Perkembangan pertanian Indonesia sebelum Belanda datang, ditentukan oleh adanya sistem pertanian padi dengan pengairan yang merupakan praktik turun menurun petani di Jawa. Sistem pertanian padi sawah adalah upaya untuk membentuk pertanian menetap. Pada saat ini di Indonesia dapat kita temukan berbagai sistem pertanian yang berbeda, baik efisiensi teknologinya maupun tanaman yang diusahakannya, yaitu sistem ladang, sistem tegal pekarangan, sistem sawah dan sistem perkebunan.1 Sistem ladang merupakan suatu bentuk peralihan dari tahap pengumpul ke tahap penanam. Pengolahan tanah dilakukan secara sangat minimum, produktivitas bergantung pada lapisan humus yang terbentuk dari sistem hutan. Tanaman yang diusahakan umumnya tanaman pangan, misalnya padi, jagung maupun umbi-umbian. Sistem tegal pekarangan berkembang di tanah-tanah kering yang jauh dari sumber air. Sistem ini dikembangkan setelah menetap dengan tingkat pengelolaan yang juga rendah dan tanaman yang diusahakan terutama tanaman yang tahan kekeringan dan pohon- pohonan.1 Sistem sawah, merupakan sistem dengan pengolahan tanah dan pengelolaan air yang baik sehingga tercapai stabilitas biologi yang tinggi dan kesuburan tanah dapat dipertahankan. Sawah merupakan potensi besar untuk produksi pangan, baik untuk padi maupun palawija. Di beberapa daerah sawah juga diusahakan untuk tanaman tebu, tembakau atau tanaman hias. Sistem perkebunan baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar milik swasta maupun perusahaan negara, berkembang karena kebutuhan tanaman ekspor seperti karet, kopi, teh, kakao, kelapa sawit, cengkeh dan lain-lain.1 Dalam mengerjakan tanah pertaniannya petani mempergunakan peralatan sederhana berupa pacul, bajak, garu, dan parang yang dibuat masyarakat setempat. Ternak merupakan tenaga pembantu yang paling penting untuk mengolah tanah. Hampir tidak ada keluarga tani yang mengupah buruh tani untuk mengerjakan sawah. Meskipun kecil, hampir setiap keluarga memiliki tanah sawah atau tegalan yang mereka tanami bahan makanan berupa padi, jagung, jagung cantel (shorgum), jewawut, ubi, dan ketela. Dalam istilah ekonomi pertanian usaha semacam ini dinamakan usahatani subsisten yang hasil produksinya diutamakan untuk keperluan keluarga sendiri; sedangkan sarana produksi dicukupi dari dalam keluarga.1 2. Tujuan dan Manfaat Pertanian Terpadu Pertanian dengan sistem terpadu diharapkan mampu menghasilkan kesejahteraan meliputi 4F, yaitu food, feed, fuel, dan fertilizer.2 Food – Pertanian terpadu diharapkan dapat menghasilkan pangan lebih beragam, seperti beras, sayuran, daging, dan ikan. Feed – Limbah dari pengolahan produk pertanian seperti dedak dan bungkil jagung dapat diolah kembali menjadi konsentrat untuk pakan ternak dan perikanan. Fuel – Bahan bakar biogas dapat diperoleh dari pengolahan kotoran ternak, sehingga dapat mencukupi kebutuhan energi rumah tangga, seperti memasak. Fertilizer – Limbah dari kotoran hewan serta pembusukan bahan organik lain dapat dimanfaatkan untuk pupuk cair dan padat. Sistem pertanian secara terpadu adalah solusi dari permasalahan ketersediaan lahan yang semakin sempit, sehingga pertanian intensif dapat dilakukan. Sistem ini juga dapat menjadi solusi kemandirian dan swasembada pangan produk-produk hasil pertanian. Selain itu, terdapat minimal 3 alasan mengapa sistem pertanian terpadu perlu dilakukan, yaitu :2 1) Panen Tidak Setiap Hari – Adanya sistem pertanian terpadu akan menjadikan petani memiliki alternatif pendapat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari 2) Menekan Harga Produksi – Pertanian terpadu merupakan kombinasi sektor pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan lainnya dalam satu wilayah tani. Adanya sistem ini akan menekan harga pokok produks dengan penerapan sistem zero waste 3) Meningkatkan Harga Jual – Melalui pembinaan yang berkelanjutan, hasil panen memiliki keunggulan dibanding pertanian konvensional. Manfaat positifnya adalah harga jual produk pertanian yang meningkat yang memengaruhi kesejahteraan petani menjadi lebih baik Manfaat yang dapat dilihat dari Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu adalah :2 a) Pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran nutrisi dan energi berimbang. b) Keseimbangan energi tersebut yang dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi terjaga. c) Input dari luar minimal bahkan tidak diperlukan karena adanya daur limbah diantara organisme penyusunnya d) Biodiversitas meningkat apalagi dengan penggunaan sumber daya lokal. e) Peningkatan fiksasi nitrogen, resistensi tanaman terhadap jasad pengganggu lebih tinggi, dan hasil samping bahan bakar biogas untuk rumah tangga. 3. Perkembangan Sistem Pertanian Terpadu di indonesia Pada tahun 1970an, sistem usaha tani terpadu sudah mulai diperkenalkan, yang didasarkan pada banyaknya hasil yang sudah dikaji dan diteliti, yang diawali dengan adanya penelitian oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di Bogor yang mengacu pada pola di IRRI (International Rice Research Institute). Sejak saat itu lahirlah berbagai beragam istilah diantaranya pola tanam (Cropping pattern), pola usahatani (cropping system) dan akhirnya lahirlah istilah sistem usahatani (farming system), serta yang paling terbaru muncul dengan istilah Crop Livestock System (CLS) yaitu sistem tanaman-ternak.3 Di Indonesia, sistem pertanian terpadu sudah mulai diterapkan dengan memakai dasar umum semua komponen terintegrasi. Anekan ragam tanaman sayuran telah di tanam dengan sangat baik. Keberadaan penampungan air untuk pengairan telah disediakan. Selain itu pemanenan sayuran dilakukan dilahan langsung dipacking untuk segera di distribusikan ke pasar ataupun langsung ke rumah tangga, rumah makan atau instansi. Perkembangan pertanian terpadu yang semakin pesat dengan bertambahnya sub sistem pertanian. Baik pada sub sistem pertanian pangan, sayuran maupun ternak dan perikanan. Semakin banyak sub sistem yang terkoneksi satu dengan yang lainnya semakin petani diuntungkan. Keuntungan berupa hasil panen setiap budidaya, siklus energi yang tertutup, memungkinkan peningkatan pedapatan dan penekanan pada zero wast.2 Misalnya, pada Provinsi Bali Sistem Pertanian Terpadu biasanya yang biasanya dikenal Simantri (sistem manajemen pertanian terintegrasi) merupakan model pembangunan pertanian pada Provinsi Bali. Program Simantri mendapatkan dukungan dari Pemerintah Daerah dalam perencanaan program pembangunan strategis daerah untuk “Bali Mandara” (Bali Aman Damai dan Sejahtera). Simantri merupakan integrasi vertikal dan horizontal kegiatan usahatani pada tingkat lokal, diawali dari proses perencanaan, perumusan kebijakan hingga akhirnya mengimplementasikan. Kelembagaan Simantri didukung melalui diversifikasi usahatani. Simantri sudah mulai direalisasikan dan dilaksanakan pada tahun 2008-2013 serta dilanjutkan 2013-2018.3 Penerapan integrasi lainnya adalah integrasi sawit-sapi misalnya integrasi ternak sapi yang dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit akan memberikan keuntungan baik pada usaha ternak maupun usaha kelapa sawit. Salah satu perusahaan yang sudah melakukan integrasi tanaman dan ternaka adalah PT Agricinal Bengkulu yang biasa dikenal dengan Sistem Integrasi Sapi-Sawit Model Agricinal (SISKA). SISKA menjadikan ternak sapi digunakan sebagai penarik gerobak untuk mengangkut Tandan Buah Segar (TBS) dari lokasi pemanenan ke tempat penampungan sementara. 400 kg merupakan daya angkut satu ekor sapi dengan lahan pada permukaannya datar. Karena sebagaian tenaga yang digunakan adalah tenaga hewan atau sapi, menjadikan produktivitas panen meningkat serta berbanding lurus dengan peningkatan pendapatan serta kesejahteraan petani.3 Masa yang akan datang, khususnya Sumatera Barat sanggup mengintegrasikan usahatani terpadu pada suatu daerah sehingga memenuhi pembangunan nasional berbasis lingkungan dengan mengaplikasikan pendekatan agribisnis. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan alih fungsi lahan karena penggunaan lahan yang dilakukan secara terus menerus, seperti pada periode 1980an sampai 1990an untuk komoditas perkebunan khususnya kelapa sawit mengalami peningkatan areal dengan percepatan sebanyak 11 % per tahun, peningkatan juga terjadi pada luas areal dan dengan percepatan 9,4 persen per tahun.3 4. Saran Oleh karen itu, untuk keberhasilan penerapan sistem pertanian terpadu di Indonesia adalah peningkatan keikut sertaan pemerintah untuk mendukung, memfasilitasi serta memberikan edukasi kepada para petani mengenai sistem ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Kusmiadi E. Modul 1: Pengantar Ilmu Pertanian. Universitas Terbuka. 2014. 2. Nisa A, Khitam MC. Peningkatan Potensi Desa Kedungwangi melalui Sistem Pertanian Terpadu. Litbang Pemas Universitas Islam Lamongan. 2020. 3. Hidayati F, Yonariza, Nofialdi, Yuzaroa D. Analisis Keuntungan dan Kendala Penerapan Konsep Pertanian Terpadi (KPT) di Indonesia. Jurnal Ilmiah Agribisnis. 2020;5(3):74-83