Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MANFAAT SISTEM PERTANIAN DALAM PERTANIAN


BERKELANJUTAN

OLEH :

YULIA INTAN PERMATASARI


08320200044

KELAS C4

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara pengimpor beras terbesar namun, pada tahun 1984 menjadi
negara yang mampu swasembada pangan terutama beras. Keberhasilan tersebut tidak terlepas
oleh dukungan teknologi dengan penggunaan bahan kimia baik untuk pupuk dan pestisida.
Bahkan sampai saat ini para petani dalam usaha taninya masih sangat tergantung pada pupuk
dan pestisida kimia (An – Organik. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian pupuk dan
pesetisida kimia pada tanaman akan berakibat sangat buruk terhadap lingkungan hidup, tanah
mengalami kelelahan, hama tanaman semakin semarak dan beraneka ragam karena musuh
alami yang ada ikut terbunuh oleh bahan kimia melalui pupuk dan pestisida itu sendiri serta
kualitas produk semakin tidak sesuai dengan harapan konsumen karena kandungan residu zat
kimia semakin tinggi.
Dalam rangka menghadapi persaingan pasar yang semakin terbuka secara Nasional dan
Internasional di era saat ini, dimana konsumen mengharapkan adanya produk pertanian yang
kandungan residu bahan kimianya rendah bahkan nol, maka petani dituntut untuk merubah pola
pertaniannya. Pola pertanian yang dapat diterapkan adalah Pertanian Berkelanjutan dengan
sistem pertanian Organik. Lahan pertanian saat ini secara umum sudah pada tingkat yang
sangat serius, sehingga upaya pemulihan tingkat kesuburan tanah dengan pemakaian bahan
organik adalah mutlak harus dilaksanakan secara serentak dalam bentuk Gerakan Massal.
Trend pertanian organik di Indonesia, mulai dikenalkan oleh beberapa petani yang sudah
mampu dan memahami keunggulan sistim pertanian organik tersebut. Beberapa ekspatriat
yang sudah lama hidup di Indonesia, memilki lahan yang luas dan ikut membantu
mengembangkan aliran petani organik tersebut ke penduduk sekitarnya pertanian organik di
Indonesia baru dimulai sejak 4-5 tahun yang lalu, jauh tertinggal dibandingkan dengan
berkembang lainnya. Namun petani di Indonesia Juga semakin termotivasi juga untuk
mengembangkan system pertanian terpadu yang di dalamnya menerapkan sistem pertanian
organik.
Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan potensi energi sehingga dapat
dipanen secara seimbang.pertanian melibatkan makhluk hidup dalam suatu atau beberapa
tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses
produksi. Dengan pertanian terpadu ada peningkatan bahan organik dalam tanah, penyerapan
karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang menggunakan pupuk nitrogen dan
sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka
sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut
sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupn perikanaan.
Keberadaan sektor- sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem
yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah dan penekanan biaya
produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai. Selain hemat energi,
keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiliki beragam sumber
penghasilan.Sistem pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan
polikultur.seorang petani bisa menanaman padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan
juga menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk
sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi.

Tujuan
1. Mengetahui model dan penerapan usaha Sistem Pertanian Terpadu.
2. Mengetahui manfaat sistem pertanian terpadu
3. Mengetahui hambatan pertanian terpadu
4. Memahami lebih lanjut terkait hubungan antara pertanian terpadu dengan pertanian
berlanjut.
PEMBAHASAN
Model dan Penerapan Usaha Sistem Pertanian Terpadu.
1. Usaha Tani Campuran (Mixed Farming Systems)
Tumpang sari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan
waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman (Warsana,
2009). Sistem tumpang sari dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian jika jenis-jenis
yang dikombinasikan dalam sistem ini membentuk interaksi yang menguntungkan. Sistem
tanam tumpang sari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam
monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpang sari antara lain: 1) akan terjadi
peningkatan efi siensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun penyerapan sinar matahari),
2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh
produksi lebih dari satu komoditas, 4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala
satu jenis tanaman yang diusahakan gagal, dan 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat
menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta
mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah
(Handayani,2011)
Bermacam jenis tanaman yang dapat ditumpangsarikan dengan tanaman karet seperti
tanaman padi, jagung, kedelai, nenas, semangka, cabe, jahe dan pisang. Tanaman tersebut dapat
diusahakan sebelum tanaman karet menghasilkan (Firdaus,2007)
Salah satu usaha dalam menekan tingginya biaya input produksi dalam pengendalian
hama dan penyakit adalah dengan menerapkan sistem tanam tumpangsari, karena sistem ini
memiliki beberapa keuntungan antara lain efisiensi pengolahan tanah meningkat, pemanfaatan
ruang secara ekonomis, efisiensi penggunaan pupuk meningkat, menekan perkembangan hama
dan penyakit, serta meningkatkan pendapatan petani (Sujitno dkk,2012)
Menanam secara tumpangsari akan dapat meningkatkan pendapatan petani, karena dengan
menanam secara tumpangsari penggunaan sarana produksi lebih efisien sehingga biaya
produksi dapat lebih rendah dibanding pola tanam secara monokultur. Pola tanam secara
tumpangsari dapat meningkatkan produksi, hal ini disebabkan karena berkurangnya hama dan
penyakit dengan keadaan di atas keuntungan usahatani tersebut dapat ditingkatkan. Pada pola
tanam tumpangsari ada hal yang juga perlu diperhatikan adalah sistem perakaran tanaman
(Hermawati,2016)
2. Sistem Produksi Tanaman-Ternak (Crops-Livestock Production Systems)
Ciri utama integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang
saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. petani memanfaatkan limbah pertanian
sebagai pakan ternak ( Kariyasa,2005)
Sistem usahatani terintegrasi (integrated farming system) atau crop-livestock system
(CLS) yang dikenal sebagai SIMANTRI di Bali menawarkan intensifikasi sistem produksi
tanaman-ternak secara terintegrasi melalui pendaur-ulangan hara tanaman dalam bentuk pupuk
kandang untuk memelihara kesuburan tanah. teknologi CLS merupakan salah satu bentuk
teknologi produksi sekaligus teknologi konservasi yang dapat digunakan sebagai salah satu
upaya pencegahan atau mengurangi lahan kritis (Budiasa dkk,2012)
Pertanian terpadu hortikultura dan ternak dapat mengurangi biaya produksi karena sisa sayuran
akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Feses (kotoran) ternak dijadikan pupuk bagi tanaman
hortikultura (Siswati,2012).
Lahan pertanian sawah mencakup 63.299 ha (18%) dari total luas lahan yang ada dan
menjadi modal untuk peningkatan produksi padi karena memiliki peluang usaha dalam
peningkatan pendapatan petani Untuk memacu peningkatan produktivitas padi dapat
digunakan pupuk organik, yang diperoleh dari pemeliharaan ternak dalam sistem integrasi
padi-sapi potong. Pola integrasi ternak dengan tanaman pangan atau crop-livestock system
(CLS) mampu menjamin keberlanjutan produktivitas lahan melalui kelestarian Sumber daya
alam yang ada (Basuni dkk,2010)
Pupuk yang dihasilkan oleh ternak digunakan untuk memupuk tanaman, dan residu
tanaman digunakan sebagai pakan ternak. Dalam rangka meningkatkan produksi dan kualitas,
mereka memerlukan input yang tinggi seperti pupuk kimia dan pakan buatan pabrik
(Nurhidayati dkk, 2008)

