Anda di halaman 1dari 20

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DESENTRALISASI

PEMERINTAHAN DI INDONESIA

POLICY IMPLEMENTATION DECENTRALIZATION


GOVERNMENT IN INDONESIA

Kardin M. Simanjuntak
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Papua
Jl. Soa Siu Dok II Jayapura
Telepon. (0967) 535334
E-mail: kardinkardin51@yahoo.com
Dikirim: 11 Januari 2015 Direvisi: 20 Februari 2015 Disetujui: 25 Mei 2015

Abstrak
Desentralisasi di Indonesia merupakan reformasi yang tidak selesai dan hingga saat ini pelaksanaannya
belum maksimal atau belum sukses. Inti dari desentralisasi adalah ‘internalising cost and benefit’ untuk
people serta bagaimana mendekatkan pemerintahan kepada rakyatnya. Itulah esensi yang terpenting dari
sebuah jargon ‘desentralisasi.’ Akan tetapi, pelaksanaan desentralisasi di Indonesia sampai sekarang
masih jauh dari harapan tersebut. Hal ini ditunjukkan dari desentralisasi yang hanya menguntungkan elit
dan penguasa lokal, desentralisasi merupakan sebuah gurita neoliberal, desentralisasi pelayanan publik
yang kurang berkarakter, desentralisasi tanpa efisiensi kelembagaan, desentralisasi menyuburkan
korupsi di daerah. dan desentralisasi fiskal yang semu. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan
gambaran perjalanan penerapan kebijakan desentralisasi di Indonesia, mulai tahun 1999 sampai dengan
2015. Metode yang digunakan kajian literature dan regulasi dengan pembahasan bersifat deskriptif
kualitatif.
Kata Kunci: desentralisasi, pemerintahan daerah, pelayanan publik.

Abstract
Decentralizationin Indonesia is that reformis not completed and until the current implementation is not
maximized or have not been successful. The essence of decentralization is internalising cost and benefit'
for the people and how the government closer to the people. That's the most important essence of
aessence 'decentralization’. However, the implementation of decentralization in Indonesia is still far
from the expectations. It is shown that only benefits of decentralization elite and local authorities,
decentralization is a neo-liberal octopus, decentralization of public services are lacking in character,
decentralization without institutional efficiency, decentralization fosters corruption in the area, and
quasi-fiscal decentralization.
Keywords: decentralization, local government, public services.

PENDAHULUAN karena ia merasa bukan lagi menjadi bawahan dari


Gubernur. Kondisi ini dibiarkan saja oleh pemerintah
Penyelenggaraan pemerintahan daerah di pusat, bahkan justru dijadikan sebagai alasan untuk
Indonesia telah mengalami lompatan tajam dari menunjukkan bahwa penyelenggaraan desentralisasi
sentralisasi menjadi desentralisasi, seiring berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 telah
diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang mengalami kegagalan.Sehingga kehendak untuk
Pemerintahan Daerah. Namun sayangnya, kelahiran mervisi UU tersebut cukup mendapatkan alasan
UU ini tidaklah didasarkan pada kehendak politik pembenarnya.
(political will) yang tulus dari pemerintah, melainkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 telah
hanya sebagai respon untuk meredam munculnya direvisi, bahkan bisa dikatakan diganti dengan UU
tuntutan dari beberapa bagian wilayah Indonesia No. 32 Tahun 2004 dan kemudian UU No. 12 Tahun
yang hendak memisahkan diri dari NKRI. 2008. Jika dilihat dari semangatnya, UU No. 32
Gelagat pemerintah untuk menarik kembali Tahun 2004 seolah-olah diarahkan untuk
desentralisasi (resentralisasi) ini terlihat dari tidak memperkuat otonomi daerah, yakni dengan merevisi
seriusnya pemerintah dalam menangani persoalan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dari
yang muncul dalam penyelenggaraan desentralisasi, semula dipilih oleh DPRD kemudian dipilih secara
misalnya menyangkut koordinasi antar pemerintahan langsung oleh rakyat. Namun jika diteliti lebih
daerah, yang mengakibatkan disharmonisasi mendalam, maka akan ditemukan beberapa semangat
hubungan antara pemerintah Kabupaten/Kota dengan untuk menarik kembali desentralisasi dan otonomi
Propinsi. Pemerintah Kabupaten/Kota berjalan daerah, sehingga UU tersebut diganti lagi dengan
sendiri-sendiri dan tidak lagi “patuh” pada propinsi, UU No. 23 Tahun 2014.

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


111 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 111
2015 : 111-130
Pemerintahan
Pertama, dalam UU ini tidak lagi dikenal berpindahnya korupsi yang semula berada di tingkat
istilah kewenangan pemerintahan daerah, melainkan pusat menjadi korupsi di tingkat daerah.
diubah menjadi urusan pemerintahan daerah, karena Sebenarnya apa yang salah dengan
kewenangan memiliki konotasi dengan politis yakni desentalisasi di Indonesia?, sistemnya?, sudah baik,
kedaulatan. Sedangkan kata urusan konotasinya karena seperti tadi yang disebutkan diatas, dorongan
hanya pada aspek administratif saja.Kedua, semakin desentralisasi di Indonesia salah satunya adalah
menguatnya pola pengendalian pemerintahan yang tuntutan dari negara donor yang memang sedang
hirarkis dari pemerintah desa hingga pemerintah menggiatkan kampanye ‘desentralisasi’ ini ke
pusat. Meski hal ini dimaksudkan untuk negara-negara berkembang. Oleh karenanya, sistem
memudahkan koordinasi dan pengawasan, namun hal desentralisasi, baik itu dari segi penyerahan
ini akan semakin mempersempit keleluasaan kewenangan, penyerahan keuangan, maupun
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan perangkat yang lainnya yang di establish di
pemerintahan.Ketiga, beberapa peraturan pemerintah Indonesia, sudah sesuai dengan path yang ada di
sebagai pelaksanaan dari UU No. 32 Tahun 2004, negara-negara berkembang. Lalu kenapa gaung
semakin menunjukkan kepada kita bahwa telah desentralisasi sepertinya kurang mendapat tempat
terjadi titik balik desentralisasi. Sebut saja misalnya dihati sebagian orang? Apakah itu berarti
(1). PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian implementasi desentralisasi di Indonesia sudah
Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan gagal?
Pemerintah Kabupaten/Kota dan (2). PP No. 41 Sebenarnya kita tetap harus optimis dengan
Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. sistem yang sekarang sedang diusahakan oleh
Dengan diberlakukannya kedua PP tersebut Pemerintah, walau tidak bisa dibilang sebagai sistem
menandai terpasangnya kembali fondasi yang ideal. Dari beberapa segi, Pemerintah telah
pemerintahan sentralistis, yang hendak dibongkar berhasil mentrasfer informasi kepada publik,dan ini
melalui UU No. 22 Tahun 1999. Fenomena pasang merupakan sebuah terobosan yang baik dalam
surut penyelenggaraan desentralisasi inilah perlu sebuah proses pembangunan. Proses komunikasi
adanya pemetaan kembali perjalanan desentralisasi yang harmonis dan sinergis antara masyarakat dan
pasca UU No. 32 Tahun 2004 melalui UU yang baru, pemerintah merupakan sebuah tonggak utama
yaitu UU No. 23 Tahun 2014. keberhasilan sebuah pelaksanaan demokrasi, yang
Selanjutnya, pertanyaan pokok dan mendasar dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk
yang perlu diajukan adalah, sukseskah implementasi desentralisasi tadi.
kebijakan desentralisasi di Indonesia?Banyak orang Namun kalau boleh kita ambil salah satu
yang meragukan akan keberhasilan desentralisasi contoh dari negara di Afrika, Uganda, misalnya,
yang dicanangkan pemerintah sejak tahun 2000. dorongan untuk desentralisasi bukan datang dari
Awalnya, proses menuju ke arah desentralisasi negara donor atau faktor eksternal, tapi dari
dilalui dengan sangat tergesa-gesa. Maklum, saat itu komitmen internal politisi, masyarakat, dan
Habibie sedang dituntut performance-nya untuk pemerintah yang berkeinginan kuat untuk
menjadi calon presiden yang handal. Walaupun saat membangun sebuah rumah demokrasi yang dikokohi
itu Habibie sudah menjadi presiden, tapi banyak dengan desentralisasi. Bayangkan, negara seperti
rakyat menganggap itu hanyalah sebagai ‘by Uganda dapat hand-in-hand together dalam
coincidende’ belaka. Maka, dengan kondisi yang mengimplementasikan ‘public choice theory’ seperti
menuntut adanya reformasi di segala bidang, jadilah yang diproposed oleh James Buchanan. Lantas,
kedua undang-undang yang menopang pelaksanaan mengapa negara Indonesia tidak bisa seperti itu?,
desentralisasi ditetapkan. Kondisi itu juga diperparah kenapa Indonesia harus dipecut dahulu oleh negara
dengan ‘arahan’ dari lembaga donor internasional donor?
yang sangat menggembar-gemborkan implementasi Mungkin itu salah satu alasan bagi yang
desentralisasi di negara berkembang dan Indonesia pesimis terhadap desentralisasi yang memandang
menjadi salah satu sasarannya. desentralisasi di Indonesia telah gagal. Tetapi, dari
Sudah puluhan tahun pelaksanaan sekian banyaknya hasil studi tentang desentralisasi di
desentralisasi, namun kedua undang-undang yang Indonesia dan umumnya di negara-negara
disahkan pada masa pemerintahan Habibie telah berkembang menunjukkan bahwa pengaruh
diamandemen pada tahun 2004. Banyak alasan yang desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi,
mendorong kenapa pemerintah memutuskan untuk kesenjangan maupun peningkatan partisipasi
mengamandemen undang-undang tersebut. Salah masyarakat masih belum jelas. Tidak kurang dari
satu motif utama adalah semakin timbulnya ekspatriat dibidang desentralisasi seperti Paul
kesenjangan atau inequality yang cukup tajam antar Smoke, Roy Bahl, Anwar Shah, Jorge-Martinez dan
daerah. Selain itu, anekdot yang cukup nge-trend kawan-kawannya itu mengungkapkan bahwa ada
tentang definisi desentralisasi versi Indonesia adalah korelasi positif antara desentralisasi terhadap
transfer of corruption from central to local indikator yang tadi disebutkan diatas. Namun tidak
government, atau kalau diterjemahkan secara bebas kalah studi yang dilakukan oleh Kwan, Ziang, dan
yang lainnya mengatakan bahwa justru yang terjadi

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


112 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 112
2015 : 111-130
Pemerintahan
adalah korelasi negatif. Jadi, apakah ide balik dengan semangat pendalaman desentralisasi
desentralisasi yang digembar-gemborkan oleh melalui penyegaran kembali nilai-nilai dasar
lembaga donor itu sebenarnya hanya jargon saja? desentralisasi, yakni kesejahteraan publik.
Tentunya, hal ini membutuhkanbanyak studi lagi, Pengembangan desentralisasi yang bernilai
terutama tentang bagaimana impactnya di Indonesia. kesejahteraan tidak gampang, mengingat kuatnya
Seberapa sukses desentralisasi di Indonesia? tancapan patologi birokrasi yang menjadi napas
Mungkin jawaban yang terlintas pada saat ini adalah dominan implementasinya selama ini.
kita bisa mengukurnya terutama dengan Desentralisasi yang menyejahterkan hanya
melihatincome distribution antar daerah, bagaimana mungkin dikembangkan jika diawali dengan adanya
tingkat pendidikan -apakah sudah menjangkau transformasi pemikiran bahwa implementasi
sampai ke pelosok tanah air atau tidak, apakah desentralisasi lebih dari sekadar hak politik, tetapi
daerah terpencil sudah bisa merasakan nikmatnya juga kewajiban politik daerah atas ukuran
listrik dan air bersih, atau apakah kesehatan sudah kesejahteraan masyarakat. Artinya, ukuran untuk
menjangkau rata ke seluruh pelosok tanah air, mengaudit mutu desentralisasi harus dikembangkan
bagaimana efektivitas desentralisasi fiskal, dan lain- dalam dimensi pemerintahan yang bertanggung
lain dampak dari pelaksanaan desentralisasi. Karena jawab, sebagai ukuran bekerjanya rezim
inti dari desentralisasi adalah ‘internalising cost and desentralisasi yang menyejahterakan.
benefit’ untuk people, bagaimana mendekatkan Secara common sense, berbicara mengenai
pemerintahan kepada rakyatnya, itulah esensi yang desentralisasi, yang terbayang di kepala kita adalah
terpenting dari sebuah jargon ‘desentralisasi.’ berbicara mengenai bagaimana sumberdaya-
Jadi, banyak hal yang perlu dikaji dalam sumberdaya yang ada di pusat dan daerah dapat
pelaksanaan kebijakan desentralisai.Namun, ruang dialokasikan dengan baik, mewujudkan sebuah good
lingkup tulisan ini dibatasi hanya pada analisis governance, dan membuat kebijakan-kebijakan
pelaksanaan kebijakan desentralisasi di Indonesia daerah yang lebih tidak terpusat atau dengan kata
yang dikaitkan dengan eksistensi elit dan penguasa lain lebih demokratis. Namun, desentralisasi
lokal, kepentingan kekuasaan, pelayanan merupakan kajian utama dari neo-institusionalisme.
publik,kelembagaan, korupsi, dan fiskal. Seperti yang dijelaskan oleh Hadiz (2005),
bahwa neoinstitusionalisme merupakan aliran politik
HASIL DAN PEMBAHASAN pembangunan yang mendasarkan asumsi-asumsinya
pada teori ekonomi neoliberal.
Nilai-Nilai Dasar Desentralisasi Pertama, kenyataan tersebut tentu membuat
Desentralisasi hanya menjadi arena yang kita bertanya dan memeriksa ulang makna dan
nyaman bagi elit politik dan penguasa lokal. Karena, praktik dari desentralisasi yang selama ini masih juga
mereka bisa merestorasi kekuasaan politik dan diartikan sebagai suatu mekanisme penjalanan
meneguhkan penguasaan mereka atas sumber daya pemerintahan yang efektif, untuk mewujudkan good
sosial dan ekonomi. Desentralisasi telah governance, dan pemerintahan yang demokratis
menyediakan arena yang otonom bagi kelompok itu, (tidak hanya terpusat di nasional) tersebut, tanpa
sehingga menjadi struktur peluang bagi optimalisasi melihat persoalan kepentingan kekuasaan yang lebih
kepentingan dan keuntungan mereka (Mas`udi, besar yang ada di dalamnya.Penjelasan mengenai
2010), Oleh karena itu, tidak mengherankan jika desentralisasi seharusnya lebih dilihat pada persoalan
implementasi desentralisasi dalam 10 tahun terakhir kepentingan kekuasaan yang lebih besar yang ada di
didominasi oleh cerita sukses konsolidasi oligarki dalamnya. Dalam hal ini, sangat penting untuk
lokal, baik di arena politik, sosial maupun ekonomi. melihat desentralisasi kaitannya dengan struktur
Konsolidasi yang mengandung energi negatif kekuasaan yang terbentuk selama ini, pasca Orde
terhadap tujuan substansif desentralisasi, yakni Baru. Orde Baru mewariskan sebuah struktur
demokratisasi lokal dan pengembangan kekuasaan dalam politik Indonesia dimana
kesejahteraan. Desentralisasi mampu memuaskan perpolitikan Indonesia hingga saat ini masih dikuasai
hasrat politik elit lokal, baik yang berada di oleh elit-elit politik borjuasi (yang berasal dari Kelas
birokrasi, lembaga adat, lembaga keagamaan borjuis dan tentunya berjuang untuk kepentingan
maupun kaum politikus, tetapi masih jauh dari borjuis). Hal itu tentunya sangat terkait dengan
harapan untuk memenuhi hasrat kesejahteraan yang warisan buruk peninggalan Orde Baru lainnya, yaitu
menjadi mimpi bersama masyarakat. Kurangnya minimnya kekuasaan rakyat tertindas akibat
implikasi desentralisasi terhadap kesejahteraan bisa minimnya jumlah (baik secara kuantitas maupun
dilihat dari berbagai indikasi, di antaranya rendahnya kualitas) organisasi massa maupun politik berbasis
belanja langsung dalam struktur APBD, kegagalan rakyat tertindas (buruh, tani, nelayan, miskin kota),
formulasi masalah kesejahteraan lokal, kurangnya yang memang sengaja dibungkam selama Orde Baru,
inovasi untuk pembangunan kesejahteraan, dan dalam politik Indonesia saat ini.
adanya penurunan tingkat kesejahteraan lokal. Kedua, dapat kita lihat bahwa desentralisasi
Stigma negatif atas implementasi tidak lain hanyalah sebuah bentuk perluasan
desentralisasi dan otonomi tersebut harus dijawab kekuasaan dari struktur politik borjuasi yang selama

