Anda di halaman 1dari 24

INTEGRATED FARMING SYSTEM

PEMERINTAH KOTA LUBUKLINGGAU


DINAS PERTANIAN
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam proses pembelajaran tentang sistem pertanian alami, faktor penting yang perlu
ditekankan bahwa muatan pertanian alami sesungguhnya mengandalkan pada sumberdaya
lokal seperti penggunaan dan pemeliharaan bibit lokal, pemanfaatan limbah pertanian alami,
kotoran ternak, maka nilai-nilai kearifan lokal terhadap pengelolaan dan penataan
sumberdaya dengan sendirinya akan menjadi bahan dan sumber dialog ditingkatan petani dan
sekaligus menjadi cara pandang dalam sistem pertanian secara alami.

Dengan demikian, sekaligus untuk menjawab keikut sertaan dari apa yang dilakukan
oleh pihak luar sebatas diperlukan jika petani hanya memerlukan jawaban atas masalah-
masalah yang muncul berkaitan dengan persoalan-persoalan praktis di lapangan dan peran
dari pihak luar hanya untuk memfasilitasi dengan pihak lain.

1.2 Komponen Integrated Farming System


Sistem ini memiliki satu pusat dan satu tujuan yaitu manusia yang harus dipenuhi
kebutuhannya. Pusat ini dikelilingi dengan berbagai model kegiatan ekonomi pertanian yang
saling berkaitan satu sama lain misalnya peternakan, perikanan, ladang/persawahan dan
pengelolaan limbah (waste treatment). Satu persatu kita akan membahas
komponen integrated farming system tersebut:

1.3 Sistem Pertanian Terpadu atau Sistem Pertanian Tanpa Limbah


Mengintegrasikan atau menggabungkan beberapa unit usaha di bidang pertanian yang
dikelola :

1. Secara terpadu
2. Berorientasi ekologis
3. Sehingga diperoleh peningkatan nilai ekonomi, tingkat efisiensi dan produktifitas
yang tinggi.
1.4 Azas Integrated Farming System
·      Keterpaduan (pembangunan menyeluruh, lintas sektor dan lintas daerah).
·       Kegotongroyongan (menumbuhkan rasa kebersamaan).
·       Keswadayaan (usaha kemandirian).
·      Partisipatif (mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemanfaatan
hasilnya).
·       Terdesentralisasi (terdelegasikan pada semua komponen yang terlibat).

1.5 Prinsip Integrated Farming System

1. Biomasa yang tersedia dapat dijadikan bahan pakan.


2. Spesies atau jenis ternak yang sesuai dengan kondisi agroekologi dan sosial budaya
masyarakat.
3. Manajemen pemeliharaan harus seimbang antara sistem perkandangan, aspek
veteriner, pengolahan dan pemanfaatan kompos, maupun diversifikasi usaha yang
kemungkinan timbul.
4. Dukungan inovasi teknologi lain dan kelembagaan yang tepat.

1.6 Integrated Farming System  Berbasis Tanaman Pangan Dan Perkebunan


Keunggulan Sistem Pertanian Tanpa Limbah Atau Sistem Pertanian Terpadu
·         Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal.
·         Memaksimalkan daur ulang hingga mencapai zero waste (tanpa limbah).
·         Meminimalkan kerusakan lingkungan atau ramah lingkungan.
·         Keanekaragaman atau diversifikasi usaha.
·         Pencapaian tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang.
·         Menciptakan kemandirian atau zero cost.
Mengapa Harus ’’Limbah’’?
·         Terbuang, bahkan menjadi ‘masalah’ dan ‘kendala’ dalam usaha tani atau agribisnis.
·         Pada saat ‘paceklik’ tidak tersedia pakan, tapi pada saat panen ‘terbuang’.
·         Kualitas ‘rendah’, harus ‘diperkaya’ secara fisik, dan/atau biologis (probiotik).
·         Tersedia dalam jumlah yang memadai.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Integrated Farming System


Integrated Farming System, atau sistem pertanian terpadu (Indonesia, red),
didefinisikan sebagai penggabungan semua komponen pertanian dalam suatu sistem usaha
pertanian yang terpadu. Sistem ini mengedepankan ekonomi yang berbasis teknologi ramah
lingkungan dan optimalisasi semua sumber energi yang dihasilkan. Di Indonesia, model
usaha ini masih sebatas wacana karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat dan
diperlukan modal yang cukup tinggi. Padahal usaha ini sangat cocok digunakan di Indonesia
yang memiliki iklim tropis dengan limpahan sinar matahari sepanjang tahun dan curah hujan
tinggi. Beberapa metode diversifikasi pertanian seperti minapadi (padi dengan ikan)
dan longyam (balong ayam/ ikan dengan ayam) mengadopsi model integrated farming
system ini.

2.1.1. Manusia
Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan energi sebagai motor kehidupannya.
Dengan integrated farming system, manusia tidak hanya mendapatkan keuntungan finansial
tetapi juga pangan sebagai kebutuhan primer dan energi panas serta listrik.

