Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MAKALAH

Pencemaran lingkungan akibat peternakan babi


Dosen Pembimbing: Hikmatul Khoiriyah, SST., M.kes

OLEH :
Leni Anggraini

YAYASAN PENDIDIKAN SAPTA BUANA


AKADEMI KEBIDANAN WIRA BUANA METRO
T.A 2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt, yang senantiasa memberikan kepada kita
taufik, hidayah daninayah-Nya, sehingga kita berada di atas jalan-Nya. Shalawat
beserta salam selalu kita haturkan kepada Nabi kita Muhammad saw, keluarganya,
para sahabatnya dan seluruh umatnya yang istiqamah menjalankan dan
mendakwahkan sunah-sunahnya. Dalam makalah ini saya mencoba menyajikan
materi yang berjudul Pencemaran lingkungan akibat peternakan babi
Saya menyadari dalam menyusun makalah ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu saya mengharapkan kepada dosen pembimbing agar
memberikan masukan demi perbaikan dan kesempurnaan paper ini.

Metro, 31 maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Pembahasan
1.4 Manfaat

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Ternak babi
2.2 Deskripsi limbah
2.3 Isu kesehatan
2.4 Cara pemeliharaan babi
2.5 Kesehatan dan pencegahan penyakit
2.6 Potensi pencemaran lingkungan
2.7 Upaya mengurangi dampak pencemaran lingkungan dalam produksi babi
2.8 Pengolahan limbah bernilai ekonomis
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV SOLUSI
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena

tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga

memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan

bagi banyak masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun

demikian,sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan

limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran. Oleh karena itu, seiring

dengan kebijakan otonomi, maka pemgembangan usaha peternakan yang

dapat meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah

kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya.

Salah satu upaya kearah itu adalah dengan memanfaatkan limbah

peternakan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi usaha tersebut.

Kebijakan otonomi daerah perlu diantisipasi oleh aparat pemerintah

daerah, khususnya di kabupaten/kota yang menjadi ujung tombak

pembangunan, sehingga kabupaten/kota dapat berbenah diri dalam

menggali segala potensi baik potensi sumber daya alam maupun potensi

sumber daya manusia. Dengan demikian potensi sumber daya alam dan

sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut dapat dimanfaatkan

seoptimal mungkin untuk kepentingan pembangunan daerah dan

kesejahteraan masyarakat.
Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan

usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan

penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah

usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah


peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti feces,

urin,sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang

menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar. Baik

berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika

mandi di sungai yang tercemar limbah peternakan. Masalah yang disoroti

dalam tulisan ini adalah potensi pencemaran oleh usaha peternakan babi

dan upaya pengelolaannya. Potensi pencemaran bisa berasal dari kotoran

(feses dan urine), pakan dan minum babi, dan air cucian. Potensi

pencemaran lingkungan oleh usaha peternakan babi terutama terhadap

penurunan kualitas udara dan air.


1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang dapat diidentifikasikan penulis adalah :
1. Apa definisi usaha peternakan babi?
2. Apa dampak yang ditimbulkan dari usaha tersebut?
3. Upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan?
4. Langkah apa yang sudah diambil dari pemerintah ataupun
masyarakat sekitar terkait masalah tersebut?
1.3 Tujuan
Tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk mengoleksi dan menyajikan

informasi sekitar persoalan usaha peternakan babi, mulai dari manfaat

sampai potensi pencemaran lingkungan yang bisa mengganggu kualitas

hidup masyarakat.
1.5 Manfaat
1. Menambah pengetahuan tentang Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Kesehatan Lingkungan
2. Sebagai syarat tugas mata kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Kesehatan Lingkungan
3. Melatih diri dalam menyusun dan mengerjakan karangan ilmiah.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Ternak Babi


Ternak babi tergolong dalam ternak monogastrik dimana memiliki

kemampuan dalam mengubah bahan makanan secara efisien apabila

ditunjang dengan kualitas ransum yang dikonsumsinya. Babi akan lebih

cepat tumbuh dan cepat menjadi dewasa serta bersifat prolific yang

ditunjukkan dengan kemampuan mempunyai banyak anak setiap


kelahirannya yaitu berkisar antara 8 14 dan dalam setahun bisa dua kali

melahirkan (Sihombing, 1997).


