Anda di halaman 1dari 25

Pengolahan Limbah Peternakan

Makalah

“PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN”

Oleh:
HUSAIN FURQAN ABUSARI
NIM: 621414065

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat taufik dan hidayah-Nya sehingga Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Adapun Judul dari makalah ini “Pengolahan Limbah Ternak”
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, itu
dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat bantuan serta bimbingan dari
dosen mata kuliah Pengolahan Limbah Ternak, serta bantuan berbagai pihak, maka akhirnya
penyusunan laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis berharap dengan penyusunan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan bagi para pembaca umumnya, serta semoga dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk mengembangkan dan meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.

Gorontalo, April 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II PENGELOLAAN PETERNAKAN DAN LIMBAHNYA
2.1 Pengertian Sistem Peternakan dan Limbah Peternakan
2.2 Sistem Pengelolaan Peternakan Ayam Petelur
2.3 Sistem Pengelolaan Limbah Peternakan
2.3.1 Teknik Pengumpulan
2.3.2 Pengangkutan ( transport )
BAB III BERBAGAI LIMBAH DARI PETERNAKAN AYAM
BAB IV PENANGANAN LIMBAH TERNAK AMONIA
4.1 Pengertian Amonia
4.2 Dampak Gas Amonia
4.2.1 Gas Utama Penyebab Bau Kandang
4.2.2 Amonia Kaitannya Dengan Global Warming
4.2.3 Amonia Kaitannya Dengan Kesehatan Ternak
4.3 Dampak Negatif Lain Yang Ditimbulkan Amonia
4.4 Cara Penanganan Limbah Amonia
BAB V PENGOLAHAN LIMBAH TULANG AYAM
5.1 Pengertian Tulang dan Tepung Tulang
5.2 Proses Pembuatan Tepung Tulang
5.3 Cara Pembuatan Tepung Tulang
BAB VI PEMANFAATAN LIMBAH TEPUNG TULANG
6.1 Manfaat Utama Tepung Tulang
6.2 Pemanfaatan Lain Tepung Tulang
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya
permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi keuntungan yang cukup
tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan di Indonesia.
Namun demikian, sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah
yang dapat menjadi sumber pencemaran.
Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka pemgembangan usaha
peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah
kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya
kearah itu adalah dengan memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai
tambah bagi usaha tersebut.
Sistem peternakan terpadu merupakan sistem peternakan efektif yang dapat
diterapkan di lingkup masyarakat pedesaan sehingga menjadikan kegiatan beternak menjadi
lebih efisien dan menguntungkan bagi peternak.
Peternakan ayam ada dua macam, yakni ayam petelur (layer) dan ayam pedaging
(broiler). Limbah peternakan ayam petelur ada dua macam pula. Pertama kotorannya, yang
murni tanpa tercampur sekam, dan bermanfaat sebagai pupuk. Kotoran ayam petelur bernilai
paling tinggi dibanding pupuk kotoran ternak lain. Penampungnya adalah petani kentang, dan
cabai. Limbah kedua, berupa induk ayam afkir, yang ditampung oleh para pedagang sate
ayam.
Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan
karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang
membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan
yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti feces, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan
ternak dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar. Baik berupa
bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai yang tercemar
limbah peternakan.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah ternak yang selama ini
dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan perlu ditangani dengan cara
yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain berupa keuntungan ekonomis dari penanganan
tersebut. Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang
nyaman tetapi juga karena pengembangan peternakan mutlak memperhatikan kualitas lingkungan,
sehingga keberadaannya tidak menjadi masalah bagi masyarakat di sekitarnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengelola peternakan dan limbahnya?
2. Apa saja limbah yang ada pada limbah peternakan ayam?
3. Bagaimana cara menangani limbah yang tepat?
4. Bagaimana mengolah limbah agar dapat bermanfaat?
5. Bagaimana cara memanfaatkan limbah peternakan?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana
penanganan dan pemanfaatan limbah peternakan khususnya ayam petelur serta sebagai salah satu
tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Pengolahan Limbah Peternakan.

BAB II
PENGELOLAAN PETERNAKAN DAN
LIMBAHNYA

2.1 Pengertian Sistem Peternakan dan Limbah Peternakan


Sistem peternakan terpadu merupakan sistem peternakan efektif yang dapat
diterapkan di lingkup masyarakat pedesaan sehingga menjadikan kegiatan beternak menjadi
lebih efisien dan menguntungkan bagi peternak.
Definisi sistem peternakan adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur
ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem yang
meniru cara alam bekerja. Secara harfiah, peternakan dapat diartikan sebagai upaya budidaya
hewan ternak demi memenuhi kebutuhan pangan. Ditinjau dari komoditasnya, apabila
ditinjau dari ilmu yang membangunnya, peternakan dibangun dari ilmu-ilmu keras (hard
sciences) dan ilmu-ilmu lunak (soft sciences) baik pada kekuatan ilmu-ilmu dasar, terapan
dan lanjutan maupun ilmu-ilmu kawinannya.
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha
pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan sebagainya.
Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan,
embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain.
Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan
dari suatu usaha peternakan baik berupa limbah padat, cairan dan gas maupun sisa pakan.
Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat
(kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan hewan). Limbah cair adalah
semua limbah yang berbentk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari
pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam
fase gas.
2.2 Sistem Pengelolaan Peternakan Ayam Petelur
Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil
telurnya. Asal mula ayam petelur adalah berasal dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap
dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak.
Ayam-ayam petelur unggul yang ada sangat baik dipakai sebagai plasma nutfah untuk
menghasilkan bibit yang bermutu. Hasil kotoran dan limbah dari pemotongan ayam petelur
merupakan hasil sampingan yang dapat diolah menjadi pupuk kandang, kompos atau sumber
energi (biogas). Sedangkan seperti usus dan jeroan ayam dapat dijadikan sebagai pakan
ternak unggas setelah dikeringkan. Selain itu ayam dimanfaatkan juga dalam upacara
keagamaan.
 Syarat lokasi yang baik untuk budidaya ayam petelur adalah :
- Lokasi yang jauh dari keramaian/perumahan penduduk
- Lokasi mudah dijangkau dari pusat-pusat pemasaran
- Lokasi terpilih bersifat menetap dan tidak berpindah-pindah

 Pedoman teknis beternak ayam petelur antara lain :


A. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1. Kandang
Iklim kandang yang cocok untuk beternak ayam petelur meliputi persyaratan
temperatur berkisar antara 32,2-350C, kelembaban berkisar antara 60-70%, penerangan dan
pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar
matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang serta sirkulasi udara yang baik.
Jangan membuat kandang dengan permukaan lahan yang berbukit karena
menghalangi sirkulasi udara dan membahayakan aliran air permukaan jika turun hujan.
Sebaiknya kandang dibangun dengan sistem terbuka agar hembusan angin cukup
memberikan kesegaran di dalam kandang. Untuk konstruksi kandang tidak harus dengan
bahan yang mahal, yang penting kuat, bersih dan tahan lama. Selanjutnya perlengkapan
kandang hendaknya disediakan selengkap mungkin seperti tempat pakan, tempat minum,
tempat air, tempat ransum, tempat obat-obatan dan sistem alat penerangan.
 Bentuk-bentuk kandang berdasarkan sistemnya dibagi menjadi dua, yaitu :
- Sistem kandang koloni, satu kandang untuk banyak ayam yang terdiri dari ribuan ekor ayam
petelur.
- Sistem kandang individual, kandang ini lebih dikenal dengan sebutan cage. Ciri dari
kandang ini adalah pengaruh individu di dalam kandang tersebut menjadi dominan karena
satu kotak kandang untuk satu ekor ayam. Kandang sistem ini banyak digunakan dalam
peternakan ayam petelur komersial.
 Jenis kandang berdasarkan lantainya dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Kandang dengan lantai litter, kandang ini dibuat dengan lantai yang dilapisi sekam padi dan
kandang ini umunya diterapkan pada kandang sistem koloni
- Kandang dengan lantai kolong berlubang, lantai untuk sistem ini terdiri dari bantu atau kayu
kaso dengan lubang-lubang diantaranya, yang nantinya untuk membuang tinja ayam dan
langsung ke tempat penampungan.
- Kandang dengan lantai campuran litter dengan kolong berlubang, dengan perbandingan 40%
luas lantai kandang untuk alas litter dan 60% luas lantai dengan kolong berlubang (terdiri dari
30% di kanan dan 30% di kiri).
2. Peralatan
- Litter (alas lantai)
Alas lantai/litter harus dalam keadaan kering, maka tidak ada atap yang bocor dan air
hujan tidak ada yang masuk walaupun angin kencang. Tebal litter setinggi 10 cm, bahan litter
dipakai campuran dari sekam dengan sedikit kapur dan pasir secukupnya, atau hasil serutan
kayu dengan panjang antara 3-5 cm untuk pengganti sekam.
- Tempat bertelur
Penyediaan tempat bertelur agar mudah diambil telur dan kulit telur tidak kotor.
Dapat dibuatkan kotak ukuran 30x35x45 cm yang cukup untuk 4-5 ekor ayam. Kotak
diletakkan di dinding kandang dengan lebih tinggi dari tempat bertengger, penempatannya
agar mudah pengambilan telur dari luar sehingga telur tidak pecah dan terinjak-injak serta
dimakan. Dasar tempat bertelur dibuat miring dari kawat hingga telur langsung keluar sarang
setelah bertelur dan dibuat lubang yang lebih besar dari besar telur pada dasar sarang.
- Tempat bertengger
Dibuat dekat dinding dan diusahakan kotoran jatuh kelantai yang mudah dibersihkan
dari luar. Dibuat tertutup agar terhindar dari angin dan letaknya lebih rendah dari tempat
bertelur,tempat makan,minum dan tempat grit.
- Tempat makan dan minum
Bahannya dari bambu, aluminium atau apa saja yang kuat dan tidak bocor juga tidak
berkarat

