Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

KEANEKARAGAMAN HAYATI EKOSITEM SUB OPTIMAL

WAWANCARA PETANI

OLEH :
ELVINA CALISTA
NIM. 1906112289
AGROTEKNOLOGI – C

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
LEMBAR PENGESAHAN

WAWANCARA PETANI

OLEH :
ELVINA CALISTA
NIM. 1906112289
AGROTEKNOLOGI - C

Menyetujui

ASISTEN ASISTEN

ENI WILTA DITO HUTOMO ABIYYUDHA


1706113591 1806111809

ASISTEN

MUHAMMAD AGUS FAUZI


1606115678
I. JUDUL KEGIATAN
Praktikum pada kali ini berjudul “ Wawancara Petani ”

II. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem
pertanian yang diterapkan oleh petani dalam sebuah ekosistem yang telah dipilih.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh keanekaragaman hayati yang ditimbulkan
terhadap sistem pertanian yang telah diterapkan.

III.WAKTU DAN TEMPAT


Kegiatan praktikum dilaksanakan pada Hari Minggu, 15 November 2020,
pukul 10.00 WIB – 10.30 WIB. Praktikum dilaksanakan pada lahan budidaya
pertanian polikultur (sistem pertanian polikultur) di Jalan Kartama, Pekanbaru, Riau.

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pena, buku, papan alas, dan
handphone. Sedangkan bahan dalam praktikum adalah lahan pertanian yang akan
diamati.
V. PEMBAHASAN
Berdasarkan wawancara petani yang telah dilakukan, maka didapatkan
beberapa pembahasan pada praktikum kali ini. Pada ekosistem yang telah dipilih,
yang dimana selanjutnya melakukan wawancara, dari keseluruhan pertanyaan yang
diberikan kepada petani saat wawancara, diantaranya sebagai berikut :
 Nama : Soleh
 Umur : 31 tahun
 Lama bertani : 11 tahun
 Lahan yang digarap : ½ hektar
 Pola tanam : polikultur
 Penggunaan pestisida : pestisida kimia
 Penggunaan pupuk : - 7 hari setelah tanam menggunakan pupuk phonska
- 15 hari setelah tanam menggunakan pupuk urea
 Kendala dalam bertani : pupuk yang sering kosong, cuaca tidak mendukung,
biaya/modal kurang.
 Sistem pertanian : konvensional

Sistem pertanian merupakan pengelolaan komoditas tanaman untuk


memperoleh hasil yang diinginkan yaitu berupa bahan pangan, keuntungan financial,
kepuasan bathin atau gabungan dari ketiganya. Budidaya tanaman ditinjau dari sudut
pandang sistem produksi merupakan proses produksi hasil tanaman yang melibatkan
dua subsistem penting, yaitu subsistem tanaman dan subsistem lingkungan yang
sangat dipengaruhi oleh budaya dan peradaban manusia pelakunya.
Sistem produksi tanaman secara garis besar adalah usaha (budidaya) tanaman
yang bertujuan mengubah energi matahari menjadi produksi tanaman dengan
mengelola dan memanipulasi sumber daya lingkungan dan tanaman. Dengan
demikian, ada berbagai macam sistem produksi tanaman yang melibatkan kegiatan
budi daya tanaman. Sistem-sistem produksi tanaman tersebut dalam pengertian
sekarang dikaitkan dengan cakupan dan kewenangan Direktorat Jenderal
Kementerian Pertanian yang meliputi budidaya tanaman pangan, budidaya tanaman
hortikultura, dan budidaya tanaman perkebunan. Pembagian tersebut merupakan hasil
perkembangan sistem pertanian yang sejalan dengan perkembangan peradaban
manusia, ilmu, dan teknologi yang terkait dengan upaya memproduksi pangan dan
berbagai macam kebutuhan manusia yang berasal dari sumber daya nabati yang
semakin efisien (Widodo, 2016).
Pola tanam dan sistem pertanian yang digunakan oleh petani pada ekosistem
yang telah dipilih, yaitu pola tanam polikultur dan menggunakan sistem pertanian
konvensional. Pola tanam adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan
mengatur susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu. Pola
tanam polikultur adalah pola tanam pertanian dengan menanam berbagai jenis
tanaman dalam suatu lahan yang sama.
Sistem pertanian konvensional adalah suatu sistem yang meningkatkan
produksi pertanian, namun dengan penggunaan bahan kimia (pupuk atau pestisida
kimia), yang dimana dalam hal ini sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman
hayati di lingkungan tersebut. Hal ini didukung menurut (Zuhro, 2017), pertanian
konvensional merupakan sistem pertanian yang menggunakan bahan-bahan kimia
untuk meningkatkan produksi tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Adapun
dampak dari sistem pertanian konvensional di lahan ekosistem pertanian yaitu
meningkatnya degradasi lahan (fisika kimia dan biologis), berkurangnya
keanekaragaman hayati, gangguan kesehatan masyarakat sebagai akibat dari
pencemaran lingkungan (Kuswandi 2012, dalam Zuhro 2017).
Pertanian konvensional dilandasi oleh pendekatan industrial dengan orientasi
pertanian agribisnis skala besar, padat modal, padat inovasi teknologi, penanaman
benih atau varietas tanaman unggul secara seragam spasial dan temporal, serta
ketergantungan pada masukkan produksi, termasuk penggunaan berbagai jenis
agrokimia (pupuk dan pestisida), dan alat mesin pertanian (Rivai dan Iwan, 2011).
Menurut (Andoko 2002, dalam Wulansari 2012), sistem pertanian
konvensional di Indonesia mulai diperkenalkan dengan sebutan revolusi hijau yang
ditandai dengan adanya pemuliaan tanaman, pemupukan, serta pemberantasan hama
dan penyakit secara intensif.
1. Benih unggul, pada awalnya hanya untuk mendapatkan tanaman yang bersifat
unggul untuk dibudidayakan, namun dalam perkembangannya mulai
menghilangkan satu tanaman dengan tanaman lain untuk mendapatkan sifat yang
diinginkan. Dampaknya tanaman hibrida yang dibudidayakan rakus hara dan
menyebabkan ancaman terhadap keanekaragaman hayati.
2. Pupuk kimia, mula-mula Pupuk yang digunakan cukup pupuk kandang atau
kompos. Namun, penggunaan pupuk kandang dan kompos dinilai kurang
memuaskan akhirnya ditemukan pupuk buatan atau pupuk kimia yang
mengandung hara lengkap, baik makro maupun mikro, sehingga memacu
pertumbuhan tanaman budidaya.
3. Pestisida kimia, masalah besar yang dihadapi petani sejak dimulainya revolusi
hijau yaitu serangan hama yang sangat merugikan. Hal ini disebabkan oleh
adanya praktik intensifikasi pertanian yang memusatkan pada satu jenis tanaman
di areal yang sangat luas sehingga menimbulkan bertambahnya populasi jenis
serangga tertentu. Untuk mengendalikan hama tersebut, petani menggunakan
pestisida kimia yang dirasa cukup efektif mengendalikan hama.

