Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PRODUKSI TERNAK BERKELANJUTAN

“ PETERNAKAN DAN PERTANIAN TERPADU”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 4:

AULIA DWI SANDRINA 200110180016

ANNISA SALSABILA 200110180035

DEDE DIAH NOVIANTI 200110180038

FITRIA NURMALA DEWI 200110160303

AJI WARSENA 200110180021

GAEDA PASHA S 200110160308

SONI SANTOSO 200110160314

DELITA NUURDIANTI S 200110160302

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2019
I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem peternakan terpadu adalah suatu sistem yang merupakan gabungan

dari beberapa bidang seperti, bidang pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan

dan segala kegiatan yang lain yang terkait dengan bidang peternakan. Sistem

peternakan terpadu adalah satu sistem yang mendaur ulang atau menggunakan

kembali tanaman dan hewan sebagai mitra, dengan menciptakan suatu ekosistem.

Secara umum, peternakan dapat diartikan sebagai upaya dalam membudidayakan

hewan ternak untuk memenuhi kebutuhan pangan. Ditinjau dari komoditasnya,

apabila ditinjau dari ilmu yang membangunnya, peternakan dibangun dari ilmu-

ilmu keras (hard sciences) dan ilmu-ilmu lunak (soft sciences) baik pada kekuatan

ilmu-ilmu dasar, terapan dan lanjutan maupun ilmu-ilmu kawinannya. Konsep

sistem peternakan terpadu berfokus dengan memanfaatkan seluruh potensi energi

yang ada, baik sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (DAS), dan hasil

produksi ternak yang dapat menguntungkan.

Sistem peternakan sangat berkaitan dengan bidang pertanian terpadu.

Sistem pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur.

Pemanfaatan penggabungan dua sistem ini dapat dilihat dari pemanfaatan seorang

petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan

menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai

pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani

masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing

untuk mendapatkan penghasilan. Sistem pertanian terpadu antara tanaman dan

ternak adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian.


Pola integrasi antara ternak dan tanaman atau yang sering disebut dengan

peternakan terpadu adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian.

Pola ini sangat menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian,

sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah

peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian digunakan untuk pakan

ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil

usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah.

Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan

saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi

dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu sistem natural farming dan bagaimana sistem natural farming di

Indonesia?

2. Apa itu sistem organik farming dan bagaimana sistem organik farming di

Indonesia?

3. Apa itu sistem urban farming dan bagaimana sistem urban farming di

Indonesia?

4. Apa itu sistem integrated farming dan bagaimana sistem integrated di

Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1. Memahami dan mengetahui tentang sistem natural farming.

2. Memahami dan mengetahui tentang sistem organik farming.

3. Memahami dan mengetahui tentang sistem urban farming.

4. Memahami dan mengetahui tentang sistem integrated farming.


II

URAIAN MASALAH

Peningkatan populasi penduduk dunia menyebabkan terjadinya

peningkatan kebutuhan konsumsi berbagai produk pangan, salah satunya

kebutuhan akan produk peternakan dan pertanian. Dalam upaya memenuhi

kebutuhan pangan, produksi hasil peternakan dan pertanian ditingkatkan secara

maksimal. Peningkatan ini berakibat pada kerusakan terhadap lingkungan yang

disebabkan dari proses beternak dan bercocok tanam yang dilakukan secara besar-

besaran.

Peningkatan permintaan hasil peternakan mendorong meningkatnya

populasi ternak dan produktivitas ternak. Selain memberikan dampak yang positif,

peningkatan usaha peternakan juga memberikan dampak negatif yaitu dari limbah

yang dihasilkan. Apabila usaha peternakan semakin berkembang maka limbah

yang dihasilkan juga akan semakin banyak (Wahyuni, 2008). Limbah peternakan

yang dihasilkan sering kali tidak termanfaatkan dan terbuang begitu saja ke

lingkungan, akibatnya terjadi kerusakan lingkungan akibat limbah hasil

peternakan.