3. Model Pertanian Tekno-Ekologis (di Ekosistem Lahan Sawah)


Sistem integrasi padi-ternak (SIPT) telah menjadi bagian dari budaya bertani di
Indonesia. Sistem ini mampu memanfaatkan sumber daya lokal yaitu bahan ikutan berupa
jerami dan dedak, serta kotoran ternak secara efisien. Ciri utama SIPT adanya keterkaitan
antara tanaman dan ternak misalnya limbah tanaman (jerami) digunakan sebagai pakan ternak,
begitupun sebaliknya kotoran ternak dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman
(Yuliani,2014)
Konsep pola integrasi tanaman-ternak merupakan penerapan usaha terpadu antara
komoditi tanaman, dalam hal ini padi, dan komoditi peternakan (sapi), yang dengan pola itu
jerami padi digunakan sebagai pakan sapi, sedangkan kotoran ternak sebagai bahan utama
pembuatan kompos dimanfaatkan untuk pupuk organik yang dapat meningkatkan kesuburan
lahan (Priyanti dkk,2008)
Pengolahan tanah dengan traktor mempercepat dan menjamin keseragaman waktu tanam
serta meningkatkan intensitas tanam sampai 20% (Nurhidiyati,2008).
Biaya pengendalian hama pada usaha tani kapas tergolong tinggi, yaitu 41% dari biaya
produksi, bahkan sebelumnya mencapai 75%. Tingginya biaya tersebut disebabkan
pengendalian hama masih bertumpu pada insektisida kimia. Untuk mengurangi biaya
pengendalian hama, upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah menerapkan teknologi
pengendalian berbasis ekologi, yang meliputi tumpang sari kapas dengan kedelai, perlakuan
terhadap benih, budi daya tanpa olah tanah, pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa, dan
penggunaan pestisida nabati (Subiyakto,2011)
Pertanian tekno-ekologis merupakan model pertanian yang dikembangkan dengan
memadukan model “pertanian ekologis” dengan pertanian berteknologi maju yang selaras
dengan kondisi alam atau ekosistem setempat. Model pertanian ini dapat mencapai target
produktivitas secara memuaskan pada komoditas tertentu, seperti padi, jagung, dan kacang-
kacangan (Abdurachman, 2008)

