Anda di halaman 1dari 7

GAMBARAN SUHU MAKANAN DAN SISA MAKANAN PADA

PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI RS ISLAM SULTAN


AGUNG SEMARANG

Aurellia Putri Ardiansyah

ABSTRAK

ABSTRACT

PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk melakukan upaya
penyembuhan pasien. Salah satu kegiatan pelayanan rumah sakit adalah pelayanan gizi. Kegiatan
pelayanan gizi yang berkualitas, terutama dalam menyediakan makanan dengan kualitas maupun
kuantitas yang baik sehingga dapat mencukupi kebutuhan pasien dengan status gizi yang seimbang. Salah
satu indikator kecukupan asupan pasien dapat dilihat dari sisa makanan yang diberikan kepada pasien.
Sisa makanan (food waste) merupakan sisa makanan yang ada di piring saat akhir pelayanan makanan
yang tidak habis dimakan oleh pasien. Sisa makanan yang tinggi menggambarkan bahwa asupan pasien
yang tidak adekuat. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (SPM), sisa makanan yang
tidak termakan oleh pasien sebanyak-banyaknya adalah 20%. 1 Daya terima pasien terhadap makanan
dirumah sakit dapat dilihat melalui sisa makanan pasien, yang diukur dengan visual comstock.2
Terdapat 2 faktor yang menyebabkan adanya sisa makanan pada pasien yakni faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal atau yang berasal dari diri pasien diantaranya seperti nafsu makan,
kebiasaan makan, keadaan psikis dan gangguan pencernaan pada pasien. Sedangkan faktor eksternal yang
berasal dari luar diri pasien diantaranya seperti warna, bentuk makanan, konsistensi, besar porsi, cara
penyajian, dan cita rasa sikap petugas, kesalahan pengiriman makanan, ketidak tepatan waktu makan atau
jadwal makan, suasana tempat perawatan, dan adanya makanan dari luar rumah sakit. 2,1
Pengaturan suhu pada waktu penyajian memegang peran penting dalam menentukan cita rasa
makanan. Suhu lauk dan sayur saat dihidangkan memerlukan suhu yang panas atau hangat.
Penyelenggaran makanan dengan skala besar, memerlukan ketelitian dalam pendistribusian makanan
terutama dalam hal suhu makanan, seperti suhu nasi, lauk hewani dan lauk nabati. Konsumen cenderung
kurang memiliki selera makan bila mengkonsumi makanan dengan suhu rendah atau tidak hangat. 3
Penurunan suhu makanan bisa terjadi, salah satunya disebabkan oleh sistem distribusi makanan secara
sentralisasi. Penyimpanan makanan matang memiliki suhu yang berbeda-beda agar terhindar dari kuman
E.coli. Makanan kering memiliki suhu penyimpanan disajikan dalam waktu lama dengan temperatur 25
℃ – 30 ℃ . Makanan basah atau berkuah suhu penyimpanan makanan yang akan segera disajikan
diperlukan suhu >60° C dan untuk makanan yang belum segera disajikan dengan suhu -10 ℃ .4
Hasil studi pendahuluan menungkapkan adanya sisa makanan di RSJ Madani Palu, menunjukkan
bahwa sisa makanan nasi 60,73%, sayur 42,17%, lauk hewani 15,86% dan lauk nabati 13,05%.
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian lain yang dilakukan di di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
Kota Semarang dengan pengambilan sisa makanan diet TKTP dengan bentuk nasi pada siklus menu ke 2
dengan jumlah responden 10 orang pada pasien kelas II dan III dengan metode Comstock didapatkan sisa
makanan pasien yaitu nasi 26,77%, lauk hewani 20,82%, lauk nabati 29,74%,dan sayur 32,71%. Data
tersebut menunjukkan bahwa masih banyak sisa makanan pasien yang lebih dari 20%, sehingga asupan
zat gizi pasien pun kurang dari kategori cukup. 5,6
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Kota Semarang memiliki dapur yang terpusat atau sentralisasi
dan trolly makanan menuju pasien yang bermacam, dimana beberapa trolly dilengkapi dengan pemanas
dan beberapa tidak dilengkapi dengan pemanas sehingga membuat suhu makanan akan menurun dalam
proses penyajian. Pengolahan makanan dengan menggunakan sistem dapur terpusat sangat menyulitkan
pasien untuk mendapatkan makanan dengan suhu hangat. Terlebih lagi apabila jumlah pasien meningkat
maka bahan makanan akan bersamaan diolah sehingga menjadi dingin ketika diatur dalam alat penyaji
makanan.7 Berdasarkan latar belakang tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran suhu
makanan dan sisa makanan pasien rawat inap kelas III di RS Islam Sultan Agung.