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


113 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 113
2015 : 111-130
Pemerintahan
ini memang menjadi struktur kekuasaan yang masih Kepala Wilayah: Gubernur, Bupati, Walikotamadya
bertahan sebagai warisan dari Orde Baru. Persoalan- (Walokota Administratif), Camat.
persoalan yang sering dimunculkan dalam Pejabat-pejabat ini menjalankan pemerintahan
desentralisasi seperti serangkaian pajak daerah akan umum (administrator generalist) seperti ketertiban
melemahkan investasi, pilihan kebijakan yang belum umum, koordinasi. Disamping itu ada pejabat Kepala
didasarkan pada pilihan rasional, good governance Instansi Vertikal yang berasal dari departemen
yang belum terwujud, dan lain-lain, tidak lain teknis. Pejabat-pejabat ini menjalankan pemerintahan
hanyalah merupakan bentuk pengaburan dari umum (administrator specialist) yakni memberikan
desentralisasi itu sendiri. Pengaburan bahwa public service kepada masyarakat sesuai dengan
desentralisasi adalah sebuah bentuk perluasan bidang yang menjadi tanggung jawab departemen
kekuasaan borjuasi yang predatoris, yang dibesarkan masing-masing. Apabila diacu pendapat A.F.
di bawah sistem patronase Soeharto yang begitu luas Leemans tentang penentuan batas-batas wilayah
dan terpusat - yang menjalar dari Istana sampai ke administrasi, maka dalam penyelenggaraan
desa-desa- dimana sebagian besar masih terus hidup dekonsentrasi di Indonesia menganut sistem
dan berpengaruh. integrated field administration (Hossien, 2000) atau
Ketiga, di samping pengaburan yang lain, apabila dikaitkan dengan tipologi pemerintahan
bahwa sebagai bagian dari kebijakan utama dalam daerah menurut Robert C. Fried, maka Indonesia
meoinstitsionaliasasi, desentralisasi ditujukan untuk menganut integrated prefectoral system (Hossein,
melancarkan kepentingan-kepentingan neoliberal 1978)
hingga ke tingkat daerah. Dengan kata lain, dapat Pada sisi lain, jika dikaitkan dengan
saya simpulkan dari bacaan ini adalah bahwa pembagian wilayah negara Republik Indonesia
desentralisasi merupakan sebuah gurita neoliberal berdasarkan asas desentralisasi, maka akan
dengan kaki-kaki kekuasaan yang menjalar hingga melahirkan Daerah Otonom yaitu kesatuan
ke daerah sampai saat ini. masyarakat yang mempunyai wewenang mengatur
Ada dua tema yang menjadi perhatian jika dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
membahas tentang pembagian kekuasaan antara menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
pusat dan daerah, yaitu dekonsentrasi dan masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
desentralisasi. Dekonsentrasi (sebagai penghalusan Indonesia (UU No 22/1999). Di Indonesia
dari sentralisasi) diselenggarakan untuk mewakili berdasarkan UU No 5/1974 dikenal dua tingkatan
kepentingan nasional. Desentralisasi diselenggarakan daerah otonom, yaitu Daerah Tingkat I (Dati I) dan
untuk mewakili kepentingan nasional. Desentralisasi daerah Tingkat II (Dati II).
diselenggarakan untuk mewakili kepentingan Namun menurut UU No 22/1999 tidak
masyarakat setempat (lokal) di daerah dalam dikenal sebutan/nomenklatur daerah Tingkat I dan
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah Tingkat II lagi mengingat Indonesia
Mengingat masyarakat tiap masyarakat lokal menganut integrated prefectoral system, maka batas-
memiliki keunikan masing-masing, dengan demikian batas wilayah administrasi berhimpit dengan wilayah
hanya cocok jika instrumen desentralisasi dari daerah otonomi (Fused Model menurut A.F.
diterapkan(Sulisih, 2002). Leemans). Demikian juga elemen jabatan
Dekonsentrasi diberikan pengertian sebagai diintegrasikan di tangan pejabat dari orang yang
pelimpahan wewenang (delegation of authority), sama. Seorang Kepalan Wilayah juga merangkap
desentralisasi sebagai penyerahan wewenang sebagai Kepala Daerah, dalam hal ini seorang kepala
(transfer of authority). Dalam dekonsentrasi
Wilayah lebih mengutamakan kepentingan
delegation of authority hanya menyangkut policy
pemerintahan pusat dari pada kepentingan
executing yakni melaksanakan kebijakan yang sudah
ditentukan dari pemerintah pusat. Sedangkan dalam masyarakat daerah.
desentralisasi transfer of authority termasuk Dari uraian tersebut, jika dekonsentrasi dan
didalamnya policy making dan policy executing, desentralisasi diperbandingkan maka terlihat masih
yakni berwenang membuat kebijakan sendiri dan kuatnya dominasi dekonsentrasi dari pada
sekaligus melaksanakannya. desentralisasi. Struktur hirarkhi wilayah administrasi
Jika dikaitkan dengan pembagian wilayah yang lebih banyak dibandingkan dengan susunan
negara Republik Indonesia, maka dekonsentrasi akan daerah otonom. Akan menimbulkan birokratisasi
melahirkan wilayah administrasi atau B.C. Smith yang melemahkan sendi-sendi demokrasi (Hoessein,
disebut Field Administration. Yaitu propinsi 2000) yang hendak dikembangkan dalam
kabupaten/kota, kota administratif (sudah tidak penyelenggaraan desentralisasi.
dikenal berdasarkan UU No 22/1999), kecamatan. Pemberian otonomi daerah sebagai
Pejabat-pejabat pusat didaerah yang menerima perwujudan dari desentralisasi pada hakikatnya
pelimpahan wewenang dalam yurisdikasi wilayah memberikan kewenangan kepada daerah untuk
administrasi disebut Field Administrator. Ada dua mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
tipe pejabat, yaitu pejabat pejabat yang disebut setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat (UU No 22/1999). Dengan
otonomi sesungguhnya daerah diberikan kebebasan

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


114 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 114
2015 : 111-130
Pemerintahan
untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang Namun kedua istilah tersebut mengacu pada council
terbaik bagi masyarakatnya. Dengan otonomi (DPRD) dan major (KDH) yang rekruitment
diharapkan akan tercipta masyarakat yang tumbuh pejabatnya atas dasar pemilihan; (2) Local
atas dasar inisiatif/prakarsa sendiri, sehingga akan government berarti pemerintahan lokal yang
melahirkan masyarakat yang kreatif – inovatif tanpa dilakukan oleh pemerintahan lokal (mengacu pada
ada kekangan dari pemerintah pusat. fungsi); dan (3) Local government berarti daerah
Desentralisai merupakan keharusan dan otonom.
kebutuhan setiap masyarakat apapun bentuk dan Local government memiliki otonomi (lokal),
ideologi negaranya. Praktek penyelenggaraan dalam arti self governmet. Di Indonesia istilah local
sentralisasi yang berlebihan terbukti menimbulkan government berarti pemrintah daerah yang memiliki
kekecewaan dan ketidakpuasan warga masyarakat otonomi daerah. Pemerintah daerah diselenggarakan
terhadap pemerintahannya. Desentralisasi sangat oleh Kepala Daerah (KDH) selaku penyelenggara
didambakan/disukai, dan karenanya memiliki nilai pemerintahan tertinggi. Bersama dengan Dewan
(value) baik sedangkan sentralisasi bernilai buruk Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) KDH
sehingga cenderung ditolak. Desentralisasi menurut melaksanakan fungsi policy making dan sekaligus
berbagai pakar memiliki segi positif, diantaranya : melakukan fungsi policy execuring dengan
secara ekonomi, meningkatkan efisiensi dalam menggunakan instrumen perangkat birokrasi lokal
penyediaan jasa dan barang publik yang dibutuhkan (local burcaucracy).
masyarakat setempat, megurangi biaya, Desentralisasi pelayanan publik di Indonesia
meningkatkan output dan lebih efektif dalam masih belum sepenuhnya berkarakter. Pelayanan
penggunaan sumber daya manusia. Secara politis, dalam hal yang menyangkut public services
desentralisasi dianggap memprkuat akuntabilitas, dilaksanakan oleh dinas-dinas daerah, BUMD
political skills dan integrasi nasional. Desentralisasi (Badan Usaha Milik Daerah). Public services
lebih mendekatkan pemerintah dengan (pelayanan publik) harus memiliki karakteristik
masyarakatnya, memberikan/menyediakan layanan sebagaimana dikemukakan oleh Olive Holtham
lebih baik, mengembangkan kebebasan, persamaan adalah: Generally cannot choose customer; Roles
dan kesejahteraan (Smith, 1985). limited by legislation; Politics institutionalizes
conflict; Complex accountability; Very open to
Desentralisasi dan Pelayanan Publik security; Oction must be justified; and Objectives-
Desentralisasi/otonomi adalah persoalan yang outputs difficult to state /measure (Willcocks dan
menyangkut hak asasi manusia, oleh karena dalam Harraw, 1992)
desentralisasi/otonomi individu diberikan kebebasan Dengan karakteristik tersebut, pelayanan
untuk berpikir dan bertindak atas dasar aspirasi publik memerlukan organisasi yang berbeda dengan
masing-masing, tiap individu dipenuhi kebutuhan organisasi yang dapat memilih konsumennya secara
hidupnya dengan cara dan kualitas yang terbaik, selektif. Setiap terjadi kenaikan harga atas suatu
berpartisipasi dalam kehidupan sosial, ekonomi dan public services harus dibicarakan atau harus
politik, dengan tidak ada kontrol langsung dari mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak
pemerintah pusat. legislatif (Nurmadi, 1999). Terdapat jenis public
Dalam era otonomi daerah, dituntu peranan service seperti penyediaan air bersih, listrik,
pemerintah daerah untuk memberikan kesejahteraan infrastruktur dan sebagainya tidak sepenuhnya dapat
kepada masyarakat daerahnya dengan penyediaan diserahkan berdasarkan mekanisme pasar pasar.
public services yang sangat dibutuhkan. Pergeseran Ada kelompok masyarakat yang tidak dapat
paradigma dari good government menuju good menikmati public service tertentu (ini berkaitan
governance (local governance), akan melibatkan dengan aspek pemerataan), jika ditangani oleh sistem
hubungan antara pemerintah daerah dengan pasar/privat. Gejala ini disebut kegagalan pasar
masyarakatnya dalam kegiatan/urusan urusan (market failure). Salah satu bentuk intervensi
pemerintahan. Dalam good governance harus ada pemerintah adalah dengan penyediaan barang-barang
keseimbangan antara publik, privat dan publik (public goods). Public goods dicirikan oleh
sosial/masyarakat. Dengan demikian dua karakteristik yaitu (1) “non-exludability” dan (2)
desentralisasi/otonomi tidak hanya berupa non-rivalry consumption”.
penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada Karakteristik non-excludability barang publik
pemerintah daerah, tetapi juga penyerahan diartikan bahwa orang-orang yang membayar agar
wewenang kepada masyarakat (Kristiadi, 1994). dapat mengkonsumsi barang itu tidak dapat
Berkaitan dengan ini, bagaimana posisi dipisahkan dari orang-orang yang tidak membayar
pemerintah daerah dalam penyediaan public services tetapi dapat mengkonsumsinya juga. Sedangkan
yang melibatkan partisipasi privat dan masyarakat. karakteristik non rivalry consumption diartikan
Desentralisasi melahirkan local government. Konsep bahwa bila seseorang mengkonsumsi barang itu,
local governmentdapat mengandung tiga arti: (1) orang lainpun mempunyai kesempatan
Penggunaan istilah local government sering kali mengkonsumsinya pula.
saling dipertukarkan dengan istilah local authority.