 Penyiapan Bibit
Ayam petelur yang akan dipelihara haruslah memenuhi syarat sebagai berikut, yaitu:
- Ayam petelur harus sehat dan tidak cacat fisiknya
- Pertumbuhan dan perkembangan normal
- Ayam petelur berasal dari bibit yang diketahui keunggulannya.
Ada beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit/DOC (Day Old Chicken), yaitu:
- Anak ayam (DOC) berasal dari induk yang sehat
- Bulu tampak halus dan penuh serta baik pertumbuhannya
- Tidak terdapat kecacatan pada tubuhnya
- Anak ayam mempunyai nafsu makan yang baik
- Ukuran badan normal, ukuran berat badan antara 35-40 gram
- Tidak ada letakan tinja di tubuhnya

1. Pemilihan Bibit
Penyiapan bibit ayam petelur yang berkriteria baik dalam hal ini tergantung sebagai
berikut:
 Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan perbandingan antara ransum yang dihabiskan ayam
dalam menghasilkan sejumlah telur. Keadaan ini sering disebut dengan ransum perkilogram
telur. Ayam yang baik akan makan sejumlah ransum dan menhasilkan telur yang lebih besar
dari sejumlah ransum yang dimakannya. Jika ayam itu makan terlalu banyak dan bertelur
sedikit maka hal ini merupakan cermin buruk bagi ayam itu.
 Produksi Telur
Produksi telur sudah tentu menjadi perhatian. Dipilih bibit yang dapat memproduksi
telur banyak. Tetapi konversi ransum tetap utama sebab ayam yang produksi telurnya tinggi
tetapi makannya banyak juga tidak menguntungkan.
 Prestasi Bibit di Peternakan
Apabila kedua hal di atas telah baik maka kemampuan ayam untuk bertelur hanya
dalam sebatas kemampuan bibit itu.

 Pemeliharaan
 Sanitasi dan Tindakan Preventif
Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan usaha
pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga yang terampil saja.
Tindakan preventif dengan memberikan vaksin pada ternak dengan merek dan dosis sesuai
catatan pada label yang dari poultry shoup.
 Pemberian Pakan
Untuk pemberian pakan ayam petelur ada dua fase yaitu fase starter (umur 0-4
minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu).
Kualitas dan kuantitas pakan fase starter adalah sebagai berikut:
- Kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar
4%, kalsium (Ca) 1%, phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 kcal.
- Kuantitas pakan terbagi menjadi 4 golongan yaitu minggu pertama (umur 1-7 hari) 17
gram/hari/ekor; minggu kedua (umur 8-14 hari) 43 gram/ekor/hari; minggu ketiga (umur 15-
21 hari) 66 gram/ekor/hari dan minggu keempat (umur 22-29 hari) 91 gram/ekor/hari. Jadi
jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai umur empat minggu sebesar 1.520 gram.
Kualitas dan kuantitas pakan fase finisher adalah sebagai berikut:
- Kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%; serat
kasar 4,5%; kalsium (Ca) 1%; phospor (P) 0,7-0,7% dan ME (energi) 2900-3400 kcal.
- Kuantitas pakan digolongkan dalam empat golongan umur, yaitu: minggu kelima (umur 30-
36 hari) 111 gram/ekor/hari; minggu keenam (umur 37-43 hari) 129 gram/ekor/hari; minggu
ketujuh (umur 44-50 hari) 146 gram/ekor/hari dan minggu kedelapan (umur 51-57 hari) 161
gram/ekor/hari. Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57 hari adalah 3.829 gram.
 Pemberian Minum
Pemberian minum disesuaikan dengan umur ayam, dalam hal ini dikelompokkan
dalam dua fase, yaitu:
a) Fase starter (umur 1-29 hari) kebutuhan air minum terbagi lagi pada masing-masing minggu,
yaitu:
- Minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 liter/hari/100 ekor
- Minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1 liter/hari/100 ekor
- Minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5 liter/hari/100 ekor
- Minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7 liter/hari/100 ekor
Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu adalah sebanyak 122,6
liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama hendaknya diberi tambahan gula dan
obat anti stress kedalam air minumnya. Banyak gula yang diberikan adalah 50gram/liter air.
b) Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing minggu, yaitu:
- Minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5 liter/hari/100 ekor
- Minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9 liter/hari/100 ekor
- Minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7 liter/hari/100 ekor
- Minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1 liter/hari/100 ekor. Jadi total air minum umur 30-57 hari
sebanyak 333,4 liter/hari/ekor.
 Pemberian Vaksinasi dan Obat
Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit virus yang menular dengan
cara menciptakan kekebalan tubuh. Pemberiannya secara teratur sangat penting untuk
mencegah penyakit. Vaksin dibagi menjadi dua macam, yaitu:
- Vaksin aktif adalah vaksin mengandung virus hidup. Kekebalan yang ditimbulkan lebih
lama dari pada vaksin inaktif/pasif.
- Vaksin inaktif adalah vaksin yang mengandung virus yang telah dilemahkan/dimatikan tanpa
merubah struktur antigenic, hingga mampu membentuk zat kebal. Kekebalan yang
ditimbulkan lebih pendek, keuntungannya disuntikkan pada ayam yang diduga sakit.
Macam-macam vaksin:
- Vaksin NCD virus Lasota buatan Drh Kuryna
- Vaksin NCD virus Komarov buatan Drh Kuryna (vaksin inaktif)
- Vaksin NCD HB-1/Pestos
- Vaksin cacar/pox, virus diftose
- Vaksin anti RCD Vaksin Lyomarex untuk marek
Persyaratan dalam vaksinasi adalah:
- Ayam yang divaksinasi harus sehat
- Dosis dan kemasan vaksin harus tepat
- Sterilisasi alat-alat
 Pemeliharaan Kandang
Agar bangunan kandang dapat berguna secara efektif, maka bangunan kandang selalu
dibersihkan dan dicek jika ada bagian yang rusak supaya segera diperbaiki kembali. Dengan
demikian daya guna kandang bisa maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi
ternak yang dipelihara.
 Panen
1. Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya ayam petelur adalah berupa telur yang dihasilkan oleh
ayam. Sebaiknya telur dipanen 3 kali dalam sehari. Hal ini bertujuan agar kerusakan isi telur
yang disebabkan oleh virus dapat dikurangi. Pengambilan pertama pada pagi hari antara
pukul 10.00-11.00; pengambilan kedua pukul 13.00-14.00; pengambilan ketiga sambil
mengecek seluruh kandang dilakukan pada pukul 15.00-16.00.
2. Hasil Tambahan
Hasil tambahan yang dapat dinikmati dari hasil budidaya ayam petelur adalah daging
dari ayam yang telah tua (afkir) dan kotoran yang dapat dijual untuk dijadikan pupuk
kandang.
3. Telur yang dihasilkan diambil dan diletakkan di atas egg tray (nampan telur). Dalam
pengambilan dan pengumpulan telur, petugas pengambil harus langsung memisahkan antara
telur yang normal dengan yang abnormal. Telur normal adalah telur yang oval,bersih dan
kulitnya mulus serta beratnya 57,6 gram dengan volume sebesar 63 cc. Telur yang abnormal
misalnya telur kecil atau terlalu besar,kulitnya retak atau keriting dan bentuknya lonjong.
4. Setelah telur dikumpulkan, selanjutnya telur yang kotor karena litter atau tinja ayam
dibersihkan. Telur yang terkena litter dapat dibersihkan dengan amplas besi yang halus,
dicuci secara khusus atau dengan cairan pembersih. Biasanya pembersihan dilakukan untuk
telur tetas.