Pada usaha pertanian penggunaan pupuk kimia dalam proses bercocok

tanam akan merusak kondisi tanah yang ada. Penggunaan pupuk anorganik

(pupuk kimia) dalam jangka panjang menyebabkan kadar bahan organik tanah

menurun, struktur tanah rusak, dan pencemaran lingkungan. Hal ini jika terus

berlanjut akan menurunkan kualitas tanah dan kesehatan lingkungan (Isnaini,

2006).
Peningkatan populasi ternak akibat perkembangan usaha peternakan

mengakibatkan peningkatan kebutuhan pakan bagi ternak, salah satunya adalah

hijauan. Tingginya kebutuhan hijauan bagi ternak sering kali tidak dapat diatasi

karena ketersediaan hijauan yang terbatas. Kurangnya lahan dan kondisi cuaca

yang tidak menentu mengakibatkan produksi hijauan menjadi sangat terbatas.

Dilain pihak, usaha pertanian sering kali menyisakan berbagai hasil sampingan

yang tidak termanfaatkan, misalnya sisa tanaman yang telah diambil hasil

produksinya.

Usaha peternakan dan pertanian menghasilakan berbagai macam masalah

seiring dengan perkembangannya. Upaya-upaya khusus bagi usaha peternakan

dan pertanian perlu dilakukan untuk dapat menurunkan dampak dari

perkembangan yang ada. Integrasi peternakan dan pertanian diharapkan dapat

dilakukan untuk dapat mengurangi dampak usaha yang ada.


III

PEMBAHASAN

3.1 Natural Farming

Natural farming merupakan sebuah teknik atau cara dalam mengolah

pertanian secara alami. Pertanian yang dikendalikan oleh alam sekitar tanpa

memerlukan tambahan lain seperti pupuk ataupun pestisida. Teknik natural

farming secara langsung dapat membantu dan melestarikan alam. Pengolahan

lahan, pemupukan, dan pengendalian hama secara alamiah dapat memberikan

dampak positif bagi lingkungan sekitar.

Sutanto (2006) menjelaskan bahwa prinsip pertanian alami

mengisyaratkan kekuatan alam, mampu mengatur pertumbuhan tanaman.

Metode pertanian alami memerlukan lebih sedikit tenaga daripada metode

lain. Metode dimaksudkan tidak menimbulkan polusi dan tidak memerlukan

penggunaan bahan bakar fosil. Oleh sebab itu, ada empat prinsip pertanian

alami menurut Fukuoka (1978), yaitu :

1. Tanpa olah tanah

Tanah tanpa diolah atau dibalik, pada prinsipnya tanah mengolah sendiri,

baik menyangkut masuknya perakaran tanaman maupun kegiatan mikroba tanah,

mikro fauna, dan cacing tanah.

2. Tidak digunakan sama sekali pupuk kimia maupun kompos.

Tanah dibiarkan begitu saja, dan tanah dengan sendirinya akan

memelihara kesuburannya.

3. Tidak dilakukan pemberantasan gulma baik melalui pengolahan tanah

maupun penggunaan herbisida.

4. Sama sekali tidak tergantung pada bahan kimia


Sinar matahari, hujan, dan tanah merupakan kekuatn alam yang secara

langsung akan mengatur keseimbangan kehidupan alami.

3.2 Organic Farming

Pertanian organic merupakan sistem pertanian yang menggunakan bahan

bahan organic, sistem ini secara besar-besaran menghindari penggunaan kimia

berbahan aktif seperti pupuk kimia ataupun pestisida kimia. Model pertanian

organic ini melakukan modifikasi terhadap input dari luar dan penggunaan

pestisida sintetik. Konsep high external input for agriculture (HEIA) dimodifikasi

menjadi low external input for Sustainable Agriculture (LEISA), artinya

meminimalkan penggunaan agro input dari luar yang bersifat sintesis atau kimia.

Sutanto (2002) mengatakan pertanian organic adalah membangun

kesuburan tanah, dengan filosofi mengembangkan prinsip member makan pada

tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan pada tanaman, dan bukan

member makan langsung pada tanaman. Strategi pertanian organic adalah

memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk

kandangmenjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses

mineralisasi akan menjadi hara dalam tanah. Sehingga pencemaran tanah, air dan

udara yang berasal dari hasil pertanian dapat dihindari untuk menjaga

keseimbangan ekosistem dan sumberdaya alam. Terdapat empat prinsip pertanian

organik menurut IFOAM (International Federational of Organic Culture

Movement) :

1. Prinsip Kesehatan

Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah,

tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan.
2. Prinsip Ekologi

Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi

kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi

kehidupan.

