Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PENGOLAHAN LIMBAH TERNAK

DISUSUN OLEH :

BUDIYANTO ALULU

(621420016)

JURUSAN PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Pengolahan
Limbah Ternak" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah pengolahan limbah


ternak. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang pengolahan
limbah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu, Ir. Hj. Fahria Datau, M.Sl
selaku dosen Mata kuliah pengolahan limbah ternak. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah
ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


1.2 Rumusan masalah
1.3 tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1. sistem peternakan dan limbahnya

2.2. Mengenal berbagai limbah

2.3 Penanganan limbah ternak

2.4 Pendaur ulangan limbah

2.5 Penggunaan limbah ternak

2.6 Hasil samping limbah ternak

2.7. Dampak limbah terhadap lingkungan

2.8 Evaluasi pemanfaatan limbah

BAB III PENUTUP

3.1 kesimpulan

3.2 saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Limbah ternak merupakan hasil sisa buangan dari suatu kegiatan usaha
peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, dan
sebagainya. Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang
dihasilkansemakin meningkat.
Limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkandari suatu
kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas,maupun
sisa pakan.Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentukpadatan
atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut
daripemotongan ternak).Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk
cairan ataudalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat).
Menurut RendyMalik, (2014) limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas
atau dalam fase gas.

1.2. Rumusan masalah


1. Apa saja sistem peternakan?
2. Bagaimana cara mengelola limbah ternak?
3. Apa-apa saja jenis limbah ternak?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja sistem peternakan
2. Untuk mengetahui cara pengelolaan limbah ternak
3. Untuk mengetahui apa saja jenis limbah ternak
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sistem Peternakan Dan Limbahnya


a. Sistem peternakan
Dalam mengelola peternakan, dikenal beberapa sistempemeliharaan ternak
yaitu:
1. Sistem Ekstensif
Sistem pemeliharaan ternak ini membiarkan hewan menghabiskan
waktunya di luar kandang mencari makanannya sendiri, misalnya pada
pemeliharaan ayam kampung secara tradisional, ayam-ayam dibiarkan
berkeliaran di pekarangan dengan mencari makan sendiri, bahkan
kandangnya pun cukup di atas pohon, atau di mana pun di sekeliling rumah
atau di pekarangan tetangga (bukan pemiliki ayam tersebut). Contoh lain
adalah pada sebuah ranch terbuka dengan kualitas hijauan yang relatif kurang
Air Pekerja LUHT4452/MODUL 1 1.5 baik (karena tidak dipelihara secara
khusus), sampai yang cukup baik (dengan pastura yang dipelihara secara
baik), ternak dibiarkan mencari makanan di padang. Hasil yang diperoleh
dari sistem peternakan ekstensif memang tidak optimal, dan untuk negara
yang sudah maju, sistem ini sudah mulai ditinggalkan, untuk mencapai
efisiensi yang lebih tinggi dalam beternak.

2. Sistem Intensif
Sistem pemeliharaan dimana hampir seluruh waktu dari hewan tersebut
dihabiskan di dalam kandang, dan makanannya pun disediakan secara khusus
di dalam kandang. Sistem ini sering pula disebut feedlotting (sistem
peternakan dengan mengandangkan ternak). Dalam sistem ini terdapat juga
beberapa variasi seperti beratap atau tidak, lantai kandang keras (dari beton)
atau tidak bahkan kandang ber-AC atau tidak, meskipun pada umumnya
kandang tidak ber-AC. Pengertian feedlotting atau pemeliharaan dalam
kandang memang biasanya digunakan untuk sapi pedaging yang digemukkan
dalam suatu lot khusus untuk meningkatkan efisiensi. Namun, sebenarnya
feedlotting juga dapat digunakan untuk ternak-ternak lain yang dipelihara di
dalam kandang. Usaha feedlotting di suatu negara tentu berlainan dengan
negara lain terutama yang berhubungan dengan kondisi fisik dan finansial,
sehingga diperlukan banyak alternatif cara pemecahan problema (baik berupa
teknologi maupun peraturan) yang berhubungan dengan pengelolaan limbah
yang dihasilkan, terutama yang berkaitan dengan kemungkinan polusi yang
ditimbulkannya.

3. Campuran antara Pemeliharaan Ekstensif dan Intensif


Dalam sistem ini ternak dipelihara di dua tempat yaitu pada waktu
tertentu dibiarkan di padang penggembalaan (pastura) dan pada waktu
tertentu ternaknya dimasukkan ke dalam kandang untuk dipelihara secara
intensif. Ketiga sistem ini sangat besar pengaruhnya terhadap produksi
ternak, produksi limbah, dan terhadap kondisi lingkungan, karena ketiga
sistem di atas akan berhubungan dengan tata cara pengelolaannya baik
terhadap ternak dan peternaknya maupun dengan limbah yang dihasilkan

b. Limbah peternakan
Limbah ternak merupakan hasil sisa buangan dari suatu kegiatan
usahapeternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan,
dansebagainya.Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang
dihasilkansemakin meningkat. Total limbah yang dihasilkan peternakan
tergantung darispecies ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang
Seperti yang kita ketahui, bahwa limbah peternakan adalah limbah ternak
atau sisa buangan dari kegiatan peternakan seperti contoh usaha pemeliharaan
dan pengolahan produk ternak dan lain sebagainya. Semakin banyaknya
kegiatan yang dilakukan semakin meningkat limbah peternakan tersebut
Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine,
sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk,
isi rumen, dan lain-lain (Sihombing, 2000). Semakin berkembangnya usaha
peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat.

