Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

EKOLOGI TANAMAN
PENGARUH PENGAIRAN ATAU VOLUME AIR DAN JENIS PUPUK
ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG KETAN
UNGU

“Disusun Sebagai Pengganti Laporan Praktikum Acara 4,5,6,dan 7”

Disusun oleh:
Khusni Mubarok (20180101002)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman jagung yang memiliki nama latin Zea mays L. merupakan


tanaman berumah satu Monoecious di mana letak bunga jantan terpisah dengan
bunga betina pada satu tanaman (Muhadjir, 1988). Maka pada tanaman jagung
umum terjadi apabila dilakukan penyerbukan silang. Klasifikasi dari tanaman
jagung yaitu Kingdom Plantae (Tumbuhan), Divisi Spermstophyta, Sub Dua
Kelas Monocotyledoneae, Ordo Poales, Famili Poaceae, Genus Zea, Spesies Zea
mays L. (Tjitrosoepomo, 1983) dalam Bahiyah (2012).
Berdasarkan penampilan dan tekstur biji (kernel), jagung diklasifikasikan ke
dalam 7 tipe, yaitu jagung mutiara (Zea mays var. indurate), jagung gigi kuda
(Zea mays var. identata), jagung manis (Zea mays var. saccharata), jagung
berondong (Zea mays var. everta), jagung tepung (Zea mays var. amylacea),
jagung ketan (Zea mays var. ceratina), dan jagung polong (Zea mays var.
tunicate) (Paeru dan Dewi, 2017).
Salah satu varietas botani jagung yaitu jagung ketan ungu (Zea mays var.
ceratina). Seluruh kandungan endosperma pada tipe jagung ketan berupa
amilopektin. Padahal, jagung biasa hanya mengandung sekitar 70% amilopektin
dan sisanya berupa amilosa. Oleh karena itu, jagung ini digunakan sebagai bahan
perekat, selain sebagai bahan makanan (Paeru dan Dewi, 2017).
Jagung ketan ditemukan di China pada awal tahun 1900 dengan karakter
endosperma berwarna kusam seperti lilin (waxy). Hal tersebut yang menjadikan
jagung ini juga disebut jagung lilin. Jagung ini adalah tipe khusus dari jagung
yang kaya akan antosianin dan senyawa antioksidan lainnya, dan telah banyak
dibudidayakan dan dikonsumsi di Thailand dan negara-negara Asia lainnya
(Harakotr et al,2014;. Hu dan Xu, 2011).
Kandungan antosianin inilah yang menyebabkan warna ungu pada jagung.
Hal itu dijelaskan Baliserealia (2013) bahwa warna ungu yang terdapat pada biji
jagung disebabkan oleh kandungan antosianin yang tinggi, khususnya jenis
Chrysanthemin (cyanidan 3-O.glucoside), pelargonidin (3-O-B-D-Glucoside).
Antosianin yang mengatur warna biji seperti ungu, violet dan merah yang banyak
terkandung dalam sayur dan buah. Antosianin memiliki manfaat bagi kesehatan
tubuh karena bersifat sebagai antioksidan di dalam tubuh untuk mencegah
terjadinya aterosklerosis, penyakit penyumbatan pembuluh darah. Antosianin
bekerja menghambat proses aterogenesis dengan mengoksidasi lemak jahat dalam
tubuh, yaitu lipoprotein densitas rendah Kemudian antosianin juga melindungi
integritas sel endotel yang melapisi dinding pembuluh darah sehingga tidak terjadi
kerusakan.
Kandungan jagung ketan ungu memiliki nilai gizi lebih tinggi dari jagung
kuning dan jagung putih, hal ini yang menjadikan jagung ini penting bagi para
pemulia tanaman untuk mengembangkan menjadi varietas unggul. Dalam
pengembangan produksi jagung ini terdapat faktor faktor yang bisa menghambat
pertumbuhan tanaman jagung. Rendahnya kesuburan lahan menjadi salah satu
penyebab rendahnya produksi jagung (Suastika et al. 2004). Sedang Kuntyastuti,
et al. (1989) menyatakan kendala produksi tersebut antara lain disebabkan sifat
fisik tanah yang kurang baik dan kekahatan tanah akan unsur makro serta mikro,
sehingga menurunkan produktivitas lahan.

B. Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh volume air dan pengaruh jenis pupuk terhadap

pertumbuhan dan hasil jagung ketan ungu.


BAB II

PEMBAHASAN

Tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang diserap


melalui tanah. Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering
kekurangan, sehingga disebut hara primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam
jumlah sedang dan disebut hara sekunder. Hara primer dan sekunder lazim disebut
hara makro. Hara Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan tanaman dalam
jumlah sedikit, disebut hara mikro. Unsur C, H, dan O diperoleh dari air dan
udara. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara dalam tanah untuk
dapat diserap tanaman antara lain adalah total pasokan hara, kelembaban tanah
dan aerasi, suhu tanah, dan sifat fisik maupun kimia tanah. Keseluruhan faktor ini
berlaku umum untuk setiap unsur hara (Olson and Sander 1988).
Dalam perbanyakan produksi jagung khususnya Jagung ketan ungu perlu
memperhatikan unsur hara yang dibutuhkan oleh jagung utuk bisa tumbuh dan
berkembang baik dan menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Unsur hara ini
bisa didapatkan dengan sitem irigasi dan drainase serta pemberian pupuk sesuai
dengan kebutuhan.
Menurut Husnain, dkk, (2016) Banyak jenis-jenis pupuk yang dapat
digunakan sebagai sumber unsur hara baik untuk tanaman pangan maupun
tanaman perkebunan atau tahunan. Secara umum bermacam jenis pupuk tersebut
dapat diklasifikasikan atas berbagai kelompok berdasarkan bentuk, sumber bahan
baku, konsentrasi, jumlah hara serta kecepatan tersedia seperti terdapat dalam
Gambar 1. Berdasarkan kandungan haranya banyak sekali jenisjenis pupuk yang
sudah establish dan beredar di pasaran. Di Indonesia pupuk yang umum
digunakan adalah urea, TSP, SP-36, KCl, NPK majemuk dengan berbagai
kombinasi, pupuk kieserit dan pupuk boron. Pupuk silika juga sudah mulai
muncul dipasaran.
Pola serapan hara tanaman jagung dalam satu musim mengikuti pola
akumulasi bahan kering sebagaimana dijelaskan oleh Olson dan Sander (1988).
Sedikit N, P, dan K diserap tanaman pada pertumbuhan fase 2, dan serapan hara
sangat cepat terjadi selama fase vegetatif dan pengisian biji. Unsur N dan P terus-
menerus diserap tanaman sampai mendekati matang, sedangkan K terutama
diperlukan saat silking. Sebagian besar N dan P dibawa ke titik tumbuh, batang,
daun, dan bunga jantan, lalu dialihkan ke biji. Sebanyak 2/3-3/4 unsur K
tertinggal di batang. Dengan demikian, N dan P terangkut dari tanah melalui biji
saat panen, tetapi K tidak. Hal inilah yang menjadikan pemupukan berperan besar
dalam pertumbuhan tanaman jagung.
Kemudian Salah satu upaya peningkatan produktivitas guna mendukung
program pengembangan agribisnis jagung lainya adalah penyediaan air yang
cukup untuk pertumbuhan tanaman (Ditjen Tanaman Pangan 2005). Hal ini
didasarkan atas kenyataan bahwa hampir 79% areal pertanaman jagung di
Indonesia terdapat di lahan kering, dan sisanya 11% dan 10% masing-masing
pada lahan sawah beririgasi dan lahan sawah tadah hujan (Mink et al. 1987). Data
tahun 2002 menunjukkan adanya peningkatan luas penggunaan lahan untuk
tanaman jagung menjadi 10-15% pada lahan sawah irigasi dan 20- 30% pada
lahan sawah tadah hujan (Kasryno 2002).
Jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar
antara 400-500 mm (FAO 2001). Namun demikian, budi daya jagung terkendala
oleh tidak tersedianya air dalam jumlah dan waktu yang tepat. Khusus pada lahan
sawah tadah hujan dataran rendah, masih tersisanya lengas tanah dalam jumlah
yang berlebihan akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Sementara itu,
penundaaan waktu tanam akan menyebabkan terjadinya cekaman kekurangan air
pada fase pertumbuhan sampai pembentukan biji.
Menurut Aqil, dkk (2016) Ketepatan pemberian air sesuai dengan tingkat
pertumbuhan tanaman jagung sangat berpengaruh terhadap produksi. Periode
pertumbuhan tanaman yang membutuhkan adanya pengairan dibagi menjadi lima
fase, yaitu fase pertumbuhan awal (selama 15-25 hari), fase vegetatif (25-40 hari),
fase pembungaan (15-20 hari), fase pengisian biji (35-45 hari), dan fase
pematangan (10-25 hari).
Frekuensi dan kedalaman pemberian air dan curah hujan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap hasil jagung. Pada penelitian Aqil, dkk (2016)
menyatakan bahwa tanaman jagung lebih toleran terhadap kekurangan air pada
fase vegetatif dan fase pematangan/masak . Penurunan hasil terbesar terjadi
apabila tanaman mengalami kekurangan air pada fase pembungaan, bunga jantan
dan bunga betina muncul, dan pada saat terjadi proses penyerbukan. Penurunan
hasil tersebut disebabkan oleh kekurangan air yang mengakibatkan terhambatnya
proses pengisian biji karena bunga betina/tongkol mengering, sehingga jumlah biji
dalam tongkol berkurang. Hal ini tidak terjadi apabila kekurangan air terjadi pada
fase vegetatif. Kekurangan air pada fase pengisian/pembentukan biji juga dapat
menurunkan hasil secara nyata akibat mengecilnya ukuran biji . Kekurangan air
pada fase pemasakan/ pematangan sangat kecil pengaruhnya terhadap hasil
tanaman. Pengaruhnya frekuensi dan kedalaman pemberian air inilah yang
menjadikan perhatian terhadap kadar air untuk tanaman jagung juga perlu
diperhatikan karena memang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pengairan dan pemberian pupuk organik berperan nyata dalam perbanyakan