3. Prinsip Keadilan

Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin

keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama.

4. Prinsip Perlindungan

Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab

untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang

serta lingkungan hidup.

3.3 Pertanian Urban (Urban Farming)

Urban farming atau urban agriculture, merupakan aksi bertani, mengolah,

mendistribusikan bahan pangan di dalam wilayah batas kota. Aktivitas ini

melibatkan masyarakat dalam memanfaatkan lahan terbengkalai di perkotaan

untuk ditanami oleh tanaman-tanaman produktif (Lanarc, 2013). Berdasarkan

sejarah dunia, urban farming muncul sebagai respon terhadap buruknya situasi

dan kondisi ekonomi beberapa negara pada saat perang dunia. Sekitar 20 juta

victory garden dibuat selama perang dunia kedua. Victory garden

diimplementasikan dengan membangun taman di sela-sela ruang yang tersisa.

Hasil dari program tersebut membuat pemerintah Amerika Serikat mampu

menyediakan 40% kebutuhan pangan warganya pada waktu itu. Victory garden-

lah yang akhirnya menjadi awal mula kemunculan urban farming pada masa kini.

Pertanian urban adalah praktek budidaya, pemrosesan, dan distribusi

bahan pangan atau di sekitar kota. Pertanian urban juga bisa melibatkan
peternakan, budidaya perairan, wanatani, dan hortikultura. Dalam arti luas,

pertanian urban mendeskripsikan seluruh sistem produksi pangan yang terjadi di

perkotaan. Lahan yang digunakan bisa tanah tempat tinggal (pekarangan, balkon,

atau atap- atap bangunan), pinggiran jalan umum, atau tepi sungai.

Definisi Urban Farming yang diberikan FAO, Sebuah industri yang

memproduksi, memproses, dan memasarkan produk dan bahan bakar nabati,

terutama dalam menanggapi permintaan harian konsumen di dalam perkotaan,

yang menerapkan metode produksi intensif, memanfaatkan dan mendaur ulang

sumber daya dan limbah perkotaan untuk menghasilkan beragam tanaman dan

hewan ternak.

Definisi Urban Farming yang diberikan Council on Agriculture, Science

and Technology, (CAST), Mencakup aspek kesehatan lingkungan, remediasi, dan

rekreasi.Kebijakan di berbagai kota juga memasukkan aspek keindahan kota dan

kelayakan penggunaan tata ruang yang berkelanjutan dalam menerapkan pertanian

urban.

Definisi Urban Farming yang diberikan Badan Pusat Statistik, adalah suatu

aktivitas pertanian di dalam atau di sekitar perkotaan yang melibatkan

keterampilan, keahlian, dan inovasi dalam budidaya dan pengolahan makanan.

Defenisi Urban Farming yang diberikan Balkey M, adalah rantai industri

yang memproduksi, memproses dan menjual makanan dan energi untuk

memenuhi kebutuhan konsumen kota.

1. Manfaat Urban Farming

Urban farming memberikan konstribusi penyelamatan lingkungan dengan

pengelolaan sampah Reuse dan Recyle,Membantu menciptakan kota yang bersih

dengan pelaksanaan 3 R (reuse,reduse,recycle) untuk pengelolaan sampah

kota,Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan


kota,Meningkatkan Estetika kota,Mengurangi biaya dengan penghematan biaya

transportasi dan pengemasan,Bahan pangan lebih segar pada saat sampai ke

konsumen yang merupakan orang kota,Menjadi penghasilan tambahan penduduk

kota.

2. Model- model Urban Farming

Memanfaatkan lahan tidur dan lahan kritis,Memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau

(Privat dan Publik,Mengoptimalkan kebun sekitar rumah,Menggunakan ruang

(verticultur)

3.4 Integrated Farming System

Integrated Farming System, atau sistem pertanian terpadu didefinisikan

sebagai penggabungan semua komponen pertanian dalam suatu sistem usaha

pertanian yang terpadu. Sistem ini mengedepankan ekonomi yang berbasis

teknologi ramah lingkungan dan optimalisasi semua sumber energi yang

dihasilkan. Di Indonesia, model usaha ini masih sebatas wacana karena masih

kurangnya pengetahuan masyarakat dan diperlukan modal yang cukup tinggi.