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


115 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 115
2015 : 111-130
Pemerintahan
Oleh karena pihak swasta tidak bersedia “menjadikan privat”, mengalihkan kontrol dan
menghasilkan barang publik (murni), maka kepemilikan dari publik ke privat. Namun istilah ini
pemerintahanlah yang harus menyediakannya agar telah mendapatkan pengertian yang lebih laus ;
kesejahteraan seluruh masyarakat dapat ditingkatkan istilah privatisasi melambangkan suatu cara baru
(Arsjad, dkk, 1992). Intervensi pemerintah akan dalam memperhatikan kebutuhan masyarakat dan
lebih menonjol dilakukan oleh pemerintah daerah pemikiran kembali mengenai peranan pemerintah
yang bercirikan pedesaan (rural). Ini disebabkan dalam : memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini berarti
tuntutan masyarakat di perkotaan lebih mendesak memberikan kewenangan yang lebih besar pada
daripada di pedesaan. Kenyataan yang tidak institusi masyarakat dan mengurangi kewenangan
dihindari adalah terjadinya pergeseran barang/jasa pemerintah dalam merumuskan kebutuhan
privat berubah menjadi barang/jasa publik (dan masyarakat.
sebaliknya), misal pemadam kebakaran. Dengan demikian privatisasi merupakan
Di pedesaan pemadam kebakaran bersifat tindakan mengurangi peran pemerintah atau
barang/jasa privat sehingga tidak diperlukan Dinas meningkatkan peran sektor privat dalam aktivitas
Pemadam Kebakaran, tetapi di Perkotaan berubah atau kepemilikan asset publik. (Savas, 1986). E.S.
menjadi barang/jasa publik. Konsekuensinya adalah Savas mengajukan beberapa bentuk/model
bila semakin banyak barang/jasa privat yang tidak penyediaan barang dan jasa yang menghubungkan
dapat dihindari berubah sifat menjadi barang /jasa antara konsumen, produsen dengan pengatur.
publik, maka beban pemrintah akan semakin tinggi. Dengan demikian dalam penyediaan/pelayanan
Hal ini sering dikatakan sebagai fenomena barang dan jasa terdapat 3 partisipasi/pihak/aktor
government growth (Sudarsono H, 1997). utama yang terlibat yaitu: konsumen (service
Pertumbuhan beban pemerintah ini akan consumer), produsen (service producer), dan
semakin berkebihan bukan hanya karena berubahnya pengatur (service arranger or service provider).
barang privat menjadi barang publik saja, tetapi Wujud ketidaksuksesan desentralisasi dan
terurtama juga jika pemerintah tidak secara selektif otonomi daerah telah menunjuk pada ketidakpastian
menentukan batas-batas pekerjaannya. Adakalanya aturan main (rules of the game). Hal ini akhirnya
barang/jasa yang sebenarnya bercirikan barang/jasa berdampak pada biaya ekonomi tinggi (high cost
privat masih di produksi atau subsidi oleh economy) untuk penyediaan layanan publik dan
pemerintah kecenderungan munculnya beban pembangunan ekonomi daerah. Sejumlah studi di
tambahan pemerintah yang tidak dapat dihindari, negara maju dan berkembang menunjukkan
maka efisiensi, efektifitas dan akuntubulitas berlakunya undang-undang desentralisasi dan
penyelenggaraan pemerintahan dengan sendirinya otonomi daerah telah mendorong pelaksanaan
semakin menjadi kebutuhan. Itulah sebabnya di akuntabilitas secara horizontal.
banyak negara dikembangkan paradigma reinventing Meski begitu, kondisi ini juga membuka
government (Sudarsoono H, 1997) . peluang terjadinya saluran (channels) baru bagi
Dalam penyediaan public services oleh praktik penyalahgunaan kekuasaan, seperti korupsi,
pemerintah, tidak tertutup kemungkinan terjadinya kolusi, nepotisme, politik uang (money politic), lobi-
government failure. Dalam hal ini intervensi sektor lobi (lobbying), suap (bribery) atau gratifikasi. Selain
privat dapat dimungkinkan. Beberapa alasan itu, salah satu risiko pemberlakuan dari sistem ini
keterlibatan sektor privat/swasta dalam pelayanan memungkinkan terjadinya kontrol penuh oleh elit
publik: (1) meningkatkanya penduduk di perkotaan daerah (Wihana, 2010).
sementara sumber keuangan pemerintah terbatas, (2)
pelayanan yang diberikan sektor privat/swasta Ekses-Ekses Desentralisasi
dianggap lebih efisien, (3) banyak bidang pelayanan Beberapa peneliti berpendapat bahwa
(antara lain penyehatan lingkungan dan ketidaksuksesan kebijakan desentralisasi dan
persampahan) idak ditangani pemerintah sehingga otonomi daerah disebabkan desain kelembagaan
sektor privat/swasta dapat memenuhi kebutuhan (institutions design) yang dibangun tidak efisien.
yang belum tertangani tanpa mengambil alih Inefisiensi kelembagaan ini disinyalir menjadi
tanggung jawab pemerintah, dan (4) akan terjadi penyebab mendasar terjadinya stagnasi ekonomi di
persaingan dan mendorong pendekatan yang bersifat beberapa negara berkembang dan negara industri
kewiraswastaan dalam pembangunan nasional. masa lalu. Runtuhnya ekonomi Uni Sovyet, Asia
(Susilo dan Taylor , 1995). Tengah, dan Eropa, Timur Tengah, Amerika Latin
Prinsip-prinsip yang tertuang dalam serta Kepulauan Karibia menjadi bukti hal ini.
reinventing government, terutama prinsip catalytic Lantas bagaimana dengan Indonesia?
government: steering rather than rowing (Osborne Menurut Wihana (2010), kebijakan desentralisasi
dan Gaebler, 1992), mengisyaratkan perlunya dan otonomi daerah yang dimulai tahun 1974 hingga
dikembangkan privatisasi (debirokrasasi) atau 2010 menjadi fenomena laboratorium penelitian
public-private partnership. ekonomi kelembagaan yang sangat dinamis,
Istilah privatisasi pertama kali muncul dalam menarik, dan menantang untuk diteliti. Kebijakan
kamus 1983 dan didefinisikan secara sempit sebagai desentralisasi dan otonomi daerah tidak hanya telah

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


116 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 116
2015 : 111-130
Pemerintahan
mengubah aturan main yang sangat drastis (big bang dilakukan reorientasi terhadap penerapan sistem
changes), tetapi juga mengubah organisasi, perilaku desentralisasi sektor kehutanan baik pusat maupun
pelaku, dan sumberdaya manusia. Perubahan daerah, termasuk efisiensi kelembagaannya. Dalam
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah berupa hal ini dalam menerapkan desentralisasi secara benar
perubahan pemerintahan yang dahulunya perlu kembali ke khittah (landasan berpijak)-nya
pemerintahan sangat otoriter menjadi sangat yaitu mewujudkan hutan lestari dan rakyat sejahtera
demokratik. Bentuk pemerintah yang dahulu sangat yang didasarkan pada kelembagaan yang efisien.
sentralistik berubah menuju desentralistik. Namun Bisa dikatakan bahwa desentralisasi korupsi
sayang, aturan-aturan ini belum diikuti perubahan melalui otonomi daerah Conroh kasus, setelah
tata kelola (governance) yang baik. Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, resmi
Sebelas tahun terakhir, penyelenggaraan menjadi tersangka korupsi pembelian genset senilai
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Rp 30 miliar, lalu giliran Gubernur Sumatera Barat
Indonesia telah menghasilkan sisi positif dan negatif. Zainal Bakar resmi sebagai tersangka kasus korupsi
Di samping meningkatkan transparansi informasi, anggaran dewan dalam APBD 2002 sebesar Rp 6,4
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah miliar, oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Dua
memunculkan peluang dominasi kontrol oleh elit kasus korupsi menyangkut gubernur ini, masih
lokal, yang pada akhirnya menghasilkan informasi ditambah hujan kasus korupsi yang menyangkut
yang tidak utuh (asymmetric information). Pada puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
gilirannya, ini pun berdampak pada inefisiensi di berbagai wilayah di Indonesia, dengan modus
kelembagaan (institution inefficiency). mirip: menyelewengkan APBD.
Lemahnya pengawasan dan penegakan Kasus-kasus tersebut dinilai peneliti The
kelembagaan (lack of enforcement) menjadi hal yang Habibie Center (Chaniago, 2009) merupakan salah
krusial dalam hubungan pelaku desentralisasi dan satu akibat meningkatnya kekuasaan legislatif
otonomi daerah. Perubahan kelembagaan maupun eksekutif di daerah. Hal itu dimungkinkan
desentralisasi dan otonomi daerah telah karena dalam UU No.32/2004 tentang pemerintah
mengakibatkan ketidakjelasan siapa yang menjadi daerah, dewan memiliki hak besar untuk mengatur
pemberi kewenangan (principal) dan siapa yang anggaran. Tapi, undang-undang tersebut tidak
diberi kewenangan atau yang mewakili (agent). mengatur mekanisme pertanggungjawaban yang
Karena sering kali terjadi ketidakharmonisan transparan kepada publik. Tidak heran jika
kelembagaan, serta menciptakan kemacetan wewenang yang besar itu justru melahirkan
(bottleneck) bagi terselenggaranya tata kelola yang penyimpangan, yaitu mengalirkan dana negara ke
baik. kantong pribadi. Dan lebih parahnya, upaya
Kajian lain dapat pula dikaitkan dengan memperkaya diri itu dilakukan secara massal. Jadi,
dampak desentralisasi dalam sektor kehutanan. berat di hak, lemah di kewajiban.
Desentralisasi pada dasarnya merupakan Tidak ada ketidak jelasan akuntabilitas kepala
konsekuensi dari semakin tingginya tuntutan daerah terhadap masyarakat setempat, yang membuat
perubahan (reformasi) di birokrasi dan keadilan yang bentuk-bentuk tanggung jawab kepala daerah ke
merata di masyarakat. Di sektor kehutanan, publik pun menjadi belum jelas. Karena posisi
desentralisasi menjadi ajang rebutan hak dan masyarakat dalam proses penegakan prinsip
wewenang terhadap hasil hutan kayu dari hutan akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah,
alam, belum terlihat dalam bentuk rebutan tanggung belum jelas, publik tidak pernah tahu bagaimana
jawab menjaga kelestarian hutan antara Pemerintah kinerja birokrasi di daerah. Semua itu terungkap
dengan Pemerintah Daerah. Dalam dalam penelitian Chaniago.
perkembangannya, desentralisasi sudah menjadi Meminjam istilah Masduki (2008),
salah kaprah bagi masing-masing pihak yang Koordinator Indonesia Corruption Watch , korupsi di
menonjolkan arogansi kekuasaan (Wibowo, 2011). tingkat daerah merupakan bentuk kerjasama yang
Hasil kajian oleh Centre For International manis antara kekuasaan politik di daerah, dengan
Forestry Research (CIFOR) tahun 2003 kelompok kepentingan tertentu, sehingga
menunjukkan bahwa desentralisasi sektor kehutanan menghasilkan koruptor-koruptor daerah yang
di wilayah potensial seperti Propinsi Riau dan diktaktor. Ini merupakan corruption by design,
Kalimantan Timur seperti : Kutai Barat, Malinau, karena 75 persen Perda yang lahir untuk
Kotawaringin Timur, Kapuas dan Barito telah meningkatkan pendapatan asli daerah, malah sarat
semakin meningkatkan kegiatan illegal logging korupsi. Untuk itu Chaniago mengusulkan, selain
(pencurian kayu), munculnya aktor-aktor baru yang dicantumkan prosedur administrasi dalam
saling membekingi satu sama lain dan meningkatnya pertanggung jawaban anggota Dewan, juga perlu ada
nafsu Pemda untuk meningkatkan Pendapatan Asli prosedur politik yang melibatkan masyarakat dalam
Daerah (PAD). Bahkan di Kota Waringin terjadi mengawasi proyeksi dan pelaksanaan APBD.
penetapan pungutan atas pengangkutan kayu illegal, Misalnya, dengan adanya rapat terbuka atau laporan
dengan istilah lain disebut pelegalan kayu-kayu rutin ke masyarakat melalui media massa.
illegal. Melihat kecenderungan diatas, perlu Berikut ini beberapa modus korupsi di daerah:

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


117 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 117
2015 : 111-130
Pemerintahan
1. Korupsi Pengadaan Barang dengan modus: (a) 16. Pembayaran fiktif uang lauk pauk Pegawai
Penggelembungan (mark up) nilai barang dan Negeri sipil, prajurit, tahanan dan lain-lain
jasa dari harga pasar, dan (b) Kolusi dengan dengan modus: (a) Alokasi fiktif uang lauk pauk
kontraktor dalam proses tender. Pegawai Negeri Sipil, prajurit tahanan dalam
2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara catatan resmi seperti APBD, dan (b)
(tanah) dengan modus: (a) Memboyong Menggunakan kuitansi fiktif.
inventaris kantor untuk kepentingan pribadi, dan 17. Pungli Perizinan; IMB, sertifikat SIUPP, besuk
(b) Menjual inventaris kantor untuk kepentingan tahanan, ijin tinggal, ijin TKI, ijin frekuensi,
pribadi. impor ekspor, pendirian apotik, RS, klinik,
3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, Delivery Order pembelian sembilan bahan pokok
keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan agen dan distributor dengan modus: (a)
sebagainya dengan modus memungut biaya Memungut biaya tak resmi kepada anggota
tambahan di luar ketentuan resmi. masyarakat yang mengurus perijinan, (b) Mark
4. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi up biaya pengurusan ijin, dan (c) Kolusi dengan
(sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo) pengusaha yang mengurus ijin.
dengan modus: (a) Pemotongan dana bantuan 18. Pungli kependudukan dan Imigrasi dengan
sosial, dan (b) Biasanya dilakukan secara modus: (a) Memungut biaya tidak resmi kepada
bertingkat (setiap meja). anggota masyarakat yang mengurus perijinan, (b)
5. Bantuan fiktif dengan modus: membuat surat Mark up biaya pengurusan ijin, dan (c) Kolusi
permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari dengan pengusaha yang mengurus ijin.
pemerintah ke pihak luar. 19. Manipulasi Proyek Pengembangan Ekonomi
6. Penyelewengan dana proyek dengan modus: (a) Rakyat dengan modus penyerahan dalam bentuk
Mengambil dana proyek pemerintah di luar uang.
ketentuan resmi, dan (b) Memotong dana proyek 20. Korupsi waktu kerja dengan modus: (a)
tanpa sepengtahuan orang lain. Meninggalkan pekerjaan, (b) Melayani calo yang
7. Proyek fiktif fisik dengan modus dana memberi uang tambahan, dan (c) Menunda
dialokasikan dalam laporan resmi, tetapi secara pelayanan umum.
fisik proyek itu nihil. Desentralisasi yang diberlakukan sejak 1
8. Manipulasi hasil penerimaan penjualan, Januari 2001, idealnya membuat manajemen daerah
penerimaan pajak, retribusi dan iuran dengan bisa berkembang baik; partisipasi masyarakat bisa
modus” (a) Jumlah riil penerimaan penjualan, lebih tinggi karena dekat dengan kekuasaan.
pajak tidak dilaporkan, dan (b) Penetapan target Desentralisasi menghasilkan pemerintah lokal (local
penerimaan pajak lebih rendah dari penerimaan government) sebagai "a ‘superior’ government
riil. assigns responsibility aouthority or function to
9. Manipulasi proyek-proyek fisik (jalan, jembatan, ‘lower’ government unit that is assumed to have
bangunan, kantor, sekolah, asrama) dengan some degree of authority” (Harry Friedman 1988).
modus: (a) Mark up nilai proyek, dan (b) Di pemerintahan lokal atau daerah, ada dua
Pungutan komisi tidak resmi terhadap kontraktor. komponen yang penting yakni Bupati (atau walikota)
10. Daftar Gaji atau honor fiktif dengan modus dan DPRD. Kedua otoritas ini mempunyai mandat
pembuatan pekerjaan fiktif. untuk menentukan hitam putihnya daerah tersebut.
11. Manipulasi dana pemeliharaan dan renovasi fisik Tindakan mereka pula yang menentukan apakah
dengan modus (a)Pemotongan dana publik (baca: masyarakat) memandang keputusan-
pemeliharaan, dan (b) Mark up dana keputusan yang diambil pemerintah daerah itu
pemeliharaan dan renovasi fisik mencerminkan aspirasi masyarakat atau tidak.
12. Pemotongan dana bantuan (inpres, banpres) Perlu digarisbawahi dan tekankan bahwa
dengan modus pemotongan langsung atau tidak fungsi penyerapan aspirasi publik dengan
langsung oleh pegawai atau pejabat berwenang. desentralisasi tidak selalu ekuivalen (sama) dengan
13. Proyek pengembangan Sumber Daya Manusia demokrasi. Sebuah pemerintahan bisa demokratis
(SDM) secara fiktif (tidak ada proyek atau dan sentralisitis; bisa juga desentralistis tapi tidak
intensitas) dengan modus tidak ada proyek atau demokratis. Sistem Uni Sovyet adalah desentralistis
intensitas yang tidak sesuai laporan. Misalnya tetapi ia sama sekali bukan negara demokrasi.
kegiatan dua hari dilaporkan empat hari. Sebaliknya di Inggris, pada masa Margareth
14. Manupulasi ganti rugi tanah dan bangunan Thatcher adalah pemerintahan yang sentralistis tetapi
dengan modus pegawai atau pejabat pemerintah demokrasi. Secara umum desentralisasi memang
yang berwenang tidak memberikan harga ganti sering berjalan seiring dengan demokratisasi.
rugi secara wajar atau yang disediakan. Mengapa? Logikanya masuk akal: ketika ada transfer
15. Manipulasi biaya sewa fasilitas dan transportasi otoritas dari pusat ke daerah, maka arena politik
dengan modus panipulasi biaya penyewaan daerah jadi punya gigi; muncul keterlibatan publik
fasilitas pemerintah kepada pihak luar dalam proses pengambilan keputusan. Otoritas yang
saya sebutkan disini biasanya mencakup tiga hal

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


118 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 118
2015 : 111-130
Pemerintahan
yakni otoritas politik, otoritas fiskal, dan otoritas (sikap memandang etnis sendiri sebagai superior),
administratif. Tersedianya hal-hal penting ini, layak isu putra daerah dan lain sebagainya. Saya tidak akan
jika proses ini disebut proses demokratisasi. mengkaji masalah-masalah ini satu-persatu, karena
Kemudian, meskipun desentralisasi berarti fokus tulisan ini bukan pada masalah ini. Biarkan
transfer otoritas kepada pemerintah lokal, kita harus isu-isu ini terbuka untuk dibicarakan antara publik
dengan cermat menganalisis hal-hal yang tidak baik dan pemerintah. Itulah gunanya transfer otoritas oleh
dan menyimpang (ekses) dari praktek-praktek pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
desentralisasi itu sendiri. Tujuannya agar publik Selanjutnya, desentralisasi membuat
tidak disuguhi dengan pemahaman yang keliru manajemen daerah bisa berkembang lebih baik.
tentang desentralisasi, yang pada akhirnya hanya Artinya, ruang gerak pemerintah daerah untuk
menjadi sebuah retorika politik, sebagai mimpi indah melihat, memahami dan mengakomodir kepentingan-
penghias tidur. kepentingan publik semakin besar. Namun,
Ekses-ekses (penyimpangan) desentralisasi desentralisasi juga memunculkan korupsi yang
yang saya maksudkan disini ada dua hal, pertama, konon makin masif. Benarkah demikian? Terlalu
otonomi daerah diberlakukan di tengah krisis prematur untukmenyimpulkan kebenaran hipotesa
ekonomi yang amat parah. Daerah otonom (dugaan) ini. Kita perlu mengkaji secara objektif
memerlukan sumber dana yang besar untuk hipotesa ini agar tidak terjebak pada sikap
membiayai berbagai keperluan sendiri, padahal negativisme (sikap negatif melulu).
pertumbuhan ekonomi sangat kecil, investasi amat Wacana ini telah, sedang dan terus menjadi
sulit diperoleh, dan sumber-sumber yang polemik (perdebatan) di kalangan publik. Polemik ini
menghasilkan uang sangat terbatas. Oleh karena itu, sekaligus menjadi mimpi buruk penambah lapar
tidak heran jika banyak Kabupaten dan Kota yang disaat perut publik semakin lapar. Tidak heran jika
menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan publikpun “terbius” dengan wacana ini. Mereka
pendapatan asli daerah (PAD). Kedua, otonomi hanya mendengar dan menyaksikan tanpa bisa
daerah diberlakukan di tengah-tengah euphoria berbuat apa-apa. Kondisi ini menurut Nugroho
masyarakat, yakni semangat dan rasa percaya diri (2005) menjadi penghancur kemampuan ekonomi
yang tinggi bahwa masyarakat yang seringkali suatu masyarakat. Korupsi, lanjut beliau membuat
bersifat kekerasan dan melewati batas-batas setiap pengusaha untuk menjadi pengusaha yang
kewajaran, seperti pembakaran kantor polisi “kaya dengan cepat”, dengan cara menjadi
setempat, pengrusakan dan pembakaran kantor pengusaha “fasilitas” atau berbisnis dengan fasilitas.
DPRD dan Pemerintah Daerah, dll. Suasana Untuk menjernihkan polemik dan silang
kejiwaan seperti ini diwarnai oleh rasa kebebasan pendapat serta tuduh-menuduh ini, saya akan coba
yang besar sehingga otonomi daerah diberlakukan di mengkaji secara objektif, bagaimana korupsi itu
tengah-tengah kekacauan dan ketidakpastian hukum. begitu membudaya dalam lingkup pemerintah dan
Pengaruh lain yang dicurigai akan timbul di Sumba Timur secara keseluruhan, yang katanya
tengah pasang surut polemik pelaksanaan otonomi Sumba Timur menjadi daerah atau kota terkorup di
daerah ialah separatisme (gerakan memisahkan diri NTT. Saya akan menyajikan 4 indikator penting,
dari pemerintah pusat atau NKRI). Biasanya yang menjadi motor penggerak sekaligus peluang
separtisme terjadi kalau ada agama atau etnik yang untuk mengurangi praktek korupsi itu sendiri.
sangat kuat. Kita di Sumba, patut bersyukur, Pertama, korupsi terkait dengan masyarakat,
sekalipun boleh dikatakan Kristen Protestan sebagai terutama di tingkat dua (DATI II). Peran masyarakat
agama mayoritas, kita tidak memiliki tendensi ke yang mentolerir praktek korupsi, akan berbanding
arah disintegrasi. Tapi jangan bangga dulu untuk itu, lurus dengan potensi tingginya pejabat yang korup.
kemungkinan saja kita tidak bersikap separatis Sederhananya begini, jika tingkat toleransi
karena beberapa faktor, pertama: SDA dan SDM kita masyarakat terhadap korupsi itu tinggi, potensi bagi
masih tergolong rendah; kedua, tidak ada tekanan munculnya pejabat dan atau petugas yang koruppun
politis dan militer dari pusat; dan ketiga, dalam tinggi. Survey yang pernah dilakukan oleh Anies
batas-batas tertentu kita masih menghargai pluralitas Baswedan (tahun 2004), dkk di 177 kabupaten
umat beragama. Kalau saja, kita memiliki SDA dan dengan total responden 6700 orang, menunjukkan
SDM yang potensial, ada tekanan militer dan politis bahwa 13% atau sekitar 871 responden melihat
yang kuat, serta konflik agama yang pelik bahkan bahwa praktek korupsi, uang sogok, permintaan uang
berujung pada pertumpahan darah, saya tidak terlalu ekstra, dll tidak bisa diterima dan harus ditolak.
menjamin bahwa tendensi untuk melakukan Selebihnya 87% atau sekitar 5829 responden, toleran
distegrasi melalui gerakan-gerakan separatis itu tidak dengan praktek itu, dengan berpikiran “daripada
ada. Kalau kita cermati, Ambon melalui RMS, Aceh repot-repot”. Sehingga bisa disimpulkan bahwa
melalui GAM dan Papua melalui OPM merupakan toleransi masyarakat terhadap praktek semacam itu
fakta dari apa yang saya jelaskan di atas. tergolong sangat tinggi. Perlu saya tandaskan bahwa
Masih banyak praktik-praktik lain yang perlu toleran bukan berarti mendukung. Toleransi sama
juga disebutkan disini, seperti; isu konflik horisontal, sekali berbeda dan harus dipisahkan dari kata
pengangguran yang terus meningkat, etnosentrisme mendukung.

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


119 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 119
2015 : 111-130
Pemerintahan
Kedua, Pilkada langsung merupakan titik suatu rencana, mereka bukan bertolak dari
balik (turning point) yang harus diperhatikan dalam pertanyaan apakah kebijakan itu baik atau buruk
memberantas korupsi. Logikanya begini. Di untuk publik. Mereka mengatakan baik-buruk itu
masyarakat, muncul keresahan karena banyaknya hanya secara resmi, hanya di depan publik. Para
ekstra, mulai pengurusan KTP sampai izin kerja. Dan pemimpin, memang tidak mau mengakuinya jika
hal itu, di banyak tempat, menjadi agenda-agenda saya mengungkapkan seperti ini. Nah, bayangkan
bupati-bupati baru. Jadi, pengalihan mandat orang yang tumbuh dalam birokrasi, yang tahu
(otoritas) dari DPR ke rakyat, mengubah perilaku proses lika-liku korupsi, yang tahu persis kekuatan
eksekutif di tingkat daerah. Dengan adanya agenda dan kelemahan tiap-tiap komponen, maka setelah
direct services, pelayanan langsung kepada publik, sampai di puncak kepemimpinan, keberanian untuk
yang biayanya aneh-aneh akan dipangkas karena hal melakukan A,B,C, dan D lebih minim dibandingkan
itu langsung meresahkan publik. Soal tender-tender orang tahunya sedikit-sedikit. jadi disini ada
proyek mungkin belum masuk agenda sekarang, semacam "berkat ketidaktahuan" bagi aktor-aktor
karena hal itu merupakan bagian dari balas jasa atas nonpemerintah.
investasi para pendukung kandidat.Ketika saya Jadi, berita tentang maraknya kasus
menulis inipun, saya agak pesemis mengeinai point penyimpangan anggaran penerimaan dan belanja
kedua ini. Yang saya pikirkan begini, ”biasanya daerah (APBD) yang banyak menjerat kepala daerah
pemberantasan korupsi itu dilakukan oleh orang- telah menyentak kesadaran kita semua dan mengusik
orang yang bermulut dan jangan sampai, orang-orang rasa keadilan masyarakat. Bagaimana tidak, hampir
yang bermulut itu juga yang melakukan korupsi”. semua provinsi di negeri ini tersandera kasus korupsi
Saya harus menyakinkan dirinya saya sendiri agar karena ada saja kepala daerah yang saat ini berstatus
tidak terlalu pesimis dan pada akhirnya pragmatis tersangka atau terdakwa. Fakta ini tentu sangat
dengan keadaan, tetapi saya melihat ada sedikit mengkhawatirkan dalam tata kelola pemerintahan
pencerahan dari desentralisasi ini. Mungkin pada kita. Indonesia Corruption Watch (ICW) bahkan
fase administratif, kurang mengubah situasi, mencatat bahwa pada 2010 kasus korupsi atas
desentralisasi pada fase politik melahirkan devolusi, keuangan daerah menempati urutan pertama dari tren
artinya orang yang berkuasa di tingkat lokal dipilih korupsi di Indonesia.
dan pertanggungjawabannya dilakukan ditingkat Tak tanggung-tanggung, aktor utamanya
lokal pula. Dengan demikian, keresahan-keresahan adalah para kepala daerah dan mantan kepala daerah.
publik ditanggapi secara lebih cepat. Sementara tahun sebelumnya, 2009, tren korupsi
Ketiga, jarak antara publik dan koruptor juga didominasi anggota DPRD. Modus korupsi lewat
merupakan faktor yang penting. Jika korupsi penyalahgunaan anggaran daerah (APBD) yang
dilakukan di Jakarta, serusak-rusaknya nama menempati posisi teratas tersebut membenarkan
pelakunya, pasti lingkungan tetangganya masuk ke pernyataan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
dalam 87% yang toleran, karena tetangganya belum Dalam rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah
tentu kenal pelakunya. Tapi di daerah, begitu terjadi beberapa waktu lalu,Mendagri menuturkan bahwa
korupsi lingkungan sekitar akan memberikan tekanan saat ini ada 155 kepala daerah yang tersangkut
yang sangat besar. Ini nyata, bukan ilusi atau sekedar masalah hukum, dan 17 orang di antaranya gubernur.
ilustrasi. Di India, hal seperti itu pernah terjadi, Pertanyaannya kemudian: mengapa otonomi
misalnya dalam kasus Karnataka, pejabat yang korup daerah justru menyuburkan korupsi-korupsi di
ini tertekan—bukan hanya dirinya sendiri tetapi juga daerah di tengah upaya mewujudkan desentralisasi
keluarganya. Jadi, ada kasus-kasus yang yang berkualitas dan tata kelola pemerintahan yang
membuktikan bahwa dalam jangka menengah pun baik? Pertanyaan gugatan ini layak kita ajukan
tekanan terhadap koruptor ditingkat daerah pasti bersama karena dalam otonomi daerah, anggaran
lebih tinggi. Terakhir, desentralisasi juga daerah menjadi pintu yang paling mungkin bagi
memunculkan aktor-aktor nonpemerintah seperti setiap wilayah untuk mendinamisasi kegiatan
LSM, pengusaha atau profesi lain. Terjunnya mereka pembangunan daerah melalui alokasi anggaran yang
ke ranah kepemimpinan daerah dengan beban yang tepat.
lebih ringan dibandingkan kalangan birokrasi atau Tentu kita sepenuhnya menyadari bahwa
partai-partai politik. Disini saya melihat suatu desentralisasi memang tidak lantas seperti
perubahan bukan saja institusi tetapi juga komponen “agunan”yang otomatis mampu menggaransi
pengisi institusi itu. Saya optimis bahwa terjunnya keberhasilan karena di dalamnya juga mensyaratkan
aktor-aktor nonpemerintah sebagai hal yang sangat banyak hal agar kesuksesan pembangunan daerah
positif berkaitan dengan problem penanganan bisa diraih dalam sistem yang telah didesentralisasi.
korupsi. Tetapi,maraknya kasus korupsi dan
Analogi sekaligus pencerahan yang bisa kita penyalahgunaan APBD yang justru dilakukan
pahami dengan terjunnya aktor-aktor nonpemerintah aparatur negara, mulai dari gubernur, bupati, wali
itu, seperti ini: pertanyaan dasar orang-orang dalam kota, hingga kalangan DPRD, jelas telah merusak
birokrat ialah, kalau saya melakukan langkah A, saya dan merobohkan sendi-sendi bangunan desentralisasi
berhadapan dengan siapa? Jadi dalam mengukur yang susah payah sedang kita bangun. Kasus-kasus