2.1.2. Peternakan
Peternakan memainkan peran sebagai sumber energi dan penggerak ekonomi
dalam integrated farming system. Sumber energi berasal dari daging, susu, telur serta organ
tubuh lainnya bahkan kotoran hewan. Sedangkan fungsi penggerak ekonomi berasal dari hasil
penjualan ternak, telur, susu dan hasil sampingan ternak (bulu dan kotoran).
Dalam mendesain komponen peternakan yang akan digunakan untuk integrated
farming system faktor biosekuriti adalah faktor penting yang harus selalu diperhatikan.
Adalah pencegahan penularan penyakit antar hewan yang menjadi fokus biosekuriti tersebut.
Di lapangan, kombinasi antar hewan ternak umumnya jarang dilakukan. Biasanya
ternak dikombinasikan dengan ikan. Jikapun ada, biasanya dipelihara dalam kandang atau
lokasi berbeda, terpisah jarak yang jauh juga sistem kerja yang terpisah, atau dengan kata
lain, tidak berhubungan satu sama lain. Contohnya adalah pekerja di kandang ayam tidak
boleh masuk ke kandang sapi begitupun sebaliknya.
2.1.3. Persawahan atau Ladang
Syarat tanaman yang bisa diusahakan adalah bernilai ekonomi dan bisa menyediakan
pakan untuk peternakan. Padi, jagung bawang merah dan kacang tanah serta rumput dapat
digunakan dalam integrated farming system. Perhatikan bahwa padi yang digunakan harus
berlabel biru atau yang tahan terhadap air yang agak tinggi. Hasil samping pertanian berupa
jerami, sekam dan sisa batang dapat digunakan sebagai pakan ternak dan ikan, pembuatan
biogas dan kompos.

2.1.4. Perikanan
Ikan yang digunakan untuk integrated farming system adalah ikan air tawar yang
dapat beradaptasi dengan lingkungan air yang keruh, tidak membutuhkan perawatan ekstra,
mampu memanfaatkan nutrisi yang ada dan memiliki nilai ekonomis. Ikan yang sering
digunakan adalah lele. Ikan dapat dipelihara secara tunggal (monoculture) atau campuran
(polyculture), asalkan jenis yang dipelihara mempunyai kebiasaan makan berbeda agar tidak
terjadi perebutan pakan.
Nutrisi untuk ikan berasal dari jatuhan kotoran ternak yang kering dan sisa pakan
ternak. Selain yang kering, kotoran ternak yang jatuh ke kolam juga memacu perkembangan
plankton yang menjadi makanan ikan. Oleh karena itu, sebaiknya peternak juga memilih ikan
yang dapat memanfaatkan plankton di dalam kolam seperti ikan lele. Ikan lele adalah ikan
yang dapat digunakan dalam integrated farming system.

2.1.5. Waste Treatment
Komponen ini berperan dalam penyediaan energi dan penekan pencemaran
lingkungan. Hasil dari pengolahan limbah tersebut adalah:
·           Kompos dan pupuk kandang
Bahan pembuat kompos adalah kotoran sapi (80-83%), jerami padi (bisa sekam,
serbuk gergaji dan lain-lain sebanyak 5%), abu dapur (10%), bakteri starter (0,25%) dan
kapur (2%). Bahan lain dapat digunakan asalkan kotoran sapi minimal 40% dan kotoran
ayam 25%.
Teknik pembuatannya adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi menjadi 4
lokasi (lokasi 1, 2, 3, 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut dinaungi
agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung. Proses pembuatannya
diawali dengan membiarkan kotoran sapi (feses dan urin) selama 1 minggu agar kadar air
menurun hingga 60%. Lalu kotoran dipindahkan ke lokasi satu dan dicampur merata dengan
jerami padi, abu dapur, kapur dan bakteri starter.
Setelah satu minggu tumpukan dipindahkan ke lokasi kedua dengan cara diaduk/
dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan.
Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu hingga 70 OC untuk mematikan
pertumbuhan biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan bebas dari biji gulma. Dan
kompos didapat telah siap digunakan.

·       Biogas

Biogas terbentuk dari hasil penguraian kotoran hewan oleh mikroorganisme yang
terdiri atas karbondioksida (30-40%), hidrogen (1-5%), metana (50-70%), uap air (0,3%),
nitrogen (1-2%), dan hidrogen sulfat (endapan). Metana sebagai komponen terbesar dapat
dimanfaatkan untuk memasak dan pemanas. Banyaknya metana yang dihasilkan juga
menentukan daya listrik yang dihasilkan. Satu meter kubik (m 3) metana yang setara dengan
10 kwh atau 0,6 liter bensin, mampu menghidupkan lampu 60-100 watt selama 6 jam. Cukup
3 ekor sapi untuk memenuhi kebutuhan energi skala rumah tangga.
Pada dasarnya, biogas dapat diolah dari berbagai macam feses. Hanya, tiap feses
ternyata memiliki kelebihan dan kekurangan. Contoh, feses sapi yang mudah dibuat biogas
karena sedikit mengandung unsur-unsur kimia. Selain itu, perbandingan C/N
(Carbon/Nitrogen) feses sapi adalah yang paling baik sehingga bakteri pembentuk gas dapat
tumbuh lebih baik.
Lain halnya dengan feses ayam yang dipelihara secara intensif. Feses ayam tersebut
memiliki kandungan zat kimia yang tinggi sehingga membutuhkan perhatian khusus dalam
pembuatannya. Terlepas dari itu, feses ini juga mengandung lebih banyak nitrogen dan mekar
lebih banyak sehingga dapat menghasilkan biogas dan pupuk lebih banyak.
Prinsip utama pembuatan biodigester (tabung pembuatan biogas) adalah kedap udara.
Gambar di bawah ini memperlihatkan biodigester menggunakan dua tabung yang saling
berhubungan. Melalui pipa (lubanginlet), kotoran dan air dimasukkan menuju tabung
pertama. Perbandingan kotoran dengan air adalah 1:2. Jika kotoran terlalu padat maka biogas
yang dihasilkan tidak optimal karena sulit dibebaskan ke biodigester.
Ilustrasi pembuatan biogas