4. Model Pertanian Tekno-Ekologis (di Ekosistem Lahan Perkebunan-Ternak)


Budidaya ternak semi intensif dilakukan oleh peternak yang juga pekebun jeruk, dan
hijauan pakan ternak diberikan di kandang. Hijauan pakan ternak disediakan dalam sistem
potong angkut, dan umumnya bersumber dari bawah tanaman jeruk, pinggir jalan, dan tempat
lainnya (Sariubang, 2010).
Integrasi yang banyak dijumpai di Kabupaten Halmahera Selatan adalah integrasi
dengan pola sapi-kelapa. Usaha ternak sapi dengan polai ntegrasi dapat memberikan dampak
sosial budaya dan ekonomi yang positif. Sistim integrasi ini sangat menguntungkan karena
ternak dapat memanfaatkan rumput dan hijauan pakan yang tumbuh liar atau limbah pertanian
sebagai pakan selain itu ternak menghasilkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk
meningkatkan kesuburan tanah (Rusnan dkk,2015)
Diintegrasikan dengan budi daya ternak sapi dengan luas areal mencapai 10,95 juta
hektar. Produk samping industri kelapa sawit (IKS) memiliki biomassa yang sangat besar
sebagai sumber pakan sapi. bahwa integrasi sawit-sapi dapat meningkatkan produktivitas
kelapa sawit, memperbaiki ekosistem lahan perkebunan dan menambah pasokan daging sapi.
Tujuan dari integrasi ini adalah meningkatkan produksi dan populasinya dengan sistem
pemeliharaan pola intensif, semi-intensif dan ekstensif (Matondang dan Talib,2015)
Dengan mengintegrasikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan pengelolaan
ternak sapi akan didapat banyak keuntungan diantaranya adalah tersedianya pupuk organik
untuk kelapa sawit, perbaikan struktur tanah lahan perkebunan. tersedianya pakan ternak untuk
sapi, dihasilkan gas yang dapat digunaka untuk memasak dan penerangan. Penggunaan hasil
limbah sawit untuk sapi dan hasil limbah sapi untuk sawit menjamin keberlanjutan usaha
pertanian. Limbah sawit berupa serat buah kelapa sawit, lumpur minyak sawit (sludge) dan
bungkil inti sawit (Mildaerizanti,2014)
Pemupukan merupakan kegiatan penambahan unsur hara pada media tumbuh tanaman
untuk menyeimbangkan unsur hara yang diperlukan terhadap pertumbuhan tanaman
(Nurhidayati, 2008).
Manfaat Sistem Pertanian Terpadu
Pertanian terpadu belum banyak diterapkan di Indonesia. Pertanian terpadu merupakan
pengintegrasian kegiatan pertanian dengan kegiatan bidang lain seperti peternakan dan
perikanan. Pertanian terpadu berarti memanfaatkan lahan pertanian untuk menghasilkan
produk lain selain dari tanaman budidaya. Langkah ini merupakan salah satu bentuk upaya
meningkatkan produktivitas lahan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu,
pertanian terpadu juga dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan dengan sistem tata
kelola yang baik.
Penerapan pertanian terpadu pada dasarnya adalah mengoptimalkan pemanfaatan seluruh
potensi sumber daya yang ada. Sehingga, terjadi hubungan timbal balik secara langsung antara
lingkungan biotik dan abiotik dalam ekosistem lahan pertanian. Terdapat keterkaitan ynag
tidak bisa dipisahkan bagi setiap komponen kegiatan dalam perrtanian terpadu. Keterkaitan ini
membentuk sistem yang terstruktur, sehingga terdapat siklus yang membuat hasil dari kegiatan
ini menjadi optimal.
Pada pertanian terpadu, hampir seluruh limbah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan.
Artinya, pertanian terpadu dapat menekan timbulan limbah pertanian. Sebab, sektor yang satu
pasti dapat memanfaatkan limbah dari sektor yang lain. Oleh karena itu, sebaiknya dalam
pertanian terpadu melibatkan lebih dari dua sektor, seperti sistem pertanina terpadu dengan
perikanan dan peternakan. Adanya semua sektor tersebut akan melengkapi ekosistem dan
seluruh komponen produksi dapat dimanfaatkan oleh komponen produksi yang lainnya.
Dengan demikian, akan tercapai efisiensi produksi dan sangat sedikit limbah yang akan
dihasilkan.
Selain keuntungan dari segi biaya produksi, petani yang menerapkan pertanian terpadu
juga akan memperoleh penghasilan lebih. Adanya sektor lain seperti peternakan dan perikanan
menyebabkan adanya sumber pendapatan selain pertanian. Benefit akan semakin banyak
apabila pengelola lahan mampu memanfaatkan limbah untuk diolah menjadi produk yang
memiliki nilai jual. Salah satu produk olahan dari limbah yang banyak dicari di pasaran adalah
pupuk kompos. Kompos banyak digunakan sebagai campuran media tanam tanaman hias di
kota-kota karena memiliki tingkat kesuburan yang tinggi.
Pertanian terpadu sangat baik diterapkan pada satu kawasan. Alasannya, satu kawasan
biasanya masih berada dalam kondisi ekosistem yang sama. Selain itu, penerapan pertanian di
satu kawasan biasanya juga memiliki pasar pertanian yang sama untuk menjual produknya.
Sehingga, pelaku usaha pertanian, peternakan, dan perikanan dapat bekerja sama dengan baik
dan lebih intens. Kolaborasi petani dan peternak menciptakan suasana yang cocok bagi sistem
pertanian terpadu.

Sistem pertanian terpadu diharapkan mampu mengasilkan 4 F, yaitu food, feed, fuel, dan
fertilizer. Pertama, pertanian terpadu dapat menghasilkan pangan dengan komposisi lebih
beragam, seperti beras, sayuran, daging, dan ikan. Kedua, limbah pertanian seperti jerami,
daun-daunan dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak. Sementara itu, limbah hasil
pengolahan produk pertanian seperti bungkil jagung dan dedak dapat diolah kembali menjadi
konsentrat sebagai pakan ternak dan ikan. Ketiga, limbah peternakan dapat diolah untuk
menghasilkan biogas sebagai bahan bakar untuk memasak. Terakhir, limbah dapat
dimanfaatkan menjadi pupuk organik cair maupun pupuk organik padat.

