Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

DISUSUN OLEH :

TIA MAYASARI

NIM. 18304244005

KELAS PENDIDIKAN BIOLOGI C 2018

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2019
MENGUKUR KADAR HEMOGLOBIN (Hb)

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Kegiatan
1) Mengukur kadar hemoglobin (Hb) darah.
2. Kompetensi Khusus
1) Mahasiswa dapat melakukan pengukuran kadar hemoglobin darah.
2) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kadar
hemoglobin darah.

B. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
1) Hemoglobinometer Sahli
2) Talquish chart
3) Photometer Leica
2. Bahan
1) Blood Lancet steril (Disposible)
2) Pipet khusus dengan selang karet
3) Kapas alkohol
4) Aquadest
5) Larutan HCL 0,1 N

C. HASIL PRAKTIKUM

LAKI-LAKI PEREMPUAN
Kadar Kadar
Umur Umur
No Kode Nama Hb No Kode Nama Hb
(tahun) (tahun)
(g/dL ) (g/dL)
1 Amri 19 10,5 1 Tia 19 10,5
2 - - - 2 Elsa 19 12,4
3 - - - 3 Nadia 19 10
4 - - - 4 Nurwid 19 9,2
Rata-rata 19 10,5 Rata-rata 19 10,525
D. PEMBAHASAN
Sel darah merah atau erythrocyte merupakan salah satu sel tubuh manusia
yang tidak memiliki inti sel, tetapi pada bagian sitoplasma memiliki protein yang
berfungsi mengangkut oksigen yang disebut hemoglobin, selanjutnya kadar
hemoglobin dalam darah dapat dijadikan indikator apakah manusia tersebut menderita
anemia atau tidak. Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin
dalam darah kurang dari normal. Kadar Hb normal tergantung pada usia dan jenis
kelamin masing-masing individu. Pada perempuan dewasa kadar Hb normal berkisar
antara 11,7-15,5 g/dL darah sedangkan pada laki-laki dewasa kadar Hb berkisar
antara 13,2-17,3 g/dL darah.(Sudjono,1998).
Penetapan kadar Hb dengan metode Sahli didasarkan pada pembentukan
hematin asam setelah darah ditambah dengan larutan HCL 0,1 N kemudian
diencerkan dengan aquadest. Pengukuran secara visual dengan mencocokkan warna
larutan sample dengan larutan pada batang gelas standar. Metode ini memiliki
kesalahan sebesar 10%-15% sehingga tidak dapat digunakan untuk menghitung
indeks eritosi ( Guyton, 1997). Praktikum ini bertujuan untuk mengukur kadar
hemoglobin dalam darah pengukuran kadar hemoglobin (Hb) dalam darah
memerlukan alat dan bahan yaitu hemoglobinometer Sahli, blood lancet steril
(disposable), alkohol, kapas, larutan HCL 0,1 N, alkohol 70%, dan
aquadest.(Nurcahyo, Heru dan Harjana, 2013).
Prosedur kerja yang telah dilakukan pada praktikum ini yang pertama adalah
mensterilkan jari manis atau jari tengah yang akan diambil darahnya dengan kapas
yang telah di tetesi alkohol 70%. Kemudian menusuk jari dengan blood lancet steril
(disposable) sehingga darah keluar dan menghisap darah menggunakan pipet khusus
yang telah disediakan sampai tanda batas garis pada pipet. Setelah itu, memasukkan
darah yang telah di hisap ke dalam tabung dan menambahkan larutan HCL 0,1 N
kemudian di kocok hingga merata. Lalu menambahkan aquadest tetes demi tetes
sambil di aduk hingga warna larutan tersebut sesuai dengan larutan standar pada
Hemoglobinometer Sahli. Langkah terakhir adalah membaca dan mencatat angka
pada tabung berskala yang menunjukkan kadar Hb dalam satuan g/ dL darah.
Data yang diperoleh kemudian di kelompokkan ke dalam dua kelompok
berdasarkan jenis kelamin. Kelompok laki-laki berjumlah satu orang dengan hasil
kadar hemoglobin rata-rata sebesar 10,5 g/dl dengan rata-rata usia 19 tahun.
Sedangkan pada kelompok perempuan terdiri dari empat orang dengan data
hemoglobin rata-rata sebesar 10,525 g/dl dengan rata-rata usia 19 tahun. Hasil yang
diperoleh tersebut menunjukkan bahwa kadar hemoglobin di kedua kelompok tersebut
masih di bawah standar kadar hemoglobin normal. Menurut teori, kadar hemoglobin
yang kurang ini mengindikasikan terjadinya anemia meskipun demikian terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya kadar hemoglobin diantaranya
asupan zat besi maupun kondisi khusus seperti saat terjadinya menstruasi pada wanita.
Hasil pengukuran kadar hemoglobin yang masih kurang dari standar normal mungkin
disebabkan karena penggunaan alat yang sudah tidak presisi sehingga mengurangi
ketelitian dan hasil percobaan.
Pemeriksasan kadar hemoglobon dalam darah memegang peranan penting
dalam diagnosa suatu penyakit karena hemoglobin merupakan salah satu protein
khusus yang ada dalam sel darah merah yang memiliki fungsi khusus yaitu
mengangkut oksigen ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru.
Kegunaan dari pemeriksaan ini salah satunya adalah untuk mengetahui apakah
seseorang tersebut terkena anemia atau tidak. Anemia merupakan suatu kondisi yang
dapat menghambat pertumbuhan baik jaringan maupun sel otak. Kekurangan
hemoglobin dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah, dan cepat
lupa. Selain itu anemia juga dapat menurunkan daya tahan tubuh dan mengakibatkan
mudah terserang infeksi.(Masrizal,2007).
Meningkatnya kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah dehidrasi. Dehidrasi menyebabkan volume plasma darah
meningkat sehingga jumlah hemoglobin di dalamnya pun akan meingkat. Selain itu
berada di dataran tinggii juga menyebabkan kadar hemoglobin meningkat, hal ini
disebabkan karena tubuh akan berupaya mengimbangi asupan oksigen yang semakin
terbatas di dataran tinggi dengan membentuk sel darah merah yang lebih banyak,
maningkatnya sel darah merah menyebabkan meningkatnya kadar hemoglobin dalam
darah. Kebiasaan merokok juga dapat meningkatkan kadar hemoglobin karena pada
saat merokok hemoglobin bukan mengambil oksigen tetapi malah berikatan dengan
karbon monoksida yang terdapat di dalam rokok, hal ini akan di respon otak sebagai
kondisi kurangnya oksigen karena oksigen tidak diikat oleh hemoglobin sehingga
tubuhpun akan merespon dengan meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah.
Dengan demikian, faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin dalam darah adalah
jenis kelamin, usia, asupan zat besi, kebiasaan merokok, dehidrasi, berada di tempat
yang tinggi dan juga adanya penyakit jantung bawaan serta kondisi khusus seperti
menstruasi pada wanita.( Frandson, 1992).
Pada percobaan dengan Metode Sahli ini, darah dengan larutan HCL 0,1 N
akan membentuk hematin yang berwarna coklat. Setelah itu warna disamakan dengan
warna standar pada tabung sahli dengan cara menambabhkan aquadest sebagai
pengerncer larutan. Prinsip pada metode ini adalah hemoglobin diubah menjadi asam
hematin, kemudia warna yang terbentuk pada larutan darah dibandingkan secara
visual dengan standar dalam alat tersebut.

E. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa,
1. Untuk mengukur kadar hemoglobin darah dapat menggunakan metode Sahli, yaitu
dengan mengambil darah dan memasukkannya kedalam tabung dengan pipet
khusus lalu di tambahkan HCL 0,1 N dan di encerkan dengan aquadest sampai
warna larutan darah sesuai dengan warna larutan standar yang terdapat pada alat
Sahli, langkah terakhir adalah membaca skala pada peta yang menunjukkan kadar
hemoglobin. Dari hasil pengukuran, didapatkan hasil rata-rata kadar hemoglobin
pada kelompok laki-laki berjumlah satu orang dengan usia rata-rata 19 tahun
adalag 10,5 g/dl sedangkan pada kelompok perempuan dengan jumlah empat
orang dengan usia rata-rata 19 tahun adalah 10,525. Hasil tersebut masih dibawah
kadar hemoglobin normal.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin dalam darah adalah jenis
kelamin, usia, asupan zat besi, penyakit jantung bawaan, kebiasaan merokok,
dehidrasi, berada di ketinggian, dan juga kondisi khusus seperti menstruasi pada
wanita.
DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Guyton, A.C., Hall J.E.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Soedjono, Basoeki. 1998. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Masrizal(2007). Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol.2, 141-145.
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Nurcahyo. Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan.
Yogyakarta : FMIPA UNY.
STRUKTUR ANATOMI JANTUNG MAMMALIA

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Kegiatan
1) Mengamati struktur anatomi makroskopis jantung mammalia (kambing)
2. Kompetensi Khusus
1) Mahasiswa dapat melakukan pengamatan struktur anatomi makroskopis
jantung mammalia (kambing)
2) Mahasiswa dapat menerangkan bagian-bagian jantung mammalia (kambing).
B. ALAT DAN BAHAN
1. Alat 6) Bak parafin
1) Skalpel 7) Alat tulis
2) Penusuk 8) Alat dokumentasi
3) Klem 2. Bahan
4) Pinset 1) Jantung mammalia
5) Gunting (kambing)

C. HASIL PRAKTIKUM
Struktur Jantung Mammalia

Keterangan :

1. arteri pulmonalis
2. atrium kanan
3. ventrikel kanan
4. atrium kiri
5. ventrikel kiri

6. vena cava superior

Gambar 1: Anatomi makroskopi jantung mammalia (kambing).