Secara umum babi dapat dikenal dengan tiga tipe yaitu babi tipe lemak

lard type, tipe sedang bacon type dan tipe daging meat type

(Mangisah, 2003). Di negara-negara yang telah maju dan berkembang

peternakan babinya, penggolongan ini hampir tidak ditemui lagi karena

tujuan dari pemeliharaannya sudah untuk menghasilkan daging yang

berkualitas baik tanpa melihat tipe babi yang dipeliharanya. Babi asli

Indonesia adalah babi hutan yang sekarang masih berkeliaran di hutan-

hutan. Jadi babi-babi Indonesia yang sekarang ini adalah keturunan babi

hutan (celeng sus verrucosus). Ciri-ciri yang dimiliki bebi Idonesia yaitu

: berwarna hitam atau belang hitam, atas hitam dan bawah putih, kepala

kecil, moncong runcing dengan telinga yang pendek dan berdiri tegak,

perut hampir menyusur tanah, karena tulang punggung yang panjang dan

lemah serta kaki yang pendek. Beberapa bangsa babi yang telah terkenal

misalnya babi Bali, Krawang, Nias dan Sumba.


2.2 Deskripsi Limbah
Limbah peternakan adalah semua kotoran yang dihasilkan dari

suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas,

maupun sisa pakan. Limbah yang berasal dari peternakan berupa kotoran

ternak, urine, sisa pakan, dan gas metan CH4 baik yang berasal dari

kotoran maupun enteric fermentasi (sistem pencernaan dalam rumen)

setiap tahun selalu bertambah seiring dengan pertambahan populasi ternak

dalam rangka memenuhi kebutuhan protein hewani. Limbah peternakan

akan sangat menganggu jika tidak dikelola secara baik, karena dapat

mencemari udara yang disebabkan oleh aroma kotoran yang kurang


sedap,mencemari air karena kotoran dibuang ke sungai selain itu juga

dapat menyebabkan penyakit karena mengundang lalat yang dapat

menyebarluaskan sumber penyakit. Oleh karena hal tersebut, alangkah

bijaknya setiap pelaku usaha peternakan baik skala rumah tangga maupun

besar harus memiliki rasa tanggung jawab untuk mengelola limbah hasil

ternak dengan baik.Pengelolaan limbah peternakan untuk skala usaha

besar mungkin tidak menjadi masalah karena dukungan teknologi yang

canggih diiring dengan modal yang kuat, tetapi tidak demikian dengan

skala rumah tangga atau usaha ternak skala kecil dimana faktor modal

menjadi kendala utama termasuk modal untuk pengolahan limbah.


Sekalipun selama ini usaha pengolahan atau pemanfaatan limbah

peternakan sudah banyak dilakukan oleh para peternak. Limbah tersebut

diolah menjadi pupuk organik, pakan untuk organisme lain, biogas. Tetapi

pengolahan limbah yang dilakukan peternak masih dilakukan secara

parsial atau terpisah sesuai dengan tujuan masing-masing. Sehingga

memerlukan tambahan biaya. Selain itu, sumber daya yang

dimanfaatkannya hanya limbah ternak, padahal dalam proses tersebut ada

sumber daya lain yang sebenarnya mungkin lebih potensial. Sumber daya

tersebut adalah organisme pengurai yang apabila diketahui potensinya dan

tepat pengelolaannya dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Untuk

dapat memanfaatkan semua sumber daya tersebut, baik limbah ternak

maupun organisme pengurai menjadi produk yang bermanfaat cara

pengolahan tersebut harus terpadu.


2.3 Isu Kesehatan
Babi didiami parasit dan penyakit yang dapat ditularkan ke

manusia,mencakup trichinosis, Taenia solium, cysticercosis, and


brucellosis. Babi juga dikenal sebagai wadah terkonsentrasinya cacing

ascarid yang bersifat parasit dalam alat pencerna makanan. Keberadaan

penyakit dan parasit ini adalah salah satu dari alasan mengapa daging babi

selalu harus dimasak sempurna atau diasini dan diasapi sebelum dimakan.