Hambatan Pertanian Terpadu


1. Pengetahuan yang Kurang Memadai
Sistem pertanian yang intensif tak jarang harus menghadapi hambatan dalam
pelaksanaannya. Terutama dalam teknik pengelolaan yang membutuhkan keahlian khusus.
Sistem ini sangat membutuhkan pengetahuan mendalam mengenai ilmu pertanian, peternakan,
dan perikanan. Selain itu, ilmu manajemen pertanian pun dibutuhkan agar hasilnya maksimal.
2. Penerapan yang Sulit
Kendala kedua yang juga seringkali ditemui dalam pertanian terpadu adalah penerapan
yang cukup sulit. Meski demikian, hal tersebut pada dasarnya bisa diatasi dengan konsisten.
Konsistensi akan meminimalisir kesulitan ketika melaksanakan pertanian intensif. Dengan
demikian, berbagai kendala sulit pun lebih mudah diatasi karena sudah terbiasa.
Oleh karena itu, pemerintah dan pihak-pihak yang memiliki kewenangan dan ingin
memajukan pertanian harus ikut terjun ke lapangan untuk mengatasi masalah ini. Kendala
lainnya adalah, karena dirasa terlalu sulit dilakukan, banyak pihak yang merasa kewalahan
dalam menerapkan pertanian yang terpadu. Akan tetapi, apabila sistem terpadu diterapkan
sepanjang waktu, tentu saja semua kendala akan terjawab dengan mudah.
Hubungan Antara Pertanian Terpadu dengan Pertanian Berlanjut.
1. Sistem Pertanian Terpadu Tanaman dan Ternak
Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu,
adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Polaini sangatlah menunjang
dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian,sehingga pola ini sering disebut pola
peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah
pertanian digunakan untuk pakanternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan
untuk memperoleh hasilusaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan
tanah.Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dansaling
menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksidan meningkatkan
keuntungan hasil usaha taninya.Menurut Saputra, (2000) sebagai contoh sederhana pertanian
terpadu adalahapabila dalam suatu kawasan ditanam jagung, maka ketika jagung tersebut
panen,hasil sisa tanaman merupakan limbah yang harus dibuang oleh petani. Tidakdemikian
halnya apabila di kawasaan tersebut tersedia ternak ruminansia, limbahtersebut akan menjadi
makanan bagi hewan ruminansia tersebut. Hubungan timbal balik akan terjadi ketika ternak
mengeluarkan kotoran yang digunakan untuk pupuk bagi tanaman yang ditanam di kawasan
tersebut.Konsep Sistem Pertanian terpadu adalah konsep pertanian yang dapatdikembangkan
untuk lahan pertanian terbatas maupun lahan luas. Pada lahan terbatasatau lahan sempit yang
dimiliki oleh petani umumnya konsep ini menjadi sangat tepatdikembangkan dengan pola
intensifikasi lahan. Lahan sempit akan memberikan produksi maksimal tanpa ada limbah yang
terbuang percuma. Sedangkan untuk lahanlebih luas konsep ini akan menjadi suatu solusi
mengembangkan pertanian agribisnisyang lebih menguntungkan. Melaiui sistem yang
terintegrasi ini akan bermanfaatuntuk efisiensi penggunaan lahan, optimalisasi produksi,
pemanfaatan limbah, subsidi ilang untuk antisipasi fluktuasi harga pasar dan kesinambungan
produksi (PT.RAPPdan Universitas Lancang Kuning, 2001).Reijntjes (1999) mengatakan,
hewan atau ternak bisa beragam fungsi dalamsistem usaha tani lahan sempit, hewan
memberikan berbagai produk, seperti daging,susu, telur, wol, dan kulit. Selain itu, hewan juga
memiliki fungsi sosiokultural,misalnya sebagai mas kawin, untuk pesta upacara dan sebagai
hadiah atau pinjamanyang memperkuat ikatan sosial. Dalam kondisi input luar rendah,
integrasi ternak kedalam sistem pertanian penting, khususnya untuk :1. Meningkatkan jaminan
subsistens dengan memperbanyak jenis-jenis usaha untukmenghasilkan pangan bagi keluarga
petani2. Memindahkan unsur hara dan energi antara hewan dan tanaman melalui
pupukkandang dan pakan dari daerah pertanian dan melalui pemanfaatan hewan
penarik.Konsep pertanian terpadu ini perlu digalakkan, mengingat sistem ini
disampingmenunjang pola pertanian organik yang ramah lingkungan, juga
mampumeningkatkan usaha peternakan. Komoditas sapi merupakan salah satu komoditasyang
penting yang harus terus ditingkatkan, sehingga di harapkan mampu mencapaikecukupan
daging nasional. Oleh karena itu upaya ini dapat digalakan pada tingkat petani baik dalam
rangka penggemukan ataupun dalam perbanyakan populasi, serta produksi susu. Dengan
meningkatnya populasi ternak sapi akan mampu menjaminketersediaan pupuk kandang di
lahan pertanian. Sehingga program pertanian organikdapat terlaksana dengan baik, kesuburan
tanah dapat terjaga, dan pertanian bisa berkelanjutan. Beragamnya pemeliharaan ternak
memperluas strategi penurunanrisiko budidaya tanaman ganda hingga akan meningkatkan
stabilitas ekonomi sistemusaha tani.Sistem produksi ternak herbivora yang dikombinasikan
dengan lahan-lahan pertanian dapat disesuaikan dengan keadaan tanaman pangan. Ternak tidak
berkompetisi pada lahan yang sama. Tanaman pangan dengan komponen utama danternak
menjadi komponen kedua. Ternak dapat digembalakan dipinggir atau padalahan yang belum
ditanami dan pada lahan setelah pemanenan hasil sehingga ternak dapat memanfaatkan limbah
tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan pakan yang tumbuh di sekitar tempat
tersebut. Sebaliknya ternak dapatmengembalikan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah
melalui urin danfecesnya.Tuntutan sistem usaha tani terpadu menjadi rasional seiring dengan
tuntutanefisiensi dan efektifitas penggunaan lahan, tenaga kerja, modal, faktor produksi
lainyang amat terbatas. Sejalan dengan amanat Revitalisasi Pertanian, Perikanan
danKehutanan (RPPK) yang dicanangkan oleh Presiden tanggal 11 Juni 2005, bangsa ini perlu
membangun ketahanan pangan yang mantap. Merespon sasaran dalam RPPKtersebut,
Departemen Pertanian dalam Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan2005-2010 telah
membuat arah kebijakan dan program pembangunan pertanian.Ada tiga komponen teknologi
utama dalam SIPT yaitu: (a) teknologi budidayaternak, (b) teknologi budidaya padi, dan (c)
teknologi pengolahan jerami dan kompos(Haryanto, et.al, 2002). Sedangkan tujuan pokok dari
sistem SIPT adalah bagaimana petani mengoptimalkan usahanya untuk menghasilkan kompos
yang mampumeningkatkan efisiensi usaha taninya. Agar ketiga komponen tersebut
dapatdiintegrasikan secara sinergis, maka pengembangan Sistem Integrasi Padi-
Ternak,dilakukan dengan pendekatan kelembagaan.Sejalan dengan konsep terebut, program
integrasi ternak dalam usaha tani tanaman inidiharapkan dapat:
a. Meningkatkan produktifitas usaha tani tanaman perkebunan, tanaman panganatau
hortikultura melalui pemanfaatan ternak.
b. Meningkatkan pemanfaatan sisa hasil pertanian tanaman perkebunan, tanaman pangan atau
hortikultura untuk pakan ternak.
c. Meningkatkan pemanfaatan tenaga ternak dan pupuk kandang dalam usahatani tanaman.
d. Mengembalikan kesuburan tanah melalui pemanfaatan pupuk kandang.
e. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis keluarga petani dalam pengelolaan
secara optimum ternak yang diintegrasikan dalam usaha tanitanaman.
f. Meningkatkan pendapatan keluarga petani pelaksana program integrasi ternakdalam usaha
tani tanaman.

