Anda di halaman 1dari 17

Exploreworld

Tuesday, March 14, 2017

PENGARUH PEMUPUKAN DAN POLA PENGAIRAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
TANAMAN

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI TANAMAN

ACARA II

PENGARUH PEMUPUKAN DAN POLA PENGAIRAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
TANAMAN

Semester :

Genap 2016

Oleh :

Rizki Novandi

A1L014111/ 5

KEMENTERIAN RISET, TKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN
LABORATORIUM AGROEKOLOGI

PURWOKERTO

2016

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan tanaman pada suatu tempat dipengaruhi oleh berbagai faktor biotic dan abiotik. Pada
faktor biotik yang mempengaruhi tanaman dapat berupa organisme pengganggu tanaman (OPT),
keberadaan tumbuhan liar, mikroorganisme, manusia dan lain – lain. Pada faktor yang kedua yaitu
faktor abiotik diantaranya berupa pemupukan, pengairan, iklim, cuaca dan lain - lain. Air merupakan
kebutuhan dasar tanaman untuk dapat tumbuh, berkembang,

serta berproduksi dengan baik (De Datta, 1981). Air merupakan petunjuk utama yang membuat benih
dapat tumbuh dan berkembang. Kadar air yang dibutuhkan sebuah tanaman berbeda-beda, sesuai
dengan kebutuhan tanaman tersebut. Jika kadar air yang diberikan berlebihan atau terlalu banyak akan
mengganggu proses pertumbuhan tanaman, begitu pula jika kadar air yang diberikan kurang juga akan
mengganggu pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu dibutuhkan pengelolaan air yang baik untuk
tanaman, agar tanaman dapat tumbuhu dan berkembang serta menghasilkan dengan baik.

Pemberian pupuk pada tanaman juga merupakan faktor abiotik yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan hasil tanaman. Pemupukan ditujukan untuk menambah kandungan unsur hara yang
tersedia dalam tanah agar dapat mencukupi kebutuhan tanaman untuk berkembang dan berproduksi.
Pemberian pupuk yang tepat dan seimbang pada tanaman khususnya akan menurunkan biaya
pemupukan, takaran pupuk juga lebih rendah, hasil relatif sama, tanaman lebih sehat, mengurangi hara
yang terlarut dalam air,dan menekan unsur berbahaya yang terbawa dalam makanan (Sutejo, M. 2002).

Pemupukan juga dapat meningkatkan kualitas atau tingkat kesuburan suatu lahan. Menurut
Arafah, (2011), Usaha yang perlu dilakukan untuk kembali meningkatkan tingkat kesuburan tanah adalah
dengan melaksanaan pemupukan kimia secara berimbang dan sesuai dengan kebutuhan lahan, namun
hal itu tidak dengan serta merta akan mengembalikan tingkat kesuburan lahan, sehingga perlu
masukkan bahan organic berupa pupuk hijau atau kompos. Secara umum pemberian bahan organik ke
dalam tanah akan mempertahankan dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dengan
menambahkan bahan organik ke dalam tanah, khususnya pada tanah dengan kandungan bahan organik
rendah pemberian pupuk menjadi lebih efektif dan efisien (Arafah, 2011).
Kegiatan pemupukan yang dilakukan pada suatu tanaman dengan baik dan benar akan
meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan. Las et al. (1999), mengemukakan bahwa dalam
meningkatkan produksi tanaman perlu dilakukan pelestarian lingkungan produksi, salah satunya dengan
melalui pemanfaatan pupuk organik. Berbagai bentuk dan bahan pupuk organik dapat diberikan
tergantung pada ketersediaan di lokasi usahatani, selama ini di beberapa daerah masih terdapat banyak
sumber daya lokal yang bisa dijadikan sebagai bahan pupuk organik, namun belum dimanfaatkan secara
optimal, diantaranya kotoran sapi dan domba, bahkan di beberapa sentra peternakan, kotoran tersebut
menjadi sumber pencemaran lingkungan, (Las et al, 1999). Dengan demikian bahwasanya tidak hanya
factor biotik yang menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman, namun faktor abiotik juga sangat
memilki peran penting dalam menentukan pertumbuhan dan faktor produksi tanaman.

B. Tujuan

Untuk mengetahui pola pertumbuhan dan hasil tanaman dengan pemberian dosis pupuk makro NPK
yang berbeda dan volume pemberian air yang berbeda.
II. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan .

alat yang diperlukan antara lain cangkul, light intencity meter, thermohygrometer, oven, mistar,
timbangan, selang air dan ember sertasaringan 5 mm.

Sedangkan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini antara lain benih jagung manis kacang hijau,
polybag, pupuk NPK, dan satu buah bambu.

B. ProsedurKerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

Persiapan

1. Tanah diambil didaerah sekitar kampus dengan volume sesuai dengan kebutuhan.

2. Polybag dengan ukuran 5 kg pupuk, benih jagung manis, dan kacang hijau, selang air dan ember
disiapkan

Pelaksanaan

1. Polybag yang telah diisi tanah berdasarkan kombinasi pemupukan dan pemberian air yang berbeda
serta setiap perlakuan disusun secara teratur, diulang 3 kali.

2. Setiap polybag diisi dengan benih jagung, kedelai, dan kacang hijau sebanyak 2 butir.

3. Dilakukan pemupukan NPK sesuai dosis rekomendasi.

4. Perlakuan d iberikan dalam 2 faktor yaitu : pemupukan NPK dan pemberian air.

a. Volume air diberikan dengan interval yang sama 3 hari sekali

A1 =diberi air dengan volume 100 ml air/polybag

A2 =diberi air dengan volume 200 ml air/polybag

A3 =diberi air dengan volume 300 ml air/polybag

b. Dosis pupuk NPK

P1 = pupuk NPK 100% dosis rekomendasi


P2 = pupuk NPK 50% dosis rekomendasi

P3 = pupuk NPK 25% dosis rekomendasi

P4 = pupuk NPK 0% dosisrekomendasi

5. Pemeliharaan dilakukan sesuai kebutuhan antara lain kebutuhan air serta pengendalian gulma,
hamadan penyakit.

6. Pengamatan dilakukan terhadap karakter morfologi tanaman antara lain tinggi tanaman, bobot
kering tajukdan akar, dan luas daun.

7. Pengamatan lain dapat dilakukan dengan mengamati intensitas cahaya, suhu dan kelembapan.

8. Pengamatan hasil dilakukan pada saat panen antara lain jumlah biji per tongkol / polybag, bobot
biji per tongkol (jagung), bobot 100 biji dan bobot biji per tanaman.

9. Semua hasil pengamatan morfologi dan hasil dianalisis dengan menggunakan metode statistik.
Untuk faktor iklim digunakan sebagai data pendukung
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir.

B. Pembahasan

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki peranan

strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan. Jagung sebagai sumber
utama karbohidrat dan protein setelah beras, disamping itu jagung juga berperan sebagai bahan baku
industry pangan, industri pakan, dan bahan bakar (Siregar, 2009). Tanaman jagung termasuk famili
rumput-rumputan (graminae) dari sub famili myadeae. Dua famili yang berdekatan dengan jagung
adalah teosinte dan tripsacum yang diduga merupakan asal dari tanaman jagung. Teosinte berasal dari
Meksico dan Guatemala sebagai tumbuhan liar didaerah pertanaman jagung. Jagung merupakan
tanaman berumah satu Monoecious dimana letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu
tanaman. Jagung termasuk tanaman C4 yang mampu beradaptasi baik pada faktor-faktor pembatas
pertumbuhan dan hasil. Salah satu sifat tanaman jagung sebagai tanaman C4, antara lain daun
mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi rendah, efisiensi dalam
penggunaan air

(Muhadjir, 1988).

Secara umum tanaman jagung dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 0-1.300 m dari permukaan
laut dan dapat hidup baik di daerah panas maupun dingin (Badan Pengendali Bimas, 1983). Menurut
Sutoro, Sulaiman, dan Iskandar (1988) bahwa selama pertumbuhannya, tanaman jagung harus
mendapatkan sinar matahari yang cukup karena sangat mempengaruhi pertumbuhannya. Muhadjir
(1988) menambahkan bahwa jumlah radiasi surya yang diterima tanaman selama fase pertumbuhan
merupakan faktor yang penting untuk penentuan jumlah biji. Selanjutnya Badan Pengendali Bimas
(1983) menambahkan bahwa intensitas cahaya merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman
jagung oleh sebab itu tanaman jagung harus mendapatkan cahaya matahari langsung. Bila kekurangan
cahaya batangnya akan kurus, lemah, dan tongkol kecil serta hasil yang didapatkan rendah. Tanah yang
baik untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik,
aerase dan drainasenya baik.
Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asalkan mendapatkan pengolahan yang baik.
Tanah dengan tekstur lempung berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Tanah-tanah
dengan tekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik bila pengelolaan tanah
dikerjakan secara optimal, sehingga aerase dan ketersediaan air di dalam tanah berada dalam kondisi
baik. Kemasaman tanah (pH) yang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung berkisar antara 5,6 – 7,5
(Rochani, 2007). Tanaman jagung umumnya ditanam monokultur, namun dalam upaya intensifikasi
lahan dapat ditumpangsarikan dengan kedelai. Intensifikasi adalah usaha untuk mengoptimalkan lahan
pertanian yang ada (Ahira, 2011). Ekstensifikasi peluangnya kecil karena terbatasnya lahan pertanian
produktif. Intensifikasi merupakan pilihan yang perlu terus dikembangkan, yang pelaksanaannya dapat
diwujudkan antara lain dalam bentuk sistem tanam tumpangsari. Warsana (2009) menyatakan, system
tanam tumpangsari adalah salah satu usaha sistem tanam dimana terdapat dua atau lebih jenis tanaman
yang berbeda ditanam secara bersamaan dalam waktu relatif sama atau berbeda dengan penanaman
berselang‐seling dan jarak tanam teratur pada sebidang tanah yang sama. Sebagai contoh tanaman
jagung biasaya di tumpangsarikan dengan tanaman golongan legume atau kacang – kacangan, salah
satu diantaranya yaitu kacang hijau.

