Artikel
ANALISIS KONDISI DEMOKRASI DI INDONESIA
Soko Guru Demokrasi atau pilarnya Demokrasi merupakan tiang-tiang untuk membangun suatu
tatanan yang demokratis, dimana tiang-tiang atau soko guru demokrasi tersebut akan menopang
berdirinya demokrasi. Inilah yang menjadi indikator bagi penilaian sejauh mana demokrasi
berhasil ditegakkan. Tidak ada demokrasi jika tiang-tiang atau pilarnya tidak ditegakkan.
Menurut Alamund (Sri Wuryan, 2006: 84-85) soko guru dari demokrasi adalah:
1. Kekuasaan Mayoritas
Demokrasi atau pemerintahan perwakilan rakyat. Rakyat yang memilih langsung wakilnya
dalam pemerintahan. Karena seluruh model demokrasi memakai sistem pemilihan umum yang
dalam pelaksanaannya rakyat berhak memilih langsung perwakilannya atau partai dalam
pemerintahan, maka pemenang pemilihan umum dapat dikatakan sebagai kekuasaan mayoritas
dalam pemerintahan karena telah dipilih oleh suara mayoritas rakyat dalam pemilihan umum.
Kekuasaan mayoritas sebagai pemerintahan dan kaum minoritas sebagai pengkritik pemerintah
yang dipegang atau di jalankan kaum mayoritas.
Dalam kehidupan bangsa Indonesia, bisa dikatakan bahwa kita baru saja menerapkan atau
mengimplementasikan pilar demokrasi ini ke dalam sistem pemerintahan. Jika kita lihat sejarah
masa lalu, dimana jarang sekali ada pemilihan umum, dan jika ada pun ada, biasanya mereka
bersaing secara tidak sehat untuk mendapatkan kekuasaan itu.
2. Hak-Hak Minoritas
Jika kita berbicara mengenai hak-hak minoritas dalam sebuah sistem demokrasi, tentunya sangat
banyak orang atau pihak yang merasa dirinya terasingkan atau dengan kata lain, merasa kurang
mendapat perhatian yang lebih dari pihak yang mendominasi. Akan tetapi, di dalam konteks
demokrasi yang hampir secara umum sudah banyak negara-negara di dunia yang
menggunakannya sebagai suatu sistem pemerintahan yang menurutnya lebih stabil dalam segala
aspek yang ada. Namun, pada kenyataannya secara faktual pihak atau golongan yang lebih
sedikit (minoritas) hanya sedikit mengalami suatu pengakuan dan perhatian yan diperoleh dari
pihak-pihak yang lebih dominan (lebih besar). Sehingga, golongan minoritas yang kalah hanya
memiliki ruang gerak yang terbatas pada hal-hal yang kecil saja. Kemudian, hal tersebut mau
tidak mau harus mau untuk mengikuti setiap aturan dan kesepakatan yang telah disepakati oleh
golongan mayoritas. Dalam hal ini, Alamund berpendapat bahwa :
Suatu demokrasi yang dianut dan dijalankan oleh banyak negara yang ada, merupakan suatu
cara atau langkah yang diambil oleh negara untuk melindungi hak-hak yang ada. Sehingga,
apabila terjadi suatu kekalahan pada salah satu pihak (minoritas), diharapkan dapat menerima
dan mau mengikuti setiap aturan yang telah menjadi kesepakatan bersama. (Wuryan, 2006: 87)
3. Kedaulatan Rakyat
Pengertian demokrasi yang sederhana berkembang seiring perkembangan politik dan ilmu politik
sebagaimana dikemukakan oleh Abraham Licoln bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi memiliki arti penting bagi masyarakat yang
menggunakannya karena dalam sistem demokrasi ada jaminan bagi masyarakat untuk
menentukan sendiri jalannya organisasi Negara. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara
memberikan pengertian bahwa rakyat dapat menentukan sendiri apa yang jadi kehendaknya,
termasuk mempengaruhi kebijakan Negara yang menyangkut kehidupan rakyat. Karena seorang
presiden mendapatkan kekuasaanya dari rakyat jadi yang mempunyai kekuasaan tertinggi adalah
rakyat maka dari itu rakyatlah yang berdaulat. Presiden hanya merupakan pelaksana dari apa
yang telah diputuskan atau dikehemdaki oleh rakyat. Teori kedaulatan rakyat juga diikuti oleh
Immanuel Kant yaitu:
tujuan negara itu adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan daripada warga
negaranya. Dalam pengertian kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas perundangundangan, sedangkan undang-undang disini yang berhak membuat adalah rakyat itu sendiri.