Kelompok-kelompok keagamaan yang menganggap daging babi tidak

bersih merujuk isu ini sebagai pendukung pandangan mereka. Babi rentan

terhadap bronchitis dan pneumonia. Babi memiliki paru-paru kecil (small

lungs), terkait dengan ukuran tubuh. Dengan alasan ini, bronchitis atau

pneumonia dapat membunuh babi dengan cepat. Ada keprihatinan bahwa

babi mungkin memperkenankan virus seperti influenza atau Ebola Reston

untuk menginfeksi manusia dengan lebih mudah. Beberapa strain

influenza bersifat endemic dalam babi. dan babi juga bisa mendapatkan

influenza manusia. Babi bisa agresif dan luka akibat babi relatif umum di

area dimana babi didompak atau dimana babi membentuk bagian dari

fauna feral atau liar.


2.4 Cara Pemeliharaan Babi
Usaha ternak babi ada dua macam, yaitu pembesaran

(penggemukan) ,pembibitan dan pembesaran. Usaha pembesaran dimulai

dengan membeli anak babi lepas sapih untuk dikerem selama kurang lebih

setahun, dan dijual pada waktu butuh uang tunai. Sedangkan pembibitan

memelihara pejantan yang dapat disewakan dengan imbalan satu anak babi

bila lahir. Induk babi rata-rata dapat menyapih 4 ekor anak perkelahiran.

Anak babi disapih rata-rata 50 hari, dengan bobot sapih rata-rata 6 kg.

Babi yang dipelihara terkurung dalam kandang terus-menerus sepanjang


tahun tanpa pernah dimandikan atau disediakan tempat berkubang.

Kandang yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu


1). Cukup mendapat sinar matahari, bersih dan kering;
2). Ventilasi baik;
3). Drainase di dalam atau diluar kandang harus baik;
4). Dalam satu kandang, babi harus sejenis dan seumur.

Lantai kandang adalah tanah dengan serasah yang berupa rumput

dan kotoran babi. Serasah ini dapat mencapai ketebalan 60 80 cm,

dengan tebal rata-rata 30 cm. Kegunaan serasah adalah untuk;

1. alas kandang supaya tidak becek,


2. sebagai pakan tambahan (pengenyang)
3. Komponen pupuk dan
4. sebagai selimut penghangat dan peredam kecelakaan fatal bila anak

babi tertindih induknya.

Dalam pemeliharaan babi, peternak tidak terlampau banyak

campur tangan karena babi tidak perlu mandi dan kandang tidak perlu

dicuci. Kandang dibersihkan hanya pada waktu membongkar kompos dan

mengganti alas kandang. Setiap hari lantai kandang yang berupa tanah

harus ditaburi rumput kering agar tidak becek, juga sering ditambah daun

jagung kering, daun kubis, tergantung waktu dan tenaga untuk merumput

(rata-rata 5 kg /hari).

2.5 Kesehatan dan Pencegahan Penyakit


Hal yang paling mendukung untuk terjadinya penyakit adalah

kandang yang kotor, udara sekitar kandang lembab dan manajemen

pemeliharaan yang tidak hieginis. Untuk menjaga kebersihan kandang,

kotoran babi harus ada penampungnya yang baik dan jauh dari kandang.

Sistem pengairan dalam kandang harus baik dan dialirkan dalam bak
penampungan yang jauh dari kandang. Beberapa penyakit yang sering

menyerang ternak babi antara lain : Brucellosis, Kholera, Penyakit

Merah/Erisipelas, Anthrax, penyakit Ngorok,Scabies/Kurap dan Castro

Enteritis. Untuk mencegah penyakit dapat dilakukan vaksinasi secara

teratur dan pemberian obat sesuai jenis penyakit yang menyerang.

