Disusun oleh :
Agata Widhi Feby Ratna Sari H0818005
Duta Kharisma Aji H0818026
Gaudensia Lena H0818034
Khuzamy Aulia H0818053
Mia Alfiyatus Sholehah H0818063
Sandra Surya S H0818093
FAKULTAS PERTANIAN
A. Latar Belakang
Petani merupakan sebutan profesi yang taka sing lagi di Indonesia
bahkan sudah melekat sejak zaman dahulu. Indonesia sebagai negara agraris
sebagian besar penduduknya bermmata pencaharian sebagai petani,namun
ironisnya petani-petani di Indonesia didominasi oleh petani gurem. Petani
gurem merupakan petani yang memiliki atau menyewa lahan pertanian kurang
dari 0,5 Ha. Petani gurem ini pastinya bukan merupakan satuan individu
melainkan satuan keluarga sebab dalam melakukan usahatani dalam
mempertimbangkan segala sesuatu hal terkait usahataninya pasti berdasar
pertimbangan keluarga terutama istri dan anak.
Kehidupan petani semakin memprihatinkan karena semakin banyak
rumah tangga petani yang hanya mengelola lahan sempit. Lahan sempit ini
biasanya merupakan lahan yang luas lalu dibagi-bagikan sesuai dengan ahli
warisnya dan ini sudah menjadi budaya atau kebiasaan bagi masyarakat
Indonesia sehingga lahan pertanian yang dimiliki petani cenderung kecil.
Lahan yang kecil ini tentu saja akan mempengaruhi bagaimana cara bekerja
atau kinerja para petani dan pendapatan yang dihasilkan dari usahatani tak
jarang juga hanya pendapatan yang kecil karena lahan yang dimiliki kecil.
Pendapatan yang kecil tersebut haruslah disiasati sehingga pendapatan
yag didapatkan tersebut merupakan pendapatan yang maksimal. Cara yang
dilakukan petani gurem dalam memaksimalkan pendapatan adalah dengan
memanfaatkan lahan sempit yang dimiliki secara efektif untuk menghasilkan
produk pertanian. Pemanfaatan lahan pertanian sempit tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti diversifikasi tanaman, pengelolaan
tanah, dan sebagainya. Cara petani gurem memaksimalkan pendapatan
tersebut perlu banyak diterapkan di Indonesia mengingat masih banyak
kehidupan petani di Indonesia yang masih dibawah garis kemiskinan padahal
mereka seharusnya bisa mengelola lahan yang dimiliki dan menghasilkan
pendapatan yang cukup tinggi pula.
1
2
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana kombinasi penggunaan input dalam produksi sayuran
untuk mengoptimalkan pendapatan?
2. Bagaimana cara peningkatan pendapatan petani?
3. Bagiamana cara mengetahui pendapatan aktual dan pendapatan hasil
optimasi usahatani sayuran sistem diversifikasi dengan kendala
sumberdaya petani berupa kepemilikan lahan, luasan lahan minimum,
tenaga kerja, dan modal?
4. Bagaimana risiko dan optimasi lahan untuk memaksimalkan
pendapatan?
5. Bagaimana optimalisasi pola tanam untuk memaksimalkan
pendapatan?
6. Bagaimana strategi yang dilakukan petani kecil untuk menambah
pendapatan keluarga dan mengoptimalakan sumber daya yang
dimiliki?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui kombinasi penggunaan input dalam produksi sayuran untuk
mengoptimalkan pendapatan
2. Mengetahui cara peningkatan pendapatan petani.
3. Mengetahui pendapatan aktual dan pendapatan hasil optimasi usahatani
sayuran sistem diversifikasi dengan kendala sumberdaya petani berupa
kepemilikan lahan, luasan lahan minimum, tenaga kerja, dan modal.
4. Mengetahui risiko dan optimasi lahan untuk memaksimalkan pendapatan
5. Mengetahui optimalisasi pola tanam untuk memaksimalkan pendapatan
6. Mengetahui strategi yang dilakukan petani kecil untuk menambah
pendapatan keluarga dan mengoptimalakan sumber daya yang dimiliki.
II. PEMBAHASAN
3
4
Penggunaan input berupa benih atau bibit, pupuk kendang, pupuk urea,
pupuk NPK, pestisida dan tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap produksi
sayur-sayuran. Penggunaan benih atau bibit sayuran ini sangat memperbesar
peluang untuk memperoleh produktivitas sayuran yang tinggi. Benih atau
bibit yang bermutu menjanjikan produksi yang baik dan bermuru pula jika
diikuti dengan perlakuan agronomi yang baik dan input teknologi yang
berimbang, sebaliknya bila benih atau bibit yang digunakan tidak berkualitas
baik maka produksinya tidak banyak menjanjikan atau tidaklebih baik dari
penggunaan bibit atau benih yang bermutu. Penggunaan bibit atau benih yang
berkualitas diharapkan mampu mengurangi berbagai faktor resiko kegagalan
panen.
Penggunaan pupuk kadang yang sering digunakan petani gurem juga
berpengaruh terhadap produksi sayuran, menurut hasil penelitian (Nainggolan
et al., 2017) mengatakan bahwa pemberian pupuk kandang pada tanaman
sawi sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sawi sebesar 0,298
persen. Pemupukan menggunakan pupuk kandang (kotoran ayam, kotoran
sapi, dan kotoran kambing) sangat baik untuk pertumbuhan sawi dengan
kualitas yang baik dan dapat meningkatkan produksi sawi. Pupuk kandang
yang digunakan ini berasal dari kotoran hewan ternak dimana penggunaannya
dapat menekan biaya input karena pupuk kandang biasa didapatkan gratis
oleh para petani.
B. Peningkatan Pendapatan Petani
Pengkajian untuk pembahasan dalam subbab ini mengkaji terkait artikel
“Peningkatan Pendapatan Petani Pada Usahatani Sayuran Dengan Penyisipan
Tanaman Sayuran Berumur Pendek Di Model Pertanian Bioindustri
Kabupaten Tabanan”. Hasil analisis deskriptif yang dilakukan terhadap
usahatani monokultur dan tumpang sisip sawi hijau pada tanaman utama
menunjukkan bahwa komponen hasil pertanaman ganda mengalami
penurunan dibandingkan pertanaman monokultur. Pada pertanaman tumpang
sisip berat ekonomis/tanaman brokoli mengalami penurunan sebesar 2,25%,
kol bunga 1,84% dan tagetes 3,00% dibandingkan dengan pertanaman
5
monokultur. Sedangkan sawi hijau yang ditanam secara tumpang sisip tidak
mengalami penurunan berat ekonomis dengan rata-rata berat
ekonomis/tanaman 32,00 g – 33,00 g/tanaman.
Penurunan hasil pada pertanaman tumpang sisip terhadap tanaman
utama disebabkan oleh adanya kompetisi tanaman akibat adanya tambahan
tanaman baru. Kompetisi ini meliputi kompetisi cahaya, air dan juga hara.
Akan tetapi melihat hasil tumpangsari dan monokultur komoditas utama,
penurunan hasil sangat rendah yaitu kurang dari 5,0%.
Pada kajian ini tidak terlihat adanya penurunan pertumbuhan dan hasil
tanaman pada sistem tanam tumpang sisip dibandingkan dengan monokutur.
Hal ini menunjukkan kompetisi tanaman pada sistem tumpang sisip dalam
memperebutkan faktor-faktor tumbuh seperti cahaya, air dan hara akibat
adanya tambahan tanaman baru (sisipan) tidak berpengaruh terhadap tanaman
utama. Hal ini juga disebabkan karena tanaman sisipan (sawi hijau) memiliki
umur yang pendek yaitu hanya 20 hst, sehingga tidak menimbulkan kompetisi
yang merugikan tanaman utama.
Efisiensi teknis suatu usahatani yang dilakukan ditunjukkan dengan
adanya pengeluaran minimum dengan output yang sama. Analisis yang
dilakukan terhadap sistem tanam pada kajian ini menunjukkan hal tersebut
belum bisa tercapai karena peningkatan penerimaan pada sistem tanam
tumpang sisip masih diikuti oleh peningkatan pengeluaran input usahatani.
Akan tetapi dengan adanya tambahan tanaman baru (sisipan) terjadi
peningkatan penerimaan dan keuntungan petani akibat adanya efisiensi input
seperti pengolahan lahan, penyiangan, pengendalian OPT dan yang lainnya
karena dapat dilakukan bersamaan.
Sistem tanam tumpang sisip sawi hijau pada tanaman utama brokoli,
kol bunga dan tagetes memberikan peningkatan keuntungan dibandingkan
pertanaman monokultur. Hasil analisis per 1.000 m2 diperoleh peningkatan
keuntungan pada sistem tumpang sisip brokoli dengan sawi hijau sebesar Rp
847.000,-, kol bunga Rp 888.750,- dan tagetes Rp 735.000,- dalam waktu 20
hari.
6
Tabel 1
Modal Yang Dimiliki Petani Usahatani Sayuran setiap Musim
Tanam
Musim tanam Modal (Rp)
Musim kemarau 15.587.913
Musim hujan 13.189.393
Rata-rata 14.388.653
Sumber : Data Primer Diolah 2017
Biaya yang diperhitungkan dalam penelitian ini yaitu biaya secara
keseluruhan baik biaya tetap maupun biaya variabel. Total biaya untuk
seluruh komoditas yang diusahakan dihitung perluasan yang dikelola
petani yaitu sebesar 0,49 hektar. Tabel 2 menunjukkan besarnya total
pengeluaran, penerimaan, dan pendapatan usahatani.
7
MUSIM KEMARAU
Total Biaya Total Biaya Pendapatan Pendapatan
No Komoditas Biaya Biaya dengan tanpa Dengan Tanpa
Tetap Variabel TKDK TKDK Penerimaan TKDK TKDK
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 K. Panjang 560.817 3.822.500 4.245.817 3.745.817 5.000.000 754.183 1.254.183
2 Tomat 526.067 3.475.000 4.001.067 3.501.067 4.500.000 498.933 998.933
3 Mentimun 421.730 3.628.000 4.049.730 3.549.730 5.000.000 950.270 1.450.270
4 Terung 735.300 2.556.000 3.291.300 2.791.300 4.000.000 708.700 1.208.700
Total (Rp) 2.243.913 13.481.500 15.587.913 13.587.913 18.500.000 2.912.087 4.912.087
MUSIM HUJAN
Total Biaya Total Biaya Pendapatan Pendapatan
No Komoditas Biaya Biaya dengan tanpa Dengan Tanpa
Tetap Variabel TKDK TKDK Penerimaan TKDK TKDK
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 K. Panjang 509.417 3.308.500 3.680.417 3.580.417 4.375.000 694.583 794.583
2 Tomat 478.667 3.001.000 3.479.667 3.379.667 4.500.000 1.020.333 1.120.333
3 Mentimun 372.610 3.014.000 3.386.610 3.286.610 4.375.000 988.390 1.088.390
4 Terung 650.700 1.992.000 2.642.700 2.542.700 3.150.000 507.300 607.300
Total (Rp) 2.011.393 11.315.500 13.189.393 12.789.393 16.400.000 3.210.607 3.610.607
Total/Tahun
(Rp) 4.255.307 24.797.000 28.777.307 26.377.307 34.900.000 6.122.693 8.522.693
Sumber : Data Primer Diolah Dari Lampiran 6 Keterangan : TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Tabel 2 juga menunjukkan besarnya pendapatan usahatani pada
setiap musim tanam. Jika tenaga kerja keluarga diperhitungkan maka
pendapatan usahatani pada musim kemarau yaitu sebesar Rp 2.912.087
dan pada musim hujan yaitu sebesar Rp 3.210.607 sehingga total
pendapatan usahatani dalam kurun waktu satu tahun yaitu sebesar Rp
6.122.693 dengan asumsi tanaman yang diusahakan hanya satu kali
musim tanam. Namun jika besarnya tenaga kerja dalam keluarga tidak
diperhitungkan maka pendapatan usahatani pada musim kemarau yaitu
sebesar Rp 4.912.087 dan pada musim hujan yaitu sebesar Rp
3.610.607 sehingga total pendapatan usahatani
2. Optimasi Sumberdaya Petani Sayuran Dengan Sistem Diversifikasi
Hasil analisis dengan menggunakan metode program linier
untuk optimasi sumberdaya petani sayuran dengan sistem
diversifikasi secara optimal jika penggunaan benih dan pupuk sesuai
dengan anjuran maka diperoleh hasil seperti tersaji pada Tabel 3.
8
Tabel 3.
Luas Lahan Optimal Usahatani Sayuran Dengan Sistem Diversifikasi
Penggunaan Lahan
No Komoditas Musim Kemarau Musim Hujan
(Hektar) (Hektar)
1. Kacang panjang 0 0,49
2. Tomat 0 0
3. Mentimun 0,49 0
4. Terung 0 0
Total 0,49 0,49
Sisa 0,08 0,08
Pendapatan Maksimum (Rp) 6.807.570
Sumber : Diolah Tahun 2017
Dari delapan aktivitas produksi yang dimasukkan ke dalam
program linier ternyata hanya dua aktivitas saja yang harus
dipertimbangkan dalam optimasi sumberdaya petani secara optimal.
Tabel 3 menunjukkan bahwa usahatani sayuran dengan sistem
diversifikasi yang dilakukan agar bisa mencapai kondisi yang optimal
dengan pendapatan maksimum maka usahatani sayuran yang harus
diusahakan yaitu pada musim kemarau 0,49 hektar ditanami
mentimun, sedangkan pada musim hujan 0,49 hektar ditanami kacang
panjang dengan pendapatan maksimum dalam kurun satu tahun yaitu
Rp 6.807.570.
a. Analisis Kepekaan
Hasil analisis optimasi terhadap ketersedian sumberdaya petani
atau nilai sebelah kanan dari kendala tentunya sewaktu-waktu dapat
berubah. Sumberdaya petani yang dimiliki mencerminkan jumlah
minimum yang harus dipenuhi agar kondisi optimal yang telah
dicapai dapat dipertahankan yaitu sebesar jumlah yang tersisa atau
sama dengan nilai surplusnya. Tabel 4 menunjukan kisaran
perubahan dari nilai sebelah kanan yang menjadi kendala atau
pembatas dalam optimasi sumberdaya petani secara optimal untuk
usahatani sayuran.
9
Tabel 4.
Kisaran Perubahan Koefisien Sebelah Kanan Dalam Kondisi Optimal
Usahatani Sayuran Sistem Diversifikasi
Slack Or Shadow Batas Batas
No Kendala R.H.S Surplus Price Bawah Atas
1 Lahan maksimum MK 0,57 0,08 0 0,49 M
2 Lahan maksimum MH 0,57 0,08 0 0,49 M
3 Lahan minimum MK 0,49 0 -9.577,55 0,4457 0,5602
4 Lahan minimum MH 0,49 0 -5.182,52 0 0,5212
5 Tenaga Kerja MK 280,8 0 25 -M 308,7
6 Tenaga Kerja MH 280,8 0 25 222,95 M
7 Modal MK (Rp .000) 15.587,91 1.952,410 0 13.635,50 M
8 Modal MH (Rp .000) 13.189,39 788,706 0 12.400,68 M
Sumber : Diolah Tahun 2017
Pada Tabel 4 dapat terlihat bahwa sumberdaya petani berupa
jumlah kepemilikan lahan yang dapat digunakan untuk usahatani
sayuran pada musim kemarau dan musim hujan merupakan kendala
yang sangat mengikat dan penambahan luas lahan sebagai batas
maksimum akan merubah nilai optimum. Luas kepemilikan lahan
yang dapat diusahakan yaitu setidaknya minimal 85 persen harus
diusahakan dan harus kurang dari atau sama dengan 0,57 hektar.
Pada musim kemarau dan musim hujan untuk pembatas lahan
maksimum ternyata memiliki surplus 0,08. Penggunaan tenaga kerja
keluarga juga menjadi pembatas yang sangat penting, hal ini terkait
ketersedian tenaga keluarga yang dimilki petani itu sendiri yaitu
yang terdiri dari dua orang tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja
keluarga yang dapat digunakan dalam usahatani sayuran ini yaitu
sebanyak 280,8 HKP pada setiap musimnya. Pada setiap musim
kendala tenaga kerja keluarga ini tidak terlalu peka terhadap kondisi
optimal, karena kekurangan tenaga kerja keluarga ini dapat dipenuhi
dengan menyewa tenaga kerja dari luar keluarga terutama pada
musim kemarau. Hal itu juga terbukti dari kisaran batas atas dan
batas bawahnya yang sempit. Pada musim kemarau petani harus
menyewa tenaga kerja dari luar, sedangkan pada musim hujan
tenaga kerja keluarga masih bisa memenuhi untuk digunakan pada
10
Dimana :
Z = pendapatan
Qij = pendapatan setiap jenis tanaman/budidaya j yang dihasillkan pada
MT ke i (Rp/kg)
Lij = luas lahan yang digunakan petani untuk jenis tanaman/budidaya j
pada MT ke i
i = musim tanam (MT) i = 1 dan 3
j = jenis komoditas/budidaya sayuran
15
maka petani akan menggiling padinya menjadi beras untuk dijual ke toko
dan saat ada salah satu warga yang mengalami musibah atau mengadakan
hajatan biasanya isteri petani gurem tidak menyumbang uang tetapi
menyumbang beras dari simpanan hasil panen padi kedua. Petani gurem di
Desa Tukul juga memiliki strategi tersendiri untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan ketika sedang sakit. Mayoritas petani gurem di Desa Tukul
memilih berobat ke puskesmas ketika sedang sakit. Hal ini karena biaya
berobat di puskesmas terjangkau bagi mereka serta adanya layanan
kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. Adapula petani gurem yang
memilih berobat ke dukun pijat daripada ke puskesmas merupakan petani
gurem yang berusia diatas 50 tahun, mereka melakukan hal tersebut karena
sudah menjadi kebiasaan mereka sejak dulu. Jarak puskesmas yang berada
di luar Desa Tukul membuat petani gurem yang tidak memiliki kendaraan
lebih memilih berobat ke dukun pijat atau membeli obat di warung.
c. Strategi Jaringan
Strategi jaringan adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan
dengan cara meminta bantuan kepada kerabat, tetangga dan relasi lainnya
baik secara formal maupun informal ketika dalam kesulitan, seperti
meminjam uang ketika memerlukan uang secara mendadak. Meminjam
uang merupakan langkah petani kecil untuk mendapatkan uang secara
cepat, bagi petani kecil yang memiliki tabungan berupa perhiasan emas
mereka biasanya akan mengadaikan perhiasan tersebut ketika
membutuhkan uang. Bagi petani gurem yang tidak memiliki tabungan
seperti perhiasan emas maka mereka biasanya meminjam kepada saudara
atau tetangga terdekat. Budaya gotong royong dan kekeluargaan yang
masih kental di Desa Tukul membuat kepedulian masyarakatnya sangat
kuat sehingga ketika salah seorang warga meminta bentuan maka warga
yang lain akan membantu sebisa mungkin. Pinjaman yang didapat petani
tidak harus berupa uang, ada sebagian petani yang memilih meminjam
perhiasan emas pada saudaranya yang keadaan ekonominya di atas mereka
untuk kemudian mereka gadaikan ke pegadaian dan akan ditebus setelah
20
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, kesimpulan yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut :
1. Petani mengkombinasikan faktor-faktor produksi guna memaksimalkan
perolehan pendapatan. Penggunaan faktor produksi yang tepat dan
seimbang dilakukan oleh para petani gurem guna memaksimalkan
pendapatan yang akan diperolehnya.