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


120 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 120
2015 : 111-130
Pemerintahan
korupsi tersebut tak pelak juga telah menciderai building) untuk menjamin implementasi setiap
makna desentralisasi di tengah ekspektasi kebijakan publik yang diciptakan.
masyarakat yang begitu besar bahwa otonomi daerah Di sini setidaknya ada lima hal yang harus
diharapkan mampu melahirkan pencapaian pelayan ada dalam prinsip tata kelola dan pengembangan
publik (public services) yang baik terhadap kapasitas yaitu kredibilitas, akuntabilitas, partisipasi,
masyarakat. prediktabilitas, dan transparansi. Konsep tata kelola
Penting untuk dicatat,substansi APBD pada dan pengembangan kapasitas seperti di atas
dasarnya merupakan wujud komitmen politik dari sesungguhnya diarahkan untuk penguatan ekonomi
para penyelenggara negara di daerah untuk daerah. Ada empat sasaran yang ingin dicapai, yaitu:
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Selain itu,APBD (1) Produktivitas di mana rakyat mampu
juga merupakan bentuk nyata kontrak sosial antara meningkatkan produktivitasnya dan berpartisipasi
kekuasaan untuk membuat keputusan politik dan dalam proses pembangunan, (2) Pemerataan
kebijakan politik dengan rakyat.Maka pencederaan (equality) di mana rakyat harus mendapatkan
atas komitmen tersebut melalui praktik korupsi tak kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam
urung justru telah mencoreng wajah desentralisasi pembangunan, (3) Kesinambungan (sustainability) di
dan pembusukan atas jalannya otonomi daerah itu mana pembangunan buka cuma memenuhi
sendiri. kebutuhan saat ini tetapi juga generasi mendatang,
Maka, maraknya kasus-kasus korupsi atas dan (4) Pemberdayaan (empowerment) di mana
anggaran daerah dengan demikian secara telanjang pembangunan harus dilakukan oleh rakyat.
menunjukkan bahwa anggaran daerah hanya Dari paparan diatas setidaknya dapat
dijadikan instrumen untuk menggemukkan para dipahami bahwa desentralisasi sebagai suatu strategi
penyelenggaranya dan jauh dari komitmen untuk ekonomi akan berjalan bila faktor kelembagaannya
meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Ia juga diurus dengan baik.
potret tata kelola yang buruk dari penyelenggara Dalam sebuah negara yang sedang melakukan
pemerintah daerah. proses reformasi, desentralisasi ekonomi bisa
Komitmen atas tata kelola pemerintah daerah dianggap sebagai kelembagaan itu sendiri. Artinya,
yang baik perlu kita teguhkan karena hingga saat ini desentralisasi dimaknai sebagai “rules of the game”
parameter paling sederhana untuk mengukur pemerintah lokal untuk menangani perekonomian
keberhasilan desentralisasi adalah melihat sejauh daerah. Dalam perspektif ini, berhasil atau tidaknya
mana kualitas pelayanan sektor publik dari desentralisasi amat bergantung desain kelembagaan
pemerintah lokal mengalami perbaikan. Kinerja dari makro dan mikro yang dibuat.
keberhasilan pelayanan sektor publik tersebut bisa Misalnya, jika tujuan makro ekonomi dari
dilihat dari dua indikator yakni efisiensi dan desentralisasi diarahkan untuk meningkatkan
efektivitas. pertumbuhan ekonomi di daerah, pemerintah lokal
Para penyelenggara pemerintahan seharusnya harus menyusun kelembagaan ekonomi yang efisien
sadar bahwa anggaran daerah merupakan satu- agar investasi terjadi misalnya dengan menciptakan
satunya alasan yang membenarkan bagi pemerintah regulasi perizinan yang sederhana dan murah.
untuk memungut uang dari rakyat, baik dalam Dengan pemahaman tersebut di atas, keberhasilan
bentuk pajak, retribusi, maupun lainnya. Jika pembangunan daerah dalam konteks otonomi sangat
anggaran daerah tersebut tidak dikembalikan kepada dipengaruhi tiga hal, yaitu: (1) Ketersediaan sistem
rakyat melalui alokasi yang benar,apalagi justru informasi yang memuat data tentang kinerja
dikorupsi oleh aparatnya, kewajiban rakyat untuk pembangunan daerah, (2) Kesiapan daerah untuk
membayar “upeti” (baca: pajak/retribusi) menjadi mendesain sistem pengawasan yang memungkinkan
batal. setiap program pembangunan dijalankan sesuai
Karena itu, genderang perang terhadap perencanaan, dan (3) Menciptakan aturan main
maraknya kasus korupsi yang lokus penyebarannya (regulasi) yang memberi ruang bagi seluruh
di era otonomi daerah kian mengkhawatirkan partisipan pembangunan daerah untuk melaksanakan
tampaknya harus terus kita tabuh. Mengapa? Karena program pembangunan berdasarkan prinsip
pilihan terhadap otonomi daerah telah kita kesetaraan dan kesamaan akses.
pancangkan.Kita masih optimistis bahwa strategi Guna mencegah penyalahgunaan wewenang
desentralisasi akan membuat daerah lebih memiliki dan mencegah korupsi oleh penyelenggara
ruang untuk menciptakan kebijakan yang lebih pemerintahan daerah, mekanisme kontrol yang ketat
sesuai situasi wilayahnya masing-masing. serta pemberian sanksi yang tegas harus menjadi
Di samping itu,ketika dikawal dengan baik agenda utama agar otonomi daerah tidak menjadi
otonomi daerah juga lebih memungkinkan bagi ruang bagi petualang- petualang politik lokal untuk
terciptanya persemaian demokrasi di tingkat lokal. mengail keuntungan besar di tengah himpitan
Karena itu,dalam proses desentralisasi (ekonomi), masyarakat menghadapi berbagai persoalan hidup
hal penting yang mutlak harus dikembangkan yang kian mencekik.
pemerintah daerah adalah menciptakan tata kelola Partai politik dalam hal ini harus menjadi
(governance) dan pengembangan kapasitas (capacity garda depan dalam menyiapkan kader-kader yang

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


121 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 121
2015 : 111-130
Pemerintahan
berkualitas dan bersih. Di sini partai politik dituntut tidak adanya atau relatif kecilnya kontrol terhadap
untuk mampu menciptakan mekanisme rekrutmen jabatan publik itu.
politik yang mampu melahirkan aktor yang memiliki Penganut pendekatan neoliberal berpendapat,
kemampuan memadai untuk mengelola kekuasaan pemberantasan korupsi bisa dilakukan dengan
secara baik dan bertanggung jawab. Meminjam mengurangi kekuasaan otoritas publik dan
argumentasi yang dikatakan Larry Diamond (1999), memberikan otoritas yang lebih besar kepada
partai politik harus menerapkan nilai-nilai masyarakat untuk mengontrol otoritas publik itu.
keterampilan berdemokrasi dalam pengelolaan Logika berpikir seperti ini menelurkan rekomendasi
anggaran negara. tentang pentingnya kebijakan desentralisasi. Melalui
Salah satunya dengan meningkatkan kebijakan demikian, rentang antara jabatan publik
akuntabilitas dan pertanggungjawaban publik dalam dengan masyarakat menjadi lebih dekat.
penyelenggaraan negara serta mendorong Implikasinya, sistem pengawasan dari masyarakat
terwujudnya checks and balances dalam kekuasaan. kepada pejabat publik secara teoritis akan lebih
Muara dari seluruh proses di atas adalah terjadinya mudah dilakukan. Konsekuensi lanjutannya adalah
pencapaian pelayanan publik yang memang menjadi the abuse of public power for private benefit bisa
ikon dari desentralisasi. Jika desentralisasi tidak diminimalisasi.
mengarahkan pada terjadinya perbaikan pelayanan Di samping itu, sebagai bagian dari argumen
masyarakat, sesungguhnya desentralisasi tersebut besarnya otoritas jabatan publik merupakan salah
telah gagal dijalankan. satu pemicu pokok terjadinya korupsi, penganut
Karena itu, satu hal perlu kita tegaskan bahwa pendekatan itu mengusulkan pentingnya rasionalisasi
kita perlu terus mengawal pelaksanaan otonomi di dalam birokrasi. Melalui rasionalisasi birokrasi,
daerah demi tumbuhnya persemaian demokrasi lokal fungsi dan tugas mereka akan lebih jelas juga dapat
yang kita cita-citakan. Ke depan, guna membangun mereduksi relasi personal di dalam organisasi
demokrasi lokal yang lebih berkualitas yang harus birokrasi.
dilakukan adalah menempatkan masyarakat sebagai Apa konsep itu dapat terwujud dalam realitas
arus utama dalam seluruh pelaksanaan otonomi empiris sekarang? Lebih dari setengah dekade,
daerah. Dengan cara inilah wajah otonomi daerah Indonesia telah berupaya mengimplikasikan
yang selama ini telah kusam karena berbagai kebijakan desentralisasi. Tetapi yang terjadi
penyimpangan dalam gerak perjalanannya seperti bukannya penurunan kualitas dan kuantitas korupsi,
korupsi, konflik, dan lain-lain bisa dipoles kembali justru peningkatan praktik korupsi dengan segala
sehingga tampak lebih bermartabat. operandinya. Desentralisasi tidak memberi makna
Pantas saja jika muncul pertanyaan, sebagai transformasi kekuasaan dari pusat kepada
desentralisasi kekuasaan atau desentralisasi korupsi? daerah, melainkan transformasi korupsi dari pusat
Batu ujian bagi kesungguhan pemerintah untuk kepada daerah.
memberantas korupsi di dalam birokrasi, tidak hanya Dalam kasus Indonesia ini, tidak lantas
pada perumusan tindakan antikorupsi. Lebih dari itu, menggugurkan begitu saja argumentasi tentang
kredibilitasnya terletak pada pelaksanaan nyata pentingnya rasionalisasi birokrasi dan menguatkan
tindakan tersebut serta dampaknya terhadap pegawai politik di daerah sebagai instrumen untuk
negeri dan masyarakat. memberantas korupsi di daerah. Fakta menunjukkan,
Korupsi merupakan salah satu masalah akut kebijakan desentralisasi masih belum sepenuhnya
yang dihadapi Indonesia. Selain didefinisikan diiringi rasionalisasi birokrasi. Konsekuensinya,
sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk munculnya praktik korupsi terus menganga. Di
memperoleh keuntungan pribadi, korupsi dapat samping itu, upaya membangun demokrasi di daerah
dilukiskan sebagai tidak memenuhi prinsip 'menjaga belum berjalan baik. Perbaikan kehidupan politik di
jarak'. Di mana, hubungan pribadi atau keluarga daerah, belakangan ini diiringi praktik clientelism
tidak boleh mempengaruhi pembuatan keputusan baru.
ekonomi, baik yang dilakukan agen perusahaan Implikasinya, jabatan politik yang ada di
swasta maupun pejabat pemerintah. daerah tidak serta merta dimaksudkan untuk
Prinsip 'menjaga jarak' dipandang sebagai memperbaiki daerah. Melainkan untuk private
sesuatu yang fundamental supaya setiap organisasi benefit baik untuk individu pejabat politik itu
dapat berfungsi efisien. Sejumlah survai tahunan maupun kelompok yang mendukungnya secara
mengenai korupsi di Asia maupun dunia, selalu politik.
menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara Menurut konsep, rasionalisasi birokrasi lebih
yang menduduki peringkat teratas negara terkorup. mudah dilakukan. Hal ini terlihat dari semakin
Ketika korupsi dipandang sebagai the abuse seriusnya daerah melakukan perampingan organisasi
of public power for private benefit, terselip di pemerintahan berikut jabatan yang melekat di
dalamnya adalah adanya penyalagunaan jabatan dalamnya. Tetapi, upaya rasionalisasi kehidupan
publik (kekuasaan) untuk kepentingan pribadi. politik justu tidak mudah dilakukan. Beralihnya
Biasanya, ini terjadi karena jabatan publik itu sistem pemilihan kepala daerah dari tidak langsung
memiliki kekuasaan dan otoritas yang signifikan dan menjadi langsung, dapat memberi ilustrasi betapa

