Anda di halaman 1dari 31

BAB VI MODEL AGRIBISNIS TERPADU

KABUPATEN TULANG BAWANG

Besarnya potensi pertanian baik subsektor tanaman pangan, holtikultura,


perkebunan, peternakan, dan perikanan, belum sepenuhnya memberikan
nilai tambah bagi masyarakat. dalam rangka meningkatkan penghasilan
ditingkat usahatani/petani, maka sebuah sistem pertanian yang efisien
dengan keterbatasan lahan yang memanfaatkan seluruh potensi lahan
yang ada dirasakan perlu dirancang. Sistem tersebut dikenal dengan
istilah Sistem Pertanian Terpadu (Integrated Farming System). Pada
dasarnya Sistem Pertanian Terpadu (Integrated Farming System) adalah
memadukan satu atau dua sub sektor pertanian kedalam satu lahan
pertanian yang terbatas.

Adapun pola integrasi yang dapat diterapkan adalah pola integrasi antara
tanaman dan ternak. Pola integrasi tersebut memadukan antara kegiatan
peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam
penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian. Sehingga pola ini sering
disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan
digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian digunakan untuk pakan
ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk
memperoleh hasil usaha yang optimal,dan dalam rangka memperbaiki
kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara hewan ternak dan tanaman
haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan
sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan
meningkatkan keuntungan hasil usaha tani.

Sebagai contoh sederhana adalah apabila dalam satu kawasan ditaman


jagung, maka ketika jagung tersebut panen, hasil sisa tanaman
merupakan limbah yang harus dibuang oleh petani. Tidak demikian
halnya apabila di kawasan tersebut tersedia ternak ruminansia. Limbah
tersebut akan menjadi makanan ternak ruminansia tersebut. Hubungan

61
timbal balik akan terjadi ketika ternak mengeluarkan kotoran yang
digunakan untuk pupuk bagi tanaman yang ditanaman di kawasan
tersebut.

Hewan ternak bisa dimanfaatkan untuk beragam fungsi dalam sebuah


Model Agribisnis Terpadu khususnya untuk lahan yang terbatas atau
sempit, hewan ternak baik yang besar, sedang, maupun kecil memberikan
berbagai produk seperti daging, susu, telor, wol, dan kulit. Selain itu
hewan juga memiliki fungsi sosiokultural, misalnya sebagai maskawin,
untuk pesta upacara, pesta pernikahan, dll. integrasi ternak dalam
sebuah Model Agribisnis Terpadu, dirasakan penting khususnya untuk :
a. Meningkatkan jaminan subsistens dengan memperbanyak jenis-jenis
usaha untuk menghasilkan pangan bagi keluarga petani.
b. Memindahkan unsur hara dan energi antara hewan ternak dan
tanaman melalui pupuk kandang dan pakan dari daerah pertanian dan
melalui pemanfaatan hewan penarik.

Selain tanaman dan ternak, pola Integrasi ikan dan tanaman juga mampu
memberikan nilai tambah ekonomis yang tinggi bagi kehidupan petani.
Keterbatasan lahan dapat dimanfaatkan dengan optimal sehingga mampu
meningkatkan perekonomian dan pemenuhan nutrisi keluarga. Sebagai
contoh sederhana adalah integrasi padi-ikan pada sistem usaha tani
sawah. Integrasi padi-ikan dapat meningkatkan produksi padi 14-18,2%.
Sistem tanam jajar legowo merupakan rekayasa teknik/cara tanam yang
dapat menunjang untuk pengembangan integrasi ikan-padi. Dengan
pendekatan usahatani ini akan diperoleh beberapa keuntungan antara
lain : efisiensi penggunaan lahan, meningkatkan produksi padi dan ikan,
secara ekologi menguntungkan karena dapat menekan pertumbuhan
gulma, menekan insekta pengganggu penyebab hama/penyakit dan
meningkatkan kesuburan tanah dan secara ekonomis dapat
meningkatkan keuntungan dan menambah peluang lapangan kerja baru.

selain itu memadukan seluruh sub sektor pertanian dalam satu lahan
yang terbatas pun dapat dilakukan yaitu dengan pola integrasi tanaman
ternak dan ikan. Sebagai contoh adalah integrasi tanaman holtikultura-
unggas-nila/gurame. Pola tanam bisa dilakukan dengan sistem tumpang
sari dimana tidak hanya 1 komoditas saja yang ditanam tetapi bisa

62
dipadupadankan seperti tanaman cabe merah tomat dan sayuran hijau,
dimana untuk kecukupan pupuk dapat diperoleh dari kotoran unggas,
kemudian sisa tanaman dan sayuran dapat dijadikan sebagai makanan
selingan baik bagi ikan maupun unggas.

Besarnya manfaat yang dirasakan dengan menerapkan sistem pertanian


terpadu, tentunya memacu pengembangan sistem pertanian terpadu
tersebut untuk diterapkan di beberapa wilayah di tanah air termasuk di
Kabupaten Tulang Bawang.

Pembahasan selanjutnya akan memberikan berbagai informasi mengenai


manfaat baik dari komoditi utama yang dihasilkan, maupun komoditi
sampingan yang ternyata juga memiliki nilai ekonomis jika dikelola dan
dikembangkan dengan baik.

6.1 ALTERNATIF MODEL AGRIBISNIS TERPADU

Berikut disajikan beberapa Model Agribisnis Terpadu yang sesuai dengan


kondisi dan kultur alam di Tulang Bawang :

6.1.1 INTEGRASI TANAMAN PADI, PISANG, DAN ITIK

jenis tanaman yang ditanam dilahan adalah pohon pisang sebagai


tanaman pagar, tanaman padi sebagai tanaman budidaya yang di
padukan dengan ternak itik. Dengan jumlah lahan seluas 50 m x 100 m,
lahan tanaman padi dan tanaman pisang 50 m 60. Lahan yang lainnya
digunakan sebagai tempat beternak itik dan pembuatan kompos. Pupuk
yang diberikan pada tanaman adalah sepenuhnya pupuk organik
sehingga kita juga dapat membudidayakan ikan di sawah tersebut.

Dari minimnya petani yang menggunakan metode alley cropping ini, kita
ketahui bahwa petani tidak terlalu memikirkan apa keuntungan dari
metode ini, sehingga mereka ketergantungan pada bahan makanan
tanaman yang besifat kimia. Dengan adanya penjelasan yang lebih rinci
kita dapat memahami dengan seksama. Adapun hubungan timbal balik
antara tanaman pisang, tanaman padi dan ternak itik adalah sebagai
berikut :

63
Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di
Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke
Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang
disebut dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan
gedang. Interaksi pisang pada tanaman padi adalah pisang berperan
penting sebagai tanaman pagar pada tanaman padi, tanaman pisang
menyediakan nitrogen yang dibutuhkan oleh padi sehingga unsur hara
nitrogen pada tanaman padi dapat tercukupi. Tanaman pisang ini juga
berfungsi sebagai pelindung angin pada tanaman padi.