2.3 Sistem Pengelolaan Limbah Peternakan


Keberhasilan pengelolaan limbah peternakan sanggat dipengaruhi oleh teknik
pengelolaan yang dilakukan.

Teknik pengelolaan limbah meliputi:


- Teknik pengumpulan (collections)
- Pengangkutan (transport)
- Pemisahan (separation)
- Penyimpanan (storage) atau pembuangan (disposal)

2.3.1 Teknik Pengumpulan


Arah kemiringan kandang dibuat agar pada saat dibersihkan dengan air, limbah
mudah mengalir menuju ke parit. Kemudian limbah ternak berbentuk cair tersebut
dikumpulkan di ujung parit untuk kemudian dibuang.
Pada kandang sistem feedlots terbuka, sebagian besar limbah ternak menumpuk di
lokasi yang terbuka di depan kandang, lantai pada lokasi ini biasanya ditutup dengan bahan
yang keras dan rata dengan kemiringan tertentu untuk mengalirkan limbah cairnya. Untuk
membersihkan lantai digunakan pipa semprot yang kuat agar limbah cair dapat didorong dan
mengalir ke tempat penampungan.
Ada 3 cara mendasar pengumpulan limbah:
- Scraping, yaitu mmembersihkan dan mengumpulkan limbah dengan cara menyapu atau
mendorong (dengan sekop atau alat lain) limbah.
- Free-fall, yaitu pengumpulan limbah dengan cara membiarkan limbah tersebut jatuh bebas
melewati penyaring atau penyekat lantai kedalam lubang pengumpul di bawah lantai
kandang.
- Flushing, yaitu pengumpulan limbah menggunakan air untuk mengangkat limbah tersebut
dalam bentuk cair.

1. Scraping
Scraping diduga merupakan cara pengumpulan limbah yang paling tua dilakukan oleh
para peternak. Scraping dapat dilakukan dengan cara manual ataupun mekanik. Pada
dasarnya, kedua cara tersebut menggunakan alat yang terdiri atas plat logam yang fungsinya
untuk mendorong atau menarik limbah sepanjang lantai dengan maksud agar limbah terlepas
dari lantai dan dapat dikumpulkan.
Cara manual, biasa dipakai pada kandang panggung (stanchions), yaitu untuk
membersihkan limbah yang melekat di jeruji lantai kanndang atau di tempat-tempat fasilitas
kandang yang lain. Cara ini juga dilakukan untuk membersihkan limbah padat yang melekat
di dinding dan sukar larut dalam air sehingga tidak dapat dialirkan. Cara ini digunakan
terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja banyak dan sebagai
penyempurnaan sistem pengelolaan limbah peternakan.
Sistem mekanik memiliki cara kerja yang sama dengan sistem manual, hanya saja pada
sistem ini menggunakan kekuatan traktor atau unit kekuatan tetap. Contoh alat yang
digunakan: Front-end Loader, yaitu mesin yang alat pembersih atau penyedoknya terletak di
bagian depan. Alat jenis ini biasanya digunakan untuk membersihkan dan mengumpulkan
limbah dari permukaan lantai kandang ketempat penampungan, untuk disimpan atau diangkut
dengan kereta dan disebar ke ladang rumput.
Keuntungannya dari cara ini adalah mempermudah pengumpulan limbah dan efisiensi
waktu, sedangkan kelemahannya diperlukannya tenaga operator dan selama digunakan sering
terjadi penimbunan limbah yang menempel di alat yang mengakibatkan pencemaran udara
dan sebagai tempat berkembangnya lalat.

2. Free-Fall
Pengumpulan limbah peternakan dengan sistem free-fall dilakukan dengan membiarkan
limbah melewati penyaring dan penyekat lantai dan masuk ke dalam lubang penampung.
Teknik ini telah digunakan secara ekstensif dimasa lampau untuk peternakan hewan tipe
kecil, seperti ayam, kalkun, kelinci, dan ternak jenis lain. Baru-baru ini juga digunakan untuk
ternak besar seperti sapi dan babi.
Ada dua sistem free-fall, yaitu:
- Penyaring lantai (screened floor)
- Penyekat lantai (slotled floor)

 Screened floor
Lantai kandang sistem ini dapat dibuat menggunakan kawat kasa atau besi gril yang
berukuran mes lebih besar dan rata. Penggunaan kawat kasa sangat memungkinkan untuk
tempat pijakan hewan yang ada di dalamnya dan memudahkan limbah dapat dikeluarkan.
Digunakan pada kandang ayam sistem cage,babi dan pedet.

 Slotled floor
Salah satu bentuk lantai bersekat (jeruji) yang dipasang dengan jarak yang teratur dan
rata sehingga ukuran dan jumlahnya mencukupi untuk keluarnya limbah dari lantai. Lubang
dibawah lantai merupakan tempat untuk pengumpulan dan penampungan sementara untuk
kemudian limbah diolah dan digunakan. Dapat dibuat dari bermacam bahan, seperti kayu,
beton atau besi plat.
Keuntungannya dari sistem ini adalah lantai sistem sekat dapat meningkatkan sanitasi
dan mengurangi tenaga kerja untuk membersihkan kandang. Penggunaan sekat juga
memisahkan ternak dari limbahnya sehingga lingkungan menjadi bersih. Penggunaan sekat
ini adalah mengurangi biaya gabungan antara pengadaan dan penanganan alas kandang
(litter).

3. Flushing
Pengumpulan limbah dengan cara flushing meliputi prinsip kerja:
- Penggunaan parit yang cukup untuk mengalirkan air yang deras untuk mengangkut limbah
- Kecepatan aliran yang tinggi
- Pengangkutan limbah dari kandang
Sistem flushing telah digunakan sejak tahun 1960-an dan menjadi cara yang makin populer
digunakan oleh peternak untuk pengumpulan limbah. Keuntungan cara ini adalah biaya lebih
murah, bebas dari pemindahan limbah dan sama sekali tidak membutuhkan perawatan dan
mudah dipasang pada bangunan baru atau bangunan lama.
Perlengkapan flushing harus kuat, sederhana, mudah dioperasikan dan tahan karat, mudah
pemasangannya pada bangunan, tidak memakan tempat, dan harus dapat dipakai juga untuk
mengangkut air pada kapasitas tertentu untuk setiap durasi flushing.

2.3.2 Pengangkutan ( transport )


Cara pengangkutan limbah dari tempat pengumpulan bergantung pada karakteristik
aliran limbah. Karakteristik aliran limbah bergantung pada terutama umur dan jenis ternak
dan juga pada sistem pengumpulan limbah yang digunakan. Cara pengangkutan limbah yang
dikumpulkan menggunakan cara scraping berbeda dengan yang menggunakan flushing.
Sobel (1956) dan Merkel (1981) mengklasifikasikan cara pengangkutan limbah
berdasarkan karakteristiknya, yaitu:
- Semi solid (semi padat)
- Semi liquid (semi cair)
- Liquid (cair)

 Limbah peternakan semi padat


Limbah yang berbentuk semipadat tidak dapat dialirkan tanpa bantuan penggerak secara
mekanik. Limbah terletak kuat pada lantai (lengket) dan sangat berat untuk dipindahkan dan
membutuhkan periode waktu yang lama.
 Limbah peternakan semi cair
Limbah semi cair adalah limbah yang telah mengalami pengenceran dengan air dan
bertambahnya aktifitas mikroorganisme. Limbah dengan mudah dialirkan tanpa bantuan
mekanik yang dapat dengan mudah dilihat dengan mata telanjang. Limbah semicair biasanya
mengandung 5-15% bahan kering (total solid concentrations) dan diklasifikasikan sebagai
slurry.
 Limbah peternakan cair
Limbah peternakan yang cair adalah limbah yang sudah berbentuk cairan yang pada
umumnya mengandung bahan kering kurang dari 5% dan berasal dari aliran kandang feedlot,
efluen dari sistem pengolahan dan kamar susu. Karakteristik alirannya hampir sama dengan
aliran air dan susu.