2.6 Potensi Pencemaran Lingkungan


Ternak secara alami memrlukan lingkungan sebagai tempat tinggal,

karena jauh sebelum didomestikasi hewan liar yang hidup di alam

membutuhkan tempat tinggal (habitat) yang juga sekaligus menyediakan

sumber pakan bagi mereka. Menurut kaidah ekologi fenomena ini

merupakan hal yang wajar karena dalam kehidupannya, hewan melakukan

interaksi dengan lingkungan tempat hidupnya. beberapa fakta berikut

menunjukkan bahwa bidang peternakan mempunyai keterkaitan yang

sangat erat dengan aspek lingkungan, ditunjukan dengan berbagai bukti

seperti berikut ini :


(1) Dua pertiga ternak di dunia berada di negara-negara berkembang
(2) Praktek memelihara ternak merupakan usaha peternakan berbasis

(multi purposes) atau dengan tujuan beragam yang dipeliahara secara

ekstensif karena ternak memainkan peranan penting dalam kehidupan

keluarga dan merupakan budaya dan status sosial pemeliharanya.


(3) Pemanfaatan areal yang kurang sesuai untuk lahan pertanian sebagai

grazing area ternak merupakan hal yang umum ditemukan


(4) Pengelolaan usaha merupakan kombinasi antara usaha peternakan dan

tanaman pertanian/perkebunan, relatif berkelanjutan karena limbah

pertanian menjadi sumber pakan ternak dan kotoran ternak

menyediakan pupuk bagi tanaman, sumber energi keluarga (biogas).


Kondisi ini memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi

kehidupan keluarga peternak.

Kondisi ini terus berjalan dan mencapai puncaknya sehingga

mempengaruhi hubungan bidang peternakan dengan lingkungan pada

periode revolusi peternakan sebagai akibat dari revolusi industri.

Perubahan yang terjadi membawa dampak terhadap perkembangan usaha

peternakan di negara-negara berkembang. Selain itu juga perkembangan

penduduk dunia memacu peningkatan permintaan produk peternakan

sehingga produktivitas ternak semakin dipacu untuk memenuhi permintaan

produk asal ternak. Guna mengimbangi kondisi tersebut, ketersediaan

pakan yang memadai juga diperlukan. Beberapa hal yang menandai

terjadinya perubahan dimaksud antara lain:

1) Usaha peternakan menjadi usaha berbasis tunggal (single purpose)


2) Jumlah ternak peliharaan meningkat dengan periode pemeliharaan

yang semakin singkat


3) Peningkatan kebutuhan pakan ternak dalam jumlah yang besar,

sehingga peternak kecil cenderung bergantung pada pakan impor

(yang lebih efisien untuk mengejar target produksi)


4) Ternak tidak lagi diumbar, tetapi diperlihara dalam kandang (karena

memudahkan dalam pengontrolan penyakit dan produksi


5) Perubahan yang terjadi membawa dampak terhadap degradasi

lingkungan termasuk diantaranya masalah lingkungan yang terjadi di

bidang peternakan.

Peternakan babi memiliki potensi pencemaran lingkungan udara dan air.

Sumber pencemar/kegiatan penyebab pencemaran lingkungan dalam usaha

peternakan babi adalah berupa kotoran (feses dan urine), ceceran pakan dan
minum babi, dan air cucian untuk memandikan babi atau pembersihan

kandang.

Pencemaran udara oleh peternakan babi berupa bau yang menyengat dan

penyebaran virus. Bau yang menyengat berasal dari gas-gas produk

perombakan senyawaan organik dari kotoran babi oleh mikroorganisme di

udara. Senyawaan organik yang dirombak mikroorganisme adalah senyawa

multikompleks, diantaranya asam-asam amino protein sehigga menebar bau

menyengat. Untuk orang-orang yang tidak terbiasa, bau yang ditimbulkan

oleh peternakan babi bisa menyebabkan mual dan muntah-muntah.