Letak tabung pertama harus lebih rendah daripada tabung kedua. Saat kotoran baru
dimasukkan ke tabung 1, kotoran yang lama akan terdesak ke tabung kedua. Di tabung
pertama inilah tempat keluarnya biogas. Beberapa peternak menggunakan plastik yang
didesain sedemikian rupa membentuk balon berisi biogas sebagai penampung biogas. Plastik
ini biasanya digantung di langit-langit kandang dan terlindung dari hujan dan panas. Dari
penampung biogas inilah, biogas dialirkan ke rumah-rumah menggunakan selang plastik.
Tabung kedua berfungsi sebagai tempat kontrol kualitas biogas dan juga tempat
pengambilan ampas kotoran. Jika yang terdapat di permukaan tanah adalah endapan kotoran,
berarti proses berjalan baik. Namun jika yang tampak adalah air maka dipastikan telah terjadi
kebocoran instalasi atau terjadi proses biogas yang tidak.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah jangan memasukkan air yang mengandung
desinfektan dan antibiotik ke dalam tempat pembuatan kompos dan biogas. Tindakan ini akan
mematikan mikroorganisme tersebut.

2.2. Kelebihan dan Kelemahan Integrated Farming System


Tentunya sistem ini memiliki beberapa kelebihan antara lain:
1.      Sepanjang penggunaan obat-obatan masih mengikuti aturan pakai, sistem ini sangat ramah
lingkungan
2.      Efisiensi energi, karena tidak ada energi yang terbuang percuma
3.      Meningkatkan efektivitas lahan, dengan luas lahan yang sama, peternak bisa memiliki dua
usaha sekaligus
4.      Sumber dana terus menerus tanpa waktu kosong

Meski begitu, peternak tetap memperhitungkan beberapa hal yaitu :


1.      Resiko penularan penyakit antar hewan. Biosekuriti ketat dan tidak memelihara lebih dari satu
hewan ternak dapat menjadi solusi
2.      Daya tampung satu komponen terhadap komponen lain agar tercipta keseimbangan. Contoh,
populasi ayam harus menyesuaikan populasi ikan di kolam agar ikan tidak keracunan
ammonia
3.      Peningkatan resistensi antibiotik di lingkungan. Solusinya adalah rolling antibiotik dilakukan
lebih sering dan mengikuti aturan pakai yang telah ditetapkan

2.3. Pengelolaan Integrated Farming System


Pengelolaan integrated farming system :
2.3.1. Ayam-Ikan-Padi
Adaptasi sistem ini adalah longyam atau balong ayam. Keuntungan sistem ini adalah:
·                     Efisiensi pakan ikan yang berasal dari kotoran ayam dan jatuhan pakan ayam (± 1-5% dari
pakan yang diberikan ke ayam)
·                     Efisiensi lahan diatas kolam yang tidak dimanfaatkan
Sistem ini kami gunakan untuk ayam kampung karena kepadatan ayam yang berada di
atas kolam lebih rendah. Ayam kampung pun dinilai lebih mudah beradaptasi terhadap
lingkungan kandang longyam.
Kandang dibangun di atas kolam berbentuk bujur sangkar 14 m x 15 m dengan
ketinggian 1,5 meter dari permukaan air dan kedalaman kolam 2 meter. Tujuannya untuk
sirkulasi udara dan mencegah pelembaban lantai kandang oleh kolam. Ikan lele kami
gunakan untuk sistem ini karena sangat toleran dengan level oksigen yang rendah. 210 m2
kolam dapat menampung 250 ekor ikan lele anakan.
Padi sebagai komponen terakhir akan memanfaatkan air dari kolam ikan yang kaya
dengan unsur-unsur hara. Timbal baliknya adalah sisa panen padi berupa sekam dapat
dimanfaatkan sebagai litter kandang dan jerami dapat dijadikan kompos.

2.3.2. Kacang Tanah - Rumput – Sapi – Kambing - Cacing Tanah - Biogas


Model ini juga menarik untuk dikembangkan. Rumput dan daun kacang tanah sebagai
sumber energi dalam pakan ternak. Penambahan maksimal 5% dalam pakan akan
meningkatkan berat badan sapi, kambing karena peningkatan jumlah energi dalam pakan.
Penambahan 2-5% akan meningkatkan palatabilitas (cita rasa) pakan. Jika dicampur dengan
pupuk urea, bungkil kelapa, tepung batu gamping, dedak padi, gandum, dan garam dapat
membentuk UMB (urea molasses block) yang dapat digunakan sebagai suplemen pakan.
Dalam sistem ini, kotoran sapi dan kambing berfungsi sebagai media pembiakkan
cacing tanah dan bahan baku biogas. Ternyata feses sapi adalah media terbaik untuk
membiakkan cacing tanah karena kandungan protein tercernanya rendah. Sebelum dijadikan
media pembiakkan, feses tersebut harus difermentasikan selama tiga minggu.
Cacing tanah yang dapat dibiakkan ialah Lumbricus rubellus dan Eisenia foetida.
Setelah 40 hari di-biakkan, telur dan cacing tanah dapat dipanen. Bahkan, media pembiakkan
cacing tanah juga bernilai ekonomi yang disebut vermikompos. Dari 50 kg media
pembiakkan, dapat diperoleh 35 kg vermikompos. Vermikompos mengandung Phospor (0,6-
0,7%), Kalium (1,6-2,1%), Nitrogen total (1,4-2,2%), C/N rasio (12,5-19,2), Magnesium
(0,4-0,95%), Calsium (1,3-1,6%), pH 6,5-6,8 dengan kandungan bahan organik mencapai
40,1–48,7%. Vermikompos dan pupuk kompos dari biogas dapat digunakan untuk pupuk
bagi tanaman tebu dan juga buah-buahan.