Gambar 2: Literatur struktur anatomi jantung mammalia.
Sumber : http://www.dosenbiologi.com

D. PEMBAHASAN
Praktikum yang telah dilaksanakan di Laboraturium FMIPA UNY ini
bertujuan untuk mengamati struktur anatomis makroskopis jantung mammalia
(kambing). Berdasarkan hasil pengamtan terdapat beebrapa bagian dari jantung
hampir sama dengan dasar teori, namun untuk bagian katup seperti katip seperti katup
bikuspidalis dan trikuspidalis kami belum bisa menemukannya. Hal ini disebabkan
karena pembedahannya yang mungkin kurang sempurna atau karena terlalu tipis,
tidak dapat dilihat mata. Pada gambar diatas terdapat beberapa bagian dalam maupun
luar jantung mamalia (kambing).Setiap bagian tersebut mempunyai peranan masing-
masing dalam mendukung kinerja jantung sebagai sistem kardiovaskuler.
Berikut ini beberapa fungsi dan peranan setiap bagian tersebut :
 Bagian Luar
1. Perikardium: Selaput pembungkus jantung yang tersusun atas jaringan ikat padat
(fibrosa). Bagian terdiri dari dua komponen yaitu perikardium visceral (sebelah
dalam) dan perikardium parietalis (sebelah luar). Antara jantung dan perikardium
terdapat rongga (kantung) perikardium yang berisi cairan perikardial sehingga
jantung dapat bergerak leluasa dan untuk melindungi jantung dari kerusakan dan
gesekan.
2. Apeks jantung: bentuknya bulat dan susah ditentukan secara radiografi, kalau
dapat ditentukan biasanya berada setinggi rawan iga keenam, dibawah dan medial
tempat terabanya detak apeks. Detak apeks yang berasal dari jantung umumnya
dapat diraba di dada sebelah kiri,selain itu derak apeks juga dihasilkan oleh gerak
jantung kiri yang cukup rumit ketika kontraksi.
3. Atrium jantung: dibagi menjadi dua, yaitu atrium kanan dan atrium kiri yang
merupakan dua ruangan kecil pada jantung mamalia dengan otot tipis. Bagian ini
berfungsi sebagai penerima darah secara pasif. Berdasarkan tersebut, yaitu hanya
berfungsi sebagai penerima darah secara pasif maka otot atrium lebih tipis. Atrium
kanan berada sesisi dengan bronkus lobus atas bagian suprahepatik vena kava
inferor dan hati, sedangkan atrium kiri berada dibelakang ventrikel kanan yang
merupakan bagian kanan jantung.
4. Ventrikel jantung: dibagi menjadi dua, yaitu ventrikel kanan dan ventrikel kiri
yang merupakan dua ruangan besar pada jantung dengan otot yang lebih tebal
daripada atrium.Bagian ini berfungsi sebagai pemompa darah, ventrikel kiri
memompa darah ke seluruh tubuh sedangkan ventrikel kanan hanya memompa
darah ke paru-paru. Oleh karena fungsi inilah maka otot ventrikel lebih tebal dan
lebih kuat daripada otot atrium. Selain itu karena peranan ventrikel kiri yang lebih
besar dari ventrikel kanan maka otot ventrikel kiri lebih tebal daripada ventrikel
kanan.
5. Truncus aorta
6. Arteri pulmonalis: arteri ini dibagi menjadi dua yaitu arteri pulnonalis kanan dan
arteri pulmonalis kiri. Arteri pulmonalis kanan lebih panjang dan lebar daripada
yang kiri
7. Arteri coronaria: dibagi menjadi dua bagian, yaitu arteri coronaria kanan dan arteri
coronaria kiri. Arteri coronaria kanan merupakan pembuluh yang berasal dari
sinus aortikus anterior (kanan) dan fungsi arteri coronaria kanan adalah
memberikan darah pada ventrikel kanan (kecuali bagian kiri dinding arteriornya),
bagian kanan dinding belakang ventrikel kiri dan sebagian sekat antarventrikel,
sedangkan arteri coronaria kiri merupakan pembuluh yang berasal dari sinus
aortikus kiri, dibelakang batang pulmonalis. Arteri ini memberikan darah pada
hampir seluruh ventrikel kiri.
8. Vena cava anterior dan vena cava posterior: Vena kava anterior terletak turun
disebelah kanan aorta ascendens,dan menerima darah dari vena azigos kemudian
bermuara di atrium kanan. Sedangkan vena kava inferior berada dalam rongga
dada sepanjang 2-3 cm, kemudian bermuara di atrium kanan setelah menembus
lubang di tendo sentral diafragma.
 Bagian dalam
1. Septum interventrikularis: Sekat yang membatasi antar ventrikel yaitu ventrikel
kiri dan kanan
2. Valvula bikuspidalis,valvula trikuspidalis dan valvula seminularis
a. Valvula bikuspidalis: katup yang ada diantara atrium kiri dengan ventrikel kiri
(katub berdaun dua). Katub ini berfungsi mencegah agar darah dalam ventrikel
kiri tidak kembali ke atrium kiri ketika jantung memompa darah.
b. Valvula trikuspidialis: Katup yang ada diantara atrium kanan dan ventrikel
kanan (katub berdaun tiga). Katub ini berfungsi mencegah agar darah dalam
ventrikel kanan tidak kembali ke atrium kanan ketika jantung memompa
darah.
c. Valvula Semilunaris: katub yang terdapat pada tempat keluarnya nadi dari
jantung. Katub ini berbentuk bulat sabit dan berfungsi menjaga agar darah
dalam pembuluh nadi (aorta) tidak kembali ke ventrikel.
3. Muskulus papillaris
Berkas otot-otot tebal yang ada di sebelah dalam dinding ventrikel dan
berbentuk puting.
4. Chorda tendinea
Benang-benang tendon tipis yanga ada di tepi bawah muskulus papiliaris.
Benang-benang ini mempunyai kaitan kedua yaitu pada katup atrioventrikuler,
kaitan ini menghindarkan kelopak katup terdorong masuk dalam atrium bila
ventrikel kontraksi
( Champbell, 2004)

E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa bagian anatomi makroskopis
jantung mammalia (kambing) adalah :
Jantung bagian luar
1) Pericardium
2) Atrium kanan
3) Atrium kiri
4) Ventrikel kanan
5) Ventrikel kiri
6) Arteri pulmonalis
7) Arteri coronaria
8) Vena cava anterior dan vena cava superior
Sedangkan anatomi jantung bagian dalam adalah :
1) Septum interventrikularis
2) Valvula bikuspidalis
3) Muscullus papilaris
4) Chorda thendinea
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Gardner Gray O’Rahilly. 1995. Anatomi Kajian Ranah Tubuh Manusia (Terjemahan).Jakarta
: UI Press

Kartolo Wulangi. 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: Depdikbud


Nurcahyo, Heru, Tri Harjana. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan Dasar.
Yogyakarta: FMIPA UNY
Pearce, Enelin. 1995. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia
Soewolo, dkk. 1999. Fisiologi manusia. Malang: FMIPA UNM
https://www.dosenbiologi.com diakses pada 12 Desember 2019 pukul 16.34 WIB.
MENGHITUNG SEL DARAH MERAH

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Kegiatan
1) Menghitung jumlah Sel Darah Merah (SDM).
2. Kompetensi Khusus
1) Mahasiswa dapat melakukan perhitungan jumlah sel darah merah.
2) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
sel darah merah.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
1) Toma hemasitometer (counting chamber).
2) Pipet khusus bertanda 101.
3) Alat dokumentasi.
4) Alat tulis
5) Counter.
2. Bahan
1) Blood lancet steril disposable.
2) Alkohol 70%.
3) Kapas.
4) Larutan Hayem.
5) Larutan garam fisiologis.
C. HASIL PRAKTIKUM
Tabel hasil perhitungan sel darah merah pada kelompok perempuan

No Nama Umur Jumlah Eritrosit


Kotak Jumlah
(tahun) (sdm/mm3)
Kiri atas 83
Kanan atas 82
Kanan bawah 93
1. Tia 19 4.170.000
Kiri bawah 79
Tengah 83
total 390
2. Elsa Kiri atas 120
19 5.710.000
Kanan atas 113
Kanan bawah 101
Kiri bawah 109
Tengah 128
Total 571
3. Nurwid Kiri atas 71
Kanan atas 90
Kanan bawah 60
19 5.200.000
Kiri bawah 47
Tengah 101
Total 369
4. Nadia Kiri atas 101
Kanan atas 95
Kanan bawah 103
19 5.060.000
Kiri bawah 110
Tengah 90
Total 499
Rata-rata 19 5.035.000

Tabel hasil perhitungan sel darah merah pada kelompok laki-laki


Umur Jumlah Eritrosit
No Nama kotak jumlah
(tahun) (sdm/mm3)
Kiri atas 98
Kanan atas 105
Kanan bawah 112
1. Amri 19 6.320.000
Kiri bawah 101
Tengah 102
Total 518
Rata-rata 19 6.320.000