Padahal usaha ini sangat cocok digunakan di Indonesia yang memiliki iklim tropis

dengan limpahan sinar matahari sepanjang tahun dan curah hujan tinggi. Beberapa

metode diversifikasi pertanian seperti minapadi (padi dengan ikan) dan longyam

(balong ayam/ ikan dengan ayam) mengadopsi model integrated farming system

ini.

1. Manusia

Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan energi sebagai motor

kehidupannya. Dengan integrated farming system, manusia tidak hanya

mendapatkan keuntungan finansial tetapi juga pangan sebagai kebutuhan primer

dan energi panas serta listrik.


2. Peternakan

Peternakan memainkan peran sebagai sumber energi dan penggerak

ekonomi dalam integrated farming system. Sumber energi berasal dari daging,

susu, telur serta organ tubuh lainnya bahkan kotoran hewan. Sedangkan fungsi

penggerak ekonomi berasal dari hasil penjualan ternak, telur, susu dan hasil

sampingan ternak (bulu dan kotoran).

Dalam mendesain komponen peternakan yang akan digunakan untuk

integrated farming system faktor biosekuriti adalah faktor penting yang harus

selalu diperhatikan. Adalah pencegahan penularan penyakit antar hewan yang

menjadi fokus biosekuriti tersebut.

Di lapangan, kombinasi antar hewan ternak umumnya jarang dilakukan.

Biasanya ternak dikombinasikan dengan ikan. Jikapun ada, biasanya dipelihara

dalam kandang atau lokasi berbeda, terpisah jarak yang jauh juga sistem kerja

yang terpisah, atau dengan kata lain, tidak berhubungan satu sama lain.

Contohnya adalah pekerja di kandang ayam tidak boleh masuk ke kandang sapi

begitupun sebaliknya.

3. Persawahan atau Ladang

Syarat tanaman yang bisa diusahakan adalah bernilai ekonomi dan bisa

menyediakan pakan untuk peternakan. Padi, jagung bawang merah dan kacang

tanah serta rumput dapat digunakan dalam integrated farming system. Perhatikan

bahwa padi yang digunakan harus berlabel biru atau yang tahan terhadap air yang

agak tinggi. Hasil samping pertanian berupa jerami, sekam dan sisa batang dapat

digunakan sebagai pakan ternak dan ikan, pembuatan biogas dan kompos.

4. Perikanan

Ikan yang digunakan untuk integrated farming system adalah ikan air

tawar yang dapat beradaptasi dengan lingkungan air yang keruh, tidak
membutuhkan perawatan ekstra, mampu memanfaatkan nutrisi yang ada dan

memiliki nilai ekonomis. Ikan yang sering digunakan adalah lele. Ikan dapat

dipelihara secara tunggal (monoculture) atau campuran (polyculture), asalkan

jenis yang dipelihara mempunyai kebiasaan makan berbeda agar tidak terjadi

perebutan pakan.

Nutrisi untuk ikan berasal dari jatuhan kotoran ternak yang kering dan sisa

pakan ternak. Selain yang kering, kotoran ternak yang jatuh ke kolam juga

memacu perkembangan plankton yang menjadi makanan ikan. Oleh karena itu,

sebaiknya peternak juga memilih ikan yang dapat memanfaatkan plankton di

dalam kolam seperti ikan lele. Ikan lele adalah ikan yang dapat digunakan dalam

integrated farming system.