2.4. Pembuatan Integrated Farming System


Proses integrated farming system  mencakup faktor-faktor di bawah ini yaitu:
2.4.1. Modal
Penekanan faktor modal meliputi modal teknis dan non teknis. Modal teknis meliputi
biaya pembuatan kandang, pembuatan kolam, harga tanah untuk lahan persawahan/ ladang
dan sebagainya. Peternak dapat meninjau modal teknis dari kondisi lingkungan seperti
ketersediaan air bersih, agen penyakit, suhu, kondisi tanah dan sebagainya. Lakukan survei
pendahuluan untuk memetakan bagaimana desain integrated farming system yang akan
dibuat. Lalu perhitungkan berapa modal yang dibutuhkan, kapan modal akan kembali, berapa
besar resiko yang akan dihadapi dan sebagainya.

2.4.2. Tenaga Kerja


Perbandingan kebutuhan tenaga kerja jika membangun suatu integrated farming
system. Akan lebih hemat jika menggabungkan padi dengan ikan dibandingkan yang lainnya.
2.4.3. Teknologi
Pemakaian teknologi lebih baik tentu berakibat pada dua hal yaitu modal dan tenaga
kerja. Penggunaan teknologi yang modern dalam budidaya ikan tentunya akan menurunkan
biaya untuk tenaga kerja.

2.4.4. Keuntungan
Keuntungan bersih didapatkan dari selisih antara biaya (cost) dan pendapatan kotor
(bruto). Perhitungan biaya berdasarkan kegiatan produksi. Biaya tetap (fixed cost/ FC)
digunakan untuk biaya yang harus keluar meski usaha sedang tidak berjalan misalnya
penyusutan kandang, retribusi dan sebagainya. Biaya berubah (variable cost / VC) adalah
biaya yang jumlahnya mengikuti volume produksi. Contoh, biaya pakan, pupuk, obat-obatan
dan sebagainya. Keduanya harus dijumlahkan dan digabungkan menjadi biaya total.
Keuntungan berasal dari penjualan hasil produksi. Berdasarkan tabel 1, usaha yang
paling menguntungkan dalam integrated farming system adalah perikanan. Penyebab utama
adalah biaya pakan ikan turun drastis.
BAB III
ANALISIS USAHA TANI DAN TERNAK

3.1 Analisis Usaha Tani Padi


Tabel 1. Analisis Usaha Tani Padi

N Volum Harga Satuan Jumlah Harga


Uraian Satuan
o e (Rp) (Rp)
Dalam satu kali masa panen
A Input 900.400
1 Sarana produksi 125.400
Benih 1,5 kg 10.000 15.000
Pupuk
60,0 kg -
kandang/petroganik *)
Pupuk SP-36 3,0 kg 2.000 6.000
Pupuk urea 12,0 kg 1.800 21.600
Pupuk NPK Phonska 18,0 kg 2.500 45.000
Pestisida/insektisida 0,1 liter 75.000 9.000
Karung/sak 9,6 buah 3.000 28.800
2 Biaya operasional 775.000
-
Pengolahan tanah*) 1,0 HOK -
Sewa traktor 0,5 Hari 700.000 350.000
Penyemaian*) 1,0 HOK -
Pencabutan bibit*) 1,0 HOK -
HOK
Penanaman*) 1,0 -
W
1,0 HOK -
Penyiangan*) 2,0 HOK -
Pemupukan*) 1,0 HOK -
Pengendalian hama
1,0 HOK -
penyakit*)
Panen (sewa threser) 0,5 Hari 850.000 425.000
Pasca panen*) 1,0 HOK -
Pengeringan*) 1,0 HOK -
B Output 1.365.000
-
1 Hasil GKP 4,8 kuintal -
2 Penyusutan 0,9 kuintal -
3 Hasil GKG 3,9 kuintal 350.000 1.365.000
C Keuntungan 464.600

Keterangan :
*) Di lakukan sendiri bersama istri dan anak tanpa mengupah tenaga kerja lainnya
Luas tanah 600 m2
3.2 Analisis Usaha Tani Jagung
Tabel 2. Analisis Usaha Tani Jagung