D. PEMBAHASAN
Sel darah merah, eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan
berfungsi membawa oksigen menuju jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam
hewan bertulang belakang.Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah
biomolekul yang dapat mengikat oksigen.Hemoglobin akan mengambil oksigen
dari paru-paru dan insang, dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati
pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna
hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah
merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di
dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri aktif
selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan. (Ngurah Rai, Kawengian, &
Mayulu, 2016).
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui jumlah sel darah merah (erytrosit).
Alat dan bahan yang digunakan yaitu blood lancet steril (disposible), alkohol
70%, kapas, dan larutan Hayem. Prosedur kerja yang dilakukan yaitu diawali
dengan mensterilkan ujung jari tengah atau jari manis menggunakan kapas yang
telah ditetesi alcohol 70%, menunggu hingga mengering. Kemudian menusuk
ujung jari menggunakan blood lancet steril (disposable) sehingga darah keluar.
Mengambil darah dengan pipet khusus sampai tanda 0,5 kemudian membersihkan
ujungnya dengan kapas. Kemudian menghisap larutan Hayem sampai tanda 101,
lalu dikocok secara perlahan. Meneteskan cairan diatas dengan pipet lewat tepi
kaca penutup hingga merata dan menghitung jumlah SDP dengan mikroskop pada
kotak bagian tengah (E) kemudian dilanjutkan pada kotak yang berada di atas (B),
bawah (H), kanan(F) dan kiri (D) dari kotak tengah. menghitung dengan rumus :
Jumlah SDM/mm3 = jumlah SDM x 10 x 5 x 200
atau
Jumlah SDM/mm3 = jumlah SDM x 10.000
Hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut kemudian dikelompokkan
dalam 2 kelompok berdasarkan jenis kelamin, kelompok laki-laki terdiri atas 1
orang dan kelompok perempuan terdiri atas 4 orang. Untuk kelompok perempuan
rata-rata jumlah SDM yaitu 5.035.000 SDM/mm3, dengan jumlah sel darah merah
tertinggi adalah pada Elsa yaitu sebesar 5.720.000 SDM/mm3 dan terendah pada
Nadia yaitu sebesar 5.060.000, sedangkan rata-rata SDM dalam kelompok laki-
laki yaitu 6.320.000 SDM/mm3.
Berdasarkan literatur, jumlah sel darah merah pada perempuan dewasa adalah
4.000.000 – 5.500.000 SDM per mm3, sedangkan pada laki-laki dewasa jumlah
rata-rata sel darah merah adalah sebesar 4.500.000 – 6.000.000 SDM per mm3
(Amalia & Tjiptaningrum, 2016). Pada kelompok perempuan terdapat responden
dengan jumlah sel darah merah diatas rata-rata normal yaitu Elsa dengan jumlah
sel darah merah sebesar 5.720.000 SDM/mm3 sedangkan pada kelompok laki-laki
juga terdapat responden yang memiliki jumlah sel darah merah diatas jumlah
rata-rata normal yaitu Amri sebesar 6.320.000 SDM/mm3. Berdasarkan literatur,
Kadar eritrosit dapat meningkat apabila terdapat kondisi di mana suplai oksigen
berkurang di dalam tubuh. Hal ini memicu tubuh membuat sel darah merah lebih
banyak sebagai kompensasi untuk menjaga ketersediaan oksigen. Kelebihan sel
darah merah di dalam tubuh seringkali tidak bergejala. Namun, kondisi ini dapat
menimbulkan keluhan seperti kelelahan, sesak napas, tubuh lemas, nyeri otot,
gangguan tidur, serta kulit gatal, terutama setelah mandi. Kelebihan eritrosit ini
dapat disebabkan karena dehidrasi, berada pada ketinggian, mengkonsumsi obat-
obatan, maupun disebabkan karena penyakit bawaan lainnya seperti jantung dan
gangguan ginjal.
Kekurangan jumlah SDM menyebabkan penyakit anemia, yaitu berkurangnya
kemampuan darah mengangkut oksigen karena kurangnya jumlah SDM.
Sedangkan polisistemia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan peningkatan
jumlah SDM secara nyata atau jumlah SDM yang melampui standar rata-rata
normal. Dari data diatas, diketahui bahwa tidak ada yang menderita anemia dan 2
orang diduga menderita polisitemia dari total 5 orang yang melakukan
penghitungan SDM pada praktikum ini.

E. KESIMPULAN
1. Untuk menghitung jumlah sel darah merah dilakukan dengan menggunakan
larutan Hayem dan Toma hemositometer, kemudian menghitung sel darah
merah dibawah mikroskop. Dari hasil pengamatan dan perhitungan di
dapatkan hasil jumlah rata-rata sel darah merah pada kelompok laki-laki
adalah 6.320.000 SDM/mm3 sedangkan pada kelompok perempuan didapatkan
jumlah rata-rata sel darah merah sebesar 5.035.000 SDM/mm3.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah merah, antara lain:
a. Jenis kelamin
Pada laki-laki dewasa jumlah rata-rata normal eritrosit relatif lebih
banyak daripada perempuan, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen pada
laki laki lebih besar dibanding kebutuhan oksigen pada perempuan karena
laki-laki melakukan aktivitas fisik yang lebih banyak daripada perempuan
sehingga memerlukan suplai oksigen yang lebih baik. Untuk merespon
kebutuhan oksigen yang banyak tersebut maka tubuh akan memproduksi sel
darah merah dalam jumlah yang lebih banyak.
b. Usia
Pada usia dewasa jumlah sel darah merah lebih banyak daripada saat
balita atau anak-anak. Hal ini disebabkan karena pada tubuh manusia
dewasa terdapat lebih banyak sel dan sel tersebut membutuhkan suplai
oksigen sehingga jumlah eritrositpun menjadi lebih banyak.
c. Ketinggian tempat
Berada pada tempat yang memiliki ketinggian seperti gunung, akan
membuat tubuh beradaptasi untuk menghasilkan eritrosit yang lebih
banyak. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suatu tempat maka
semakin rendah kadar oksigen bebas di alam. Karena keterbatasan
jumlah oksigen sementara jumlah oksigen harus dimasukkan kedalam
sel relatif banyak agar kebutuhan sel tercukupi, maka tubuh merespon
keadaan tersebut dengan cara meningkatkan jumlah eritrosit atau sel
darah merah.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, A., & Tjiptaningrum, A. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi.
Majority.
Armiyanti, L., Paransa, D. S., & Gerung, G. S. (2013). Uji Aktivitas Antikoagulan Pada Sel
Darah Manusia dari Ekstrak Alga Coklat Turbinaria ornata. JURNAL PESISIR DAN
LAUT TROPIS. https://doi.org/10.35800/jplt.1.2.2013.2094

Yoshua, V., & Angliadi, E. (2013). REHABILITASI MEDIK PADA HEMOFILIA. JURNAL
BIOMEDIK (JBM). https://doi.org/10.35790/jbm.5.2.2013.2587
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Nurcahyo. Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta :
FMIPA UNY.
MENGHITUNG DENYUT NADI DAN CARDIAC OUTPUT (CO)

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Tujuan kegiatan
1) Mengukur denyut nadi (pulsus) pada arteri radialis.
2) Menghitung cardiac output (CO).
2. kompetensi Khusus
1) Mahasiswa dapat melakukan pengukuran denyut nadi (pulsus).
2) Mahasiswa dapat menerangkan bagaimana mekanisme terjadinya denyut nadi
(pulsus).
3) Mahasiswa dapat menghitung cardiac output (CO).
4) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi cardiac
output (CO).

B. ALAT DAN BAHAN


1. Jam atau stopwatch
2. Tally counter
3. Tensimeter
4. Stetoskop
5. Alat dokumentasi
6. Alat tulis

C. HASIL PRAKTIKUM
Perempuan
Sebelum latihan Sesudah latihan
No Nama P SV CO P SV CO
(x/menit) (ml) (ml/menit) (x/menit) (ml) (ml/menit)
1. Tia 72 70 5.040 112 70 7.840
2. Elsa 82 70 5.740 96 70 6.720
3. Nurwid 88 70 6.160 95 70 6.650
4. Nadia 72 70 5.040 120 70 8.400
Rata-rata 78,5 70 5.495 105,75 70 7.402,5
Laki-laki
Sebelum latihan Sesudah latihan
No Nama P SV CO P SV CO
(x/menit) (ml) (ml/menit) (x/menit) (ml) (ml/menit)
1, Amri 80 70 5.600 96 70 6.720
Rata-rata 80 70 5.600 96 70 6.720

Tabel Tekanan Darah


Perempuan
No Nama Umur (tahun) Sebelum latihan Sesudah latihan
1. Tia 19 120/70 mmHg 110/70 mmHg
2. Elsa 19 110/60 mmHg 110/70 mmHg
3. Nurwid 19 140/80 mmHg 140/95 mmHg
4. Nadia 19 95/70 mmHg 110/60 mmHg
Rata-rata 19 116/70 mmHg 117/73 mmHg

Laki-laki
No Nama Umur (tahun) Sebelum latihan Sesudah latihan
1. Amri 19 130/80 mmHg 140/95 mmHg
Rata-rata 19 130/80 mmHg 140/95 mmHg

D. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengukur denyut nadi (pulsus) pada arteri
radialis dan menghitung cardiac output (CO). Alat dan bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah stopwatch dan tally counter, tensimeter, dan stetoskop. Pertama-
tama menghitung nadi radialis dengan cara menempelkan kedua jari pada pergelangan
tangan sebelah dalam dengan sedikit penekanan hingga merasakan denyut nadi.
Kemudian menghitung banyaknya denyutan nadi dalam satu menit (heart rate atau
HR) dan juga mengukur tekanan darah systole dan diastole dengan menggunakan
tensimeter sebelum melakukan aktivitas atau latihan. Lalu melakukan kegiatan
olahraga berupa lari selama 10 menit dan menghitung kembali banyaknya denyutan
setelah melakukan latihan. Setelah itu menghitung cardiac output dengan rumus :
Cardiac ouput (CO) = HR x SV

Pulsus atau denyut nadi merupakan tekanan darah yang menekan dinding arteri
dan merambat di sepanjang arteri. Pada umumnya pulsus merupakan akibat dari
tekanan yang di timbulkan dari kontraksi ventrikel kiri. Pulsus umunya diperiksa di
arteri radialis pada manusia, arteri ekor pada sapi atau kerbau, arteri femuralis pada
kucing, dan arteri jugularis (leher) pada kuda. (Shih, 2013)

Tekanan darah merupakan ukuran dari seberapa kuatnya jantung dalam


memompa darah hingga beredar ke semua jaringan tubuh manusia. Dengan kata lain,
tekanan darah menjadi salah satu indikator untuk menilai sistem kardiovaskular dan
seberapa optimalnya kinerja tubuh seseorang. Tekanan darah dinyatakan dalam
mmHg dan terdiri atas tekanan darah atas (systolik) dan bawah (diastolik). Tekanan
darah normal pada orang dewasa adalah 120/80 mmHg. Sementara itu, tekanan yang
berada pada angka 140/90 mmHg dianggap hipertensi sedangkan tekanan darah di
bawah 90/60 mmHg menandakan hipotensi. (Iswahyuni, 2017)