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


122 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 122
2015 : 111-130
Pemerintahan
kesulitan itu terjadi. Ketika DPRD diberi kekuasaan dari + 480 kabupaten/kota di Indonesia hanya 64
lebih besar, terdapat harapan kehidupan politik di kab/kota saja yang memiliki potensi SDA (Sucipto,
daerah akan lebih baik, korupsi juga bisa ditekan. 2010).
Faktanya, pada periode 1999-2004 ditemui banyak Bagi 92% kabupaten/kota di Indonesia yang
kasus korupsi yang melibatkan anggota DPRD. tidak memiliki kekayaan sumber daya alam, menjadi
Apakah dengan adanya pemilihan langsung, tidak mudah untuk melepaskan ketergantungan dari
lantas penyalahgunaan kekuasaan bisa dikendalikan? bantuan pemerintah pusat. Walaupun sebenarnya
Kalau kita lihat proses Pilkada langsung sejak Juni sampai saat ini di daerah-daerah penelitian tersebut
2005 lalu, bisa dikatakan hal itu tidak otomatis semua pemerintah daerah terus berupaya untuk
terjadi. Yang berkepentingan di dalam proses menumbuhkan potensi ekonominya dengan
pemilihan itu ternyata cukup besar,dari kekuatan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada semua
politik sampai ekonomi. Di dalam situasi seperti ini, investor untuk menginvestasikan modalnya di daerah
praktik korupsi tidak secara otomatis bisa diatasi. masing-masing.
Keterlibatan yang cukup besar dalam kekuatan itu, Hanya saja, upaya tersebut bukanlah sesuatu
tetap saja menyuburkan praktik clientelism. Ketika hal yang mudah karena selain minimnya potensi
hal ini terjadi, praktik abuse of public power for yang membuat tidak tertariknya investor, juga
private benefit menjadi tidak mudah bisa ditekan. keterbatasaan dana dari pemerintah daerah untuk
meningkatkan fasilitas-fasilitas infrastruktur dan
Desentralisasi dan Fiskal suprastruktur ekonomi di daerahnya. Karena itulah,
Desentralisasi pemerintahan yang telah satu-satunya upaya yang saat ini dilakukan
berjalan sejak tahun 2001 di Indonesia telah pemerintah daerah untuk mengurangi tingkat
memberikan banyak perubahan dan kemajuan di ketergantungan keuangannya terhadap pemerintah
setiap daerah. Dalam 10 tahun terakhir ini daerah pusat (walaupun tidak signifikan) dilakukan dengan
telah banyak belajar dalam mengelola dan cara menggenjot PAD semaksimal mungkin terutama
menjalankan urusan pemerintahannya sendiri. Harus di sektor retribusi daerah. Dampaknya cukup negatif
diakui menjalankan desentralisasi bukanlah karena retribusi yang dinaikkan tersebut rata-rata
pekerjaan yang mudah, sehingga desentralisasi di adalah retribusi yang sifatnya memberikan beban
Indonesia seringkali mengalami pasang surut karena bagi rakyat miskin (retribusi kesehatan) dengan rata-
berbagai kendala yang harus dihadapi oleh rata di atas 60% dari total PAD.
pemerintah daerah terutama dalam hal keterbatasan Lemahnya derajat desentralisasi fiskal
SDM, finansial dan minimnya potensi daerah. tersebut pada akhirnya juga berdampak pada belanja
Sehingga membuat tujuan desentralisasi seringkali daerah, dimana biaya program pembangunan
tidak sejalan (bahkan di satu sisi distorsif) dengan sebagian besar harus ikut bergantung dari bantuan
tujuannnya. pusat sehingga celah fiskal daerah menjadi tinggi.
Penelitian Forum Indonesia untuk Masalahnya APBN juga memiliki keterbatasaan
Transparansi Anggaran (FITRA) di 42 yang tidak mungkin dapat menutupi tingginya celah
kabupaten/kota menunjukkan kendala terbesar yang fiskal daerah, sehingga prosentase DAU sebagian
saat ini dihadapi oleh pemerintah daerah adalah besar hanya diberikan untuk memenuhi alokasi dasar
dalam hal desentralisasi fiskal. Karena dalam (gaji PNS) saja. Wajar jika kemudian, wajah belanja
praktiknya hampir semua daerah sering kesulitan semua daerah menjadi tidak pro poor karena
dalam mencari dan meningkatkan pendapatannya sebagian besar belanja telah habis dulu untuk
sendiri, sehingga walaupun 10 tahun desentralisasi menutupi kebutuhan birokrasi (gaji, tunjangan,
dijalankan sebagian besar daerah masih perjalanan dinas, gedung, perkantoran, dll). Itu pula,
menggantungkan penerimaannya dari bantuan pusat kenapa walaupun di sektor pendidikan alokasi
baik dalam bentuk block grant (DAU) maupun belanja di 42 kab/kota rata/rata telah berada di atas
specific grant (DAK). 20% namun sebagian besar penggunaannya hanya
Daerah-daerah yang bisa menjalankan bisa digunakan untuk memenuhi gaji guru dan dinas,
desentralisasi fiskalnya hanyalah daerah yang tidak sampai pada program pelayanan publik seperti
memiliki potensi sumber daya alam melimpah atau pengadaan dan rehabilitasi gedung sekolah, bea
daerah yang berkarakteristik perkotaan besar. Karena siswa, pengadaan buku dan lain-lain.
paling tidak dengan potensi sumber daya alam Melihat kondisi daerah yang masih kesulitan
tersebut penerimaan daerah masih bisa tercover dari dalam menjalankan desentralisasi fiskalnya, sangat
dana bagi hasil sumber daya alam dari pusat, seperti urgen untuk memikirkan ulang (terutama bagi
Kabupaten Aceh Utara yang kaya dengan Minyak pemerintah pusat) perlunya membuat grand strategy
dan Gas. Atau bagi wilayah perkotaan besar seperti yang dalam penguatan desentralisasi fiskal, agar
Kota Surabaya dan Kota Semarang sebagai ibukota otonomi daerah dapat berjalan lebih efektif. Grand
propinsi telah membuat wilayah tersebut menjadi strategy tersebut paling dengan memperbaiki
kota tujuan bisnis dan investasi sehingga beberapa aturan sistem yang telah ada, yang pertama
pendapatannya dapat tercover dari PAD terutama di menyangkut penggunaan DAU dan perampingan
sektor pajak dan retribusi daerah. Sebagai catatan, birokrasi.

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


123 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 123
2015 : 111-130
Pemerintahan
Berdasarkan hasil penelitian World Bank semakin parah karena pengucuran anggaran di
(2007) terhadap Sistem Informasi Keuangan Daerah daerah sering kali lebih ditentukan oleh kekuatan
(SIKD) Departemen Keuangan RI, celah fiskal dan lobi politik dibanding kebutuhan prioritas daerah.
alokasi dasar dalam DAU yang digelontorkan ke Transparansi anggaran dan proses penganggarannya
daerah (miskin) perbandingannya adalah 50:50. juga harus demokratis.
Namun dalam praktiknya di 41 Kabupaten/Kota Jika porsi anggaran ke daerah masih kecil,
yang hasilnya rata-rata 80:20. Kesimpang-siuran ini maka kenaikan APBN tidak akan mampu membantu
paling tidak harus dijawab dengan perlunya sebuah peningkatan kesejahteraan. Indeks pembangunan
aturan mengenai batas minimal perbandingan manusia (IPM), misalnya, terus terpuruk dari
penggunaan antara alokasi dasar dan celah fiskal peringkat ke-107 menjadi peringkat ke-111 pada
yang bersifat proporsional dan memungkinkan bagi 2009. IPM ini lebih buruk dari peringkat Palestina
daerah miskin untuk bisa membiayai pembangunan (ke-110) dan Sri Lanka (ke-102) yang sedang dilanda
di daerahnya. konflik.
Dari hasil penelitian FITRA selama 3 tahun Jadi, tugas dari Menkeu yang baru adalah
(2007-2009) juga menunjukkan adanya bagaimana menyelesaikan dengan baik persoalan
kecenderungan dari Pemerintah daerah untuk terus desentralisasi fiskal yang semu tersebut di atas
meningkatkan alokasi belanja pegawainya yang (Yuna, 2010).Terlepas dari dinamika politik yang
berakibat tidak proporsionalnya jumlah PNS dengan melatarbelakanginya, Menteri Keuangan baru Agus
populasi penduduk. Di beberapa daerah bahkan harus Martowardjojo resmi menjadi anggota KIB II.
mengeluarkan anggaran Rp 1 juta untuk pegawai Menkeu sebelumnya, dianggap beberapa kalangan
dalam melayani seorang penduduk saja. Oleh karena telah berhasil meletakan fondasi reformasi birokrasi
itu, ke depan perlu dibangun sistem kepegawaian di sektor keuangan. Meskipun Presiden SBY,
teriintegrasi secara nasional yang dapat membatasi memberikan salah satu instruksi kepada MenKeu
kebutuhan birokrasi di masing-masing daerah. baru untuk mengembangkan kebijakan desentralisasi
Kebijakan desentralisasi fiskal masih semu fiskal yang lebih luas. Namun, Jika dilihat dari
dan hanya sebatas jargon politik kosong untuk kebijakan anggaran saat ini, desentralisasi fiskal,
menarik simpati daerah. Sistem anggaran saat ini masih sebatas jargon politik kosong untuk menarik
belum mendukung tujuan otonomi daerah untuk simpati daerah.
mendekatkan pelayanan publik bagi kesejahteraan Persoalannya, sebagai Negara menganut
rakyat. Belanja APBN meningkat 121 persen dari otonomi daerah, sistem anggaran saat ini belum
tahun 2005, tetapi porsi belanja daerah cenderung mendukung tujuan otonomi daerah mendekatkan
stagnan (Wulan, 2010). Belanja negara meningkat pelayanan publik untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini
menjadi Rp 1.126 triliun pada APBN Perubahan dapat tergambarkan dari belanja Negara kita yang
2010, tetapi proporsi belanja transfer ke daerah meningkat 121% dari tahun 2005 sebesar Rp. 509,6
stagnan di kisaran 30 persen dari total belanja trilyun menjadi Rp. 1.126 trilyun pada APBNP 2010.
negara. Peningkatan belanja negara tidak berdampak Namun peringkat Indeks Pembangunan Manusia kita
bagi kesejahteraan masyarakat karena praktik terus terpuruk, Tahun 2006, Indonesia berada di
desentralisasi fiskal semu. peringkat ke-107, merosot ke peringkat ke-109 pada
FITRA (2010) antara lain meminta tahun 2007-2008, dan pada 2009 menjadi peringkat
pemerintah memberikan kewenangan fiskal yang ke-111. Bahkan lebih buruk dari peringkat Palestina
lebih luas dan alokasi yang lebih besar kepada (110) dan Sri Lanka (102) yang sedang dilanda
daerah. Hal ini bisa tercapai melalui perumusan konflik.
sistem perimbangan keuangan yang berkeadilan Hal ini menunjukan besarnya peningkatan
melalui perubahan Undang-Undang Perimbangan belanja Negara tidak mengalami dampak terhadap
Keuangan Pusat Daerah.Pada praktiknya, tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia,
desentralisasi fiskal ke daerah tidak sepenuhnya dikarenakan praktek desentraslisasi fiscal semu,
menjadi wewenang daerah. Peruntukan alokasi seperti yang diidentifikasi Seknas FITRA sebagai
anggaran telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan berikut:
menjadi kebijakan pusat. Daerah tidak memiliki 1. APBN Terus Naik, Porsi Belanja Daerah
kewenangan dalam memutuskan kebijakan alokasi Stagnan. Pada setiap pengajuan anggaran
anggaran atau sekadar menjadi tukang catat anggaran Pemerintah selalu mengklaim anggaran ke
yang masuk ke APBD. daerah terus ditingkatkan, bahkan pada tahun
Keterbatasan ruang gerak fiskal di daerah 2010, pemerintah mengklaim telah
juga terlihat dari kenaikan belanja pegawai, meningkatkan anggaran transfer ke daerah 2 kali
sedangkan belanja modal terus turun. Dari hasil studi lipat lebih, dari Rp. 150,4 trilyun pada tahun
FITRA, rata-rata daerah menghabiskan 80 persen 2005 menjadi Rp. 344,6 trilyun pada APBN-P
dana alokasi umum untuk membayar gaji pegawai. 2010. Namun sebenarnya dibandingkan belanja
Pemerintah diminta menetapkan desentralisasi fiskal Negara yang terus meningkat, proporsi belanja
sebagai prioritas reformasi sektor transfer ke daerah stagnan dikisaran 30% dari
keuangan.Desentralisasi fiskal semu di daerah total belanja Negara. Jika porsi anggaran ke