No Uraian Volume Satuan Harga Satuan Jumlah Harga


(Rp) (Rp)
Dalam satu kali masa panen
A Input 691.000
1 Sarana produksi 171.000
 Benih 0,4 kg 160.000 67.200
 Pupuk Organik 0,6 ton -
 Pupuk Npk Ponska 12,0 kg 3.000 36.000
 Pupuk Knoɜ 3,0 kg 15.000 45.000
 Pupuk Pelengkap Cair 0,1 liter 85.000 10.200
 Furadan 0,2 bungkus 20.000 3.600
 Kapur Pertanian 0,6 bantal 15.000 9.000
2 Biaya Tetap - 520.000
Cangkul 2 Buah 50.000 100.000
Kored 5 Buah 20.000 100.000
Emrat 5 Buah 50.000 250.000
Garpuh 1 Buah 70.000 70.000
3 Biaya operasional - -
Pengolahan tanah*) 1,0 HOK -
Penanaman*) 1,0 HOKW -
1,0 HOK -
Penyiangan*) 2,0 HOK -
Pemupukan*) 1,0 HOK -
Pengendalian hama
1,0 HOK -
penyakit*)
Penyemprotan *) 1,0 HOK
Pasca panen*) 1,0 HOK -
Pengeringan*) 1,0 HOK -
B Output - 1.500.000
1 Hasil 1 kali panen 600 kg 2.500 1.500.000
C Keuntungan 809.000

Keterangan :
*) Di lakukan sendiri bersama istri dan anak tanpa mengupah tenaga kerja lainnya dan
pupuk organik dari pengomposan feses sapi, kambing, ayam
Luas tanah 600 m2

3.3 Analisis Usaha Tani Kacang Tanah


Tabel 3. Analisis Usaha Tani Kacang Tanah 1 kali masa panen dengan Luas
Lahan 196 m2

No Harga Satuan Jumlah Biaya


Uraian Volume
. (Rp.) (Rp.)
A Tenaga Kerja :
Pengolahan Lahan*) 196 m2
HO
Tanam*) 1 K -
HO
Pemupukan*) 1 K -
HO
Penyiangan*) 1 K -
HO
Penyemprotan*) 1 K -
HO
Panen*) 1 K -
HO
Pengangkutan*) 1 K -
Jumlah -

B Sarana Produksi :
Benih 1,6 Kg 12.000 19.200
Urea 0,5 Kg 2.000 1.000
TSP 1 Kg 2.500 2.500
KCL 1 Kg 4.000 4.000
Kandang *) 10 Kg -
Pestisida 0,02 Lt 100.000 2.000
Jumlah 28.700
JUMLAH A+B (I) 28.700

C Hasil Panen (O) 26 Kg 5.000 130.000


Pendapatan (C-(A+B)) 101.300

O/I Rasio 4,53

Keterangan :
*) Di lakukan sendiri bersama istri dan anak tanpa mengupah tenaga kerja lainnya
Pupuk kandang yang dipakai dari hasil pengomposan feses ternak sapi dan kambing
serta ayam
3.4 Analisis Usaha Tani Bawang Merah
Tabel 4. Analisis Usaha Bawang Merah

Modal Kerja Unit Volume Harga Jumlah


satuan

I. Modal Tetap
1.            Saung Unit 4mx6m 3.500.000 3.500.000
2.            Reservoir air Unit 5 (1x1x5m) 50.000 250.000
3.            Alat-alat:

a.            Cangkul Buah 2 17.500 35.000


b.            Sprayer Buah 2 200.000 400.000
c.            Timbangan Buah 1 150.000 150.000
d.            Kepang/gribig Lembar 4 15.000 60.000
e.            Drum plastik Buah 2 55.000 110.000
f.             Gunting bawang Buah 5 5.000 25.000
g.            Gacok tangan Buah 5 6.000 30.000
h.            Embrat Pasang 2 12.000 24.000
i.              Ember plastik Buah 20 3.000 60.000
j.              Sarung tangan karet Pasang 2 8.000 16.000
k.            Volumetri plastik Buah 1 5.000 5.000

Sub total I 4.665.000

II. Modal Kerja


1.            Bibit Kg 1.000 12.000 12.000.000
2.            Pupuk Kg 15.000 90 1.350.000
a.            Pupuk kandang Kg 400 - -
b.            NPK (15:15:15) Kg 100 500 50.000
c.            Urea Kg 100 560 56.000
d.            ZA Ltr 1 90.000 90.000
e.            PPC Sitozim Kg 2 12.500 25.000
f.             MnSO4 Ltr 4 9.000 36.000
g.            Teepol Kg 15 37.000 555.000
1.            Pestisida
a.            Fungisida Ltr 17 38.000 646.000
b.            Insektisida Ltr 2 12.500 25.000
c.            CM akar Ltr 2 12.500 25.000
d.            Bokosi Ltr 17 7.000 119.000
e.            Stiker Buah 30 2.000 60.000
f.             Ugratas biru Hr 336 4.000 1.344.000
1.            Tenaga kerja Hr 203 6.000 1.218.000
a.            HKW (hari kerja wanita) 2,5 Bln 2 150.000 750.000
b.            HKP (hari kerja pria)
c.            Penjaga malam
d.            Tenaga ahli