Denyut nadi atau pulsus terjadi karena darah yang didorong ke arah aorta sistol
tidak hanya bergerak maju dalam pembuluh darah, tetapi juga menimbulkan
gelombang bertekanan yang berjalan di sepanjang arteri. Denyut nadi yang dapat
diraba tersebut merupakan gelombang bertekanan yang meregang di dinding arteri
seanjang perjalananya. Pada jantung manusia normal, setiap denyutnya berasal dari
nodus SA( irama sinus normal). Metabolisme dalam suatu organ akan semakin besar
dan aliran darahnya juga mengalami hal yang sama. Hal ini menyebabkan kompensasi
jantung dengan mempercepat denyutnya dan memperbesar banyaknya aliran darah
yang dipompakan dari jantung menuju ke seluruh tubuh. (Kasenda, Marunduh, &
Wungouw, 2014)

Pada praktikum ini didapatkan hasil dalam 2 kelompok yaitu kelompok laki-laki
yang terdiri atas 1 orang dan kelompok perempuan yang terdiri atas 4 orang. Pada
kelompok laki-laki, rata-rata banyaknya denyut nadi pada keadaan sebelum latihan
yaitu 80 dengan rata-rata cardiac output (CO) yaitu 5.600. Sedangkan pada kelompok
perempuan yang terdiri dari 4 orang memiliki rata-rata denyut nadi dalam kondisi
sebelum latihan yaitu sebesar 78,5 dengan rata-rata cardiac output (CO) yaitu sebesar
5.495. Denyut nadi tertinggi pada kelompok perempuan dimiliki oleh Nurwid sebesar
88 x/menit dan denyut nadi terendah pada Nadia dan Tia yaitu sebesar 72 x/menit.
Kemudian melakukan kegiatan berolahraga selama 10 menit berlari-lari atau
menuruni tangga. Selanjutnya menghitung kembali banyaknya denyut nadi dan
cardiac output (CO) seperti pada kegiatan pertama. Hasil yang diperoleh yaitu rata-
rata banyak denyut nadi pada kelompok laki-laki setelah melakukan kegiatan
berolahraga yaitu 96 dengan jumlah cardiac output (CO) yaitu 6720. Sedangkan pada
kelompok perempuan setelah melakukan olahraga selama memiliki rata-rata banyak
denyut nadi sebesar 105,75 dengan rata-rata cardiac output (CO) yaitu 7.402,5.
Dengan denyut nadi tertinggi pada Nadia yaitu sebesar 120 x/menit dan cardiac
output (CO) sebesar 8400.

Dari hasil analisis data selalu terjadi peningkatan banyak denyut nadi dan cardiac
output dari sebelum melakukan kegiatan olahraga hingga setelah melakukan kegiatan
olahraga baik pada kelompok laki-laki maupun kelompok perempuan. Hal ini terjadi
karena saat tubuh melakukan olahraga, otot terlibat lebih banyak untuk bergerak
sehingga memerlukan oksigen yang lebih banyak. Hal ini mengakibatkan
meningkatnya kerja jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan
oksigen sehingga denyut jantung dapat dirasakan lebih cepat. Dengan kata lain,
semakin keras tubuh kita melakukan aktivitas atau kerja maka denyut nadi akan
meningkat.

E. KESIMPULAN
1. Untuk mengukur pulsus di arteri radialis dilakukan dengan cara menempelkan jari
tengah, telunjuk, dan jari manis dengan sedikit menekan ke pergelangan tangan
dalam hingga merasakan denyut nadi. Kemudian menghitung banyaknya denyut
nadi dalam waktu satu menit. Pada kelompok laki-laki didapatkan rata-rata denyut
nadi sebelum melakukan latihan yaitu sebanyak 80x/menit dan setelah latihan
menjadi 96x/menit sedangkan pada kelompok perempuan denyut nadi rata-rata
sebelum melakukan latihan adalah sebesar 78,5x/menit dan setelah melakukan
latihan adalah sebesar 105,75x/menit. Denyut nadi di kedua kelompok mengalami
peningkatan setelah melakukan aktivitas latihan.
2. Untuk menghitung cardiac output (CO) menggunakan rumus CO = HR x SV
dimana HR merupakan jumlah pulsus dalam waktu satu menit dan SV merupakan
stroke volume yang bernilai 70 ml. Pada hasil perhitungan didapatkan hasil pada
kelompok laki-laki sebelum melakukan latihan yaitu sebesar 5600 dan setelah
melakukan latihan meningkat menjadi 6720 sedangkan pada kelompok perempuan
sebelum melakukan latihan yaitu sebesar 5495 dan setelah melakukan latihan
meningkat menjadi 7402,5.
3. Mekanisme terjadinya denyut nadi atau pulsus
Denyut nadi atau pulsus disebabkan karena adanya perbedaan tekanan antara
systole dan diastole. Perbedaan tekanan ini disebut dengan denyut nadi. Di aorta
yang penuh dengan darah sehingga mengakibatkan terjadinya desakan di dalam
arteri, terjadi transmisi pulsasi tekanan ke ateri perifer. Jantung memompa darah
ke aorta yang mula-mula haya bagian proksimal aorta yang distensi karena sifat
inersia darah yang kan mencegah pergerakan darah yang tiba-tiba ke perifer.
Tetapi tekanan yang tinggi pada aorta proksimal akan cepat mengimbangi sifat
ineria tersebut sehingga menyebabkan gelombang yang berada di depan bagian
yang terdistensi akan menyebar di sepanjang aorta, gerakan inilah yang
menyebabkan dinding pembuluh darah mengalami tekanan yang berbeda antara
saat darah dipompa (tekanan sistol) dan saat darah tidak dipompa( diastole),
pebedaan inilah yang mengakibatkan terabanya denyut nadi atau pulsus.
4. Factor-faktor yang mempengaruhi cardiac output adalah frekuensi denyut nadi
dan juga stroke volume.
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Z. (2007). Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh. USU
Digital Libraray. https://doi.org/10.3354/esr00286
Handono, J., Wijaya, S. K., & Ibrahim, A. S. (2017). Deteksi Aglutinasi Secara Otomatis
Iswahyuni, S. (2017). HUBUNGAN ANTARA AKTIFITAS FISIK DAN HIPERTENSI
PADA LANSIA. Profesi (Profesional Islam) : Media Publikasi Penelitian.
https://doi.org/10.26576/profesi.155
Kasenda, I., Marunduh, S., & Wungouw, H. (2014). PERBANDINGAN DENYUT NADI
ANTARA PENDUDUK YANG TINGGAL DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN
RENDAH. Jurnal E-Biomedik. https://doi.org/10.35790/ebm.2.2.2014.5233
Shih, A. (2013). Cardiac Output Monitoring in Horses. Veterinary Clinics of North America -
Equine Practice. https://doi.org/10.1016/j.cveq.2012.11.002
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Nurcahyo. Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta :
FMIPA UNY.
MENGHITUNG SEL DARAH PUTIH

A. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Kegiatan
1). Menghitung sel darah putih (SDP).
2. Kompetensi Khusus
1). Mahasiswa dapat melakukan perhitungan sel darah putih (SDP).
2). Mahasiswa dapat menerangkan factor-faktor yang mempengaruhi jumlah SDP.

B. Alat dan Bahan


1. Pipet khusus bertanda 11”
2. Bilik hitung
3. Mikroskop
4. Counter
5. Alat tulis dan alat dokumentasi
6. Alcohol 70%
7. Kapas
8. Blood lancet steril (disposable)
9. Reagen Turk

C. Hasil Praktikum
No Nama Usia Kotak Jumlah SDP Jumlah SDP
(tahun) (SDP/mm3)
1. Amri Kiri atas 32
Kanan atas 43
8.300
19 Kiri bawah 53
Kanan bawah 38
Total 166
2. Elsa Kiri atas 54
Kanan atas 35
8.600
19 Kiri bawah 44
Kanan bawah 39
Total 172
3. Nadia Kiri atas 20
Kanan atas 32
6.250
19 Kiri bawah 38
Kanan bawah 35
Total 125
4. Nurwid Kiri atas 56
Kanan atas 59
10.350
19 Kiri bawah 42
Kanan bawah 50
Total 207
5. Tia Kiri atas 28
19 Kanan atas 32 7.550
Kiri bawah 46
Kanan bawah 45
Total 151

D. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui jumlah Sel Darah Putih (SDP).
Penghitungan jumlah SDP ini sangat diperlukan untuk mengetahui fungsi fisiologis
pada manusia. Alat dan bahan yang digunakan yaitu pipet khusus bertanda “11”, bilik
hitung, blood lancet steril (disposable), kapas, dan alcohol 70%. Pada praktikum ini,
kesterilan sangat diperlukan untuk mengurangi potensi penularan penyakit terutama
infeksi yang ditularkan melalui darah.
Prosedur kerja yang dilakukan yaitu mensterilkan ujung jari tengah atau jari manis
menggunakan kapas yang telah ditetesi alkohol, biarkan hingga mengering. Kemudian
menusuk ujung jari menggunakan blood lancet steril sehingga darah keluar. Setelah
itu mengambil darah dengan pipet khusus sampai tanda 0,5 kemudian membersihkan
ujungnya dengan kapas. Kemudian menghisap reagen Turk sampai tanda 11, lalu
dikocok secara perlahan. Meneteskan cairan diatas dengan pipet lewat tepi kaca
penutup hingga merata dan menghitung jumlah SDP dengan mikroskop pada kotak A,
C, G dan I. Kemudian menghitung dengan rumus :