2.2. Mengenal Berbagai Limbah

Secara umum, pengertian limbah ternak adalah sisa buangan baik padat
maupun cair dari suatu kegiatan usaha peternakan, termasuk usaha pemeliharaan
ternak, rumah potonghewan dan pengolahan produk ternak. limbah ternak dapat
berupa limbah padat dan limbah cair, seperti feses, urine, sisa makanan, embrio,
kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, atau sisa isi rumen. Semakin
berkembangnya usaha peternakan, maka jumlah dan jenis limbah yang dihasilkan
akan semakin meningkat jumlah dan jenisnya sehingga perlu ditangani secara
kontinyu. Pada tahapan selanjutnya maka limbah tersebut harus dikelola dan
diolah agar dapat dimanfaatkan dan memberi nilai tambah ekonomi
(addedvalue).Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari spesies
ternak, besar usaha, tipe usaha dan sistem pemeliharaan

Dari pengertian limbah yang telah dijelaskan di atas, maka limbah dapat
digolongkan menjadi dua jenis macam limbah berdasarkan kandungannya, yaitu:

a. Limbah organic
Limbah ternak termasuk limbah organik yang mudah terurai menjadi
partikel-partikel yang bermanfaat untuk lingkungan. Limbah ternak
merupakan seluruh sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan, seperti
usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak,
dan sebagainya dapat berupa limbah padat dan limbah cair, seperti feses, urin,
sisa makanan dan sebagainya.

b. Limbah an-organik
Limbah an-organik merupakan limbah yang berasal dari limbah pabrik dan
perusahaan-perusahaan yang bergerak pada bidang pertambangan. Sumber
daya alam yang tidak mampu untuk diuraikan menjadi partikel-partikel
berguna inilah yang dikatakan limbah anorganik. Limbah industri anorganik
yang tidak dapat diuaraikan ini akan berbahaya bagi kesehatan dan menjadi
sampah yang tidak berguna bagi manusia maupun disekitar lingkungan.
Limbah an-organik dihasilkan oleh perusahaan perumahan, kelembagaan,
komersial, industri rumah tangga, limbah cair dari toilet, usaha peternakan dan
sebagainya yang dibuang melalui saluran pembuangan. Limbah an-organik
juga mencakup limbah cair dari industri dan perdagangan.

2.3. Penanganan Limbah Ternak


Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan merupakan suatu alternatif
bijaksana dalam upaya pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi ternak. Dua aspek
yang terkait dengan pemanfaatan limbah sebagai pakan adalah ketersediaan
bahan baku penyusun ransum bagi ternak dengan nilai ekonomis yang tinggi
dan membantu mengurangi pencemaran lingkungan.
Limbah sebagai bahan pakan selalu dikaitkan dengan harga yang murah
dengan kualitas yang rendah, akan tetapi faktanya ada beberapa hal yang perlu
diperhitungkan sebelum limbah itu digunakan seperti ketersediaan, kontinuitas
pengadaan, kadungan gizi, kemungkinan adanya faktor pembatas sperti zat
racun atau zat anti nutrisi, serta perlu tidaknya bahan diolah sebelum dapat
digunakan sebagai bahan pakan ternak. Potensi pertanian dan perkebunan di
Provinsi Lampung sangat besar. Dengan luasan dan besarnya produksi, maka
akan menyebabkan tingginya limbah hasil industri pengolahan tersebut.. Data
Pengelolaan Limbah Usaha Kecil (KLH, 2003) menunjukkan bahwa sebagian
besar industri pangan di Indonesia seperti industri tahu, tempe, kerupuk,
tapioka, dan pengolahan ikan, limbah padat dan cairnya dibuang ke
lingkungan, seperti selokan dan sungai. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya
untuk memanfaatkan limbah hasil aktivitas
masyarakat. Banyak produsen tahu di Indonesia, mulai dari tingkat usaha
kecil dan menengah hingga produsen yang berupa pabrik tahu. Fakta tersebut
juga secara tidak langsung menyebabkan surplus produksi ampas tahu atau
sisa dari pembuatan tahu. Dengan banyaknya industri pengolahan pabrik tahu,
akan menimbulkan beberapa gangguan pencemaran lingkungan. Limbah dari
industri pengolahan tahu ini dapat berupa padatan (ampas tahu) dan cairan (air
rendaman), apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan gangguan
terhadap lingkungan. Pada umumnya limbah tahu ini dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk dijadikan oncom, seriring berjalannya waktu dikarenakan
pembuatan oncom memerlukan proses yang cukup panjang maka akan
mengalami penurunan sehingga mengalami pergesaran manfaat sebagai pakan
ternak. Seiring dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka
banyak yang bisa dimanfaatkan dari limbah-limbah yang jarang dimanfaatkan
oleh masyarakat sehingga akan meningkatkan kualitas dari limbah tersebut
dan menambah nilai ekonomi dari limbah tersebut (Anonimous, 2009).