Maka dari itu undang-undang adalah merupakan penjelmaan daripada kemauan atau kehendak
rakyat. Jadi rakyatlah yang mewakili kekuasaan tertinggi atau kedaulatannya. (Soehino, 2005:
161)
Konstitusi atau undang-undang dasar merupakan kristalisasi dari berbagai pemikiran politik
ketika negara akan didirikan atau ketika konstitusi itu disusun. Pihak pemerintah menjalankan
roda pemerintahan harus berdasarkan konstitusi yang berlaku dalam Negara tersebut. Pemerintah
mempunyai batasan-batasan dalam menjalankan roda pemerintahan. Sebagaimana konstitusi
Indonesia Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi Negara Indonesia mengatur batasan-batasan
dalam menjalankan pemerintahan. Meskipun secara prinsip UUD 1945 menganut demokrasi
namun UUD ini tidak membentuk pagar-pagar pengaman yang kuat untuk membatasi kekuasaan
agar
demokrasi bisa terbangun.
ini, siapapun dia, atas keinginan rakyat agar hidupnya menjadi tertib, aman, nyaman, hukum
harus menjadi sesuatu yang paling tinggi dalam masyarakat/warga negara dan tiada perbedaan
dalam penegakkan hukum. Dalam kacamata indonesia saat ini, kita masih menemukan banyak
sekali perbedaan pelayanan hukum dikehidupan sehari-hari. Seperti contoh pada kasus
pencurian 3 bibit kakao atau coklat yang berujung pada vonis 3 bulan penjara, sedangkan banyak
para koruptor seperti Arthalita dan Aulia Pohan, yang di vonis ringan padahal dia mencuri uang
rakyat bermilyar-milyar. (okezone.com)
Di Indonesia, uang memang masih sangat vokal untuk menyuarakan keputusan ataupun sesuatu.
Banyak sekali contoh yang tidak mengenakkan terkait penegakkan hukum di Indonesia. Terlebih
yang sedang gencar-gencarnya dibicarakan sekarang yaitu markus yang sedang diburu oleh
polisi, yang memang sangat menyengsarakan dan memalukan proses penegakkan hukum di
Indonesia.
tidak tahan dengan siksaan yang diberikan oleh oknum polisi tersebut. Tentu ini menjadi catatan
buruk bagi bangsa Indonesia ini dalam hal penerapan proses hukum yang wajar dan demokratis,
sehingga akan mencoreng martabat para penegak hukum.
10. Pemilihan yang Bebas dan Jujur
Pemilihan umum adalah salah satu tiang dalam mencapai suatu pemerintahan rakyat atau
demokrasi.
Apabila dalam pelaksanaannya terdapat kecurangan-kecurangan, tentu itu akan berdampak
negatif terhadap jalannya demokrasi tersebut. Seperti sabotase suara, dan lain-lain. Pentingnya
menjaga agar pemilihan umum itu berjalan dengan bebas dan jujur dalam artian tidak ada
intervensi dari pihak partai untuk memaksa seseorang yang akan memilih, karena ketika
pemilihan sudah tidak independen, maka pemilihan tersebut sudah sangat kisruh dan tidak akan
menghasilkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas.