5. Lain-lain 10%

Sub total II 18.349.000

Grand total Biaya = I + II 23.014.000

Pendapatan = [(600 x 10) x 85%] x 8.500 43.350.000

Keutungan = Pendapatan – Total biaya 20.336.000

3.5 Analisis Usaha Ternak Sapi

3.5.1. Analisis Usaha Ternak Sapi


·       Lahan yang digunakan merupakan tanah pekarangan yang belum dimanfaatkan dan tidak
diperhitungkan untuk sewa lahannya.
·       Sapi bakalan yang dipelihara sebanyak 20 ekor jenis PO dengan harga awal Rp.
7.000.000/ekor dan berat badan sekitar 250 kg/ekor
·       Sapi dipelihara selama 6 bulan dengan penambahan berat badan sekitar 0,7 kg/ekor/hari
·       Kandang yang dibutuhkan seluas 105 M2 dengan biaya Rp. 400.000/M2
·       Penyusutan kandang 20 %/tahun dengan demikian penyusutan untuk satu periode 10 %
·       Sapi membutuhkan obat-obatan sebesar Rp. 60.000/ekor/periode
·       Tenaga kerja 3 orang dengan gaji Rp. 500.000/bulan
·       Peralatan kandang dibutuhkan sebesar Rp 1.500.000/tahun, dengan demikian untuk satu
periode Rp. 750.000
·       Kotoran yang dihasilkan selama 1 periode sebanyak 20.000 kg dengan harga Rp. 200/kg
·       Pakan yang diperlukan untuk satu periode
o   HMT = 40 kg x 20 x 180 x Rp.100
o   Konsentrat = 3 kg x 20 x 180 x Rp. 1.500
 Pakan tambahan = 3 kg x 20 x 180 x Rp. 200
A. MODAL USAHA
Biaya Investasi
1. Pembuatan kandang 105 M2 x Rp. 400.000                                    Rp. 42.000.000
2. Peralatan kandang                                                                         Rp.      1.500.000
Biaya Variabel
1. Sapi bakalan 20 x Rp. 7.000.000                                                     Rp. 140.000.000
2. HMT                                                                                               Rp.   14.400.000
3. Konsentrat                                                                                     Rp.   16.200.000
4. Pakan Tambahan                                                                           Rp.     2.160.000
              Total Biaya Variabel                                               Rp. 172.760.000
Biaya Tetap
1. Tenaga Kerja 3 orang x 6 x Rp. 500.000                                       Rp.  9.000.000
2. Penyusustan kandang 10 % x Rp. 42.000.000                              Rp.  4.200.000
3. Penyusutan peralatan                                                                   Rp.     750.000
          Total Modal Tetap                                                      Rp.   13.950.000
 TOTAL BIAYA PRODUKSI = Rp. 172.760.000 + Rp. 13.950.000 = Rp. 186.710.000

B. PENERIMAAN
Penjualan sapi dan kotoran
·           Penambahan berat badan 0,7 kg x 180 = 126 kg/ekor/periode dan berat badan sapi sekarang
untuk setiap ekor adalah 376 kg, untuk berat keseluruhan adalah 20 x 376 kg = 7.520 kg
dengan harga Rp. 35.000/kg. jadi uang yang didapat adalah Rp. 263.200.000
·           Penjualan kotoran ternak 20.000 x Rp. 200 = Rp. 4.000.000

          TOTAL PENERIMAAN = Rp. 263.200.000 + Rp. 4.000.000 = Rp. 267.200.000


Tetapi karena kotoran sapi tidak dijual di pakai sendiri untuk pupuk kompos dan biogas maka
Total Penerimaan hanya dari penjualan sapi saja yaitu Rp. 263.200.000
          KEUNTUNGAN = Rp. 263.200.000 - Rp. 186.710.000= Rp. 76.490.000
3.6. Analisis Usaha Ternak Kambing
3.6.1. Analisis Hasil Usaha Ternak Kambing
Modal (faktor produksi) / 30 ekor kambing: Bibit (anak kambing) = Rp 6.000.000/ 30 ekor
Kandang dan peralatannya = Rp. 5.000.000 (kandang kambing sederhana)
Pakan hijauan = Rp 60.000/ bulan
Pakan konsentrat = Rp. 120.000/ bulan
Upah tenaga kerja = Rp. 500.000/ bulan

Total pengeluaran bulan pertama= Rp. 11.680.000.


Total pengeluaran 11 bulan berikutnya = 11 x Rp. 680.000 = Rp. 7.480.000.
Total pengeluaran selama 12 bulan = Rp. 19.160.000.
Harga jual kambing saat ini = Rp. 1.500.000 (harga minimal kambing dewasa umur 12 bulan)
Pendapatan dari penjualan kambing = 30 x Rp. 1.500.000 = Rp. 45.000.000
Keuntungan yang didapat 12 Bulan= 45.000.000 – Rp. 19.160.000 = Rp. 25.840.000 (hanya
dari penjualan kambing dewasa)
Dari perhitungan sederhana diatas dapat kita simpulkan bahwa dengan memelihara
300 ekor kambing seorang peternak dapa memperoleh laba sebesar Rp. 25.840.000/12 bulan.
Perhitungan tersebut dengan asumsi kita tidak memperoleh anak kambing dari peternakan
tersebut, asumsi ini memang jarang terjadi sebab biasanya 1 ekor kambing betina dewasa
akan menghasilkan anak minimal 1 ekor per tahun. Pada periode berikutnya biasanya modal
yang dikeluarkan akan semakin berkurang sebab biaya kandang tidak dikeluarkan lagi. 