Sedangkan virus yang tersebar ke udara dari babi yang sakit bisa menular ke

manusia. Selain menimbulkan bau yang menyengat, gas-gas produk

perombakan kotoran babi (hidrokarbon ringan terutama CH4, CO2, dan NOx)

terakumulasi di udara dan memberi kontribusi bagi pemanasan global. Efek

pemanasan global disebabkan oleh tiga gas yaitu methana, karbon dioksida

dan nitrogen oksida. Ketiganya berasal dari peternakan besar. Dua belas

persen emisi gas methana dihasilkan hanya oleh milyaran ternak yang

dipelihara di seluruh dunia.Hal ini jauh lebih berbahaya, jika kita tahu bahwa

satu molekul methana menyumbang efek pemanasan global 25 kali lebih

besar daripada satu molekul karbon dioksida.

Pencemaran air terutama terjadi pada musim hujan akibat kotoran, darah,

dan urine babi yang mengalir terbawa air hujan. Karena membawa senyawaan

organik, limbah cair peternakan babi akan meningkatkan BOD air yang

menyebabkan turunnya kadar oksigen dalam air. Jika kadar oksigen suatu

perairan turun sampai kurang dari 5 mg/liter, maka kehidupan biota air seperti
ikan terancam. Selain itu, air tercemar limbah peternakan babi tidak sehat

digunakan untuk kebutuhan MCK apalagi untuk minum karena akan

mengakibatkan gatal-gatal. Tentu saja, penduduk yang sehari-hari

menggunakan air sungai beresiko terkena dampaknya.

2.7 Upaya Mengurangi Dampak Pencemaran Lingkungan dalam Produksi

Babi
Konsep produksi bersih merupakan pemikiran baru yang pertama kali

diperkenalkan oleh UNEP (United Nations Environment Programme) untuk

lebih meningkatkan kualitas lingkungan dengan lebih bersifat proaktif.

Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang

bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara kontinyu pada proses

produksi, produk dan jasa mulai dari hulu ke hilir untuk meningkatkan

efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan

lingkungan (UNEP, 1994).


Purwanto (2009) menjelaskan bahwa berdasarkan UNEP (1999) strategi

yang digunakan dalam melakukan pencegahan dan minimisasi limbah adalah

dengan 1E4R yaitu Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim).

edangkan KLH (2003) membuat Kebijakan Nasional Produksi Bersih

menggunakan strategi 5R yaitu Re-think, Re-use, Reduction, Recovery dan

Recycle. Yang dimaksud dengan 1E5R menurut Purwanto (2006) diatas

adalah :
1. Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiran yang harus

dimiliki pada saat awal kegiatan akan dijalankan, dengan implikasi :


a. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada

proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus

dipahami betul analisis daur hidup produksi


b. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa

adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari

semua pihak terkait pemerintah, masyarakat maupun kalangan

pengusaha.
2. Elimination (Pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan

limbah langsuung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses

produksi sampai produk.


3. Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau

mengurangi timbulan sampah pada sumbernya.


4. Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang

memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan

fisika, kimia atau biologi.


5. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk

memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula

melalui perlakuan fisika, kimia dan biologi.


6. Recovery/Reclaim (pungut ulang/ambil ulang) adalah upaya menambil

bahan bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu

limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau

tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi.

Namun ada hal yang harus diperhatikan menurut Purwanto (2004) bahwa

dari 5R diatas ada 2R pertama (rethink dan reduce) yang harus ditekankan.

Apabila dengan strategi 2R pertama tersebut masih menimbulkan

pencemar dan limbah baru kemudian melakukan strategi tingkatan

pengelolaan limbah yaitu 3R (reuse, recycle dan recovery).

Penggunaan nitrogen yang lebih efisien pada peternakan babi dan pakan

babi dengan kualitas mempromosikan pencernaan-dapat membantu

mengurangi efek pada lingkungan ketika para petani menghasilkan


babi.Produksi daging babi diperkirakan meningkat tajam dalam dekade-

dekade yang akan datang. Oleh karena itu penting untuk menyelidiki

apakah ada bagian dari proses produksi babi yang dapat dioptimalkan

untuk mengurangi dampak lingkungan.