2.4. Pendaurulangan Limbah Ternank


ujuan utama dari pengelolaan limbah adalah agar limbah yang
dihasilkan tersebut tidak menyebabkan gangguan terhadap peternak,
ternak maupun lingkungan sebab tak ada seorang pun manusia yang normal
yang tidak menghendaki lingkungannya bersih.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pengelolaan limbah ternak
diperlukan untuk mencegah polusi terutama polusi yang terjadi karena
limbah yang dihasilkan dari usaha peternakan. Pemilihan metode dalam
mengelola limbah sangat tergantung pada volume, dan kelembaban limbah
yang ada. Sebagai contoh limbah yang banyak mengandung air, akan lebih
cocok bila ditampung dahulu dalam tangki penampungan untuk diolah
dengan menggunakan metode yang sesuai, sebelum dialirkan ke saluran air,
sehingga dapat mengurangi polusi yang ditimbulkannya.
Salah satu cara pengelolaan sampah atau limbah yang semakin banyak
adalah dengan memanfaatkan kembali limbah ini menjadi produk yang dapat
digunakan lebih lanjut. Cara ini sering disebut dengan daur ulang (recycling).
Kecenderungan untuk mendaurulang (recycling) barang yang tidak berharga
menjadi sesuatu yang dapat dimanfaatkan, barangkali mencontoh bukti yang
telah terjadi di alam raya ini, yaitu bahwa selama jutaan tahun telah berlalu,
walau banyak produk atau benda-benda alam yang terjadi di daratan maupun
di lautan, namun limbah yang terakumulasi relatif sedikit. Mendaur ulang
suatu barang adalah penggunaan barang bekas atau sampah atau limbah
untuk diolah atau diproses lagi menjadi barang yang bernilai guna dan
hasilnya sering disebut dengan hasil sampingan (by product). Hasil
sampingan ini dapat digunakan lebih lanjut dan dengan cara ini kadar limbah
dapat dikurangi. Bila daur ulang tidak dapat dilakukan, maka timbullah
problema limbah dan akan ada ongkos untuk proses pembuangan selanjutnya.
Dari keterangan di atas jelas terlihat bahwa mengubah limbah menjadi
bahan yang berguna harus mendapat pengelolaan dan pengolahan secara
wajar. Sebaliknya kalau materi tersebut tidak ditangani dan tidak diproses
secara wajar maka bukan hanya menjadi benda yang tidak berguna tetapi
juga dapat menjadi sumber polusi lingkungan.

Pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:


A. PENGELOLAAN YANG BAIK
Manajemen pengelolaan limbah diperlukan agar dalam suatu usaha
peternakan diperoleh efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan semua
faktor produksi dengan menghasilkan produk yang maksimal dan
menghasilkan dampak yang minimal.
Salah satu cara untuk dapat memperoleh efisiensi dan efektivitas dalam
usaha peternakan adalah dengan menyinergiskan usaha peternakan dengan
pertanian, perkebunan, dan perikanan. Dengan cara ini problem limbah
ternak dapat diatasi, karena kotoran/limbah ternak dapat digunakan sebagai
pupuk dan makanan ternak atau ikan sehingga dengan konsep usaha
peternakan seperti ini dapat meniadakan keberadaan limbah (zero waste).
Akan lebih menguntungkan bila usaha peternakan dilakukan secara
terpadu, yaitu memiliki ternak sapi/kambing, ayam, ikan/lele dan sawah.
Konsep yang mengubah limbah peternakan menjadi sumber daya hara bagi
tanaman, menjadi pakan ternak dan ikan dapat mengurangi pengaruh yang
merusak lingkungan sampai mencapai zero waste.Usaha lain yang mungkin
dapat dilakukan adalah dengan mengaturpenggunaan faktor produksi pada
usaha peternakan, beberapa contohpengelolaan yang dimaksud di sini antara
lain adalah:.
1. Menghemat penggunaan air untuk minum dan mencuci, ternyata dapat
mengurangi jumlah manur yang dihasilkan kira-kira 10-30 %.
2. Desain lantai dan saluran pembuangan (slurry) di bawah kandang (slot) ,
desain yang tepat dapat menekan konsentrasi gas dari manur yang
keluar dari kandang ke atmosfer bebas.
3. Menyesuaikan komposisi ransum agar dapat dicerna secara baik,
sehingga jumlah limbah yang dihasilkan akan berkurang.
Beberapa enzim sudah banyak dijual secara komersial yang berfungsi
untuk meningkatkan kecernaan makanan. Asam amino esensial sintetis
juga dapat digunakan untuk menggantikan sejumlah protein kasar yang
dapat mereduksi level nitrogen dalam feses.Penggunaan zat perangsang
tumbuh bersama dengan penggunaan asam amino berbentuk kristal, dapat
mengurangi penggunaan protein padaransum finisher dan dengan demikian
dapat mengurangi ekskresi Nsekitar 25-30%.
4. Penggunaan hewan superior secara genetik, biasanya dapat menghemat
makanan sebanyak 10-20%, dengan demikian produksi manur dapat pula
dikurangi.