Padi (oryza sativa) adalah bahan baku pangan pokok yang vital bagi
rakyat Indonesia. Menanam padi sawah sudah mendarah daging bagi
sebagian besar petani di Indonesia. Mulanya kegiatan ini banyak
diusahakan di pulau Jawa. Namun, saat ini hampir seluruh daerah di
Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kegiatan menanam padi di
sawah. Interaksi tanaman padi pada ternak itik adalah padi menyiapkan
makanan pada ternak itik pada saat setelah panen yaitu dengan cara
melepas itik di sawah yang telah dipanen dengan tujuan itik memakan
sisa-sisa buah padi dan setelah pasca panen makanan itik bisa didapat
dari kulit buah padi yaitu dedak. Sebaliknya itik memberikan pupuk
kandang pada tanaman padi pada saat pemeliharaan, itik ini juga
membantu membersihkan lahan ketika dimasukkan kelahan setelah
panen.

itik adalah hewan yang sangat digemari oleh masyarakat indonesia,


umumnya di daerah. Itik ini sudah menjadi bahan acara mingguan
didaerah ini, sehingga wirausahan juga tidak tanggung-tanggung untuk
beternak itik karena memiliki prospek yang sangat tinggi. Interaksi yang
dapat dilakukan oleh itik pada tanaman pisang adalah menyediakan
pupuk kandang, sehingga tanaman pisang dapat terpenuhi unsur
haranya. Sebaliknya buah pisang dapat dijadikan makanan itik dengan
cara mencampur dengan dedak. Tanaman pisang juga berfungsi sebagai
pelindung dari sengatan sinar matahari.

64
6.1.1.1 Analisis Usahatani

a. Aspek pemasaran padi, pisang dan itik

Produk – produk hasil padi kebanyakan langsung di pasarkan ke


pedagang pengumpul. Harga yang diberikan sendiri masih selalu
berfluktuasi dan tidak menentu. Hal tersebut terjadi di karenakan
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang aspek pasar. Sama halnya
dengan hasil budidaya pisang, juga melalui pedagang pengumpul dan
memberikan harga yang relatif rendah pada petani kita. Buah pisang juga
sangat diperlukan oleh masyarakat kota maupun desa. Di kota sering
sekali kekurangan stok buah pisang, maka dari masalah ini kita memiliki
peluang usaha yang sangat berprospek tinggi. Pemasaran itik ada juga
yang melalui pedagang pengumpul tetapi lebih banyak peternak yang
mejual langsung ke konsumen karena mereka sadar bahwa harga yang
secara lansung dengan konsumen berbeda jauh dengan harga yang
ditawarkan

Jadi tujuan pemasaran ke tiga bahan pangan ini yaitu di pasarkan di


pasar – pasar kota, atau pasar lokal di luar daerah yang selalu
membutuhkan pasokan yang relative tinggi.

b. Analisis aspek produksi

Dalam setiap kegiatan yang berbasis bisnis selalu terjadi kompetisi


antara sesama produsen yang ketat. Baik itu kompetisi memperebutkan
pasar ataupun konsumen. Namun hal tersebut sudah menjadi hal yang
biasa, kerena memang sudah menjadi resiko produsen untuk bersaing
sesama produsen yang lain. Namun dengan adanya persaingan, hal
tersebuat akan membuat produsen lebih kreatif dan menciptakan inovasi
– inovasi agar produk andalannya mampu bersaing di pasaran.

Tak terkecuali dalam tanaman padi, pisang dan ternak itik, proses
produksi yang baik sangat diperlukan untuk menghasilkan produk-
produk komoditi yang bermutu tinggi yang diharapkan mampu menarik
minat maupun daya beli konsumen yang terus meningkat. Salah satu
usaha menigkatkan kualitas tersebut adalah dengan budidaya dan
diternakkan secara intensif, dengan perawatan intensif.

65
c. Analisis aspek manajemen

Usaha ini dikelola oleh pemilik lahan sendiri dan dengan modal sendiri
serta dengan bantuan tenaga kerja harian setiap kali dibutuhkan, seperti
pada persiapan lahan dibutuhksn 5 HOK, pengolahan tanah dibutuhkan 5
HOK, penanaman dibutuhkan 5 HOK, penyemprotan dilakukan oleh 3
HOK, penyiangan di butuhkan 2 HOK, penyulaman dibutuhkan 3 HOK,
pemupukan dibutuhkan 3 HOK, panen dibutuhkan 4 HOK, pemberian
pakan ternak 2 HOK.

d. Analisis aspek keuangan

Biaya tetap

- Sewa Sawah (60 m x 40 m) : 1.500.000/tahun (3 kali panen)

- biaya penyusutan alat

· 4 Cangkul : 4 x Rp. 55.000 = Rp.220.000

· 2 Parang : 2 x Rp. 35.000 = Rp. 70.000

· 2 Hands sprayer : 2 x Rp. 160.000 = Rp. 320.000

· 1 gulung jaring : Rp. 350.000

· 25 Tempat makanan itik : 25 x Rp. 25.000 = 625.000

· Total biaya tetap = Rp. 3.085.000

Biaya variabel (tidak tetap)

- biaya Tenaga Kerja

1 HOK = Rp. 50.000

· Pemeliharaan : 30 HOK x Rp 50.000 x 3 kali = Rp 4.500.000

- Benih padi : 5 kg x Rp. 30.000 = Rp. 150.000

- pupuk kandang : 500 kg x Rp 500 = Rp 250.000

- anak itik : 250 ekor x Rp. 2.000 = Rp 500.000

- dedak : 500 kg x Rp 500 x = Rp 250.000

66
(selanjutnya diperoleh dari kulit padi/setelah panen)

- bibit pisang : 150 bibit x 5.000 = Rp 750.000

Total = Rp 6.400.000

3. Total biaya produksi

- Total biaya produksi = Biaya Tetap + Biaya Variabel

= Rp. 3.085.000 + Rp. 6.400.000 = Rp.9.485.000

4. Hasil produksi (dalam 1 tahun)

- produksi padi (masa panen 3 bulan)

Luas lahan 60 m x 40 m

Produksi 1500 kg x harga @Rp 5.500 x 4 kali panen =

Rp 33.000.000

- Produksi pisang (masa panen 1 tahun)

150 batang pisang

150 batang x 8 sisir = 1.200 sisir

1.200 sisir x Rp. 6.000 = Rp. 7.200.000

- produksi itik (masa panen 45 hari)

Daging/itik 250 ekor x Rp. 30.000 x 2 kali panen = Rp. 15.000.000

- total hasil produksi = Rp. 55.200.000

5. Keuntungan

TT = TR – TC

Hasil Produksi – Biaya Produksi = Rp. 55.200.000 - Rp.9.485.000

= Rp. 45.715.000

6. Analisis aspek ekonomi

TT/TC ratio = keuntungan / total biaya

= Rp. 45.715.000/ Rp. 9.485.000 = 4,8

67
Berikut disajikan perbandingan usahatani Padi Sawah dengan Usahatani
Integrasi Padi Sawah, Pisang dan Itik

Tabel 6.1 Analisis Margin Usahatani Padi Sawah dan Usahatani


Padi Sawah, Pisang, Itik

ANALISIS USAHA TANI


PADI PADI, PISANG,ITIK
BIAYA (TC) 6.690.000 BIAYA (TC) 9.485.000
BIAYA TETAP BIAYA TETAP
Sewa Sawah 1.500.000 Sewa Sawah 1.500.000
Cangkul 220.000 Cangkul 220.000
Parang 70.000 Parang 70.000
1.790.000 Hands Sprayer 320.000
Gulung Jaring 350.000
Tempat Makanan Itik 625.000
3.085.000
BIAYA VARIABEL BIAYA VARIABEL
Tenaga Kerja 4.500.000 Tenaga Kerja 4.500.000
Benih Padi 150.000 Benih Padi 150.000
Pupuk 250.000 Pupuk 250.000
4.900.000 Anak Itik 500.000
Dedak 250.000
Bibit Pisang 750.000
6.400.000

PRODUKSI 33.000.000 PRODUKSI 55.200.000


Padi (Masa Panen 3 bln) Padi (Masa Panen 3 bln)
1500 Kg x harga @ 5.500 8.250.000 1500 Kg x harga @ 5.500 8.250.000
Dalam 1 tahun 33.000.000 Dalam 1 tahun 33.000.000

