Anda di halaman 1dari 8

RINGKASAN

“Materi Pertanian Ramah Lingkungan (Eco-Farming)”

PAISAL ANWAR
J1B118021

TUGAS MATA KULIAH : Lingkungan Dan Bangunan Pertanian

DOSEN PENGAMPU ;
Dr.Ir. Aswandi, M.Si

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
Pertanian Ramah Lingkungan (Eco-Farming)

A. Mengapa Prinsip Pertanian Ramah Lingkungan (Eco-Farming), itu Penting ?


“Pertanian modern” telah kehilangan dasar-dasar ekologis karena mengabaikan hukum
alam yang ada. Harus diakui bahwa untuk sementara waktu “tekhnofarming” memang
dapat meningkatkan produksi secara menyolok. Tetapi untuk jangka panjang
“tekhnofarming” pasti akan mengurangi stabilitas system pertanian ini sehingga produksi
merosot sampai akhirnya tidak menghasilkan sama sekali. Untuk mengembalikan stabilitas
harus dibangkitkan kembali kesadaran akan asas-asas ekologis. Kesadaran akan asas-asas
ekologis ini terutama sangat penting dan relevan bagi daerah tropis karena di daerah tropis
keseimbangan alam sangat peka terhadap gangguan. Ini juga berarti bahwa perlu
dikembangkan bentuk-bentuk pengelolaan yang dapat memelihara dan memeperbaiki areal
pertanian.

Semenjak revolusi hijau ramai secara global (dimulai sejak 1934 di meksiko dan
menyeluruh pada abad 20), eksplorasi terhadap pertanian dilakukan besar-besaran sebagai
komoditas kesejahteraan manusia. Hal yang dilakukan pertama kali tentu saja konversi
lahan hutan menjadi lahan pertanian, dan ini dilakukan secara besar-besaran. Pertanian
menjadi satu hal penting yang menopang kehidupan manusia. Pertanian konvensional
memang memberikan berkah kepada penduduk dunia, namun juga memberikan masalah
lain kepada lingkungan bahkan kepada keberlanjutan pertanian itu sendiri.

Dewasa ini pertanian konvensional banyak memberikan masalah, baik kepada


lingkungan luar maupun kepada sistem bertani itu sendiri. Pertama melihat semakin
menyempitnya lahan untuk bertani maka banyak masyarakat tani membuka lahan di tempat
yang seharusnya tidak untuk bertani, bahkan di lahan konservasi sekalipun, Seperti di
badan pegunungan yang notabene merupakan daerah konservasi air. Konversi lahan ini
banyak mengakibatkan dampak yang nyata. Hilangnya daerah konservasi air menyebabkan
daerah perkotaan yang berada di bawah gunung sering mengalami kebanjiran, selain itu
semakin sedikitnya ketersediannya air bersih dan air untuk daerah pesawahan di daerah
yang lebih rendah.
Kemudian, disadari bahwa sistem pertanian selama ini tidak melihat baik kepada unsur
ekologis sehingga keberlanjutan pertanian terbatas hingga habisnya sumber daya ekologis
itu sendiri. Pertanian konvensional juga telah meningkatkan penggunaan pestisida yang
mengakibatkan rusaknya tanah serta pola ekosistem yang ada di dalamnya sebagai
pendukung keberlanjutan “hidup” tanah. Melihat itu, sistem pertanian saat ini melihat
ekologi sebagai salah satu elemen penting untuk keberlansungan pertanian itu sendiri.
Dalam kata lain lahirlah suatu konsep ekologi pertanian yang disebut ekofarming atau
pertanian berorientasi ekologi (ecology oriented farming).

B. Pengertian Pertanian Ramah Lingkungan ((Eco-Farming)


Pertanian merupakan kegiatan yang berkaitan dengan kebutuhan hidup manusia.
Selama melaksanakan kegiatan pertanian banyak dampak yang ditimbulkan dari berbagai
system atau teknik budidaya yang diterapkan terutama bagi keamanan dan keseimbangan
lingkungan. Seiring berkembangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga
kelestarian lingkungan menyebabkan munculnya pola piker mengenai kegiatan pertanian
yang rama lingkungan yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan
melestarikan lingkungan.