Ada dua sistem pengangkutan limbah peternakan, yaitu:


- Pengangkutan secara mekanik untuk limbah padat dan semipadat
- Pengangkutan dengan air (hydraulic transport) untuk limbah cair dan semi cair
 Pengangkutan secara mekanik
Limbah peternakan yang berbentuk padat atau semipadat dapat diangkut secara
mekanik menggunakan alat konveyor atau pompa penyedot. Untuk tujuan pengangkutan
limbah peternakan pada umumnya menggunakan chain konveyor. Conveyor ini sangat cocok
untuk limbah peternakan karena selain biayanya yang murah juga sederhana, mudah dibuat,
dan sangat operasional untuk berbagai kondisi. Bentuk spesifik conveyor untuk penangnan
limbah ternak adalah scraper conveyor. Alat jenis ini sering digunakan untuk membersihkan
parit dan alley kandang.
Sistem lain pengangkutan limbah peternakan secara mekanik adalah menggunakan
pompa penyedot yang terdiri atas pipa penghisap berukuran besar yang digunakan untuk
menggerakan cairan atau padatan melalui pipa ke kolam penampungan.
Ada dua tipe pompa penyedot, yaitu hollow piston pump, digunakan untuk
mengangkut (memindahkan) limbah peternakan cair, dan solid piston pump, digunakan untuk
mengangkut limbah peternakan semi padat.
 Pengangkutan limbah dengan sistem aliran
Pada pengangkutan sistem ini dikategorikan ada beberapa tipe aliran, yaitu:
- Steady flow, tipe aliran yang terjadi tidak mengalami perubahan karena waktu dan aliran
relatif konstan.
- Varied flow, tipe aliran yang kecepatan berubah-ubah bergantung pada kondisi pada waktu
tertentu.
- Uniform flow, tipe aliran ini terjadi apabila tidak ada perubahan kecepatan pada arah aliran
secara spontan.
- Non-uniform flow, tipe ini terjadi apabila kecepatan aliran bervariasi antara tempat yang satu
dengan yang lain secara spontan.
Bentuk saluran pengangkutan limbah terdiri atas bentuk saluran terbuka yaitu saluran yang
bagian permukaanya tampak terlihat dan bentuk saluran yang tertutup. Bentuk saluran yang
tertutup pada umumnya menggunakan pipa yang terbuat dari bahan logam atau PVC.

BAB III
BERBAGAI LIMBAH DARI
PETERNAKAN AYAM
Peternakan ayam ada dua macam, yakni ayam petelur (layer) dan ayam pedaging (broiler).
Limbah peternakan ayam petelur ada dua macam pula. Pertama kotorannya, yang murni tanpa
tercampur sekam, dan bermanfaat sebagai pupuk. Kotoran ayam petelur bernilai paling tinggi
dibanding pupuk kotoran ternak lain. Penampungnya adalah petani kentang, dan cabai. Limbah
kedua, berupa induk ayam afkir, yang ditampung oleh para pedagang sate ayam.
Limbah peternakan ayam pedaging hanyalah litter (alas kandang), berupa sekam padi yang
tercampur kotoran ayam. Nilai kotoran ayam pedaging sangat rendah. Penampungnya para nurseri
tanaman hias, dan pengusaha tabulampot (tanaman buah dalam pot), sebagai media tanam. Limbah
pemotongan ayam pedaging, sama sekali tidak punya nilai, dan hanya mencemari lingkungan.
Dengan pengolahan yang tepat, limbah berupa bulu dan kotoran ayam pedaging, masih bisa
bermanfaat sebagai pupuk organik.
Untuk mendukung dua jenis peternakan ini, diperlukan pula unit pembibitan ayam (breeding
farm). Di Indonesia breeding farm, hanyalah memroduksi final stock, sebagai ayam petelur maupun
pedaging. Induk ayam final stock adalah parent stock (ayam induk), yang dihasilkan dari grand parent
(ayam nenek), serta grand-grand parent (ayam buyut), berupa galur murni. Ayam nenek, masih harus
diimpor terutama dari AS. Breeding farm produsen final stock, membeli grant parent dari breeding
farm besar, yang mengimpor grant parent dari luar negeri.
Meskipun akan dipanen telurnya, ayam induk dalam sebuah breeding farm, dipelihara seperti
halnya ayam pedaging, menggunakan kandang koloni, dengan alas litter. Bukan dalam kandang
baterai. Sebab agar telur itu fertil, induk ayam dipelihara jantan, dan betina dengan rasio 1 : 9. Tiap
pagi telur yang akan ditetaskan, dan dipasarkan sebagai anak ayam umur sehari (DOC, day old
chick), harus diambil dari lantai kandang litter. Masa pemeliharaan ayam induk sekitar dua tahun.
Limbah breeding farm lebih bervariasi dibanding limbah peternakan ayam petelur dan
pedaging. Pertama, pada umur antara 4 sd. 6 bulan, ayam jantan akan dikurangi, hingga rasionya
menjadi 1 : 9. Bersaman dengan itu, juga akan diseleksi pula ayam banci, baik ayam betina yang
berperilaku seperti jantan, atau sebaliknya. Hasil seleksi ayam jantan dan ayam banci, ini bernilai
cukup tinggi. Daging ayam seleksi breeding farm masih sangat empuk, sementara bobotnya bisa
mencapai 4 sampai 5 kg per ekor.
Sebelum masuk mesin tetas, telur peternakan breeding farm akan diseleksi bentuk, dan
ukurannya. Yang bentuknya terlalu bulat atau terlalu memanjang, ukurannya terlalu kecil atau terlalu
besar, harus diafkir. Tiga hari setelah masuk mesin tetas, telur kembali diseleksi. Telur yang fertil
(akan menetas) kembali mesuk mesin. Telur yang infertil (tidak terbuahi) kondisinya masih sangat
baik, hingga layak konsumsi. Penampung telur afkir, ini terutama para produsen kue.
Setelah masa produksi selama dua tahun, ayam induk juga akan diafkir. Sama dengan ayam
petelur afkir, ayam induk afkir akan ditampung oleh para pedagang sate ayam. Setelah kandang
breeding farm dikosongkan, litter juga harus diganti. Litter dari breeding farm bernilai lebih tinggi
dibanding litter broiler, sebab volume kotorannya lebih banyak, akibat masa pemeliharaan selama 2,5
tahun (0,5 tahun pembesaran, 2 tahun produksi). Volume kotoran pada litter ayam pedaging lebih
kecil, sebab masa pemeliharaan broiler kecil (1 kg), hanya 40 hari, dan broiller besar (1,5 kg), hanya
60 hari.
Telur yang tidak menetas juga merupakan limbah yang masih bernilai ekonomis, sebagai
pakan ikan. Selain telur yang tidak menetas, pada breeding farm, peternakan broiler maupun layer,
akan selalu ada ayam mati. Prosentase mortalitas yang masih bisa ditolerir maksimal 2%. Kalau satu
angkatan breeding farm, atau ayam petelur ada 3.000 ekor, maka selama 2,5 tahun pemeliharaan
rata-rata akan ada 60 ekor ayam mati. Pada peternakan broiler, jumlah ayam mati akan lebih banyak
lagi. Sebab masa pemeliharaannya yang pendek.
Sama halnya dengan telur yang tidak menetas, limbah ayam mati juga masih sangat
ekonomis sebagai pakan ikan, termasuk belut. Limbah ayam mati ini sebaiknya dibakar terlebih
dahulu, dipotong-potong atau dibedah perutnya, baru dimasukkan ke dalam kolam. Ada pula yang
mengambil dagingnya, digiling dengan dedak, dan karbohidrat (jagung, singkong), dan
menjadikannya pelet, atau dikukus dan langsung dijadikan pakan ikan.
Selain beberapa limbah yang telah dijelaskan di atas dalam peternakan ayam terdapat juga
limbah dalam bentuk gas, yaitu amonia. Amonia ini tidak hanya mencemari lingkungan saja tetapi
juga dapat mengakibatkan produktivitas ternak menurun dan mengganggu kesehatan manusia
sehingga berakibat usaha peternakan tersebut bisa ditutup jika tidak ditangani dengan benar.