Pisang (masa panen 1 tahun)


150 batang x 8 sisir 1.200
1.200 sisir x @Rp 6.000 7.200.000

Itik (Masa Panen 45 hari)


250 ekor X Rp.30.000 7.500.000
Dalam 1 Tahun 15.000.000
KEUNTUNGAN (TT) KEUNTUNGAN (TT)
BIAYA 6.690.000 BIAYA 9.485.000
PRODUKSI 33.000.000 PRODUKSI 55.200.000
KEUNTUNGAN 26.310.000 KEUNTUNGAN 45.715.000
TT/TC RATIO 3,93 TT/TC RATIO 4,81

Margin Biaya antara Usahatani Padi dan Usahatani Integrasi Padi Pisang
Itik adalah Rp 2.795.000 dengan besar Margin Keuntungan yang
diperoleh sebesar Rp.19.405.000. kondisi tersebut jika dilihat dari sisi
ekonomis menunjukkan Ratio sebesar 6,94 hal ini tentu saja sangat layak
dan mampu memberikan tambahan secara ekonomis bagi pelaku
usahatani.

68
Di sisi lain keuntungan yang dapat diperoleh adalah untuk hasil jangka
pendek diperoleh dari produksi telor yang dihasilkan oleh itik setelah
usia 30-45 hari yg bisa dimanfaatkan untuk konsumsi maupun untuk
dijual ke pasar, kemudian jangka menengah panen padi dan itik dewasa
siap jual, dan jangka panjang adalah produksi buah pisang.

6.1.1.2 Hasil Samping

Hasil Samping dari integrasi Padi-Pisang-Itik adalah Biomassa adalah sisa-


sisa tanaman atau ternak yang tidak terpakai dan dapat didaur ulang
sesuai fungsinya. Adapun biomassa yang tedapat pada tanaman padi
adalah jerami. Jerami dapat didaur ulang menjadi pupuk kompos dan
sangat berguna bagi tanaman. Biomassa lainnya ialah sekam, sekam
dapat didaur ulang menjadi bokasi yang juga kandungannya sangat
diperlukan oleh tanaman.

Pada tanaman pisang, banyak biomassa yang dapat kita daur ulang atau
manfaatkan, salah satunya ialah daunnya. Daun pisang memiliki banyak
fungsi contohnya digunakan untuk membungkus. Biomassa lain yang
terdapat pada tanaman pisang ialah batang dan pelepahnya, dapat di
daur ulang menjadi tali.

Itik juga memiliki biomassa yang berkualitas. Salah satu biomassa yang
terdapat pada itik ialah jeroan yang dapat menjadi bahan pakan ikan.

Selain jeroan, kotoran ternak bebek pun bisa dimanfaatkan melalui


proses pengomposan dengan hasil akhir Pupuk Kandang. Adapun proses
pembuatan Kompos dari kotoran bebek adalah melalui fermentasi
kotoran bebek dengan campuran bahan organik tanaman, seperti sekam
padi, rumput setengah kering, atau daun-daun layu seperti sisa daun
pisang.

a. Bahan :
Kotoran bebek
Sekam/daun layu/rerumputan
b. Alat :
Lahan ukuran 2 meter x 2 meter, Bambu 4 batang, dan
Terpal ukuran 2,5 meter x 2,5 meter

69
c. Proses :
lahan 2 x 2 jaraknya jangan terlalu jauh dari kandang, dan hindarkan
dari air mengalir serta panas matahari langsung, kemudian dibuat
lubang sedalam 15 cm.

Simpan kotoran bebek dalam lubang tersebut kemudian campurkan


dengan kompos (daun-daun kering/sekam padi/rerumputan alang-
alang). Tutup dengan terpal dan kaitkan sudut-sudut nya dengan
menggunakan bambu. Setelah 1 minggu, bau kotoran akan berangsur-
angsur menghilang, dan kondisi campuran sudah berubah menjadi
serbuk hampir menyerupai tanah. Dan pupuk sudah siap digunakan
atau bahkan bisa dikemas untuk dijual

Beras

Tanaman Padi Dedak


Pakan
Ternak
Jerami

pisang PASAR
Tanaman
Pisang Daun

Daun Kering Pupuk


Organik
Daging Itik/Itik
Ternak
Itik Telor
Industri
Kotoran
5.1.2 Integrasi Ternak Kambing dan Ubi Kayu Makanan

Gambar 6.1 Model Agribisnis Terpadu Padi – Pisang – Ternak Itik

70
6.1.2 INTEGRASI UBI KAYU, TERNAK KAMBING, DAN IKAN LELE

Kabupaten Tulang Bawang memiliki potensi tanaman bahan makanan


terbesar di Provinsi Lampung, khususnya komoditas Ubi Kayu. Total
produksi dalam 1 tahun mencapai 625.357 Ton. Selama ini masyarakat
Tulang Bawang bercocok tanam Ubi Kayu berdasarkan musim atau trend,
dimana ketika harga Ubi Kayu meningkat, maka sebagian masyarakat
menanam Ubi Kayu.

Kondisi demikian adalah hal yang lumrah, mengingat selain


perawatannya mudah dan memiliki resiko minim, waktu panen yang
diperlukan pun relatif singkat yaitu rata-rata 7 – 9 bulan.

Salah satu Model yang dapat diintegrasikan dengan tanaman Ubi Kayu
adalah Ternak Kambing dan Ikan Lele. Dengan luasan lahan 1 Ha,
dimana sebagian lahan ukuran 400 cm x 600 cm diperuntukan bagi
pemeliharaan kambing dan 300 cm x 200 cm untuk kolam lele. Berikut
gambaran secara rinci mengenai Model Integrasi Ubi Kayu, Ternak
Kambing dan Ikan Lele.

6.1.2.1 Analisis Usahatani

a. Ubi Kayu

Perhitungan analisis ekonomi dan TT/TC ratio dari usaha tanaman ubi
kayu terlihat pada tabel di bawah ini. Input produksi (pupuk) yang
digunakan terdiri dari pupuk Urea dan HCL masing-masing 4 sak dan
pupuk kandang 10 ton.

Tabel 6.2 Analisis Usahatani Tanaman Ubi Kayu

Uraian Nilai / Tahun


A. Biaya
- Sewa Lahan 1.500.000
- Bibit Ubi Kayu (10.000 btg x
Rp.100) 1.000.000
- Biaya Penanaman (10.000
btg x Rp.250 2.500.000
- Pupuk Urea 4 zak x
Rp.212.000 848.000
- Pupuk HCL 4 zak x
Rp.212.000 848.000
- Biaya Mencangkul/Panen 750.000
- Biaya Menyiangi 2 800.000
kali/tahun/panen

71
Uraian Nilai / Tahun
Total Biaya (TC) 8.246.000
B. Produksi
- 20.000 kg x Rp.950/kg 19.000.000
Total Produksi / Tahun 19.000.000
Keuntungan/TT(Produksi - Biaya) 10.754.000
Ratio TT/TC 2,3

Catatan : - Input pupuk kandang diperoleh dari kotoran kambing


- Produksi Ubi Kayu pada saat dijual bersih/sudah dikupas
Asumsi : Lahan yang digunakan seluas 1 Ha.