Penilaian Siklus Hidup (LCA) adalah alat yang digunakan untuk

mengevaluasi dampak lingkungan. Dalam tesis PhD dari Fakultas

Pertanian Sciences, University of Aarhus, LCA digunakan untuk

menunjukkan bahwa peternakan babi adalah mata rantai dalam rantai

produksi daging babi dengan dampak lingkungan yang paling besar yang

berkaitan dengan pemanasan global, eutrofikasi (pencemaran nutrisi), dan

peningkatan keasaman.

Beberapa penelitian di bidang pertanian membuktikan produksi pupuk

dan pakan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemanasan

global, sedangkan rumah jagal dan transportasi daging dengan kapal laut

tidak mempengaruhi lingkungan sangat banyak. Kontribusi terbesar

pemanasan global berasal dari gas ketawa, yang terutama gas emisi dari

pupuk kandang dan denitrifikasi dari nitrat. Kontribusi terbesar eutrofikasi

dan peningkatan keasaman masing-masing berasal dari nitrat dan amonia,

Semua senyawa ini mengandung nitrogen. Cara yang jelas untuk

meningkatkan profil lingkungan daging babi karena itu adalah dengan

meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen pada peternakan babi dan

dalam produksi pakan babi.

Terdapat kemungkin untuk mengurangi potensi pemanasan global

sekitar lima persen per kg daging babi. Ini dapat dilakukan dengan
menambahkan enzim pencernaan xylanase ke pakan babi. Namun, enzim

tersebut hanya mempunyai efek terbatas pada potensi eutrofikasi.

Pengurangan emisi gas rumah kaca terutama disebabkan oleh penurunan

penyerapan pakan, karena dengan penambahan pakan xylanase babi dapat

mencerna makanan mereka lebih baik dan dengan demikian makan lebih

sedikit pada tingkat pertumbuhan tertentu.

Kemungkinan Emisi gas rumah kaca bisa ditekan dengan

memanfaatkan slurry limbah peternakan babi sebagai bahan pembuatan

biogas juga dipelajari dalam tesis ini. Pemisahan slurry babi menjadi fraksi

cairan dan fraksi fiber atau degassing slurry dalam pabrik biogas

dilanjutkan penggunaan biogas untuk produksi panas dan listrik juga

dipelajari dalam rangka untuk melihat apakah proses ini mengurangi

dampak lingkungan.

Meskipun pemisahan slurry mengakibatkan pengurangan dalam

transportasi slurry dan pengurangan penggunaan pupuk fosfor di pertanian

sebagai pihak penerima akhir, pengurangan emisi gas rumah kaca sangat

terbatas dibandingkan dengan jumlah gas rumah kaca yang dipancarkan

dari mata rantai lain dalam rantai produksi daging babi.Memproduksi

biogas dari slurry dan menggunakan energi untuk menghasilkan listrik dan

panas, bagaimanapun, bisa mengurangi emisi gas rumah kaca per kg babi

secara signifikan. Di sisi lain, produksi biogas tidak memiliki potensi yang

sama untuk mengurangi jumlah pemakaian fosfor di ladang pada

peternakan babi seperti pemisahan slurry.Diperlukan pengembangan lebih

lanjut metode untuk mengukur emisi gas ketawa dan fosfor serta emisi
CO2 yang disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan dalam rangka

meningkatkan kualitas penilaian siklus hidup masa depan terhadap produk

pertanian.

2.8 Pengolahan Limbah Bernilai Ekonomis


Peternakan babi menimbulkan limbah gas (polusi udara berupa bau yang

menyengat) dan cair. Polusi udara berupa bau menyengat di lingkungan

peternakan babi bisa diatasi secara alami dengan menanam jenis-jenis

tanaman berkhasiat aroma terapi dan tanaman-tanaman penyerap gas

racun. Selain itu, penerapan teknologi terapan biogas dari kotoran babi

memungkinkan untuk menghasilkan energi sekaligus menurunkan tingkat

polusi udara.
Untuk pengolahan limbah cair, peternakan babi harus dilengkapi

dengan unit pengolahan limbah seperti septic tank dan pengolahan limbah

khusus menjadi pupuk Unit pengolahan limbah harus ada agar tidak

mengganggu kepentingan masyarakat. Pengabaian penyediaan unit

pengolahan limbah sering memicu konflik dengan masyarakat. Pengolahan

limbah bisa langsung dilakukan di lokasi kandang dengan proses

pengomposan alami. Dalam pengomposan alami, kotoran babi berupa feses

dan urin tercampur merata dengan rumput/biomassa limbah pertanian.