B. CARA PENGOLAHAN LIMBAH EKSKRETA


Secara umum dapat dikatakan bahwa penanganan limbah ternak dapat
dilakukan dengan memproses limbah secara fisik, kimiawi, dan biologis.
Tujuan utama dari pengolahan limbah adalah untuk mengurangi atau
menghilangkan komponen limbah yang dapat menyebabkan polusi terhadap
lingkungan (air, tanah, dan udara).

2.5. Penggunaan Limbah Ternak


Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk
organik, energi dan media pelbagai tujuan (Sihombing, 2002). Sebagai pakan
ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein, lemak BETN, vitamin,
mineral, mikroba dan zat lainnya. Pelbagai manfaat dapat dipetik dari limbah
ternak, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada
ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial
untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti
protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral,
mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Limbah
ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupukorganik, energi
dan media pelbagai tujuan (Sihombing, 2002).
Limbah Ternak SebagaiBahan Pakan dan Media Tumbuh
Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein, lemak
BETN, vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya. Ternak membutuhkan
sekitar 46 zat makanan esensial agar dapat hidup sehat. Limbah feses
mengandung 77 zat atau senyawa, namun didalamnya terdapat senyawatoksik
untuk ternak. Untuk itu pemanfaatan limbah ternak sebagai makanan ternak
memerlukan pengolahan lebih lanjut. Tinja ruminansia juga telah banyak
diteliti sebagai bahan pakan termasuk penelitian limbah ternak yang
difermentasi secara anaerob (Prior et al., 1986). Penggunaan feses sapi untuk
media hidup cacing tanah, telah diteliti menghasilkan biomassatertinggi
dibandingkan campuran feces yang ditambah bahan organik lain, seperti feses
50% + jerami padi 50%, feses 50% + limbah organik pasar 50%, maupun
feses 50% + isi rumen 50% (Farida, 2000).
Limbah Ternak Sebagai Penghasil Gasbio Permasalahan limbah ternak,
khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan menjadibahan yang
memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk pengolahan yang dapat
dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan untuk
menghasilkan bahan bakar gasbio. Kotoran ternak ruminansia sangat baik
untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak ruminansia
mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme
dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan
lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja
ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosayang cukup
tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung
22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon
organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratioC:N, 0.73% P, dan 0.68% K
(Lingaiah dan Rajasekaran, 1986).
Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang
merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan
gas yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2)
(Simamora, 1989). Gasbio memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu
kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai
kalor 8900 kkal/m3. Menurut Maramba (1978) produksi gasbio sebanyak
1275-4318 I dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan
mejalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per
hari.Bahan gasbio dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran
hewan (manure), kotoran manusia dan campurannya. Kotoran hewan seperti
kerbau, sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil
gasbio dan hasil yang diperoleh memuaskan (Harahap et al., 1980).
Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang
meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap
metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik
mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana,
perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap
pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap
hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk
akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat,
propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida,
hidrogen dan amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses
pembentukan gas metan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat salah satu contoh
bagan perombakan serat kasar (selulosa) hingga terbentuk gasbio Sedangkan
bakteri-bakteri anaerob yang berperan dalam ketiga fase di atas terdiri dari :
1. Bakteri pembentuk asam (Acidogenic bacteria) yang merombak
senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu berupa asam
organik, CO2, H2, H2S.
2. Bakteri pembentuk asetat (Acetogenic bacteria) yang merubah asam
organik, dan senyawa netral yang lebih besar dari metanol menjadi asetat dan
hidrogen. Bakteri penghasil metan (metanogens), yang berperan dalam
merubah asam-asam lemak dan alkohol menjadi metan dan karbondioksida.
Bakteri pembentuk metan antara lain Methanococcus, Methanobacterium, dan
Methanosarcina.
Limbah Ternak Sebagai Pupuk Organik Di negara China tidak jarang
dapat dilihat pembuangan limbah peternakan disatukan penampungannya
dengan limbah manusia, untuk kemudian dijadikan pupuk organik tanaman
hortikultura. Selain itu ada juga yang mencampurnya dengan lumpur selokan,
untuk kemudian digunakan sebagai pupuk. Sebanyak 8-10 kg tinja yang
dihasilkan oleh seekor sapi per hari dapat menghasilkan pupuk organik atau
kompos 4-5 kg per hari (Haryanto, 2000 dalamwww.bangnak.ditjennak.go.id).
Farida (2000) mengungkapkan bahwa produksi kokon tertinggi diperoleh dari
pemanfaatan 50 % limbah feces sapi yang dicampur dengan 50% limbah
organik rumah tangga, yang bermanfaat untuk dijadikan pupuk organik.
Manfaat Limbah Ternak Lainnya Di India dengan adanya tinja sapi sebanyak
5 kg perekor dan kerbau 15 kg perekor, oleh pemerintah India disarankan
untuk dihasilkannya dung cake (briket) secara massal sebagai sumber energi
(Jha, 2002). Dilaporkan dari percobaan Basak and Lee (2001) bahwa tinja sapi
yang segar pada perbandingan 1:2 mampu mengendalikan (100%) patogen
cendawan akar mentimun (Cucumis sativus L.) dari serangan root rot oleh
Fusarium solani f.sp. cucurbitae Synder and Hansen, dan layu oleh Fusarium
oxysporum f.sp. cucumerinum Owen. Tinja sapi kemungkinan memiliki
mekanisme pertahanan dan memberikan perlindungan pada bagian leher
tanaman.
2.6. Hasil samping limbah ternak

Produk hasil samping peternakan adalah sebagai berikut:

 Kulit: kulit dari sapi, kambing, bahkan ayam bisa dijadikan kerupuk.
 Tulang: tulang dari sapi bisa diolah menjadi sebuah kaldu yang lezat.
 Jeroan: olahan jeroan daging sapi, seperti babat, usus, otak, dll.