BAB IV
PENANGANAN LIMBAH TERNAK
AMONIA
4.1 Pengertian Amonia
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati
berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki
sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah
senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi
tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia di
AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan sebagai
bahan beracun jika terhirup, dan pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500
galon (13,248 L) harus disertai surat izin.
Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini
menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C,
cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun
begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa
di dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3
dalam air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial
amonia berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30
persen berat amonia pada 15.5 °C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki
konsentrasi 5 hingga 10 persen berat amonia. Amonia umumnya bersifat basa (pKb = 4.75),
namun dapat juga bertindak sebagai asam yang amat lemah (pKa = 9.25).
4.2 Dampak Gas Amonia
Masalah bau kandang (bau kotoran,) di peternakan ayam memang menjadi salah satu
beban para peternak dari dulu hingga sekarang. Bagaimana tidak, bau kandang bisa
menyebabkan timbulnya masalah sosial, khususnya untuk kandang yang dekat dengan
hunian/perumahan. Beberapa peternakan bahkan terancam ditutup karena masalah bau
kandang ini memicu ketidaknyamanan masyarakat sekitar, seperti bau yang tidak sedap,
banyaknya lalat, dsb. Belum lagi dengan munculnya berbagai penyakit pernapasan yang
menimpa ayam akibat dipicu oleh bau kandang tersebut.
4.2.1 Gas Utama Penyebab Bau Kandang
Kandang yang berbau menyengat utamanya bersumber dari gas amonia (NH 3) yang
dihasilkan kotoran ayam. Meski sebenarnya dari kotoran ayam bisa terurai gas beracun lain seperti
H2S, CO2, dan metana, namun di antara gas beracun tersebut yang paling banyak menimbulkan
masalah bagi kesehatan dan produktivitas ayam, serta pemukiman adalah amonia. Menurut
Rachmawati (2000), dalam satu hari seekor ayam rata-rata bisa mengeluarkan kotoran sebanyak
0,15 kg, dan dari total kotoran tersebut biasanya terkandung nitrogen 2,94%. Sisa nitrogen inilah
yang nantinya akan menjadi sumber amonia.
Pada dasarnya, nitrogen dalam metabolisme protein makhluk hidup diekskresikan ke luar
tubuh dalam dua bentuk senyawa kimia, yaitu urea atau asam urat. Jika masih berbentuk asam urat,
nitrogen akan didekomposisi (diubah bentuknya) terlebih dahulu menjadi senyawa urea oleh bakteri
ureolitik di lingkungan. Adanya kelembaban yang tinggi dan suhu yang relatif rendahlah yang akan
membuat urea-urea yang mengandung nitrogen tadi akhirnya terurai menjadi gas amonia dan CO 2.
Selain faktor suhu dan kelembaban, menurut Setiawan (1993) ada faktor lain yang turut serta
meningkatkan akumulasi gas amonia, di antaranya akibat sirkulasi udara dalam kandang yang tidak
lancar, populasi ayam yang terlalu padat, serta pemeliharaan ayam pada kandang postal dengan
manajemen litteryang kurang baik (kotoran ayam menumpuk hingga berminggu-minggu, padahal alas
kandangnya tipis dan sudah sangat lembab/belum diganti atau ditambah litterbaru).
Tingginya produksi gas amonia yang berasal dari kotoran selama ini juga menjadi indikator
bahwa proses pencernaan nutrisi di dalam tubuh ayam kurang optimal atau adanya pemberian
protein ransum berlebih, sehingga tidak semua nitrogen diserap sebagai asam amino, tetapi
dikeluarkan sebagai asam urat lewat kotoran (Pauzenga, 1991).

4.2.2 Amonia Kaitannya Dengan Global Warming


Jika menelisik lebih jauh lagi, ternyata masalah amonia di peternakan ini telah
menjadi isu dunia sejak lama. Laporan yang dirilis oleh Watch Magazine (2009) menyatakan
bahwa sektor peternakan bertanggung jawab atas 51% kejadian pemanasan global (global
warming) dunia, di mana salah satunya disebabkan oleh cemaran gas amonia. Selain itu,
sektor peternakan juga dilaporkan ikut menyumbang sekitar 64% gas amonia dari total
amonia yang ada di atmosfer. Dan dari sekian banyak usaha peternakan, ternyata peternakan
unggas berada di peringkat kedua terbesar penyumbang gas amonia.
Di atmosfer, amonia menyebabkan semakin menipisnya lapisan ozon. Gas tersebut juga
dioksidasi menjadi nitrit secara terus menerus hingga bisa mengakibatkan hujan asam dan salju
asam, merusak hutan, danau, mata air, ekosistem pesisir pantai dan tanah, serta membantu
terjadinya pelepasan logam berat ke dalam air tanah.
Menurut data Direktorat Jendral Peternakan (2012), besarnya sumbangan gas amonia ke
udara ini berbanding lurus dengan pertambahan populasi ayam di dunia. Misalnya saja, pada tahun
2011 populasi ayam petelur Indonesia ada sebanyak 110.300.000 ekor. Jika diasumsikan kotoran
ayam petelur/ ekor/hari adalah 10 gram, maka produksi kotorannya keseluruhan adalah 1.103.000
kg/hari. Jika diperkirakan dari 100 gram kotoran tersebut dihasilkan 0,54 ppm amonia, maka total
keseluruhan amonia yang dibuang ke udara adalah 5.956.200 ppm/hari. Sungguh angka yang luar
biasa. Kadar amonia ini otomatis akan meningkat sesuai dengan pertambahan populasi ayam.
Berdasarkan contoh perhitungan tersebut tentunya bisa dibayangkan besarnya dampak
negatif yang ditimbulkan. Maka dari itu, tidak heran jika para praktisi menyimpulkan sektor
peternakan, seperti peternakan ayam memiliki potensi besar mencemari lingkungan. Meski demikian,
kita juga tidak bisa memungkiri bahwa usaha peternakan ayam yang kita kelola masih sangat
berperan penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat sehingga kita sebagai
peternak wajib meminimalisasi produksi gas amonia.

4.2.3 Amonia Kaitannya Dengan Kesehatan Ternak


Selain ikut berpartisipasi menyebabkan pemanasan global, sebagai besar dari kita tahu
bahwa gas amonia mempunyai daya iritasi tinggi bagi ternak, terutama ternak ayam, sehingga
bisa memicu infeksi penyakit pernapasan dan menurunkan produktivitas ternak. Beberapa
pengaruh gas amonia seperti tercantum pada Tabel di bawah ini.
Kadar Amonia (
Gejala Atau Pengaruh Yang Ditimbulkan
ppm )
5 Kadar paling rendah yang tercium baunya
6 Mulai timbul iritasi pada mukosa dan saluran pernafasan
11 Penurunan Produktivitas ayam
25 Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 8 jam

