, Filipina, dan Indonesia Tanaman inang selain kedele adalah :
- kacang hijau,
- kacang panjang,
- kacang tunggak,
- kacang gude,
- dadap.

hama ini juga menyerang polong dan menghisap isinya. apabila polong yang diserang telah berisi akan tampak
bintik-bintik hitam, dan jika polong tersebut terbuka akan tampak biji kehitam-hitaman, kosong, dan gepeng.
pemberantasan kepik polong sama dengan penggerek polong. Oleh karena itu, pemberantasan penggerek
polong berarti juga pemberantasan kepik. pada polong muda menyebabkan biji kempis dan kadang-kadang
polong gugur. Serangan yang terjadi pada fase pertumbuhan polong menyebabkan biji dan polong kempis,
kemudian mongering. Serangan yangterjadi pada fase pengisian biji menyebabkan biji busuk dan menghitam.
Serangan polong tua menyebabkan adanya bintik hitam pada biji

Imago mulai datang di pertanaman sejak pembentukan bunga, Akibat serangannya menyebahkan biji dan

polong kempis, polong gugur, biji menjadi busuk, berwarna hitam; kulit biji keriput, dan adanya bercak coklat
pada kulit biji. Periode kritis tanaman terhadap serangan pengisap polong adalah stadia pengisian biji.

Pengendalian terhadap hama-hama perusak polong dilakukan dengan cara :


- pergiliran tanaman,
- tanaman serempak,
- penyemprotan insektisida, apabila ditemukan intensitas serangan penggerek polong 2 , populasi penghisap
polong dewasa sepasang pada umur 45 hari setelah tanam dan populasi kepik hijau dewasa sepasang pada
umur 45 hari setelah tanam.

sumber :
Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian. 1991. Budidaya dan Pengolahan Hasil Kedele. Jakarta: Departemen
Pertanian
Irfan, Hendro S..2008.Bertanam Kacang Sayur.Jakarta: Penebar Swadaya
Pitojo.2003.Benih Kedelai. Yogyakarta: Kanisius

Serealia

Tanaman Pangan

Hama dan Penyakit

Kedelai

Printer-frie

Anda mungkin juga menyukai