Terlihat bahwa pendapatan bersih (Total Tradeoff) dari analisis usaha


tanaman Ubi Kayu Rp. 10.754.000, dengan TT/TC ratio sebesar 2,3. Hal
ini menunjukan bahwa usaha tani ubi kayu tersebut layak untuk
diusahakan.

b. Ternak Kambing

Untuk mencapai skala ekonomi pada usaha pemeliharaan ternak kambing


jumlah ternak yang dipelihara minimal adalah 5-20 ekor. Sebagai contoh
analisa model digunakan 9 ekor ternak kambing dengan 8 ekor betina
dan 1 ekor pejantan.

Tabel 6.3 Analisis Usahatani Pemeliharaan ternak Kambing

No Uraian Volume
A Biaya Produksi
Bibit 1 ekor jantan dewasa 950.000
Bibit 8 ekor betina dewasa @850.000 6.800.000
Penyusutan Kandang/Tahun 1.500.000
Tenaga Kerja keluarga /tahun 1.800.000
@5.000/orang/hari x 360 hari
Total Biaya (TC) 11.050.000
B Pendapatan
Penjualan anak: 2 ekor
anak/induk/tahun = 16 ekor (dijual
umur 1 tahun), terdiri dari :
a. 12 betina dewasa x harga rata-rata
Rp.950.000 11.400.000
b. 4 jantan dewasa x harga rata-rata
Rp.1.350.000 5.400.000
Penjualan induk :
a. 4 ekor induk betina x
Rp.1.000.000 4.000.000
b. 1 ekor jantan x Rp.1.450.000 1.450.000
Penjualan kotoran :
a. 80 karung/tahun x 400.000
Rp.5.000/karung

72
No Uraian Volume

Total Pendapatan (TR) 22.650.000


Keuntungan / TT = TR-TC 11.600.000
TT/TC 1,05
Catatan : Induk dijual sudah melahirkan keturunan anaknya 7 kali
dalam 4 tahun; mortalitas 0%

Hasil perhitungan ekonomi menunjukan keuntungan bersih Rp.


11.600.000/tahun, dengan nilai TT/TC ratio sebesar 1,05. Dari hasil yang
diperoleh tersebut, maka usaha pemeliharaan ternak yang dipelihara
layak dipertahankan.

c. Ikan Lele

Sebagian kecil dari lahan tanam ubi kayu juga bisa dimanfaatkan untuk
pemeliharaan kolam lele, karena Salah satu usaha integrasi ubi kayu dan
ternak yang lain dan layak dikembangkan adalah integrasi usaha
tanaman ubi peternakan kambing dengan ikan lele. Caranya adalah
pemanfaatan limbah kotoran kambing (feces) untuk budidaya ikan lele.
Kotoran kambing sangat bagus digunakan untuk pakan alami berupa
(plankton).

Adapun cara pembuatan kolam untuk pemeliharaan lele adalah sebagai


berikut :
1. Gunakan kolam terpal dengan ukuran 3 meter x 2 meter dengan
kedalaman 1 meter, dan untuk pakan bisa memanfaatkan sedikit
lumpur sawah dan kotoran kambing dalam air kolam sebelum
memasukkan benih. Tujuannya adalah untuk memunculkan
planktont. Setelah didiamkan dua hari, air kolam akan menjadi
berwarna agak kehijauan (tidak jernih sekali).
2. Sebelum dimasukkan, air kolam yang baik berwarna hijau muda
jernih (bukan hijau muda pekat).
3. Kotoran kambing yang dimasukkan bisa memakai kotoran yang
baru dan yang sudah lama. Sebaiknya kotoran kambing sebelum
dimasukkan kedalam kolam sebaiknya diproses dulu dengan
fermentasi dengan dekomposer SUPERDEGRA. Tujuannya untuk
mempercepat proses dekomposisi hara menghilangkan organisme
pengganggu sehingga pada waktu kotoran dimasukkan kedalam
kolam tidak timbul gas yang mengganggu ikan.

73
4. Untuk kolam terpal, kotoran kambing yang sudah di fermentasi
sebaiknya dimasukkan kedalam karung plastik yang sudah
dilubangi tujuannya untuk mempermudah pembersihan kolam dan
agar terpal lebih awet.
5. Perbandingan pemberian kotoran kambing dengan volume air
adalah setiap 50 meter kubik membutuhkan kotoran kambing
kurang lebih 25 kg.
6. Masukkan air bersih kedalam kolam, Tunggu selama 2-4 hari
setelah muncul warna hijau pada permukaan kolam, dan benih
ikan siap ditebar.

Lele yang digunakan adalah jenis ikan lele sangkuriang, hal ini karena
selain memiliki daya tahan kemampuan hidup pada air kurang oksigen,
rasa dan tekstur daging lebih gurih dan lembut, serta pertumbuhan lebih
cepat dari jenis lele dumbo.
Pencapaian hasil yang optimal, jumlah bibit yang ditanam harus
disesuaikan dengan ukuran serta kedalaman kolam, adapun jumlah bibit
yang ditanam adalah 1000 ekor.

Tabel 6.4 Analisis Usahatani Perikanan Lele


Uraian Nilai / Panen
A. Biaya Produksi
- Kolam Terpal 3 x 2 meter 200.000
- Peralatan 1 paket 200.000
- Benih (1000 ekor x Rp.150) 150.000
- Pakan Tambahan berupa Pelet 45 kg @ Rp.6.000 270.000
- Tenaga Kerja 1 orang x Rp.300.000 300.000
Total Biaya Produksi 1.120.000
B. Pendapatan
- 150 kg x Rp.18.000/kg 2.700.000
Total Pendapatan / panen 2.700.000
Jumlah Keuntungan Bersih (TR-TC) 1.580.000
Ratio TT/TC 1,41

Lele sudah bisa dipanen ketika usia 90 hari, dengan berat rata-rata 300-
400 gram / ekor. Dalam 1 tahun total penen bisa mencapai 4 kali,
kondisi tersebut tentunya akan memberikan keuntungan yang lebih besar
lagi karena biaya investasi seperti pembuatan kolam (terpal dan
peralatan) tidak dikeluarkan lagi. Biaya tambahan hanya berupa
penyusutan yaitu pemeliharaan kolam saja.

74
Tabel di atas menunjukan nilai nisbah TT/TC sebesar 1,41 yang berarti
usaha pembudidayaan lele tersebut layak dan menguntungkan. Berikut
simulasi usahatani lele selama 1 tahun.

Tabel 6.5 Analisis Usahatani Perikanan Lele 1 Tahun


Uraian Nilai / Panen
C. Biaya Produksi
- Kolam Terpal 3 x 2 meter 200.000
- Peralatan 1 paket 200.000
- Benih (1000 ekor x Rp.150) 150.000
- Pakan Tambahan berupa Pelet 45 kg @ Rp.6.000 1.080.000
x4
- Tenaga Kerja 1 orang x Rp.300.000 x 4 1.200.000
Total Biaya Produksi 2.830.000
D. Pendapatan
- 150 kg x Rp.18.000/kg x 4 kali panen 10.800.000
Total Pendapatan / Tahun 10.800.000
Jumlah Keuntungan Bersih (TR-TC) 7.970.000
Ratio TT/TC 2,82

Pakan tambahan berupa pelet diberikan dengan tujuan untuk


mempercepat pertumbuhan lele. Selain pakan tersebut, pemberian dapat
diselingi dengan sisa-sisa makanan dapur serta planktont yang tersedia
di kolam.

Berikut gambaran perbandingan antara Usahatani Ubi Kayu dan integrasi


Ubi Kayu, Ternak Kambing, Ikan Lele.

Tabel 6.6 Analisis Margin Usahatani Ubi Kayu dan Integrasi Ubi
Kayu, Kambing, Ikan Lele
Usahatani Ubi Kayu Usahatani Integrasi Ubi Kayu, Kambing,
Ikan Lele
Uraian Nilai / Tahun Uraian Nilai/Tahun
Biaya Biaya
- Sewa Lahan 1.500.000 - Sewa Lahan 1.500.000
- Bibit Ubi Kayu (10.000 - Bibit Ubi Kayu (10.000
btg x Rp.100) 1.000.000 btg x Rp.100) 1.000.000
- Biaya Penanaman - Biaya Penanaman
(10.000 btg x Rp.250 2.500.000 (10.000 btg x Rp.250 2.500.000
- Pupuk Urea 4 zak x - Pupuk Urea 4 zak x
Rp.212.000 848.000 Rp.212.000 848.000
- Pupuk HCL 4 zak x - Pupuk HCL 4 zak x
Rp.212.000 848.000 Rp.212.000 848.000
- Biaya 750.000 - Biaya 750.000
Mencangkul/Panen Mencangkul/Panen
- Biaya Menyiangi 2 800.000 - Biaya Menyiangi 2 800.000
kali/tahun/panen kali/tahun/panen
- Bibit 1 ekor jantan

75
Usahatani Ubi Kayu Usahatani Integrasi Ubi Kayu, Kambing,
Ikan Lele
Uraian Nilai / Tahun Uraian Nilai/Tahun
dewasa 950.000
- Bibit 8 ekor betina
dewasa @850.000 6.800.000
- Penyusutan
Kandang/Tahun 1.500.000
- Tenaga Kerja keluarga 1.800.000
/tahun
@5.000/orang/hari x
360 hari
- Kolam Terpal 3 x 2 200.000
meter
- - Peralatan 1 paket 200.000
- Benih (1000 ekor x 150.000
Rp.150)
- Pakan Tambahan 1.080.000
berupa Pelet 45 kg @
Rp.6.000 x 4
- Tenaga Kerja 1 orang x 1.200.000
Rp.300.000 x 4
Total Biaya (TC) 8.246.000 Total Biaya (TC) 22.126.000
Produksi Produksi
- 20.000 kg x 19.000.000 - 20.000 kg x Rp.950/kg 19.000.000
Rp.950/kg
Penjualan anak: 2 ekor
anak/induk/tahun = 16
ekor (dijual umur 1 tahun),
terdiri dari :
c. 12 betina dewasa x
@Rp.950.000 11.400.000
d. 4 jantan dewasa x
@Rp.1.350.000 5.400.000
Penjualan induk :
d. 4 ekor induk betina x
@Rp.1.000.000 4.000.000
e. 1 ekor jantan x
Rp.1.450.000 1.450.000
Penjualan kotoran :
b. 80 karung/tahun x 400.000
Rp.5.000/karung

Lele 150 kg x Rp.18.000/kg 10.800.000


x 4 kali panen
Total Produksi (TR) 19.000.000 Total Produksi (TR) 52.450.000
Keuntungan/TT(TR-TC) 10.754.000 Keuntungan/TT (TR-TC) 30.324.000
Ratio TT/TC 2,3 Ratio TT/TC 1,37

margin biaya kedua usahatani diatas sebesar Rp.13.880.000, sedangkan


margin keuntungan (TT) adalah sebesar Rp.19.570.000, sehingga
diperoleh rasio ekonomis sebesar 1,41. Kondisi tersebut
76
menggambarkan bahwa untuk usahatani integrasi Ubi kayu, Ternak
Kambing dan Ikan Lele mampu memberikan keuntungan sebesar
Rp.19.570.000 jika dibandingkan dengan usahatani Ubi Kayu saja. Selai
itu angka rasio 1,41 menunjukkan bahwa integrasi tersebut layak untuk
diusahakan.

Ubi Kayu Industri


Tanaman Tapioka
Ubi Kayu

Daun dan Pakan


Kulit Kayu Ternak
PASAR

Kambing
Dewasa/
Ternak
Daging Kambing Pupuk
Kambing
Organik
Kotoran
Kambing

Ternak Lele
Ikan Lele

Gambar 6.2 Model Agribisnis Terpadu Ubi Kayu - Ternak


Kambing – Ikan Lele

6.1.2.2 Hasil Samping

A. Ubi Kayu sebagai Pakan Ternak

Selama ini hasil samping tanaman ubi kayu, baik yang berupa daun
maupun kulit umbi belum dimanfaatkan secara optimal untuk pakan
ternak. Kurang optimalnya pemanfaatan limbah ubi kayu disebabkan
oleh adanya zat anti nutrisi berupa kandungan senyawa sianida (HCN)
yang terdapat dalam daun dan kulit ubi kayu. Bagian kulit umbi
mengandung HCN lebih tinggi dibandingkan dengan bagian daunnya dan
biasanya kandungan HCN pada daun muda lebih tinggi dibandingkan
dengan daun tua.

77
Tabel 6.7 Kandungan Nutrisi Hasil Samping Tanaman Ubi Kayu

Hasil Bahan Protein TDN Serat Lemak Ca P


Samping Kering Kasar
Daun 22,33 21,45 61,00 25,71 9,72 0,72 0,59
Kulit 17,45 8,11 74,73 15,20 1,29 0,63 0,22
Onggok 85,50 10,51 82,76 0,25 1,03 0,47 0,01
Sumber : Sudaryanto (1989) dalam Purwanti (2006)

Adanya faktor anti nutrisi ini menjadikan kendala dalam pemanfaatan


limbah ubi kayu sebagai pakan ternak, karena asam HCN dengan
konsentrasi tinggi sangat beracun dan dapat mematikan ternak. Upaya
untuk mengurangi kadar HCN dapat dilakukan melalui perlakuan fisik,
kimia maupun biologis antara lain dengan pelayuan, pengeringan secara
alami maupun fermentasi sehingga dapat dimanfaatkan untuk pakan
ternak kambing/domba.

Kadar HCN pada kulit ubi kayu dapat dikurangi dengan melakukan
pencucian, pengukusan (100’C), pengeringan di oven (100’C selama 12
Jam) dan pengukusan (90-100’C) disertai dengan penjemuran di bawah
sinar matahari (12 Jam).

Tabel 6.8 Rataan nilai HCN kulit ubi kayu dengan beberapa
perlakuan
Parameter Perlakuan Kadar HCN (mg/100 g)

A. Pencucian 89,32a

B. Pengukusan (100’C) 16,42b

C. Pengeringan (dioven 100’C 8,88c


selama 12 Jam)

D. Pengukusan (90-100’C) 5,76cd


dilanjutkan penjemuran di
bawah sinar matahari (12
Jam)

Sumber : Purwanti (2006)

78
B. Kotoran Ternak Kambing
sebagai Pupuk bagi Ubi Kayu

Hasil samping ternak kambing


yang dapat dimanfaatkan untuk
tanaman adalah kotoran ternak
sebagai pupuk kandang dan pupuk
kompos (organik). Pengolahan
bahan organik/limbah kandang
Gambar 6.3 Komoditas Kambing Unggulan
biasanya melihat kondisi
kandungan air pada kotoran
ternak. Jika kotoran ternak pada
kondisi basah bahan decomposer sebaiknya menggunakan decomposer
padat/tepung, ditambah bahan limbah ornagik lain (abu, sekam, dolomit,
sersah tanaman) agar kelembaban bahan organik dengan kadar air 40%.
Sedangkan bila kondisi kotoran ternak kering bisa menggunakan
decomposer cair yang dilarutkan pada air kemudian disiramkan sekaligus
untuk tujuan mengatur kelembaban dengan kadar air 40%.

Teknologi pembuatan pupukorganik dari limbah kandang atau kotoran


ternak juga telah banyak dihasilkan dengan berbagai cara pengolahan.
Berikut cara pengolahan pupuk organik dari bahan organik kotoran atau
limbah kandang ternak kambing.