Bahan pangan hasil samping hasil perikanan dan peternakan yaitu


bahan-bahan selain daging pada hasil perikanan dan peternakan yang
sanggup dimanfaatkan untuk pangan. Bahan baku berupa daging hasil
perikanan dan peternakan merupakan materi pangan utama manusia,
sedangkan bab tulang, kulit, jeroan, kaki, dan sisik, bab badan yang jarang
dimakan, tetapi masih sanggup dimanfaatkan sebagai Bahan pangan hasil
samping dari hasil perikanan dan peternakan masih mempunyai
kandungan gizi sehingga sanggup dimanfaatkan hasil samping pangan.
Hasil samping dari materi pangan hasil perikanan dan peternakan sanggup
dimanfaatkan dan diolah menjadi kuliner siap konsumsi menyerupai mie
bakso dan ceker ayam, keripik ceker ayam, kerupuk kulit ian, kerupuk
kulit sapi, keripik usus ayam, gulai kepala ikan kakap, rempeyek sisik
ikan, dan lain-lain.

 Tulang
Tulang disebut juga sebagai rangka adalah   bagian pembentuk tubuh
yang banyak mengandung kasium dalam bentuk kalsium pospat sebanyak
14% dari total susunan tulang. Bentuk kompleks fosfat ini terdapat pada
tulang dan dapat diserap oleh tubuh dengan baik sekitar 60-70%. Unsur
utama yang menyusun tulang ikan adalah kalsium, fosfat dan karbohidrat ,
sedangkan   yang terdapat dalam Gambar 5.2 Tulang. jumlah kecil, yaitu
magnesium, sodium, sitrat, dan stronsium, ÀXULGD K\GURNVLGD GDQ
VXOIDW Tulang ikan dan tulang dari hewan daging dapat diolah menjadi tepung
tulang yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembuatan pakan ternak karena
memiliki kalsium.
 Sisik Ikan
Sisik   adalah lapisan kulit yang keras dan berhelai-helai, berupa
keping- keping kecil yang kaku, yang tum- buh di kulit binatang sebagai
pelind- ung tubuhnya, seperti pada ikan, kadal, atau ular. Sisik dapat diolah
menjadi hiasan, bros, aksesoris se- hingga memiliki nilai jual tinggi.  

 Kulit Hewan Ternak


Kulit ialah bagian paling luar daging. Kulit merupakan organ tunggal
tubuh paling berat. Kulit juga merupakan hasil ternak yang paling tinggi
nilai ekonominya, yaitu sekitar 59% dari nilai keseluruhan E\ SURGXFW
yang dihasilkan oleh seekor   ternak. Kulit mempunyai banyak fungsi
antara lain sebagai alat perasa, pelindung jaringan di bawahnya, memberi
bentuk, mengatur suhu tubuh, tempat sintesis vitamin D. Kulit dapat di-
manfaatkan sebagai hiasan, karpet, sepatu, tas dan sebagainya.

 Bulu Hewan Ternak

Bulu   adalah suatu struktur epi- dermis yang membentuk penutup luar
pada burung dan unggas. Bulu adalah satu ciri utama yang membedakan
kelas Aves dari yang lainnya. Bulu unggas banyak dimanfaatkan sebagai
bahan pembuat kemoceng.

2.7. Dampak Limbah Terhadap Lingkunagan


Pengolahan limbah yang kurang baik juga akan menyebabkan lingkungan
kurang nyaman ditinggali karena bau tidak sedap serta tumpukan sampah yang
tersebar dimana-mana. Limbah yang dibuang kedalam air dapat menghasilkan
asam organik dan gas cair organik seperti metana yang dapat membahayakan.
Pada tanah, limbah ternak dapat melemahkan daya dukung tanah sehingga
menyebabkan polusi tanah. Sedangkan pada air, mikroorganisme patogenik
(penyebab penyakit) yang berasal dari limbah ternak akan mencemari
lingkungan perairan. Salah satu yang sering ditemukan yaitu bakteri
Salmonella sp (Rachmawati, 2000)
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan
seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk
ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah
cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu,
kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain (Sihombing, 2000). Semakin
berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin
meningkat.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak,
besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari
feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan
sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau
kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak
perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging
sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000).
Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang
dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan
cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang
berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati,
atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang
berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian
alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau
dalam fase gas.
Pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi
lingkungan sekitar. Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak
ruminansia. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab
terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun
dan terus meningkat. Apppalagi di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau
laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan
rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin
tinggi produksi metan (Suryahadi dkk., 2002).
1. Dampak Limbah Peternakan

Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang


potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat
menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh
limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya
5.000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x
10 7 m3 air. Selain melalui air, limbah peternakan sering mencemari
lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya
lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang
paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara
kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk
bertelur lalat.

Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat


menimbulkan pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran
udara di lingkungan penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar
pukul 18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m 3,
jadi sudah melewati ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran
udara di lingkungan (3000 mg/m3).

Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak


ruminansia ialah meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai
polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat
menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat
terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut
sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat
mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air (Farida, 1978).

Hasil penelitian dari limbah cair Rumah Pemotongan Hewan


Cakung, Jakarta yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas
air menurun, yang disebabkan oleh kandungan sulfida dan amoniak bebas
di atas kadar maksimum kriteria kualitas air. Selain itu
adanya Salmonella spp. yang membahayakan kesehatan manusia. Tinja
dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan
penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang
terluka atau tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau
daging yang belum dimasak yang mengandung spora. Kasus anthrax
sporadik pernah terjadi di Bogor tahun 2001 dan juga pernah menyerang
Sumba Timur tahun 1980 dan burung unta di Purwakarta tahun 2000
(Soeharsono, 2002).

1. Berbagai Bentuk Penanganan Limbah Peternakan

 Pengomposan

Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan berupa kotoran


ternak/feses, sisa pertanian, sisa pakan dan sebagainya. Proses pelapukan
dipercepat dengan merangsang perkembangan bakteri untuk menghancurkan
menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan. Penguraian dibantu dengan
suhu 600C. Proses penguraian mengubah unsur hara yang terikat dalam
senyawa organik sukarlarut menjadi senyawa organik larut yang  berguna bagi
tanaman (Ginting, 2007).

Bokashi adalah suatu kata dalam bahasa Jepang yang  berarti bahan
organik yang telah difermentasikan, pupuk ramah lingkungan dan termaksud
bahan organik kaya sumber kehidupan. Ciri-ciri pupukbokashi yang baik
warna coklat kehitam-hitaman, bahan hancur, lembab tidak keras dan tidak
bau, bau seperti tanah atau humus (Indroprahasto, 2010). Proses pengomposan
di tingkat rumah tangga seperti sampah dapur umumnya menjadi material
yang dikomposkan, bersama dengan starter dan bahan tambahan yang menjadi
pembawa starter seperti sekam padi, sisa gergaji kayu, ataupun kulit
gandum dan batang jagung (Yusuf, 2000).
Effectife Microorganism 4 (EM4) merupakan suatu cairan berwarna
kecoklatan dan beraroma manis asam (segar) yang di dalamnya berisi
campuran beberapa mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi proses
penyerapan/persediaan unsur hara dalam tanah. Menurut Rahayu dan Nur
(2002), Mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri dari asam laktat
(Lactobacillus sp), actinomycetes sp, streptomycetes sp, dan yeast (ragi).
Miroorganisme menguntungkan tersebut (EM4) telah lama ditemukan, diteliti
dan diseleksi terus menerus oleh seorang ahli pertanian bernama Profesor
Teruo Higa dari universitas Ryukyu Jepang. Dengan demikian EM4 bukan
merupakan bahan kimia yang berbahaya seperti pestisida, obat serangga atau
pupuk kimia lainnya (Hidayat et al., 2006).

Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) dapat mengakibatkan kemandulan


(sterilizer) oleh karena itu bakteri ini dapat menekan pertumbuhan
mikroorganisme yang merugikan; meningkatkan percepatan perombakan
bahan organik; menghancurkan bahan organikseperti lignin dan selulosa serta
memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa beracun yang
ditimbulkan dari pembusukan bahan organik. Bakteri ini dapat menekan
pertumbuhan fusarium, yaitu mikroorganisme merugikan yang menimbulkan
penyakit pada lahan/tanaman yang terus menerus ditanami (Suardana, 2007).

Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian


secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi. Proses pengomposan melibatkan  sejumlah
organisme tanah termasuk bakteri, jamur, protozoa, aktinomisetes, nematoda,
cacing tanah, dan serangga. Populasi dari semua organisme ini berfluktuasi,
tergantung dari proses pengomposan. Pada prinsipnya, teknologi
pengomposan yang selama ini diterapkan meniru proses terbentuknya humus
oleh alam dengan bantuan mikroorganisme. Melalui rekayasa kondisi
lingkungan kompos dapat dibuat serta dipercepat prosesnya. Proses
pengomposan dapat dilakukan secara aerobik dan anaerobik, biasanya dengan
bantuan EM4 (Rorokesumaningwati, 2000).
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen)
atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah
proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses
dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa
menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak
diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang
tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang
berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat,
asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S (Crawford, 2003).

Kecepatan pengomposan dipengaruhi oleh banyak-sedikitnya jumlah


mikroorganisme yang membantu pemecahan atau penghancuran bahan
organik yang dikomposkan. Dari sekian banyak mikroorganisme, diantaranya
adalah bakteri asam laktat yang berperan dalam menguraikan bahan organik,
bakteri fotosintesis yang dapat memfiksasi nitrogen, dan Actinomycetes yang
dapat mengendalikan mikroorganisme patogen sehingga menciptakan kondisi
yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lainnya (Isroi, 2008).

Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah proses


dekomposisi atau penguraian yang merubah limbah organik menjadi pupuk
organik melalui aktifitas biologis pada kondisi yang terkontrol. Dekomposisi
pada prinsipnya adalah menurunkan karbon dan nitrogen (C/N) ratio dari
limbah organik sehingga pupuk organik dapat segera dimanfaatkan oleh
tanaman. Pada proses dekomposisi akan terjadi peningkatan temperatur yang
dapat berfungsi untuk membunuh biji tanaman liar (gulma), bakteri-bakteri
patogen dan membentuk suatu produk perombakan yang seragam berupa
pupuk organik (Kaharudin dan Sukmawati, 2010).

 Biogas

Biogas adalah suatu jenis gas yang bisa dibakar, yang diproduksi melalui
proses fermentasi anaerobic bahan organic seperti kotoran ternak dan
manusia, biomassa limbah pertanian atau campuran keduanya, di dalam
suatu ruang pencerna (digester). Komposisi biogas yang dihasilkan dari
fermentasi tersesbut terbesar adalah gas methan (CH4) sekitar 54-70%
serta gas karbondioksida (CO2) sekitar 27-45%. Gas methan (CH4) yang
merupakan komponen utama biogas merupakan bahan bakar yang berguna
karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4800
sampai 6700 kkal/m³, sedangkan gas metana murni mengandung energi
8900 Kkal/m³. Karena nilai kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat
dipergunakan untuk keperluan penerangan, memasak, menggerakkan
mesin dan sebagainya. Sistim produksi biogas juga mempunyai beberapa
keuntungan seperti (a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b)
mengurangi polusi bau yang tidak sedap (Nurhasanah, 2005).

Menurut Willyan (2008), menyatakan bahwa biogas (gas bio)


merupakan gas yang ditimbulkan jika bahan-bahan organik, seperti
kotoran hewan, kotoran mausia, atau sampah, direndam didalam air dan
disimpan di dalam tempat tertutup atau anaerob. Proses terjadinya biogas
adalah fermentasi anaerob bahan organik yang dilakukan oleh
mikroorganisme sehingga menghasilkan gas yang mudah terbakar. Secara
kimia, reaksi yang terjadi pada pembuatan biogas cukup panjang dan
rumit, meliputi tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap
metanogenik.

Proses dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau


anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah
proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses
dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa
menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini
tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau
yang tidak sedap seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat,
asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S (Crawford, 2003).
2.8. Evaluasi pemanfaan limbah

Teknologi Pertanian ramah lingkungan adalah teknologi yang tidak


merusak lingkungan dan tetap menghasilkan produktivitas tinggi yang
mengedepankan keamanan pangan bagi masyarakat. Emisi Gas Rumah Kaca
yang menyebabkan terjadinya pemanasaan global dan berdampak langsung
dan  tidak langsung terhadap sytem pertanian. Pemanasan global akan
menyebabkan perubahan iklim, perubahan pola curah hujan, banjir dan
kekeringan bergeser polanya yang pada gilirannya merugikan usahatani.

Secara tioritis pemanasan global terjadi akibat terakumulasinya emisi Gas


Rumah Kaca (GRK) seperti karbondioksida (CO2) dan metana (NH4) di
langit yang dihasilkan oleh  berbgai aktiviats manusia  termasuk aktivitas
pertanian sehinga Gas Rumah Kaca (GRK) yang naik ke langit terhalang dan
terpantul kembali ke bumi menyebabkan panas yang dirasakan seluruh
mahluk dipermukaan bumi semakin tinggi

Untuk menghindari tersebut maka teknologi yang mengurangi produksi


CO2 dan NH4 harus terus dikembangkan oleh seleruh petani. Beberapa
teknologi yang sudah terbukti mengurangi emisi Gas Rumah Kaca(GRK)
adalah dengan pemnfaatan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk
organik.  Penggunaan pupuk kompos/organik pada lahan pertanian mampu
menjaga kesuburan tanah dan bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian
baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan
meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.

Keunggulan Pemanfaatan Limbah  kompos/organik

 Hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
 Mengandung hormon dan vitamin bagi tanaman
 Menghemat biaya kelola limbah,
 Mengurangi volume/ukuran limbah,
 Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya 
 Mengurangi polusi udara

Tahapan  dalam Pembuatan Limbah Kotoran Ternak Sapi


Menjadi Pupuk Kompos/Organik

BAHAN

 Kotoran ternak sapi 80 – 83 %


 Serbuk gergaji(sekam, jerami padi dll) 5%
 Stardec 0,25%
 Abu sekam 10 %
 Kapur 2 %
 Kotoran sapi (feses dan urin) dikumpulkan dan ditiriskan selama satu
minggu untuk mengurangi kadar airnya (± 60%).
 Kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut kemudian dipindahkan ke
petak pertama. Di tempat tersebut dilakukan        