11. Pluralisme Sosial, Ekonomi, dan Politik
Pluralisme berasal dari kata plural, yang artinya beragam/banyak. Dalam kehidupan demokrasi,
berlandaskan pada hak asasi manusia, diwajarkan masyarakatnya sangat beranekaragam, baik itu
dalam sosial budaya, ekonomi dan politik. Maka dari itu tidak boleh ada diskriminasi baik itu
dalam pemerintahan, maupun dalam kehidupan bermasyarakat terhadap keberagaman tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia, nilai-nilai pluralisme ini sudah bisa dirasakan
dan masyarakat pun sudah mengerti dan toleran terhadap perbedaan yang ada.
Terbukti dahulu pada zaman sukarno, dimana para etnis china dilarang hidup di bumi pertiwi ini,
karena adanya PP no 23 tahun 1964 mengenai larangan etnis China yang bertempat tinggal di
Indonesia (www.kapanlagi.co.id). Padahal mereka juga adalah manusia yang mempunyai hak
hidup yang sama. Tetapi pada masa Gusdur, PP tersebut di cabut atau tidak diberlakukan
kembali, untuk menghormati hak asasi manusia.
Kelas : XI TKR 3
NO Absen : 06
Artikel
MENGANALISIS PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA
SEJAK REVOLUSI, ORDE LAMA, ORDE BARU DAN REFORMASI
Guna mengatasi konflik yang berpotensi mencerai-beraikan NKRI tersebut di atas, maka pada
tanggal 5 Juli 1959, Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang memberlakukan
kembali UUD 1945, dan sejak itu pula diterapkan model Demokrasi Terpimpin yang diklaim
sesuai dengan ideologi Negara Pancasila dan paham Integralistik yang mengajarkan tentang
kesatuan antara rakyat dan negara.
Namun belum berlangsung lama, yaitu hanya sekitar 6 s/d 8 tahun dilaksanakan-nya
Demokrasi Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali terancam akibat konflik politik dan
ideologi yang berujung pada peristiwa G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965, dan
turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden RI pada tanggal 11 Maret 1968.
Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif cukup lama dibandingkan dengan modelmodel demokrasi lainnya yang pernah diterapkan sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun, tetapi
akhirnyapun ditutup dengan cerita sedih dengan lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan
Presiden pada tanggal 23 Mei 1998, dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang tidak stabil
dan krisis disegala aspeknya.
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto,
maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan
reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang
berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945
(bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan
kenegaraan di era Orde Baru.
Model Demokrasi pasca Reformasi (atau untuk keperluan tulisan ini dinamakan saja sebagai
Demokrasi Reformasi, karena memang belum ada kesepakatan mengenai namanya) yang
telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir ini, nampaknya belum menunjukkan tanda-
tanda kemampuannya untuk mengarah-kan tatanan kehidupan kenegaraan yang stabil (ajeq),
sekalipun lembaga-lembaga negara yang utama, yaitu lembaga eksekutif (Presiden/Wakil
Presiden) dan lembaga-lembaga legislatif (DPR dan DPD) telah terbentuk melalui pemilihan
umum langsung yang memenuhi persyaratan sebagai mekanisme demokrasi.
Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga
legislatif.
Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn
presidensil menjadi parlementer
2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk
DPRGR
3. Jaminan HAM lemah
4. Terjadi sentralisasi kekuasaan
5. Terbatasnya peranan pers
6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda
akhir dari pemerintahan Orde Lama.
3. Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 1998
Dinamakan juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan
keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat
pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil
menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
1. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
2. Rekrutmen politik yang tertutup
3. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
4. Pengakuan HAM yang terbatas
5. Tumbuhnya KKN yang merajalela
Sebab jatuhnya Orde Baru:
1. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
2. Terjadinya krisis politik
justru kedaulatan sepenuhnya berada ditangan Presiden. Dan Presiden membentuk MPR(S) dan
DPR-GR berdasarkan Keputusan Presiden
c.Demokrasi Pancasila (Orba).
Kedaulatan Rakyat sepenuhnya dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), baru
kemudian MPR membagi-bagikan kedaulatan tersebut kedalam bentuk kekuasaan-kekuasaan
kepada lembaga-lembaga negara lainnya (Presiden, DPR, MA, Bepeka dsb.)
d. Demokrasi Reformasi.