2. Sistem Pertanian Terpadu Tanaman dan Ternak Sebagai Model PertanianBerkelanjutan (


Sustainable Agriculture )
Pengaruh jangka panjang dari perkembangan dunia pertanian dan industridalam sistem
petanian modern, ternyata menghasilkan dampak negatif yang besarterhadap ekosistim alam.
Pencemaran oleh bahan-bahan kimia beracun akibattingginya intensitas pemakaian pupuk,
pestisida dan herbisida telah lama diketahui.Demikian pula dengan ketahanan (resistensi) hama
yang semakin meningkat terhadap pestisida akibat penyemprotan yang semakin tinggi serta
pencemaran air tanahmaupun sungai oleh senyawa nitrat akibat peggunaan pupuk yang
berlebihan.Pertanian moderen juga telah mengurangi keragaman spesies tanaman secara
drastisakibat penerapan sistem monokultur secara besar-besaran. Ekosistem alam yangsemula
tersusun sangat kompleks, berubah menjadi ekosistem yang susunannyasangat sederhana
akibat berkurangnya spesies tanaman tersebut. Hal ini bertentangandengan konsep pertanian
berkelanjutan, yang selain memperhatikan pemenuhankebutuhan manusia yang selalu
meningkat dan berubah, sekaligus mempertahankanatau meningkatkan kualitas lingkungan
dan melestarikan sumber daya alam.Sistem pertanian semakin tergantung pada
input-input luar sebagai berikut:kimia buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi
dengan pemanfaatan bahan bakar minyak dan juga irigasi. Konsumsi terhadap sumber-sumber
yang tidakdapat diperbaharui, seperti minyak bumi dan fosfat sudah dalam tingkat
yangmembahayakan. Bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan akan produk
pertanian,maka teknologi baru untuk pengembangan varietas baru, seperti jagung,
padi,gandum serta tanaman komersial lainnya juga nampak semakin menantang.
Namundemikian, pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang,
bisamenimbulkan dampak besar, bukan hanya terhadap ekologi dan lingkungan, tetapi bahkan
terhadap situasi ekonomi, sosial dan politik diantaranya dengan adanya ketergantungan pada
impor peralatan, benih serta input lainnya. Akibat selanjutnyaadalah menyebabkan
ketidakmerataan antar daerah dan perorangan yang telahmemperburuk situasi sebagian besar
petani lahan sempit yang tergilas oleh revolusihijau (Reijntjes, Haverkort, dan Bayer,
1999).Pembangunan sektor pertanian tidak dapat lagi dilakukan dengan cara-caralama, harus
diubah sejalan dengan makin besarnya tantangan dan perubahanlingkungan strategis, baik yang
datang dari dalam maupun dari luar. Perubahanlingkungan eksternal, antara lain globalisasi
teknologi dan informasi, liberalisasi perdagangan, dan transformasi budaya antarbangsa sudah
tidak terhindarkan.Demikian juga perubahan lingkungan internal, yaitu demokratisasi,
desentralisasi,otonomi daerah, dan gejala disintegrasi (Salikin, 2003). Pembangunan
pertanianharus berarti pembaharuan penataan pertanian yang menyumbang pada
upayamengatasi kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan mereka yang paling kurang
beruntung di pedesaan.Penerapan sistem pertanian berkelanjutan dapat digunakan
sebagaimomentum untuk mendorong berkembangnya ekonomi rakyat. Pada dasarnya para
petani sangat siap menerima sistem pertanian berkelanjutan karena input yangdigunakan telah
tersedia di lingkungan alam sekitarnya. Bahkan sebelum mengenalintensifikasi pertanian
dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia, para petanitelah menerapkan sistem
pertanian berkelanjutan ramah lingkungan, misalnya denganmenggunakan pupuk kandang.
Dengan pengetahuan tradisional yang dimiliki, para petani perlu diberdayakan sehingga
memiliki pengetahuan yang meningkat tentang pertanian berkelanjutan, serta memahami
peluang dan tuntutan pasar yangmenghendaki produk berkualitas dan ramah lingkungan.
Dengan demikian para petani dapat menghasilkan produk pertanian bernilai ekonomis tinggi
sekaligus dapatmenjaga kelestarian fungsi lingkungan (Jauhari, 2002).Salikin (2003)
mengatakan sistem pertanian berkelanjutan dapat dilaksanakandengan menggunakan empat
macam model sistem, yaitu sistem pertanian organik,sistem pertanian terpadu, sistem pertanian
masukan luar rendah, dan sistem pengendalian hama terpadu sedangkan beberapa alternatif
yang dapat dikemukakan dalam usaha mewujudkan pertanian berkelanjutan melalui pertanian
secara terpaduadalah dengan cara: sistem tanam ganda, komplementari hewan ternak dan
tumbuhan,usaha terpadu peternakan dan perkebunan, agroforestry, pemeliharaan dan
peningkatan sumberdaya genetik dan pengelolaan hama terpadu yang sedang gencar-
gencarnya dicanangkan oleh Departeman Pertanian adalah pola usaha tani terpadudalam
bentuk berbagai program seperti Sistem Integrasi Padi-Ternak (SIPT),Agropolitan atau
berbagai sistem keterpaduan dengan sub sektor lain. Pelaksanaan program ini merupakan
upaya terobosan yang dikembangkan untuk mengatasikendala kecendrungan menurunnya
tingkat produktivitas beberapa produk pertanianantara lain pada sub sektor tanaman pangan,
perkebunan, hortikultura sebagai akibatdari degradasi lahan pertanian dan pencemaran
lingkungan yang disebabkan oleh pemakaian pupuk bahan kimia yang berlebihan. Departemen
Pertanian mencobamemformulasikan dengan memberi paket bantuan ternak kepada kelompok
petanidengan harapan agar petani disamping memperoleh kotoran untuk pupuk tanaman juga
para petani memperoleh keuntungan dari hasil penambahan berat badan ternaksapi yang
dipeliharanya sehingga diharapkan para petani tersebut mendapat penambahan pendapatan
(Direktorat Pengembangan Peternakan, 2003).