Jumlah SDP/mm3 = (jumlah total SDP x 20 x 10)/4


atau
Jumlah SDP/mm3 = jumlah rata-rata SDP x 20 x 10

Sel darah putih (SDP) atau leukosit berasal dari myeloblast (stem cell).
Pembentukan SDP di dalam sumsum tulang, kecuali limfosit yakni di kelenjar thymus
dan bursa ekuivalen. Jumlah leukosit pada orang dewasa normal berkisar 5.000 –
9.000/mm3. Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh.
Fungsi sel darah putih ini adalah untuk melindungi badan dari infeksi penyakit serta
pembentukan antibodi di dalam tubuh. Jumlah sel darah putih lebih sedikit daripada
sel darah merah dengan perbandingan 1:700. (Bakhri, 2018)
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan
lain-lain . Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000-30.000/mm3.
Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000-38.000/mm3.
Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah
leukosit berkisar antara 4.500-11.000/mm3. Pada keadaan basal jumlah leukosit pada
orang dewasa berkisar antara 5.000-9.0004/mm3. Jumlaleukosit meningkat setelah
melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/mm3. (Effendi,
2007)
Berdasarkan hasil praktikum diketahui ke empat praktikan memiliki jumlah sel
darah putih normal yakni diantara 5.000-9.000/ mm3, sedangkan terdapat satu
praktikan yang memiliki jumlah sel darah putih diatas ambang normal yaitu Nurwid
dengan jumlah SDP sebesar 10.350 SDP/ mm3. Jumlah leukosit atau sel darah putih
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah melakukan aktivitas fisik.
Berdasarkan literatur, melakukan aktivitas fisik yang berat dapat meningkatkan
jumlah leukosit tetapi tidak mencapai jumlah 11.000 SDP/mm3. Selain itu, jumlah
leukosit juga dipengaruhi oleh peningkatan jumlah sel darah putih juga disebabkan
oleh adanya infeksi dalam tubuh, alergi, stress, maupun komsumsi obat-obatan dalam
jangka waktu yang panjang. (https://www.alodokter.com)
Suatu kondisi dimana tubuh memproduksi leukosit dalam jumlah yang banyak
diatas rata-rata normal disebut leukemia atau kanker darah yang merupakan
sekelompok penyakit neoplastik yang beragam, ditandai oleh perbanyakan secara tak
normal dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel
normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel
abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau
darah tepi. Kondisi sel darah putih yang turun di bawah normal disebut leukopeni.
Pada kondisi ini seseorang harus diberikan obat antibiotik untuk meningkatkan daya
tahan dan keamanan tubuh. Apabila tidak, maka orang tersebut dapat meninggal
dunia. Pada orang yang terkena kanker darah atau leukemia, sel darah putih bisa
mencapai 20 ribu butir/mm3 atau lebih. Kondisi di mana jumlah sel darah putih naik
di atas jumlah normal disebut leukositosis.(Subanada & Purniti, 2016)
Jumlah SDP yang rendah dibawah standar mengindikasikan lemahnya system
pertahanan tubuh karena minimnya leukosit, sedangkan jumlah SDP yang terlalu
tinggi dapat menjadi pertanda adanya ketidakseimbangan dalam tubuh atau bahkan
potensi leukemia, sehingga praktikan dengan jumlah SDP diatas rata-rata diharapkan
untuk memeriksakan diri ke dokter.

E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa:
1. Untuk menghitung Sel Drah Putih dapat digunakan metode perhitungan SDP
dengan bilik hitung dan reagen Turk dan darah diamati dibawah mikroskop. Dari
hasil pengamatan dan perhitungan didapatkan hasil jumlah SDP pada Amri adalah
8.300 SDP/ mm3, pada Elsa 8.600 SDP/ mm3, pada Nadia sebesar 6.250 SDP/
mm3, pada Nurwid sebesar 10.350 SDP/ mm3 dan pada Tia didapatkan jumlah sel
darah putih sebesar 7.550 SDP/ mm3. Dari hasil tersebut dapat diketahui 4
praktikan memiliki jumlah sel darah putih dalam jumlah normal, sedangkan 1
praktikan memiliki sel darah putih dengan jumlah diatas rata-rata tetapi masih
berada pada batas maksimal jumlah SDP orang dewasa.
2. Faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah putih adalah :
1) Umur
Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000-30.000/mm3.
Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000-
38.000/mm3. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur
21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4.500-11.000/mm3. Pada keadaan
basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5.000-9.0004/mm3.
2) Aktivitas fisik
Melakukan aktivitas fisik dapat meningkatkan produksi sel darah putih karena
tubuh bekerja lebih berat.
3) Terjadinya infeksi dan gangguan tubuh lainnya
Adanya infeksi membuat tubuh memproduksi lebih banyak sel darah putih,
terutama jika tubuh atau kulit kita terluka maka bakteri dan virus akan lebih
mudah untuk masuk sehingga jumlah sel darah putih meningkat untuk
menjaga kontaminasi dan masuknya bakteri yang akan membahayakan tubuh.
4) Kebiasaan merokok, stress, dan kehamilan dapat meningkatkan jumlah sel
darah putih pada manusia.
5) Konsumsi obat-obatan seperti kortikosteroid tertentu. Namun penggunaan
kortikosteroid dalam jangka panjang justru dapat menurunkan kadar sel darah
putih.
DAFTAR PUSTAKA

Bakhri, S. (2018). ANALISIS JUMLAH LEUKOSIT DAN JENIS LEUKOSIT PADA


INDIVIDU YANG TIDUR DENGAN LAMPU MENYALA DAN YANG
DIPADAMKAN. Jurnal Media Analis Kesehatan.
https://doi.org/10.32382/mak.v1i1.176
Effendi, Z. (2007). Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh. USU
Digital Libraray. https://doi.org/10.3354/esr00286
Yoshua, V., & Angliadi, E. (2013). REHABILITASI MEDIK PADA HEMOFILIA. JURNAL
BIOMEDIK (JBM). https://doi.org/10.35790/jbm.5.2.2013.2587
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Nurcahyo. Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta :
FMIPA UNY
UJI GOLONGAN DARAH DAN WAKTU PEMBEKUAN DARAH

A. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Kegiatan
1) Menentukan golongan darah dengan sistem ABO.
2. Kompetensi Khusus
1) Mahasiswa dapat melakukan uji penentuan golongan darah dengan sistem
ABO.
2) Mahasiswa dapat menerangkan dasar-dasar dan alasan penentuan golongan
darah dengan sistem ABO.
B. Alat dan Bahan
1. Blood lancet steril (disposable)
2. Kapas alcohol
3. Objek glass 5 buah
4. Serum anti A dan serum anti B
5. Larutan garam fisiologis.
C. Hasil
Waktu
Golongan
No Nama Anti A Anti B pembekuan
Darah
darah
1. Nurwid - + B 5 menit 7 detik
2. Nadia - - O 3 menit 35 detik
3. Amri - - O 3 menit 38 detik
4. Elsa - + B 4 menit 30 detik
5. Tia + - A 3 menit

