Anda di halaman 1dari 8

Pengelolaan Limbah Peternakan : Dampak Penggunaan Arang Dalam

Pengomposan Limbah Ternak


Dosen Pengampu : Dr. Ir. Ita Wahju Nursita, M.Sc.

Kelompok 7 :

Imam Ghiffari 185050101111163

M. Arif Putra Mahendra 185050107111011

Muhammad Al Farisi 185050107111023

Jepry Arsand Sanjaya 185050107111028

Naufal Nurfadila Amin 185050107111099

Arenandha Chikal 185050107111118

Kelas B

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah ternak merupakan hasil sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan
seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, dan lain sebagainya. Semakin
berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan juga akan semakin meningkat.
Seperti misalnya sebuah perusahaan peternakan yang mempunyai populasi ternak sapi potong
berjumlah 100.000 akan berbeda jumlah limbahnya dengan perusahaan peternakan yang
memiliki populasi sebanyak 800.000 ekor. Total limbah yang dihasilkan peternakan
tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang
terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian
besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba.

Limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan
usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah
padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran
ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak).Limbah cair adalah semua
limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian
alat-alat). Menurut Rendy Malik (2014) limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau
dalam fase gas.

Industri produksi hewan di Amerika Serikat saat ini sedang mengalami fase
pertumbuhan, namun pertumbuhan seperti itu membawa tantangan tertentu. Salah satu
perhatian utama dalam hal ini adalah meningkatnya jumlah kotoran hewan yang dihasilkan
sebagai konsekuensi alami dari pertumbuhan populasi ternak. Selama beberapa dekade,
pengomposan, termasuk kotoran dan kematian hewan, telah dimanfaatkan untuk mengelola
kotoran hewan. Baru-baru ini, dalam upaya meningkatkan proses pengomposan, biochar telah
diusulkan untuk digunakan sebagai kompos amandemen, dan selama beberapa tahun terakhir,
semakin banyak makalah tentang pengomposan dengan biochar telah diterbitkan. Namun
demikian, meski sudah ada beberapa makalah review yang telah merangkumnya

Biochar dapat memperpanjang fase termofilik dari proses pengomposan, menurunkan


pH bahan kompos, mencegah pembentukan lindi, dan mengurangi amonia, metana, dan emisi
nitrous oksida. Mengingat bahwa bahan baku yang digunakan untuk memproduksi biochar
dan kondisi pirolisis yang digunakan dalam produksinya memengaruhi kinerja biochar,
penting untuk melaporkan sifat fisikokimia dari biochar yang digunakan untuk
memungkinkan perbandingan hasil studi yang berbeda. International Biochar Initiative (IBI)
mendefinisikan biochar sebagai '' Bahan padat yang diperoleh dari konversi termokimia
biomassa di lingkungan terbatas oksigen ”(IBI, 2015). Perbedaan antara biochar dan arang
terletak pada penggunaan akhirnya. Baik biochar memiliki porositas tinggi, mikrostruktur
yang luas, kandungan nutrisi tinggi, dan kapasitas penyimpanan air yang efisien, dan
digunakan sebagai adsorben atau pengubah tanah, sedangkan arang umumnya digunakan
untuk pembangkit panas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan limbah peternakan?
2. Bagaimana cara mengolah limbah peternakan?
3. Apa yang dimaksud dengan pengomposan?
4. Apa saja manfaat dari kompos?
5. Apa saja dampak penggunaan arang dalam pengomposan?
6. Bagaimana cara mengolah arang agar berguna dalam pengomposan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan limbah peternakan.
2. Mengetahui bagaimana cara mengolah limbah peternakan.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pengomposan.
4. Mengetahui apa saja manfaat dari pengomposan.
5. Mengetahui apa saja dampak penggunaan arang dalam pengomposan.
6. Mengetahui bagaimana cara mengolah arang agar berguna dalam pengomposan.
BAB II
PEMBAHASAN