Pertanian ramah lingkungan (Eco-Farming) secara umum diartikan sebagai usaha


pertanian yang bertujuan untuk memperoleh produksi optimal tanpa merusak lingkungan,
baik secara fisik, kimia, biologi maupun ekologi, serta memperhatikan keberlanjutan
system produksi. Menurut, Susanto (2010), Pertanian ramah lingkungan merupakan system
pertanian yang mengelola seluruh sumberdaya pertanian dan input usahatani secara bijak,
berbasis inovasi teknologi untuk mencapai peningkatan produktivitas berkelanjutan dan
secara ekonomi menguntungkan serta diterima secara sosial budaya dan berisiko rendah
atau tidak merusak/mengurangi fungsi lingkungan.

Eco-Farming) juga disebut sebagai Organic farming atau metode pertanian yang
meminimalisir penggunaan kimia dalam proses produksinya. Hal ini bertujuan untuk
memproduksi hasil tani dengan nilai nutrisi tinggi dan mengimprovisasi fertilitas jangka
panjang serta tanah pertanian yang berkelanjutan. Sistem ini memajukan dan meninggikan
agroekosistem, termasuk biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi di dalam tanah.
Istilah organic farming sendiri ditemukan oleh Lord Northbourne dari bukunya berjudul
Look to the Land yang lahir dari konsepsinya tentang “pertanian sebagai organisme”, dia
memaparkan sebuah pendekatan holistic, keseimbangan ekologis ke dalam pertanian.

C. Karakteristik Eco-Farming
Karakteristik sistem Eco-farming meliputi:
1. Memanfaatan sumberdaya lokal secara maksimal namun tetap memperhatikan
keberlanjutannya.
2. Penggunaan input dari luar secara minimal, hanya sebagai pengganti jika sumberdaya
lokal tidak tersedia
3. Penekanan pada budidaya tanaman pangan yang dikombinasikan dengan tanaman lain
yang dapat dipanen sebelum tanaman utama dihasilkan.
4. Memastikan bahwa fungsi biologi dasar dari tanah, air, unsur hara dan humus dapat
terjaga.
5. Memelihara keanekaragaman jenis tanaman dan binatang untuk keseimbangan ekologi
dan stabilitas ekonomi dengan mengembangkan spesies dan varietas lokal.
6. Menciptakan suatu bentuk pengelolaan lahan yang menarik dan mampu memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
D. Keuntungan Eco-Farming
Eco-Farming memiliki keuntungan baik dari segi ekologis maupun ekonomi karena
sistem ini memang mengintegrasikan keduanya. Keuntungan ekologis jelas didapat
diantaranya konservasi air, siklus daur ulang hara pada tanah, biodiversitas yang tinggi, dan
tentu saja fertilitas ekosistem sehingga didapat pertanian berkelanjutan. Keuntungan
ekonomi didapat dari optimalisasi produksi pertanian melalui berbagai cara pertanian
seperti diversifikasi komoditas dalam satu petak (multiple cropping), dapat juga dengan
lahan kecil dan sumber daya pekerja minimum dengan cara permaculture (permanent
agriculture) atau implementasi pertanian skala kecil bahkan mikro yang diintegrasikan
dengan habitat manusia dan diserahkan pada pola ekosistem alami.

Pada sistem ekonomi, Eco-Farming sebetulnya dapat masuk pada sistem capital
employed maupun subsistence tergantung pola hubungan manusia-pertanian diarahkan
pada kesejahteraan manusia. Bila mendefinisikan kesejahteraan dengan penghasilan tinggi
maka hasil surplus Eco-Farming dapat dipasarkan secara global (capital) maupun lokal
(subsisten) dengan produk yang unggul dari segi alamiah. Bila kesejahteraan dapat
diterjemahkan pada terpenuhinya kebutuhan manusia maka hasil panen dapat mencukupi
konsumsi pangan keluarga bahkan saling berbagi surplus panen, tentu saja hal in ihanya ada
pada sistem subsisten.