produksi jagung ketan ungu. Hal ini karena keseimbangan hara dan mineral untuk
kebutuhan tumbuh tanaman jagung ketan ini perlu dikendalikan dengan
memperhatikan frekuensi dan kedalaman kadar air tanah serta kadar unsur hara
tambahan dari pemupukan.
DAFTAR PUSTAKA

Aqil,M, dkk. Pengelolaan Air Tanaman Jagung. On-line:


http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-
content/uploads/2016/11/duatujuh.pdf diakses 06 Juli 2020.

Asroh, Andi (2010). Pengaruh Takaran Pupuk Kandang dan Interval Pemberian
Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis
(Zea Mays Saccharata Linn). J. AgronobiS, 2(4).

Harakotr, B, dkk (2016). Kandungan Antosianin Dalam Tanaman Jagung Berlilin


Ungu ( (Zea mays L. Var. Ceratina Kulesh) Pada Biji Dan Bonggolnya. J.
SABRA. 48(2).

Husnain, dkk (2016). Pengelolaan Hara dan Teknologi Pemupukan Mendukung


Swasembada Pangan di Indonesia. Makalah Review Balintan: Bogor.

Nusa’adah, Ika, dkk (2017). Keragaman Galur Inbrida Generasi S3 Jagung Ungu
(Zea mays var Ceratina Kulesh). J. Produksi Tanaman. 5(3)

Syafrudin, dkk (2016). Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung. On-


line:http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-
content/uploads/2016/11/satuempat.pdf diakses 06 Juli 2020

Anda mungkin juga menyukai