D. Pembahasan
Praktikum yang telah dilakukan di laboraturium FMIPA UNY ini bertujuan untuk
menentukan golongan darah dan mengetahui waktu pembekuan darah. Alat dan bahan
yang digunakan yaitu blood lancet steril (disposable), kapas, alcohol 70%, object
glass, tusuk gigi, serum anti-A dan serum anti-B. Langkah kerja yang dilakukan
antara lain mensterilkan ujung jari tengan atau jari manis dengan kapas yang telah
ditetesi alcohol 70%, biarkan hingga kering. Kemudian menusuk ujung jari dengan
blood lancet steril (disposable) sehingga darah keluar dan meneteskan pada object
glass sebanyak 3 tetes berbeda. Uji tetes pertama dengan serum anti-A, tetes kedua
dengan serum anti-B, kemudian masing-masing dilakukan pengadukan dengan
menggunakan tusuk gigi yang berbeda ketiganya. Untuk tetes ketiga, diamati setiap
30 detik hingga diketahui waktu koagulasinya. Waktu koagulasi ditandai dengan pada
saat darah di aduk dan tusuk gigi diangkat, terdapat darah yang berserabut.
Apabila antigen-A bertemu dengan anti-A, demikian juga antigen-B bertemu
dengan anti B, maka darah akan menggumpal (koagulasi) dan terjadi hemolisis atau
pemecahan sel darah merah. Sehingga dalam melakukan tranfusi darah baik donor
maupun resipien harus diperiksa terlebih dahulu golongan darahnya berdasarkan
penggolongan darah ABO. Proses penggumpalan yaitu sebagai berikut, aglutinin
melekatkan dirinya pada darah karena aglutinin bivalen. Satu agglutinin pada saat
yang sama dapat mengikat dua sel darah merah sehingga menyebabkan sel melekat
satu sama lain dan menggumpal. Golongan darah merupakan sistem pengelompokkan
darah yang didasarkan pada jenis antigen yang dimilikinya. Antigen dapat berupa
karbohidrat dan protein. (Rahman et al., 2019).
Sistem penggolongan darah ABO ditentukan oleh antigen A, B dan H/O.
Golongan darah A jika mempunyai aglutinogen (antigen) A dan aglutinin beta (β).
Golongan darah B jika mempunyai aglutinogen (antigen) B dan aglutini alfa (α).
Golongan darah AB jika mempunyai aglutinogen A dan B serta tidak memiliki
aglutinin. Golongan darah O jika tidak mempunyai aglutinogen dan aglutinin. Jika
darah ditetesi dengan anti A mengalami penggumpalan, maka darah tersebut
bergolongan darah A, jika saat ditambahkan anti B mengalami penggumpalan maka
darah tersebut bergolongan darah B, dan bila darah tidak mengalami penggumpalan
pada saat ditambahkan antigen A dan atau antigen B maka darah tersebut bergolongan
darah O, serta apabila saat ditambahkan anti A dan atau anti B mengalami
penggumpalan maka darah tersebut bergolongan AB. (Handono, Wijaya, & Ibrahim,
2017).
Dari hasil praktikum diketahui bahwa 2 dari 5 orang memiliki golongan darah O,
hal ini diandai dengan darah tidak mengalami penggumpalan pada saat ditambahkan
anti A maupun anti B. Selain itu 2 dari 5 orang memiliki golongan darah B ditandai
dengan menggumpalnya darah saat ditambahkan dengan anti B dan 1 orang memiliki
golongan darah A ditandai dengan terjadinya koagulasi pada saat ditambahkan anti A.
Pada praktikum ini tidak dijumpai naracoba yang memiliki golongan darah AB.
Berdasarkan literature, golongan darah AB merupakan golongan darah yang termasuk
langka. (https://tribunnews.com).
Salah satu komponen darah yaitu trombosit atau keping-keping darah yang
memiliki peran dalam proses koagulasi darah. Proses koagulasi darah bertujuan
apabila pembuluh darah pecah, maka tidak terjadi kehilangan darah. Semakin cepat
waktu koagulasi makan semakin cepat pula proses penutupan luka oleh trombin
dengan membentuk benang-benang fibrin. Dari hasil praktikum, diperoleh waktu
koagulasi yaitu pada orang pertama benang-benang fibrin muncul pada 30 detik ke 10
(5 menit 7 detik), pada orang kedua 30 detik ke 7 ( 3 menit 35 detik), pada orang
ketiga pada 30 detik ke 7 (3 menit 38 detik), orang keempat muncul pada 30 detik 9 (4
menit 30 detik), dan pada naracoba terakhir, benang-benang fibrin muncul pada 3
menit atau 30 detik ke 6. Dari analisis data diperoleh kecepatan pembekuan darah
rata-rata selama 3 menit 58 detik, dengan waktu pembekuan darah tercepat yaitu Tia
dengan waktu pembekuan 3 menit dan terlama yaitu Nurwid dengan waktu
pembekuan darah 5 menit 7 detik. Berdasarkan literature, waktu pembekuan darah
normal adalah 3-10 menit, sehingga dapat dilihat bahwa kelima naracoba memiliki
waktu pembekuan darah yang normal.
Pembekuan darah dipengaruhi oleh trombosit, dan juga beberapa faktor
koagulasi serta vitamin K. Vitamin ini merupakan nutrisi yang berperan penting
dalam membantu tubuh menghasilkan faktor pembekuan darah. Orang yang
kekurangan vitamin K rentan mengalami perdarahan. Kondisi ini sering ditemukan
pada bayi baru lahir, karena itu mereka seringkali membutuhkan suntikan vitamin K.
Hemophilia merupakan suatu penyakit yang menyebabkan gangguan perdarahan
karena kekurangan faktor pembekuan darah. Akibatnya, perdarahan berlangsung lebih
lama saat tubuh mengalami luka. (Yoshua & Angliadi, 2013)
Golongan darah lebih ditentukan oleh faktor genetis oleh karena itu salah satu
manfaat tes golongan darah yaitu menentukan hubungan keluarga, dan tranfusi darah.
Dalam trafusi darah dari satu orang ke orang lain, darah donor dengan darah penerima
dalam keadaan normal.Klasifikasi golongan darah tergantung pada ada atau tidaknya
kedua aglutinogen.
Berdasarkan literatur, mekanisme pembekuan darah yaitu saat terjadi luka
trombosit ikut keluar bersama darah kemudian menyentuh permukaan-permukaan
kasar dan menyebabkan trombosit menjadi pecah. Trombosit akan mengeluarkan zat
(enzim) yang disebut trombokinase atau trimboplastin. Trombokinase atau
tromboplastin akan masuk ke dalam plasma darah dan akan mengubah protrombin
menjadi enzim aktif yang disebut dengan trombin. Perubahan tersebut dipengaruhi
oleh ion kalsium di dalam plasma darah. Protrombin merupakan senyawa protein
yang larut di dalam darah yang mengandung globulin. Zat ini merupakan enzim yang
belum aktif (zimogen) yang dibentuk oleh hati. Pembentukan protrombin menjadi
trombin dibantu oleh vitamin K. Trombin yang terbentuk akan mengubah fibrinogen
menjadi benang-benang fibrin. Terbentuknya benang-benang fibrin menjadi anyaman-
anyaman yang menyebabkan luka akan tertutup sehingga darah tidak mengalir
kembali. (Armiyanti, Paransa, & Gerung, 2013)

E. Kesimpulan
1. Untuk menentukan golongan darah dengan menggunakan sistem ABO dapat
dilakukan dengan cara mengambil sample darah dan menambahkan larutan anti A
dan larutan anti B pada masing-masing sample uji. Setelah itu melakukan
pengadukan dengan menggunakan tusuk gigi dan mengamati ada tidaknya
koagulasi atau penggumpalan.
2. Dasar penggolongan darah dengan menggunakan sistem ABO adalah dengan
mengamati ada tidaknya koagulasi atau penggumpalan pada sampel darah setelah
penambahan anti A dan anti B. Jika sampel darah setelah ditambahkan anti A
mengalami penggumpalan maka darah tersebut bergolongan A, jika sampel darah
mengalami penggumpalan setelah penambahan anti B maka darah tersebut
bergolongan B. Apabila setelah penambahan anti A dan anti B tidak mengalami
penggumpalan, maka darah tersebut bergolongan O serta jika mengalami
koagulasi atau penggumpalan maka darah terseut bergolongan AB. Pada
praktikum ini didapatkan hasil bahwa 2 orang memiliki golongan darah O, 2
orang memiliki golongan darah B, dan 1 orang memiliki golongan darah A dan
tidak dijumpai praktikan yang memiliki golongan darah AB.
DAFTAR PUSTAKA

Armiyanti, L., Paransa, D. S., & Gerung, G. S. (2013). Uji Aktivitas Antikoagulan Pada Sel
Darah Manusia dari Ekstrak Alga Coklat Turbinaria ornata. JURNAL PESISIR DAN
LAUT TROPIS. https://doi.org/10.35800/jplt.1.2.2013.2094

Handono, J., Wijaya, S. K., & Ibrahim, A. S. (2017). Deteksi Aglutinasi Secara Otomatis
Untuk Uji Golongan Darah Tipe Abo Berbasis Kertas. FaST - Jurnal Sains Dan
Teknologi, 1(1), 15–25. Retrieved from
https://ojs.uph.edu/index.php/FaSTJST/article/view/737

Yoshua, V., & Angliadi, E. (2013). REHABILITASI MEDIK PADA HEMOFILIA. JURNAL
BIOMEDIK (JBM). https://doi.org/10.35790/jbm.5.2.2013.2587

Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Nurcahyo. Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta :
FMIPA UNY

https://www.tribunnews.com diakses pada 11 Desember 2019 pukul 17.25 WIB.


ANATOMI GINJAL DAN UJI FISIK URINE

A. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Kegiatan
1) Mengamati warna, kejernihan, dan derajat keasaman (pH) urine.
2) Mengamati struktur anatomi makroskopis ginjal mammalia (kambing).
2. Kompetensi Khusus
1) Mahasiswa dapat melakukan dan menerangkan pemeriksaan warna urine
2) Mahasiswa dapat melakukan dan menerangkan kejernihan urine
3) Mahasiswa dapat melakukan dan menerangkan derajat keasaman(pH) urine.
4) Mahasiswa dapat melakukan pengamatan struktur anatomi makroskopis ginjal
mammalia (kambing).
5) Mahasiswa dapat menerangkan bagian-bagian ginjal mammalia (kambing).

B. Alat dan Bahan


1. Bak paraffin
2. Alat sectio yang terdiri dari scalpel, penusuk, gunting, dan klem.
3. Ginjal kambing segar.

C. Hasil pengamatan
Table uji fisik urine
No Nama Warna urine Kejernihan urine pH
1. Amri +++ ++++ 7
2. Nurwid +++ ++ 5
3. Nadia ++++ + 5
4. Tia + ++ 6
5. Elsa ++ +++ 5
Keterangan:
Tingkat kejernihan urine
+ = jernih
++ = agak keruh
+++ = keruh
++++ = sangat keruh
Tingkat warna urine
+ = kuning bening
++ = kuning muda
+++ = kuning tua
+++= kuning kemerahan
Gambar pengamatan anatomi makroskopis ginjal mammalia (kambing)

Keterangan

1. korteks

2. kaliks

3. medulla

4. arteri

5. vena

6. ureter

Gambar literatur Anatomi Makroskopi Ginjal Mammalia (kambing)

Gambar 2. Struktur anatomi makroskopi ginjal mammalia (kambing)