Bahan :
- 1 ton kotoran kambing
- 200 kg kapur pertanian (Dolomit)
- 200 kg abu sekam
- 4 kg primadec (decomposer)
- 6 kg pupuk SP-36

Alat :
- Cangkul
- Terpal
- Ember

Tahapan Pembuatan Pupuk Organik Padat (POP) Kotoran Kambing :


- Siapkan tempat atau hamparan yang ternaungi dan jika hujan
tempat tersebut tidak tergenang air;
79
- Lakukan proses pencampuran bahan, agar mudah dan merata bisa
dilakukan dengan cara membuat lapisan-lapisan;
- Pembuatan lapisan dengan cara menghamparkan kotoran kambing
dan sersah bahan organik lain setebal kurang lebih 30 cm dan
taburkan dolomit, abu dan decomposer secukupnya;
- Kemudian siapkan pupuk SP-36 secukupnya dari dosis yang
ditetapkan yang dilarutkan dalamair kemudian disiramkan pada
lapisan tersebt hingga kadar air mencapai 40%, atau bisa diukur
dengan cara diremas dengan tangan air tidak meneteskan atau
bahan organik tidak pecah saat genggaman tangan dibuka.
- Buat lapisan berikutnya hingga semua bahan habis, kemudian
lapisan tersebut dicangkul dari salah satu sisi searah hingga
menimbulkan timbunan baru;
- Lakukan lagi kearah kebalikannya, kemudian ditimbun atau dibuat
guungan sebesar lebar terpal penutup;
- Timbunan ditutup rapat dengan terpal dan bagian pinggir terpal
diberi beban sehingga jika ada angin terpal tidak terbuka;
- Diamkan selama 1 minggu, setelah satu minggu terpal dibuka dan
timbunan diaduk untuk tujuan pemberian airasi pada proses
pengomposan. Proses pengomposan yang berhasil akan timbul
panas dan dapat dirasakan saat pembongkaran gundukan.

Selain untuk pemanfaatan sendiri, kelebihan pupuk kandang tersebut


juga dapat dijual sebagai tambahan penghasilan petani, sehingga
penghasilan bersifat berkesinambungan baik jangka pendek, menengah,
maupun jangka panjang.

6.1.3 INTEGRASI CABE MERAH, IKAN GURAME, TERNAK AYAM

Dalam rangka memperkuat perekonomian dan kecukupan gizi


masyarakat sekaligus memperkuat nilai tambah ekonomis pelaku
usahatani, maka model integrasi Cabe-Gurame-ayam adalah salah satu
solusi yang bisa dilakukan. Selama ini pelaku usahatani cabe hanya
sebatas pada menanam cabe saja, dimana para petani umumnya menjadi
buruh untuk mengisi waktu luang sambil menunggu waktu panen tiba.

Dalam rata-rata luasan lahan yang terbatas yaitu sekitar 0,25 Ha, bisa
dimanfaatkan untuk bercocok tanam holtikultura yang memiliki masa

80
panen cukup singkat. Beberapa tanaman yang bisa dibudidayakan dan
memiliki nilai ekonomis cukup tinggi adalah cabe merah, tomat, dan
berbagai tanaman sayuran.

Dalam rangka memenuhi kecukupan gizi keluarga sebagian dari lahan


tanam holtikultura tersebut bisa juga dimanfaatkan untuk ternak ayam
dan kolam ikan Gurame . pembuatan kolam gurame bisa dengan cara
longyam atau bisa juga dengan menggunakan terpal. Untuk pola
longyam, kotoran ayam tidak bisa secara langsung jatuh ke dalam kolam,
karena penumpukan kotoran pada dasar kolam bisa meningkatkan
keasaman air, yang berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ikan
gurame.
Pembahasan integrasi cabe-gurame-ayam kali ini tidak menggunkan
sistem longyam, mengingat sulitnya mengatur kotoran yang jatuh ke
dasar kolam. Cara yang efektif dengan biaya murah adalah
menggunakan kolam terpal untuk gurame dengan ukuran terpal 8 x 10
meter kedalaman 120 cm.

Pemilihan jenis ikan gurame adalah bukan tanpa alasan, mengingat harga
jual yang tinggi, dan cukup tahan terhadap penyakit. Selain itu
kebutuhan pakan yang juga dimanfaatkan dari tanaman hijauan lunak
seperti kangkung, sente, daun talas, dll. Ikan gurame termasuk kedalam
golongan hewan omnivora atau pemakan segala, pada habitat alaminya,
ikan gurame biasanya memakan plankton atau hewan renik di air.

Dalam melakukan usahatani cabe merah analisis biaya dan pendapatan


merupakan awal dalam menentukan sikap untuk melakukan budidaya cabe
merah. Analisis perhitungan dilakukan untuk memberikan gambaran
mengenai produksi dan harga jual yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap pendapatan petani dalam
berusahatani cabe merah. Usahatani cabe merah skalanya relatif kecil dan
adanya ketergantungan terhadap harga jual yang selalu berfluktuasi setiap
waktu akan mempengaruhi hasil usahatani serta pendapatan petani.

81
6.1.3.1 Analisis usahatani

a. Cabe Merah
Komoditas cabe merah memiliki masa panen yang relatif singkat yaitu
sekitar 4- 4,5 bulan sehingga dalam 1 tahun bisa panen hingga 3 kali.
Berikut disajikan analisis usahatani budidaya cabe merah

Tabel 6.9 analisis usatani cabe merah per musim tanam


Usahatani Cabe Merah
Uraian Nilai / Musim Tanam
Biaya
- Alat pertanian 150.000
- Bibit Cabe (1 kantong @ Rp.15.000) 15.000
- Biaya Tenaga Kerja (22 HKP x Rp.25000) 550.000
- Pupuk dalam 1 kali musim tanam 650.000
- Obat Penghambat Gulma 1 lt 65.000
Total Biaya (TC) 1.430.000
Produksi
- 250 kg x Rp.15.000/kg 3.750.000

Total Produksi (TR) 3.750.000


Keuntungan/TT(TR-TC) 2.320.000
Ratio TT/TC 1,6
Catatan : HKP = Hari Kerja Pria / menanam, memupuk,
Dan penyemprotan.
Dalam satu tahun biaya produksi hanya menambah biaya tenaga kerja
dan pupuk dengan total biaya dalam 1 tahun adalah Rp. 3.795.000
(asumsi panen 3 kali dalam 1 tahun). Dan untuk total produksi rata-rata
dalam 1 tahun mencapai 800-1500kg, sehingga diperoleh Keuntungan
sebesar Rp. 7.455.000 dengan skala ekonomis 1,96. Dapat disimpulkan
bahwa usahatani cabe merah layak dan mampu memberikan nilai tambah
lebih bagi pelaku usahatani.

Disisilain, dalam rangka memberikan penghasilan lebih budidaya cabe


merah dapat dipadupadankan dengan beternak ayam dan ikan gurame.
Berikut analisis skala usahataninya.