Kelebihan dan Kelemahan Integrated Farming SystemTentunya sistem ini

memiliki beberapa kelebihan antara lain:

 Sepanjang penggunaan obat-obatan masih mengikuti aturan pakai, sistem

ini sangat ramah lingkungan

 Efisiensi energi, karena tidak ada energi yang terbuang percuma

 Meningkatkan efektivitas lahan, dengan luas lahan yang sama, peternak

bisa memiliki dua usaha sekaligus

 Sumber dana terus menerus tanpa waktu kosong

Meski begitu, peternak tetap memperhitungkan beberapa hal yaitu :

 Resiko penularan penyakit antar hewan. Biosekuriti ketat dan tidak

memelihara lebih dari satu hewan ternak dapat menjadi solusi

 Daya tampung satu komponen terhadap komponen lain agar tercipta

keseimbangan. Contoh, populasi ayam harus menyesuaikan populasi ikan

di kolam agar ikan tidak keracunan ammonia


 Peningkatan resistensi antibiotik di lingkungan. Solusinya adalah rolling

antibiotik dilakukan lebih sering dan mengikuti aturan pakai yang telah

ditetapkan

3.5 Pembuatan Integrated Farming System

Proses integrated farming system mencakup faktor-faktor di bawah ini

yaitu:

 Modal

Penekanan faktor modal meliputi modal teknis dan non teknis. Modal

teknis meliputi biaya pembuatan kandang, pembuatan kolam, harga tanah

untuk lahan persawahan/ ladang dan sebagainya. Peternak dapat meninjau

modal teknis dari kondisi lingkungan seperti ketersediaan air bersih, agen

penyakit, suhu, kondisi tanah dan sebagainya. Lakukan survei pendahuluan

untuk memetakan bagaimana desain integrated farming system yang akan

dibuat. Lalu perhitungkan berapa modal yang dibutuhkan, kapan modal akan

kembali, berapa besar resiko yang akan dihadapi dan sebagainya.

 Tenaga Kerja

Perbandingan kebutuhan tenaga kerja jika membangun suatu integrated

farming system. Akan lebih hemat jika menggabungkan padi dengan ikan

dibandingkan yang lainnya.

 Teknologi

Pemakaian teknologi lebih baik tentu berakibat pada dua hal yaitu

modal dan tenaga kerja. Penggunaan teknologi yang modern dalam budidaya

ikan tentunya akan menurunkan biaya untuk tenaga kerja.

 Keuntungan

Keuntungan bersih didapatkan dari selisih antara biaya (cost) dan

pendapatan kotor (bruto). Perhitungan biaya berdasarkan kegiatan produksi. Biaya


tetap (fixed cost/ FC) digunakan untuk biaya yang harus keluar meski usaha

sedang tidak berjalan misalnya penyusutan kandang, retribusi dan sebagainya.

Biaya berubah (variable cost / VC) adalah biaya yang jumlahnya mengikuti

volume produksi. Contoh, biaya pakan, pupuk, obat-obatan dan sebagainya.

Keduanya harus dijumlahkan dan digabungkan menjadi biaya total.


INTEGRASI PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Sistem integrasi tanaman ternak adalah suatu sistem pertanian yang

dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan ternak dalam

suatu kegiatan usahatani atau dalam suatu wilayah. Keterkaitan tersebut

merupakan suatu faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan

petani dan ekonomi wilayah secara berkelanjutan. Sistem integrasi tanaman ternak

dalam sistem usaha pertanian di suatu wilayah merupakan ilmu rancang bangun

dan rekayasa sumberdaya pertanian yang tuntas (Handaka dkk., 2009).

Integrasi tanaman-ternak dapat dilakukan dalam satu rumah tangga petani

atau dilakukan antara beberapa rumah tangga usahatani. Pilihan pengusahaan

usahatani terpadu pada kedua skala tersebut sangat bergantung pada pengetahuan

petani, motivasi, dan ketersediaan sumberdaya. Perpaduan antara tanaman-ternak

dapat meningkatkan keuntungan dan keberlanjutan kegiatan usahatani. Integrasi

ternak ke dalam suatu usahatani tanaman menjadi sangat penting pada saat

pengusahaan tanaman secara organik (Russelle dkk., 2006).

Menurut Chaniago (2009), tujuan integrasi tanaman dengan ternak adalah

untuk mendapatkan produk tambahan yang bernilai ekonomis, peningkatan

efisiensi usaha, peningkatan kualitas penggunaan lahan, peningkatan kelenturan

usaha menghadapi persaingan global, dan menghasilkan lingkungan yang bersih

dan nyaman. Pengalokasian sumberdaya yang efisien, pemanfaatan keunggulan

komparatif dan pola tanam akan menghasilkan hubungan yang sinergistik antara

cabang usahatani. Disamping itu, pola sistem usahatani terintegrasi ini

mempunyai beberapa keuntungan baik dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.