Pengomposan terjadi akibat proses fermentasi yang merombak senyawaan

kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana berwujud gas,

cair, dan ampas padat. Proses fermentasi biasa ditandai dengan pelepasan

panas sehingga akan meningkatkan suhu dan lantai lebih hangat. Ampas

padat hasil perombakan pada proses fermentasi inilah yang disebut pupuk

kompos. Kompos tersebut dipindahkan setiap 3 bulan sekali untuk pupuk


tanaman. Produksi kompos bisa mencapai 1 ton/ekor/tahun dengan kotoran

rata-rata bagian dan adalah hijauan (biomassa limbah pertanian).


Pengomposan alami hanya fokus untuk mendapatkan kompos dari

limbah kotoran. Namun, gas-gas yang dilepaskan dalam pengomposan

yang bernilai energi dibiarkan lepas ke atmosfir dan memberi kontribusi ke

pemanasan global. Pengolahan limbah kotoran dalam unit fermentor

menempatkan gas-gas hidrokarbon ringan hasil perombakan sebagai

produk utama, sedangkan padatan sisa diperoleh sebagai kompos, dan

cairan berpotensi sebagai pupuk cair. Ini adalah teknik pengolahan

terintegrasi yang bisa menjadi alternatif terbaik; mengatasi masalah limbah

padat, cair dan gas sekaligus memproduksi biogas, pupuk kompos dan

pupuk cair.

BAB III

TINJAUAN KASUS

Di desa JL. Waru I RW .05 Kelurahan Rejomulyo Kecamatan Metro


Selatan adalah hal biasa ketika melihat kandang ternak berada didekat rumah,
dibelakang rumah ataupun dibawah kolong rumah warga. Namun, yang biasa
dilihat, kandang ternak diletakkan di belakang rumah.
Keberadaan kandang ternak babi tersebut sempat membuat warga lainnya
resah,Keresahan warga penduduk desa dikarenakan banyak lalat dan
menimbulkan bau tidak sedap yang sangat mengganggu warga.
Selain itu, Kotoran ternak yang berserakan tentu menimbulkan bau,
Disamping itu, keberadaan kandang ini juga mengundang banyak lalat yang bisa
menularkan berbagai penyakit. manajemen pemeliharaan yang tidak hieginis.
Untuk menjaga kebersihan kandang, kotoran babi harus ada penampungnya yang
baik dan jauh dari kandang.

Hari pertama

Hari ke 2
Hari ke 3
BAB IV

SOLUSI

1. Masyarakat harus selalu menerapkan kontrol sosial artinya setiap


masyarakat dapat saling mengontrol dengan mengingatkan pemilik hewan
ternak untuk secara rutin membersihkan kandang ternaknya, dan mengolah
kotoran serta air bersihan hewan ternaknya.

2. Dalam mengurus ternaknya, pemilik ternak juga harus melindungi diri


dengan menggunakan alat pelindung seperti masker, sarung tangan, sepatu
boot, dan menjauhkan kandang dari jangkauan anak-anak.

3. Penyuluhan dari Tenaga Kesehatan.

Petugas Kesehatan hendaknya memberikan penyuluhan mengenai


pentingnya menjaga kondisi rumah yang sehat, kebersihan lingkungan
dengan jauh dari kandang ternak. Penyuluhan tersebut tentang pentingnya
kondisi rumah yang bersih dan sehat serta bahaya kesehatan yang
diakibatkan keberadaan kandang ternak didekat rumah.