82
Gurame :
a. Kolam terpal ukuran 8 x 10 meter dengan kedalaman 120 cm
b. Bibit gurame ukuran 2000 ekor
c. Pelet atau pakan apung : 30 sak (per 200 ekor butuh 3 sak)
d. Obat-obatan

Tabel 6.10 Analisis Usahatani Ikan Gurame


Usahatani Ikan Gurame
Uraian Nilai / Musim Tanam
Biaya
- Pembuatan Kolam Terpal 350.000
- Bibit Gurame Ukuran telapak Tangan (2000
ekor @ Rp.1500) 3.000.000
Pakan terapung (30 sack @Rp225.000) 6.750.000
- Obat-obatan 400.000

Total Biaya (TC) 10.500.000


Produksi
- 1400 kg x Rp.35.000/kg 49.000.000

Total Produksi (TR) 49.000.000


Keuntungan/TT(TR-TC) 38.500.000
Ratio TT/TC 3,6

Asumsi : masa panen 5 bulan


Berat ikan saat panen 7 0ns/ekor
Tidak mengalami penyusutan

Ayam Potong :
Biaya tetap
a. Kandang dari bambu ukuran 3 meter x 3 meter
b. 10 buah tempat minum ayam
c. 10 buah tempat makan ayam
d. 4 buah lampu penerang
Biaya variabel
a. Anak ayam 40 ekor
b. Konsentrat (BR) 1 karung
c. Obat-obatan
d. Listrik

83
Tabel 6.11 Analisis Usahatani Ternak Ayam Potong
Usahatani Ayam Potong
Uraian Nilai / Musim Tanam
Biaya
Biaya Tetap 140.000
- Kandang 3 meter x 3 meter 100.000
- Tempat minum 12.000
- Tempat makan 8.000
- Lampu 20.000
Biaya Variabel 415.000
- Anak Ayam 40 ekor @Rp 1000 40.000
- Konsentrat 125.000
- Obat-obatan 100.000
- Listrik 150.000
Total Biaya (TC) 555.000
Produksi
- 72 kg x Rp.23.000/kg 1.656.000

Total Produksi (TR) 1.656.000


Keuntungan/TT(TR-TC) 1.101.000
Ratio TT/TC 1,9
Asumsi : masa panen 2,5 bulan
Berat ayam saat panen 1,8 kg/ekor
Tidak terjadi penyusutan

Melihat skala ekonomi dari ketiga komoditi tersebut tentunya sangat


berpotensi jika dilakukan pola integrasi sehingga terbentuk sebuah
Model terpadu Cabe-Ayam-Gurame, berikut disajikan perbandingan skala
usahatani antara usaha tani Cabe Merah dan Usahatani Integrasi Cabe
Merah-Ayam Potong-Gurame.

Tabel 6.12 Analisis Margin Usahatani Antara Cabe Merah dan


Integrasi Cabe Merah-Ayam Potong-Gurame
Usahatani Cabe Merah Usahatani Cabe Merah-Ayam
Potong-Gurame
Uraian Nilai / Musim Uraian Nilai/Musim
Tanam
Biaya 1.430.000 Biaya 12.485.000
Alat pertanian 150.000 Cabe Merah 1.430.000
Bibit Cabe (1 kantong 15.000 Alat pertanian 150.000
@ Rp.15.000)
Biaya Tenaga Kerja 550.000 Bibit Cabe (1 15.000
(22 HKP x Rp.25000) kantong @
84
Usahatani Cabe Merah Usahatani Cabe Merah-Ayam
Potong-Gurame
Uraian Nilai / Musim Uraian Nilai/Musim
Tanam
Rp.15.000)
Pupuk dalam 1 kali 650.000 Biaya Tenaga Kerja 550.000
musim tanam (22 HKP x
Rp.25000)
Obat Penghambat 65.000 Pupuk dalam 1 kali 650.000
Gulma 1 lt musim tanam
Produksi 3.750.000 Obat Penghambat 65.000
Gulma 1 lt
250 kg x Rp.15.000/kg 3.750.000 Gurame 10.500.000
Pembuatan Kolam 350.000
Terpal
Bibit Gurame 3.000.000
Ukuran telapak
Tangan (2000 ekor
@ Rp.1500)
Pakan terapung (30 6.750.000
sack @Rp225.000)
- Obat-obatan 400.000

Ayam Potong 555.000


Kandang 3 meter x 100.000
3 meter
- Tempat minum 12.000
- Tempat makan 8.000
- Lampu 20.000
- Anak Ayam 40 ekor 40.000
@Rp 1000
Konsentrat 125.000
Obat-obatan 100.000
- Listrik 150.000

Produksi 54.406.000
Cabe Merah
250 kg x 3.750.000
Rp.15.000/kg
Gurame
1400 kg x 49.000.000
Rp.35.000/kg
Ayam Potong
72 kg x 1.656.000
Rp.23.000/kg
85
Usahatani Cabe Merah Usahatani Cabe Merah-Ayam
Potong-Gurame
Uraian Nilai / Musim Uraian Nilai/Musim
Tanam
Keuntungan Keuntungan
TT (TR-TC) 2.320.000 TT (TR-TC) 41.921.000
Ratio TT/TC 1,6 Ratio TT/TC 3,3

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa margin keuntungan yang


diperoleh petani dengan menerapkan pola integrasi Cabe Merah-Gurame-
Ayam-Potong adalah sebesar Rp.39.601.000. hal ini tentu saja sangat
menjanjikan bagi kesejahteraan petani. Selain itu tidak adanya
singkatnya masa jeda tunggu panen dimana sambil menunggu waktu
panen untuk cabe merah, petani sudah dapat menjual hasil ayam potong,
kemudian setelah panen cabe pun bulan berikutnya dapat memanen ikan
gurame.

Dalam rangka meminimalisir biaya produksi, kotoran ayam dapat


dimanfaatkan sebagai pupuk kandang, selain itu setelah melalui proses
pengomposan, kotoran ayam tersebut juga bisa ditaburkan pada kolam
gurame untuk memancing pertumbuhan hewan renik yang merupakan
makanan bagi ikan gurame. Alternatif lain adalah pada sela-sela tanam
cabe merah dapat ditanami tanaman talas sebagai pakan alternatif bagi
ikan gurame.

6.1.3.2 Hasil Samping

Kotoran /feses ayam merupakan salah satu hasil dari peternakan ayam
yang terkadang masih dikesampingkan, jika dicermati dan dimaknai
bahwa sektor peternakan merupakan mata rantai dari Program integrated
farming, maka pemanfaatan limbah peternakan seharusnya menjadi
sorotan bagi para peternak untuk mewujudkan integrated farming secara
luas, selain itu pengolahan kotoran ayam untuk menjadi pupuk kandang
pun memiliki nilai ekonomis yang tidak dapat dipandang sebelah mata
melihat kebutuhan dari para petani akan pupuk.

Umumnya pembuatan pupuk kandang dilakukan dengan cara


menyimpan atau menimbun kotoran hewan selama sekitar 3 bulan.
Namun pembuatan pupuk kandang ini sebenarnya dapat dipercepat

86
proses penguraiannya dengan penambahan bio-aktivator sebagai bahan
pemacu mikroorganisme.

Adapun tahap pembuatan pupuk kandang adalah sebagai berikut :


Bahan-bahan yang digunakan :
1. Kotoran hewan
2. Bio-aktivator
3. Molase (larutan gula)
4. Sisa tanaman atau rumputan yang mengering
5. Air sumur
Alat-alat yang digunakan:
1. Terpal
2. Cangkul
3. Sarung tangan
4. Ember
5. Termometer

Cara pembuatan pupuk kandang


1. Tentukan lokasi pembuatan pupuk kandang;
2. Dibuat galangan atau sekat disekeliling kotoran hewan agar air
atau rembesan air tidak masuk ke kotoran hewan;
3. Campurkan seluruh bahan (kotoran, molase, bio-aktivator, dan
sekam rerumputan / daun kering) beri air secukupnya;
4. Hamparkan bahan campuran tadi pada lahan yang sudah dibatasi
dengan galangan, kemudian tutup rapat dengan menggunakan
terpal dan diganjal dengan tanah pada bagian tepi terpal. Hal
tersebut ditujukan agar lalat tidak masuk;
5. Setelah 7 hari sentuh bagian atas terpal, jika terasa panas maka
pengomposan sedang berlangsung;
6. Setelah 14 hari, periksa tumpukan dan jika tidak berbau dengan
suhu yang cukup normal / dingin serta warnanya gelap berarti
pupuk sudah matang;
7. Buka terpal kemudian aduk kembali bahan tumpukan dan diamkan
selama 2 hari pada terik matahari untuk mengurangi kadar
air/kelembaban;
8. Pupuk sudah siap untuk dimanfaatkan.