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


124 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 124
2015 : 111-130
Pemerintahan
daerah masih kecil, tidak mengherankan Dekonsentralisasi, tugas pembantuan, dana
berapapun besarnya kenaikan APBN tidak akan vertical, belanja subsidi, PNPM, Jamkesmas,
mampu membantu meningkatkan kesejahteraan dan BOS. Padahal pada pasal 108 UUNo. 33
rakyat daerah. tahun 2004 menyatakan dana dekonsentrasi dan
2. Dana Liar Ke Daerah, Tumbuhkan Calo tugas pembantuan yang merupakan urusan
Anggaran. Pada APBN-P 2010 perubahan daerah secara bertahap dialihkan menjadi DAK.
anggaran transfer ke Daerah yang paling Namun Pusat tetap tidak rela menjadikan dana
siginikan mengalami kenaikan adalah dana Dekon dan TP menjadi DAK, pasalnya PP yang
penyesuaian, sebesar Rp. 13,8 trilyun, sehingga mengaturnya baru diterbitkan 4 tahun kemudian
menjadi Rp. 21,1 triliyun atau setara dengan pada PP No 7 tahun 2008. Dan inipun masih
DAK. Sementara Dana Perimbangan, hanya diatur secara bertahap pengalihannya. Ini
meningkat Rp. 3,8 Trilyun , yakni pada Dana menggambarkan Pemerintah Pusat tidak
Bagi Hasil Sumber Daya Alam. Dana memiliki komitmen sungguh-sungguh dalam
penyesuaian pada awalnya digunakan untuk menerapkan desentralisasi fiscal semu.
menampung dana kurang bayar dana 4. Daerah Hanya Tukang Catat Anggaran.
perimbangan, namun sejak tahun 2008 dana Meskipun daerah diberikan urusan yang menjadi
penyesuaian juga digunakan untuk menampung kewenanganya disertai desentralisasi fiscal,
dana non hold harmless, serta program-program namun sebenarnya urusan yang diberikan ke
adhoc . Tahun 2008 dikenal istilah DISP (Dana Pemda adalah urusan semu. Karena pada
Infratruktur Sarana dan Prasarana), tahun 2009 prakteknya desentralisasi fiscal ke daerah telah
menjadi Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal ditentukan peruntukan alokasi anggarannya oleh
Percepatan Pembangunan Daerah (DPDF PPD) Pemerintah dan Kebijakan Pusat. Dari hasil
dan pada tahun 2010 ditambah lagi komponen studi Seknas FITRA, rata-rata daerah
Dana Penguatan Infrastruktur dan Prasarana menghabiskan 80% DAUnya untuk membayar
Daerah (DPIPD), Dana Percepatan Infrastruktur gai Pegawai. Sementara DAK, sudah ditentukan
Pendidikan (DPIP). Dana-dana infratruktur ke peruntukannya, bahkan daerah juga diwajibkan
daerah ini jelas telah menyalahi UU No 33 tahun memberikan 10% dana pendamping Daerah juga
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat diharuskan mengalokasikan 20% anggaran
Daerah. Karena komponen dana perimbangan untuk pendidikan, dan 10% untuk Kesehatan.
yang dikenal dalam UU ini adalah DAU, DBH Sementara tidak banyak daerah yang memiliki
dan DAK. Serta Dana Otonomi Khusus, tumpuan dari DBH, kecuali daerah perkotaan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. dan penghasil Sumber Daya Alam. Daerah juga
Ketidakjelasan formula penentuan daerah yang dipaksa yang untuk mengalokasikan Dana
memperoleh DPDF PPD dan DPIPD akan Daerah Urusan Bersama (DDUB) sebagai
menjadi lahan baru bagi calo-calo anggaran di pendamping PNPM yang besarnya antara 10-
DPR dan Pemerintah untuk menjual 50% dari dana PNPM yang diterima. Padahal,
kewenangannya kepada Daerah yang PNPM bukan merupakan bentuk dana
menginginkan pengucuran dana ini. Persoalan perimbangan maupun dekonsetrasi dan tugas
ini sempat mencuat, ketika DPR Komisi XI pembantuan. Artinya PNPM juga telah
merasa berjasa mengoptimalisasi penerimaan melanggar azas dana perimbangan pada UU
pajak dan merasa berhak meminta anggaran Rp. 33/2004. Praktis, sebenarnya daerah tidak
2 trilyun untuk dikucurkan ke daerah memiliki kewenangan dalam memutuskan
pemilihannya. Hal ini semakin menunjukan kebijakan alokasi anggaran atau sekedar tukang
kekuatan lobby politik menjadi penentu daerah catat anggaran yang masuk ke APBD-nya.
memperoleh kucuran anggaran, ketimbang Dari persoalan desentralisasi fiscal semu ini,
kebutuhan prioritas daerah. Tidak Menteri Keuangan harus menetapkan desentralisasi
mengherankan jika otonomi daerah tidak fiscal sebagai prioritas reformasi sector keuangan.
mampu menjadi pendongkrak kesejahteraan Desentralisasi fiscal yang menyeluruh dan
rakyat daerah, dengan pola penganggaran seperti berkeadilan harus dijadikan instrumen penggunaan
ini. belanja Negara dalam mensejahterakan rakyat. Oleh
3. Urusan Tanpa Anggaran. Pada UU 32 tentang karena itu FITRA (2010) menuntut, Menteri
pemerintah Daerah, secara tegas Pemerintah Keuangan: (1) Menertibkan dana-dana liar yang
menyerahkan 16 urusan yang menjadi mengucur ke daerah yang tidak sesuai dengan azas
wewenang Pemerintah Daerah. Curangnya, perimbangan keuangan, karena akan hanya akan
penyerah urusan yang menjadi wewenang dijadikan ajang garapan para calo anggaran antara
daerah ini tidak disertai pendanaan yang elit DPR, Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan
memadai. Dalam APBN, Pemerintah berkilah, (2) Merumuskan sistem perimbangan keuangan yang
meskipun dana transfer ke daerah hanya 30%, berkeadilan dengan mengajukan perubahan UU
namun sebanyak 30% anggaran belanja pusat perimbangan Keuangan Pusat Daerah dengan
juga dibelanjakan ke daerah. Seperti Dana

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


125 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 125
2015 : 111-130
Pemerintahan
memberikan kewenangan fiskal yang lebih luas dan Jika perekonomian masyarakat daerah lesu, maka
alokasi yang lebih besar. perbankan di daerah tersebut juga akan mengalami
Selanjutnya, pelaksanaan otonomi daerah dan kelesuan, demikian pula sebaliknya. Untuk itu perlu
desentralisasi fiskal akan memberikan implikasi dilakukan kerja sama yangsaling menguntungkan
penting terhadap kinerja perekonomian daerah antara lembaga keuangan di daerah dengan DPRD,
(Mardiasmo, 2002). Kinerja perekonomian daerah pemerintah daerah, masyarakat, dan pengusaha
dipengaruhi oleh arah dan kebijakan fiskal dan daerah. Perlu dilakukan program kemitraan antara
moneter.Oleh karena itu, perlu dilakukan bank dengan pengusaha di daerah, terutama usaha
harmonisasi kebijakan fiskal dan moneter antara kecil dan menengah secara lebih mengakar dan
pemerintah pusat dan daerah.Harmonisasi kebijakan berkelanjutan (sustainable).
fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah Masalah yang dihadapi oleh pengusaha di
yang dilakukanmelalui penetapan kebijakan daerah terutama usaha kecil dan menengah adalah
perpajakan, kebijakan pinjaman luar negeri, dan upaya meningkatkan skala usaha, kualitas produk,
pengaturan surplus dan defisit anggaran harus tetap profitabilitas, dan daya saing. Seiring dengan
memperhatikan kepentingan dan kondisi daerah. pelaksanan otonomi daerah, perbankan di daerah
Demikian juga, harmonisasi arah dan akan bersentuhan langsung dengan sektor riil di
kebijakan moneter harus dilakukan dengan daerah. Oleh karena itu, perbankan di daerah harus
memperhatikan kondisi perekonomian benar-benar mengetahui kondisi makro ekonomi
daerah.Kinerja perekonomian daerah merupakan daerah.Informasi mengenai kondisi makro ekonomi
salah satu faktor yang harus dikaji dalam rangka daerah tersebut sangat penting untuk pengambilan
menentukan arah kebijakan moneter.Bagi dunia keputusan mengenai kebijakan pemberian kredit,
perbankan, kajian mengenai perekonomian daerah penetapan suku bunga, dan menilai produk-produk
merupakan hal yang sangat penting dalam rangka perbankan.
pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal. fiskal, penelitian dan kajian mengenai kondisi makro
Pelaksanaan otonomi daerah sudah barang ekonomi daerah akan semakin besar kebutuhannya.
tentu akan mempengaruhi sektor perbankan di Kondisi makro ekonomi daerah yang perlu dikaji
daerah. Seiring dengan hal tersebut, sektor oleh perbankan daerah adalah: pertumbuhan
perbankan di daerah harus didorong ekonomi daerah, PDRB (Produk Domestik Regional
pertumbuhannya.Perkembangan perbankan di daerah Bruto), perkembangan ekonomi sektoral daerah,
perlu ditonjolkan, karena salah satu peran perbankan perkembangan harga-harga di daerah (laju inflasi di
daerah tersebut adalah untuk mendorong ekonomi daerah), arus investasi di daerah (PMA dan PMDN),
daerah. Dengan demikian, diharapkan mampu kependudukan, dan keuangan pemerintah daerah
tercipta sinergi antara pemerintah daerah dengan (APBD).
perbankan daerah dalam memajukan perekonomian Selain itu, perbankan di daerah juga harus
daerah. mengikuti perkembangan moneter yang terjadi, di
Dengan otonomi, daerah dituntut untuk antaranya adalah perkembangan tingkat suku bunga
mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan nilai tukar, perkembangan uang kartal, dana
tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan masyarakat yang berhasif aihirnpun perbankan,
dan bagian (sharing) dari pemerintah perkembangan kredit, dan perkembangan sistem
pusat.Pemerintah daerah dituntut untuk dapat pembayaran. Sebagai pemegang fungsi lembaga
menarik investor asing agar bersama-sama swasta perantara keuangan, perbankan di daerah dituntut
domestik mampu mendorong pertumbuhan ekonomi untuk mampu menghimpun dana dari masyarakat
daerah. Dengan kondisi seperti ini, peranan dan menyalurkannya secara tepat. Perkembangan
investasi swasta, BUMN, dan BUMD (termasuk dan pertumbuhan kredit perlu dianalisis apakah
perbankan di daerah) sangat diharapkan sebagai penggunaannya untuk konsumsi, investasi, atau
pemacu utama psilumbuhan dan pembangunan modal kerja.Perlu diantisipasi agar tidak terjadi
ekonomi daerah (engine of growth dan Mhngai kredit macet. Dalam era otonomi daerah tersebut,
center of economic activities). Fungsi dan peran sistem pembayaran di daerah akan semakin
perbankan sangat penting sebagai pengatur lalu lintas meningkat volume transaksinya. Sistem pembayaran
uang di daerah.Di daerah diharapkan dapat daerah mencakup perkembangan kliring lokal
menghidupkan perekonomian perbankan di daerah sebagai indikator aktivitas ekonomi daerah.
dapat diibaratkan sebagai jantunglalu lintas "darah" Perputaran kliring dan cek/bilyet, aliran dana antara
dalam sistem tubuh. Perbankan di hams senantiasa daerah akan meningkat, sehingga perbankan daerah
menjaga jumlah "darah" (dalam arti peredaran perlu memiliki data yang terkini (up to date) dan
)memompakannya ke seluruh sistem kehidupan dapat diandalkan.
ekonomi agar overlikuidatau kekurangan likuiditas Seiring dengan tujuan pelaksanaan otonomi
(illikuid) sehingga memiliki ekonomi daerah. daerah, aktivitas perekonomian daerah diharapkan
Pertumbuhan ekonomi daerah secara
akan meningkat, agar kesejahteraan masyarakat juga
langsung akan mempengaruhi pertumbuhan daerah.
meningkat. Perbankan di daerah perlu

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


126 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 126
2015 : 111-130
Pemerintahan
menyelaraskan perkembangan ekonomi di daerah. pengusaha di daerah. Perbankan di daerah juga
Perbankan di daerah akan dihadapkan pada dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
:
tantangan-tantangan baru, di antaranya adalah: (1) kinerja manajemennya, karena mereka dihadapkan
Peran perbankan daerah dalam mendorong pada persaingan di tingkat daerah.
perekonomian daerah, (2) Mengembangkan kerja Lalu bagaimana hubungan yang lebih rinci
sama dengan DPRD, pemerintah daerah, dan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan
kemitraan dengan pengusaha daerah terutama usaha ekonomi daerah? Banyak negara memilih
kecil dan menengah, (3) Meningkatkan mutu desentralisasi. Bosnia Herzegovina dan Ethiopia
pelayanan dan produk-produk perbankan, (4) beralasan etnis untuk desentralisasi. Afrika Selatan
Meningkatkan kualitas SDM, (5) Meningkatkan dan Uganda sebagai media pemersatu World Bank
kualitas penelitian dan riset mengenai potensi (2000). Amerika Latin dan Afrika sebagai proses
ekonomi daerah, (6) Memperbaiki manajemen demokratisasi setelah rezim militer runtuh. Asia
perbankan daerah. dan (6) Persaingan antarbank di Timur pendekatan pelayanan rakyat (Bennet (1990),
daerah, misalnya BRI, BPD, BPR, bank syariah, dan Wildassin (1997) dalam Richard M. Bird dan
sebagainya. Vaillancourt (2000)
Dalam era otonomi daerah, pemerintah daerah Isu desentralisasi fiskal mengglobal. Negara
tidak lagi diwajibkan untuk menggunakan satu bank maju menggunakan pola hubungan keuangan
(BPD) untuk administrasi keuangan daerah. Pada intrapemerintahan. Negara berkembang memilih agar
prinsipnya, pemerintah daerah dapat bekerja sama lolos dari jebakan pemerintahan semrawut,
dengan bank yang memberikan keuntungan terbesar ketidakstabilan makroekonomi, dan penghindaran
bagi pemerintah daerah, apakah BPD, BRI, atau terprosok dalam ketergantungan global, Bahl dan
yang lainnya. Oleh karena itu, perbankan di daerah Linn (1992), Shah (1994), Ahmad (1997) dalam
dituntut untuk dapat bersaing dalam memberikan World Bank (2000).
pelayanan dan menghasilkan produk-produk Di Indonesia, desentralisasi dimulai dengan
perbankan yang menarik bagi masyarakatdaerah. UU Pemerintahan Daerah No 22 dan 25 Tahuin
Perbankan di daerah juga dituntut untuk dapat 1999, diubah menjadi UU No. 32 dan 33 tahun 2004,
mengembangkan kerja sama (contract culture) dan mungkin diubah lagi. Keputusan politik menjadi
dengan cara membina hubungan yang baik dengan “motor” kebijakan untuk meredam separatis dan
pelaku kunci (key players) di daerah, ketidakpusan daerah karena sentralisme Orde Baru.
yaitu:masyarakat daerah, DPRD, pemerintah Desentralisasi seolah keniscayaan bagi negara ini
propinsi, pemerintah Kabupaten/Kota, dan dan binneka tunggal ika seperti ungkapan Obama.
pengusaha daerah Fenemona dual trend, globalisasi dan desentralisasi,
Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah menarik dikaji lanjut.
dan desentralisasi fiskal adalah untuk memajukan Desentralisasi terkait alokasi dana dan
perekonomian daerah agar tercipta kesejahteraan pengambilan keputusan lokal. Beberapa studi
masyarakat.Tujuan otonomi daerah tersebut sejalan menunjukkan pelayanan masyarakat oleh pemerintah
dengan peran dan fungsi perbankan sebagai pemacu daerah lebih optimal dan cenderung lebih murah
pertumbuhan ekonomi daerah.Dengan demikian, serta demokratis (Campbell, Peterson, dan Brakarz
terdapat hubungan yang sinergis antara pelaksaan (1991) dalam Richard M. Bird (1998). Indikator
otonomi daerah dengan perbankan di daerah. Dengan penting mengukurnya adalah pertumbuhan ekonomi
dilaksanakannya otonomi daerah, maka transaksi daerah apakah terjadi persaingan sehat dan
keuangan di daerah akan meningkat. pemerataan ekonomi antar daerah dibanding masa
Keadaantersebut harus didukung oleh institusi sebelumnya.
keuangan di daerah yang semakin baik. Keberhasilan Beberapa pihak masih mendebat hubungan
perekonomian daerah akan tercapai apabila terdapat desentralisasi dan pertumbuhan ekonomi, juga
harmonisasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan perbaikan ketimpangan antar daerah. Desentralisasi
moneter. Kebijakan fiskal daerah yang fiskal terjadi karena transfer ke daerah membesar,
termanifestasikan melalui APBD dan perpajakan bila pemerintah daerah mampu mengalokasikannya
daerah harus didukung oleh kebijakan moneter yang dengan baik pertumbuhan ekonomi daerah naik dan
termanifestasikan melalui neraca pembayaran daerah arus modal swasta mengikuti Solow (1956), Mankiw
dan perbankan daerah yang sehat.Pada prinsipnya, and Romer (1992). Pertumbuhan ekonomi di daerah
perekonomian daerah yang sehat dan kuat mendorong investasi karena kewenangan daerah
membutuhkan perbankan daerah yang sehat dan meningkat.
kuat. Studi desentralisasi fiskal dan pertumbuhan
Di sisi lain, pelaksanaan otonomi daerah juga ekonomi Indonesia menghasilkan beragam temuan.
menyebabkan munculnya key players di daerah. Hasil temuan empiris bergantung pada definisi
Pemain baru yang menjadi pemain kunci nantinya sehingga berbeda pula dalam pengukuran dan
adalah DPRD. Perbankan di daerah perlu melakukan penentuan variabel ekonomi. Studi desentralisasi
kerja sama dengan pemain di daerah, terutama fiskal berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
adalah DPRD, masyarakat, pemerintah daerah, dan ekonomi oleh Faisal (2000) dan Fauziah (2007).