4. Peningkatan hygine dan sanitasi individu, serta peningkatan pengetahuan,


kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk menjaga kesehatan dan
kebersihan dirinya dan lingkungannya.
5. Pemeriksaan ternak secara rutin sehingga dapat menjaga kesehatan ternak
agar tidak sakit dan menularkan penyakit pada manusia.
6. Pemberian pengetahuan kepada masyarakat mengenai pemanfaatan limbah
ternak yang dapat mengurangi tingkat pencemaran lingkungan baik
pencemaran air, tanah, maupun udara. Pemanfaatan tersebut juga
menghasilkan nilai tambah yang bernilai ekonomis seperti dimanfaatkan
sebagai media pertumbuhan cacing, pupuk organik, gas bio, dan briket
energi, dan lain sebagainya.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Produksi babi yang berlangsung intensif sering terkait dengan beban

lingkungan. Bagaimanapun, sangat sedikit studi yang berhubungan dengan

performa lingkungan akibat sistem produksi babi yang berlangsung atau


sistem alternatif. Dibutuhkan metode yang baik untuk menilai kelayakan

usaha peternakan babi di suatu lokasi dan dampak lingkungan yang

mungkin ditimbulkan dari usaha peternakan babi agar tidak menimbulkan

keresahan di tengah masyarakat. Ada beberapa parameter kunci yang perlu

diperhatikan dalam penilaian dampak lingkungan, seperti eutrofikasi,

perubahan iklim, asidifikasi, terrestrial toxicity, pemakaian energi,

pemakaian lahan dan pestisida.Usaha peternakan babi adalah salah satu

komoditi yang menjanjikan dan butuh pendalaman. Sebagaimana bentuk-

bentuk usaha peternakan yang lain, peternakan babi juga tidak terlepas dari

potensi pencemaran lingkungan. Dari sisi potensi pencemaran lingkungan,

tidak ada perbedaan khas antara peternakan babi dan jenis binatang

lainnya.Sebagimana usaha peternakan hewan lainnya, manfaat beternak

babi bisa diperoleh dari penjualan babi untuk memenuhi kebutuhan

tertentu (jika tidak diharamkan) seperti untuk kebutuhan daging mangsa di

kebun binatang. Pengolahan kotorannya bisa menghasilkan produk biogas

dan kompos.

5.2. Saran
1. Diperhatikan kebersihan dan sanitasi kandang terhadap lingkungan

agar tidak mengganggu masyarakat sekitar.


2. Pengolahan limbahnya di perhatikan tidak lagi mengganggu

masyarakat,misalnya feses dibuat menjadi kompos.


3. Pemerintah diharapkan dapat menyediakan tempat yang layak bagi

peternakan babi tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Production, Supply and Distribution Online Query, United States Department of


Agriculture, Foreign Agricultural Service
Swine Summary Selected Countries, United States Department of Agriculture,
Foreign Agricultural Service, (total number is Production (Pig Crop) plus Total
Beginning Stocks
FUNK, ET AL. (2007). The pygmy hog is a unique genus: 19th century
taxonomists got
it right first time round. Molecular Phylogenetics and Evolution, Volume 45,
Pages 427-436
Rosenberg M, Nesbitt R, Redding RW, Peasnall BL (1998). Hallan Cemi, pig
husbandry, and post-Pleistocene adaptations along the Taurus-Zagros Arc
(Turkey). Paleorient, 24(1):2541.
Vigne JD, et al, (2009). Pre-Neolithic wild boar management and introduction to
Cyprus more than 11,400 years ago. Proc Natl Acad Sci U S A. 106:16135
16138. PMID 19706455 doi:10.1073/pnas.0905015106
Giuffra E, Kijas JM, Amarger V, Carlborg O, Jeon JT, Andersson L. (200). The
origin of the domestic pig: independent domestication and subsequent
introgression. Genetics. 154(4):1785-91. PMID 10747069
McClung, Robert M., "The New Book of Knowledge: Pigs"
Cheville, N.F. 1999. Introduction to Veterinary Pathology. Second Edition. Iowa
State University Press / Ames.
Syukur, D.A., Beternak Babi, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi
Lampung
Nonim (2009), Pengolahan Limbah Babi.
Sinaga, S. (2009), Peternakan Babi Kereman di Kretek Wonosobo.

Anda mungkin juga menyukai