Anda di halaman 1dari 8

SISTEM PERTANIAN LEISA

Disusun oleh:
1. Asih Sekiana (201801001)
2. Khusni Mubarok (2018010100)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA PURWOKERTO
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatkan produksi pertanian suatu negara adalah suatu tugas


yang kompleks, kerena banyaknya kondisi yang berbeda yang harus dibina
atau diubah oleh orang ataupun kelompok yang berbeda pula. Seperti halnya
permasalahan pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengimbangi
permintaan atas kebutuhan pangan meningkat pesat, namun hal tersebut tidak
diimbangi dengan produksi hasil pertanian yang mampu untuk memenuhi
permintaan kebutuhan akan bahan pangan.

Namun hal itu juga mendorong para petani untuk mencoba menanam
jenis-jenis tanaman baru, mengembangkan varietas tanaman dengan
menemukan teknik penggunaan pupuk, mengatur kelembapan tanah yang
lebih maju serta menggunakan teknologi pertanian yang lebih maju untuk
mengembangkan pembangunan pertanian ke arah yang lebih baik sehingga
mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan dari jumlah masyarakat yang
terus meningkat.

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan


sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya
tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources), untuk proses produksi
pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal
mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya,
kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi
pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk
hayati yang ramah terhadap lingkungan.

Pertanian organik merupakan salah satu bagian pendekatan pertanian


berkelanjutan, yang di dalamnya meliputi berbagai teknik sistem pertanian,
seperti tumpangsari (intercropping), penggunaan mulsa, penanganan tanaman
dan pasca panen. Pertanian organik memiliki ciri khas dalam hukum dan
sertifikasi, larangan penggunaan bahan sintetik, serta pemeliharaan
produktivitas tanah.

Dalam upaya mengatasi akibat negatif dari sistem pertanian


konvensional maka dikembangkan konsep pertanian yang mengupayakan
keberkelanjutan dengan meminimalkan masukan luar serta memperhatikan
dampak negatif dari  kegiatan pertanian. Konsep pertanian tersebut dikenal
dengan istilah LEISA (Low-External-Input and Sustainable Agriculture,
pertanian berkelanjutan dengan masukan eksternal rendah). Pertanian
berkelanjutan didefinisikan sebagai pengelolaan sumber daya yang berhasil
untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah,
sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan
melestarikan sumber daya alam.

B. Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu pertanian
LEISA.
BAB II

PEMBAHASAN

Sistem Pertanian LEISA(Low External Input and Sustainable Agricultural)


LEISA adalah Pertanian berkelanjutan dengan input luar yang rendah yang
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam (tanah, air, tumbuhan, tanaman
dan hewan) dan manusia (tenaga, pengetahuan dan ketrampilan) yang tersedia di
tempat; dan yang  layak secara ekonomis, mantap secara ekologis, adil secara
sosial dan sesuai dengan budaya.
Menurut Reijntjes et al. (1999) dan Plucknert dan Winkelmann (1995),
LEISA tidak bertujuan untuk mencapai produksi maksimal dalam jangka pendek,
melainkan untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam
jangka panjang. Sistem LEISA mengacu pada ciri-ciri :

1. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal dengan mengkombinasikan


berbagai komponen sistem usaha tani (tanaman, hewan, tanah, air, iklim dan
manusia) sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi yang besar.
2. Mencari cara pemanfaatan input luar hanya bila diperlukan untuk melengkapi
unsur-unsur yang kurang dalam ekosistem dan meningkatkan sumber daya
biologi, fisik dan manusia. Dalam memanfaatkan input luar ditekankan pada
maksimalisasi daur ulang dan minimalisasi kerusakan lingkungan.
Prinsip-prinsip dasar ekologi pada LEISA berdasarkan Reijntjes et al.
(1999) dikelompokkan sebagai berikut:
1. Menjamin kondisi tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman, khususnya
dengan mengelola bahan organik dan meningkatkan kehidupan dalam tanah.
2. Mengoptimalkan ketersediaan dan menyeimbangkan arus unsur hara,
khususnya melalui pengikatan nitrogen, pemompaan unsur hara, dan
pemanfaatan pupuk luar sebagai pelengkap.
3. Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari, udara dan air dengan
pengelolaan iklim mikro, pengeloaan air dan pengendalian erosi.
4. Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan hewan
melalui pencegahan dan perlakuan yang aman.
5. Saling melengkapi dan sinergis dalam penggunaan sumber daya genetik yang
mencakup penggabungan dalam sistem pertanian terpadu dengan tingkat
keanekaragaman fungsional yang tinggi.

Konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) sebagai arah


baru bagi pertanian konvensional (HEIA : High External Input Agriculture),
sangat cocok dilaksanakan pada sistim pertanian negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Hal ini dikarenaka negara kita memilik kekayaan dan
keanekaragaman sumber daya alam. LEISA merupakan konsep pertanian masa
depan.  Konsep LEISA merupakan penggabungan dua prinsip yaitu agro-ekologi
serta pengetahuan dan praktek pertanian masyarakat setempat/tradisional.
Pemahaman akan hubungan dan proses ekologi maka agroekosistim dapat
dimanipulasi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produks secara berkelanjutan
dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan bagi lingkungan maupun sosial
dengan meminimalkan input eksternal.

Perwujudan sistem pertanian LEISA dapat dipercepat dengan


pengembangan teknologi partisipasi (PTP), yaitu suatu proses interaktif kreatif
dalam masyarakat dimana pengetahuan dan ilmu asli setempat dikombinasikan
untuk mencari solusi atas masalah petani.

Dalam PTP, Ilmuwan menyumbangkan hasil pengkajian dan penelitian


yang relevan untuk pelaksanaan sistem LEISA, dan petani mengembangkan
pengalaman yang dinilai efektif. Selama ini banyak petani yang melakukan
kegiatan usaha tani tertentu yang mungkin tidak mereka pahami aspek ilmiahnya,
namun secara turun temurun dilakukan karena menunjukkan hasil yang efektif.
Petani dan ilmuwan harus bekerja sama agar pengalaman praktis dan pemahaman
ilmiah dapat dipadukan sehingga diharapkan efektivitasnya meningkat. Misalnya,
salah satu kebiasaan petani mengendalikan gulma dengan memberi mulsa organik
(menggunakan organ-organ tumbuhan tertentu) merupakan aplikasi dari
mekanisme fisiologi tumbuhan, yaitu alelopati. Hal ini memberikan peluang yang
besar untuk dilakukan suatu penelitian.

Perubahan ke sistem LEISA, dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu :

1. Peningkatkan efisiensi sarana produksi.


a. Memperbaiki pola tanam (budidaya), dengan memperhatikan sinar matahari dan
curah hujan (cuaca dan Iklim).
b. Memantau hama dan penyakit, dengan menerapkan sistem Pengendalian Hama
Terpadu (PHT).
2. Penyesuaian dengan pertanian berkelanjutan.
a. Pembuatan teras, mengomposkan bahan organik
b. Memadukan peternakan/perikanan dengan pertanian.
c. Mengunakan cara biologis untuk mengendalikan hama.
3. Tata ulang sistem bertani.
a. RotasiRotasi tanaman.
b. Keterpaduan antara peternakan, usaha kebun dan hasil pangan.
III. PENUTUP

KESIMPULAN

LEISA adalah Pertanian berkelanjutan dengan input luar yang rendah yang
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam (tanah, air, tumbuhan, tanaman
dan hewan) dan manusia (tenaga, pengetahuan dan ketrampilan) yang tersedia di
tempat; dan yang  layak secara ekonomis, mantap secara ekologis, adil secara
sosial dan sesuai dengan budaya.
DAFTAR PUSTAKA

http://lissa-blogku.blogspot.com/2011/06/sistem-pertanian.html diakses 27
April 2020 jam 12.30

http://dameydrajaya.blogspot.com/2014/02/makalah-praktek-sistem-
pertanian-leisa.html diakses 28 April 2020 jam 07.30

Anda mungkin juga menyukai