Sumber : http://www.dosenbiologi.com

D. Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilaksanakan di laboraturium FMIPA UNY ini
bertujuan untuk mengamati warna, kejernihan, dan derajat keasaman (pH) urine dan
juga megamati struktur anatomi makroskopis ginjal mammalia (kambing). Pada
praktikum uji fisik urine, alat dan bahan yang digunakan antara lain tabung reaksi,
sampel urine dan pH stick. Prosedur kerja yang dilakukan untuk menentukan warna
urine adalah memasukkan ± 10 mL urine ke dalam tabung reaksi kemudian
mengamati dengan cara menerawang tabung yang berisi urine tersebut selanjutnya
menyatakan warna urine tersebut dalam kuning bening, kuning muda, kuning tua, dan
kuning pekat. Untuk menentukan kejernihan urine sama dengan saat pemeriksaan
warna urine namun dinyatakan dalam jernih, agak keruh, keruh dan sangat keruh.
Untuk menentukan pH urine dilakukan dengan mencelupkan pH stick kemudian
mencocokkan dengan gambar yang ada pada kotak pH stick.
Urin merupakan hasil filtrasi darah oleh glomerulus ginjal. Tujuannya adalah
untuk membersihkan darah dari sisa-sisa metabolisme dan mengatur jumlah air dan
elektrolit di dalam tubuh.fungsi ini disebut fungis homeostatik tubuh oleh ginjal yang
dijalankan oleh tubuli dan glomerulus.tubuli merupakan bagian ginjal yang
menyeleksi dan mengatur bahan-bahan dengan mekanisme ekskresi dan absorbsi
bahan-bahan tersebut termasuk air. ( Guyton, 1997).
Menurut literatur, terdapat beberapa sifat fisik urine, antara lain:
1. Warna, umumnya berwrna kuning jernih atau kuning kecoklatan. Semakin banyak
minum akan menyebabkan konsentrasi urine menurun sehingga warnanya akan
menjadi lebih muda dan jenih.
2. Bau. Bau urine bisa mengindikasikan kesehatan seseorang. Urine penderita
diabetes akan berbau agak manis karena keberadaan senyawa organic yakni keton.
Urin yang baru saja di ekskresikan biasanya berbau tidak menyengat, tetapi urine
yang sudah lama berbau seperti ammonia.
3. Keasaman. Urine normal mempunyai kisaran pH sekitar 4,5-8,0 tetapi umumnya
urine memiliki pH 6. Urine yang terlalu asam ataupun terlalu basa dapat
mengindikasikan seseorang tersebut memiliki penyakit atau masalah kesehatan
terutama yang berkaitan dengan system ekskresi. (Ngantung, Manampiring, &
Bodhi, 2016)
Hasil yang diperoleh dari hasil uji kejernihan urine dari 5 orang didapatkan hasil
20% memiliki urin jernih, 40% dengan tingkat kejernihan agak keruh, 20% dengan
tingkat kejernihan keruh dan 20% memiliki urine yang sangat keruh sehingga
diperoleh rata-rata urin pada tingkat agak keruh. Tingkat kejernihan urine dapat
dipengaruhi oleh konsumsi air putih dan juga jenis minuman yang sering dikonsumsi.
Semakin banyak konsumsi air putih maka semakin rendah konsentrasi urine sehingga
warna dan kepekatannya akan menurun, sedangkan konsumsi minuman yang
mengandung soda akanmembuat urine menjadi keruh atau pekat. Dari hasil Analisa
data, didapatkan 1 naracoba yang memiliki urine yang sangat keruh, hal tersebut
terjadi karena urine yang dijadikan sampel adalah urine pertama di pagi hari, dan
naracoba belum sempat menkonsumsi air putih sebelum pengambilan sampel urine,
sehingga didapatkan urine yang sangat keruh.
Selain uji kejernihan terdapat juga uji warna pada urine dan di dapatkan hasil 20%
memiliki urine berwarna kuning bening, 20% memiliki urine berwarna kuning muda
dan 40% memiliki urine berwarna kuning tua dan 20% memiliki urine yang berwarna
kuning kemerahan, sehingga diperoleh rata-rata uri berwarna kuning tua. Warna urine
dapat dijadikan indikator kesehatan seseorang. Urine yang berwarna kuning bening
menandakan kondisi tubuh yang sehat dan tubuh terhidrasi lebih dari cukup, warna
kuning muda menandakan tubuh dalam kondisi baik, warna kuning tua menandakan
tubuh sedikit kekurangan air dan tubuh membutuhkan leih banyak air, sedangkan
urine yang berwarna kuning kemerahan menandakan bahwa tubuh sangat kekurangan
air atau dehidrasi. Selain itu, warna urine dapat dijadikan indikator seseorang
mengkonsumsi obat, jika urine berwarna kemerahan, coklat atau kehijauan
menandakan bahwa orang tersebut sedang mengkonsumsi obat. Urine yang berwarna
coklat merupakan indikator adanya pemyakit hati ( liver) atau dehidrasi berat.
(Muslim, 2016)
Hasil pengujian derajat keasaman urine dari 5 orang , didapatkan hasil 60%
memiliki pH 5, 20% memiliki ph 6 dan 20% memiliki pH 7. Dari hasil analisis data,
dapat diketahui bahwa 4 dari 5 orang memiliki urine asam. Urin pagi hari (bangun
tidur) merupakan urin yang lebih asam. Obat-obatan tertentu seperti aspirin dan
penyekit gangguan keseimbangan asam –basa juga dapat mempengaruhi pH urin. pH
urin 24 jam biasanya akan lebih asam, hal ini disebabkan karena zat –zat sisa
metabolisme yang biasanya bersifat asam. ( Campbell, 2004).
Dari hasil pengujian warna, tingkat kejernihan, dan pH di dapatkan hasil bahwa
rata-rata naracoba memiliki kondisi urine yang relatif normal yaitu pada rentang pH
dari 5-7, warna kuning dan jernih.
Pada kegiatan pengamatan struktur anatomi makroskopis ginjal digunakan ginjal
kambing sebagai perwakilan dari mammalia. Bentuk ginjal seperti biji kacang dan
bagian paling luar diselubungi oleh jaringan ikat tipis yang disebut kapsula renalis.
Ginjal dapat dibedakan dengan mata telanjang menjadi bagian korteks yakni bagian
sebelah luar warnanya coklat agak terang dan medulla yaitu lapisan sebelah dalam
warnanya agak gelap. Ginjal mempunyai bagian cekungan yang disebut hilum. Pada
saat pengamatan terlihat bagian ini berwarna putih. Pada hilum terdapat bundle saraf,
arteri renalis, vena renalis, dan ureter. Bagian korteks warnanya lebih terang, yang
dibentuk oleh massa berbentuk bulat disebut glomerulus sedangkan di sebelah dalam,
bagian medula yang warnanya relatif lebih gelap, tersusun atas 6 sampai 18 massa
berbentuk piramid yang disebut piala ginjal. Berdasarkan literatur, ginjal
memperoleh suplai darah dari aorta abdominalis yang bercabang menjdi arteri renalis,
arteri interlobaris, arteri arcuata, arteri interlobularis, arteriole aferen, glomerulus,
arteriole eferen, kapiler peritubuler, vena interlobularis, vena arcuata, vena
interlobularis, dan vena renalis.
Ginjal terdiri atas tiga lapisan yaitu korteks renalis (korteks), medulla renalis (
medulla), dan pelvis renalis dan unit fungsional terkecil dari ginjal disebut nefron.
Nefron terletak pada korteks renalis dan medulla renalis. Nefron tersusun atas badan
malpighi dan tubulus kontortus. Badan Malpighi meliputi Kapsula Bowman dan
Glomerulus. Adapun fungsi dari setiap lapisan pada ginjal adalah sebagai berikut:

1. Korteks Ginjal

Korteks merupakan bagian terluar dari ginjal yang berfungsi sebagai tempat

terjadinya filtrasi dan ultafiltrasi. Di dalam korteks terdapat nefron yag membuat

permukaan ginjal lebih luas, nefron juga merupakan komponen utama dalam

proses filterisasi zat yang tidak diperlukan oleh tubuh.

2. Medula Ginjal

Medula ginjal merupakan bagian yang berbentuk kerucut seperti piramida. Satu

ginjal terdiri dari 8 – 12 piramida. Pada medula terdapat beberapa saluran seperti

tubulus kolektivus, lengkung henle, dan tubulus kontortus. Fungsi medula ginjal

adalah untuk menyerap zat nutrisi yang masih bisa dipakai dari hasil saringan

korteks ginjal.

3. Pelvis Ginjal

Pelvis atau rongga ginjal merupakan bagian dari ureter yang melebar. Pelvis

merupakan tempat penampungan urin sementara sebelum urin tersebut menuju ke

organ eksresi selanjutnya.

4. Pembuluh Darah Ginjal

Ginjal mempunyai arteri dan vena utama. Seperti halnya pada organ lain,

arteri berfungsi untuk membawa darah bersih yang berisikan oksigen dan nutrisi,

sedangkan vena berfungsi untuk membawa darah kotor yang berisikan karbon

dioksida.

5. Nefron

Seperti yang telah kami singgung sebelumnya, nefron merupakan struktur


terpenting dari ginjal. Nefron berfungsi sebagai unit penyaringan darah dan untuk
menghasilkan urin. Manusia mempunyai dua jenis nefron, yaitu nefron kortikal dan
nefron jukstamedularis. Nefron kortikal mempunyai lengkung henle yang pendek,
sedangkan nefron jukstamedularis memiliki lengkung henle yang lebih panjang. 80
persen nefron yang ada di ginjal manusia adalah nefron kortikal, sedangkan 20
persen lainnya adalah nefron jukstamedularis. Nefron terdiri dari beberapa bagian
utama yaitu:

 Badan malphigi, merupakan bagian nefron ginjal yang terdiri dari glomerulus
dan kapsula bowman. Fungsi badan malpigi adalah sebagai tempat dimana
terdapatnya alat penyaringan darah.
 Glomerulus, merupakan struktur yang berfungsi sebagai tempat penyaringan
darah untuk menyaring air, asam amino, garam, urea dan glukosa. Hasil dari
saringan glomerulus disebut urin primer.
 Kapsula Bowman, merupakan organ berbentuk seperti kapsul yang membungkus
glomelurus. Fungsi Kapsula bowman adalah untuk mengumpulkan cairan hasil
penyaringan glomerulus.
 Tubulus Kontortus Proksimal, merupakan tempat penyerapan kembali
(reabsorbsi) urin primer. Hasil dari penyaringan tubulus kontortus proksimal
disebut urin sekunder. Urin sekunder ini mengandung kadar urea yang tinggi.
 Lengkung Henle, merupakan saluran setengah lingkaran yang menghubungkan
tubulus kontortus proksimal dengan tubulus kontortus distal. Lengkung Henle
menjaga agar urin tidak kembali pada organ yang telah dilewatinya.
 Tubulus kontortus distal, merupakan tempat untuk melepaskan zat tidak berguna
lain atau berlebihan dalam urin sekunder. Proses yang dilakukan tubulus kontortus
distal disebut proses augmentasi. Hasil dari cairan yang telah melewati tubulus
kontortus distal adalah urin yang sesungguhnya.
 Tubulus Kolektivus, merupakan saluran sempit yang panjang, berfungsi untuk
menampung urin sementara di dalam nefron sebelum disalurkan ke pelvis ginjal.
( Campbell, 2004).

Pada praktikum ini, dapat diamati beberapa struktur anatomi ginjal mamalia
(kambing) diantaranya korteks, medulla dengan struktur piala, kaliks, arteri
renalis, vena renalis, ureter. Sedangkan bagian lain seperti lengkung henle,
glomerulus, dan tubulus tidak Nampak karena pada praktikum ini tidak
menggunakan mikroskop untuk melihat penampang ginjal secara lebih mendalam.