35 Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 10 menit

40 Mulai menyebabkan sakit kepala,mual, dan hilang nafsu makan pada manusia

50 Penurunan drastis produktivitas ayam dan juga terjadi pembengkakan Bursa Fabricius

4.3 Dampak Negatif Lain Yang Ditimbulkan Amonia


 Mengganggu mekanisme pertahanan pada saluran pernapasan ayam
Pada level 20 ppm, amonia bisa mengakibatkan siliostasis (terhentinya gerakan silia atau bulu
getar) dan desiliosis (kerusakan silia), dan akhirnya merusak mukosa saluran pernapasan ayam.
Akibatnya, ayam mudah terserang penyakit pernapasan karena silia dan mukosa saluran pernapasan
merupakan gerbang pertahanan pertama yang dimiliki ayam. Hal senada dilaporkan oleh Miles
(2002) bahwa ayam-ayam yang terpapar amonia selama masa broodingmenjadi rentan terserang
penyakit ND dan lebih sulit melawan infestasi bakteri E. coli di saluran pernapasan karena rusaknya
silia dan mukosa di lokasi tersebut.
 Membuat ayam mengalami hipoksia
Gas amonia bersama dengan gas CO2 yang terbentuk akan mengakibatkan tekanan gas
O2 dalam udara sekitar ayam menurun, sehingga ayam mengalami kekurangan oksigen (hipoksia).
Kondisi inilah yang akhirnya membuat permukaan saluran pernapasan ayam bersifat anaerob
(tekanan oksigen rendah) dan bakteri Mycoplasma senang tinggal di lokasi tersebut. Akibatnya ayam
sangat mudah terserang CRD (ngorok) berkali-kali. Saat ayam terserang CRD, maka tubuhnya pun
menjadi lebih rentan terhadap berbagai serangan penyakit lain.
Hal ini karena serangan CRD dapat menyebabkan kerusakan silia dan mukosa saluran
pernapasan yang berfungsi mencegah masuknya bibit penyakit. Jadi dengan tidak berfungsinya silia
dan mukosa akibat CRD, maka bibit penyakit lain pun akan mudah masuk ke dalam tubuh ayam.
Maka dari itu, di lapangan CRD jarang ditemui dalam keadaan murni, alias kerap berkolaborasi
dengan penyakit lain.
Yang paling sering adalah berkolaborasi dengan colibacillosis atau lebih dikenal dengan CRD
kompleks (Grafik 2). Di sinilah masalah serius muncul. Kasus CRD kompleks bisa memicu mortalitas
hingga angka 10-15%, atau bahkan bisa mencapai 20%. Sementara pada CRD murni, kematian yang
ditimbulkan terbilang rendah, sekitar 5% atau bahkan tidak ada.
 Mengganggu pembentukan kerangka tubuh dan kerabang telur
Menurut Summers (1993), gas amonia dengan kadar > 30 ppm dapat mengakibatkan kondisi
alkalosis (pH cairan tubuh, termasuk cairan plasma darah bersifat basa) pada ayam. Jika plasma
darah bersifat basa, maka sebagian besar protein plasma akan mengikat ion kalsium darah (yang
sebelumnya berupa ion bebas yang akan disimpan dalam jaringan tulang dan saluran telur (oviduct)).
Akibatnya, pembentukan tulang/kerangka tubuh ayam pun terganggu dan kerabang telur yang
dihasilkan menjadi lebih tipis.
Selain dampak di atas, ternyata masih ada lagi dampak negatif akibat paparan gas amonia ini.
Satu di antaranya ialah timbul gangguan pembentukan kekebalan tubuh, baik yang bersifat lokal
maupun humoral. Kekebalan lokal (IgA) yang terdapat dalam saluran pernapasan atas, produksinya
akan mengalami gangguan akibat rusaknya sel-sel epitel oleh iritasi amonia. Sedangkan kadar
amonia yang tinggi dalam darah (akibat terhisap dalam jumlah besar) menyebabkan stres pada sel-
sel limfosit sehingga produksi antibodi (IgG dan IgM) juga mengalami gangguan (North, 1984).
4.4 Cara Penanganan Limbah Amonia
Setelah kita mengetahui begitu banyak dampak negatif dari amonia, tentu kita sebagai
peternak harus bisa mengendalikan kadar amonia di kandang. Tindakan yang dilakukan yaitu:
1. Cegah kejadian wet dropping (kotoran basah) atau diare karena amonia akan cepat terbentuk jika
kondisi kotoran basah dan lembab. Cara pencegahannya yaitu dengan:
- Mengatasi kasus infeksi pencernaan (penyakit necrotic entritis, koksidiosis, colibacillosis, dll) yang
menyerang ayam dengan segera
- Menyesuaikan asupan protein dan garam dalam ransum dengan kebutuhan ayam. Kadar garam
yang terlalu tinggi di dalam ransum akan mengganggu keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga
kotoran ayam menjadi basah. Kadar garam yang tinggi juga akan memicu ayam mengkonsumsi air
lebih banyak sehingga menyebabkan ayam mengalami diare. Demikian halnya dengan kadar protein
yang terlalu tinggi. Hal ini terjadi karena sisa protein yang tidak tercerna akan diubah menjadi asam
urat yang akan tinggi konsentrasinya di dalam ginjal sehingga akan memicu ayam minum lebih
banyak. Akibatnya kotoran ayam pun menjadi basah dan encer.
2. Lakukan manajemen litter dengan baik:
- Pilih bahan litter yang berkualitas (kering, tidak berdebu, mampu menyerap air secara optimal) serta
memasangnya dalam jumlah cukup (tidak terlalu tipis).
- Gunakan litter dengan ketebalan optimal, yaitu 8-12 cm untuk kandang postal dan 5-8 cm untuk
kandang panggung. Hal ini bertujuan agar litter menjadi lebih kering dan bisa menjaga suhu hangat
saat masa brooding.
- Untuk sistem pemeliharaan di kandang postal, pada litter bisa ditambahkan kapur. Penambahan
kapur ini berfungsi membantu penyerapan air dan kelembaban udara. Penambahan kapur juga
bermanfaat mencegah terjadinya koksidiosis karena koksidia (penyebab koksidiosis, red) tidak tahan
terhadap panas dari kapur.
- Pada masa brooding, lakukan pembolak-balikan litter secara teratur setiap 3-4 hari sekali, mulai
umur 4 hari sampai umur 17 hari. Hal ini untuk menghindari litter menggumpal sejak awal. Namun
jika littersudah terlanjur ada yang menggumpal dan jumlahnya sedikit, maka litter bisa dipilah dan
dikeluarkan dari kandang. Namun jika jumlah litter yang menggumpal atau basah sudah banyak, lebih
baik tambah litter baru hingga yang menggumpal tidak nampak.
- Jika litter sudah sangat lembab, ketika hendak ditambah litter baru sebaiknya ditaburi kapur terlebih
dahulu agar cepat kering, setelah itu baru ditumpuk dengan litter yang baru.
- Perbaiki atap kandang yang bocor secepatnya dan hindari pekerjaan yang tergesa-gesa, terutama
dalam mengganti air minum. Jangan sampai air tumpah ke litter. Pasang instalasi tempat minum
dengan benar agar tidak terjadi kebocoran air.
3. Atur kepadatan kandang, dimana kepadatan ayam yang ideal adalah 15 kg/m 2 atau setara dengan 6-
8 ekor ayam pedaging dan 12-14 ekor ayam petelur grower (pullet) per m 2-nya. Saat awal
(masa brooding) lakukan pelebaran sekat kandang secara teratur sesuai pertumbuhan ayam sampai
seluruh kandang ditempati.
4. Perhatikan sirkulasi udara dengan memperhatikan manajemen buka tutup tirai, mengatur jarak antar
kandang, serta menambah penggunaan bloweratau fan (kipas).
5. Lakukan manajemen penanganan kotoran di kolong kandang dengan tepat agar kotoran ayam tidak
lembab dan pembentukan amonia terhambat.
6. Menurunkan Kadar Amonia
Caranya yaitu dengan mengatur sirkulasi udara (membuka tirai kandang), menambah sekam
baru (untuk kandang postal), memberi kapur kemudian mengeruk kotoran ayam (untuk kandang
panggung), dan menggunakan bahan tertentu yang mampu bekerja mengikat amonia. Salah satu
produk yang mengandung bahan pengikat amonia adalah Ammotrol.
Ammotrol aman digunakan setiap hari dalam jangka waktu lama untuk mengikat amonia
tanpa menimbulkan efek samping dan residu. Pemberian Ammotrol juga relatif mudah, cukup
disemprotkan ke kotoran atau dilarutkan dalam air minum, serta bisa diberikan bersamaan/dicampur
dengan vitamin atau antibiotik.
Pada dasarnya konsep penanganan kotoran di kolong kandang (pada kandang panggung
dan kandang baterai, ) ada dua macam. Pertama, kotoran diambil secara periodik. Kedua, kotoran
ayam dibiarkan menumpuk di kolong kandang sampai akhir periode pemeliharaan (satu siklus).
Semuanya tergantung jenis ayam yang dipelihara (pedaging atau petelur), tinggi rendahnya kolong
kandang, kondisi kotoran, dsb.
Untuk pemeliharaan ayam pedaging di kandang panggung, sebagian peternak memilih
membiarkan kotoran menumpuk hingga satu siklus. Hal itu boleh-boleh saja dilakukan asalkan
konstruksi kolong kandang dibuat tinggi. Kolong kandang yang tinggi akan menghasilkan kotoran
yang lebih cepat kering dibandingkan kolong kandang yang konstruksinya pendek. Hal ini karena
sirkulasi udaranya pasti lebih baik dan jangkauan sinar matahari ke kolong kandang juga bagus.
Sedangkan untuk pemeliharaan ayam petelur di kandang baterai atau panggung, sebaiknya
peternak membersihkan kotoran secara periodik. Selain itu, jika kandang baterai dibuat lebar dengan
lebih dari satu jalur (seperti kandang baterai yang disusun model “W” bukan “V”), maka kolong
kandang baterai sebaiknya dibuat tinggi. Standarnya di atas 1,5 m.
Peternak ayam petelur juga bisa memasang amben (para-para) untuk membantu
pengeringan kotoran ayam yang jatuh ke kolong kandang. Amben adalah tempat penampungan
sementara kotoran ayam sebelum jatuh ke tanah dasar kolong. Amben dibuat dari bilah bambu,
dipasang 90-100 cm di atas dasar kolong. Mekanismenya, kotoran dibiarkan berada di amben selama
seminggu. Setelah itu amben dibalik sehingga kotoran yang hampir kering jatuh ke dasar kolong.
Kotoran ayam dari amben tidak otomatis jatuh saat dibalik. Perlu digaruk dengan sekop agar amben
bersih kembali. Meski amben tidak 100% menghilangkan keberadaan larva dari kotoran ayam, tetapi
amben sangat membantu mengeringkan kotoran ayam.
Cara lain agar kotoran ayam di kolong cepat kering, peternak bisa menambahkan kapur halus
sebelum dikeruk. Hindari menyimpan berkarung-karung kotoran di dekat kandang karena lama-
kelamaan larva lalat akan berkembang di dalamnya sehingga suatu saat peternak harus
mengeluarkan feses karungan tadi untuk dijemur ulang kembali. Selain itu, kotoran yang ditumpuk di
bawah/samping kandang bisa menjadi sumber penularan penyakit. Secara umum, kotoran kering
lebih menguntungkan bagi peternak ketimbang kotoran basah. Kotoran kering mudah/ringan saat
dikeruk/dibersihkan. Hal ini tentu akan meringankan pekerjaan pegawai kandang.