Menurut Tjitrosoepomo (1989) tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) Leguminosae. Akar
tanaman kacang hijau merupakan akar tunggang. Sistem perakarannya dibagi menjadi dua, yaitu
mesophytes (mempunyai banyak cabang akar pada permukaan tanah dan tipe pertumbuhannya
menyebar), dan xerophytes (memiliki akar cabang lebih sedikit dan memanjang ke arah bawah)
(Sharma, 1993).

Tanaman kacang hijau memiliki batang tegak atau semi tegak dengan

ketinggian antara 30 cm – 110 cm. Batang berwarna hijau, kecokelat-cokelatan,

atau keungu-unguan, berbentuk bulat dan berbulu. Pada batang utama tumbuh

cabang dan menyamping (Fachruddin, 2000). Daunnya terdiri dari tiga helaian (trifoliat) dan letaknya
berseling. Tangkai daunnya lebih panjang dari daunnya dengan warna daun hijau muda sampai hijau
tua. Bunganya berwarna kuning tersusun dalam tandan, keluar pada cabang serta batang, dan dapat
menyerbuk sendiri. Polongnya berbentuk silindris dengan panjang antara 6 -15 cm dan berbulu pendek.
Sewaktu muda berwarna hijau dan berubah hitam atau berwarna coklat ketika tua, dengan isi polong
10-15 biji (Andrianto dan Indarto, 2004).

Biji kacang hijau lebih kecil dibanding biji kacang-kacangan lain. Warna bijinya kebanyakan hijau kusam
atau hijau mengilap, beberapa ada yang berwarna

kuning, cokelat dan hitam . Tanaman kacang hijau berakar tunggang dengan akar

cabang pada permukaan (Soeprapto,1993).

Syarat Tumbuh tanaman kacang hijau yaitu Kacang hijau dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu
25° C - 27° C, dengan tingkat kelembaban udara antara 50% - 89%. Tanaman ini termasuk golongan
tanaman C3 dengan panjang hari maksimum sekitar 10 jam/hari. Jenis tanah yang baik bagi
pertumbuhan kacang hijau adalah latosol ataupun regosol (Purwono dan Hartono, 2005).

Curah hujan yang dikehendaki untuk pertumbuhan kacang hijau berkisar antara 700-900 mm/tahun, dan
memiliki toleransi yang baik pada curah hujan yang lebih renah dengan memanfaatkan kelembaban
tanah dan air tanah. Demikian juga terhadap suhu, dimana suhu optimum sekitar 28° C - 30° C cukup
baik pada pertanaman kacang hijau (Erythrina, 2001).

Tanaman kacang hijau hampir dapat tumbuh pada semua jenis tanah yang

banyak mengandung bahan organik, dengan drainase yang baik. Namun demikian,

tanah yang paling cocok bagi tanaman kacang hijau ialah tanah liat berlempung atau tanah lempung,
misalnya Podsolik Merah Kuning (PMK) dan Latosol. Keasaman (pH) tanah yang dikehendaki untuk
pertumbuhan kacang hijau yaitu berkisar antara 5.8- 6.5 (Fachruddin, 2000). Tanaman ini tumbuh baik
pada dataran rendah sampai dengan tempat dengan ketinggian 500 mdpl. Bahkan masih cukup baik
pada daerah dengan ketinggiantempat hingga 700 mdpl, meskipun produksinya cenderung
turun(Rukmana, 1997).

Lahan yang akan ditanami tanaman kacang hijau bisa sawah ber irigasi,

lahan sawah tadah hujan, lahan kering tegalan, serta lahan pasang surut dan lebak.

Lahan kacang hijau prioritas pertama (sawah beririgasi ) mempunyai keuntungan

lahan lebih produktif, ketersediaan air lebih terjamin, biaya produksi relatif rendah

(karena tanpa mengolah tanah secara intensif), terhindar resiko erosi, takaran

pupuk lebih rendah, dan kualitas biji hasil panen lebih baik

(Andrianto dan Indarto, 2004).