3. Model Pertanian Tekno-Ekologis (di Ekosistem Lahan Sawah)


Sistem integrasi padi-ternak (SIPT) telah menjadi bagian dari budaya bertani di Indonesia.
Sistem ini mampu memanfaatkan sumber daya lokal yaitu bahan ikutan berupa jerami dan
dedak, serta kotoran ternak secara efisien. Ciri utama SIPT adanya keterkaitan antara tanaman
dan ternak misalnya limbah tanaman (jerami) digunakan sebagai pakan ternak, begitupun
sebaliknya kotoran ternak dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman
(Yuliani,2014)
Konsep pola integrasi tanaman-ternak merupakan penerapan usaha terpadu antara komoditi
tanaman, dalam hal ini padi, dan komoditi peternakan (sapi), yang dengan pola itu jerami padi
digunakan sebagai pakan sapi, sedangkan kotoran ternak sebagai bahan utama pembuatan
kompos dimanfaatkan untuk pupuk organik yang dapat meningkatkan kesuburan lahan
(Priyanti dkk,2008)
Pengolahan tanah dengan traktor mempercepat dan menjamin keseragaman waktu tanam serta
meningkatkan intensitas tanam sampai 20% (Nurhidiyati,2008).
Biaya pengendalian hama pada usaha tani kapas tergolong tinggi, yaitu 41% dari biaya
produksi, bahkan sebelumnya mencapai 75%. Tingginya biaya tersebut disebabkan
pengendalian hama masih bertumpu pada insektisida kimia. Untuk mengurangi biaya
pengendalian hama, upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah menerapkan teknologi
pengendalian berbasis ekologi, yang meliputi tumpang sari kapas dengan kedelai, perlakuan
terhadap benih, budi daya tanpa olah tanah, pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa, dan
penggunaan pestisida nabati (Subiyakto,2011)
Pertanian tekno-ekologis merupakan model pertanian yang dikembangkan dengan memadukan
model “pertanian ekologis” dengan pertanian berteknologi maju yang selaras dengan kondisi
alam atau ekosistem setempat. Model pertanian ini dapat mencapai target produktivitas secara
memuaskan pada komoditas tertentu, seperti padi, jagung, dan kacang-kacangan
(Abdurachman, 2008).
4. Model Pertanian Tekno-Ekologis (di Ekosistem Lahan Perkebunan-Ternak)
Budidaya ternak semi intensif dilakukan oleh peternak yang juga pekebun jeruk, dan hijauan
pakan ternak diberikan di kandang. Hijauan pakan ternak disediakan dalam sistem potong
angkut, dan umumnya bersumber dari bawah tanaman jeruk, pinggir jalan, dan tempat lainnya
(Sariubang, 2010).
Integrasi yang banyak dijumpai di Kabupaten Halmahera Selatan adalah integrasi
dengan pola sapi-kelapa. Usaha ternak sapi dengan polai ntegrasi dapat memberikan dampak
sosial budaya dan ekonomi yang positif. Sistim integrasi ini sangat menguntungkan karena
ternak dapat memanfaatkan rumput dan hijauan pakan yang tumbuh liar atau limbah pertanian
sebagai pakan selain itu ternak menghasilkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk
meningkatkan kesuburan tanah (Rusnan dkk,2015)
Diintegrasikan dengan budi daya ternak sapi dengan luas areal mencapai 10,95 juta
hektar. Produk samping industri kelapa sawit (IKS) memiliki biomassa yang sangat besar
sebagai sumber pakan sapi. bahwa integrasi sawit-sapi dapat meningkatkan produktivitas
kelapa sawit, memperbaiki ekosistem lahan perkebunan dan menambah pasokan daging sapi.
Tujuan dari integrasi ini adalah meningkatkan produksi dan populasinya dengan sistem
pemeliharaan pola intensif, semi-intensif dan ekstensif (Matondang dan Talib,2015)
Dengan mengintegrasikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan pengelolaan ternak
sapi akan didapat banyak keuntungan diantaranya adalah tersedianya pupuk organik untuk
kelapa sawit, perbaikan struktur tanah lahan perkebunan. tersedianya pakan ternak untuk sapi,
dihasilkan gas yang dapat digunaka untuk memasak dan penerangan. Penggunaan hasil limbah
sawit untuk sapi dan hasil limbah sapi untuk sawit menjamin keberlanjutan usaha pertanian.
Limbah sawit berupa serat buah kelapa sawit, lumpur minyak sawit (sludge) dan bungkil inti
sawit (Mildaerizanti,2014)
Pemupukan merupakan kegiatan penambahan unsur hara pada media tumbuh tanaman untuk
menyeimbangkan unsur hara yang diperlukan terhadap pertumbuhan tanaman (Nurhidayati,
2008).

5. Usaha Tani Campuran (Mixed Farming Systems)


Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan waktu yang
sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman (Warsana, 2009).
Sistem tumpang sari dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian jika jenis-jenis yang
dikombinasikan dalam sistem ini membentuk interaksi yang menguntungkan. Sistem tanam
tumpang sari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam monokultur.
Beberapa keuntungan pada pola tumpang sari antara lain: 1) akan terjadi peningkatan efi siensi
(tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun penyerapan sinar matahari), 2) populasi tanaman
dapat diatur sesuai yang dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu
komoditas, 4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang
diusahakan gagal, dan 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas
biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan
kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah (Handayani,2011)
Bermacam jenis tanaman yang dapat ditumpangsarikan dengan tanaman karet seperti
tanaman padi, jagung, kedelai, nenas, semangka, cabe, jahe dan pisang. Tanaman tersebut dapat
diusahakan sebelum tanaman karet menghasilkan (Firdaus,2007)
Salah satu usaha dalam menekan tingginya biaya input produksi dalam pengendalian
hama dan penyakit adalah dengan menerapkan sistem tanam tumpangsari, karena sistem ini
memiliki beberapa keuntungan antara lain efisiensi pengolahan tanah meningkat, pemanfaatan
ruang secara ekonomis, efisiensi penggunaan pupuk meningkat, menekan perkembangan hama
dan penyakit, serta meningkatkan pendapatan petani (Sujitno dkk,2012)
Menanam secara tumpangsari akan dapat meningkatkan pendapatan petani, karena dengan
menanam secara tumpangsari penggunaan sarana produksi lebih efisien sehingga biaya
produksi dapat lebih rendah dibanding pola tanam secara monokultur. Pola tanam secara
tumpangsari dapat meningkatkan produksi, hal ini disebabkan karena berkurangnya hama dan
penyakit dengan keadaan di atas keuntungan usahatani tersebut dapat ditingkatkan. Pada pola
tanam tumpangsari ada hal yang juga perlu diperhatikan adalah sistem perakaran tanaman
(Hermawati,2016)