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


127 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 127
2015 : 111-130
Pemerintahan
Hasil sama pada Pepinsky dan Wihardja (2009) perbaikan. Pertama, stigma negatif atas implementasi
bahwa desentralisasi fiskal tidak mempunyai desentralisasi dan otonomi harus dijawab dengan
pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di semangat pendalaman desentralisasi melalui
Indonesia. penyegaran kembali nilai-nilai dasar desentralisasi,
Fauziah (2007), dengan kasus Indonesia yakni kesejahteraan publik. Desentralisasi yang
melibatkan 367 Kabupaten/Kota pada periode 1991- mensejahterakan rakyat perlu dikembangkan dengan
2005. Studi menggunakan dua metode pengukuran diawali adanya transformasi pemikiran bahwa
desentralisasi yaitu rasio sumber pendapatan daerah implementasi desentralisasi lebih dari sekadar hak
dan rasio pengeluaran. Ditemukan desentralisasi politik, tetapi juga kewajiban politik daerah atas
penerimaan di Indonesia cenderung berdampak ukuran kesejahteraan masyarakat. Artinya, ukuran
negatif pada pertumbuhan ekonomi. Kesuksesan untuk mengaudit mutu desentralisasi harus
desentralisasi tidak diperoleh dengan hanya dikembangkan dalam dimensi pemerintahan yang
memberikan kewenangan lebih besar termasuk bertanggung jawab, sebagai ukuran bekerjanya rezim
bidang keuangan kepada pemerintah daerah. Penting desentralisasi yang mensejahterakan rakyat.
kiranya untuk mengembangkan lingkungan yang Kedua, desentralisasi jangan ditafsirkanatau
cocok bagi berlangsungnya desentralisasi termasuk dikaburkan sebuah bentuk perluasan kekuasaan dari
melihat banyak faktor yang dapat mempengaruhi struktur politik borjuasi yang selama ini memang
pertumbuhan ekonomi. menjadi struktur kekuasaan yang masih bertahan
Pepinsky dan Wihardja (2009) dengan data sebagai warisan dari Orde Baru. Persoalan-persoalan
2001 – 2007 tingkat Kabupaten/Kota memasukkan yang harus dimunculkan dalam desentralisasi seperti
dua mekanisme yakni persaingan antar jurisdiksi dan serangkaian pajak daerah akan memperkuat
akuntabilitas demokrasi. Berdasarkan itu, terlihat investasi, pilihan kebijakan yang harus didasarkan
heterogenitas endowment, faktor mobilitas kapital pada pilihan rasional, perwujudan good governance,
dan modal, dan ukuran kelembagaan. Temuan studi dan lain-lain, tidak lain merupakan esensi dari
menunjukkan bahwa desentralisasi tidak desentralisasi itu sendiri.
memberikan efek bagi kenerja ekonomi Indonesia Ketiga, desentralisasi public services
yang diukur melalui produk domestik bruto. Suatu (pelayanan publik) harus memiliki karakteristik
negara yang melakukan desentralisasi harusnya generally cannot choose customer, roles limited by
memiliki region relatif homogen, mobilitas tenaga legislation, politics institutionalizes conflict, complex
kerja dan modal tinggi, serta akuntabilitas pemimpin accountability, very open to security, action must be
lokal. Pengalaman pelaksanaan desentralisasi negara justified, and objectives-outputs difficult to
Indonesia menunjukkan ketiga hal itu tidak efektif. state/measure. Dengan karakteristik tersebut,
Studi desentralisasi fiskal yang berpengaruh pelayanan publik memerlukan pula organisasi yang
positif terhadap pertumbuhan ekonomi ditemukan berbeda dengan organisasi yang dapat memilih
Riyanto dan Siregar (2005) dan Waluyo (2007). konsumennya secara selektif. Setiap terjadi kenaikan
Studi Waluyo (2007) dengan kasus Indonesia di 33 harga atas suatu public services harus dibicarakan
provinsi 2001-2005, menemukan desentralisasi fiskal atau harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari
meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi di pihak legislatif. Terdapat jenis public service seperti
daerah bisnis dan kaya SDA dibanding daerah lain. penyediaan air bersih, listrik, infrastruktur dan
Desentralisasi fiskal mengurangi ketimpangan sebagainya tidak sepenuhnya dapat diserahkan
pendapatan antardaerah terutama antara Jawa dan berdasarkan mekanisme pasar pasar.
luar Jawa dan Kawasan Barat Indonesia (KBI) Keempat, penyelenggaraan kebijakan
dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Karena desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia harus
mekanisme equalizing transfer melalui dana PKPD meningkatkan transparansi informasi serta tidak
mengurangi Jawa sentris. Tidak banyak SDA, memunculkan peluang dominasi kontrol oleh elit
penerimaan DBH SDA Jawa lebih kecil dari luar lokal, agar dapat menghasilkan informasi yang tidak
Jawa. utuh (asymmetric information), dan pada gilirannya,
ini pun akan berdampak pada efisiensi kelembagaan
KESIMPULAN (institution efficiency).
Kelima, salah satu cara untuk meminimalkan
Pelaksanaan kebijakan desentralisasi di korupsi di daerah adalah selain dicantumkan
Indonesia belum sesuai dengan harapan, paling tidak prosedur administrasi dalam pertanggung jawaban
ditunjukkan 6 (enam) hal, yaitu desentralisasi yang anggota Dewan, juga perlu ada prosedur politik yang
hanya menguntungkan elit serta penguasa lokal, melibatkan masyarakat dalam mengawasi proyeksi
desentralisasi merupakan sebuah gurita neoliberal, dan pelaksanaan APBD. Misalnya, dengan adanya
desentralisasi pelayanan publik yang kurang rapat terbuka atau laporan rutin ke masyarakat
berkarakter, desentralisasi tanpa efisiensi melalui media massa.
kelembagaan, desentralisasi menyuburkan korupsi di Keenam, pemerintah harus memberikan
daerah, dan desentralisasi fiskal yang semu. kewenangan fiskal yang lebih luas dan alokasi yang
Sehubungan dengan itu perlu dilakukan beberapa lebih besar kepada daerah. Hal ini bisa tercapai

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


128 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 128
2015 : 111-130
Pemerintahan
melalui perumusan sistem perimbangan keuangan Conyers, D. “Decentralization: The Latest Fashion in
yang berkeadilan melalui perubahan Undang- Development Administration ?” Public
Undang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah. Adminstration and Development, Vol. 3, 97-
Selain itu, Menteri Keuangan harus menetapkan 109, 2003.
desentralisasi fiskal sebagai prioritas reformasi sector Fakrulloh, Zudan Arif dkk. Kebijakan Desentralisasi di
keuangan. Desentralisasi fiskal yang menyeluruh dan Persimpangan, Jakarta: Cipruy, 2004.
berkeadilan harus dijadikan instrumen penggunaan Gunawan, Jamil & Kuncoro, Mudrajat. Desentralisasi,
belanja Negara dalam mensejahterakan rakyat. Globalisasi, dan Demokrasi Lokal, Jakarta:
LP3ES, 2004.
Dalam kaitan ini, Menteri Keuangan perlu
Gunawan. Desentralisasi: ancaman dan harapan bagi
menertibkan dana-dana liar yang mengucur ke
masyarakat adat - studi kasus masyarakat adat
daerah yang tidak sesuai dengan azas perimbangan Cerekang di Kabupaten Luwu Timur, propinsi
keuangan, karena akan hanya akan dijadikan ajang Sulawesi Selatan, Bogor: Cifor, 2005.
garapan para calo anggaran antara elit DPR, Hadiz, Vedi R. Dinamika Kekuasaan Ekonomi Politik
Pemerintah dan Pemerintah Daerah; serta Indonesia Pasca Soeharto. Jakarta: Penerbit
merumuskan sistem perimbangan keuangan yang Pustaka LP3ES Indonesia, 2005.
berkeadilan dengan mengajukan perubahan UU Hoessein, B. “Pergeseran paradigma otonomi daerah
perimbangan Keuangan Pusat Daerah dengan dalam rangka refprmasi administrasi publik di
memberikan kewenangan fiskal yang lebih luas dan Indonesia.” Makalah dalam Seminar Reformasi
alokasi yang lebih besar. Hubungan Pusat-Daerah Menuju Indonesia
Baru: Beberapa Masukan Kritis untuk
Pembahasan RUU Otonomi Daerah dan Proses
Daftar Pustaka
Transisi Implementasinya yang diselenggarakan
ASPRODIA-UI, Jakarta, 27 Maret 2000.
Akai, N dan M Sakata. “ Fiscal Decentralization Humes IV, S. Local Governance and National Power:
Contributes to Economic Growth: Evidence A Worldwide Comparison of Tradition and
from State Level Cross Section Data for United Change in Local Government. London,
States. ” Journal of Urban Economics, Vol 52: Harvester Wheatsheaf, 1999.
93-108, 2002. Humes, Samuel &Eileen Martin.The Structure of Local
Alderfer, H.F. Local Government Indeveloping Government Throughout the World. Martinus
Countries. New york: Mc.Graw Hill, 2004. Nihjor: The Hague, 2001.
Alisjahbana, Armida S. Otonomi Daerah dan Iglesias, Gabriel U. Rcgionalization and Regional
Desentralisasi Pendidikan. Bandung: FE Development in the Philippines.Manila: UP-
CPA, 1998.
Universitas Padjadjaran, 2000.
Jalal, F dan D Supriadi. Reformasi Pendidikan dalam
Andi Gadjong, Agussalim. Pemerintahan Daerah: Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita,
Kajian Politik dan Hukum. Bogor: Ghalia 2001.
Indonesia, 2007. Kansil, C.S.T. Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
Antoft, K. & J. Novack, Grassroots Democracy: Local Jakarta: Aksara Baru, 2003.
Government in the Maritimes. Nova Scotia: Litvack, Jennie. Junaid Ahmad dan Richard Bird.
Dalhousie University, 1998. Rethinking Decentralization in Developing
Bird, R. “ Threading the Fiscal Labyrinth: Some Issues Countries, Washington D.C: World Bank, 1998.
in Fiscal Decentralization .” National Tax Mardiasmo. Otonomi dan Manajemen Keuangan
Journal, Vol 46: 207-227, 1993. Daerah. Yogyakarta: ANDI, 2002.
Brodjonegoro, Bambang PS. “Desentralisasi Sebagai Meenakshisundaram, S. S. “Decentralization in
Kebijakan Fundamental untuk Mendorong Developing Countries” dalam Jha, S. N. &
Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Mathur, P. C. Decentralization and Local
Mengurangi Kesenjangan Antar Daerah di Politics. New Delhi: Sage Publications, 1999.
Indonesia.” Pidato Pengukuhan Guru Besar Muluk, Khairul. “Desentralisasi Teori Cakupan &
Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Elemen.” Jurnal Administrasi Negara, Vol II
2006.
No. 02 Maret 2002.
Burki, Shahid J., Guillermo E. Perry, dan William E.
Nikawa, Tatsuro. “Decentralization And Local
Dillinger. Beyond the Center: Decentralizing the
Governance: Reinforcing Democracy And
State. Washington DC: World Bank, 1999.
Effectiveness Of Local Government.” Paper
Burns, D., Hambleton, R, & P Hogget. The Politics of
presented in Regional Forum on Reinventing
Decentralization Revitalizmg Local Democracy.
Government in Asia Building Trust in
London: Macmillan, 1994.
Government: Innovations to Improve
Cohen, J.M. & S.B. Peterson, S. B. Administrative
Governance, 6-8 September 2006, Seoul,
Decentralization: Strategies for Developing
Republic of Korea.
Countries. Connecticut: Kumahan Press, 1999.
Oates, W E. “ Fiscal Decentralization and Economic
Conyers, D. “Decentralization and Development: A
Development. ” National Tax Journal, Vol 46
Frame Work for Analysis”. Community
(3): 237-243, 1993.
Development Journal, Vol. 21, number 2, April,
88-100, 2006.

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


129 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 129
2015 : 111-130
Pemerintahan
Patrinos, Harry A. dan David L. Ariasingam. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Decentralization of Education: Demand-Side Pemerintahan Daerah.
Financing. Washington DC: World Bank, 1997.
Piliang, Indra J, dkk (ed.). Otonomi Daerah, Evaluasi
dan Proyeksi. Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa
bekerjasama dengan Partnership Governance
Reform in Indonesia, 2003.
Rauta, Umbu. Otonomi Daerah: Perkembangan
Pemikiran dan Pelaksanaan. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2000.
Riwu Kaho, Josef. Prospek Otonomi Daerah Di negara
Republik Indonesia: Identifikasi Beberapa
Faktor yang Mempengaruhi
Penyelenggaraannya. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2005.
Rondinelli, D. A. McCullough, J. S., & Johnson, R.W.
“Analysing Decentralization Policies in
Developing Countries: A Political-Economy
framework”, Development and Change, Vol. 20,
No. 1, January 1998.
Salam, Darma Setyawan. Otonomi Daerah: Dalam
Perspektif Lingkungan, Nilai, dan Sumberdaya.
Jakarta: Djambatan, 2001.
Smith, B. C. Decentralization : The Territorial
Dimension of the State. London : George Allen
& Unwin, 1985.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.
Undang-undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.

Implementasi Kebijakan Desentralisasi


130 | Jurnal Bina Praja | Volume 7 Nomor 2 Edisi Juni di Indonesia – Kardin M. Simanjuntak | 130
2015 : 111-130
Pemerintahan

Anda mungkin juga menyukai