Tanaman jagung membutuhkan minimal 13 jenis unsur hara yang diserap melalui tanah. Hara N, P, dan
K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering kekurangan, sehingga disebut hara primer.
Pemberian pupuk terhadap tanaman jagung akan membantu dalam penyediaan unsure hara yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk N, P, dan K secara
tunggal memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan beberapa komponen hasil jagung
(Sirappa dan Razak. 2010).

Pemupukan berimbang merupakan salah satu faktor kunci untuk memperbaiki dan meningkatkan
produktivitas lahan pertanian, khususnya di daerah tropika basah yang tingkat kesuburan tanahnya
relatif rendah karena tingginya tingkat pelapukan dan pencucian hara. Pembatas pertumbuhan tanaman
yang umum dijumpai adalah kandungan hara di dalam tanah, terutama hara makro N, P, dan K (Setyorini
dan Widowati, 2006).
Di beberapa tempat pertanaman jagung yang intensif, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi
Selatan, pupuk N diberikan dalam jumlah yang sangat banyak yakni sekitar 350 kg N/ha (Saenong et al.,
2005). Berdasarkan hasil penelitian Herniwati dan Tandisau (2010), diperoleh pemupukan Phonska 600
kg/ha (90 kg N, 90 kg P2O5, dan 90 kg K2O) yang setara dengan 200 kg/ha Urea + 250 kg/ha SP36+ 150
kg/ha KCl, berpengaruh positif terhadap bobot tongkol, bobot biji/tongkol, dan bobot biji kering setiap
hektar (7,51 t/ha) lebih berat dibandingkan dengan perlakuan pemupukan lainnya. Tidak semua pupuk
yang diberikan ke dalam tanah dapat diserap oleh tanaman. Nitrogen yang dapat diserap hanya 55-60%
(Patrick and Reddy 1976), P sekitar 20% (Hagin and Tucker 1982), K antara 50-70% (Tisdale and Nelson
1975).

Tanggapan tanaman terhadap pupuk yang diberikan bergantung pada jenis pupuk dan tingkat
kesuburan tanah.. Pemberian unsur P berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, terutama dalam
perkembangan akar tanaman. Semakin banyak perakaran tanaman maka semakin luas akar tanaman
dapat menyerap unsur hara sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman

(Chairani, 2006).

Koswara (1983) mengatakan bahwa tanaman jagung mengambil N sepanjang hidupnya. Karena
nitrogen dalam tanah sudah tercuci, maka pemberian dengan cara bertahap sangat dianjurkan. Nitrogen
diserap tanaman selama masa pertumbuhan sampai pematangan biji, sehingga tanaman ini
menghendaki tersedianya N secara terus menerus pada semua stadia pertumbuhan sampai
pembentukan biji. Menurut Berger (1962) berat 1000 biji dipengaruhi oleh ukuran biji, bentuk biji, dan
kandungan biji. Ukuran biji sangat ditentukan oleh faktor genetis. Oleh karena itu, diduga hasil
fotosintesis yang berkurang akibat terbatasnya unsur N cenderung mempengaruhi bentuk biji dan
kandungan biji sehingga menurunkan berat 1000 biji.

Pemberian pupuk K meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung, berat kering akar dan bagian atas
tanaman secara linier. Selain itu, semakin meningkat dosis K yang diberikan maka semakin
meningkatkan serapan K, sedangkan serapan Ca maksimum dicapai pada dosis pemupukan K sebanyak
131.5 kg K per hektar. (Winarko, 1985). Menurut Komalasari dan Fauziah (2009), unsur K dapat
meningkatkan integritas membran sel dan kulit biji sehingga dapat manurunkan kapasitas absorbsi air
dan kelarutan gula dalam biji sehingga benih lebih tahan disimpan. Dari hasil yang diperoleh, pemberian
pupuk NK sesuai dosis anjuran, memberikan pertumbuhan vegetatif dan generatif yang paling baik.

Pemberian pupuk unsur N berperan untuk pertumbuhan dan reproduksi tanaman pada kacang hijau.
Menurut Nyakpa (1988) bahwa bilamana terjadi kekurangan unsur hara N maka pada tanaman akan
terjadi penghentian proses pertumbuhan dan reproduksi sedangkan bila jumlahnya cukup tersedia akan
membantu dalam proses pertumbuhan organ vegetatif pada umumnya. Nitrogen harus tersedia di
dalam tanaman sebelum terbentuknya sel-sel baru, karena pertumbuhannya tidak dapat berlangsung
tanpa N. Unsur N yang cukup akan membantu dalam proses pembentukan polong pada tanaman
kacang-kacangan.