Kedaulatan Rakyat sepenuhnya tetap berada ditangan rakyat, dan rakyat secara langsung
membagi-bagikan kedaulatan tersebut kedalam bentuk kekuasaan-kekuasaan kepada lembagalembaga negara lainnya (Presiden, MPR, DPR, DPD, MA, MK, dsb.)
2. Berkenaan dengan Pembagian Kekuasaan
a. Demokrasi Liberal
Kekuasaan DPR (Legislatif) sangat kuat dibandingkan dengan kekuasaan Pemerintah/Kabinet
(Eksekutif), bahkan DPR dapat memberhentikan Pemerintah/Kabinet. Sementara Presiden hanya
berkedudukan sebagai Kepala Negara saja (Simbol Negara saja).
b. Demokrasi Terpimpin.
Kekuasaan Pemerintah/Presiden (Eksekutif) sangat kuat (dominan) dibandingkan dengan
kekuasaan DPR (Legislatif), bahkan Presiden dapat membubarkan DPR serta mengangkat
anggota-anggota DPR (GR).
Jabatan Presiden ditetapkan untuk masa seumur hidup, sehingga tidak bisa diberhentikan oleh
MPRS.
c. Demokrasi Pancasila (Orba)
Meskipun secara normatif konstitusional, ditetapkan :
1). Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekutif) maupun Kepala Negara
lebih kuat dibandingkan kekuasaan DPR (Legislatif).
2). Kecuali dalam hal Anggaran Belanja Negara, maka kekuasaan Presiden dibidang legislasi
(pembentukan undang-undang) lebih kuat dibanding-kan kekuasaan DPR (Legislatif).
Nama : Dedi Irawan
Kelas : XI TKR 3
NO Absen : 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut.Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang
membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan
dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat
yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini
diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol
berdasarkan prinsip checks and balances.
Berawal dari kemenangan Negara-negara Sekutu (Eropah Barat dan Amerika Serikat) terhadap
Negara-negara Axis (Jerman, Italia & Jepang) pada Perang Dunia II (1945), dan disusul
kemudian dengan keruntuhan Uni Soviet yang berlandasan paham Komunisme di akhir Abad
XX , maka paham Demokrasi yang dianut oleh Negara-negara Eropah Barat dan Amerika Utara
menjadi paham yang mendominasi tata kehidupan umat manusia di dunia dewasa ini.
Indonesia adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, untuk di Asia Tenggara
Indonesia adalah negara yang paling terbaik menjalankan demokrasinya, mungkin kita bisa
merasa bangga dengan keadaan itu.Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal
kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia
terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya
BAB II
PEMBAHASAN
Perjalanan sejarah sistem politik dan penegakan hukum Indonesia selama ini menunjukkan suatu
bukti bahwa semata-mata konstitusi dalam wujud UUD tidak dapat dijadikan pegangan dalam
kehidupan sistem politik yang demokratis maupun penegakan hukum.
UUD 1945 telah berlaku di empat periode kepemerintahan, masa Kemerdekaan (1945-1959), era
Demokrasi Terpimpin (1959-1966), masa Orde Baru (1966-1998) dan era Reformasi (1998Sekarang). Semuanya ternyata menunjukkan corak dan karakter kepemerintahan yang berbeda
satu periode dengan periode lainnya.
Di masa kemerdekaan, meski berlaku tiga macam UUD (1945, RIS dan 1950) namun kehidupan
sistem demokrasi dapat berjalan dan hukum dapat ditegakkan. Setelah dekrit presiden 5 Juli
1959, UUD 1945 kembali berlaku dan dinyatakan penggunaan sistem Demokrasi Terpimpin,
namun yang berlaku sistem otoritarian (Hatta, Demokrasi Kita, 1960). Buktinya, terjadi
pembubaran partai politik yang tidak sejalan dengan keinginan pemerintah (yaitu, Masyumi dan
PSI), media massa yang kritis dibredel, penangkapan dan penawanan lawan politik pemerintah
tanpa proses hukum termasuk para pendiri partai mantan-mantan Perdana Menteri, mantanmantan menteri, pemimpin ormas juga ulama. Sehingga hukum didominasi penguasa tunggal di
masa itu.