2. Sistem tanam tumpang sisip sawi hijau pada brokoli, kol bunga dan
tagetes tidak menurunkan secara signifikan produktivitas tanaman utama.
Terjadi penurunan produktivitas tanaman utama berkisar 1,84% - 3,00%.
Pertanaman tumpang sisip sawi hijau pada brokoli, kol bunga dan tagetes
memberikan peningkatan penerimaan, keuntungan dan B/C ratio
dibandingkan pertanaman monokultur. B/C ratio tumpang sisip sawi
hijau pada brokoli. Petani dapat meningkatkan pendapatannya dengan
cara menanaman tanaman sisipan sayuran yang berumur pendek karena
ini terbukti menghasilkan keuntungan daripada menanam secara
monokultur.
3. Kesimpulan pada subbab pendapatan aktual dan pendapatan hasil
optimasi usahatani sayuran sistem diversifikasi dengan kendala
sumberdaya petani berupa kepemilikan lahan, luasan lahan minimum,
tenaga kerja, dan modal adalah
a) Pendapatan aktual dari usahatani sayuran dengan sistem diversifikasi
yang dijalankan oleh petani yaitu sebesar Rp 6.122.693
b) Pendapatan maksimum setelah dioptimasi dalam usahatani sayuran
dengan sistem diversifikasi yaitu sebesar Rp 6.807.570
c) Pengalokasian sumberdaya petani berupa faktor-faktor produksi yang
optimal yaitu:
i. Pada musim kemarau tanaman yang diusahakan yaitu tanaman
mentimun saja dengan luasan lahan sebesar 0,49 hektar, sedangkan
21
22
B. Saran
Berdasarkan pembahasan, saran yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut :
1. Petani dengan luas lahan kecil yang menanam komoditas sayuran dapat
meningkatkan pendapatannya dengan cara menanam tanaman sisipan
yang berumur pendek untuk meningkatkan pendapatan karena selisih
keuntungannya lumayan banyak.
2. Pada musim kemarau lebih baik petani menanam mentimun saja dan
musim hujan menanam kacang panjang dengan luas lahan 0,49 hektar
tiap musimnya.
3. Untuk mengisi waktu yang tersisa di musim kemarau dan musim hujan
petani bisa menanam tanaman sayuran berumur pendek seperti tanaman
sawi yang bisa panen sekitar 2 bulanan saja.
4. Untuk menjaga tingkat produktivitas lahan dan kesinambungan usaha
maka perlu
5. adanya suatu penyuluhan-penyuluhan dari instansi terkait mengenai
penggunaan pupuk yang harus diberikan pada tanaman sayuran yang
diusahakan agar penggunaannya dapat dilakukan secara efektif dan
efisien sehingga biaya produksi dapat ditekan sekaligus tingkat
eksternalitas negatif dari pupuk kimia dapat diminmalisir.
6. Untuk penelitian lebih lanjut supaya dilakukan kajian mengenai optimasi
dengan melibatkan kendala kebutuhan atau konsumsi air tanaman serta
umur tanaman.
7. Pada musim kemarau lebih baik petani menanam mentimun saja dan
musim hujan menanam kacang panjang dengan luas lahan 0,49 hektar
tiap musimnya.
8. Untuk mengisi waktu yang tersisa di musim kemarau dan musim hujan
petani bisa menanam tanaman sayuran berumur pendek seperti tanaman
sawi yang bisa panen sekitar 2 bulanan saja.
9. Untuk menjaga tingkat produktivitas lahan dan kesinambungan usaha
maka perlu
24
LAMPIRAN
Jurnal Ilmiah Sosio Ekonomika Bisnis Vol 20. (1) 2017
pISSN 1412-8241 eISSN 2621-1246
ANALISIS EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI
PADA BEBERAPA JENIS USAHATANI SAYURAN DI KECAMATAN SUNGAI GELAM
KABUPATEN MUARO JAMBI
PENDAHULUAN
Komoditas tanaman hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang strategis
dan merupakan salah satu sub sektor penting dalam pembangunan pertanian. Pembangunan
pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas
kesempatan kerja serta mengisi dan memperluas pasar. Salah satu komoditas hortikultura yang dapat
memberikan pendapatan bagi petani adalah sayuran. Sayuran mempunyai nilai ekonomis yang tinggi
karena umur tanaman sayuran yang relatif pendek sehingga dapat dengan cepat menghasilkan dan
dapat terserap cepat di pasar karena merupakan salah satu komponen susunan menu keluarga yang
tidak dapat ditinggalkan.
Namun, tanaman hortikultura khususnya sayuran mempunyai karakteristik tertentu yaitu
produk mudah rusak, komponen utama mutu produk ditentukan oleh air dan bukan oleh kandungan
bahan kering karena konsumsinya dalam keadaan segar, ketersediaan produk bersifat musiman, dan
harga produk ditentukan oleh kualitas bukan kuantitas. Adapun ciri-ciri produk diatas menjelaskan
bahwa pembudidayaan tanaman hortikultura harus dilakukan secara intensif, mulai dari pemanenan,
pengangkutan, sampai pada pemasaran. Oleh karena itu, budidaya tanaman hortikultura bersifat
padat modal dan padat karya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa tanaman hortikultura adalah
tanaman yang pembudidayaannya menghendaki masukan (input) yang tinggi, namun menghasilkan
keluaran (output) yang juga tinggi per satuan luas per satuan waktu (Zulkarnain, 2010). Sayuran
merupakan jenis produk pertanian yang dikonsumsi setiap saat, sehingga sayuran mempunyai nilai
jual cukup tinggi. Adapun beberapa jenis sayuran yang berpotensi untuk diusahakan sekaligus
memberi keuntungan yang cukup tinggi antara lain sawi, bayam, kangkung, mentimun, kacang
panjang dan sayuran semusim lainnya. Sayuran daun seperti sawi, bayam dan kangkung adalah
beberapa jenis sayuran yang paling banyak diusahakan karena dilihat dari aspek budidayanya sangat
mudah dibanding dengan jenis tanaman sayuran lainnya. Selain itu, masa tanamnya yang relatif
pendek yaitu antara 1-1,5 bulan per musim tanam dapat dengan cepat mendapatkan hasil.
Provinsi Jambi tahun 2013 dengan luas panen 20.157 Ha, mampu menghasilkan produksi
sayuran sebesar 237.225 ton. Pencapaian produksi pada tahun 2013 ini masih tergolong rendah
dibandingkan dengan produksi sayuran pada tahun 2010 yang mencapai 1.786.842 ton dengan luas
panen 19.570 Ha. Kenaikan atau penurunan produksi terjadi sebagian besar disebabkan oleh faktor
cuaca dan iklim yang tidak menentu serta perubahan penggunaan faktor-faktor produksi. Pada
dasarnya petani akan mengubah penggunaan faktor-faktor produksi apabila dapat meningkatkan
pendapatannya. Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi
Jambi. Kabupaten Muaro Jambi dengan luas panen seluas 1300 Ha mampu memproduksi sayuran
sejumlah 5052 ton dengan tingkat produktivitas 3,88 ton/Ha. Luas panen dan produktivitas tanaman
sayuran di Kabupaten Muaro Jambi relatif kecil dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Jambi.
Kabupaten Muaro Jambi termasuk dalam kategori wilayah dataran rendah dimana pada wilayah ini
memiliki ketinggian dari 0-100 meter di atas permukaan laut. Namun, kelebihan dari beberapa jenis
sayuran seperti sawi, bayam dan kangkung adalah dapat tumbuh baik di berbagai ketinggian, baik
dataran rendah maupun dataran tinggi. Beberapa jenis sayuran daun seperti sawi, bayam, kangkung
di Kabupaten Muaro Jambi terdapat di beberapa kecamatan, salah satu diantara kecamatan yang
paling banyak mengusahakan beberapa jenis sayuran tersebut adalah Kecamatan Sungai Gelam.
Kecamatan Sungai Gelam merupakan luas areal tanam sayuran daun terbesar di Kabupaten Muaro
Jambi. Kecamatan ini juga merupakan salah satu pemasok sayur-sayuran bagi masyarakat di Kota
Jambi karena antara pasar dengan tempat produksi sayuran cukup terjangkau selain itu juga karena
beberapa jenis sayuran tersebut memliki nilai komersial yang relatif baik. Kecamatan Sungai Gelam
terdiri dari 15 Desa, dimana dua diantaranya merupakan desa terbesar dalam memproduksi beberapa
jenis sayuran yaitu Desa Kebon IX dan Desa Mekar Jaya. Pemilihan lokasi penelitian di dua desa
tersebut selain terbesar dalam memproduksi sayuran, juga karena menurut penyuluh pertanian
lapangan di daerah penelitian (PPL) desa tersebut merupakan wilayah yang di arahkan dalam
pengembangan usahatani sayuran di Kecamatan Sungai Gelam.
2
Pada tahun 2012 hingga 2013 produktivitas beberapa jenis sayuran terlihat stabil seperti sawi
yaitu 3,2 ton/Ha, bayam dan kangkung sebesar 1,6 ton/Ha, namun jika dibandingkan dengan skala
produktivitas sayuran daun seperti sawi, bayam dan kangkung di wilayah dataran rendah seharusnya
mampu mencapai 5-10 ton/Ha tiap tahunnya (Nazaruddin, 1999). Hal ini menunjukkan bahwa
produktivitas beberapa jenis sayuran tersebut di Kecamatan Sungai Gelam masih sangat jauh
tertinggal. Rendahnya tingkat produktivitas usahatani disebabkan oleh faktor dari dalam lingkungan
usahatani. Salah satu faktor dari dalam lingkungan usahatani adalah faktor-faktor produksi.
Penggunaan faktor-faktor produksi dinilai sangat penting karena mempunyai pengaruh terhadap
produksi yang dihasilkan. Menurut Nurung 2002 dalam Wibisono (2011) penggunaan faktor produksi
dalam usahatani dilaksanakan secara turun-menurun, sehingga penggunaan faktor produksi tidak
ditakar secara persis. Hal ini yang menyebabkan penggunaan faktor produksi tidak efisien. Efisiensi
produksi secara ekonomis memerlukan prasyarat informasi harga jual produksi dan harga beli faktor-
faktor produksi yang digunakan dalam usahatani. Hal ini yang menyebabkan penilaian efisiensi
produksi secara ekonomis disebut sebagai efisiensi harga. Untuk memperoleh nilai produksi yang
ekonomis maka petani harus menggunakan faktor produksi dengan ketentuan Nilai Produk Marginal
(NPM) dengan harga masing-masing faktor produksi sama besarnya. Nilai Produksi Marginal (NPM)
dari setiap unit tambahan output sama dengan harga dari setiap unit input (Pxi).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah (1) untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani sayuran (sawi, bayam dan
kangkung) di Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi dan (2) untuk menganalisis efisiensi
ekonomi penggunaan faktor produksi beberapa jenis usahatani sayuran (sawi, bayam dan kangkung)
di Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kebon IX dan Desa Mekar Jaya di Kecamatan Sungai Gelam
dengan penarikan sampel yang dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa
kedua desa tersebut merupakan desa dengan daerah terluas dalam mengusahakan sayuran daun di
Kecamatan Sungai Gelam. Penentuan sampel responden di Desa Kebon IX dan Desa Mekar Jaya
dilakukan dengan teknik Snowball Sampling (pengambilan sampel bola salju). Dengan teknik ini, mula-
mula peneliti mencari responden yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, kemudian dari
responden ini akan menunjuk atau mengajak temannya yang lain untuk dijadikan sampel, dan
seterusnya sehingga jumlah sampel semakin banyak (Rianse, Usman dan Abdi, 2012).
Jika terdapat satu orang petani mengusahakan minimal salah satu jenis sayuran dari beberapa
jenis sayuran yang ditentukan (sawi, bayam dan kangkung) maka petani tersebut sudah bisa dikatakan
sebagai responden. Apabila terdapat lebih dari 30 petani yang masing-masing petani mengusahakan
ketiga jenis sayuran tersebut diatas, maka responden yang diambil adalah 30 orang petani yang
mengusahakan ketiga jenis sayuran tersebut. Hal ini menandakan bahwa penentuan responden
disesuaikan dengan kondisi lapangan. Objek dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan
usahatani sayuran untuk beberapa jenis sayuran seperti sawi, bayam dan kangkung. Adapun
pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2015 sampai tanggal 31 September
2015.
Untuk mengkaji hubungan fungsional antara faktor-faktor produksi dengan produksi pada
usahatani sayuran sawi, bayam dan kangkung digunakan analisis regresi dengan model fungsi produksi
Cobb-Douglas. Persamaan fungsi tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
Y i = aX1b1. X2b2. X3b3. X4b4. X5b5. X6b6. eµ
Keterangan :
Y i = Produksi sayuran ke-i (Kg/MT)
a = Konstanta
X 1 = Luas lahan (Ha)
X 2 = Benih (Kg)
3
Dimana :
NPMxi = Nilai produk marginal untuk masukan Xi
Pxi = Harga masukan Xi
Py = Harga hasil produksi
Kriteria yang digunakan sebagai berikut :
a. Apabila nilai : (NPMxi)/(Pxi ) = 1 : artinya pengunaaan input xi mencapai nilai efisiensi
ekonomi
b. Apabila nilai : (NPMxi)/(Pxi ) > 1 : artinya pengunaaan input xi belum mencapai nilai efisiensi
ekonomi
c. Apabila nilai : (NPMxi)/(Pxi ) < 1 : artinya pengunaaan input xi tidak efisien
4
Luas lahan berpengaruh terhadap produksi sawi dengan elastisitas sebesar 0,502 dan
bertanda positif yang berarti bahwa kenaikan luas lahan sebesar 1 % akan meningkatkan produksi
sebesar 0,502 persen (cateris paribus). Luas lahan yang dimiliki petani sayuran di daerah penelitian
mempengaruhi produksi yang akan diperoleh. Hal ini sesuai dengan teori menurut Suratiyah (2011)
yang menyatakan bahwa dipandang dari sudut efisiensi, semakin luas lahan yang diusahakan maka
semakin tinggi produksi dan pendapatan per kesatuan luasnya.
Benih berpengaruh terhadap produksi sawi dengan elastisitas sebesar 0,276 dan bertanda
positif yang berarti bahwa kenaikan benih sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar
0,276 persen. Benih yang bermutu menjanjikan produksi yang baik dan bermutu pula jika diikuti
dengan perlakuan agronomi yang baik dan input teknologi yang berimbang. Sebaliknya, bila benih
yang digunakan tidak berkualitas baik maka produksinya banyak tidak menjanjikan atau tidak lebih
baik dari penggunaan benih bermutu. Penggunaan benih berkualitas diharapkan mampu mengurangi
berbagai faktor resiko kegagalan panen.
Pupuk kandang berpengaruh terhadap produksi sawi dengan elastisitas sebesar 0,298 dan
bertanda positif yang berarti bahwa kenaikan pupuk kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan
produksi sawi sebesar 0,298 persen. Produksi sawi dapat ditingkatkan melalui budidaya yang baik,
yaitu pemeliharaan dan pemupukan yang tepat. Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang
(kotoran ayam, kotoran sapi dan kotoran kambing) sangat baik untuk pertumbuhan sawi dengan
kualitas yang baik dan dapat meningkatkan produksi sawi caisim (Lingga, 1991).
Bayam
Hasil analisis regresi untuk jenis sayuran bayam dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 6. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Pada Usahatani Sayuran Bayam
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LGX1
0.373871
0.169363
2.207515
0.0375
LGX2 0.306523 0.114900 2.667740 0.0137
LGX3 0.233386 0.112741 2.070097 0.0499
LGX4 0.186658 0.085922 2.172412 0.0404
LGX5 0.039843 0.056881 0.700452 0.4907
LGX6 -0.009109 0.087330 -0.104300 0.9178
C 6.121216 1.090479 5.613328 0.0000
R-squared
0.984102
Adjusted R-squared 0.979954
F-statistic 237.2847
Prob(F-statistic) 0.000000
estimasi di atas dapat dituliskan
Dari hasil persamaaan untuk usahatani sayuran bayam di
daerah penelitian sebagai berikut :
Ybayam = 1321295,634. X10,373. X20,306. X30,233. X40,186. X50,039 . X6-0,009
Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar proporsi dari faktor-faktor
produksi berpengaruh terhadap hasil produksi. Hasil analisis dengan program eviews 7 dapat dilihat
pada nilai Adjusted R-squared sebesar 0,979. Hal ini berarti 97,9 persen variasi hasil produksi sayuran
bayam dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya
sebesar 2,1 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model.
Pengaruh penggunaan faktor – faktor produksi secara bersama – sama terhadap jumlah
produksi sayuran bayam yang dihasilkan dapat diketahui dengan menggunakan uji F, dari hasil analisis
diperoleh nilai pada F-statistic sebesar 237.2847 dengan probabilitas sebesar 0,000000. Nilai
probabilitas yang lebih kecil dari alfa (0,05) menunjukkan hasil yang signifikan, artinya variabel bebas
yang terdapat dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi sayuran bayam di
Kecamatan Sungai Gelam. Hasil analisis regresi ini sesuai dengan hipotesis awal yang diajukan dalam
8
penelitian, dimana diduga faktor produksi luas lahan, benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja secara
bersama-sama berpengaruh terhadap jumlah produksi usahatani sayuran bayam di Kecamatan Sungai
Gelam Kabupaten Muaro Jambi.
Pengaruh faktor produksi terhadap produksi bayam secara parsial dapat diketahui dengan
melihat nilai probabilitas pada masing-masing variabel faktor produksi. Nilai probabilitas yang lebih
kecil dari alfa (0,05) menunjukkan hasil yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Berdasarkan hasil analisis diatas, didapat bahwa nilai probabilitas faktor produksi luas lahan (x1), benih
(x2) dan pupuk urea (x4) lebih kecil dari alfa (0,05) pada tingkat kepercayaan 95 persen, yang berarti
secara parsial atau individu variabel bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi bayam.
Sedangkan nilai probabilitas yang meliputi pupuk kandang (x3), pestisida (x5) dan tenaga kerja (x6) lebih
besar dari alfa (0,05) pada tingkat kepercayaan 95 persen, yang berarti secara parsial atau individu
variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bayam.
Luas lahan berpengaruh terhadap produksi bayam dengan elastisitas sebesar 0,373 dan
bertanda positif yang berarti bahwa kenaikan luas lahan sebesar 1 persen akan meningkatkan
produksi sebesar 0,373 persen (cateris paribus). Hasil ini sesuai dengan teori Hernanto (1991) yang
menyatakan bahwa dengan lahan usahatani sempit, akan membatasi petani berbuat pada rencana
yang lebih lapang. Tanah yang sempit dengan kualitas tanah yang kurang baik akan merupakan beban
bagi petani pengelola usahatani.
