Anda di halaman 1dari 4

3.

1 Konsep Pertanian Terpadu

Sistem pertanian terpadu mengatasi tingkat perubahan pertanian, dengan cara yang
menyeimbangkan produksi pangan, profitabilitas, keselamatan, kesejahteraan hewan,
tanggung jawab sosial dan peduli lingkungan (Little dan Muir, 2003). pertanian terpadu telah
digunakan untuk pengelolaan sumber daya terpadu yang mungkin belum mencakup baik ternak
atau komponen ikan. Ini fokus integrasi ternak dan ikan, sering dalam yang lebih besar
pertanian atau mata pencaharian sistem. (Little dan Edwards, 2003).
Sistem pertanian terpadu adalah sistem pertanian yang mengkombinasikan
berbagai tanaman dan ternak dan penerapan berbagai teknik untuk menciptakan
kondisi yang cocok untuk melindungi lingkungan, menjaga produktivitas lahan
dan meningkatkan pendapatan petani. Sistem pertanian terpadu adalah sistem
pertanian dimana terjadi keterkaitan input-output antar komoditas, keterkaitan
antar kegiatan produksi dengan pra serta pasca produksi, serta antara kegiatan
pertanian dan kegiatan manufaktur dan jasa. Sistem pertanian terpadu
merupakan bagian dari sistem agro-ekoteknologi yang terdiri dari berbagai
komponen yang saling berkaitan, meliputi: komponen usaha non-pertanian, bio-
fisik alam, serta sosial ekonomi, politik dan budaya. Sistem pertanian terpadu
merupakan sistem pendekatan penggunaan input dari luar rendah antara
komoditas tanaman dengan ternak (Salikin, 2003; Fatmona, 2007; Prajitno, 2009;
Handayani, 2009).
Sistem pertanian terpadu adalah pemanfaatan sumber daya yang bertujuan
ganda dan berimbang dengan seleksi jenis tanaman maupun ternak. Sistem
pertanian terpadu ialah sistem pertanian yang didasarkan pada konsep daur ulang
biologis antara usaha tanaman, perikanan dan peternakan. Sistem pertanian
terpadu adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan ternak dan ikan dengan
lingkungannya untuk menghasilkan suatu produk yang optimal dan sifatnya
cenderung tertutup terhadap masukan luar (Nurcholis dan Supangkat, 2011;
Soputan, 2012; Nurhaedah, 2013).
Berdasarkan beberapa konsep di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem
pertanian terpadu adalah sistem pertanian yang mengkombinasikan dua atau lebih
bidang pertanian, yang didasarkan pada konsep daur-ulang biologis (biological
recycling), terjadi keterkaitan input-output antar komoditas yang saling
memberikan manfaat dengan pendekatan penggunaan input dari luar rendah, yang
dilakukan pada suatu lahan, melalui pemanfaatan limbah tanaman, kotoran ternak,
kotoran ikan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas
sehingga bisa meningkatkan pendapatan petani serta bisa tercipta kondisi
pertanian yang ramah lingkungan. Sistem pertanian terpadu harus
mempertimbangkan aspek-aspek keberlanjutan (sustainable) yang ramah
lingkungan (environmentally tolerable), secara sosial diterima masyarakat
(socially acceptable), secara ekonomi layak (economically feasible) dan diterima
secara politis (politically desirable).
Sistem Pertanian Terpadu Tanaman-Ternak (SITT)
Sistem usahatani terpadu tanaman-ternak (SITT) merupakan solusi utama
untuk meningkatkan produksi ternak dan menjaga lingkungan melalui penggunaan
sumber daya yang bijaksana dan efisien. Dalam Sistem usahatani terpadu
tanaman-ternak, limbah dari satu perusahaan menjadi masukan lain untuk
membuat penggunaan sumber daya yang lebih baik (Tiwari, 1993). Penerapan
SITT sangat diperlukan dalam pengembangan wilayah. Hal ini karena memiliki

Sistem pertanian lahan kering pada umumnya belum dipahami secara mendalam,
sementara keragaman ekosistemnya cukup kompleks. Kendala lingkungan, kondisi sosial
ekonomi masyarakat serta keterbatasan sentuhan teknologi yang adaptif mengakibatkan
kualitas, produktivitas dan stabilitas sistem usahatani yang ada masih terbatas. Kerusakan
fungsi lahan sebagai media tumbuh, seperti pekanya tanah terhadap erosi, unsur hara yang
minim, terbatasnya kandungan bahan organik merupakan permasalahan biofisik. Sementara itu
pihak petani lahan kering merupakan petani yang tergolong marjinal ditandai
dengan pendapatan dan tingkat pendidikan yang rendah, keterampilan terbatas serta
terbatasnya pelaksanaan konservasi pada lahan usahataninya (Sholahuddin et al., dalam
Kadekoh 2010). Hal ini merupakan masalah masalah klasik di kalangan petani lahan kering
yang memerlukan penanganan yang optimal, terencana dan berkelanjutan.