3.7. Analisis Usaha Ternak Ayam Kampung


3.7.1. Analisa Budidaya Ayam Kampung
Untuk mengetahui berapa besar modal yang harus diinvestasi dalam usaha
pemeliharaan ayam kampung dan berapa jumlah keuntungan yang diperoleh, maka dibawah
ini penulis mencoba membuat perhitungan berdasarkan catatan harian pengeluaran seorang
peternak. Ukuran kandang panjang 10 meter lebar 5 meter dan tinggi 3 meter. Ukuran pagar
keliling, panjang 15 meter, lebar 140 meter dan tinggi 2,7 meter.
Kandang tersebut digunakan untuk memelihara 155 ekor ayam muda yang terdiri dari
150 ekor ayam betina dan 5 ekor jantan dengan umur rata-rata 4 bulan. Ayam-ayam anakan
tersebut dibeli dengan Rp 15.000,00/ekor. Porsi pakan 100 gr /ekor/hari, pada bulan ke dua
dan ke tiga porsi pakan di naikkan masing-masing sebesar 20%dan 25%.
Di bulan ke empat dari masa pemeliharaan ayam–ayam tersebut telah mulai bertelur,
dengan jumlah rata-rata 15 butir per periodenya. Untuk meningkatkan jumlah produksi telor,
sengaja peternak menerapkan metode siklus reproduksi, yaitu dengan jalan :
1. memisahkan induk dari telurnya dengan hanya satu butir telor pada sarangannya .
2. pada induk–induk yang mulai memperlihatkan tanda-tanda mengeram secepatnya di
mandikan
Dari kedua perlakuan diatas maka ditahun satu masa produksinya dapat diatur
sebanyak lima kali . Pada bulan ke 7 dari keseluruhan produksi telor 10% dieramkan
sedangkan sisanya dijual. Untuk tugas pengeraman sengaja digunakan untuk ayam sebanyak
20 ekor, sehingga pada bulan ke delapan terjadi penurunan produksi telur .
Setelah menetas induk dan DOC dipisah, kemudian induk dimandikan. Pada bulan ke
sembilan produksi telur mulai meningkat. Dalam produksi ayam kampung ini yang perlu di
ketahui adalah :
- Fertilitas =96%
-Daya tetas =90 %
-Kematian = 3%
-Umur Penetasan 21 hari
-Pemberian faksin dilakukan sebanyak 4 kali selama pemeliharaan.
DOC setelah dipisah dari induknya ditempatkan dalam kotak dos beralaskan sekam
padi yang di campur sedikit kapur, tanpa diberi bantuan induk buatan (Listrik lampu minyak)
sedang sebagai sumber penghangat DOC akan memperoleh dari panas tubunya sendiri. Pada
pemeliharaan ditahun kedua siklus reproduksi pertahunya diatur sebanyak 11 kali, dengan
demikian diharapkan pada peningkatan dalam jumlah produksi (telur) selain itu pada
pemeliharaan ini ada tambahan populasi ayam sebanyak 175 ekor betina dan 8 ekor pejantan.
Dibulan kelima ayam-ayam tersebut sudah mulai bertelur, dengan demikian ada
kenaikan dalam jumlah produksi telur. Dari jumlah produk perharinya, resiko pecah atau
retak diperhitungkan sebanyak 6 butir atau 180 per bulan (angka rata-rata), dan ini oleh
peternak dimanfaatkan untuk lauk. Sehingga total keseluruhan yang dikomsumsi adalah
17x180 butir=30.60 butir, sedang yang dijual sebanyak 49.300 butir dengan harga Rp. 1.500.-
A. Pemberian Pakan
1.Untuk ayam muda –dewasa, 100 gr /ekor/hari
Jumlah pakan per hari untuk 155 ekor =(100x 155) kg: 1000 = 15,5 kg.
Jumlah pakan bulan I = 30x15,5 kg = 465 kg
Jumlah pakan bulan II= (0,2x465 kg)+465 kg = 558 kg
Jumlah pakan bulan III= (0,25x558kg)+558kg = 697,5 kg
Jumlan pakan bulan IV – umur 2 tahun = 17x697,5 kg =11.857,5 kg
Total pemberian pakan =13,578 kg
2. Untuk DOC 60 gr/ekor/hari, sampai umur 3 bulan
Jumlah pakan untuk 189 DOC (189 x 60)kg :1000 = 11,34 kg
Jumlah pakan bulan I 30 x 11,34kg = 340,20 kg
Jumlah pakan bulan II(mortalitas 3%)(0,15x60)+60x183 x30x1kg = 378,81 kg
jumlah pakan bulan III (0,15x378,81kg)+378,81kg = 435,63 kg
Total pemberian pakan = 1.154,64 kg
3. Untuk ayam muda –dewasa, 100gr/ekor/hari
Jumlah pakan per hari untuk 183 ekor (100x183)kg: 1000 = 18,3 kg
Jumlah pakan bulan I =30x18,3 = 549 kg
Jumlah pakan bulan II =(0,2x549)kg+549kg = 658,8kg
Jumlah pakan bulan III =(0,25x658,8)kg+658,8kg = 823,5kg
Jumlah pakan bluan IV –bulan keXI = 10x823,5kg = 8.235 kg
Total pemberian pakan = 10.266,3kg
B. Analisa Biaya
1. Input
a. Biaya Infestasi
-Pembuatan kandang tahun 1 = Rp.35.000,00
-Pembuatan kandang dan Box tahun 11 =Rp.40.000,00
-Pembuatan pagar keliling =Rp.125.000,00
Total biaya investasi =Rp.200.000,00 (1)
b. Biaya Operasi
-Pembelian 155 ekor ayam=155xRp 15.000,00 =Rp.2.325.000,00
-Pembelian pakan untuk 155 ekor ayam=13.578xRp120,00 =Rp.1.629.360,00
-Pembelian pakan untuk 189 DOC sampai umur 3 bulan =1.154,64xRp.120,00 = Rp.138.557
-Pembelian pakan untuk 183 ekor ayam=Rp.10.266,3x120,00 =Rp.1.231.956,00
Total pembelian pakan =Rp.2.999.872,80
-Biaya vaksin dan obat cacing untuk ayam muda dan dewasa =Rp.3.000 ,00
-Biaya vaksin dan obat cacing/DOC =Rp.1.000 ,00
Total biaya operasi =Rp.2.325.000,00 + Rp.2.999.872,80 + Rp 4000,00 =Rp.5.328.873
c. Penyusutan dan Perbaikan
-Penyusutan kandang 1 tahun =Rp.2.500.000,00
-Penyusutan pagar 1 tahun =Rp.3.000.000,00
-Perbaikan kandang 1 tahun =Rp. 4.000.000,00
` -Perbaikan kandang 1 tahun =Rp. 5.000.000,00 Total =Rp. 14.500.000,-
2.Output
-Penjualan telur selama pemeliharaan= 49.300x Rp1.500,00=Rp 73.950.000,00
-Penjualan ayam afkir @Rp40.000,00 =Rp 6.200.000,00
-Penjualan dari telur yang dikomsumsi =3060x500=Rp 1.530.000,00
Total Rp 81.680.000,00
C. Keuntungan Yang Diperoleh
Rp 81.680.000,00 – Rp 19.828.873.00 = Rp. 61.851.127,00
Rp. 61.851.127,00 : 12 bln = Rp 5.154.261,00 /bln
3.8. Analisis Usaha Ternak Ikan Lele
3.8.1. Analisis Usaha Ternak Ikan Lele
1. Investasi
a. Bak kayu lapis plastik 3 unit @ Rp 500.000,- = Rp 1.500.000,-
b. Drum plastik 5 buah @ Rp 150.000,- = Rp 750.000,-
Rp 2.250.000,-
2. Biaya Tetap
Penyusutan bak kayu lapis plastik Rp 1.500.000,-/2
a. = Rp 750.000,-
thn
b. Penyusutan drum plastik Rp 750.000,-/5 thn = Rp 150.000,-
Rp 900.000,-
3. Biaya Variabel
a. Pakan 100 kg @ Rp 3700 selebihnya dari feses ayam = Rp 370.000,-
b. Benih ukuran 5-8 cm sebanyak 5.000 ekor @Rp 100,- = Rp 500.000.-
c. Obat-obatan 2 unit @ Rp 50.000,- = Rp 100.000,-
d. Alat perikanan 1 paket @ Rp 100.000,- = Rp 100.000,-
e. Tenaga kerja tetap (dikerjakan sendiri) = Rp 0,-
f. Lain-lain 12 bln @ Rp 100.000,- = Rp 1.200.000,-
Rp 2.270.000,-
4. Total Biaya Rp 5.420.000,-