6. Pertanian Berkelanjutan sebagai Konsep Ekonomi dan PembangunanPedesaan


Istilah pembangunan berkelanjutan telah memasuki perbendaharaan kata paraahli serta
masyarakat setelah diterbitkannya laporan mengenai pembangunan danlingkungan serta
sumberdaya alam. Laporan ini diterbitkan oleh Komisi Dunia untukLingkungan Hidup dan
Pembangunan PBB (UNWorld on Environment and Development, WCED), di mana dalam
laporan tersebut didefinisikan istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Adapun defenisi pembangunan berkelanjutan tersebut adalah: pembangunan yang dapat
memenuhikebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang
untukdapat memenuhi kebutuhannya (Conrad, 1999).
Pembangunan berkelanjutan yangmengacu pada upaya memelihara/mempertahankan kegiatan
membangun (development) secara terus menerus. Pembangunan selalu memiliki
implikasiekonomi serta kenyataannya, pembangunan memiliki dimensi sosial dan politik
yangkental. Pembangunan, dapat dikatakan sebagai vektor dari tujuan sosial suatumasyarakat
(society), di mana tujuan tersebut merupakan atribut dari apa yang ingindicapai atau
dimaksimalkan oleh masyarakat tersebut. Atribut tersebut dapatmencakup: kenaikan
pendapatan perkapita, perbaikan kondisi gizi dan kesehatan, pendidikan, akses kepada
sumberdaya, distribusi pendapatan yang lebih merata dansebagainya. Sehingga konsep
berkelanjutan dapat diartikan sebagai persyaratanumum di mana karakter vektor pembangunan
tadi tidak berkurang sejalan denganwaktu (Pearce, 1992 dalam Reijntjes, 1999).Sistem
pertanian berkelanjutan berkaitan erat dengan pembangunan pedesaan (sustainable agriculture
and rural development) karena selama aktivitas produksi dankonsumsi pertanian terbesar
berada di daerah pedesaan. Sebagai negara agraris, dapatdikatakan 65% lebih penduduk
Indonesia mencari penghidupan dari sektor pertanianyang tersebar di pelosok-pelosok
pedesaan. Oleh karena itu, segala program pembangunan di pedesaan seharusnya tidak terlepas
dari upaya-upaya mewujudkansistem pertanian yang berkelanjutan yang mampu memenuhi
kebutuhan bahan pangan dan menyediakan mata pencaharian bagi masyarakat untuk meraih
taraf sosialekonomi yang lebih baik (Salikin, 2003).Secara konsepsional, pendekatan kebijakan
pembangunan berkelanjutan dapatdilihat dari tiga sudut pandang, yaitu: aspek sosial, ekonomi
dan lingkungan,sebagaimana yang dijelaskan oleh Munangshe dan Cruz (1995) dalam Salikin
(2003). pendekatan ekonomi berkelanjutan berbasis pada konsep maksimalisasi aliran
pendapatan antar generasi, dengan cara merawat dan menjaga cadangan sumberdayaalam atau
modal yang mampu menghasilkan suatu keuntungan. Upaya optimalisasidan efisiensi
penggunaan sumber daya yang langka menjadi keharusan dalammenghadapi berbagai isu
ketidakpastian, bencana alam dan sebagainya. Konsep sosial berkelanjutan berorentasi pada
manusia dan hubungan pelestarian stabilitas sosial dansistem budaya, termasuk upaya
mereduksi berbagai konflik sosial yang merusak.Dalam perspektif sosial, perhatian utama
ditujukan pada pemerataan (equity) atau keadilan, pelestarian keanekaragaman budaya dan
kekayaan budaya lintas wilayah,serta pemanfaatan praktek-praktek pengetahuan lokal yang
berorentasi jangka panjang dan berkelanjutan. Tinjauan aspek lingkungan berkelanjutan
terfokus padaupaya menjaga stabilitas sistem biologis dan lingkungan fisik, dengan bagian
utamamenjaga kelangsungan hidup masing-masing subsistem menuju stabilitas yangdinamis
dan menyeluruh pada ekosistem.
Study Kasus Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan Pada Lahan Irigasi Teknis
dengan SistemPenanaman Ganda (Multiple cropping)
Sistem penanaman ganda (Multiple cropping). Sistim bertanam di Indonesia lebih banyak
dilaksanakan dalam bentuk multiple cropping. Thahir 1994, menyebutkan Multiple cropping
adalah suatusistim bercocok tanam selama satu tahun atau lebih/kurang pada sebidang tanah
yangterdiri atas beberapa kali bertanam dari satu atau beberapa jenis tanaman secara bergilir
atau bersisipan, dengan maksud meningkatkan produktivitas tanah, atau pendapatan petani tiap
satuan luas dan satuan waktu.Menurut Seetisarn (1977), multiple cropping didefinisikan
sebagaiintensifikasi penanaman dalam dimensi waktu dan ruang, misalnya menanamn
duamacam tanaman atau lebih pada sebidang tanah sama dalam waktu satutahun. Selanjutnya
dikemukakan pula beberapa istilah yang digunakan dalam
multiplecropping
sebagai berikut :
a.Cropping pattern, diartikan sebagai susunan dan urut-urutan jenis tanaman yangdapat
diusahakan dalam jangka waktu setahun pada areal tanah tertentu.
b.Cropping system, adalah cropping pattern dalam hubungannya dengan sumberdayauntuk
usahatani (farm resources), usahatani yang lain dan teknologi yang dapatdilaksanakan.Sistem
penanaman ganda merupakan sistem bercocok tanam denganmenanam lebih dari satu jenis
tanaman dalam sebidang tanah bersamaan atau digilir.Sistem ini dapat menunjang strategi
pemerintah dalam rangka pelaksanaan program diversifikasi pertanian yang diarahkan untuk
dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dengan tetap memperhatikan
kelestariannya.Sistem pertanian ganda ini sangat cocok bagi petani kita dengan lahan sempitdi
daerah tropis, sehingga dapat memaksimalkan produksi dengan input luar yangrendah
sekaligus meminimalkan resiko dan melestarikan sumberdaya alam. Selain itukeuntungan lain
dari sistem ini :
(a) mengurangi erosi tanah atau kehilangan tanah-olah,
(b) memperbaiki tata air pada tanah-tanah pertanian, termasuk meningkatkan pasokan
(infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga cadangan air untuk pertumbuhantanaman akan lebih
tersedia,
(c) menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah,