METODE
Penelitian ini menggunakan metode survei dan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian
berjumlah 20 responden dengan pengambilan secara random sampling pada ruang rawat inap kelas III.
Sampel yang diambil dengan kriteria inklusi pasien berusia 18 – 61 tahun, bukan pasien dengan diagnosa
penyakit menular seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan TBC (Tuberculosis), berada di
rumah sakit dan mendapatkan makanan dari rumah sakit minimal satu hari penuh.
Suhu makanan diukur dengan alat pengukur suhu makanan pada saat setelah dilakukan pemorsian
dan saat makanan sampai di pasien. Makanan yang diukur suhunya adalah sampel makanan yang sama
dengan pasien namun tidak diberikan kepada pasien. Sisa makanan pasien, mencakup menu makanan
pokok, menu lauk hewani, menu lauk nabati dan menu sayur diukur pada setiap waktu makan, dengan
menggunakan metode visual comstock selama tiga hari penelitian. Pengukuran suhu dan sisa makanan
pasien dilakukan selama 2 hari.
HASIL PENELITIAN
Gambaran Karakteristik Sampel
Ruang perawatan di RSUD Kota Semarang terdiri dari kurang lebih 400 kasur dengan ruang
perawatan kelas I, II, III, VIP dan VVIP. Ruang perawatan kelas III salah satunya ada pada ruang Baitul
Izzah. Jumlah sampel yang diperoleh 20 orang sesuai dengan kriteria inklusi.
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Jumlah
Kategori
Sampel N %
Umur 18 – 40 7 35
41 – 65 13 65
Jenis Kelamin Perempuan 13 65
Laki-laki 7 35
Total 20 100
Sumber : data primer yang diperoleh peneliti

Pada tabel 1. menunjukan bahwa responden yang diperoleh berusia berkisar antara 18 hingga 65
tahun, Sebagian besar (65%) pasien berusia 41 tahun hingga 65 tahun. Jenis kelamin sampel Sebagian
besar adalah perempuan (65%).
Gambaran Suhu Makanan
Suhu makanan dilihat saat pemorsian dan pendistribusian sampai ke ruang rawat inap pasien.
Pengukuran suhu makanan yang dikonsumsi untuk pasien rawat inap di RSI Sultan Agung Kota
Semarang dilakukan dengan cara mengukur suhu makanan sampel saat sampai ruangan pasien.
Tabel 2. Gambaran Suhu Makan
Nilai Nilai
Variabel Rata-rata SD
Minimal Maksimal
Setelah Pemorsian
Nasi 47,73 3,90 41,70 52,80
Lauk Hewani 40,38 8,64 32,80 57,20
Lauk Nabati 39,05 2,76 36,20 42,10
Sayur 42,55 10,86 34,10 64,20
Saat Sampai ke Pasien
Nasi 33,01 1,26 31,50 34,70
Lauk Hewani 31,67 1,12 30,20 33,10
Lauk Nabati 32,38 0,31 32,10 32,80
Sayur 31,65 0,87 30,50 32,80
Pada tabel 2. diketahui rerata suhu nasi setelah pemorsian adalah 47,73 ℃ , suhu lauk hewani
40,38℃ , suhu lauk nabati 39,05℃ dan suhu sayur 42,55℃ . Sedangkan rata-rata suhu nasi saat sampai
ke pasien adalah 33,01℃ , suhu lauk hewani 31,67℃ , suhu lauk nabati 32,38℃ dan suhu sayur 31,65
℃.
Gambaran Sisa Makanan
Untuk melihat sisa makanan pada pasien rawat inap di RSI Sultan Agung Semarang dilakukan
dengan metode visual Comstock untuk 3x makan selama dua hari penelitian.
Tabel 3. Gambaran Sisa Makanan Pokok Pasien
Sisa Makanan
Jenis Makanan Sedikit ≤ 20% Banyak >20% Rata-rata ± SD
N % N % %
Nasi 9 45,00 11 55 28,87 ± 5,70
Lauk Hewani 10 50,00 10 50 22,83 ±7,02
Lauk Nabati 7,5 37,50 12,5 62,50 39,25 ± 8,13
Sayur 4,33 21,65 15,6 78,35 41,90 ± 9,91
7