BAB V
PENGOLAHAN LIMBAH TULANG
AYAM
5.1 Pengertian Tulang dan Tepung Tulang
Tulang atau kerangka adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk
pada tubuh. Tersusun atas matriks organic keras yang diperkuat dengan endapan garam
kalsium dan garam mineral lain dalam tulang.
Tulang merupakan komponen yang keras, sehingga hal inilah yang menyebabkan
tulang tidak mudah diuraikan oleh decomposer, sehingga tulang tersebut menjadi limbah
padat yang lebih dikenal sebagai sampah yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya
karena tidak memiliki nilai ekonomis. Oleh karena itu, perlu pengolahan lebih lanjut agar
limbah tulang tidak menjadi sampah yang mencemari lingkungan dan dapat dimanfaatkan
secara maksimal, salah satu penangannya adalah dengan cara ditepungkan. Hal ini
disebabkan tingginya kandungan mineral yang ada pada tulang, sehingga sayang apabila
dibuang dengan percuma. Selain itu dengan cara pengolahan lebih lanjut pada limbah tulang
ini akan memberikan nilai ekonomis.
Tepung tulang merupakan hasil penggilingan tulang yang telah dipisahkan dari
kandungan colagennya. P r o d u k i n i d i g u n a k a n u n t u k b a h a n b a k u p a k a n ya n g
merupakan sumber mineral (terutama kalsium) dan sedikit asam
a m i n o . Tepung tulang berbentuk serpihan (tepung) berwarna coklat dengan
tekstur yangkasar jika dirasakan, dengan aroma khas seperti daging sapi tapi ada
juga yang tidak berbau. Sekilas memang hampir mirip dengan tepung MBM tetapi
kandungan nutrisiyang dimiliki jelas berbeda.
5.2 Proses Pembuatan Tepung Tulang
Tepung tulang b e r a s a l d a r i t u l a n g h e w a n t e r n a k ya n g s e h a t ( t i d a k
m e m i l i k i v i r u s a t a u p e n ya k i t s e p e r t i r a b i e s , a n t h r a k s , d a n p e n ya k i t
l a i n n ya ya n g m e m b a h a ya k a n a p a b i l a d i k o n s u m s i ) d a n ya n g t e l a h
dibersihkan dari sisa -sisa daging yang diproses sehingga dapat
berbentuk tepung, berwarna coklat dengan tekstur kasar. Dalam
pembuatan pakan, tepung tulang tidak terlalu banyak digunakan,
dengan kata lain tepung tulang merupakan suatu pelengkap dalam
p e m b u a t a n p a k a n g u n a m e l e n g k a p i m i n e r a l ya n g a d a d a l a m
p a k a n . Biasanya tepung tulang digunakan sebagai pendamping bagi tepung ikan yang kaya
protein karena mineral merupakan trace element yang tidak dibutuhkan terlalu banyak tetapi
harus ada dalam ransum pakan (Aninda,2009).
P em b u at an t ep un g t ul a n g j u ga merupakan upaya untuk mendayagunakan limbah
tulang yang biasanya tidak terpakai dandibuang di rumah pemotongan hewan. Hasil-
ikutan (by-products) ternak merupakan salah satu potensi dari subsektor
peternakan yang sampai saat ini masih belum banyak dimanfaatkan, khususnya untuk
industri pangan. Tulang, tulang rawan dan daging dari sisa deboning di industri pangan hasil
ternak dan rumah pemotongan ayam adalah contoh hasil-ikutan ternak yang cukup
besar peluangnya untuk dapat diolah kembali menjadi produk baru yang
mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi, selain itu tepung tulang juga merupakan
sumber mineral yang mampu mencukupi kebutuhan asupan mineral terutama
kalsium dalam tubuh.
Dalam pembuatan dibutuhkan beberapa alat dan bahan, yaitu:
 Alat
1. Keranjang dan semprotan air
Berfungsi untuk meletakkan tulang yang dicuci dengan semprotan air. Dasar wadah
berlubang untuk meniriskan air.
2. Wadah perendaman
Wadah ini digunakan sebagai tempat merendam serpihan tulang, dapat
berupa bak semen, bak serat gelas (fiber glass), baskom plastik, atau ember plastic.
3. Mesin penggiling tulang
Alat ini digunakan untuk menggiling tulang hingga menjadi sepihan dengan ukuran 1~3
cm.
4. Wadah perebusan
Alat ini digunakan untuk merebus tulang. Drum bekas yang dipotong dua dapat
digunakan untuk keperluan ini.
5. Wadah ekstraksi gelatin
Alat ini digunakan untuk merendam tulang pada suhu panas setelah tulang tersebut
direndam dengan larutan kapur. Wadah initerbuat dari logam tahan karat, seperti aluminium
dan stainless steel.

6. Wadah penguapan larutan gelatin


Wadah ini digunakan untuk penguapanlarutan gelatin. Wadah ini terbuat dari
logam tahan karat, seperti aluminiumdan stainless steel. Bentuknya berupa bak dangkal
dengan permukaan yang luas.
7. Kompor
Kompor digunakan untuk merebus tulang.
8. Cetakan
C e t a k a n t e r b u a t d a r i p l a t a l u m i n i u m a t a u s t a i n l e s s s t e e l y a n g bersekat-
sekat.untuk mencetak ekstrak gelatin.
 Bahan
1. Tulang ayam
2. Larutan kapur 10%

5.3 Cara Pembuatan Tepung Tulang


Berikut akan dijelaskan langkah-langkah dalam pembuatan tepung tulang, yaitu:
1. Tulang dipotong sepanjang 5-10 cm, direbus selama 2-4 jam dengan suhu 100oC, kemudian
dihancurkan hingga menjadi serpihan sepanjang 1-3 cm.(perebusan ini berfungsi untuk
mempermudah pemisahan tulang dengan daging liat yang sulit dilepas dari tulang).
2. Serpihan tulang direndam dalam air kapur 10% selama 4-5 minggu dan dicuci dengan air
tawar. Perendaman dalam air kapur dapat berfungsi untuk memperbaiki tekstur dari tulang
supaya menjadi renyah. Dimana kerenyahan ini diperoleh karena kalsium dari larutan kapur
berpenetrasi ke dalam jaringan tulang yang telah di giling menjadi lebih kompak dengan
terbentuknya ikatan baru antara kalsium dengan senyawa- senyawa yang terdapat pada tulang
(Aninda,2010)
3. Pemisahan gelatin dengan pemanasan 3 tahap yaitu perebusan pada suhu 60oC 4 jam, suhu
70oC selama 4 jam, dan 100oC selama 5 jam.
4. Tulang dikeringkan pada suhu 100oC sampa kadar air 5% dan digiling hingga menjadi
tepung.
5. Pengemasan dan penyimpanan tepung tulang dapat disimpan dalam karung / kantong plastic.

BAB VI
PEMANFAATAN LIMBAH TEPUNG
TULANG
6.1 Manfaat Utama Tepung Tulang
Menurut anonymous (2011) tepung tulang secara umum memiliki kandungan sebagai
berikut:
· Protein : 25,54%
· Lemak : 3,80%
· Serat : 1,80%
· Air : 5,52%
· Kalsium : 46,34%
· Phosphat : 17%

Dilihat dari kandungan nutrisinya, tepung tulang banyak mengandung kalsium, sehingga
manfaat dari tepung tulang tidak lepas dari peranan kalsium, yaitu berperan dalam
pembentukan tulang, sisik serta sirip khususnya pada ikan serta menjaga dari kekeroposan
akibat asupan kandungan mineral yang minim dari pakan ternak yang lebih kaya akan
protein. Perpaduan dari formulasi pakan ini sangat menguntungkan karena pada pakan
mengandung banyak protein yang akan berperan dalam penyerapan kalsium ke dalam
mukosa usus, karena transportasi kalsium melalui sel usus terjadi secara difusi melalui jasa
protein dari ransum pakan tersebut (Kaup,1991)
Didalam tubuh manusia kalsium merupakan unsur terbanyak kelima dan kation
terbanyak, yaitu sekitar 1,5-2% dari keseluruhan berat tubuh. Kalsium dibutuhkan untuk
proses pembentukan dan perawatan jaringan rangka tubuh, serta berperan dalam kegiatan
penting seperti membantu pengaturan transport ion – ion lainnya kedalam maupun keluar
membrane, penerimaan dan interpretasi pada impuls saraf , pembekuan darah dan
pemompaan darah, kontraksi otot, menjaga keseimbangan hormone dan katalisator pada
reaksi biologis (Almatsier, 2002; Whitney dan Hamilton, 1987).
World health organization merekomendasikan jumlah asupan kalsium perhari yang
dianjurkan untuk orang dewasa sekitar 400-500mg, tetapi bila konsumsi proteinnya tinggi,
dianjurkan mengkonsumsi 700-800 mg. untuk anak-anak dan remaja lebih tinggi asupannya
dan untuk wanita hamil/ menyusui dianjurkan mengkonsumsi 1200 mg (Whitney dan
Hamilton,1987). Konsumsi kalsium sebaiknya tidak melebihi 2500 mg sehari untuk
menghindari kondisi hiperkalsiura (kadar kalsium di urin melebihi 300 mg/hari). Dan
kebutuhan akan tepung tulang sebagai campuran pakan hanya sedikit,. Hal ini dikarenakan
peranan dari tepung tulang hanya sebagai sumber mineral dan bukan sebagai pertumbuhan
pada ternak. Penggunaan tepung tulang ini hanya sekitar 2,5 – 10% dalam formula pakan,
apabila digunakan secara berlebihan maka akan menurunkan selera makan pada ternak
(Trilaksani,2006)