Pemberian pupuk unsur P pada kacang hijau mempertinggi hasil serta berat bahan kering, bobot biji,
memperbaiki kualitas hasil serta mempercepat masa kematangan. Kalium di dalam tanaman kacang
hijau dapat berfungsi untuk menguatkan jerami tanaman sehingga tanaman tidak mudah rebah.
Terhadap produksi tanaman akan mempertinggi hasil produksi dan memperbaiki kualitas hasil, (Nyakpa,
1988).

Menurut Kozlowski, pola pemberian air atau genangan berpengaruh terhadap perutumbuhan vegetatif
tanaman karena tanaman memerlukan adanya pertukaran gas yang cepat dengan lingkungannya dan
adanya ketersediaan air yang memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan evapotranspirasi. Bila berlebih
atau mengalami kekurangan menyebabkan terjadinya cekaman dan akibatnya produktivitas tanaman
menurun atau bahkan terjadi kematian. Dalam keadaan tergenang, ruang pori tanah semuanya terisi
oleh air sehingga pertukaran gas antar akar, tanah, dan atmosfir terhambat yang mengakibatkan
tanaman mengalami cekaman. Menurut Marzolf et al (1999), genangan selama 24 jam mampu
menurunkan kadar air sampai 80 % bahkan dapat mengakibatkan tanah anaerob, ini akan
mempengaruhi langsung aktifitas fotosintesis dan respirasi tanaman.

Respon fisiologis yang terjadi yaitu berlangsungnya respirasi anaerob atau biasa disebut fermentasi.
Respon morfologis yang terjadi berupa terbentuknya akar adventif untuk menangkap air dari udara.
Respon fisiologis bersifat reversibel atau dapat kembali seperti semula, sedangkan respon morfologis
bersifat irreversibel atau tidak dapat kembali lagi (permanen). Karena respirasi anaerob menghasilkan
energi yang sedikit yaitu hanya 21 Kal dan 2 ATP, sehingga pertumbuhan tanaman jagung dan kacang
(C3 dan C4) terhambat , yang dapat dilihat dari kelayuan tanaman dan warna daun yang pucat dan
kuning. Hal ini berbeda dengan tanaman yang tumbuh normal yang dapat melakukan resiprasi aerob
yang menghasilkan 675 Kal dan 38 ATP.

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dan dilakukan uji analisis bahwa perlakuan dosis pupuk
P1,P2,P3, dan P4 tanaman jagung tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun,
panjang akar, panjang tongkol dan bobot tongkol. Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Damanik et al. (2011), bahwa pada saat pemberian pupuk dengan dosis tertentu
pada tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil suatu tanaman. Tanaman dapat
memanfaatkan semaksimal mungkin unsur hara dari pupuk melalui minimalisasi pencucian dan
penguapan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menghindari penguapan dan pencucian pupuk
adalah melakukan pemupukan yang berulang, atau dengan kata lain mengatur frekuensi pemupukan
pada tanaman. Setiap unsur pada pupuk yang diberikan pada tanaman memiliki fungsi tesendiri pada
pertumbuhan dan perkembangan fisiologis tanaman. (Wahono, 2011).

Perlakuan dosis air A1, A2, dan A3 tidak berpengaruh terhadap jumlah daun, panjang akar, panjang
tongkol, dan bobot tongkol. Namun berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman dengan
perlakuan paling baik yaitu A3. Pada perlakuan A3 diberi air dengan volume 300 ml air/polybag, hal ini
bahwa semakin banyaknya air yang diberikan, kebutuhan airnya berlebihanyaitu melampaui batas
optimum kebutuhan air pada tanaman. Populasi tanaman yang tinggi menimbulkan kompetisi
penyerapan O2, Co2, unsur-unsur dalam tanah (Hick dan Strucker, 1972 Muhadjir, 1984; Fik dan
Hanway, 1996).
Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan tanaman. Tanaman
jagung manis sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara karena sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol. Apabila kebutuhan air tidak dipenuhi
maka pertumbuhan tanaman akan terhambat, karena air berfungsi melarutkan unsur hara dan
membantu proses metabolisme dalam tanaman jagung (Dickert, 2001).

Hanafiah (2010), menambahkan apabila tidak ada interaksi, berarti pengaruh suatu faktor sama untuk
semua taraf faktor lainnya dan sama dengan pengaruh utamanya. Sesuai dengan pernyataan tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan dari kedua faktor adalah sama-sama mendukung
pertumbuhan tanaman, tetapi tidak saling mendukung bila salah satu faktor menutupi faktor lainnya.
Untuk memperoleh efisiensi yang tinggi dari suatu pemupukan perlu diperhatikan beberapa faktor yang
ikut menentukan efisiensi penggunaan pupuk yaitu : (1) sifat dan ciri tanah, (2) sifat dan kebutuhan
tanaman, (3) pola pertanian, (4) jenis pupuk dan sifatnya, (5) dosis pupuk, (6) waktu pemupukan, (7)
metode atau cara pemupukan5 .