Benih berpengaruh terhadap produksi bayam dengan elastisitas sebesar 0,306 dan bertanda
positif yang berarti bahwa kenaikan benih sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar
0,306 persen. Hal ini sesuai dengan teori Anwar (2005) yang menyatakan bahwa keberhasilan
budidaya sayuran utama di Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan benih sayuran yang
bermutu secara berkesinambungan.
Pupuk urea berpengaruh terhadap produksi sebesar 0,186 dan bertanda positif yang berarti
bahwa kenaikan pupuk urea sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi bayam sebesar 0,186
persen. Hal ini sesuai dengan teori Hardjowigeno (1987) dalam Dian (2012) yang menyatakan bahwa
selain pemberian pupuk organik, pemberian pupuk urea sebagai sumber hara N merupakan usaha
yang banyak dilakukan dalam meningkatkan produkstivitas sayuran. Pupuk urea sebagai sumber hara
N dapat memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman, dimana tanaman yang tumbuh pada tanah
yang cukup N, berwarna lebih hijau.
Kangkung
Hasil analisis regresi untuk jenis sayuran kangkung dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 7. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Pada Usahatani Sayuran Kangkung
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LGX1
-0.439073
0.137425
-3.195007
0.0040
LGX2 1.073677 0.160159 6.703821 0.0000
LGX3 0.220211 0.091674 2.402118 0.0248
LGX4 0.048095 0.069173 0.695292 0.4938
LGX5 0.084105 0.055943 1.503407 0.1463
LGX6 0.113744 0.122220 0.930655 0.3617
C 2.672915 0.743867 3.593273 0.0015
R-squared
0.976065
Adjusted R-squared 0.969820
F-statistic 156.3194
Prob(F-statistic) 0.000000
Dari hasil estimasi di atas dapat dituliskan persamaaan untuk usahatani sayuran kangkung di
daerah penelitian sebagai berikut :
Ykangkung = 469,89. X1-0,439. X21,073. X30,220. X40,048. X50,084 . X60,113
9
Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar proporsi dari faktor-faktor
produksi berpengaruh terhadap hasil produksi. Hasil analisis dengan program eviews 7 dapat dilihat
pada nilai Adjusted R-squared sebesar 0,969. Hal ini berarti 96,9 persen variasi hasil produksi sayuran
kangkung dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya
sebesar 3,1 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Pengaruh penggunaan faktor –
faktor produksi secara bersama – sama terhadap jumlah produksi sayuran kangkung yang dihasilkan
dapat diketahui dengan menggunakan uji F, dari hasil analisis diperoleh nilai pada F-statistic sebesar
156,3194 dengan probabilitas sebesar 0,000000. Nilai probabilitas yang lebih kecil dari alfa (0,05)
menunjukkan hasil yang signifikan, artinya variabel bebas yang terdapat dalam model secara bersama-
sama berpengaruh terhadap produksi sayuran kangkung di Kecamatan Sungai Gelam.
Pengaruh faktor produksi terhadap produksi kangkung secara parsial dapat diketahui dengan
melihat nilai probabilitas pada masing-masing variabel faktor produksi. Nilai probabilitas yang lebih
kecil dari alfa (0,05) menunjukkan hasil yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Berdasarkan hasil analisis diatas, didapat bahwa nilai probabilitas faktor produksi luas lahan (x1), benih
(x2) dan pupuk kandang (x3) lebih kecil dari alfa (0,05) pada tingkat kepercayaan 95 persen, yang berarti
secara parsial atau individu variabel bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi kangkung.
Sedangkan nilai probabilitas yang meliputi pupuk urea (x4), pestisida (x5) dan tenaga kerja (x6) lebih
besar dari alfa (0,05) pada tingkat kepercayaan 95 persen, yang berarti secara parsial atau individu
variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kangkung.
Luas lahan berpengaruh terhadap produksi kangkung dengan elastisitas sebesar 0,439 dan
bertanda negatif yang berarti bahwa kenaikan luas lahan sebesar 1 persen akan mengakibatkan
menurunnya produksi sebesar 0,439 persen (cateris paribus). Berdasarkan keadaan luas lahan di
daerah penelitian pada usahatani kangkung, penggunaan lahan tidak seimbang dengan pengaplikasian
benih, sehingga berdampak pada produksi sayuran itu sendiri. Hal ini diduga karena jarak tanam yang
terlalu dekat yaitu kira-kira 10 cm x 10 cm, sedangkan rekomendasi jarak tanam yang dianjurkan untuk
tanaman kangkung menurut Sunarjono (2013) yaitu sekitar 20 cm x 30 cm. Menurut Harjadi (1996)
dalam Pambayun (2008), pengaturan jarak tanam sangat berkaitan erat dengan kerapatan tanaman.
Kerapatan tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan
jarak tanam yang rapat akan meningkatkan jumlah populasi namun kompetisi yang dialami tanaman
juga semakin ketat. Kompetisi yang intensif antar tanaman dapat mengakibatkan perubahan
morfologi pada tanaman, seperti berkurangnya organ yang terbentuk sehingga perkembangan
tanaman menjadi terganggu. Oleh karena itu, jika bertambahnya penggunaan lahan sebesar 1 persen
maka akan mengakibatkan penurunan produksi sebesar 0,439 persen.
Benih berpengaruh terhadap produksi kangkung dengan elastisitas sebesar 1,073 dan
bertanda positif yang berarti bahwa kenaikan benih sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi
sebesar 1,073 persen. Hal ini sesuai dengan teori Anwar (2005) yang menyatakan bahwa keberhasilan
budidaya sayuran utama di Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan benih sayuran yang
bermutu secara berkesinambungan.
Pupuk kandang berpengaruh terhadap produksi kangkung dengan elastisitas sebesar 0,220
dan bertanda positif yang berarti bahwa kenaikan pupuk kandang sebesar 1 persen akan
meningkatkan produksi kangkung sebesar 0,220 persen. Penggunaan pupuk organik selain untuk
meningkatkan produktivitas juga untuk melestarikan sumberdaya alam. Dalam rangka meningkatkan
produktivitas tanaman sayuran, umumnya petani menggunakan pupuk kandang karena selain
memperbaiki struktur tanah juga mendapatkan unsur hara mikro dan makro didalamnya. Juga dapat
menciptakan kegemburan tanah yang baik dan ideal bagi pertumbuhan tanaman.
Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Sawi
10
Hasil analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi pada usahatani sayuran sawi
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 8. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Sayuran Sawi
Variabel Koefisien (bi) Harga Input (pxi) NPMxi NPMxi/Pxi
Luas lahan 0,502001 2000000 24982955,9 12,49
Benih 0,276955 110000 3066953,25 27,88
Pupuk kandang 0,298817 650 3378,35 5,19
Tabel 8 menunjukkan bahwa pada penggunaan faktor produksi untuk tanaman sawi yaitu luas
lahan, benih dan pupuk kandang memiliki nilai efisiensi > 1. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
produksi tersebut belum efisien dan untuk mencapai faktor produksi yang efisien maka perlu
penambahan pengggunaan lahan, benih dan pupuk kandang.
Bayam
Hasil analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi pada usahatani sayuran bayam
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 9. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Sayuran Bayam
Variabel Koefisien (bi) Harga Input (pxi) NPMxi NPMxi/Pxi
Luas lahan 0,373871 2000000 19535350,8 9,76
Benih 0,306523 120000 602113,397 5,01
Pupuk Urea 0,186658 3000 170679,615 56,89
Tabel 9 menunjukkan bahwa pada penggunaan faktor produksi untuk tanaman bayam yaitu
luas lahan, benih dan pupuk urea memiliki nilai efisiensi > 1. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
produksi tersebut belum efisien dan untuk mencapai faktor produksi yang efisien maka perlu
penambahan pengggunaan lahan, benih, dan pupuk urea. Sedangkan pada penggunaan faktor
produksi tenaga kerja memiliki nilai efisiensi < 1.
Kangkung
Hasil analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi pada usahatani sayuran kangkung
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 10. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Sayuran
Kangkung
Variabel Koefisien (bi) Harga Input (pxi) NPMxi NPMxi/Pxi
Luas lahan -0,439073 2000000 −29995151 -14,99
Benih 1,073677 35000 945067,05 27
Pupuk
0,220211 650 2479,53827 3,81
Kandang
Tabel 10 menunjukkan bahwa pada penggunaan faktor produksi untuk tanaman kangkung
yaitu benih dan pupuk kandang memiliki nilai efisiensi > 1. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
produksi tersebut belum efisien dan untuk mencapai faktor produksi yang efisien maka perlu
penambahan pengggunaan benih dan pupuk kandang. Sedangkan pada penggunaan faktor produksi
luas lahan memiliki nilai efisiensi < 1. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi tersebut tidak
efisien dan untuk mencapai faktor produksi yang efisien maka faktor produksi luas lahan harus
dikurangi penggunaannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa jenis usahatani sayuran di Kecamatan Sungai
Gelam diperoleh kesimpulan (1) Faktor – faktor produksi pada usahatani sayuran sawi, bayam dan
kangkung secara bersama – sama berpengaruh terhadap produksi sayuran sawi, bayam dan kangkung.
Sementara, secara parsial penggunaan faktor produksi lahan, benih dan pupuk kandang berpengaruh
signifikan terhadap produksi sawi dan kangkung. Sementara untuk usahatani sayuran bayam
penggunaan faktor produksi lahan, benih, pupuk kandang dan pupuk urea berpengaruh signifikan
terhadap produksi bayam, dan (2) Penggunaan faktor – faktor produksi yang masuk dalam kategori
11
belum efisien pada usahatani sawi yaitu luas lahan, benih dan pupuk kandang, untuk usahatani
sayuran bayam meliputi luas lahan, benih dan pupuk urea, sementara pada usahatani kangkung
meliputi benih, pupuk kandang, pupuk urea dan pestisida.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dekan Fakultas Pertanian Universitas Jambi dan
Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi yang telah memfasilitasi pelaksanaan
penelitian ini. Selain itu ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Kecamatan Sungai
Gelam Kabupaten Muaro Jambi, Kepala Desa Kebon IX dan Kepala Desa Mekar Jaya yang memfasilitasi
pelaksanaan penelitian di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Aswaldi. 2005. Perbenihan Sayuran di Indonesia Kondisi Terkini dan Prospek Bisnis Benih
Sayuran. Diunduh dari
http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalagronomi/article/viewFile/1513/586. Diakses
pada tanggal 28 Desember 2015.
Dian, Eka Kiswati. 2012. Pengaruh Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sayuran. Diunduh
dari https://hortikulturapolinela.files.wordpress.com/2012/10/eka-dian-kiswati.pdf. Diakses
pada tanggal 28 Desember 2015.
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometri Dasar. Terjemahan: Sumarno Zain. Jakarta: Erlangga.
Hernanto, Fadholi. 1991. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pambayun, Ratna. 2008. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Beberapa Sayuran Indigenous.
Diunduh dari
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/2760/A08rpa.pdf?sequence=4.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2015.
Purnami, Etik, Shorea Khaswarina, Suardi Tarumun. 2012. Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap
Produksi Sawi Di Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. Diunduh
dari http://ejournal.unri.ac.id/index.php/IJAE/article/view/1542. Diakses pada tanggal 8
desember 2015.
Sunarjono, Hendro. 2013. Bertanam 36 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunaryono, Hendro. 2003. Kunci Bercocok Tanam Sayur-Sayuran Penting Di Indonesia (Produksi
Hortikultura II). Sinar Baru Algensindo. Bandung.
Suratiyah, Ken. 2011. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Usman, Rianse dan Abdi. 2012. Metodologi Penelitian Sosial Dan Ekonomi (Teori Dan Aplikasinya).
Alfabeta. Bandung.
Wibisono, Hariawan. 2011. Analisis Efisiensi Usahatani Kubis (Studi Empiris Di Desa Banyuroto
Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang). Diunduh dari
http://core.ac.uk/download/pdf/11727453.pdf . Diakses pada tanggal 20 April 2015.
Zulkarnain. 2010. Dasar Dasar Hortikultura. Bumi Aksara. Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
ABSTRACT
The study of insertion of short-term vegetable plants on vegetable farming was carried out at
the location of the Bioindustry Agriculture Model of Antapan village, Baturiti in Tabanan Regency
in July-September 2018. The treatments studied were comparing three monoculture vegetable farms
and inserted green vegetable plants so that there were six treatments with 3 farmers as a replication.
Three vegetables studied were broccoli, cauliflower and tagetes. The spacing of the three
commodities is 40 cm x 40 cm with 1 plant per hole while the green vegetables with an average
harvest age of 20 days are planted between main plants with a spacing of 40 cm x 40 cm 3 plants per
hole. Plant agronomic data were analyzed descriptively and feasibility of farming analysis (B / C
ratio) was carried out. The results show that the insertion of green vegetables in the main vegetable
crops did not significantly reduce the productivity of main vegetable crops with a decrease of 2.25%
(broccoli), 1.84% (cauliflower) and 3.00% (tagetes) respectively, with additional production green
vegetables range from 240-247 kg per 1,000 m2. The results of the farming analysis show that the
insertion of green vegetable plants in the three commodities provided an increase in farming profits
an average of Rp. 735,000 - Rp. 888,750 on 1,000 m2 farm scale, so as to improve farming efficiency,
which is marked by increasing B / C ratio compare monoculture system.
Keywords: crop insertion, productivity, income
ABSTRAK
Kajian penyisipan tanaman sayuran berumur pendek pada usahatani sayuran dilakukan di
lokasi Model Pertanian Bioindustri Desa Antapan, Kecataman Baturiti, Kabupaten Tabanan pada
Juli-September 2018. Perlakuan yang dikaji yaitu membandingkan tiga usahatani sayuran yang
ditanam secara monokultur dan disisipi tanaman sawi hijau sehingga terdapat enam perlakuan dengan
3 petani sebagai ulangan. Tiga sayuran yang dikaji yaitu brokoli, kol bunga dan bunga tagetes. Jarak
tanam ketiga komoditas tersubut 40 cm x 40 cm dengan 1 tanaman per lubang sedangkan sawi hijau
dengan umur panen rata-rata 20 hari ditanam diantara tanaman dengan jarak tanam 40 cm x 40 cm 3
tanaman per lubang. Data agronomis tanaman dianalisis deskriptif dan dilakukan kelayakan analisis
usahatani (B/C ratio). Hasil kajian menunjukkan bahwa penyisipan sawi hijau pada tanaman sayuran
utama tidak signifikan menurunkan produktivitas tanaman sayuran utama dengan penurunan masing-
masing 2,25% (brokoli), 1,84% (kol bunga) dan 3,00 % (tagetes), dengan tambahan produksi sawi
hijau berkisar 240-247 kg per 1.000 m.. Hasil analisis usahatani menunjukkan penyisipan tanaman
sawi hijau pada ketiga komoditas tersebut memberikan peningkatan keuntungan usahatani rata-rata
Rp 735.000- Rp 888.750,- pada skala usahatani 1.000 m2, sehingga dapat meningkatkan efisiensi
usahatani yang dilakukan, yang ditandai dengan meningkatnya B/C ratio dibandingkan pertanaman
monokultur.
Kata kunci: penyisipan tanaman, produktivitas, pendapatan
PENDAHULUAN
Pengembangan model pertanian bioindustri menjadi isu strategis ke depan. Salah satu
penciri model pertanian ini yaitu prinsip pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan secara
ekonomi, sosial dan lingkungan. Hal ini merupakan kunci untuk peningkatan efisiensi dan
nilai tambah ekonomi (Simatupang, 2014 dalam Hendrayana et al., 2018). Lebih lanjut
Simatupang (2014) menyatakan dengan model pertanian bioindustri penggunaan input atau
108
Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
ongkos produksi yang lebih rendah, namun menghasilkan produksi yang lebih besar, berarti
dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi dan laba usaha.
Pengembangan model pertanian bioindustri Desa Antapan Kecamatan Baturiti,
Kabupaten Tabanan Bali yang dimulai tahun 2015 telah memberikan banyak perubahan dalam
pengelolaan usahatani integrasi tanaman sayuran – ternak sapi. Adijaya et al. (2018)
menyatakan terjadi peningkatan jenis komoditas sayuran yang diusahakan dari 4-5 komoditas
tahun 2015 menjadi lebih dari 15 jenis sayuran tahun 2018 termasuk pengembangan bunga
tagetes. Hal ini tidak lepas dari inovasi yang diperkenalkan, salah satunya menyediaan air
irigasi melalui pengembangan pompa hidram dan embung. Untuk antisipasi kegagalan dan
ketidakpastian harga petani umumnya menanam 4-5 jenis komoditas sayuran secara
monokultur, padahal untuk meningkatkan keuntungan usahatani penanaman dapat dilakukan
dengan pertanaman ganda (companion crop).
Salah satu sistem tanaman dalam upaya meningkatkan produktivitas lahan yaitu dengan
sistem pertanaman berganda. Sistem pertanaman berganda atau tumpangsari adalah definisi
umum dari semua pola pertanaman yang melibatkan penanaman lebih dari satu jenis tanaman
pada suatu hamparan lahan. Prinsip esensial yang terkandung di dalamnya adalah penanaman
beberapa jenis tanaman secara sekaligus pada sehamparan lahan (intercropping) dan
penanaman beberapa jenis tanaman secara bertahap pada sehamparan lahan (sequential
cropping) (Steiner 1984 dalam Adiyoga et al., 2004). Lebih lanjut Seetisarn (1977 dalam
Kasijadi dan Dwiastuti, 2016) mengutarakan bahwa pola tanam merupakan suatu kunci
strategis untuk usaha peningkatan produksi bahan pangan, kesempatan kerja dan pendapatan
pada daerah yang langka lahan pertaniannya serta kelebihan tenaga kerja. Suwandi et al.,
(2003) menambahkan hal yang harus diperhatikan dalam pertanaman ganda yaitu sinergisme
tanaman diharapkan menjadi salah satu model pengelolaan sumberdaya yang efisien dan
berkelanjutan bagi usahatani sayuran. Sinergisme tanaman didefinisikan sebagai suatu proses
interaksi positif dari perpaduan suatu tanaman dengan tanaman lain dalam suatu komunitas,
sehingga memberikan respons yang lebih produktif dan efisien karena interaksinya
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka kajian penyisipan tanaman sayuran berumur
pendek pada tanaman sayuran utama ini dicoba. Dengan pertanaman ganda (tanaman sisip
berumur pendek) diharapkan akan mampu memberikan peningkatan produktivitas lahan serta
peningkatan keuntungan usahatani yang dilakukan.
METODE PENELITIAN
109
Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
Keterangan :
I = Pendapatan/keuntungan
P = Harga produksi per unit
Q = Jumlah produksi
TC = Jumlah biaya produksi (tunai)
Hasil Agronomis
Hasil analisis deskriptif yang dilakukan terhadap usahatani monokultur dan tumpang
sisip sawi hijau pada tanaman utama menunjukkan bahwa komponen hasil pertanaman ganda
mengalami penurunan dibandingkan pertanaman monokultur. Pada pertanaman tumpang sisip
berat ekonomis/tanaman brokoli mengalami penurunan sebesar 2,25%, kol bunga 1,84% dan
tagetes 3,00% dibandingkan dengan pertanaman monokultur. Sedangkan sawi hijau yang
ditanam secara tumpang sisip tidak mengalami penurunan berat ekonomis dengan rata-rata
berat ekonomis/tanaman 32,00 g – 33,00 g/tanaman (Tabel 1 dan 2).
Penurunan hasil pada pertanaman tumpang sisip terhadap tanaman utama disebabkan
oleh adanya kompetisi tanaman akibat adanya tambahan tanaman baru. Kompetisi ini
meliputi kompetisi cahaya, air dan juga hara. Akan tetapi melihat hasil tumpangsari dan
monokultur komoditas utama, penurunan hasil sangat rendah yaitu kurang dari 5,0%.
Yuwariah (2015) menyatakan pada pertanaman ganda apabila terjadi kompetisi sampai
intensitas sinar rendah akan menyebabkan terganggunya proses metabolisme yang berakibat
menurunnya laju fotosintesis dan sintesa karbohidrat. Lebih lanjut Salibury dan Ross (1995
dalam Zuchri, 2007) menyatakan fotositas sebagai hasil dari proses fotosintesis sangat
mempengaruhi metabolisme tanaman. Apabila fotosintat terbatas maka akan berpengaruh
terhadap metabolisme tanaman yang berakibat terhadap penurunan pertumbuhan dan hasil
tanaman.
Pada kajian ini tidak terlihat adanya penurunan pertumbuhan dan hasil tanaman pada
sistem tanam tumpang sisip dibandingkan dengan monokutur. Hal ini menunjukkan kompetisi
tanaman pada sistem tumpang sisip dalam memperebutkan faktor-faktor tumbuh seperti
cahaya, air dan hara akibat adanya tambahan tanaman baru (sisipan) tidak berpengaruh
terhadap tanaman utama. Hal ini juga disebabkan karena tanaman sisipan (sawi hijau)
memiliki umur yang pendek yaitu hanya 20 hst, sehingga tidak menimbulkan kompetisi yang
merugikan tanaman utama.
110
Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
Tabel 1.
Hasil ekonomis pertanaman dan per satuan luas pada penanaman monokultur di Desa
Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan Bali tahun 2018
Produktivitas sawi hijau pada pertanaman tumpang sisip, jauh lebih rendah
dibandingkan dengan pertanaman sawi hijau monokultur. Hal ini disebabkan karena populasi
tanaman sawi pada sistem tumpang sisip hanya 25% dibandingkan dengan pertanaman
monokultur. Rata-rata produktivitas sawi hijau per 1.000 m2 pada sistem monokultur sebesar
960 kg sedangkan pada sistem tanam tumpang sisip hanya berkisar 240, 00 kg – 247,50 kg.
Wiroatmojo dan Najib (1995) menyatakan bahwa pada pertanaman tumpang sisip perlu
diperhatikan waktu tanam yang sesuai agar tidak menurunkan hasil tanaman akibat adanya
kompetisi akibat naungan, sehingga penurunan produktivitas dapat ditekan. Selain itu Lorina
et al. (2015) menyatakan pada tanaman ganda seperti halnya tumpangsari umumnya diikuti
oleh peningkatan Nisbah Kesetaraan Lahan dibandingkan pertanaman monokultur.
Peningkatan nilai ini menandakan adanya efisiensi penggunaan lahan.
Tabel 2.
Hasil ekonomis pertanaman dan per satuan luas pada penanaman tumpang sisip di Desa
Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan Bali tahun 2018
Berat ekonomis/tanaman (g) Berat ekonomis/1.000 m2
Brokoli 391,00 Sawi hijau 32,00 Brokoli 977,50 Sawi hijau 240,00
Kol bunga 481,00 Sawi hijau 33,00 Kol bunga 1202,50 Sawi hijau 247,50
Kenikir 485,00 Sawi hijau 32,00 Kenikir 1212,50 Sawi hijau 240,00
Analisis Usahatani
Analisis usahatani yang dilakukan terhadap sistem tanam menunjukkan bahwa semua
sistem tanam yang diuji layak untuk dilakukan. Walaupun terjadi peningkatan penggunaan
input baik sarana produksi maupun tenaga kerja, namun biaya tersebut dapat ditutup oleh
adanya tambahan penerimaan dari tananaman sispan (sawi hijau). Kelayakan usahatani yang
dilakukan ditandai oleh R/C ratio >1. Pertanaman secara tumpang sisip memberikan
peningkatan penerimaan, keuntungan serta B/C ratio dibandingkan pertanaman secara
monokultur. Antara (2012), menyatakan semakin tinggi B/C ratio menunjukkan usahatani
yang dilakukan semakin efisien. Hal ini ditunjukkan pada sistem tanam tumpang sisip
dibandingkan dengan pertanaman monokultur. B/C ratio pada pertanaman tumpang sisip
(sawi hijau) pada tanaman utama brokoli meningkat dari 1,30 menjadi 1,51, kol bunga dari
1,54 menjadi 1,75 dan tagetes dari 0,73 menjadi 0,83 (Tabel 3). Peningkatan B/C ratio ini
menandakann adanya penggunaan input yang lebih efisien dibandingkan pertanaman
monokultur.
111
Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
Tabel 3.
Analisis usahatani pertanaman secara monokutur dan tumpang sisip di Desa Antapan
Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan Bali tahun 2018
Sarana
Tenaga Jumlah Penerima Keuntung B/C
Komoditas Produksi
Kerja (Rp) biaya (Rp) an (Rp) an (Rp) ratio
(Rp)
KESIMPULAN
Sistem tanam tumpang sisip sawi hijau pada brokoli, kol bunga dan tagetes tidak
menurunkan secara signifikan produktivitas tanaman utama. Terjadi penurunan produktivitas
tanaman utama berkisar 1,84% - 3,00%. Pertanaman tumpang sisip sawi hijau pada brokoli,
kol bunga dan tagetes memberikan peningkatan penerimaan, keuntungan dan B/C ratio
dibandingkan pertanaman monokultur. B/C ratio tumpang sisip sawi hijau pada brokoli
112
Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
meningkat dari 1,30 menjadi 1,51, kol bunga dari 1,54 menjadi 1,75 dan tagetes dari 0,73
menjadi 0,83.
DAFTAR PUSTAKA
Adijaya, N., N.L.G. Budiari, M. Sgianyar, P.A. Kertawirawan, J. Rinaldi, P.S. Elizabeth, N.
Sutresna, W. Artanegara dan G. A. Astari. 2018. Model Pengembangan Inovasi
Pertanian Bioindustri Pada Agroekosistem Lahan Kering Dataran Medium Beriklim
Basah. Laporan Akhir Tahun. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. 93 hal.
Adiyoga, W., R. Suherman, N. Gunadi, dan A. Hidayat. 2004. Aspek nonteknis dan indikator
efisiensi sistem pertanaman tumpang sari sayuran dataran tinggi. Jurnal Hortikultura,
14(3): 1-7.
Antara, M. 2012. Analisis Produksi dan Komparatif antara Usahatani Jagung Hibrida dengan
Nonhibrida di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Agroland 17(1):56-62.
Hendrayana, R., L. Hutahaen, Rubiyo dan B. Bakrie. 2018. Model Inovasi Pertanian
Bioindustri. Optimalisasi Kinerja Kegiatan Model Pengembangan Inovasi teknologi
Pertanian Bioindustri. Penerbit Global Media Publikasi Bogor.
Kasijadi, F., and Rini Dwiastuti. 2016. "Produktivitas sumberdaya beberapa pola tanam di
lahan kering." Forum penelitian Agro Ekonomi. 4(2): 24-33.
Lorina, M.D.P., Sitawati, dan K.P. Wicaksono. 2015. Studi sistem tumpangsari brokoli
(Brassica oleracea l.) dan bawang prei (Allium porrum l.) pada berbagai jarak tanam.
Jurnal produksi tanaman, 3(7): 564-573.
Nugroho, B. A. 2015. Analisis fungsi Produksi dan Efisiensi Jagung di kecamatan Patean
Kabupeten Kendal. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan, 8(2):163-177.
Putri, M. P. 2011. Analisis komparatif usahatani tumpangsari jagung dan kacang tanah
dengan monokultur jagung di Kabupaten Wonogiri (Doctoral dissertation,
UNIVERSITAS SEBELAS MARET). 76 hal.
Simatupang, P. 2014. Perspektif Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan. Dalam Haryono
dkk., (Penyunting) Reformasi kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian.
IAAARD PRESS.
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI Press. Universitas Indonesia.
Suwandi, R., N. Rosliani, dan W. Setiawati. 2003. Interaksi tanaman pada sistem tumpangsari
tomat dan cabai di dataran tinggi. Jurnal Hortikultura, 13(4): 244-250.
Wiroatmodjo, J., dan M. Najib. 1995. Pengaruh dosis nitrogen dan kalium terhadap produksi
dan mutu tembakau temanggung pada tumpang sisip kubis-tembakau di Pujon Malang.
Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy) 23(2): 17-25.
Yuwariah, Y., A. Ismail dan I.N. Hafhittry. 2015. Pertumbuhan dan hasil kacang hijau kultivar
Kenari dan No. 129 dalam tumpangsari bersisipan di antara padi gogo. Kultivasi, 14(1):
49-58.
Zuchri, A. 2007. Optimalisasi Hasil Tanaman Kacang Tanah dan Jagung dalam Tumpang Sari
Melalui Pengaturan Baris Tanam dan Perompesan Daun Jagung. Jurnal embryo, 4(2):
156-163.
113
Jurnal. Agribisnis Vol.1 No 1. Maret 2017
M. Iskandar Ma’moen 3)
Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
2017
ABSTRAK
This study aimed to determine the actual income and optimization results
income of diversified vegetable farming systems with resource of farmers constraints
in the form of land ownership, minimum land area, labor, and capital. The research
method used in this study was case study on a vegetable farmer with diversification
farming system at the Sukahaji village on Subdistrict of Cihaurbeuti in Disctrict of
Ciamis. The results of this study showed that the actual income of farmers amounting
to Rp 6.122.693 and the masksimum income after optimizations in the amount of
Rp 6.807.570. Allocation of farmers resource in the form of production factors that is
optimal namely when the dry season cultivated plants were cucumber with the area of
0,49 hectares and when the rainy season cultivated plants were bean with the area of
0,49 hectares, the application of labor used up all in the dry season and the rainy
season to sold as many as 57,85 HKP, the application of capital in the dry season
amount of Rp 13.635.500 and the rainy season Rp 12.400.680. The difference
between the actual income with maximum income was equal to Rp 684.877 or 11.19
percent.
Key word: Optimization, Diversified, LP
PENDAHULUAN
Indonesia sampai saat ini masih dikenal sebagai negara yang kaya akan
sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang paling dominan terdapat pada sektor
pertanian. Oleh karena itu, negara kita dikenal sebagai negara agraris atau negara
pertanian. Sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia secara nasional
mempunyai peranan yang sangat penting. Hal tersebut bisa terlihat dari besarnya
kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2011 sampai
dengan Triwulan III, Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian (di luar
perikanan dan kehutanan) tumbuh sebesar 3,07 persen, tingkat pertumbuhan tersebut
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2010 yang hanya sebesar 2,86 persen.
Pertumbuhan tersebut berasal dari subsektor perkebunan sebesar 6,06 persen, disusul
dengan subsektor peternakan sebesar 4,23 persen dan subsektor tanaman bahan
makanan sebesar sebesar 1,93 persen. Kontribusi PDB sektor pertanian (di luar
perikanan dan kehutanan) terhadap PDB nasional pada tahun 2011 tersebut mencapai
11,88 persen lebih tinggi daripada 2010 yang baru mencapai 11,49 persen.
Pertanian juga sebagai jenis usaha atau kegiatan ekonomi berupa penanaman
atau usahatani (pangan, hortikultura, perkebunan dan kehutanan), peternakan dan
perikanan. Soenoeadji (2001) dalam Karmini dan Syarifah Aisyah A (2008)
subsektor tanaman hortikultura merupakan cabang ilmu pertanian yang
membicarakan masalah budidaya tanaman yang menghasilkan buah, sayuran,
tanaman hias, dan bahan baku obat tradisional serta rempah-rempah. Salah satu
tanaman yang termasuk dalam subsektor hortikultura yaitu tanaman sayuran. Sayuran
merupakan salah satu bahan makanan utama bagi masyarakat Indonesia tanaman
sayur-sayuran mempunyai banyak manfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan
bagi manusia. Banyak sekali jenis sayuran yang bisa ditemui dan tersedia di pasaran,
mulai dari pasar tradisional hingga supermarket. Biasanya sayuran diolah menjadi
masakan baik itu tumisan ataupun rebusan. Meski demikian, kadang sayuran juga
dikonsumsi mentah sebagai lalapan. Melihat dari tingginya permintaan akan sayuran,
tak heran jika budidaya sayuran dianggap sebagai salah satu lahan bisnis yang cukup
menjanjikan. Ditinjau dari aspek klimatologis, aspek teknis, aspek ekonomis dan
aspek sosialnya sangat mendukung sehingga memiliki kelayakan untuk diusahakan di
Indonesia.
Produksi pertanian dipengaruhi oleh faktor produksi diantaranya yaitu lahan,
tenaga kerja, modal dan kemampuan manajemen. Sumbangan lahan berupa unsur
tanah dan sifat-sifat tanah yang tidak dapat dirusakkan dengan mana hasil pertanian
dapat diperoleh sangat diperlukan dalam usahatani (Mubyarto, 1995). Menurut
Hernanto (1996) dalam Karmini dan Syarifah Aisyah A (2008), kegiatan usahatani
bertujuan agar memperoleh keuntungan maksimal, namun hal itu hanya dapat dicapai
apabila penggunaan faktor produksi dalam keadaan optimal. Produksi optimal
memiliki arti produksi yang dapat dicapai dengan suatu pertimbangan atau tujuan
tertentu. Salah satu tujuan usahatani adalah mencapai keuntungan maksimal.
Keuntungan maksimal akan dicapai bila petani telah menggunakan faktor produksi
secara efisien. Luas lahan akan mempengaruhi produksi dan keuntungan usahatani.
Penentuan jumlah lahan optimal yang tepat merupakan salah satu cara meningkatkan
produksi dengan tujuan mencapai keuntungan maksimal.
Namun laju pertumbuhan penduduk yang tinggi saat ini membuat permintaan
terhadap lahan semakin terus meningkat berbanding terbalik dengan keberadaan
lahan yang bersifat tetap, sehingga keadaan tersebut menyebabkan lahan pertanian
menjadi berkurang dan menyempit sehingga dapat mempengaruhi efisiensi usahatani
akibat dari adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian baik menjadi
perumahan maupun bangunan lainnya.
Selain itu, semakin menyempitnya lahan yang menyebabkan tidak
efisiensinya usahatani juga dipengaruhi karena adanya perpecahan (division) dan
perpencaran (fragmentasi) lahan. Perpecahan lahan atau tanah adalah pembagian
milik seseorang ke dalam bidang atau petak-petak kecil, untuk diberikan pada ahli
waris pemilik tanah tersebut, sedangkan perpencaran yaitu kenyataan adanya sebuah
usahatani di bawah satu manejemen yang terdiri atas beberapa bidang yang berserak-
serak. Oleh karena itu perlu adanya suatu usaha agar produksi pertanian tetap terjaga
dengan cara mengoptimalkan sumberdaya yang ada. Salah satu cara yang bisa
dilakukan dalam pembangunan pertanian yaitu dikenal usahatani dengan sistem
diversifikasi. Usahatani divesifikasi adalah suatu usaha penganekaragaman jenis
usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu
hasil pertanian. Oleh karena itu, perlu adanya suatu model perencanaan agar
usahatani dengan sistem diversifikasi tersebut dapat mencapai produksi yang optimal
dengan tujuan mendapat pendapatan yang maksimum bagi petani.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul: “Optimasi Usahatani Sayuran Dengan Sistem Diversifikasi
Sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Petani” di Desa Sukahaji Kecamatan
Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi
kasus terhadap seorang petani dengan usahatani sayuran sistem diversifikasi di Desa
Sukahaji, Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis. Lokasi penelitian ini dipilih
secara sengaja atau purposive. Data yang digunakan yaitu data primer dan data
sekunder.
Teknik penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive
atau sengaja terhadap seorang petani yang mengusahakan usahatani diversifikasi
secara kontinyu di Desa Sukahaji, Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis.
Kerangka Analisis
Pendekatan analisis program linier yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah model maksimisasi, yaitu memaksimumkan pendapatan bersih atau
keuntungan dari pola usahatani diversifikasi seorang petani di Desa Sukahaji
Kecamatan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis.
Formulasi fungsi tujuan dan fungsi kendala yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Fungsi tujuan: Memaksimumkan Pendapatan
Z = (C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 + C5X5 + C6X6 + C7X7 + C8X8) - (C9X9)
- (C10X10) + (C11X11) + (C12X12) - (C13X13) - (C14X14)
Fungsi kendala:
1) Lahan maksimum : C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 ≤ b1
C5X5 + C6X6 + C7X7 + C8X8 ≤ b2
2) Luasan minimum : C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 ≥ b3
C5X5 + C6X6 + C7X7 + C8X8 ≥ b4
3) Tenaga kerja : C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 - C9X9 + C11X11 ≤ b5
C5X5 + C6X6 + C7X7 + C8X8 - C10X10 + C12X12 ≤ b6
4) Modal : C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 ≤ b7 - C13X13 ≤ b7
C5X5 + C6X6 + C7X7 + C8X8 ≤ b8 - C14X14 ≤ b8
Keterangan:
C1- C8 = Koefisien variabel aktivitas X1- X8 berupa pendapatan bersih
C9- C10 = Koefisien variabel aktivitas X9- X10 berupa harga sewa tenaga kerja
C11- C12 = Koefisien variabel aktivitas X11- X12 berupa harga jual tenaga kerja
C13- C14 = Koefisien variabel aktivitas X13- X14 berupa bunga modal pinjaman
X1 = Luas lahan kacang panjang musim kemarau
X2 = Luas lahan tomat musim kemarau
X3 = Luas lahan mentimun musim kemarau
X4 = Luas lahan terung musim kemarau
X5 = Luas lahan kacang panjang musim hujan
X6 = Luas lahan tomat musim hujan
X7 = Luas lahan mentimun musim hujan
X8 = Luas lahan terung musim hujan
X9 = Sewa tenaga kerja musim kemarau
X10 = Sewa tenaga kerja musim hujan
X11 = Jual tenaga kerja musim kemarau
X12 = Jual tenaga kerja musim hujan
X13 = Pinjam modal musim kemarau
X14 = Pinjam modal musim hujan
b1 = lahan maksimum yang tersedia di musim kemarau
b2 = lahan maksimum yang tersedia di musim hujan
b3 = lahan minimum yang harus diusahakan di musim kemarau
b4 = lahan minimum yang diusahakan di musim hujan
b5 = tenaga kerja keluarga yang tersedia di musim kemarau
b6 = tenaga kerja keluarga yang tersedia di musim kemarau
b7 = modal yang tersedia
b8 = lahan maksimum yang tersedia
PEMBAHASAN
4.2 Modal Dan Pendapatan Usahatani
Modal dalam hal ini merupakan jumlah uang yang dikeluarkan pada setiap
musim tanam baik secara tunai maupun tidak. Modal sangatlah penting dalam
menjalankan usahatani sayuran dengan sistem diversifikasi, karena memerlukan suatu
pengelolaan yang baik agar semua komoditas yang diusahakan bisa berjalan dengan
baik. Adapun modal yang dimiliki oleh petani pada setiap musim tanam tersaji pada
Tabel 1.
Tabel 1
Modal Yang Dimiliki Petani Usahatani Sayuran Setiap Musim Tanam
keseluruhan baik biaya tetap maupun biaya variabel. Total biaya untuk seluruh
komoditas yang diusahakan dihitung perluasan yang dikelola petani yaitu sebesar
pendapatan usahatani.
Tabel 2.
Jumlah Pengeluaran, Penerimaan Dan Pendapatan Usahatani Sayuran
MUSIM KEMARAU
Total Biaya Total Biaya Pendapatan Pendapatan
No Komoditas Biaya Biaya dengan tanpa Dengan Tanpa
Tetap Variabel TKDK TKDK Penerimaan TKDK TKDK
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 K. Panjang 560.817 3.822.500 4.245.817 3.745.817 5.000.000 754.183 1.254.183
2 Tomat 526.067 3.475.000 4.001.067 3.501.067 4.500.000 498.933 998.933
3 Mentimun 421.730 3.628.000 4.049.730 3.549.730 5.000.000 950.270 1.450.270
4 Terung 735.300 2.556.000 3.291.300 2.791.300 4.000.000 708.700 1.208.700
Total (Rp) 2.243.913 13.481.500 15.587.913 13.587.913 18.500.000 2.912.087 4.912.087
MUSIM HUJAN
Total Biaya Total Biaya Pendapatan Pendapatan
No Komoditas Biaya Biaya dengan tanpa Dengan Tanpa
Tetap Variabel TKDK TKDK Penerimaan TKDK TKDK
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 K. Panjang 509.417 3.308.500 3.680.417 3.580.417 4.375.000 694.583 794.583
2 Tomat 478.667 3.001.000 3.479.667 3.379.667 4.500.000 1.020.333 1.120.333
3 Mentimun 372.610 3.014.000 3.386.610 3.286.610 4.375.000 988.390 1.088.390
4 Terung 650.700 1.992.000 2.642.700 2.542.700 3.150.000 507.300 607.300
Total (Rp) 2.011.393 11.315.500 13.189.393 12.789.393 16.400.000 3.210.607 3.610.607
Total/Tahun
(Rp) 4.255.307 24.797.000 28.777.307 26.377.307 34.900.000 6.122.693 8.522.693
Sumber : Data Primer Diolah Dari Lampiran 6 Keterangan : TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Tabel 3.
Luas Lahan Optimal Usahatani Sayuran Dengan Sistem Diversifikasi
Penggunaan Lahan
No Komoditas Musim Kemarau Musim Hujan
(Hektar) (Hektar)
1. Kacang panjang 0 0,49
2. Tomat 0 0
3. Mentimun 0,49 0
4. Terung 0 0
Total 0,49 0,49
Sisa 0,08 0,08
Pendapatan Maksimum (Rp) 6.807.570
Sumber : Diolah Tahun 2017
DAFTAR PUSTAKA
Karmini dan Syarifah Aisyah A. 2008. Optimalisasi Lahan Usahatani Tomat Dan
Mentimun. Jurnal Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian. Samarinda:
Universitas Mulawarman.
Ivonne Ayesha
Fakultas Pertanian, Universitas Ekasakti
E-mail: ayesha_ivonne@yahoo.co.id
Abstract
The objectives of this study are 1) to identify various farm risks that are faced by the smaller
peasants in addition to production, price and financial risks, 2) to identify the variance of
production as well as their farm returns each of the cultivated diversification crops, 3) to
examine various decision making patterns conducted by the smaller peasants in applying a
certain type of farm diversification. The results of research, found three strata related to its
ecosystem in West Java (the district of Subang, Sumedang and Garut) with 270 smaller
peasants as a sample, it was found that horticultural crops were the most profitable. The
horticultural crops which were quite popular among the smaller peasants in the three strata
consisted of cucumber, red pepper, string bean, cauliflower, tomato, mustard green, celery,
shallot, and water melon. Analysis by using quadratic programming indicated that, with
respect to cropping pattern, indicated that rice-rice-cucumber in the first stratum of Subang,
rice-peanut- cucumber in the second stratum of Sumedang, and rice-shallot-red pepper in
the third stratum of Garut. In each of those stratum, land ownership were in the range of
0.28 -0.49, 0.04 – 0.14 and 0.09 – 0.30 hectare, and the farm income at the amount of Rp.
6,156,265, Rp. 5,676,356 and Rp 4,073,193 respectivel. The results of this study indicated
that in optimizing the use of sawah land on the three strata of the study area, among the
smaller peasants, diversification was conducted by combining rice with horticultural crops.
Factors supporting this is the first case relating to the specific local conditions compatible
with the type of horticultural crops to be cultivated. Second, internal factors such as
motivation smallholders, attitudes and behaviors, a third external factor is the price,
availability of capital and technology.
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah, mengidentifikasi berbagai risiko usahatani yang dihadapi petani
gurem di samping produksi, harga dan risiko keuangan, mengidentifikasi varians produksi
serta pengembalian usahatani masing-masing tanaman yang dibudidayakan, dan
menganalisis berbagai pengambilan keputusan pola usahatani yang dilakukan petani gurem
1
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research
PENDAHULUAN
Perekonomian domestik Jawa Barat didominasi oleh sektor pertanian, terutama
tanaman pangan hortikultura (72,8 persen). Kontribusinya terhadap PDRB pada tahun 2014
sebesar 13.48 persen. Di tingkat Nasional, Jawa Barat menduduki peringkat pemasok pangan
terbesar. Prestasi ini ternyata belum memberikan kemakmuran bagi petani Jawa Barat,
terbukti dari angka kemiskinan yang masih tinggi, yaitu 2,67 juta rumah tangga (30,8 persen)
(Karmana, 2008). Permasalahannya karena terdapat kelemahan struktural dan kultural,
seperti diungkap oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prop. Jawa Barat (2007), yaitu : (1)
pemilikan lahan sempit, rata-rata 0,124 ha/RTP dengan petani gurem dan buruh tani, (2)
standar kompetensi petani rendah akibat regenerasi tidak berlangsung baik, (3) nilai tambah
usahatani rendah karena rendahnya penerapan teknologi, modal dan manajemen, sehingga
efisiensi juga rendah, (4) optimalisasi lahan masih rendah, dan (5) produktifitas angkatan
kerja pertanian rendah akibat daya serap lapangan kerja terbatas pada on-farms.
Kondisi di atas melahirkan petani gurem, di mana mereka mayoritas produsen di
sektor pertanian, yang secara signifikan turut menentukan kualitas dan laju pertumbuhan
ekonomi perdesaan maupun perkembangan perekonomian secara keseluruhan. Peranan
kelompok petani ini sangat penting yaitu (1) menyediakan kebutuhan bahan pangan yang
diperlukan masyarakat, (2) menyediakan bahan baku industri, (3) sebagai pasar potensial
bagi produk-produk yang dihasilkan oleh industri, (4) sumber tenaga kerja dan pembentukan
modal bagi pembangunan sektor lain, (5) mengurangi kemiskinan dan peningkatan
ketahanan pangan.
Berdasarkan hal tersebut, tersirat bahwa secara rasional petani berusaha memperkecil
risiko usahatani, namun karena keterbatasan sumberdaya, tenaga kerja dan sebagainya.
Seringkali keputusan yang diambil petani untuk memperkecil risiko tersebut kurang tepat,
sehingga belum berdampak positf terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani itu sendiri.
Masalah tersebut bertambah buruk dengan struktur penguasaan lahan yang timpang karena
sebagian besar petani gurem tidak secara formal menguasai lahan sebagai hak milik, dan
kalaupun mereka memiliki tanah, perlindungan terhadap hak mereka atas tanah tersebut tidak
cukup kuat karena tanah tersebut seringkali tidak bersertifikat.
Petani gurem menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan
tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan
rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan
mobilisasi anggota keluargannya untuk bekerja di atas tanah pertanian. Oleh sebab itu,
meningkatnya jumlah petani gurem dan petani tunakisma mencerminkan kemiskinan di
perdesaan. Masalah tersebut bertambah buruk dengan struktur penguasaan lahan yang
timpang karena sebagian besar petani gurem tidak secara formal menguasai lahan sebagai
hak milik, dan kalaupun mereka memiliki tanah, perlindungan terhadap hak mereka atas
tanah tersebut tidak cukup kuat karena tanah tersebut seringkali tidak bersertifikat.
Petani gurem yang sudah kecil, nasibnya menjadi lebih buruk lagi dengan kondisi
sistem perekonomian yang kurang menguntungkan. Gejala nilai tukar petani yang kian
merosot justru setelah swasembada beras. Kebijakan pemerintah terhadap agroinput seperti
benih, pupuk kimia, pestisida, masih memberatkan petani. Juga konsep pembangunan dengan
dua ujung tombak bermata kembar (pertanian dan industri) ternyata tidak sepenuhnya serasi,
selaras, dan seimbang sebagaimana yang diidamkan. Menurut skenario pembangunan sektor
industri seharusnya sebagai "lokomotif" penarik sektor lainnya. Realitasnya justru industri
terkadang menggilas sektor lain, hanya karena keserakahan dan egoisme sektoral.
Petani gurem menjalankan usahataninya secara subsisten dengan memanfaatkan aset
produksi dalam kuantitas yang minim dan teknologi sederhana yang jauh dari memadai untuk
suatu usaha yang layak bagi pemenuhan perdapatan rumah tangga. Oleh sebab itu sendi-sendi
kehidupan ekonomi mereka, seyogianya menjadi sebuah kajian mendalam, karena terkait
dengan pengentasan kemiskinan di perdesaan.
Tingkat pendapatan rumah tangga petani gurem ditentukan oleh luas tanah pertanian
yang secara nyata dikuasai. Terbatasnya akses terhadap tanah merupakan salah satu faktor
penyebab kemiskinan dalam kaitan terbatasnya aset dan sumberdaya produktif yang dapat
diakses masyarakat petani gurem. Terbatasnya akses masyarakat petani gurem terhadap
3
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research
tanah tergambar dari timpangnya distribusi penguasaan dan pemilikan tanah oleh rumah
tangga petani gurem, dimana mayoritas rumah tangga petani gurem masing-masing hanya
memiliki tanah kurang dari setengah hektar dan adanya kecenderungan semakin kecilnya
rata-rata luas penguasaan tanah per rumah tangga pertanian.
Dalam upaya meningkatkan pendapatan, petani gurem mendiversifikasikan
usahataninya dengan berbagai pola dan jenis komoditas. Namun dalam perkembangannya,
mereka menghadapi berbagai tantangan dan risiko seperti: (1) kegagalan panen, (2) serangan
hama dan penyakit tanaman, (3) kelangkaan air dan (4) rendahnya harga produksi.
Akibatnya, produksi per hektar tidak sama dengan imbal hasil per hektar yang diterima,
sehingga petani gurem tidak memperoleh nilai nominal yang layak dari usahataninya.
Akhirnya mereka terjebak dalam kemiskinan dan hidup secara subsisten serta bertahan hidup
melalui modal sosial yang dimiliki, tanpa cushion yang cukup untuk memberi fleksibelitas
jika terdapat shocks negatif dalam usahataninya.
Sistem usahatani menunjukkan kompleksitas kemajemukan dan rasionalitas praktik
pertanian yang tidak sistematis dan tidak teratur (Chambers, 1996). Makin kecil usahatani
makin tinggi kompleksitas usaha tersebut (Kesseba, 1989). Walaupun berupa usaha keluarga
skala kecil, usahatani haruslah dipandang sebagai suatu unit komersial yang otonom,
berorientasi pasar dan bertujuan untuk meraih keuntungan yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengidentifikasi berbagai risiko usahatani yang
dihadapi petani gurem di samping produksi, harga dan risiko keuangan, 2) mengidentifikasi
varians produksi serta pengembalian usahatani masing-masing tanaman yang dibudidayakan,
dan 3) menganalisis berbagai pengambilan keputusan pola usahatani yang dilakukan petani
gurem dalam menerapkan pola diversifikasi usahatani. Penelitian dilakukan ditiga strata
berdasarkan ekosistem di Jawa Barat (Kabupaten Subang, Sumedang dan Garut) dengan 270
petani gurem sebagai sampel.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Jawa Barat pada agroekosistem sawah yang telah
terdiversifikasi, selanjutnya dibagi ke dalam beberapa strata sebagai berikut: 1) Strata I yaitu
: Kabupaten Subang, mewakili Jawa Barat bagian Utara; 2) Strata II yaitu : Kabupaten
Sumedang, mewakili Jawa Barat bagian Tengah; 3) Strata III yaitu : Kabupaten Garut,
mewakili Jawa Barat bagian Selatan. Penelitian ini dengan menggunakan metode survey
eksplanatori (explanatory survey methode) untuk mendapatkan informasi faktual dari objek
yang dikaji melalui pendekatan wawancara mendalam secara langsung terhadap 120
responden. Metode analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitaf. Pendekatan
kualitatif lebih berdasarkan pada penelitian subjektif dari pengambilan keputusan.
Sedangkan pendekatan kuantitatif dapat dihitung dengan menggunakan nilai hasil yang
diharapkan sebagai indikator probabilitas dari investasi dan ukuran ragam (variance) dan
simpangan baku (standart deiviation) sebagai indikator risikonya. Analisis optimalisasi
penggunaan lahan petani menggunakan model program kuadratik (Quadratic
Programming/QP, yaitu suatu model khusus matematika dalam masalah optimisasi yang
meliputi maksimisasi atau minimisasi sebuah fungsi kuadratik dari beberapa variable
keputusan dengan pembatas (constraints) variabel ini. Bentuk persamaan matematis model
kuadratik secara umum menurut Steel dan Torrie (1980) adalah :
Model kuadratik akan dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excel versi
2003. Hasil analisis akan memberikan nilai profit optimum dari beberapa variabel yang
dimasukkan ke dalam model.
Analisis variasi pendapatan petani pada setiap pola diversifikasi dilakukan dengan
pengklasifikasian pola diversifikasi dan jenis komoditas serta menghitung pendapatan bersih
(profit) yang diperoleh petani pada setiap pola tersebut. Pengklasifikasian pola diversifikasi
usahatani diperoleh dari data primer melalui wawancara langsung dengan masing-masing
responden. Sedangkan pendapatan bersih diperoleh dengan rumus:
π=TR-TC
dimana :
π = pendapatan bersih/keuntungan (profit)
TR = total pendapatan
TC = total biaya
5
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research
Pengertian antara risiko dan ketidakpastian sering kali tidak jelas dan belum pernah
terdefinisi dengan jelas, bahkan dalam penggunaan praktisnya, kedua istilah tersebut
cenderung dipakai untuk maksud yang sama (Heyer, 1972; Kennedy dan Francisco, 1974
dalam Adiyoga dan Soetiarso, 1999). Risiko seringkali diartikan sebagai suatu keadaan dari
gambaran kejadian yang bersifat tidak pasti atau derajat ketidak¬pastian yang terjadi pada
situasi tertentu. Sedangkan ketidakpastian diartikan sebagai suatu kisaran keadaan yang
memastikan bahwa probabilitas absolut tidak akan pernah terjadi, seperti halnya pada kasus
risiko. Dalam tulisan ini, istilah yang akan sering digunakan adalah risiko, yang secara
terminologis dapat diartikan sebagai kemungkinan kehilangan atau variabilitas kemungkinan
kejadian (Dillon dan Anderson, 1971 dalam Adiyoga dan Soetiarso, 1999)
Di Kabupaten Subang 45,56% petani berpendapat bahwa risiko usahatani yang mereka
alami berkaitan dengan kerugian, sedangkan di Kabupaten Sumedang, sebagian besar petani
(55,56%) berpendapat bahwa risiko berkaitan dengan kemungkinan mengalami kerugian,
dan di Kabupaten Garut, responden memberikan persepsi yang sama. Walaupun faktor harga
produk juga cukup menentukan, namun sebagian besar petani menganggap kegagalan
produksi (hasil per satuan luas rendah) sebagai kriteria utama untuk mengkategorikan
keberhasilan atau kegagalan usahatani. Persepsi petani pada masing-masing strata disajikan
pada Tabel 1.
Hasil analisis menunjukkan, bahwa hanya 22,22%-25,56% responden menyatakan
bahwa tingkat risiko usahatani padi rendah, sedangkan sebagian besar responden lainnya
cenderung menggolongkan sedang sampai tinggi. Perbedaan persepsi mengenai tingkat
risiko ternyata tidak berpengaruh terhadap keputusan petani untuk mengusahakan padi.
Sebagian besar petani (61,11%-67,78%) menyatakan bahwa apapun risikonya, usahatani
padi tidak dapat ditinggalkan. Hal ini terutama disebabkan oleh lingkungan produksi yang
cocok bagi usahatani padi dan usahatani padi dilakukan oleh petani karena sudah menjadi
kebiasaan.
Menurut Ayesha (2008) bahwa petani tetap mempertahankan usahatani tanaman padi
dengan alasan: 1) beras adalah sebagai makanan pokok, petani merasakan pangan keluarga
“aman”, bila tersedia padi di rumah. Jadi dapat dikatakan padi merupakan katup pengaman
ketahanan pangan rumah tangga, 2) harga gabah lebih terjamin karena harga dasar gabah
telah ditetapkan oleh peerintah, dan 3) tradisi masyarakat setempat yang menjadikan padi
sebagai penjalin hubungan sosial antar anggota masyarakat yang mereka sebut dengan
“arisan”. Kebutuhan terhadap padi untuk arisan ini adakalanya sama dan bahkan lebih banyak
dari kebutuhan pangan keluarga. Kondisi ini tidak dapat dielakkan, karena sudah membudaya
7
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research
bagi masyarakat lokal. Oleh sebab itu, padi berfungsi ganda bagi masyarakat, yaitu sebagai
kebutuhan pokok keluarga dan kebutuhan sosial masyarakat.
Faktor yang menurut petani berperan penting dalam kaitannya dengan risiko
usahatani dapat yaitu: 1) faktor eksternal (iklim, hama penyakit, harga sarana produksi, harga
output) dan 2) faktor internal (ketersediaan modal dan pengelolaan). Serangan hama penyakit
dinyatakan sebagai faktor pertama yang paling berpengaruh terhadap risiko usahatani padi
dan diikuti oleh harga output pada urutan kedua. Bentuk-bentuk risiko usahatani yang
teridentifikasi pada ketiga strata serta persepsi petani terhadap risiko tersebut, dapat dilihat
pada Tabel 2.
Persepsi Petani
No Uraian Kab. Subang Kab. Sumedang Kab. Garut
Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen
Responden Responden Responden
1 Pengaruh Iklim 25 27,78 55 61,11 48 53,33
2 Hama Penyakit 86 95,56 78 86,67 75 83,33
3 Harga sarana 47 52,22 50 55,56 55 61,11
produksi
4 Harga output 24 26,27 68 75,56 65 72,22
5 Ketersediaan 55 61,11 65 72,22 70 77,78
modal
6 Pengelolaan 32 35,56 40 44,44 30 33,33
Dalam Tabel 2 terlihat bahwa persepsi petani yang lebih cenderung menyatakan
bahwa usahatani padi dikategorikan gagal seandainya hasil per satuan luas rendah. Sementara
itu, dari kedua faktor internal yaitu ketersediaan modal dan pengelolaan, ternyata
ketersediaan modal merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap risiko usahatani.
Sesuai dengan karakteristik petani yang tergolong ke dalam kategori petani skala kecil, hal
ini mengindikasikan bahwa ketersediaan modal ternyata masih merupakan salah satu kendala
yang cukup penting.
Adanya risiko berproduksi ini sangat mempengaruhi petani dalam pengambilan
keputusan. Hak ini sesuai dengan karakteristik usahatani. Sebagaiman yang dikemukakan
oleh Mubyarto (1979), bahwa ciri-ciri produk pertanian adalah besarnya risiko dan
ketidakpastian, karena tergantung pada alam yang kebanyakan di luar kekuasaan manusia
untuk mengontrolnya, selain itu usaha di bidang pertanian juga dipengaruhi sosiologi dan
kebiasaan. Bagi petani, faktor risiko ini sangat penting, karena menyangkut hilangnya
produksi yang mereka harapkan dan rendahnya harga hasil produksi yang diharapkan.
Rendahnya hasil produksi ini juga berpengaruh sangat besar pada proses pengambilan
keputusan usahatani karena hal ini akan berpengaruh pada hasil dan pendapatan yang
diperoleh petani.
Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam
menerapkan pola tanam diversifikasi, Sumaryanto (2007) menyimpulkan bahwa di lahan
sawah irigasi teknis, diversifikasi usahatani mempunyai prospek pengem-bangan yang cukup
baik. Secara umum peluang petani untuk memilih pola tanam monokultur padi lebih rendah
daripada berdiversifikasi. Dalam berdiversifikasi, kecenderungan memilih komoditas
pertanian yang tidak bernilai ekonomi tinggi lebih rendah dari pada komoditas yang bernilai
ekonomi tinggi.
Faktor-faktor yang kondusif untuk penerapan pola tanam diversifikasi adalah jumlah
anggota rumah tangga yang bekerja di usaha tani, kemampuan permodalan, peran usaha tani
lahan sawah dalam ekonomi rumah tangga, tingkat kelangkaan air irigasi, dan kepemilikan
pompa irigasi. Faktor yang tidak kondusif adalah fragmentasi lahan garapan. Pengembangan
diversifikasi usahatani di wilayah persawahan sebaiknya diarahkan pada lokasi-lokasi yang
ketersediaan air irigasinya rendah, ketersediaan tenaga kerja pertanian cukup, peran usaha
tani sebagai sumber pendapatan rumah tangga cukup signifikan, dan struktur penguasaan
lahan garapan relatif terkonsolidasi. Akselerasi pengembangan diversifikasi usaha tani
membutuhkan kebijakan yang dapat meningkatkan akses petani terhadap sumber
permodalan.
9
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research
1. Padi-padi-palawija
a. Padi-padi-jagung 670 1082 922 3.416.530
b. Padi-padi-kacang merah 214 297 809 2.250.593
2. Padi-Padi-Hortikultura:
a. Padi-padi-bawang merah 925 767 1090 3.273.580
b. Padi-padi- kol 1538 1286 1527 3.279.462
c. Padi-padi-Sosin 1382 1200 1017 3.512.739
d. Padi-padi-tomat 1182 1083 550 3.109.532
3 Padi –hortikultura-hortikultura
a. Padi-bawang merah-cabai 1688 869 264 4.073.193
b. Padi-bawang-kol 1825 1218 925 3.922.453
c. Padi-bawang merah-tomat 1695 810 456 3.559.335
1
MH = Musim Hujan
2
MK I = Musim Kemarau 1
3
MK II = Musim Kemarau 2
11
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research
Variasi Pendapatan
Di Kabupaten Subang, pendapatan tertinggi dicapai pada pola tanam 4, yaitu padi-padi-
kacang kedelai, dengan rata-rata luas lahan 0,32 ha. Hal ini berarti bahwa pada pola tanam
ini adalah penggunaan lahan yang paling optimal dari 4 pola tanam lainnya. Pada Pola
Diversifikasi 2, ternyata pendapatan tertinggi dicapai dengan pola tanam: padi-padi-
mentimun dengan rata-rata sebesar Rp. 2.27.894456,71. Ini berarti pemanfaatan lahan yang
paling optimum adalah dengan pola tanam ini pada pola diversifikasi 2. Pada Pola
Diversifikasi ini hanya ada 2 pola tanam, yaitu kacang tanah-padi-jagung dan kacang tanah-
padi-kacang tanah dan pendapatan tertnggi dicapai pada pola tanam kacang tanah-padi
palawija. Ini mengindentifikasikan bahwa pada pola tanam ke 2 ini petani telah
memanfaatkan lahannya secara optimal. Terdapat 2 pola tanam, yaitu kacang panjang-padi-
kacang tanah dan cabai-padi-kacang panjang, dan petani yang paling optimal memanfaatkan
lahannya adalah pada pola tanam ke 2 (cabai-padi-kacang tanah) dengan pendapatan rata-
rata Rp. 13298361dan luas laha rata-rata adalah 0.11 ha.
Pendapatan tertinggi pada pola diversifikasi 1 di Kab. Sumedang, dicapai pada pola
tanam: padi-padi- kacang hijau, yang berarti pada pola tanam ini petani telah secara optimum
memanfaatkan lahannya. Pada pola diversivikasi 2 ini pendapatan tertinggi dicapai pada pola
padi-kacang tanh-mentimun dengan pendapatan rata-rata Rp 31399306, dan luas lahan rata-
rata 0,09. Terdapat 3 pola tanam pada pola diversifikasi 3 ini, dan yang mencapai pendapatan
tertingga adalah pada pola tanam 2 (padi palawija-palawija) dengan rata-rata luas lahan 0,07
dan rata-rata pendapatan Rp.14143929.
Pendapatan tertinggi pada pola diversifikasi 1 di Kab. Garut ini adala pada pola tanam
padi-padi kacang ketan dengan rata-rata luas lahan 0,17 ha. Terdapat 10 pola tanam pada
pola diversifikasi 2 ini, dan pendapatan tertinggi dicapai pada pola tanam padi-padi-
mentimun dengan pendapatan sebesar Rp 23860714 dan luas lahan rata-rata 0.07 ha.
Pendapatan tertingi pada pola diversifikasi 3 ini ditemui pada pola tanam : pola padi-terong-
kol dengan rata-rata pendapatan Rp. 91686667. Pada Pola diversifikasi 4 di Kabupaten Garut
ini terdapat 9 pola tanam, dan pendapatan tertinggi diperoleh pada pola tanam pertama yaitu
padi-kacang tanah-seledri dengan rata-rata pendapatan 96989905 dan luas lahan rata-rata
adalah 0,21 ha. Ini berarti bahwa pada pola tanam padi-kacang tanah-seledri, petani telah
mengoptimalkan penggunaan lahannya.
KESIMPULAN
1. Persepsi dan keputusan petani dalam memilih kombinasi komoditas yang diusahakan
dalam usahataninya, bergantung pada sikap dan perilaku petani dalam menghadapi
risiko. Bentuk-bentuk risiko usahatani yang terdentifikasi dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu; (a) risiko hasil dan produksi, (b) risiko harga, dan (c) risiko
pemasaran. Risiko diatasi petani gurem dengan mendiversifikasikan usahataninya
dengan tanaman palawija dan hortikultura.
2. Pendapatan tertinggi di Strata I (Subang) diperoleh pada pola tanam: padi-padi-
mentimun, di Strata II (Sumedang) pada pola tanam: padi-kacang tanah mentimun
dan di Strata III (Garut) pada pola tanam: padi-bawang merah-cabai. Keragaman
komoditas yang diusahakan makin bertambah dari strata I (wilayah utara), strata II
(wilayah tengah) dan strata III (wilayah selatan). Ketiga pola tanam di tiga strata
tersebut memperlihatkan bahwa petani gurem mendiversifikasikan usahataninya
dengan tanaman hortikultura, dan berdasarkan hasil analisis dengan model program
kuadratik menunjukkan bahwa dengan pola tanam tersebut, petani telah
memanfaatkan lahan secara optimum.
REKOMENDASI
1. Kebijakan pengembangan diversifikasi usahatani di agroekosistem sawah bagi petani
gurem diarahkan pada pemberian fasilitas dan penyediaan input serta kemudahan
bagi petani untuk mengakses sarana produksi, modal dan teknologi.
2. Pengembangan diversifikasi usahatani lahan sawah perlu mempertimbangkan aspek
sumberdaya lokal spesifik, sehingga dalam mendiversifikasikan usahataninya, petani
gurem dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan pemilihan kombinasi
beberapa komoditas yang tepat sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
13
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research
DAFTAR PUSTAKA
Ayesha, Ivonne. 2008. Dampak Diversifikasi Usahatani Terhadap Pendapatan dan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga (kasus di agroekosistem sawah). Tesis
Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Jawa Barat. 2013
Chambers, Robert. 1996. PRA (Participatory Rural Appraisal) Memahami Desa Secara
Partisipatif. Yogyakarta: Penerbit Kanisuis.
Hernanto, F. 1998. Ilmu Usahatani. Swadaya. Jakarta.
Karmana, M.H., 2008. Reposisi Perekonomian Jawa Barat Berbasis Potensi Lokal. Makalah
dalam diskusi panel yang diselenggarakan ISEI Cab. Bandung Koordinator Jawa
Barat.
Kadarsan, H. W. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan perusahaan Agribisnis.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kesseba AM. 1989. “Technology System for Resource Poor Farmers”. Di dalam Kesseba
AM editor. Technology System for Small Farmers Issues and Options. Westview
Press, Boulder, San Francisco, & London.
Mubyarto, 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Soekartawi, 1925 . Ilmu Usahatani . Penerbit Erlangga, cetakan ketiga. Jakarta.
Sumaryanto. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menerapkan Pola
Tanam Diversifikasi: Kasus di Wilayah Pesawahan Irigasi Teknis DAS Brantas.
Monograp No 27-2. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
Susilowati, S.H, Supadi dan Ch. Saleh. 2002. Diversifikasi Sumber Pendapatan Rumah
tangga di Pedesaan Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi, No 1 (20): 85-109.
Witono Adiyoga dan T. Agoes Soetiarso. 1999. Strategi Petani Dalam Pengelolaan Risiko
Pada Usahatani Cabai. Jurnal Hortikultura, Tahun 1999, Volume 8, Nomor (4):
1299-1311
DINAR
1
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Majalengka
Alamat : Jln. .H. Abdul Halim No. 103 Kabupaten Majalengka – Jawa Barat 45418
email : dinar_dnr@yahoo.co.id
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the superior types of vegetable commodities, identify
commodities that are economically profitable and etermine the potential cropping patterns. The research
was conducted in Gunungmanik Village, Talaga District, Majalengka District. Farming cropping
respondents were taken from a sample of farmers who sought selected commodities at the study site with a
sample of 42 people. The number 42 is taken using the Slovin Formula method. The method used in the
analysis of superior commodities uses the Location Quotient (LQ) method, analysis of farm income using
R/C Ratio and analysis of the preparation of cropping patterns with Linear Programming through the
LINDO program.The results showed that the results of LQ based on the production of vegetable crops in
Talaga District in 2016 were potatoes, cabbage, petai, tomato, and carrot plants, with the analysis of
superior vegetable farming income using R / C ratio was potato plants 1.18, cabbage 1, 86, Chinese cabbage
1.59, tomatoes 1.49 and carrots 1.55. While the cropping pattern of vegetables carried out by farmers is still
not optimal. This can be seen from the level of income generated at optimal conditions higher than actual
conditions. The type of vegetables included in the optimal scheme is a combination of Carrots in MT I with
MT III cabbage,or another alternative is carrots in MT I with potatoes at MT III these types of plants are
vegetable plants that can maximize the profits of farmers with limited resources.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis komoditas sayuran yang unggul, mengidentifikasi
komoditas yang menguntungkan secara ekonomis dan menentukan pola tanam yang berpotensi untuk
dikembangkan. Penelitian dilaksanakan di Desa Gunungmanik Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka.
Responden pola tanam usahatani diambil dari sampel petani yang mengusahakan komoditi terpilih di lokasi
penelitian dengan jumlah sampel sebanyak 42 orang menggunakan metode Rumus Slovin. Adapun metode
yang digunakan pada analisis komoditas unggulan menggunakan metode Location Quotient (LQ), analisis
pendapatan usahatani menggunakan R/C Ratio dan analisis penyusunan pola tanam dengan Linear
Programming melalui program LINDO. Hasil penelitian menunjukan bahwa Hasil LQ berdasarkan produksi
tanaman Sayuran di Kecamatan Talaga tahun 2016 adalah tanaman Kentang, Kubis, Petsai, Tomat, dan
Wortel, dengan analisis pendapatan usahatani komoditas sayuran unggulan menggunakan R/C Ratio adalah
tanaman kentang 1,18, kubis 1,86, petsai 1,59, tomat 1,49 dan wortel 1,55. Sedangkan pola tanam sayuran
yang dilakukan oleh petani masih belum optimal. Hal ini terlihat dari tingkat pendapatan yang dihasilkan
pada kondisi optimal lebih tinggi daripada kondisi aktual. Jenis sayuran yang masuk dalam skema optimal
adalah kombinasi Wortel pada MT I dengan kubis MT III atau alternative lain yaitu wortel pada MT I dengan
Kentang pada MT III. Jenis tanaman tersebut adalah tanaman sayuran yang dapat memaksimalkan
keuntungan petani dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki.
108
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019
109
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019
110
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019
111
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019
Komoditas
Uraian
Kentang Kubis Petsay Tomat Wortel
Benih 45.225.000 810.000 600.000 900.000 19.200.000
Pupuk Kandang 1.856.000 984.000 2.408.000 2.584.000 1.528.000
Pupuk Kimia 3.283.000 1.273.162 1.789.828 2.078.754 1.363.537
Obat-obatan 1.950.000 1.060.000 1.410.000 2.328.000 855.000
Tenaga Kerja 19.908.000 8.800.000 8.232.000 16.184.000 10.584.000
Sewa Lahan 4.300.000 4.300.000 4.300.000 4.300.000 4.300.000
Perlengkapan 2.269.200 - - 7.314.600 -
Penyusutan 730.624 87.499 87.499 2.466.758 87.499
Total 79.521.824 17.314.661 18.827.328 38.156.113 37.918.037
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2018.
112
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019
Pendapatan Usahatani dan R/C Ratio analisis R/C ratio juga dilakukan dalam
Pendapatan usahatani merupakan salah penelitian ini untuk melihat berapa
satu indikator dari keberhasilan kegiatan penerimaan yang akan diperoleh petani dari
usahatani. Pendapatan usahatani juga dapat setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
memberikan gambaran mengenai keuntungan usahatani sayuran. Analisis R/C ratio juga
dari kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani digunakan untuk melihat keberhasilan
sayuran merupakan selisih dari penerimaan usahatani petani responden. Pendapatan
dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani usahatani dan R/C ratio per hektar petani
dalam kegiatan usahatani yang dilakukan. sayuran di Desa Gunungmanik pada Tabel
Selain analisis terhadap pendapatan usahatani, berikut.
113
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019
dengan asumsi bahwa jumlah hari kerja Analisis data menunjukkan pola tanam
efektif untuk pria adalah 300 hari dalam sayuran optimal yang disarankan kepada
setahun dan jumlah hari kerja untuk wanita petani untuk diusahakan. Pola tanam optimal
adalah 220 hari dalam setahun (Rukasah, dapat dilihat dari nilai reduced cost pada pola
1974 dalam Sunarno). Dalam penelitian ini tanam tersebut bernilai nol. Jenis sayuran
terdapat tiga musim tanam. Dengan demikian, yang terpilih dalam skema optimal adalah
jumlah ketersediaan tenaga kerja dalam satu sayuran yang dapat memberikan pendapatan
musim tanam adalah 100 hari untuk pria dan maksimum dengan keterbatasan sumberdaya
73.33 untuk wanita. Nilai koefisien tenaga yang ada. Pola tanam yang memiliki nilai
kerja merupakan kebutuhan rata-rata tenaga reduced cost yang tidak sama dengan nol
kerja per hektar dan dinyatakan dengan tanda tidak disarankan untuk diterapkan oleh
positif. petani. Jika pola tanam tersebut diterapkan,
3. Penggunaan Pupuk maka pendapatan usahatani akan berkurang
Pupuk yang digunakan diasumsikan sebesar nilai reduced cost pada masing-
berasal dari pembelian, meskipun ada masing pola tanam.
sebagian pupuk kandang yang berasal dari Pola tanam yang optimal dalam
ternak milik petani sendiri. Kendala pupuk penelitian ini adalah wortel dan kubis pada
masing-masing jenis pola budidaya dibatasi musim tanam I serta kentang dan kubis pada
oleh rata-rata ketersediaan masing-masing musim tanam III. Jumlah petani yang sudah
jenis pupuk oleh petani selama satu musim menerapkan pola tanam optimal adalah
tanam. Nilai koefisien yang digunakan pada sebanyak 24.11% dari keseluruhan atau 10
kendala pupuk ini merupakan rata-rata petani dari jumlah petani responden yang
penggunaan setiap jenis pupuk dalam masing- jumlah totalnya 41 orang. Hal ini
masing pola budidaya. menunjukkan bahwa pendapatan usahatani
4. Penggunaan Modal Sendiri masih dapat ditingkatkan dengan menerapkan
Modal sendiri yang digunakan dalam pola tanam optimal yang disarankan.
penelitian ini adalah pengeluaran sayuran. Hasil analisis optimasi pola tanam
Asumsinya adalah bahwa tingkat pengeluaran menunjukan bahwa nilai fungsi tujuan
usahatani sayuran petani sama setiap pendapatan usahatani pada kondisi optimal
tahunnya. Jumlah rata-rata modal sendiri yang adalah sebesar 37.494.830,- per hektar selama
dimiliki oleh petani adalah Rp. 28.054.034.75 dua musim tanam. Selain itu, analisis primal
pada MT I dan 38.454.981.5 pada MT III. menunjukkan besarnya biaya yang
dikeluarkan pada setiap aktivitas dalam skema
Pola Tanam Optimal optimal. Penggunaan input usahatani yang
Analisis optimasi dengan menggunakan dianjurkan sesuai dengan hasil analisis
Linear Programming terdiri dari analisis optimalisasi, dapat diketahui bahwa total
primal, analisis dual dan analisis sensitivitas. biaya penggunaan tenaga kerja, penggunaan
Analisis Primal, dilakukan untuk mengetahui pupuk dan ketersediaan modal secara umum
kombinasi pola tanam yang paling optimal sudah optimal, sehingga apabila dilakukan
dalam kegiatan usahatani dengan sumberdaya penambahan tenaga kerja akan mengurangi
yang tersedia. Analisi Dual, dilakukan untuk pendapatan sebesar nilai reduces cost.
menilai sumberdaya yang digunakan oleh
petani dengan melihat nilai slack/surplus dan Analisis Dual
nilai dualnya (dual price). Sedangkan Analisis Analisis dual memperlihatkan
Sensitivitas (kepekaan) dilakukan setelah penggunaan sumberdaya yang optimal dalam
kombinasi jenis tanaman dan alokasi kegiatan produksi usahatani. Penilaian
sumberdaya optimal tercapai. Analisis ini terhadap langka atau tidaknya suatu
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana sumberdaya yang menjadi kendala dapat
perubahan (naik atau turun) pendapatan yang dilihat dari nilai slack atau surplus.
diperbolehkan dari aktivitas budidaya Sumberdaya langka ditunjukan oleh slack atau
sayuran. surplus bernilai nol, artinya sumberdaya
tersebut habis terpakai dalam kegiatan
Analisis Primal usahatani atau sebagai sumberdaya pembatas.
114
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019
Kendala pembatas ini merupakan kendala harga bayangan (shadow price) dari
aktif, artinya apabila penggunaannya sumberdaya tersebut. Penambahan satu satuan
ditambah sebesar satu satuan maka sumberdaya akan menyebabkan perubahan
pendapatan usahatani akan meningkat sebesar nilai tujuan sebesar nilai shadow price-nya.
dual price. Sumberdaya yang merupakan kendala utama
Nilai dual (dual price) dari sumberdaya adalah sumberdaya yang memiliki nilai
yang langka atau sumberdaya pembatas akan shadow price terbesar.
lebih besar dari nol dan merupakan harga Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai
bayangan (shadow price) dari sumberdaya dual price terbesar pada daerah penelitian
tersebut. Setiap perubahan satu unit adalah kendala tenaga kerja pria pada musim
ketersediaan akan menyebabkan perubahan tanam ketiga, yaitu sebesar 1.357.000,- nilai
nilai tujuan sebesar shadow price-nya. tersebut menunjukkan penambahan satu
Sumberdaya yang menjadi kendala utama hektar lahan akan meningkatkan pendapatan
dalam mencapai hasil yang optimal dapat usahatani sebesar Rp.1.357.000,-.
dilihat dari kendala yang memiliki shadow
price terbesar. Analisis Sensitivitas
Sumberdaya yang memiliki nilai slack Analisis sensitivitas atau kepekaan
atau surplus lebih besar dari nol merupakan dilakukan untuk melihat pengaruh dari
sumberdaya berlebih/tidak habis terpakai. perubahan pendapatan dalam kegiatan
Nilai dual dari sumberdaya berlebih ini produksi sayuran serta adanya kemungkinan
bernilai nol, hal ini menunjukan bahwa perubahan ketersediaan sumberdaya yang
penambahan satu satuan nilai ruas kanan menjamin tidak adanya perubahan pada
kendala-kendala tersebut tidak akan keadaan optimum. Hasil olahan optimal
mempengaruhi nilai fungsi tujuan. Sehingga memberikan dua analisis sensitivitas, yaitu
apabila petani menambahkan sumberdaya analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan
berlebih tersebut maka petani tidak akan dan analisis sensitivitas ruas kanan kendala.
mendapatkan tambahan manfaat ataupun Masing-masing analisis ini memberikan
pendapatan. kepekaan bagi solusi optimal yang ditunjukan
Sumberdaya yang digunakan oleh oleh selang yang dibatasi nilai maksimum
petani di Desa Gunungmanik sebagian besar (allowable increase) dan nilai minimum
merupakan sumberdaya berlebih. Hal ini (allowable decrease). Solusi optimal tidak
ditunjukan dengan nilai dual yang mayoritas akan berubah selama perubahan pada fungsi
bernilai nol. Kelebihan sumberdaya ini berasal tujuan berada pada selang kepekaan. Hasil
dari rata-rata penggunaan sumberdaya petani analisis sensitivitas dibagi menjadi dua, yaitu
yang menjadi ketersediaan aktual sumberdaya analisis sensitivitas untuk jenis kegiatan dan
yang jumlahnya relative lebih besar dari analisis sensitivitas untuk kendala.
kebutuhan dalam analisis pola optimal. Agar
petani lebih efisien dalam berproduksi, A. Analisis Sensitivitas Jenis Kegiatan
sebaiknya petani dapat mengurangi Analisis sensitivitas untuk jenis
ketersedian sumberdaya berlebih tersebut kegiatan memperlihatkan selang kepekaan
dengan tetap memperhatikan kualitas maupun untuk perubahan pendapatan setiap budidaya
kuantitas dari hasil produksi. Sumberdaya yang disarankan diusahakan pada pola tanam
pembatas dalam penelitian ini adalah Tenaga setiap musim tanamnya yang menjamin tidak
kerja pria pada MT I dan MT III, Pupuk urea mempengaruhi solusi optimal. Analisis
pada MT III dan modal pada musim tanam I. sensitivitas untuk perubahan pendapatan
Nilai dual dari sumberdaya yang petani sayuran pada pola tanam optimal
langka atau sumberdaya pembatas merupakan terdapat pada Tabel berikut ini.
115
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019
Tabel 5. Selang Kepekaan Perubahan Pendapatan pada Analisis Pola Tanam Optimal di Desa
Gunungmanik
Selang Kepekaan
Aktivitas Koefisien (Rp)
Batas Bawah Batas Atas
MT I
Wortel 20.874.463 19.037.727 22.163.538
MT III
Kubis 15.418.338 13.857.008 18.085.046
Kentang 14.720.176 12.548.451 16.577.719
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2018.
116
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019
pembatas yang akan dapat menambah 1. Hasil Location Quotient (LQ) berdasarkan
pendapatan petani sebesar nilai dual price. produksi tanaman Sayuran di Kecamatan
Sumberdaya tenaga kerja pria dan urea Talaga tahun 2016 adalah tanaman
musim tanam III merupakan sumberdaya Kentang, Kubis, Petsay/Sawi, Tomat, dan
langka atau pembatas untuk petani, karena Wortel. Kentang merupakan tanaman
memiliki nilai kenaikan dan penurunan yang yang nilainya paling menonjol (4,38),
diperbolehkan sebesar nilai tertentu. Kendala sedangkan empat tanaman lain (Kubis,
tenaga kerja pria musim tanam pertama dapat petsai, Tomat, dan Wortel) berada
dinaikan sebesar 20,2 hari dan penurunan dikisaran 3,79-1,87.
yang diperbolehkan adalah 6,5 hari, 2. Analisis pendapatan usahatani komoditas
sedangkan pada musim tanam ketiga kenaikan sayuran unggulan menggunakan R/C
sebesar 15 hari dan penurunan yang Ratio dengan hasil tanaman kentang 1,18,
diperbolehkan adalah sebesar 59 hari. Nilai kubis 1,86, petsay 1,59, tomat 1,49 dan
kenaikan yang diperbolehkan untuk kendala wortel 1,55.
pupuk urea pada musim tanam pertama adalah 3. Pola tanam sayuran yang dilakukan oleh
sebesar 8,1 kg dan penurunan yang petani masih belum optimal. Hal ini
diperbolehkan adalah 43 kg. Hal ini berarti terlihat dari tingkat pendapatan yang
pupuk urea yang digunakan pada musim dihasilkan pada kondisi optimal lebih
tanam pertama harus berada diantara 8,1 kg tinggi dari pada kondisi aktual. Pada
hingga 43 kg agar kondisi optimal tidak kondisi optimal pendapatan petani dapat
berubah. Jika penggunaan pupuk urea mencapai hingga Rp. 36.369.210. Pola
ditingkatkan lebih dari 43 kg maka kendala tanam dalam skema optimal hanya 3
lahan tidak lagi menjadi kendala pembatas (tiga) kombinasi yaitu petsay di musim
dan nilai dual price kendala tersebut menjadi tanam pertama dengan kubis musim
nol, atau petani tidak akan memperoleh tanam ketiga, wortel di musim tanam
tambahan pendapatan. pertama dengan petsay di musim tanam
Jumlah petani yang sudah menerapkan ketiga dan wortel pada musim tanam
pola tanam optimal adalah sebanyak 19,49 %, pertama dengan kubis dimusim tanam
sebagian besar belum menerapkan pola tanam ketiga.
tersebut, karena umur tanaman Kubis yang
relatife lama seringkali membuat petani SARAN
kurang dalam membudidayakan kubis, selain Berdasarkan kesimpulan diatas maka
itu tanaman wortel yang dalam analisis penyusun dapat menyarankan beberapa hal
usahatani mempunyai pendapatan yang tinggi sebagai berikut:
juga masih belum dibudidayakan secara 1. Untuk memperoleh hasil usahatani yang
maksimal oleh petani di lokasi penelitian, optimal dengan memilih komoditas
karena pada dasarnya petani responden selalu wortel, petsai dan kubis untuk
meneruskan kebiasaan pola tanam dengan dibudidayakan karena komoditas tersebut
jenis komoditas yang sama pada setiap menjadi basis atau menjadi sumber
tahunnya, tanpa terlebih dahulu merencanakan pertumbuhan.
komoditas yang unggul secara kompetitif. 2. Pendapatan yang maksimal merupakan
Padahal dalam kegiatan budidaya tanamam tujuan utama dari kegiatan usahatani,
wortel cukup sederhana, tidak adanya sehingga diharapkan dengan adanya
persemaian dan jika dibandingkan dengan pengkajian mengenai analisis pendapatan
tanaman lain cukup tahan terhadap serangan usahatani dapat menjadi bahan
hama dan penyakit. pertimbangan dalam melakukan
usahatani, agar hasil yang didapatkan
KESIMPULAN sesuai dengan apa yang diharapkan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat 3. Diharapkan bagi petani agar dapat
disimpulkan beberapa hal mengenai Optimasi mengikuti pola tanam skema optimal,
Pola Tanam Komoditas Sayuran yang karena akan lebih menguntungkan bagi
dilakukan di Desa Gunungmanik diperoleh petani itu sendiri. Dalam hal ini penerapan
kesimpulan sebagai berikut : pola tanam perlu dukungan dari semua
117
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019
DAFTAR PUSTAKA
BADAN PUSAT STATISTIK (BPS). 2017.
Kabupaten Majalengka dalam
Angka 2017. Majalengka: Badan
Pusat Statistik.
BADAN PUSAT STATISTIK (BPS). 2017.
Kecamatan Talaga dalam Angka
2017. Majalengka: Badan Pusat
Statistik.
BADAN PUSAT STATISTIK (BPS). 2017.
Produksi dan Luas Panen Sayuran di
Indonesia Tahun 2016. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
MULYANA, MUHAMMAD. 2010. Optimasi
pola tanam untuk pengembangan
Kawasan Agropolitan Selupu
Rejang, Kabupaten Rejang Lebong,
Provinsi Bengkulu [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
PEMERINTAH DESA GUNUNG MANIK,
2018.Profil Desa Gunungmanik Dan
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa Gunungmanik.
118
eJournal Sosiatri-Sosiologi 2019, 7 (3): 54-67
ISSN 0000-0000, ejournal.sos.fisip-unmul.ac.id
© Copyright 2019
Abstrak
Desa Tukul merupakan salah satu Desa di Kalimantan Timur yang terletak di
Kecamatan Tering Kabupaten Kutai Barat dengan jumlah penduduk menurut mata
pencaharian sebesar 637 orang yang terdiri dari berbagai profesi seperti
pedagang, pegawai negeri sipil, petani dan pegawai perusahaan swasta dengan
luas desa 7,05 km2. Mayoritas penduduk di Desa Tukul menggantungkan hidup
pada sektor pertanian. Sebagian besar petani di Desa Tukul merupakan petani
gurem dan tergolong miskin. Kemiskinan membuat petani gurem tidak bisa
memenuhi semua kebutuhan keluarganya, sehingga keluarga petani gurem harus
menerapkan strategi bertahan hidup agar tetap bisa hidup ditengah keterbatasan
yang dimiliki. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana strategi
bertahan hidup petani Gurem di Desa Tukul Kecamatan Tering Kabupaten Kutai
Barat”. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Bagaimana strategi
bertahan hidup petani gurem di Desa Tukul Kecamatan Tering Kabupaten Kutai
Barat, dan penelitian ini juga dimaksudkan untuk menambah khasanah keilmuan dan
menjadi acuan agar instansi terkait dapat mengambil tindakan agar ada solusi bagi
para petani Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Tempat penelitian ditentukan dengan menggunakan metode purposive
area. Penentuan subjek menggunakan metode snowball sampling. Metode
pengumpulan data yang digunakan terdiri dari metode wawancara, observasi, dan
dokumen. Analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat tiga strategi yang dilakukan petani gurem untuk tetap bertahan hidup
yaitu: strategi aktif, strategi pasif dan strategi jaringan. Strategi aktif yang
dilakukan petani gurem yaitu dengan mencari pekerjaan sampingan, angota
keluarga ikut bekerja dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Strategi
pasif yang dilakukan petani kecil yaitu dengan menerapkan pola hidup hemat.
Strategi jaringan yang yang dilakukan petani gurem yaitu meminta bantuan kepada
jaringan sosial yang mereka miliki, baik jaringan formal maupun jaringan
informal.
1
Mahasiswa Program S1 Sosiatri-Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Mulawarman. Email: andreasaasssn@gmail.com
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)
Pendahuluan
Petani Gurem di Desa Tukul juga memiliki tingkat pendidikan yang
rendah. Sebagian besar petani lahan kecil di Desa Tukul merupakan lulusan
SD, kualitas pendidikan yang rendah berdampak pada kurangnya
pengetahuan dan akses pasar yang dimiliki petani. Hal ini menyebabkan
para petani gurem masih tergantung pada tengkulak dalam menjual hasil
panennya. Ketergantungan petani Gurem terhadap tengkulak sering
dimanfaatkan tengkulak untuk mengambil keuntungan. Banyak tengkulak yang
memainkan harga, membeli hasil panen petani dengan harga murah dan
menerapkan sistem pembelian yang merugikan petani. Sistem pembelian yang
digunakan tengkulak untuk membeli padi adalah sistem tebasan atau
pembelian secara tafsiran, biasanya dilakukan setelah padi mulai menguning.
sedangkan untuk sistem pembayaran para tengkulak biasanya membayar uang
panjer atau uang muka terlebih dahulu, dan sisanya akan dibayar setelah
tengkulak menjual beras. Penjualan melalui tengkulak terpaksa dilakukan oleh
para petani lahan kecil karena mereka tidak bisa menjual hasil panen nya
sendiri.
Kemudian kebutuhan yang perlu dipenuhi keluarga petani Gurem setelah
kebutuhan pangan adalah kebutuhan sandang. Kebutuhan sandang merupakan
kebutuhan petani terhadap pakaian, para petani harus bisa memenuhi
kebutuhan pakaian keluarganya karena pakaian merupakan simbol manusia
sebagai mahluk yang berbudaya. Kebutuhan pakaian yang diperlukan oleh
masing-masing keluarga petani terdiri dari pakaian kerja, pakaian ibadah,
pakaian untuk berpergian serta perlengkapnya seperti sandal. Kebutuhan
papan atau perumahan merupakan kebutuhan keluarga petani untuk memiliki
tempat tinggal atau rumah. Para petani harus bisa memberikan tempat
tinggal yang layak pada keluarganya, agar mampu melindungi keluarganya dari
cuaca panas maupun hujan.
Kebutuhan kesehatan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi ketika
seseorang sedang sakit, para petani didesa tukul harus bisa memenuhi
kebutuhan kesehatan ketika dirinya atau anggota keluarganya bila sedang sakit
tetapi sayang nya hal itu terkadang tidak dapat dipenuhi dengan baik karna banyak
hal seperti tidak memeiliki biaya untuk berobat dan belum lagi masalah umum
dipedesaan atau perkampungan lebih percaya terhadap pengobatan alternatif
daripada perawatan secara medis, terkadang ketika seseorang mengalami sakit
hanya dibawa ke dokter atau rumah sakit ketika kondisi nya sudah sangat parah
atau sudah mengalami masa kritis hal tersebut yang saya sangat sayangkan,
sedangkan untuk pendidikan sanak keluarga para petani juga sangat jauh dari kata
baik mereka harus bisa memenuhi kebutuhan dasar pendidikan anaknya seperti
seragam, tas sekolah, sepatu, buku, alat tulis, uang saku serta iuran untuk
sekolah seperti SPP dan uang gedung padahal untuk memenuhi kebutuhan sehari
55
eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 7, Nomor 3, 2019: 54-67
hari pun sangat susah dan hal tersebutlah yang membuat kebanyakan anak anak
atau cucu para petani tidak terlalu mengedepankan masalah pendidikan dihidup
mereka bisa dilihat dari contoh bila sedang musim tanam atau pun musim panen
anak anak lebih banyak membolos dan pergi membantu orang tua mereka untuk
bercocok tanam dan mengurus lahan pertanian mereka dan alasannya pun sangatlah
kuat yaitu agar dapat membantu orang tua bertani agar dapat menanam dilahan
yang lebih besar supaya hasil nya pun lebih banyak untuk menopang kehidupan
sehari hari.
Pendapatan petani G u r e m yang tergolong rendah tidak mampu untuk
memenuhi semua kebutuhan keluarga mereka dan hal tersebutlah yang melatar
belakangi penulis mengangkat topik ini agar banyak orang paham bagaimana
rumit nya kehidupan petani Gurem didesa Tukul Kecamatan Tering, dan agar
dinas dan instansi terkait dapat mengetahui perihal tersebut dan dapat membantu
mencari solusi dan penanggulangan nya kedepan agar masalah yang para petani
alami sekarang tidak terus berlarut larut dan mendapatkan solusi secepat nya, oleh
karna itu peneliti mengangkat judul “STRATEGI BERTAHAN HIDUP PETANI
GUREM DI DESA TUKUL KECAMATAN TERING KABUPATEN KUTAI
BARAT”.
56
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)
Konsep Strategi
Manusia seperti mahluk hidup lainnya, memiliki naluri untuk
mempertahankan hidupnya dan hidup lebih lama. Usaha ini dikendalikan oleh
pokok dari hidup yaitu, hidup dalam situasi apapun dengan lebih berkualitas dari
pada sebelumnya. Ini adalah ide dasar dari bertahan hidup. Bagaimana pun, untuk
memperoleh tujuan ini seseorang harus mempersiapkan banyak taktik untuk
hidup., dimanifestasikan dalam satu kesatuan sistematis. Untuk memahami apa itu
strategi bertahan hidup, seseorang harus memahami konsep dari strategi.
Berdasarkan analisis kebijakan sosial, strategi aadalah satu set pilihan dari
alternatif-alternatif yang ada. Sebagai bagian dari teori pilihan rasional, analisis
strategi tidak hanya dapat digunakan dalam medan kehidupan ekonomi, tetapi juga
dalam medan politik, kekuasaan, dan pembangunan (Crow dalam Dharmawan,
2001).
Strategi Aktif
Strategi aktif merupakan strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara
memanfaatkan segala potensi yang dimiliki. Menurut Suharto (2009: 31) strategi
aktif merupakan strategi yang dilakukan keluarga miskin dengan cara
mengoptimalkan segala potensi keluarga (misalnya melakukan aktivitasnya
sendiri, memperpanjang jam kerja dan melakukan apapun demi menambah
penghasilannya). Strategi aktif yang biasanya dilakukan petani kecil adalah
dengan diversifikasi penghasilan atau mencari penghasilan tambahan dengan cara
melakukan pekerjaan sampingan. Menurut Stamboel (2012: 209) diversifikasi
yang dilakukan petani miskin merupakan usaha agar petani dapat keluar dari
kemiskinan, deversifikasi yang bisa dilakukan antara lain berdagang, usaha
bengkel maupun industri rumah tangga lainnya. Sedangkan menurut Andrianti
57
eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 7, Nomor 3, 2019: 54-67
(dalam Kusnadi, 2000: 192) salah satu strategi yang digunakan oleh rumah tangga
untuk mengatasi kesulitan ekonomi adalah dengan mendorong para isteri untuk
ikut mencari nafkah. Bagi masyarakat yang tegolong miskin mencari nafkah bukan
hanya menjadi tanggung jawab suami semata tetapi menjadi tanggung jawab
semua anggota keluarga sehingga pada keluarga yang tergolong miskin isteri juga
ikut bekerja demi membantu menambah penghasilan dan
mencukupi kebutuhan keluarganya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud strategi
aktif adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan seseorang atau keluarga
dengan cara memaksimalkan segala sumber daya dan potensi yang dimiliki
keluarga mereka.
Strategi Pasif
Strategi pasif merupakan strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara
meminimalisir pengeluaran keluarga sebagaimana pendapat Suharto (2009: 31)
yang menyatakan bahwa strategi pasif adalah strategi bertahan hidup dengan cara
mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya biaya untuk sandang, pangan,
pendidikan, dan sebagainya). Strategi pasif yang biasanya dilakukan oleh petani
kecil adalah dengan membiasakan hidup hemat. Hemat dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagai sikap berhati-hati, cermat, tidak boros dalam
membelanjakan uang. Sikap hemat merupakan budaya yang telah dilakukan oleh
masyarakat desa terutama masyarakat desa yang tergolong dalam petani miskin.
Menurut Kusnadi (2000: 8) strategi pasif adalah strategi dimana individu
berusaha meminimalisir pengeluaran uang, strategi ini merupakan salah satu cara
masyarakat miskin untuk bertahan hidup. Pekerjaan sebagai petani Gurem yang
umumnya dilakukan oleh masyarakat desa membuat pendapatan mereka relative
kecil dan tidak menentu sehingga petani kecil di pedesaan lebih memprioritaskan
kebutuhan pokok seperti kebutuhan pangan daripada kebutuhan lainnya. Pola
hidup hemat dilakukan petani Gurem agar penghasilan yang mereka terima bisa
untuk mencukupi kebutuhan pokok keluarga mereka. Petani kecil biasanya
menerapkan hidup hemat dengan cara berhati-hati dalam membelanjakan uang
mereka. Sikap hemat terlihat pada kebiasaan keluarga petani kecil yang
membiasakan untuk makan dengan lauk seadanya dan hanya membeli daging
ketika hari besar seperti hari raya idul fitri.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud strategi
pasif adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara selektif, tidak
boros dalam mengatur pengeluaran keluarga.
Strategi Jaringan
Strategi jaringan adalah strategi yang dilakukan dengan cara memanfaatkan
jaringan sosial. Menurut Suharto (2009: 31) strategi jaringan merupakan strategi
58
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)
bertahan hidup yang dilakukan dengan cara menjalin relasi, baik formal maupun
dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan (misalnya meminjam
uang kepada tetangga, mengutang di warung atau toko, memanfaatkan program
kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank dan sebagainya). Menurut
Kusnadi (2000: 146) strategi jaringan terjadi akibat adanya interaksi sosial yang
terjadi dalam masyarakat, jaringan sosial dapat membantu keluarga miskin ketika
membutuhkan uang secara mendesak. Secara umum strategi jaringan sering
dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang tergolong miskin adalah dengan
meminta bantuan pada kerabat atau tetangga dengan cara meminjam uang. Budaya
meminjam atau hutang merupakan hal yang wajar bagi masyarakat desa karena
budaya gotong royong dan kekeluargaan masih sangat kental dikalangan
masyarakat desa. Strategi jaringan yang biasanya dilakukan petani kecil adalah
memanfaatkan jaringan sosial yang dimiliki dengan cara meminjam uang pada
kerabat, bank dan memanfaatkan bantuan sosial lainnya. Bantuan sosial yang
diterima petani kecil merupakan modal sosial yang sangat berperan sebagai
penyelamat ketika keluarga petani kecil yang tergolong miskin membutuhkan
bantuan sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Stamboel (2012: 244)
yang mengatakan bahwa modal sosial berfungsi sebagai jaring pengaman social
bagi keluarga miskin. Bantuan dalam skala keluarga besar, komunitas atau dalam
relasi pertemanan telah banyak menyelamatkan keluarga miskin.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud strategi
jaringan adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara meminta
bantuan kepada kerabat, tetangga dan relasi lainnya baik secara formal maupun
informal ketika dalam kesulitan, seperti meminjam uang ketika memerlukan uang
secara mendadak.
Petani Gurem
Petani adalah seseorang yang bergerak dibidang pertanian, utamanya
dengan cara melakukan pengelolahan tanah dengan cara untuk menumbuhkan
dan memelihara tanaman seperti padi, sayur dan tanaman lainnya dengan tujuan
untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri
ataupun menjualnya kepada orang lain (http://id.wikipedia.org/wiki/Petani).
Istilah petani dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai seseorang
yang memiliki sawah atau kebun sendiri dan pekerjaannya bercocok tanam.
Penjelasan di atas sesuai dengan pendapat Soejono (2005: 19) yang menyatakan
bahwa petani adalah semua orang yang menggantungkan hidup dengan cara
mengolah lahan pertanian. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa petani tidak dapat dipisahkan dari lahan pertanian, seseorang disebut
petani apabila memiliki sawah dan hidup dari hasil mengolah sawah tersebut.
Tingkatan seorang petani dapat diukur dari kepemilikan lahan pertanian
sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Amaluddin (dalam Yuswadi,
59
eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 7, Nomor 3, 2019: 54-67
2005: 1), yang menyatakan bahwa secara garis besar petani di Indonesia dibagi
menjadi beberapa tingkatan: petama petani menengah dan besar, yaitu rumah
tangga petani yang menguasai pertanian di atas 1ha, kedua petani kecil atau
petani gurem, yakni rumah tangga yang menguasai tanah pertanian seluas
0,5Ha – 1Ha, Tuna kisma atau buruh tani, yaitu rumah tangga petani bukan
pemilik tanah yang bekerja sebagai buruh upahan dalam proses produksi
pertanian dan tidak menguasai tanah pertanian.
Berdasarkan tingkatan di atas sebagian besar petani di Desa Tukul
dapat digolongkan pada kelas petani Gurem karena mayoritas petani di Desa
Tukul hanya memiliki lahan yang sempit yaitu kurang dari 1Ha sehingga pada
penelitian ini peneliti hanya memfokuskan pada petani kecil karena pada
umumnya petani gurem merupakan masyarakat yang tergolong miskin dan
menerapkan stategi bertahan hidup. Menurut Baiquni (2007: 89) petani kecil
atau petani gurem adalah petani yang hanya memiliki lahan kurang dari 1Ha.
Pengertian petani g u r e m secara lebih rinci dikemukakan oleh Soejono
(2005: 18) yang menyatakan bahwa petani gurem adalah petani yang memiliki
tanah sempit dan usahanya hanya mampu untuk menyambung hidup
dalam bentuk yang minimal. Pendapat Soejono sejalan dengan pendapat Scott
(dalam Yuwono dkk 2011: 390) yang mendefinisikan petani kecil sebagai
petani yang memiliki prinsip saffety first (mengutamakan selamat) sehingga
petani kecil umumnya sulit melakukan inovasi karena mereka lebih
mengutamakan selamat dari gagal panen.
Definisi petani gurem juga dikemukakan oleh Yuwono dkk (2011:
390) yang menyatakan bahwa petani gurem merupakan petani yang memiliki
luas usaha atau luas tanah yang sempit dan lebih berorientasi pada risk
minimization (meminimalisir resiko) petani ini sangat takut akan resiko gagal
panen karena jika mengalami gagal panen maka kehidupan keluarganya akan
hancur sehingga petani ini sangat hati-hati dalam mengambil keputusan dalam
bertani. Petani gurem umumnya memilih tanaman yang biasa mereka tanam
serta sulit untuk berinovasi atau merubah pola penanaman baru yang belum
pernah dilakukan sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa petani gurem adalah
seseorang yang memiliki sawah kurang dari 1Ha dan menggantungkan hidup
dengan mengolah ladang yang mereka miliki.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memaparkan dan bertujuan
memberikan gambaran serta menjelaskan dari variable yang diteliti. Menurut
Moleong (2003: 6) mengemukakan bahwa deskriptif adalah data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dari pendapat ini
60
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)
Hasil Penelitian
Strategi Aktif
Strategi aktif merupakan strategi bertahan hidup yang dilakukan petani
kecil untuk menambah pendapatan keluarga mengoptimalakan sumber daya yang
dimiliki. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa
sebagian besar petani kecil melakukan pekerjaan sampingan dengan menjadi
pekerja kasar yaitu menjadi buruh tani dan penggadu ternak orang lain.
Selain menjadi buruh tani dan penggadu ternak, sebagian petani kecil lebih
memilih melakukan pekerjaan sampingan di luar sektor pertanian yaitu bekerja
sebagai buruh tani.
Selain tukang bangunan, pekerjaan yang dilakukan petani kecil di Desa
Tukul adalah menjadi pengumpul rotan.
Pekerjaan tersebut mereka pilih karena keterampilan yang mereka miliki
terbatas sehingga mereka hanya bisa menjadi pekerja kasar yang tidak
memerlukan banyak keterampilan. Para petani gurem umumnya melakukan
pekerjaan sampingan mereka di Desa Tukul,
Fakta di atas relevan dengan pendapat White (dalam Baiquni, 2007:47)
yang menyatakan bahwa strategi survival atau strategi bertahan hidup merupakan
strategi petani yang memiliki lahan yang sempit dan tergolong miskin. Petani
dengan strategi survival biasanya mengelola sumber alam yang sangat terbatas
atau terpaksa menjadi buruh tani dan pekerja kasar dengan imbalan yang rendah
biasanya hanya cukup untuk sekedar menyambung hidup tanpa bisa menabung
untuk pengembangan modal.
Pendapat di atas perkuat oleh pendapat Stemboel (2012:209) yang
mengatakan diversifikasi penghasilan yang dilakukan petani miskin merupakan
usaha agar petani dapat keluar dari kemiskinan, deversifikasi yang bisa dilakukan
antara lain berdagang, usaha bengkel maupun industri rumah tangga lainnya.
Walaupun sebagian besar petani kecil di Desa Tukul melakukan pekerjaan
sampingan untuk menambah pendapatan keluarga, namun ada juga petani kecil
yang memilih tidak melakukan pekerjaan sampingan dan memilih fokus menjadi
petani kecil. Usaha menambah pendapatan dengan melakukan pekerjaan
sampingan ternyata hanya memberi sedikit tambahan bagi pendapatan petani, hal
ini dikarenakan pekerjaan yang dilakukan petani kecil hanya sebagai pekerja
kasar sehingga upah yang diterima masih tergolong kecil dan tidak menentu.
Pendapatan petani yang masih tergolong kecil membuat anggota keluarga seperti
isteri dan anak juga ikut bekerja untuk membantu menambah penghasilan
61
eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 7, Nomor 3, 2019: 54-67
keluarga.
Menurut Andrianti (dalam Kusnadi, 2000:192) salah satu strategi yang
digunakan oleh rumah tangga untuk mengatasi kesulitan ekonomi adalah dengan
mendorong para isteri untuk ikut mencari nafkah. Bagi masyarakat yang tegolong
miskin mencari nafkah bukan hanya menjadi tanggung jawab suami semata tetapi
menjadi tanggung jawab semua anggota keluarga sehingga pada keluarga yang
tergolong miskin isteri juga ikut bekerja demi membantu menambah penghasilan
dan mencukupi kebutuhan keluarganya.
Pendapat Andrianti sesuai dengan strategi bertahan hidup yang di terapkan
oleh petani gurem di Desa Tukul. Berdasarkan fakta dilapangan, ditemukan
bahwa sebagian besar isteri petani gurem ikut bekerja untuk membantu
mencukupi kebutuhan keluarga.
Menjadi buruh tani merupakan pekerjaan yang sering dilakukan oleh isteri
petani di Desa Tukul, Ketika musim padi para isteri petani biasanya menjadi
buruh tanam padi. Namun buruh tani juga membutuhkan tenaga yang cukup
besar sehingga tidak semua isteri petani melakukan pekerjaan menjadi buruh tani.
Keterbatasan yang dimiliki kaum wanita membuat sebagian isteri petani
memilih tidak bekerja Sebagian isteri petani gurem lebih memilih menjadi ibu
rumah tangga, dengan mengurus anak atau membantu suami mereka di sawah,
seperti menanami pematang sawah dengan tanaman konsumsi, Selain isteri yang
ikut bekerja ada juga anak petani gurem yang juga ikut bekerja untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya.
Fakta di atas relevan dengan pendapat Suharto (2009:31) yang menyatakan
bahwa strategi aktif merupakan strategi yang dilakukan keluarga miskin dengan
cara mengoptimalkan segala potensi keluarga. Misalnya melakukan aktivitasnya
sendiri, Memperpanjang jam kerja dan melakukan apapun demi menambah
penghasilannya.
Strategi aktif merupakan pilihan pertama yang dilakukan petani gurem
untuk tetap bisa bertahan hidup. Mereka memaksimalkan semua potensi sumber
daya yang mereka miliki untuk menambah penghasilan yang mereka dapat dari
usaha bertani walaupun tambahan pendapatan yang mereka dapat tergolong kecil
dan tidak menentu, namun hal tersebut tetap dilakukan agar mereka tetap bisa
hidup.
Strategi Pasif
Strategi pasif adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan petani lahan
kecil dengan menerapkan hidup hemat. Sikap hemat memang sudah melekat dan
menjadi budaya bagi masyarakat desa, khususnya desa agraris yang sebagian
besar penduduknya hidup dari usaha pertanian. Sikap hemat yang dilakukan
petani lahan kecil adalah membiasakan seluruh keluarga untuk makan seadanya
karena pendapatan petani gurem yang tergolong rendah dan tak menentu
62
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)
63
eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 7, Nomor 3, 2019: 54-67
Strategi Jaringan
Menerapkan strategi aktif dan pasif terkadang masih belum cukup untuk
memenuhi semua kebutuhan keluarga petani gurem, terutama jika petani kecil
membutuhkan uang secara mendadak seperti ketika tanaman petani kecil sedang
tidak bagus karena serangan hama ataupun penyakit, sehingga hasil yang
diperoleh sangat kecil.
Pendapatan petani memang tidak menentu dan tergantung pada kualitas
tanaman mereka, tidak jarang mereka mengalami rugi karena tanaman mereka
rusak sehingga harga jualnya mengalami penurunan yang sangat besar.
Pada saat seperti ini petani gurem menerapkan strategi jaringan. Strategi
jaringan adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara meminta
bantuan kepada kerabat, tetangga dan relasi lainnya baik secara formal maupun
informal ketika dalam kesulitan. Hal ini relevan dengan pendapat Suharto
(2009:31) yang mengatakan bahwa strategi jaringan merupakan strategi bertahan
hidup yang dilakukan dengan cara menjalin relasi, baik formal maupun dengan
lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan misalnya meminjam uang
kepada tetangga, mengutang di warung atau toko, memanfaatkan program
kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau koperasi dan sebagainya).
Meminjam uang merupakan langkah petani kecil untuk mendapatkan uang
secara cepat, bagi petani kecil yang memiliki tabungan berupa perhiasan emas
mereka biasanya akan mengadaikan perhiasan tersebut ketika membutuhkan
uang.
Bagi petani gurem yang tidak memiliki tabungan seperti perhiasan emas
maka mereka biasanya meminjam kepada saudara atau tetangga terdekat. Budaya
gotong royong dan kekeluargaan yang masih kental di Desa Tukul membuat
kepedulian masyarakatnya sangat kuat sehingga ketika salah seorang warga
meminta bentuan maka warga yang lain akan membantu sebisa mungkin.
Pinjaman yang didapat petani tidak harus berupa uang, ada sebagian petani
yang memilih meminjam perhiasan emas pada saudaranya yang keadaan
ekonominya di atas mereka untuk kemudian mereka gadaikan ke pegadaian dan
akan ditebus setelah mereka panen.
Adanya budaya gotong royong dan kekeluargaan dapat menjadi pelindung
petani gurem ketika mangalami kesulitan. Hal ini relevan dengan pendapat
64
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)
65
eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 7, Nomor 3, 2019: 54-67
Saran
1. Petani gurem semestinya bisa memiliki usaha sampingan sendiri, seperti
melakukan budidaya ikan konsumsi maupun budi daya lainnya seperti budi
daya jamur, mengingat masih luasnya tanah disekitar rumah petani gurem
yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
2. Aparat desa diharapkan bisa lebih aktif untuk mengupayakan agar para petani
bisa mendapatkan perhatian lebih dari instansi terkait. Dinas terkait juga bisa
memberikan penyuluhan agar petani di desa Tukul bisa mengembangkan
gaya bertani mereka agar bisa meningkatkan produksi dan menghasilkan
pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup para petani.
DaftarPustaka
Baiquni, M. 2007. Strategi Penghidupan Di Masa Krisis. Yoyakarta: Ideas Media
Gilarso. 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Yogyakarta: Kanisius
Haugthon, J dan Khandker, S. R. 2012. Pedoman Tentang Kemiskinan Dan
Ketimpangan (Handbook on Poverty & iInequaly). Jakarta: Salemba Empat
Idrus, M. 2007. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: PT Gelora Aksara
Pratama
KMNRT.1996. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996
Tentang Pangan. Jakarta: Badan Penyuluhan Undang-undang Pangan
Kusnadi. 2000. Nelayan Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung: Humaniora
Utama Press
Mangkunegara, A. P, 2002. Perilaku Konsumen. Bandung: PT Refika Aditama
Moleong, L. J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi . Bandung: PT
Remaja Rosda Karya
Sardjono, B. A. 2004. Mengembangkan Rumah Kecil. Semarang: PT Trubus
Agriwidjaya
Sastra, S dan Marlina, E. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan.
66
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)
67