(d)mempertinggi daya guna tanah sehingga pendapatan petani akan meningkat pula,
(e)mampu menghemat tenaga kerja,
(f) menghindari terjadinya pengangguran musimankarena tanah bisa ditanami secara terus
menerus,
(g) pengolahan tanah tidak perludilakukan berulang kali,
(h) mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman, dan
(i)memperkaya kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik.Menurut
bentuknya, pertanaman ganda ini dapat dibedakan menjadi dua,yaitu: pertanaman tumpangsari
(Intercropping) dan pertanaman berurutan (SequentialCropping). Sistem tumpang sari, yaitu
sistem bercocok tanaman pada sebidang tanahdengan menanam dua atau lebih jenis tanaman
dalam waktu yang bersamaan. Sistemtumpang sari ini, disamping petani dapat panen lebih dari
sekali setahun dengan beraneka komoditas (deversifikasi hasil), juga resiko kegagalan panen
dapat ditekan,intensitas tanaman dapat meningkat dan pemanfaatan sumber daya air, sinar
mataharidan unsur hara yang ada akan lebih efisien.Agar diperoleh hasil yang maksimal maka
tanaman yang ditumpangsarikanharus dipilih sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan
ruang dan waktuseefisien mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif yang sekecil-
kecilnya. Sehingga jenis tanaman yang digunakan dalam tumpangsari harus memiliki
pertumbuhan yang berbeda, bahkan bila memungkinkan dapat saling melengkapi.
Dalam pelaksanaannya, bisa dalam bentuk barisan yang diselang seling atau tidakmembentuk
barisan. Misalnya tumpang sari kacang tanah dengan ketela pohon,kedelai diantara tanaman
jagung, atau jagung dengan padi gogo, serta dapatmemasukan sayuran seperti kacang panjang
di dalamnya.Sistem penanaman ganda yang lain yaitu sistem tumpang gilir, yangmerupakan
cara bercocok tanaman dengan menggunakan 2 atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah
dengan pengaturan waktu. Penanaman kedua dilakukan setelahtanaman pertama berbunga.
Sehingga nantinya tanaman bisa hidup bersamaan dalamwaktu relatif lama dan penutupan
tanah dapat terjamin selama musim hujan. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh melalui
usaha multiplecropping antara lain, menghemat biaya pengolahan tanah dan pemeliharaan per
jenistanaman, meningkatkan pendapatan petani karena peningkatan produksi phisik perhektar
per hari, sedangkan biaya produksi per jenis tanaman lebih hemat. Hal inidisebabkan
pengolahan tanah yang penuh hanya pada tanaman pertama dan untuktanaman berikutnya lebih
ringan.Disamping keuntungan secara ekonomis, dari segiteknis usaha multiple cropping lebih
menguntungkan karena tanah senantiasagembur, gulma dapat ditekan, dan juga merupakan
usaha penghijauan untukmengawetkan tanah. Pemanfaatan Sumberdaya AirMosher (1966),
berpendapat untuk mengatasi air di daerah yang kekuranganair, maka banyak daerah yang
membangun irigasi kecil-kecilan kemudian dengansedikit bantuan dari luar petani dapat
membuat sendiri sistim irigasinya, misalnyadengan mengambil air sumur dangkal atau
mengalirkan aliran sungai. Prodjosuhardjo(1979) merumuskan bahwa yang dimaksud
pengairan adalah sistim pengadaan(distribusi), dan pembagian (alokasi) air untuk kepentingan
pertanian atau usahatani petani-petani.Air pengairan yang tersedia dan dapat dimanfaatkan,
semakin lama semakinterbatas. Hal ini disebabkan antara lain :
1). Debit air yang semakin kecil akibat dari penebangan-penebangan pohondisekitar mata
air/sungai.
2). Kurang adanya pemeliharaan sumberdaya air dan saluran yang disebabkankurangnya biaya.
3). Jumlah penggunaan air semakin besar tiap satuan luas tiap tahun, akibat adanyakemajuan-
kemajuan budidaya pertanian.
Menurut Suparmoko (1980), pengaruh keberhasilan proyek irigasi pada umumnya berupa :
1). Meningkatnya areal yang ditanami.
2). Meningkatnya produktivitas per hektar.
3). Merubah pola tanam yang sedikit memerlukan air (palawija) dengan tanamanyang
memerlukan air banyak (padi).
4). Penggunaan tenaga kerja semakin meningkat.
Hal ini disebabkan dengan adanya proyek rehabilitasi jaringan irigasi akanterjadi perubahan
pola tanam maupun pola pergiliran tanaman yang akan banyakmenyerap tenaga kerja.Johnson
dan Reiss (1993), mengemukakan bahwa penggunaan irigasi yang berasal dari sumur pompa
di Jawa, Madura dan Bali yang relative padat penduduknya, menunjukkan peningkatan
intensitas pertanaman antara 80,9 persensampai 286 persen. Sedangkan B-C ratio yang dicapai
berkisar antara 0,88sampai 1,89 Peningkatan intensitas pertanaman akan berakibat
meningkatkan produksi pertanian, sedangkan dengan tingkat B-C ratio semakin tinggi
menunjukkanadanya peningkatan intensitas pertanaman, juga berakibat adanya peluan kerja
disektor pertanian.Pemanfaatan sumberdaya air yang berasal dari air tanah sudah
diperkenalkandi Jawa, Madura dan Bali sejak tahun 1971, di mulai dengan survey
kemudianmelaksanakan investasi dan eksploitasinya. Hasil penelitian Pasandaran
(1992)menunjukkan bahwa manfaat dari penggunaan air irigasi mampu meningkatkan
produksi padi dari 1,74 ton per hektar pada Pelita pertama, menjadi 2,85 ton per 15 hektar pada
Pelita ke-empat, dan bahkan meningkat menjadi 3,5 ton per hektar padatahun 1987.
Penggunaan sumur pompa permukaan sudah dikenalkan di Subang, JawaBarat, dengan
mengambil air berkedalaman 10 sampai 13 meter untuk keperluan pertanian. Penggunaan
sumur pompa ini mampu meningkatkan produksi padi dari 3 – 4 ton per hektar per tahun
menjadi 6 – 7 ton per hektar per tahun. Hal ini eratkaitannya dengan peran serta lembaga bina
swadaya yang mencoba berpartisipasidalam pengadaan sumur pompa dengan mempergunakan
dana bergulir sertadikembangkan pula di daerah Indramayu dan Lebak.

Anda mungkin juga menyukai