6.2 Pemanfaatan Lain Tepung Tulang


Penggunaan tepung tulang yang umumnya digunakan dalam pakan ikan ternyata juga
dapat dijadikan produk yang dapat dikonsumsi oleh manusia juga antara lain sebagai bahan
tambahan pada bakso. Bakso merupakan salah satu makanan yang banyak digemari oleh
masyarakat. Bakso sangat populer di Indonesia, tempat yang terkenal menjadi sentra bakso
adalah Solo dan Malang. Semua golongan umur menyukai makanan tersebut, yaitu mulai dari
golongan anak-anak, remaja, dewasa sampai orang tua pun menyukai kelezatan bakso.
Sehingga pemanfaatan limbah tulang sebagai sumber kalsium merupakan salah satu
alternatif yang tepat dalam rangka menyediakan sumber pangan kaya kalsium yang lebih
murah, mudah didapat dan tentu saja mudah diabsorbsi serta mengurangi dampak buruk
pencemaran lingkungan. Salah satu upaya pengolahan tulang ayamtersebut adalah dengan
mensubtitusi pada makanan yang banyak digemari masyarakat. Bakso atau baso adalah
makanan berupa bola daging yang umumnya dibuat dari campuran daging sapi dan tepung.
Dalam Annual Report of IC Biotech Osaka University tahun 1994 dijelaskan bahwa
nilai gizi bakso sapi berdasarkan berat kering adalah 16,80%-49,53% protein, 4,18%-20,21%
lemak, 35,52%- 56,18% karbohidrat, 6,52%-11,05% abu, dan 5,14%-8,25% NaCl
Berdasarkan data tersebut, kandungan bakso yang kurang memenuhi kebutuhan kalsium.
Oleh karena itu, penambahan tepung tulangsebagai bahan campuran pembuatan bakso
merupakan solusi yang tepat untuk menambah nilai gizi bakso yang kurang akan kalsium.
Penggunaan tepung tulang ayam diduga akan menghasilkan penyerapan kalsium lebih
besar jika tepung difortifikasi ke dalam bahan makanan yang lain terutama yang kandungan
asam amino lisin dan arginin, laktosa tinggi disertai asupan vitamin D yang seimbang.
Dalam penyerapan kalsium dibutuhkan kandungan protein untuk membantu proses
penyerapan kalsium. Lisin merupakan salah satu dari sembilan asam amino yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Lisin yang terkandung dalam pakan ternak
termasuk dalam asam amino yang sangat berguna dalam pertumbuhan dan perkembangan
tulang, dimana lisin dapat membantu proses penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan
nitrogen dalam tubuh dan memelihara tubuh agar tidak terlalu berlemak. Lisin juga
dibutuhkan untuk menghasilkan antibodi, hormon, enzim, dan pembentukan kolagen juga
perbaikan jaringan. Tak kalah pentingnya, lisin bisa melindungi anak dari cold sore dan virus
herpes.
Melihat sederet fungsi vital tersebut dan mengingat lisin tidak bisa diproduksi oleh
tubuh, maka mesti dipastikan jumlah lisin dari makanan harus mencukupi kebutuhan tubuh.
Dikarenakan lisin merupakan salah satu jenis asam amino non esensial dimana tidak
diproduksi oleh tubuh maka kandungan lisin ini diperoleh dari asupan makanan lain seperti
daging sapi. Dimana daging sapi merupakan golongan daging merah dengan kandungan
protein yang tinggi, selain itu daging sapi pada umumnya memiliki kandungan zat besi yang
tinggi. Dan vitamin D bekerja pada mineralisasi tulang dengan meningkatkan penyerapan
kalsium dan fosfor di dalam sistem pencernaan, sehingga kadarnya di dalam darah
meningkat. Hal ini dilakukan dengan mengambil kalsium dari tulang dan dengan mendorong
penyimpanannya oleh ginjal. Sumber-sumber makanan dari vitamin D, antara lain: telur, hati,
dan ikan. Seperti halnya susu dan margarine yang diperkaya dengan vitamin D.
Sehingga berdasarkan deskripsi tersebut maka disarankan penggunaan tepung tulang
sebagai bahan yang difortifikasikan dalam pembuatan bakso.
Dalam pembuatan bakso, tepung tulang digunakan sebagai bahan campuran bakso di
samping penggunaan tepung tapioca. Bakso yang dihasilkan rasanya enak, teksturnya bagus
dan memiliki tambahan nilai gizi kalsium jika dibandingkan dengan bakso pada umumnya.
Dalam pendistribusianya, bakso memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan makanan lain.
Pertama, bakso merupakan makanan yang banyak digemari.
Semua golongan umur menyukai makanan tersebut, yaitu mulai dari golongan anak-
anak, remaja, dewasa sampai orang tua pun menyukai kelezatan bakso. Kedua, Bakso adalah
makanan yang cocok di segala musim Ketiga, bakso merupakan salah satu makanan yang
mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai lauk yang dimakan dengan nasi (atau
lontong) dan dapat dimakan langsung tanpa nasi. Semua tentunya disesuaikan dengan selera
masing-masing pihak yang hendak menyantap makanan tersebut. Keempat, untuk dapat
menikmati bakso tidaklah begitu sukar. Bakso sering dijumpai di tempat-tempat umum, yaitu
mulai dari daerah pedesaan yang masih banyak dijumpai makanan hasil olahan secara
tradisional, sampai daerah pusat perkotaan.
Untuk menikmati santapan tersebut kita juga bisa hanya menunggu di rumah, karena
banyak juga pedagang bakso keliling yang menjajakan bakso hampir di setiap daerah. Dari
keempat alasan tersebut, bakso merupakan makanan yang cocok sebagai makanan yang
difortifikasikan dengan tulang ikan.
Di samping kandungan bakso sangat mendukung terhadap penyerapan kalsium untuk
tubuh, bakso juga terdistribusikan dengan baik dan mudah kepada konsumen. Dengan
demikian, masyarakat mudah mendapat tambahan asupan gizi kalsium dari hasil olahan
limbah yang selama ini tidak dimanfaatkan.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Limbah usaha peternakan berpeluang mencemari lingkungan jika tidak
dimanfaatkan dengan tepat. Namun memperhatikan komposisinya, kotoran, tulang, darah dan
bulu ternak masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan, media pertumbuhan cacing,
pupuk organik, gas bio, tepung tulang dan briket energi.
Pemanfaatan limbah ternak akan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan baik
pencemaran air, tanah, maupun udara. Pemanfaatan tersebut juga menghasilkan nilai tambah
yang bernilai ekonomis.
7.2 Saran
Mohon maaf apabila penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam penyusunan
makalah-makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
https://info.medion.co.id/index.php/component/content/article/1-tata-laksana/1454-
menyelesaikan-masalah-amonia-di-kandang
https://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/04/13/upaya-pengelolaan-lingkungan-usaha-
peternakan-ayam/
http://lbhternak.blogspot.co.id/
http://bamspratama01.blogspot.co.id/2013/11/mengolah-kotoran-ayam-menjadi-pupuk.html
http://slideplayer.info/slide/3009317/
https://info.medion.co.id/index.php/component/content/article/1-tata-laksana/1453-
pemanfaatan-limbah-kotoran-ayam
http://kantinkuning.blogspot.co.id/2013/10/pemanfaatan-limbah-peternakan.html
http://sarifudinhiola.blogspot.co.id/2015/04/contoh-makalah-pemanfaatan-limbah-ternak.html
http://info.medion.co.id
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=0ahUKEwjp5
or3vrfLAhXNbY4KHZd6BQIQFggoMAE&url=http%3A%2F%2Fpeternakan.litbang.pertani
an.go.id%2Ffullteks%2Fsemnas%2Fpro08-
8.pdf%3Fsecure%3D1&usg=AFQjCNHPB7EB_F9_qsm6Z9VIaEQin91yZA&sig2=RXOLZ
2emzn6il_sf6w5ZmQ
http://rudinunhalu.blogspot.co.id/2013/08/model-model-sistem-peternakan-terpadu.html
http://sarifudinhiola.blogspot.co.id/2015/04/contoh-makalah-pemanfaatan-limbah-ternak.html
http://manaf25.blogspot.co.id/2014/04/karya-ilmiah-pemanfaatan-limbah-ternak.html
http://purnamiap.blogspot.co.id/2013/11/contoh-makalah-amonia.html
http://rinelda-ayu.blogspot.co.id/2011/11/pembuatan-tepung-tulang-sebagai-upaya.html
http://ednadisnak.blogspot.co.id/2011/10/tepung-tulang.html

Anda mungkin juga menyukai