Aspek lingkungan yaitu adanya upaya dalam hal pemanfaatan limbah, efisiensi

lahan dan minimalisasi limbah.


Salah satu usaha integrasi usaha peternakan dan pertanian adalah program

PESAT (Program Peternakan Sapi Terpadu). Program ini merupakan

pemanfaatan bekas tambang PT KPC menjadi lahan yang dikelola dan

dimanfaatkan menjadi peternakan sapi terpadu. Berikut adalah skema dari usaha

integrasi dari program PESAT :

Program Peternakan Sapi Terpadu (PESAT)

PESAT merupakan salah satu program pemanfaatan lahan bekas tambang

PT KPC yang berdiri di atas 22 hektar lahan bekas tambang berlokasi di D2

Murung yang pernah menjadi bagian lokasi tambang sebagai area dumping Pit

Surya. PESAT adalah sebuah program model peternakan sapi terpadu dan

termasuk program CSR PT KPC. Sebelum dapat dimanfaatkan menjadi

peternakan sapi terpadu, perlu waktu 10 tahun bagi perusahaan untuk menyiapkan

lahan bekas tambang agar aman digunakan bagi program PESAT. Sebelum
digunakan PESAT, prosesnya sama seperti rehabilitasi awal yaitu penimbunan

batuan penutup dan penanaman. Dalam proses rehabilitasinya, lahan bekas

tambang yang sekarang dimanfaatkan PESAT ini ditanami rumput penutup yaitu

Signal grass (Brachiaria decumbens) dan beberapa jenis legume, seperti

Stylosanthes sp dan Centrosema pubescens.

PESAT adalah sebuah model peternakan sapi terpadu di lahan bekas

tambang yang merupakan salah satu program pemanfaatan lahan bekas tambang

dari PT Kaltim Prima Coal (KPC). Program ini dilakukan setelah melewati uji

penelitian “Teknik Pengembangan Tanaman Penutup Tanah pada Lahan Pasca

Tambang Batu Bara sebagai Pastura” yang dilakukan oleh peneliti dari

Universitas Mulawarman. Setelah melalui uji tersebut, PT. KPC bekerjasama

dengan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor membentuk program PESAT

yang merupakan percontohan pengelolaan peternakan Sapi Bali yang

dilaksanakan secara semi intensif dengan memadukan semua elemen yang terkait

untuk saling mendukung dan memberikan hasil yang maksimal baik sisi ekonomi,

sosial dan lingkungan. Saat ini program PESAT melibatkan beberapa stakeholder

dalam kegiatannya, yaitu PT.KPC, PEMDA Kutai Timur, Kampus STIPER, dan

peternak. Program PESAT berdiri sejak bulan Desember 2009. Lokasi peternakan

berada di D2 Murung yang pernah menjadi bagian tambang di area dumping Pit

Surya.
Tujuan PESAT

Program ini bertujuan sebagai pusat pembibitan, penggemukan, dan

pelatihan usaha peternakan sapi potong untuk mendukung program swasembada

daging nasional sekaligus persiapan alternatif ekonomi bagi masyarakat terkait

dengan rencana penutupan tambang pada tahun 2021. Program pembibitan sapi

disadari menjadi hal yang penting bagi tercapainya program swasembada daging

nasional. Hal ini seperti yang banyak dikemukakan oleh para ahli. Target

swasembada sapi bisa dipercepat dengan fokus pada penyediaan bibit, bukan pada

pengadaan sapi bagi tiap daerah. Selain itu, pengembangan bibit sapi di Indonesia

masih susah dan langka, sehingga diperlukan penanganan khusus pengembangan

bibit sapi untuk bisa memenuhi kebutuhan daging sapi nasional. Alasan

pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya mencapai swasembada

daging antara lain adalah: 1) subsektor peternakan berpotensi sebagai sumber

pertumbuhan baru pada sektor pertanian, 2) rumah tangga yang terlibat langsung

dalam usaha peternakan terus bertambah, 3) tersebarnya sentra produksi sapi

potong di berbagai daerah, sedangkan sentra konsumsi terpusat di perkotaan

sehingga mampu menggerakkan perekonomian regional, dan 4) mendukung upaya

ketahanan pangan, baik sebagai penyedia bahan pangan maupun sebagai sumber

pendapatan yang keduanya berperan meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas

pangan.
IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Natural farming merupakan sebuah teknik atau cara dalam mengolah

pertanian secara alami. Pertanian yang dikendalikan oleh alam sekitar

tanpa memerlukan tambahan lain seperti pupuk ataupun pestisida. Teknik

natural farming secara langsung dapat membantu dan melestarikan alam.

2. Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang menggunakan bahan

bahan organik, menghindari penggunaan kimia berbahan aktif seperti

pupuk kimia ataupun pestisida kimia.

3. Pertanian urban adalah praktek budidaya, pemrosesan, dan distribusi bahan

pangan atau di sekitar kota. Pertanian urban juga bisa melibatkan

peternakan, budidaya perairan, wanatani, dan hortikultural.

4. Integrated Farming System, atau sistem pertanian terpadu didefinisikan

sebagai penggabungan semua komponen pertanian dalam suatu sistem

usaha pertanian yang terpadu. Peternakan memainkan peran sebagai

sumber energi dan penggerak ekonomi dalam integrated farming system.

4.2 Saran

Sistem produksi ternak berkelanjutan dilakukan sebagai upaya perubahan

untuk menjadi lebih baik. Hal tersebut dapat dicapai melalui beberapa metode

yaitu natural farming, pertanian organik, pertanian urban, dan integrated farming

system. Tetapi hal tersebut tidak dapat berjalan sendiri – sendiri, oleh karena itu

lebih baik keempat metode tersebut diterapkan dalam proses pembangunan

keberlanjutan dalam bidang peternakan dan pertanian.


DAFTAR PUSTAKA

Ariansyah J. 2016. Potensi Pengembangan Usaha Peternakan Terpadu dii Atas

Lahan Bekas Tambang Pada PT KPC Kutai Timur. Ziraa’ah. Vol 41 (2) :

195-204

Berkebun, Indonesia. 2015. Urban Farming ala Indonesia Berkebun. Jakarta:

AgroMedia Pustaka

Chaniago, T. 2009. Perspektif pengembangan ternak sapi di kawasan perkebunan

sawit. Prosiding Workshop Nasional Dinamika dan Keragaan Sistem

Integrasi Ternak – Tanaman: Padi, Sawit, Kakao. (In Press). Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Dinas Pertanian Provinsi DIY. 2010. Master Plan Integrated Farming Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta. Dinas Pertanian Provinsi DIY, Yogyakarta.

Fukuoka, M., 1978. Revolusi Sebatang Jerami; sebuah pengantar menuju

pertanian alami,. Judul asli The One-straw revolution : an introduction to

natural farming, alih bahasa, Yayasan obor Indoneia, Cet. I; Yayasan Obor

Indonesia, Jakarta.

Handaka, A. Hendriadi, dan T. Alamsyah. 2009. Perspektif pengembangan

mekanisasi pertanian dalam sistem integrasi ternak-tanaman berbasis

sawit, padi dan kakao. Prosiding Workshop Nasional Dinamika dan

Keragaan Sistem Integrasi Ternak-Tanaman. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan. Bogor.

Isnaini, M. 2006. Pertanian Organik. Kreasi Wacana. Yogyakarta. Hal 247-248.

Lanarc, HB. 2013. The Urban Farming Guidebook: Planning for the Business of

Growing Food in BC’s Towns dan Cities.


Russelle MP, Entz MH, Franzluebbers AJ. 2006. Reconsidering Integrated Crop

Livestock Systems in North America. Symposium Papers American

Society of Agronomy: 325

Salikin, K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.

Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik,pemasyarakatan dan

pengembangannya. Kanisius Yogyakarta.

Sutanto, R., 2006. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan

Berkelanjutan. Cet, V; Kanisius Yogyakarta.

Wahyuni, S. 2008. Analisa kelayakan pengembangan biogas sebagai energi

alternatif berbasis individu dan kelompok. Tesis Sekolah Pascasarjana,


Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai