Dosen Pengampu :
Deny Yudi Fitranti, S.Gz, M.Si.
Choirun Nissa, S.Gz, M.Gizi.
Ayu Rahadiyanti, S.Gz, MPH
Ahmad Syauqy, S.Gz, MPH, PhD
Disusun Oleh :
r. Folat 1 mg x 3 hari
- Beberapa obat akan menurunkan level folat pada tubuh, misalnya :
o Suplemen folat dapat mengganggu metotreksat (Rheumatrex®,
Trexall®) saat dikonsumsi untuk mengobati kanker.
o Konsumsi obat anti-epilepsi atau anti-kejang, seperti fenitoin
(Dilantin®), carbamazepine (Carbatrol®, Tegretol®, Equetro®,
Epitol®) dan valproate (Depacon®), dapat mengurangi kadar
folat dalam darah. Juga, mengonsumsi suplemen folat dapat
mengurangi kadar obat-obatan ini dalam darah.
o Konsumsi sulfasalazine (Azulfidine®) untuk kolitis ulserativa
dapat mengurangi kemampuan tubuh untuk menyerap folat dan
menyebabkan kekurangan folat.
- Beri tahu dokter, apoteker, dan penyedia layanan kesehatan lainnya
tentang suplemen makanan dan resep atau obat bebas yang
dikonsumsi. Mereka dapat memberi tahu Anda jika suplemen
makanan dapat berinteraksi dengan obat-obatan Anda atau jika obat-
obatan tersebut dapat mengganggu cara tubuh Anda menyerap,
menggunakan, atau memecah nutrisi seperti thiamin.
II. Memahami Terapi Diet/Gizi
7. Menggunakan evidence-based guidelines, deskripsikan potensi manfaat
dari enteral nutrisi dini pada pasien luka bakar.
Jawab :
Pemberian dukungan nutrisi enteral sejak dini di ruang intensif
memperbaiki outcome klinis pasien. Pada pasien kritis, rute enteral
direkomendasikan segera diberikan karena mencegah atrofi mukosa, menjaga
flora normal usus, menjaga sistem enzim enterohepatik, menurunkan angka
kematian, dan pemakaian lama ventilator. Selain itu, Pemberian nutrisi enteral
dini mempercepat penyembuhan, meningkatkan survival rate, serta
mengurangi komplikasi infeksi.17 Dukungan nutrisi enteral dini pada luka
bakar yang parah telah menunjukkan banyak keuntungan, seperti peningkatan
asupan kalori, sekresi insulin dan retensi protein, perbaikan usus integritas
mukosa, dan penurunan insiden gastritis stress.18 EN dini dengan hasil yang
lebih baik (penurunan infeksi nosokomial, komplikasi total, dan kematian)
dibandingkan pasien dengan risiko gizi rendah.19
8. Apa kriteria umum yang digunakan untuk menilai kesiapan inisiasi
nutrisi enteral pada pasien luka bakar?
Jawab :
Pasien yang dirawat di RS harus menjalani pemeriksaan nutrisi awal
dalam waktu 48 jam setelah masuk. Sedangkan pasien dengan risiko gizi yang
lebih tinggi di ICU perlu dilakukan assessmen gizi penuh. Alat skrining dan
assessmen yang digunakan untuk evaluasi status gizi seperti Mini Nutrition
Assessment (MNA), Malnutrition Universal Screening Tool, Short Nutrition
Assessment Questionnaire, Malnutrition Screening Tool, dan Subjective
Global Assessment. Penggunaan NRS-2002 dan NUTRIC biasanya digunakan
untuk menentukan risiko gizi pada pasien critical ill. Pasien dengan ‘berisiko’
memoloko skor NRS-2002 >3 dan ‘risiko tinggi’ dengan skor NRS-2002 ≥5
atau skor NUTRIC ≥5. Pasien dengan risiko gizi tinggi akan lebih
mendapatkan manfaat dari enteral feeding dini. Selain itu, pasien yang tidak
bisa mengkonsumsi makanan secara oral dan pasien yang menggunakan
ventilator ≥72 jam juga diberikan EN.19
9. Apa kandungan gizi special yang direkomendasikan untuk enteral nutrisi
yang diberikan pada pasien luka bakar dan trauma menurut
ASPEN/SCCM guidelines?
Jawab :
Berdasarkan rekomendasi ASPEN kebutuhan protein untuk pasien
luka bakar adalah 1,5 0 2,0 gr/kgBB/hari. Sedangkan energi 25 – 30
kkal/kgBB/hari dan densitasi energi formula enteral sebesar 1,5 – 2,0
kkal/ml.19
10. Mikronutrien tambahan apa yang perlu suplementasi dalam terapi luka
bakar? berapa dosis yang dianjurkan?
Jawab :
Menurut ESPEN, pemberian rekomendasi suplementasi mikronutrien
dengan dosis standar dapat menyebabkan pasien luka bakar mengalami
sindroma defisiensi. Suplementasi vitamin antioksidan (termasuk vit E dan
asam askorbat/vit C) dan beberapa mineral seperti selenium, zinc, dan copper
akan meningkatkan outcome terutama pada pasien luka bakar, trauma dan
criticall ill. Rekomendasi optimal pada dosis selenium untuk pasien critical ill
berada pada range 500 – 750 mg/hari. Sedangkan untuk dosis, frekuensi,
durasi dan rute terapu tidak distandarisasikan.19
III.Penilaian Gizi
11. Menggunakan tinggi dan berat badan Tn.A, hitung BBI, %BBI, IMT dan
BSA
Jawab :
- BBI = (TB – 100) – 10%(TB – 100)
= (182,8 – 100) -10%(182,8 – 100)
= 82,8 – 8,28 = 74,5 kg
BB aktual
- %BBI = x 100%
BBI
71,2
= x 100% = 95,57%
74,5
BB
- IMT =
TB ( m ) x TB(m)
71,2
= = 21,3 kg/m2
1,828 x 1,828
- BSA =
√ Tinggi ( cm ) x Berat( kg)
3600
=
√ 182,8 x 71,2
3600
=
√ 13015,36
3600
= 1,90 m2
5) Fisik/Klinis
Tanda vital - Tekanan darah : 87/59 (hipotensi)
- Takikardia (104)
- Suhu : 37,9℃ (tinggi/demam)
- RR : 18 / normal
Keluhan Nyeri akut
Kondisi - Jaringan kulit rusak
keseluruhan - Pasien tidak sadar akibat bius
Pernapasan Menggunakan ventilator
Kulit/ekstrimitas Luka bakar 40% permukaan tubuh tergolong
partial thickness, pada bagian kepala, punggung,
bagian abdomen dekat umbilicus, ekstrimitas atas
dan bawah
6) Comparative Standar
Kebutuhan Rumus xie = 2900 kkal
energi
Kebutuhan 1,5 – 2,0 gr/kgBB/hari
protein = 112,05 – 149,4 gr/hari
Kebutuhan Parkland formula = 4ml x TBSA x BB
cairan = 4 x 40 x 71,2 = 11.392 mL
b. Diagnosis
- NI 1.1 Increased energy expenditure (P) berkaitan dengan keadaan
hypermetabolic (E) ditandai dengan luka bakar tinkat berat yakni
sebesar 40% TBSA dan mengalami trauma inhalasi (S)
- NI 5.1 Increased nutrition need (protein dan cairan) berkaitan dengan
keadaan luka bakar tingkat berat sebesar 40% TBSA (E) ditandai
dengan indikator peningkatan stress dan pemantauan prealbumin rutin
(S)
c. Intervensi
1) Preskripsi diet
- Energi sebesar 2900 kkal
- Protein sebesar 112,05 – 149,4 gr/hari
- Cairan sebesar 11.392 mL
- Enteral glutamine diberikan 60 ml/jam untuk memenuhi kebutuhan
protein
2) Implementasi
- Cairan intravena = RL
- Enteral dengan glutamin 60 ml/jam
d. Monitoring Evaluasi
- Prealbumin mendekati normal
- Albumin mendekati normal
- Memantau output flatus dan feses
- tidak ada keluhan nyeri pada pasien
DAFTAR PUSTAKA
1. Kristanto E, Kalangi S. Penentuan Derajat Luka dalam Visum ET Repertum
pada Kasus Luka Bakar. J Biomedik. 2013;5(3):S27–30.
2. Paramita A. Pengaruh pemberian salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Ten) Steenis) terhadap kepadatan kolagen tikus putih (Rattus
norvegicus) yang mengalami luka bakar. Universitas Airlangga; 2016.
3. Septianingsih E. Efek Penyembuhan luka bakar ekstrak etanol 70% daun
pepaya (Carica papaya L.) dalam sediaan gel pada kulit punggung kelinci new
zealand. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2008.
4. Marx J, Hocknerger R, Walls R. Rosen’s Emergency Medicine: Concepts and
Clinical Practice. 7th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2009.
5. Mubarak A. Perancangan sistem pakar sebagai penanganan luka bakar dengan
metode forward chaining berbasis GUI. Ubiquitous Comput Its Apl J.
2020;3(1):1–6.
6. Wiyono YRR. Studi penggunaan terapi cairan pada pasien luka bakar.
Universitas Airlangga; 2016.
7. Nugroho R. Fluid Management in Severe Burns Patients. Indones J Med Sci.
2009;2(2):102–10.
8. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia: Nomor HK.01.07/MENKES/555/2019 tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar. 2019;
9. Putra O, Saputro I, Nurhadiana D, Yuliana E. Surveilans Retrospektif
Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Dengan Luka Bakar. Pharm J
Indones. 2021;7(1):21–8.
10. Trihono P, Windiastuti E, Gayatri P, Sekartini R, Indawati W, Idris N.
Kegawatan pada Bayi dan Anak. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM; 2012. 158–159 p.
11. Paparang D, Taslim N, Rasyid H, Syauki A. Perbaikan kadar Albumin pasien
post Amputasi ET Causa Luka Bakar Listrik 25% derajat III dan Status Gizi
kurang dengan Pemberian asupan tinggi protein. Indones J Chlinical Nutr
Physician. 2018;1(1):18–25.
12. Hidayah S, Mutmainnah, Samad I. Aktivitas SGOT, SGPT di Penderita luka
bakar sedang dan berat. Indones J Chlinical Pathol Med Lab. 2008;15(1):12–5.
13. Medline Plus: Trusted Health Information for you [Internet]. [cited 2022 Mar
20]. Available from: https://medlineplus.gov/
14. National Library of Medicine: Chlorhexidine.
15. National Library of Medicine: Silver Sulfadiazine [Internet]. [cited 2022 Mar
20]. Available from: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/441244
16. Rahman A. Studi observasi indikasi dan tingkat sedasi pasien di ruang
perawatan intensif RSDU dr.soetomo dengan menggunakan RASS Score.
Universitas Airlangga; 2016.
17. Dewi Y, Supriarna M. Perbedaan Lama Rawat dan Luaran Pemberian Nutrisi
Enteral Dini dan Lambat pada Anak Sakit Kritis di Rumah Sakit dr. Kariadi
Semarang. Sari Pediatr. 2021;22(6):378–85.
18. Mosier M, Pham T, Klein M, Gibran N, Arnoldo B, Gamelli R, et al. Early
Enteral Nutrition in Burns: Compliance With Guidelines and Associated
Outcomes in a Multicenter Study. J Burn Care Res. 2011;32(1):1–12.
19. McClave S, Taylor B., Martindale R, Warren M, Johnson D, Braunschweig C.
Guidelines for the Provision and Assessment of Nutrition Support Therapy in
the Adult Critically III Patient: Society of Critical Care Medicine (SCCM) and
American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (A.S.P.E.N). J Parenter
Enter Nutr. 2016;40(2):159–211.
20. Shields B, Doty K, Chung K, Wade C, Aden J, Wolf S. Determination of
Resting Energy Expenditure After Severe Burn. J Burn Care Res.
2012;34(1):e22–8.
21. Greenwood J. ICU guideline : Adjusting Goal feed rates in the patient
receiving a propofol infusion. 2019;