Limbah peternakan merupakan residu atau sisa dari proses kegiatan usaha peternakan
yang sudah tidak dimanfaatkan lagi. Limbah peternakan sendiri merupakan semua kotoran
yang dihasilkan oleh ternak beruba limbah padat, cair, dan gas. Limbah dapat diolah lebih
lanjut menjadi berbagai produk seperti pupuk. Hal ini sebanding dengan pernyataan yang
telah dinyatakan oleh Adityawarman dkk (2015) yang menyatakan bahwa limbah merupakan
bahan organik atau anorganik yang tidak termanfaatkan lagi. Limbah dapat berasal dari
berbagai sumber hasil buangan dari suatu proses produksi salah satunya limbah peternakan.
Limbah tersebut dapat berasal dari rumah potong hewan, pengolahan produksi ternak, dan
hasil dari kegiatan usaha ternak. Limbah ini dapat berupa limbah padat, cair, dan gas yang
apabila tidak ditangani dengan baik akan berdampak buruk pada lingkungan. Limbah yang
berasal dari peternakan tersebut akan bernilai ekonomi tinggi apabila diolah dengan
perlakuan yang tepat. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah
peternakan tersebut. Salah satunya pengolahan kotoran menjadi pupuk kandang, cara ini
merupakan cara yang paling sederhana yang sering kita jumpai yaitu kotoran ternak dibiarkan
hingga kering. Namun dengan cara pengolahan kotoran tersebut belum bisa dikatakan ramah
lingkungan, karena kotoran ternak yang diolah dengan cara dikeringkan akan menimbulkan
pencemaran dalam bentuk gas atau bau. Bau yang menyengat yang ditimbulkan dari kotoran
ternak akan mengganggu pernafasan yang menyebabkan gangguan kesehatan.

Pengolahan limbah peternakan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu cara
pengolahan limbah peternakan adalah diolah menghasilkan sebuah produk seperti pupuk
kompos atau pupuk kandang Hal ini sebanding dengan pernyataan yang telah dikatakan oleh
Adityawarman dkk (2015) yang menyatakan bahwa ada banyak cara yang dapat dilakukan
untuk mengolah limbah peternakan tersebut. Salah satunya pengolahan kotoran menjadi
pupuk kandang, cara ini merupakan cara yang paling sederhana yang sering kita jumpai yaitu
kotoran ternak dibiarkan hingga kering. Namun dengan cara pengolahan kotoran tersebut
belum bisa dikatakan ramah lingkungan, karena kotoran ternak yang diolah dengan cara
dikeringkan akan menimbulkan pencemaran dalam bentuk gas atau bau. Bau yang menyengat
yang ditimbulkan dari kotoran ternak akan mengganggu pernafasan yang menyebabkan
gangguan kesehatan.
Pengomposan adalah penguraian bahan organik secara biologis oleh bantuan
mikroba-mikroba yang ada. Hal ini sebanding dengan pernyataan dari Bernal et al (2009)
yang menyatakan bahwa pengomposan adalah penguraian biologis secara spontan proses
bahan organik di lingkungan yang didominasi aerobik. Selama proses bakteri, jamur dan
mikroorganisme lainnya, termasuk mikroarthropoda, memecah bahan organik menjadi zat
organik yang stabil dan dapat digunakan yang disebut kompos. Pengomposan kotoran hewan
telah dilakukan secara tradisional oleh peternak setelah pengumpulan kotoran untuk
penanganan yang lebih baik, transportasi dan manajemen. Seringkali sampah ditumpuk
dengan sedikit memperhatikan pengendalian kondisi proses (aerasi, suhu, kehilangan amonia,
dll.) dan dengan metodologi yang belum sempurna. Namun, seperti nilai pupuk dari kotoran
hewan . Pengomposan selalu diakui saat ini pengomposan mereka dilihat sebagai cara
alternatif untuk mendaur ulang kotoran di lahan pertanian yang tidak memiliki lahan
pertanian yang cukup untuk langsung digunakan sebagai pupuk.

Pengomposan limbah ternak memiliki keunggulan antara lain seperti stabilisasi


mikroba, pengurangan volume dan kelembaban, pengendalian bau, dan kemudahan dalam
proses penyimpanan karena tidak akan mudah busuk karena sudah melalui proses
pengomposan. Hal ini sebanding dengan pernyataan dari Bernal et al (2009) yang
menyatakan bahwa keunggulan pengomposan kotoran hewan dibandingkan dengan aplikasi
langsung dapat dirangkum dalam eliminasi patogen dan gulma, stabilisasi mikroba,
pengurangan volume dan kelembaban, penghapusan dan pengendalian bau, kemudahan
penyimpanan, pengangkutan dan penggunaan, dan yang terakhir produksi pupuk atau substrat
berkualitas baik.