Aplikasi pestisida sintetik atau pestisida anorganik merupakan ciri dari


pertanian konvensional. Penggunaan pestisida sintetik di bidang pertanian mampu
menekan kehilangan hasil tanaman akibat serangan hama dan penyakit yang
memungkinkan peningkatan produksi pertanian dapat dicapai. Karena keberhasilan
tersebut di dunia pertanian, pestisida seakan-akan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari budidaya segala jenis tanaman baik tanaman hortikultura, pangan,
maupun perkebunan (Untung 2006, dalam Sari 2012).
Pada pertanian konvensional, petani menggunakan pupuk kimia atau
anorganik. Kandungan unsur hara dalam pupuk pupuk anorganik bermacam macam.
Aplikasi pestisida kimia yang berlebih dapat menyebabkan organisme berjasa
penghuni tanah yang sebenarnya bukan target penyemprotan akhirnya mati titik
media tanam hidup organisme tersebut tercemar oleh racun kimia yang tetap bertahan
hingga bertahun-tahun setelah penyemprotan, sehingga tanah cenderung makin tidak
subur. Ditambah lagi penggunaan pupuk kimia dengan dosis yang tinggi untuk
mengejar target produksi menyebabkan tanah pertanian semakin kurus (Andoko
2002, dalam Sari 2012).
Pengaruh atau dampak dari sistem pertanian konvensional sangat
mempengaruhi keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem tersebut, yaitu
menurunnya jumlah keanekaragaman hayati, sehingga akan berdampak buruk pada
lingkungan dan berbagai hal. Menurut (Walujo, 2011), menyelamatkan
keanekaragaman hayati berarti mengambil langkah untuk melindungi gen, spesies,
habitat atau ekosistem. Oleh sebab itu menyelamatkan keanekaragaman hayati berarti
pula mencegah merosotnya ekosistem alam yang utama dan mengelola serta
melindunginya secara efektif. Disadari atau tidak bahwa keanekaragaman hayati
(flora dan fauna, jasad renik atau mikroorganisme) adalah pusat dari semua sektor
penting bagi kehidupan manusia.
VI. PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan
keanekaragaman hayati (biodiversity) yang merupakan semua jenis tanaman, hewan,
dan mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem sangat
menentukan tingkat produktivitas pertanian. Perlakuan berupa masukan agrokimia
(terutama pestisida dan pupuk) dapat menimbulkan dampak pada jumlah
keanekaragaman hayati, lingkungan dan sosial yang tidak dikehendaki.
Jasa-jasa ekologis yang diemban oleh keanekaragaman hayati dalam
pertanian, diantaranya jasa penyerbukan, jasa penguraian, dan jasa pengendali hayati
(predator, parasitoid, dan patogen) untuk mengendalikan hama, sangatlah penting
bagi pertanian. Jikalau penggunaan sistem pertanian konvensional terus menerus
diterapkan, maka keanekaragaman hayati dalam pertanian menjadi berkurang, prinsip
ekologi terabaikan secara berkesinambungan, akibatnya agroekosistem menjadi tidak
stabil.

SARAN
Dalam melakukan wawancara kepada petani, untuk mengetahui bagaimana
sistem pertanian yang diterapkan, sebaiknya praktikan menentukan pertanyaan yang
terstruktur dan jelas agar mudah disampaikan, dan mudah dijawab oleh petani. Dan
pada praktikum yang dilaksanakan, sebaiknya praktikan mengajukan pertanyaan yang
sesuai kepada petani agar mudah memperoleh data dan kesimpulan pada praktikum
yang dilaksanakan. Serta sebaiknya praktikan mencari waktu yang baik dalam
melakukan wawancara, yaitu tidak dalam waktu kondisi petani yang sedang bekerja
atau sedang beristirahat.
DAFTAR PUSTAKA

Rivai dan Rudy S dan Iwan S. A. 2011. Konsep Dan Implementasi Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan Di Indonesia. Jurnal Forum Penelitian Agro
Ekonomi. Volume 29 No. 1, Juli 2011 : 13 – 25.
Sari, Ayu Wulan. 2012. Studi Keanekaragaman Arthropoda Pada Tanaman Padi
dengan Sistem Pertanian Organik. Skripsi. Program Studi Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
Walujo, E. B. 2011. Keanekaragaman Hayati Untuk Pangan. Jakarta : Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Widodo, Drajad Winarso. 2016. Dasar-Dasar Budidaya Tanaman. Tanggerang
Selatan : Universitas Terbuka.
Zuhro, Zainuna. 2017. Kepadatan Serangga Tanah di Perkebunan Apel
Konvensional dan Semi Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Skripsi.
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam
Negeri Uin Maulana Malik Ibrahim Malang.
DOKUMENTASI

Gambar 1. Ekosistem Yang Diamati Gambar 2. Pola Tanam Polikultur

Gambar 3. Petani Saat Wawancara Gambar 4. Foto Bersama Petani

Anda mungkin juga menyukai