5. Pendapatan Rp 13.000.000,00
Produksi lele konsumsi 1000 kg x Rp 13.000/kg -,
6. KEUNTUNGAN Rp 7.580.000,-

Tabel 5. Perbandingan tenaga kerja, modal, teknologi dan keuntungan berbagai


komponen integrated farming system seluas 1500 m2

Komponen Tenaga Kerja Modal Tetap Keuntungan Bersih Teknologi


Padi Dikerjakan Sendiri 900.400 464.600 Mina Padi
Jagung Dikerjakan Sendiri 691.000 809.000 Mina Padi
Bawang Merah Dikerjakan Sendiri 23.014.000 20.336.000 Mina Padi
Kacang Tanah Dikerjakan Sendiri 28.700 101.300 Mina Padi
Ikan Lele Dikerjakan Sendiri 5.420.000 7.580.000 Mina Lele ayam
Ayam Kampung Dikerjakan Sendiri 19.828.873 61.851.127 Mina Lele ayam
Sapi 3 Pekerja 186.710.000 76.490.000
Kambing 1 Pekerja 19.160.000 25.840.000
JUMLAH 255.752.973 193.472.027
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Manajemen penataan lingkungan yang baik pada usaha agribisnis sangat diperlukan untuk
melahirkan aktifitas yang mampu meningkatkan daya dukung lahan dengan termanfaatkannya limbah
organik sisa usaha menjadi kompos, sehingga akan memberikan suasana yang nyaman,
menghilangkan gangguan karena limbah usaha, nilai estetika tinggi dan kemudahan dalam melakukan
aktifitas. Mengaplikasikan ‘zero waste’ sekaligus ‘zero cost’
Berdasarkan pengalaman di lapangan :

1. Secara teknis layak, secara ekonomi feasible, sesuai dengan sosial budaya
masyarakat, ramah lingkungan dan menguntungkan petani karena dengan modal yang
sedikit bisa mendapat keuntungan yang banyak.
2. Model integrasi dapat dilakukan secara in-situ maupun ex-situ, ada siklus biologis
yang tidak terputus.
3. Integrasi meningkatkan nilai efisiensi usaha dengan pemanfaatan by product sehingga
akan menurunkan cost of production dan sekaligus meningkatkan pay of income

Beginilah mengenai integrated farming system yang dapat kami berikan. Mudah-


mudahan ilmu ini akan menjadi sebuah masa depan yang baik oleh usaha pertanian kita.

Anda mungkin juga menyukai