 pencampuran bahan-bahan organik seperti ampas gergaji, abu sekam,


kapur dan dekomposer .
 Sebelum bahan-bahan organik dan dekomposer dicampurkan pada kotoran
sapi, sebaiknya keempat bahan organik tersebut (ampas gergaji, abu
sekam, kapur dan stardec) dicampur terlebih dahulu, agar merata, dan
dicampur merata pada kotoran sapi yang telah disiapkan pada tempat
pertama.
 Untuk setiap 1 ton (1000 kg) kotoran ternak bahan organik yang
dicampurkan adalah 50 kg serbuk gergaji, 100 kg abu sekam, 20 kg kapur
dan 2,5 kg stardec.
 Setelah seminggu dilakukan pembalikan dan dipindahkan ke lokasi kedua,
dibiarkan selama seminggu. Setelah seminggu dipindahkan ke lokasi ke 3
dan seterusnya sampai berada dipetak keempat dan diperam selama satu
minggu.
 Pada minggu keempat kompos sudah jadi dan untuk mendapatkan bentuk
yang seragam dilakukan penyaringan atau diayak untuk memisahkannya
dari kerikil atau potongan kayu dan lainnya. Selanjutnya kompos siap
untuk diaplikasikan pada lahan atau tanaman

Ciri Kompos Matang

 Berwana coklat kehitam-hitaman.


 Tidak berbau busuk.
 Tekstur kompos, sedikit berserat halus.
 Kandungan air apabila dikepal kuat tidak menjadi bergumpal keras ketika
kepalannya dibuka juga tidak terurai terlepas seperti pasir kering.
 Mengandung hara yang tersedia bagi tanaman;
 Kemampuan mengikat air tinggi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan

Limbah sebagai bahan pakan selalu dikaitkan dengan harga yang murah
dengan kualitas yang rendah, akan tetapi faktanya ada beberapa hal yang
perlu diperhitungkan sebelum limbah itu digunakan seperti ketersediaan,
kontinuitas pengadaan, kadungan gizi, kemungkinan adanya faktor
pembatas sperti zat racun atau zat anti nutrisi, serta perlu tidaknya bahan
diolah sebelum dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak. Potensi
pertanian dan perkebunan di Provinsi Lampung sangat besar.
Dengan luasan dan besarnya produksi, maka akan menyebabkan tingginya
limbah hasil industri pengolahan tersebut.. Data Pengelolaan Limbah Usaha
Kecil (KLH, 2003) menunjukkan bahwa sebagian besar industri pangan di
Indonesia seperti industri tahu, tempe, kerupuk, tapioka, dan pengolahan
ikan, limbah padat dan cairnya dibuang ke lingkungan, seperti selokan dan
sungai. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya untuk memanfaatkan limbah
hasil aktivitas masyarakat.
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Yaman, M. A. (2019). Teknologi Penanganan, Pengolahan Limbah Ternak dan


Hasil Samping Peternakan. Syiah Kuala University Press.

Linggotu, L. O., Paputungan, U., & Polii, B. (2016). Pengelolaan limbah kotoran ternak
dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan di Kota Kotamobagu. ZOOTEC, 36(1),
226-237.

Setiawan, A. (2013). Pengelolaan Limbah Ternak pada Kawasan Budidaya


Ternak Sapi Potong di Kabupaten Majalengka (Waste Management at Beef Cattle
Raising Area in Majalengka). Jurnal Ilmu Ternak Universitas Padjadjaran, 13(1).

Metro, K. M. B. K. Makalah No. 006.

Utami, S. N. H., & Handayani, S. (2003). Sifat kimia entisol pada sistem
pertanian organik chemical properties in organic and conventional farming
system. Ilmu Pertanian, 10(2), 63-69.

Pancapalaga, W. (2011). Pengaruh rasio penggunaan limbah ternak dan hijauan


terhadap kualitas pupuk cair. Jurnal Gamma, 7(1).

Lubis, A. R., & Sembiring, M. (2019). Berbagai Dosis Kombinasi Limbah Pabrik
Kelapa Sawit (LPKS) dengan Limbah Ternak Sapi (LTS) terhadap Pertumbuhan
Vegetatif Jagung Manis (Zea mays Saccharata Struth). AGRIUM: Jurnal Ilmu
Pertanian, 22(2), 116-122.

MAILANA, W. (2008). PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH TERNAK (Feses


kambing, feses ayam, feses sapi) DAN HIJAUAN (Daun Lamtoro dan daun
Gamal) TERHADAP KADAR (K) KALIUM PADA PUPUK CAIR (Doctoral
dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Lia Mulijanti, S., & Rismayanti, Y. (2016). Pemanfaatan Limbah Ternak Di


Sentra Usahaternak Sapi Perah (Studi Kasus di Kelompok S 28 Desa Pangalengan
Kec. Pangalengan Kab. Bandung).
Sari, R., Ratnasari, E., & Fitrihidajati, H. (2015). Pemanfaatan limbah ternak
kambing etawa sebagai bahan pupuk organik cair untuk budi daya baby corn.
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Surabaya. LenteraBio, 3(2), 143-149.

Yaman, M. A. (2019). Teknologi Penanganan, Pengolahan Limbah Ternak dan


Hasil Samping Peternakan. Syiah Kuala University Press.

Yanuartono, P. H., Indarjulianto, S., Nururrozi, A., Raharjo, S., & Haribowo, N.
(2019). Perlakuan biologis dengan memanfaatkan fungi untuk meningkatkan
kualitas pakan ternak asal hasil samping pertanian. Jurnal Peternakan Sriwijaya,
8(2), 18-34.

Anda mungkin juga menyukai