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perlakuan dosis air A1, A2, A3 dan A4 tidak berpengaruh terhadap jumlah daun, panjang akar,
panjang tongkol, dan bobot tingkol. Namun berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman .Perlakuan
dosis pupuk P1, P2, P3 dan P4 tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang
akar, panjang tongkol, dan bobot tongkol.

2. Interaksi perlakuan dosis pupuk dan dosis air tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun,
panjang akar, tinggi tanaman, bobot tongkol dan panjang tongkol.

B. Saran
Sebaiknya dalam melaksanakan praktikum kegiatan pengamatan dilakukan dengan sungguh sungguh
agar data yang diperoleh lebih baik lagi

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih dan Rochayati. 1988. Peranan bahan organik dalam meningkatkan efiisiensi pupuk dan
produktivitas tanah. Dalam Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan

Adisarwanto. 2005. Budidaya Kedelai dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil
Akar. Penebar Swadaya . Jakarta.

Afriani. 2004. Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai yang ditumpangsarikan dengan jagung
Terhadap Pengaturan Saat Tanam dan Jarak Tanam. Jurnal: Agronomi , Fakultas pertanian, Universitas
Amir Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian.

Arafah. 2011. Kajian pemanfaatan pupuk organik pada tanaman padi sawah di Pinrang Sulawesi Selatan.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 4(I): 11-18.

Balitkabi. 2005. Teknologi Produksi Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Balai Penelitian Tanaman
Kacangkacangan dan Umbi-umbian.

Berger, J., 1962. Maize Production and Manuring of Maize. Centre d’Etude de Cair (POC) dan Pupuk Za.
Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Andalas. Padangdalam Rangka Mencapai Swasembada Jagung
di Indonesia. Skripsi S-1

Budiman, H. 2012. Budidaya Jagung Organik. Pustaka Baru Putra. Yogyakarta Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.

Dakshini, K.M.M., Inderjit, and Foy, C.L. 1999. Allelopathy: one component in a multifacetet approach to
ecology. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and C.L. Foy (eds.). Principles and Practices in Plant Ecology
Allelochemical Interactions. Boca Raton: CRC Press

Dalton, B.R. 1999. The occurrence and behavior of plant phenolic acids in soil environment and their
potential involvement in allelochemical interference interactions: methodological limitations in
establishing conclusive proof of allelopathy. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and C.L. Foy (eds.). Principles
and Practices in Plant Ecology Allelochemical Interactions. Boca Raton: CRC Press.

De Datta, S. K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley &

Demmassabu. B. 1981. Penelitian Jarak Tanam Pada Jagung dengan Metode

dengan Berbagai Waktu Tanam Jagung di Dua Lokasi Dataran Medium Berbeda Elevasi. Disertasi.
Program Pasca Sarjana. Universitas Padjadjaran, Bandung.

Dwidjoseputro, D. 2004, Pengantar Fisiologi Tumbuhan. edisi IV. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Efendi, S. 2008. Cropping System Sutu Cara Untuk Stabilitas Produksi Pertanian. Penataran PPS Bidang
Agronomi dalam Pola Bertanam. Lembaga penelitian Bogor.

Effendi, S. 1984. Bercocok Tanam Jagung. CV. Yasaguna. Jakarta. 94 hal.

Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. 130Hal.

Fachruddin L. 2000. Budidaya Kacang Kacangan. Kanisius. Yogyakarta.hal 6.

Falah, R. N. 2009. Budidaya Jagung Manis. Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang. Frina. M. S. Ratna.
A. W. Farida. Z 2000. Pengaruh Populasi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Yang
Ditumpangsarikan dengan Jagung. Universitas Sri Wijaya Sumatera Selatan.

Fatmawati, Andi Apryani. 2007. Petunjuk Praktikum Dasar-dasar Agronomi. Jurusan Agronomi-Faperta
Untirta. Serang.

Gardner, F.P., R.B. Pearce., dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Herawati
Susilo. UI-Press, Jakarta. 428 hal.l.

Gomez, A.A. dan K. A. Gomez. 2007. Multiple Cropping in the Humid Tropic of Asia. Terjemahan. Andalas
Press. Padang Hal 1 – 10.

Hadriman khair dkk, 2013.” Rspon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadapa
Pemberian Pupuk Kandang Ayam Dan Pupuk Organik Cair Plus”. Jurnal Agrium. 18(1):13-22.