Dampak penggunaan arang dalam pengomposan adalah Arang dapat ditingkatkan


kualitas dan nilai tambahnya dengan cara aktivasi menjadi arang aktif. Arang aktif
mempunyai spektrum penggunaannya yang cukup luas dalam kehidupan manusia, antara lain
sebagai adsorben. Arang dan produk ini juga tidak menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan. Pemanfaatan arang aktif selain sebagai adsorben dan katalis, saat ini juga sedang
dikembangkan sebagai soil conditioner pada budidaya tanaman holtikultura. Proses pirolisis
sampah organik menjadi arang akan memberi banyak manfaat, terutama dalam rangka
menekan volume timbunan sampah di perkotaan. Arang yang dihasilkan sangat bermanfaat
sebagai sumber energi/bahan bakar, selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai pembangun
kesuburan tanah.
Cara mengolah arang agar berguna dalam pengomposan adalah Faktor suhu sangat
berpengaruh terhadap proses pengomposan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran suhu
setiap hari. Suhu Optimum bagi pengomposan adalah 40-60oC dengan suhu maksimum
75oC. Jika suhu kompos sudah mencapai 40oC maka aktivitas mikroorganisme mesofil (suhu
ruang) akan digantikan mikroorganisme termofil.termasuk fungi. Jika suhu mencapai 60 C,
maka fungi akan berhenti bekerja dan proses perombakan diganti oleh aktinomycetes serta
strain bakteri pembentuk spora. Temperatur di bagian tengah tumpukan bahan kompos dapat
mencapai 55-70 C. Suhu yang tinggi ini merupakan keadaan yang baik untuk menghasilkan
kompos yang steril karena selama suhu pengomposan lebih dari 60 C (dipertahankan selama
tiga hari), mikroorganisme pathogen,parasitdan benih gulma akan mati. Selain itu Ratio C/N
adalah salah satu parameter penting untuk mengetahui kualitas kompos. Rasio ini digunakan
untuk mengetahui apakah bahan organik (kompos) sudah cukup matang atau belum. Rasio C?
N ini juga di atur di dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) atau Keutusan Menteri
Pertanian tentang kualitas kompos. Di dalam SNI, rasio C/N kompos yang diijinkan adalah
10-20, sedangkan di dalam KEPMENTAN, rasio C?N kompos yang diijinkan berkisar antara
20.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Limbah peternakan merupakan residu atau sisa dari proses kegiatan usaha peternakan
yang sudah tidak dimanfaatkan lagi, limbah dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai
produk seperti pupuk. Limbah dapat berasal dari berbagai sumber hasil buangan dari suatu
proses produksi salah satunya limbah peternakan. Limbah tersebut dapat berasal dari rumah
potong hewan, pengolahan produksi ternak, dan hasil dari kegiatan usaha ternak. Limbah ini
dapat berupa limbah padat, cair, dan gas yang apabila tidak ditangani dengan baik akan
berdampak buruk pada lingkungan. Pengolahan limbah peternakan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satu cara pengolahan limbah peternakan adalah diolah menghasilkan
sebuah produk seperti pupuk kompos atau pupuk kandang, cara ini merupakan cara yang
paling sederhana yang sering kita jumpai yaitu kotoran ternak dibiarkan hingga kering.
Namun dengan cara pengolahan kotoran tersebut belum bisa dikatakan ramah lingkungan,
karena kotoran ternak yang diolah dengan cara dikeringkan akan menimbulkan pencemaran
dalam bentuk gas atau bau.

Pengomposan adalah penguraian bahan organik secara biologis oleh bantuan


mikroba-mikroba yang ada, pengomposan selalu diakui saat ini pengomposan mereka dilihat
sebagai cara alternatif untuk mendaur ulang kotoran di lahan pertanian yang tidak memiliki
lahan pertanian yang cukup untuk langsung digunakan sebagai pupuk. Pengomposan limbah
ternak memiliki keunggulan antara lain seperti stabilisasi mikroba, pengurangan volume dan
kelembaban, pengendalian bau, dan kemudahan dalam proses penyimpanan karena tidak akan
mudah busuk karena sudah melalui proses pengomposan, dan dampak penggunaan arang
dalam pengomposan adalah Arang dapat ditingkatkan kualitas dan nilai tambahnya dengan
cara aktivasi menjadi arang aktif. Arang aktif mempunyai spektrum penggunaannya yang
cukup luas dalam kehidupan manusia, antara lain sebagai adsorben. Arang yang dihasilkan
sangat bermanfaat sebagai sumber energi/bahan bakar, selain itu juga dapat dimanfaatkan
sebagai pembangun kesuburan tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Adityawarman, A. C., Salundik, dan Lucia. 2015. Pengolahan Limbah Ternak Sapi Secara
Sederhana di Desa Pattalassang Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 3(3):171-177.

Bernal, M. P., J. A. Alburquerque, and R. Moral. 2009. Composting of Animal Manures and
Chemical Criteria for Compos Maturity Assessment A Review. Bioresource
Technology. 100(2009):5444-5453.

Anda mungkin juga menyukai