Masa itu kemudian beralih kepada masa pemerintahan Orde Baru tahun 1966. Awal permulaan
masa ini membawa dan menumbuhkan harapan baru sistem demokrasi dan penegakan hukum
setelah rakyat bersama mahasiswa dan pelajar secara bergelombang turun ke jalan menentang
kesewenang-wenagan PKI. Rakyat dan pemerintah bekerjasama menjalankan pemerintahan yang
demokratis dan menegakan hukum dengan semboyan kembali ke UUD 1945 dengan murni dan
konsekuen.
Suasana harmonis itu ternyata tidak berlangsung lama. Sejak dikeluarkannya UU No. 15 dan 16
Tahun 1969, tentang Pemilu dan tentang Susunan dan Kedudukan Lembaga Negara. Dari sini
mulai nampak keinginan politik elit penguasa untuk menghimpun kekuatan dan meraih
kemenganan mutlak pada pemilu yang sedianya akan diselenggarakan pada tahun 1970 ternyata
baru dapat dilaksanakan tahun 1971, karena usaha penggalangan kekuatan lewat Golongan
Karya (GOLKAR) memerlukan waktu cukup lama.
Akhirnya telah tercatat dalam sejarah, dari pemilu ke pemilu, kemenagan mutlak diraih oleh
GOLKAR sebagai mesin politik pemerintah Orde Baru yang dikawal oleh ABRI. Seluruh
Lembaga Negara, baik tinggi maupun tertinggi telah dikuasai, dari Presiden, Panglima Tertinggi
sampai ke lurah dan kepala desa, bahkan sampai RT, RW.
Masa sekarang, Era Reformasi yang diawali dengan perubahan mendadak dari sistem politik
otoriter ke sistem demokrasi. Saat pemerintahan transisi di bawah presiden BJ Habibie, sendisendi demokrasi berubah 180 derajat. Kebebasan membentuk partai politik, Lembaga-lembaga
perwakilan bebas berbicara, Pers yang sebelumnya tercekam oleh ancaman pencabutan SIUP
mendadak sontak dibebaskan tanpa SIUP. Rakyat bebas menyampaikan aspirasinya lewat
demonstrasi.
Akibat kebebasan yang begitu tiba-tiba terjadilah euphoria politik di lingkungan elit politik baru
dan lama. Terjadi kebebasan yang hampir-hampir berakibat tindakan-tindakan anarkis di
kalangan masyarakat. Demokrasi tanpa persiapan dengan perangkat hukum yang melandasinya.
Pengamat ada yang menyebut, di era Reformasi ini, sepertinya yang nampak masyarakat,
sedangkan pemerintah tenggelam. Adapun di zaman Orde Baru yang tampak pemerintah
sedangkan rakyatnya tenggelam.
Berdasarkan tujuh kunci pokok tersebut, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945
menganut sistem pemerintahan presidensial.Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa Orde
Baru dibawah kepemimpinan Presiden Suharto.Ciri dari sistem pemerintahan presidensial ini
adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan.
Pada saat sistem pemerintahan ini, kekuasaan presiden berdasar UUD 1945 adalah sebagai
berikut :
BAB III
KESIMPULAN
A.Dampak negatif dari sistem presidensil yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia
Dampak negatif yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah
sebagai berikut :
Kebijakan yang dibuat cenderung menguntungkan orang orang yang dekat presiden.
Menciptakan perilaku KKN.
Terjadi personifikasi bahwa presiden dianggap Negara.
Rakyat dibuat makin tidak berdaya, dan tunduk pada presiden.
B.Dampak Positif dari sistem Presidensil yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia
Dampak positif yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah
sebagai berikut :