Teknologi sepadan diperlukan untuk menciptakan prospek cerah, khususnya bagi


lahan kering baik bagi lingkungan biofisik maupun lingkungan sosial ekonomi. Teknologi yang
dipandang tepat adalah teknologi yang berasaskan intergrated farming system (pertanian
terpadu) yaitu suatu sistem pertanian yang efisien dan berwawasan lingkungan, yang mampu
memanfaatkan potensi sumberdaya lokal secara optimal bagi tujuan pembangunan
pertanian berkelanjutan. Pengertian usahatani integrasi menurut Suwandi dalam Kariada
(2004) adalah suatu kegiatan petani dalam memanfaatkan secara optimal dan terpadu lebih dari
satu komoditas pertanian, baik komponen usahatani pangan, palawija, hortikultura, ternak, dan
ikan selama setahun. Sedangkan usahatani tidak terintegrasi hanya dengan satu komoditas
selama setahun. Sistem Pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan
pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam
satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi bagi peningkatan produktivitas
lahan, program pembangunan dan konservasi lingkungan, serta pengembangan desa secara
terpadu. Diharapkan kebutuhan jangka pendek, mene-ngah, dan panjang petani berupa pangan,
sandang dan papan akan tercukupi dengan sistem pertanian ini.

Solusi yang dapat diberikan kepada petani untuk mengatasi kelemahan revolusi hijau
menurut Artaji (2011) adalah pengelolaan usahatani dengan model intergrated farming system
yang mencakup :

(1) Integrated Crop Management


(ICM) atau Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), seperti cara tanam, pola tanam,
perawatan tanaman, metode panen, dll
(2) Integrated Nutrient Managemen
(INM) atau Pengelolaan Hara Terpadu, yaitu menyediakan hara yang sesuai dengan
jumlah hara (neraca hara) yang dibutuhkan oleh setiap komoditas, sehingga tercipta
kecukupan hara dalam jumlah yang tepat dan tanaman dapat berproduksi optimal
(3) Integrated Pest Management
(IPM) atau Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yang lebih efektif dan ramah lingkungan
seperti penggunaan pestisida nabati, perangkap, predator alami, organisme antagonis,
dan usaha-usaha penegahan serangan hama/penyakit.
(4) Integrated Soil Moisture Managemen
(IMM) atau Pengelolan Air Terpadu (PAT) seperti peggunaan irigasi teknis atau
teknologi yang lebih canggih lainnya dalam sistem vertigasi.
(5) Integrated Livestock Management
(ILM) atau Pengelolaan Ternak Terpadu Untuk peternakan dan/atau sistem/pola
pertanian terpadu di mana ada hubungan timbal-balik antara pertanian dan peternakan
(6) Integrated Waste Management
(IWM) atau Pengelolaan Limbah Terpadu Untuk peternakan dan/atau sistem/pola
pertanian terpadu di mana siklus biologi (bio-cycle) dalam usaha budidaya yang tidak
terputus dan pemanfaatan biomassa yang lebih efektif dan efisien (zero waste
management).

Rural Industries Research and Development Corporation (RIRDC) (2002) menyebut


sistem usahatani integrasi dengan bio-cyclo farming atau integrated biosystems yang
didefinisikan sebagai sistem yang menghubungkan beberapa aktivitas produksi pangan yang
berbeda, dengan aktivitas lain seperti pengolahan limbah dan pembuatan bahan bakar.
Integrated biosystems adalah sistem pertanian dimana produksi dan konsumsi berlangsung
pada suatu siklus tertutup, output dari suatu operasi menjadi input untuk yang lainnya
secara berkesinambungan. Sistem ini memungkinkan adanya hubungan fungsional antara
aktivitas produksi pangan yang berbeda, seperti pertanian, perikanan, dan industri pangan,
dengan aktivitas lainnya seperti pengelolaan limbah, penggunaan air dan degenerasi bahan
bakar. Pangan, pupuk, pakan ternak dan bahan bakar dapat diproduksi dengan input atau
sumberdaya minimum.

Anda mungkin juga menyukai