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa sisa makanan sampel dikatakan banyak apabila memiliki
sisa >20%. Sisa makanan berkategori banyak pada menu nasi (55%), lauk hewani (50%), lauk nabati
(62,5%), dan sayur (78,35%). Sisa makan paling banyak adalah lauk sayur pada setiap waktu makan.
Rata-rata sisa makanan selama penelitian pada makanan pokok sebesar 28,87% ± SD 5,70 , lauk hewani
22,83% ± SD 7,02 , lauk nabati 39,25% ± SD 8,13 dan sayur 41,90% ± SD 9,91.

Tabel 4. Rata-rata Sisa Makanan per Komponen Makanan


Waktu Komponen Makanan N Rata-rata ± SD
Hari pertama
Pagi Nasi 13 24,62 ± 32,94
Lauk Hewani 13 18,85 ± 33,11
(Bandeng Presto goreng)
Sayur 13 55,38 ± 37,94
(Tumis kacang panjang
wortel)
Siang Nasi 13 30,77 ± 25,32
Lauk Hewani 13 25,00 ± 20,41
(Ayam Crispy)
Lauk Nabati 13 26,54 ±33,69
(Semur Tahu)
Sayur 13 32,69 ± 23,68
(Bobor bayam labu siam)
Sore Nasi 13 22,69 ± 33.64
Lauk Hewani 13 21,15 ± 30,36
(Drumstick Crispy)
Lauk Nabati 13 44,23 ± 35,58
(Tempe Kemul)
Sayur 13 41,84 ± 39,84
(Bening labu siam)
Hari Kedua
Pagi Nasi 7 35,71 ± 31,81
Lauk Hewani 7 7,14 ± 12,20
(Perkedel Ayam Kentang)
Sayur 7 46,43 ± 30,37
(Sup Makaroni)
Siang Nasi 7 42,14 ± 43,97
Lauk Hewani 7 32,14 ± 23,78
(Kakap Crispy)
Lauk Nabati 7 46,43 ± 43,96
(Bacem Tempe)
Sayur 7 32,14 ± 27,82
(Sayur Asem)
Sore Nasi 7 24,57 ± 36,35
Lauk Hewani 7 35,71 ±37,80
(Bothok Telur Ayam)
Lauk Nabati 7 46,43 ±41,90
(Tahu Buumbu)
Sayur 7 39,28 ± 24,40
(Bening Bayam Labu Siam)