E. Kesimpulan
Dari hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa:
1. Warna urine yang dijumpai yaitu kuning bening, kuning muda, kuning tua, dan
kuning kemerahan dengan rata-rata urin naracoba berwarna kuning muda.
Tingkat kejernihan yang dijumpai yaitu jernih, agak keruh, keruh, sangat keruh
dengan rata-rata urin naracoba berada pada tingkat agak keruh. Derajat
keasamaan urine berada pada rentang 5-7 dengan rata-rata pH urine naracoba
berada pada angka 5.
2. Struktur anatomi makroskopis ginjal mammalia (kambing) terdiri atas korteks,
medulla, dan pelvis. Bentuk ginjal seperti biji kacang dan bagian paling luar
diselubungi oleh jaringan ikat tipis yang disebut kapsula renalis. Ginjal dapat
dibedakan dengan mata telanjang menjadi bagian korteks yakni bagian sebelah
luar warnanya coklat agak terang dan medulla yaitu lapisan sebelah dalam
warnanya agak gelap. Ginjal mempunyai bagian cekungan yang disebut hilum.
Pada saat pengamatan terlihat bagian ini berwarna putih.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta
EGC.Amalia, A., & Tjiptaningrum, A. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi
Besi. Majority.
Pratama, E., Rusli, Hasan, M., Zuraidawati, Asmilia, N., Roslizawaty, & Zuhrawati. (2016).
Pemeriksaan urinalisis untuk menentukan status present kambing kacang (Capra sp.).
Jurnal Medika Veterinaria.
PEMERIKSAAN GLUKOSA DAN PROTEIN URINE

A. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Kegiatan
1) Melakukan pemeriksaan adanya kandungan protein dalam urine
2) Melakukan pemeriksaan adanya kandungan glukosa dalam urine
2. Kompetensi Khusus
1) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kandungan protein dalam urine
dan dapat menerangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
proteinuria.
2) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kandungan glukosa dalam urine
dan dapat menerangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
glukosuria.
B. Alat dan Bahan
1. Urine naracoba
2. Tabung reaksi
3. Reagen Fehling A dan Fehling B
4. Reagen Asam Sulfosalisilat
5. Pipet
6. Urine sample
7. Bunsen
8. Rak tabung reaksi.
9. Gelas ukur
C. Hasil pengamatan
Uji protein Uji Glukosa
No Nama
(Asam Sulfosalisilat) (Fehling)
1. Amri - -
2. Nadia - -
3. Nurwid - -
4. Elsa - -
5. Tia - -

D. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan adanya kandungan protein
dan glukosa dalam urine. Alat dan bahan yang digunakan yaitu sample urine, tabung
reaksi, reagen Fehling, pipet tetes, asam sulfosalisilat, lampu spiritus, penjepit tabung
reaksi, dan rak tabung reaksi. Sedangkan langkah kerja yang dilakukan antara lain,
untuk uji sulfosalisilat yaitu memasukkan 2 mL urine ke dalam tabung reaksi
kemudian meneteskan 2 tetes asam sulfosalisilat 20% ke dalam tabung reaksi yang
berisi urine selanjutnya mengamati apakah terdapat cincin berwarna putih pada
larutaan di dalam tabung reaksi. Untuk uji Fehling yaitu memasukkan 2 mL urine ke
dalam tabung reaksi kemudian menanbahkan 2 mL reagen Fehling A dan Fehling B
kemudian emanaskan tabung reaksi dengan lampu spiritus hingga mendidih,
selanjutnya mengamati apakah terbentuk endapan merah bata/larutan berwarna merah
kekuningan pada sample urine.

Menurut (Sufia & Fikri, 2018), zat-zat yang terkandung dalam urine yaitu air
(95%), urea, asam urat dan amonia yang merupakan sisa pembongkaran protein,
garam serta zat yang bersifat racun atau yang berlebihan. Zat-zat yang terkandung
didalam urin dapat dianalisis sehingga diperoleh informasi mengenai kondisi
kesehatan seseorang. Analisis kualitatif yang dilakukan pada praktikum ini adalah uji
Glukosa dengan reagen Fehling dan uji Protein dengan reagen Asam Sulfosalisilat.

Kadar glukosa darah merupakan salah satu indikator parameter fungsi fisiologis
hewan maupun manusia yang jumlahnya pada kondisi normal berkisar antara 70
mg/dL. Pada kondisi tertentu jumlah glukosa darah mengalami peningkatan sehingga
dalam urine ditemukan glukosa karena telah melebihi ambang batas (treshold).
Adanya glukosa dalam urine dapat diketahui dengan uji Fehling. Prinsip uji Fehling
adalah sifat mereduksi glukosa terhadap kuprioksida (CuSO4) sehingga terbentuk
endapan berwarna merah bata (merah kekuningan). Hal itu menunjukkan bahwa
seseorang mengalami gangguan pemeliharaan homeostasis kadar glukosa
darah.(Muslim, 2016)

Albuminuria adalah kondisi di mana jumlah albumin dalam urine berlebihan atau
di atas kadar normal. Albumin sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk
menyebut segala jenis protein monomer larut air dan garam. Protein ini mengalami
koagulasi ketika terpapar panas. Fungsi albumin dalam tubuh adalah untuk menjaga
keseimbangan cairan, sebagai alat transportasi dalam darah, serta bertindak sebagai
antioksidan dalam darah. Kelebihan atau kekurangan albumin dalam tubuh dapat
mengindikasikan penyakit tertentu. Adanya protein di dalam urine dapat diketahui
dengan uji Asam Sulfasalisilat. Prinsip uji ini adalah mengendapkan protein dengan
penambahan lartan asam, hasil positif pada uji ini adalah dengan terbentuknya cincin
putih di sekitar larutan sample setelah dipanaskan. (Pratama et al., 2016)
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan hasil negatif untuk kedua uji tersebut.
Uji protein dengan Asam Sulfosalisilat tidak menunjukkan adanya cincin putih pada
urine praktikan, begitu juga pada uji Glukosa dengan Fehling tidak dijumpai adanya
perubahan warna larutan menjadi merah bata setelah pemanasan sehingga dapat
disimpulkan bahwa urine dari semua praktikan adalah normal. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa sistem eksresi terutama ginjal masih berfungsi dengan baik
dan bekerja sesuai dengan fungsinya.

E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1. Untuk mengetahui adanya kandungan protein di dalam urine dapat digunakan uji
protein dengan reagen Asam Sulfosalisilat. Langkah kerja pada uji ini adalah
dengan menambahkan 2 tetes asam sulfosalisilat pada 2 ml urine pada tabung
reaksi lalu mamanaskannya dengan bunsen sampai mendidih. Hasil positif
terhadap protein ditandai dengan adanya cincin berwarna putih pada larutan
sampel. Dari uji ini, didapatkan hasil negatif pada urine semua praktikan, sehingga
dapat diketahui bahwa tidak ada kandungan protein pada urine praktikan.
2. Untuk mengetahui adanya kandungan glukosa di dalam urine dapat digunakan uji
glukosa dengan reagen Fehling A dan Fehling B. Prosedur kerja pada uji ini
adalah dengan menambahkan 2 ml larutan Fehling A dan Fehling B ke dalam 2 ml
urine naracoba pada tabung reaksi lalu memanaskannya dengan Bunsen hingga
mendidih. Hasil positif terhadap glukosa ditandai dengan perubahan warna larutan
menjadi merah bata setelah dipanaskan. Dari uji ini didapatkan hasil negatiF untuk
pada semua urine naracoba, hal ini menunjukkan bahwa urine naracoba tidak
mengandung glukosa dan ginjal masih berfungsi dengan baik dalam menjalankan
fungsinya.
3. Adanya protein didalam urine merupakan indikasi penyakit Albuminuria atau
proteinuria. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proteinuria adalah:
1) Adanya penyakit Diabetes Melitus
2) Adanya tekanan darah tinggi (hipertensi)
3) Trauma dan cedera
4) Racun
5) Infeksi
6) Gangguan sistem kekebalan tubuh
7) Kegemukan atau obesitas
8) Usia diatas 65 tahun
9) Adanya riwayat penyakit Proteinuria di dalam keluarga.
4. Adanya glukosa didalam urine merupakan indikasi terjadinya glukosuria. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya glukosuria adalah :
1) Diabetes melitus. Kurangnya hormon insulin dalam darah
meningkatkan kadar glukosa. Bila ada terlalu banyak glukosa
dalam darah, ginjal tidak dapat menyerap kembali gula tersebut ke
dalam aliran darah, sehingga sebagian akan dikeluarkan melalui
urin.
2) Diabetes gestasional, yaitu kondisi gula darah tinggi di atas normal
pada masa kehamilan.
3) Diet tinggi gula. Misalnya kalau terlalu sering mengonsumsi
makanan dan minuman manis.
4) Sirosis hati. Sirosis hati memengaruhi metabolisme karbohidrat,
sehingga mengakibatkan kadar glukosa yang tinggi dalam darah.
Kadar glukosa darah yang tinggi akan membuat glukosa keluar
melalui urine.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, A., & Tjiptaningrum, A. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi.
Majority.
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Penerbit Erlangga.
Muslim, A. (2016). Korelasi Pemeriksaan Glukosa Urin Dengan Protein Urin Pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe II di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal
Kesehatan. https://doi.org/10.26630/jk.v7i1.118
Pratama, E., Rusli, Hasan, M., Zuraidawati, Asmilia, N., Roslizawaty, & Zuhrawati. (2016).
Pemeriksaan urinalisis untuk menentukan status present kambing kacang (Capra sp.).
Jurnal Medika Veterinaria.
Sufia, F., & Fikri, Z. (2018). PENGARUH KADAR GLUKOSA URINE METODE
BENEDICT , FEHLING DAN STICK SETELAH DITAMBAHKAN VITAMIN C
DOSIS TINGGI / 1000 mg.

Anda mungkin juga menyukai