Hamzah. Medan. Dartius. 1986. Fisiologi Tanaman. Fakultas Pertanian, Universitas Islam Sumatera
Utara, Medan.

Hanafiah, K.A., 2010. Rancangan Percobaan. Rajawali Pers, Jakarta

Haris, A dan Veronica Crestiani. 2005. “Studi Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) Varietas Super Bee”. J. Agroland. 17(3): 10.

Hasyim, H., 2002. Jagung. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan.
Hick, D.R. and R.E. Strucker.1972. Plant den-sity effect on grain yield of corn hybriddiverse in leaf
orientation. Agron. J.64:484-487.

Hortikultura.Institut Pertanian Bogor.

Indayani, Neny, Nasrullah, dan D. Priyanto. 2000. Kegiatan Biometrika Daya Saing antara Varietas
Kedelai pada Pertananaman Campuran dan Baris Berseling. Agrosains 13 (2) : 183-184.

Inderjit and Dakshini, K.M.M. 1999. Bioassays for allelopathy: interactions of soil organic and inorganic
constituents. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and C.L. Foy (eds.). Principles and Practices in Plant Ecology
Allelochemical Interactions. Boca Raton: CRC Press.

Indrati. T. R. 2009. Pengaruh Pupuk Organik dan Populasi Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tumpang Sari Kedelai dan Jagung. Tesis Surakarta: Agronomi Program Pasca sarjana Universitas sebelas
Maret Jakarta. 67 hal.

Juhenheimer .R.W., 1976. Corn Improvement Seed Production Uses. John Wiley and Sone. New York.
670 p. Keguruan dan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguguran Ilmu Eksakta Manado.

Khot, R.B., and N.K. Umrani. 1992.” Seed yieldand quality parameters of African Tailmaize as influence
by spacing and levelof nitrogen”. Indian J. Agron. 37:183-184.

Koswara. J., 1983. Jagung. Jurusan Agronomi. Fak. Pertanian IPB, Bogor. 50 hal.

l’Azote, Geneva. 315 hal.

Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Las I, AK Makarim, SS Purba, M Mardikarini, dan S Kartaatmadja. 1999. Pola IP padi 300, konsepsi dan
prospek implementasi sistem usaha pertanian berbasis sumberdaya. Badan litbang Pertanian. 66 hlm.

Lingga, P. dan Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisis Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Margarettha. 2002. Pengaruh Molybdenum terhadap Nodulasi dan Hasil Kedelai

Marta, Andrik. 2013. Produktifitas Tumpangsari Kentang (Solanum tuberosum) /caisim (Brassica juncea
L) dengan Beberapa Dosis Pupuk Organik Yogyakarta.

Marvelia, A dan Darmanti, S. 2006. “Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata) yang
Diperlakukan denganKompos Kascing dengan Dosis yang Berbeda”. Buletin Anatomi dan Fisiologi (14): 2.

Meifrina. Widiwurjani, W. H. Nugroho, B. Guritno. 2000, Kompetisi Tanaman Bawang Daun (Allium
fistulosum) dan Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) Pada Sistim Tumpangsari Akibat Pengaturan
Penanaman. Fakultas Pertanian, Unibraw

Mimbar, Saubari M., 1990). Pola Pertumbuhan dan Hasil Panen Jagung Hibrida C- 1 Karena Pengaruh
Pupuk N dan Kerapatan Populasi.Agriva Vol.13, No.3
Muhadjir, F. 1988. Budidaya Tanaman Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
423 hal.

Nuning Argo Subekti, Syafruddin, Roy Efendi, dan S. Sunarti. 2012. Morfologi Tanaman dan Fase
Pertumbuhan Jagung, Balai Penelitian Tanaman

Nyakpa, M. Yusuf, et al. 1988. Kesuburan Tanah. Penerbit Universitas Lmpung.

Nyanjang, R., A. A. Salim., Y. Rahmiati. 2003. Penggunaan Pupuk Majemuk NPK 25-7-7 Terhadap
Peningkatan Produksi Mutu Pada Tanaman The Menghasilkan di Tanah Andisols. PT. Perkebunan
Nusantara XII. Prosiding Teh Nasional. Gambung. Hal 181- 185.

Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai. Kanasius . Yogyakarta. hal 12- Purwono dan Purnawati 2007. Budidaya 8
Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadya. Jakarta.

Purnomo, J. 2007. Respon tanaman jagung terhadap pemberian pupuk fosfat pada tanah Inceptisol dari
Bogor. Dalam: D. Subardja, R. Saraswati, Mamat H.S., P. Setyanto, D. Setyorini, Wahyunto, M. Noor dan
Irawan (Eds). Pros. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Hari Pangan Sedunia
2007. Bandar Lampung, 25-26 Oktober 2007, hal. 377-394.