E. Contoh-Contoh Pengembangan Pertanian Ramah Lingkugan (Eco-Farming)


Beberapa contoh pertanian ramah lingkungan (Eco-Farming) diantaranya adalah ;
1. System Pertanian “Mix Farming”
Mix farming atau Integrated Farming System adalah kegiatan pertanian organik terpadu
berbasis peternakan dan perkebunan komersial. Dalam hal ini usaha pembuatan
FineCompost, pupuk cair, pertanian hortikultura, perikanan dan sebagainya adalah sebagai
kegiatan penunjang. Mix Farming, diarahkan pada penataan lahan pertanian rakyat dari
muatan subsistence menjadi lahan pertanian modern dengan mengedepankan hasil produksi
yang lebih optimal yang di dalamnya diisi berbagai pengusahaan disetiap jengkal lahan
yang ada, menjadi lahan yang memiliki daya produktivitas tinggi. Contohnya ialah
memelihara bebek di area sawah untuk mengurangi hama padi, dan juga untuk mengurangi
pakan bebek.
2. Penerapan Sistem “Daur Ulang”
Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru
dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang
berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi,
mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan
proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah
padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemprosesan, pendistribusian
dan pembuatan produk/material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen
sampah modern dan bagian ketiga dalam proses hierarki sampah 4R (Reduce, Reuse,
Recycle, and Replace). Contoh daur ulang didalam bidang pertanian yaitu : kotoran hewan
ternak yang didaur ulang untuk dijadikan pupuk tanaman dapat mengurangi pencemaran
lingkungan.
3. Penggunaan Tanaman Penutup Tanah
Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk
melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan / atau untuk memperbaiki sifat
kimia dan sifat fisik tanah. Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi
daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, (2)
menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan (3)
melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup
tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah
serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga
mengurangi erosi.

Salah satu Negara yang berhasil menerapkan Eco-Farming adalah Rwanda, salah
satu Negara di Afrika Timur. Ada beberapa hal yang diterapkan Negara Rwanda dalam
mengembangkan system Eco-Farming adalah ;
1.Penanaman tanaman semusim yang diintegrasikan dengan tanaman tahunan spesifik lokal
dan memiliki nilai eksotika tinggi. Selain mencegah terjadinya erosi tanah, pohon-pohon
dapat menghasilkan buah, kayu dan energi. Pohon juga akan mengembalikan ketersediaan
hara ke permukaan tanah dan menciptakan iklim mikro yang lebih baik. Kombinasi kedua
jenis tanaman tersebut juga mampu meningkatkan kunjungan wisatawan untuk tujuan
ekowisata.
2. Mengembangkan peternakan disekitar lokasi pertanian.
3. Penggunaan sisa-sisa tumbuhan semak untuk pupuk hijau. Lahan diberakan selama 1 – 2
tahun yang diikuti dengan pertanaman selama dua tahun akan menghasilkan 10 – 25 ton/ha
bahan organik kering untuk pupuk dan mampu mengasimilasi 150 – 300 kg nitrogen per
tahun. Tanaman semak terbukti meningkatkan akumulasi humus, menekan pertumbuhan
gulma, mencegah terjadinya longsor dan meningkatkan kapasitas tanah mengikat air serta
meningkatkan efisiensi pemupukan mineral. Penggunaan pupuk hijau dan pupuk mineral
bukan bersifat alternatif, namun saling melengkapi.
4. Membuat parit-parit dan tanaman pagar untuk mencegah terjadinya erosi.
5. Menggantikan monokultur menjadi pertanian multikultur yang mengandalkan kebutuhan
dan kearifan lokal.
6. Menggunakan input luar (pupuk mineral dan pestisida) pada saat yang tepat, tergantung
pada kondisi dan kebutuhannya.
7. Total ecodesign, dilaksanakan dengan komitmen tinggi dalam satu kawasan.
8. Didukung oleh penyuluhan dan pelatihan mengenai penerapan eco-farming bagi petani.
DAFTAR PUSTAKA

Susanto RH. 2010. Strategi Pengelolaan Rawa Untuk Pembangunan Pertanian


Berkelanjutan. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
Inderalaya.

Tamala,dan Fajrin M. Pertanian Ramah Lingkungan.


Https://matapandaekologi.blogspot.com/2017/09/makalah-pertanian-ramah-
lingkungan.html?m=1. Diakses di Jambi, pada 17 Februari 2020 pukul 13;00 Wib.

Wihardjaka,A. 2018. Penerapan Model Pertanian Ramah Lingkungan sebagai Jaminan


Perbaikan Kuantitas dan Kualitas Hasil Tanaman Pangan. PANGAN, Vol. 27 No.
2 : 155 – 164

Anda mungkin juga menyukai