87
Perlu diingat bahwa kotoran hewan bukanlah pupuk kandang jika belum
terjadi proses penguraian atau dekomposasi pada kotoran hewan
tersebut. Proses dekomposasi baru terjadi setelah kotoran hewan
ditimbun atau diproses seperti uraian diatas, baru kemudian dapat
digunakan sebagai pupuk tanaman.

Cabe merah

Sisa tanaman PASAR

Ayam dewasa/
Daging
Kompos
kotoran

Gurame Dewasa/ 7
ons

Anakan
Gurame

Gambar 6.4 Model Agribisnis Terpadu Cabe Merah-Ayam-Gurame

6.2 Implementasi Model

Model agribisnis terpadu Tanaman – Ternak – Ikan yang akan


dikembangkan di Kabupaten Tulang Bawang sebagaimana telah diuraikan
di atas, sebelum diterapkan secara luas perlu dilakukan uji coba model
pada skala usaha yang tidak luas sehingga terbentuk satu prototipe
agribisnis Tanaman-Ternak-Ikan Terpadu di Kabupaten Tulang Bawang
berbasis LEISA. Tujuan akhir dari model adalah terjadinya peningkatan
kesejahteraan masyarakat petani peternak di Kabupaten Tulang Bawang.
Adapun tujuan antara dari model adalah terbentuknya kawasan
pengembangan agribisnis terpadu yang bersertifikat sebagai kawasan
budidaya (tanaman ternak dan ikan) dan pengolahan produk organik.

88
Pencapaian tujuan antara tersebut (kawasan organik), Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian selaku Badan Otoritas
Kompeten Pangan Organik di Indonesia telah menerbitkan Buku Pedoman
Sertifikasi Produk Pangan Organik, yang mana di dalamnya terdapat tiga
lampiran yang berisi tentang formulir sertifikasi budidaya tanaman
organik, formulir sertifikasi budidaya ternak organik, dan formulir
sertifikasi pengolahan produk organik.

Pada buku Pedoman Sertifikasi Produk Pangan Organik tersebut


dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pangan Organik adalah pangan
yang berasal dari sistem pertanian organik yang menerapkan praktek-
praktek manajemen yang bertujuan untuk memelihara ekosistem untuk
mencapai produktivitas yang berkelanjutan, dan melakukan
pengendalian gulma, hama, dan penyakit, melalui berbagai cara seperti
daur ulang residu. Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa untuk
menghasilkan produk pangan organik diperlukan kondisi syarat yang
harus dipenuhi, yaitu :
1. Kegiatan budidaya harus berada dalam satu sistem yang utuh,
terencana dengan baik untuk menjamin mutu produknya;
2. Didukung oleh satu sistem manajemen yang efektif dan efisien;
3. Memenuhi standar dan regulasi teknik produk pangan organik.
Kondisi syarat pertama dapat dipenuhi dengan menyusun perencanaan
produk pangan organik meliputi kebijakan, sistem, program, dan
instruksi untuk penjaminan mutu produk dan semuanya terdokumentasi
dengan baikuntuk dapat dikomunikasikan kepada, dimengerti oleh,
tersedia bagi, dan diterapkan oleh semua personil yang terkait dengan
kegiatan budidaya.

Kondisi syarat kedua mengharuskan adanya suatu sistem manajemen


yang efektf dan efisien merupakan ha yang mutlak diperlukan untuk
menjamin bahwa sistem manajemen dapat brkelanjutan serta selalu
berkembang lebih baik. Persyaratan manajemen yang diperlukan
meliputi (1) kebijakan mutu tentang sistem produksi dan pemasaran, (2)
struktur organisasi pelaksana, (3) sumberdaya manusia sebagai personil
yang bertanggungjawab terhadap pengendalian dokumen, pembelian jasa
dan perbekalan, pengaduan, pengendalian produk, tindakan perbaikan,
tindakan pencegahan, pengendalian rekaman, audit internal, kaji ulang
sistem, dan pelaksanaan dan pengaturan amandemen.
89
Adapun persyaratan standar dan regulasi teknis yang harus dipenuhi
untuk ketiga bidang kegiatan meliputi :
1) Budidaya tanaman : persyaratan umum, lahan,kesuburan tanaha
dan nutrien tanaman, benih atau stok bibit, rotasi tanaman,
pengendalian hama,pemanenan tanaman liar, dan bahan-bahan
substansi input;
2) Budidaya ternak : kondisi lingkungan, pakan, seplemen,
manajemen kesehatan ternak, sumberdaya stok, dan standar
produksi daging dan telor.;
3) Pengolahan produk pangan organik : komposisi, perlindungan
produk, pengendalian pest, bahan pengemas dan penyimpanan.

Terkait dengan definisi operasional pangan organik dan persyaratan


teknis tersebut diatas, maka untuk mewujudkan kawasan agribisnis
berkelanjutan (agribisnis organik) beberapa tahapan kegiatan harus
dilakukan :
1) Menentukan lokasi kegiatan percontohan yang sesuai dan
memungkinkan untuk pengembangan produk pangan organik.
Lokasi yang sesuai untuk pengembangan budidaya organik antara
lain jika (1) tersedia cukup air yang tidak tercemar dan bersumber
baik dari dalam tanah maupun air permukaan, (2) mudah diisolir
dari pengaruh lingkungan luar (kontaminasi bahan-bahan non-
organik termasuk pencegahan dari ancaman erosi tanah dan banjir,
(3) didukung oleh ketersediaan srana dan prasarana transportasi,
dan (4) mencukupi untuk memenuhi kebutuhan budidaya organik
dalam satu sistem manajemen yang utuh.
2) Melakukan penyusunan kebijakan, rencana, dan program dengan
melibatkan stakeholder terkait.
3) Sosialisasi kebijakan, rencana program dan kegiatan kepada
masyarakat dan aparatur pemerintah tingkat kampung dan
kecamatan.
4) Bersama masyarakat menyusun master plan pengembangan
kawasan budidaya organik.
5) Rancang bangun kawasan percontohan, meliputi :
a) Lahan Budidaya Tanaman organik @ 1 Ha
Peruntukkan : Padi Organik
Ubi Kayu Organik
90
Pisang Organik
Hijauan Pakan Ternak (transisi
organik)
b) Lahan budidaya : Kandang (2 m2 / ekor
kambing)
Gudang Pakan dan Peralatan
Rumah Kesehatan Hewan
Kolam Ikan (6 m3 /500 ekor ikan
lele)
Kandang (2 m2 / 5 ekor bebek atau
itik)
c) Bangunan penyimpanan sarana produksi
d) Bangunan penanganan pasca panen dan penyimpanan hasil
e) Bangunan laboratorium lapangan
f) Bangunan instalasi Pengolahan Limbah
g) Bangunan pemrosesan kompos
h) Bangunan dan instalasi Gas-Bio
i) Bangunan instalasi Air dan Pengairan
j) Bangunan pengendali erosi dan banjir
k) Bangunan kantor manajemen
l) Bengkel umum

91

Anda mungkin juga menyukai