Berdasarkan tabel 4 diketahui sisa makanan paling banyak pada sayur dan lauk nabati. Pada hari
pertama sisa sayur pagi dengan menu tumis kacang panjang wortel sebesar 55,38 ± SD 37,94 , sayur
siang dengan menu bobor bayam labu siam sebesar 32,69 ± SD 23,68 dan sayur sore dengan menu bening
labu siam sebesar 41,84 ± SD 39,84. Sedangkan pada hari kedua sisa sayur pagi dengan menu sup
macaroni sebesar 46,43 ± SD 30,37, sayur siang dengan menu sayur asem sebesar 32,14 ± SD 27,82 dan
sayur sore dengan menu bening bayam labu siam sebesar 39,28 ± SD 24,40.
Sedangkan pada lauk nabati hari pertama diketahui lauk nabati siang dengan menu semur tahu
sebesar 26,54 ± SD 33,69 dan lauk nabati sore dengan menu tempe kemul sebesar 44,23 ± SD 35,58. Pada
hari kedua sisa lauk nabati siang dengan menu bacem tempe sebesar 46,43 ± SD 43,96 dan lauk nabati
sore dengan menu tahu bumbu sebesar 46,43 ± 41,90.
PEMBAHASAN
Suhu Makanan
Suhu makanan saat disajikan kepada pasien menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi cita
rasa makanan. Suhu makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin sangat mempengaruhi sensitifitas
saraf pengecap terhadap rasa makanan sehingga dapat mengurangi keinginan pasien untuk memakannya.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahu bahwa suhu suhu nasi setelah pemorsian adalah 47,73 ℃ , suhu
lauk hewani 40,38℃ , suhu lauk nabati 39,05℃ dan suhu sayur 42,55℃ .Kemudian terjadi penurunan
suhu makanan saat setelah sampai ke pasien dimana rata-rata suhu nasi saat sampai ke pasien adalah
33,01℃ , suhu lauk hewani 31,67℃ , suhu lauk nabati 32,38℃ dan suhu sayur 31,65℃ .
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya penurunan suhu adalah lamanya waktu tunggu
(holding time) makanan mulai dari proses pemorsian sampai dengan disajikan. Menurut Paramita &
Kusuma, terdapat hubungan antara suhu makanan dengan sisa makanan pokok yang didgua dipengaruhi
oleh faktor waktu tunggu makanan dan proses pemorsian disetiap waktu makan yang berbeda, terlihat
pada setiap waktu tunggu makan pagi, siang dan malam. Selain waktu tunggu makanan matang hingga
pemorsian, waktu tunggu proses pemorsian hingga distribusi ke ruang pasien juga mempengaruhi
hubungan suhu makanan dan sisa makanan. Selain itu sistem dapur terpusat (sentralisasi) dan juga trolly
makanan yang tidak dilengkapi dengan pemanas makanan juga dapat mempengaruhi adanya penurunan
suhu makanan pada saat pendistribusian.5
Suhu makanan yang aman berkisar ≤4 ° C dan ≥60° C. Suhu berkisar 4,5° C - 60° C merupakan
danger zone yang dimana memungkinkan bakteri berkembang biak pada makanan. Sedangkan suhu
optimum pertumbuhan bakteri yakni 28° C - 47° C, dimana bakteri akan membelah diri setiap 20 – 30
menit sekali. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2. Diketahui bahwa seluruh suhu makanan saat
setelah pemorsian dan saat sampai ke pasien termasuk danger zone.3
Sisa Makanan

SIMPULAN

SARAN

UCAPAN TERIMA KASIH


DAFTAR PUSTAKA

1. Sumardilah D. Analisis Sisa Makanan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit. J Kesehat.
2022;13(1):101–9.
2. Lilis Agustina, Suzanna Primadona. Hubungan Antara Rasa Makanan dan Suhu Makanan dengan
Sisa Makanan Lauk Hewani Pada Pasien Anak Di Ruang Rawat Inap RUMKITAL Dr. Ramelan
Surabaya. Amerta Nutr. 2018;2(3):245–53.
3. Nuraini N, Sufiati B, Nugraheni K. Suhu Makanan dan Sisa Makanan Pasien Dewasa Diet Lunak
di Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. J Univ
Muhammadiyah Semarang. 2017;6(1):41–9.
4. Kemenkes R. Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS). Jakarta; 2013.
5. Paramita M, Kusuma HS. Peran Suhu Makanan pada Sisa Makanan Pokok, Lauk Hewani, Lauk
Nabati dan Sayur pada Pasien Diet TKTP. J Gizi. 2020;9(1):142.
6. Tanuwijaya L, Sembiring L, Dini C, Arfiani E, Wani Y. Sisa Makanan Pasien Rawat Inap:
Analisis Kualitatif. Indones J Hum Nutr [Internet]. 2018;5(1):51–61. Available from:
kalteng.litbang.pertanian.go.id
7. Mustafa D. Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap terhadap Pelayanan Makanan di Rumah Sakit
Umum (RSUD) Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Media Gizi Masy Indones. 2012;2(1):27–32.

Anda mungkin juga menyukai