Purwono, dan Rudi Hartono, 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya,

Rahmawati Nini dkk. 2015. “ Respon Tanaman Jagung Terhadap Frekuensi Pemberian Pupuk Organik
Cair dan Aplikasi Pupuk NPK”. Jurnal Online Agroteknologi. 3(4):1303-1308.

Rochani, S. 2007. Bercocok Tanam Jagung. Azka Press. 59 hal.

S, H. Soeprapto.1993. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya : Jakarta.

Sangoi, L. 2000. Understanding plant densityeffects on maize growth and develop-ment: an important
issue to maximizegrain yield. Ciência Rural, Santa Maria,v.31, n.1, p.159-168.

Santoso, D., J. Purnomo, I G.P. Wigena, Sukristiyonubowo, dan R.D.B. Lefroy. 2000. Management of
phosphorus and organic matter on an acid soil in Jambi, Indonesia. J. Tanah Iklim 18: 64-72.

Sarjiyah., 2002. Parameter Seleksi Kacang Tanah Pada Cara Tanam Tunggal dan Tumpang Sari dengan
Jagung. Penelitian Pertanian Pangan XVII (1) : 69 – 73. Sarman, S. 2001. Kajian Tentang Kompetisi
Tanaman dalam Sistem Tumpangsari di Lahan Kering. Jurnal Agronomi 5.

Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. P.T. Gramedia, Jakarta.

Serealia, Maros. Paliwal. R.L. 2000. Tropical Maize Morphology. In: Tropical Maize:Improvement and
Production. Food and Agriculture Organization of the

Singh D.P., N.S. Rana dan R.P.Singh. 2000.”Growth and yield of winter maize ( Zea mays L) as influenced
by intercropsand nitrogen application”. Indian J.Agron. 45:515-519.
Siregar, G.S. 2009. Analisis Respon Penawaran Komoditas Jagung

Soegito.2003. Peningkatan Produksi Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sons, Inc. Canada. 618 p.

Subekti. N. A, Syafruddin, Roy Efendi, dan Sri Sunarti.2010. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan
Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros 28 halaman.

Subhan. 1989. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemupukan Fospat terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang
Jogo (Phasealus Vulgaris. L). Bull. Penel. Horti.VIII.2. Lembang. 12 hal.

Sudarno, H., Rusin, Marjono dan Supri. 2002. Pengaruh Sumber Nitrogen, Dosis, dan Waktu Pemberian
Terhadap Produksi dan Mutu Benih Jarak. Didalam Proseding Seminar Pengembangan Wilayah dalam
Rangka Otonomi Daerah.

Suharsono Dan Adi Sarwanto. 2001. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta

Suprapto, H.S., 1991. Bertanam Kedelai. Penebar .Swadaya, Jakarta.

Suprapto. 2002. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Supriyatman, B. 2011. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Karya Ilmiah

Sutejo, M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta

Sutejo, M.M. 1992. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bina Aksara. Jakarta. 1972 hal.

Sutoro, Y., Soelaeman dan Iskandar, 1988. Budidaya Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan
Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan . Bogor.

Suwarto, S. Yahya, Handoko, M. A. Chozhin. 2005. Kompetisi Tanaman Jagung dan Ubi Kayu dalam
System Tumpang Sari. USU. Medan

Syafruddin, s. Saenong dan Subandi. 2008. “Penggunaan Bagan Warna Daun Untuk Efisiensi Pemupukan
N Pada Tanaman Jagung”. Penelitian Pertanian 27(1):24-31.

Syafruddin. 2002. Tolak Ukur dan Konsentrasi Al untuk Penapisan Tanaman Jagung terhadap
Ketenggangan Al. Berita Puslitbangtan. 24 : 3-4

Syarif. Z. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kentang dengan dan Tanpa Diikatkan dengan Turus
dalam Sistem Tumpangsari Kentang/Jagung Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang, Absolut,
Teknologi Pertanian, Bogor. hlm. 161-181.

Tjirosoepomo, Gembong. 2004. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
United Nations. Rome. p 13-20.
Waluya, A.2009. Gulma pada Tanaman Jagung di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor.
PenguasaanSarana Tumbuh. Departemen Agronomi dan

Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpang Sari Jagung danKacang tanah. BPTP Jawa Tengah.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah. Gava Media, Yogyakarta.

Yuyun Yuniarsih. 2003. Budidaya Jagung. Kanisius, Yogyakarta.

Rizki Novandi at 9:32 AM

Share

No comments:

Post a Comment

Home

View web version

About Me

Rizki Novandi

View my complete profile

Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai