Anda di halaman 1dari 95

MAKALAH PERILAKU PETANI GUREM

UNTUK MENGOPTIMALKAN PENDAPATAN

Disusun oleh :
Agata Widhi Feby Ratna Sari H0818005
Duta Kharisma Aji H0818026
Gaudensia Lena H0818034
Khuzamy Aulia H0818053
Mia Alfiyatus Sholehah H0818063
Sandra Surya S H0818093

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Petani merupakan sebutan profesi yang taka sing lagi di Indonesia
bahkan sudah melekat sejak zaman dahulu. Indonesia sebagai negara agraris
sebagian besar penduduknya bermmata pencaharian sebagai petani,namun
ironisnya petani-petani di Indonesia didominasi oleh petani gurem. Petani
gurem merupakan petani yang memiliki atau menyewa lahan pertanian kurang
dari 0,5 Ha. Petani gurem ini pastinya bukan merupakan satuan individu
melainkan satuan keluarga sebab dalam melakukan usahatani dalam
mempertimbangkan segala sesuatu hal terkait usahataninya pasti berdasar
pertimbangan keluarga terutama istri dan anak.
Kehidupan petani semakin memprihatinkan karena semakin banyak
rumah tangga petani yang hanya mengelola lahan sempit. Lahan sempit ini
biasanya merupakan lahan yang luas lalu dibagi-bagikan sesuai dengan ahli
warisnya dan ini sudah menjadi budaya atau kebiasaan bagi masyarakat
Indonesia sehingga lahan pertanian yang dimiliki petani cenderung kecil.
Lahan yang kecil ini tentu saja akan mempengaruhi bagaimana cara bekerja
atau kinerja para petani dan pendapatan yang dihasilkan dari usahatani tak
jarang juga hanya pendapatan yang kecil karena lahan yang dimiliki kecil.
Pendapatan yang kecil tersebut haruslah disiasati sehingga pendapatan
yag didapatkan tersebut merupakan pendapatan yang maksimal. Cara yang
dilakukan petani gurem dalam memaksimalkan pendapatan adalah dengan
memanfaatkan lahan sempit yang dimiliki secara efektif untuk menghasilkan
produk pertanian. Pemanfaatan lahan pertanian sempit tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti diversifikasi tanaman, pengelolaan
tanah, dan sebagainya. Cara petani gurem memaksimalkan pendapatan
tersebut perlu banyak diterapkan di Indonesia mengingat masih banyak
kehidupan petani di Indonesia yang masih dibawah garis kemiskinan padahal
mereka seharusnya bisa mengelola lahan yang dimiliki dan menghasilkan
pendapatan yang cukup tinggi pula.

1
2

B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana kombinasi penggunaan input dalam produksi sayuran
untuk mengoptimalkan pendapatan?
2. Bagaimana cara peningkatan pendapatan petani?
3. Bagiamana cara mengetahui pendapatan aktual dan pendapatan hasil
optimasi usahatani sayuran sistem diversifikasi dengan kendala
sumberdaya petani berupa kepemilikan lahan, luasan lahan minimum,
tenaga kerja, dan modal?
4. Bagaimana risiko dan optimasi lahan untuk memaksimalkan
pendapatan?
5. Bagaimana optimalisasi pola tanam untuk memaksimalkan
pendapatan?
6. Bagaimana strategi yang dilakukan petani kecil untuk menambah
pendapatan keluarga dan mengoptimalakan sumber daya yang
dimiliki?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui kombinasi penggunaan input dalam produksi sayuran untuk
mengoptimalkan pendapatan
2. Mengetahui cara peningkatan pendapatan petani.
3. Mengetahui pendapatan aktual dan pendapatan hasil optimasi usahatani
sayuran sistem diversifikasi dengan kendala sumberdaya petani berupa
kepemilikan lahan, luasan lahan minimum, tenaga kerja, dan modal.
4. Mengetahui risiko dan optimasi lahan untuk memaksimalkan pendapatan
5. Mengetahui optimalisasi pola tanam untuk memaksimalkan pendapatan
6. Mengetahui strategi yang dilakukan petani kecil untuk menambah
pendapatan keluarga dan mengoptimalakan sumber daya yang dimiliki.
II. PEMBAHASAN

A. Kombinasi Input dalam Produksi Sayuran untuk Mengoptimalkan


Pendapatan
Kombinasi input merupakan salah satu hal penting yang dilakukan oleh
para petani gurem mereka memperhatikan benar bagaimana pengaruh faktor
produksi yang digunakan. Penggunaan input ini mendasari berapa biaya yang
akan mereka keluarkan untuk usahatani ini. Biaya yang mereka keluarkan
tentu saja akan mempengaruhi pendapatan yang akan diterima ketika
penerimaan dikurangkan dengan biaya-biaya input dan biaya lainnya yang
masih berhubungan dengan usahatani.
Penggunaan faktor produksi yang tepat dan seimbang dilakukan oleh
para petani gurem guna memaksimalkan pendapatan yang akan diperolehnya.
Cara yang dilakukan antara lain pengguaan faktor produksi yang tepat, faktor
produksi disini misalkan ketika petani hendak mengelola lahan atau tanah
dilihat dari kemungkinan besar bahwa lahan petani tersebut kecil sehingga
ketika masih bisa dicangkul mereka akan mencangkul lahan tersebut sehingga
tidak harus menyewa traktor atau orang lain untuk dipekerjakan. Kegiatan
mencangkul ini biasanya tidak hanya satu hari dilakuakn sendiri tetapi kadang
berhari-hari sehingga sedikit demi sedikit dapat dicangkul semua tanah dan
dapat meminimalkan biaya input. Pengairan yang dilakukan pun terkadang
menggunakan air sungai dan ketika kemarau tiba menggunakan pompa air hal
ini menjadi cara yang tepat untuk penggunaan air. Penggunaan input ini tentu
saja sudah biasa dilakukan oleh petani sehingga petani hafal berapa saja benih
yang harus dibeli, berapa dan apa saja pupuk ataupun pestisida yang
digunakan. Dengan kebiasaan ini maka petani cenderung membeli input
hanya terpatok pada input yang sebelumnya dibeli sehingga input yang dibeli
seperti pupuk, benih, pestisida maupun penggunaan saprodi juga dibeli sesuai
dengan apa yang mereka butuhkan. dengan kata lain meminimalkan biaya
pula untuk mendapatkan pendapatan yang maksimal.

3
4

Penggunaan input berupa benih atau bibit, pupuk kendang, pupuk urea,
pupuk NPK, pestisida dan tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap produksi
sayur-sayuran. Penggunaan benih atau bibit sayuran ini sangat memperbesar
peluang untuk memperoleh produktivitas sayuran yang tinggi. Benih atau
bibit yang bermutu menjanjikan produksi yang baik dan bermuru pula jika
diikuti dengan perlakuan agronomi yang baik dan input teknologi yang
berimbang, sebaliknya bila benih atau bibit yang digunakan tidak berkualitas
baik maka produksinya tidak banyak menjanjikan atau tidaklebih baik dari
penggunaan bibit atau benih yang bermutu. Penggunaan bibit atau benih yang
berkualitas diharapkan mampu mengurangi berbagai faktor resiko kegagalan
panen.
Penggunaan pupuk kadang yang sering digunakan petani gurem juga
berpengaruh terhadap produksi sayuran, menurut hasil penelitian (Nainggolan
et al., 2017) mengatakan bahwa pemberian pupuk kandang pada tanaman
sawi sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sawi sebesar 0,298
persen. Pemupukan menggunakan pupuk kandang (kotoran ayam, kotoran
sapi, dan kotoran kambing) sangat baik untuk pertumbuhan sawi dengan
kualitas yang baik dan dapat meningkatkan produksi sawi. Pupuk kandang
yang digunakan ini berasal dari kotoran hewan ternak dimana penggunaannya
dapat menekan biaya input karena pupuk kandang biasa didapatkan gratis
oleh para petani.
B. Peningkatan Pendapatan Petani
Pengkajian untuk pembahasan dalam subbab ini mengkaji terkait artikel
“Peningkatan Pendapatan Petani Pada Usahatani Sayuran Dengan Penyisipan
Tanaman Sayuran Berumur Pendek Di Model Pertanian Bioindustri
Kabupaten Tabanan”. Hasil analisis deskriptif yang dilakukan terhadap
usahatani monokultur dan tumpang sisip sawi hijau pada tanaman utama
menunjukkan bahwa komponen hasil pertanaman ganda mengalami
penurunan dibandingkan pertanaman monokultur. Pada pertanaman tumpang
sisip berat ekonomis/tanaman brokoli mengalami penurunan sebesar 2,25%,
kol bunga 1,84% dan tagetes 3,00% dibandingkan dengan pertanaman
5

monokultur. Sedangkan sawi hijau yang ditanam secara tumpang sisip tidak
mengalami penurunan berat ekonomis dengan rata-rata berat
ekonomis/tanaman 32,00 g – 33,00 g/tanaman.
Penurunan hasil pada pertanaman tumpang sisip terhadap tanaman
utama disebabkan oleh adanya kompetisi tanaman akibat adanya tambahan
tanaman baru. Kompetisi ini meliputi kompetisi cahaya, air dan juga hara.
Akan tetapi melihat hasil tumpangsari dan monokultur komoditas utama,
penurunan hasil sangat rendah yaitu kurang dari 5,0%.
Pada kajian ini tidak terlihat adanya penurunan pertumbuhan dan hasil
tanaman pada sistem tanam tumpang sisip dibandingkan dengan monokutur.
Hal ini menunjukkan kompetisi tanaman pada sistem tumpang sisip dalam
memperebutkan faktor-faktor tumbuh seperti cahaya, air dan hara akibat
adanya tambahan tanaman baru (sisipan) tidak berpengaruh terhadap tanaman
utama. Hal ini juga disebabkan karena tanaman sisipan (sawi hijau) memiliki
umur yang pendek yaitu hanya 20 hst, sehingga tidak menimbulkan kompetisi
yang merugikan tanaman utama.
Efisiensi teknis suatu usahatani yang dilakukan ditunjukkan dengan
adanya pengeluaran minimum dengan output yang sama. Analisis yang
dilakukan terhadap sistem tanam pada kajian ini menunjukkan hal tersebut
belum bisa tercapai karena peningkatan penerimaan pada sistem tanam
tumpang sisip masih diikuti oleh peningkatan pengeluaran input usahatani.
Akan tetapi dengan adanya tambahan tanaman baru (sisipan) terjadi
peningkatan penerimaan dan keuntungan petani akibat adanya efisiensi input
seperti pengolahan lahan, penyiangan, pengendalian OPT dan yang lainnya
karena dapat dilakukan bersamaan.
Sistem tanam tumpang sisip sawi hijau pada tanaman utama brokoli,
kol bunga dan tagetes memberikan peningkatan keuntungan dibandingkan
pertanaman monokultur. Hasil analisis per 1.000 m2 diperoleh peningkatan
keuntungan pada sistem tumpang sisip brokoli dengan sawi hijau sebesar Rp
847.000,-, kol bunga Rp 888.750,- dan tagetes Rp 735.000,- dalam waktu 20
hari.
6

C. Pendapatan aktual dan pendapatan hasil optimasi usahatani sayuran


sistem diversifikasi dengan kendala sumberdaya petani berupa
kepemilikan lahan, luasan lahan minimum, tenaga kerja, dan modal
Perlu adanya suatu usaha agar produksi pertanian tetap terjaga dengan
cara mengoptimalkan sumberdaya yang ada. Salah satu cara yang bisa
dilakukan dalam pembangunan pertanian yaitu dikenal usahatani dengan
sistem diversifikasi. Usahatani divesifikasi adalah suatu usaha
penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari
ketergantungan pada salah satu hasil pertanian. Oleh karena itu, perlu adanya
suatu model perencanaan agar usahatani dengan sistem diversifikasi tersebut
dapat mencapai produksi yang optimal dengan tujuan mendapat pendapatan
yang maksimum bagi petani.
1. Modal dan Pendapatan Usahatani
Modal dalam hal ini merupakan jumlah uang yang dikeluarkan
pada setiap musim tanam baik secara tunai maupun tidak. Modal
sangatlah penting dalam menjalankan usahatani sayuran dengan sistem
diversifikasi, karena memerlukan suatu pengelolaan yang baik agar
semua komoditas yang diusahakan bisa berjalan dengan baik. Adapun
modal yang dimiliki oleh petani pada setiap musim tanam tersaji pada
Tabel 1.

Tabel 1
Modal Yang Dimiliki Petani Usahatani Sayuran setiap Musim
Tanam
Musim tanam Modal (Rp)
Musim kemarau 15.587.913
Musim hujan 13.189.393
Rata-rata 14.388.653
Sumber : Data Primer Diolah 2017
Biaya yang diperhitungkan dalam penelitian ini yaitu biaya secara
keseluruhan baik biaya tetap maupun biaya variabel. Total biaya untuk
seluruh komoditas yang diusahakan dihitung perluasan yang dikelola
petani yaitu sebesar 0,49 hektar. Tabel 2 menunjukkan besarnya total
pengeluaran, penerimaan, dan pendapatan usahatani.
7

Tabel 2. Jumlah Pengeluaran, Penerimaan Dan Pendapatan Usahatani


Sayuran

MUSIM KEMARAU
Total Biaya Total Biaya Pendapatan Pendapatan
No Komoditas Biaya Biaya dengan tanpa Dengan Tanpa
Tetap Variabel TKDK TKDK Penerimaan TKDK TKDK
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 K. Panjang 560.817 3.822.500 4.245.817 3.745.817 5.000.000 754.183 1.254.183
2 Tomat 526.067 3.475.000 4.001.067 3.501.067 4.500.000 498.933 998.933
3 Mentimun 421.730 3.628.000 4.049.730 3.549.730 5.000.000 950.270 1.450.270
4 Terung 735.300 2.556.000 3.291.300 2.791.300 4.000.000 708.700 1.208.700
Total (Rp) 2.243.913 13.481.500 15.587.913 13.587.913 18.500.000 2.912.087 4.912.087
MUSIM HUJAN
Total Biaya Total Biaya Pendapatan Pendapatan
No Komoditas Biaya Biaya dengan tanpa Dengan Tanpa
Tetap Variabel TKDK TKDK Penerimaan TKDK TKDK
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 K. Panjang 509.417 3.308.500 3.680.417 3.580.417 4.375.000 694.583 794.583
2 Tomat 478.667 3.001.000 3.479.667 3.379.667 4.500.000 1.020.333 1.120.333
3 Mentimun 372.610 3.014.000 3.386.610 3.286.610 4.375.000 988.390 1.088.390
4 Terung 650.700 1.992.000 2.642.700 2.542.700 3.150.000 507.300 607.300
Total (Rp) 2.011.393 11.315.500 13.189.393 12.789.393 16.400.000 3.210.607 3.610.607
Total/Tahun
(Rp) 4.255.307 24.797.000 28.777.307 26.377.307 34.900.000 6.122.693 8.522.693
Sumber : Data Primer Diolah Dari Lampiran 6 Keterangan : TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Tabel 2 juga menunjukkan besarnya pendapatan usahatani pada
setiap musim tanam. Jika tenaga kerja keluarga diperhitungkan maka
pendapatan usahatani pada musim kemarau yaitu sebesar Rp 2.912.087
dan pada musim hujan yaitu sebesar Rp 3.210.607 sehingga total
pendapatan usahatani dalam kurun waktu satu tahun yaitu sebesar Rp
6.122.693 dengan asumsi tanaman yang diusahakan hanya satu kali
musim tanam. Namun jika besarnya tenaga kerja dalam keluarga tidak
diperhitungkan maka pendapatan usahatani pada musim kemarau yaitu
sebesar Rp 4.912.087 dan pada musim hujan yaitu sebesar Rp
3.610.607 sehingga total pendapatan usahatani
2. Optimasi Sumberdaya Petani Sayuran Dengan Sistem Diversifikasi
Hasil analisis dengan menggunakan metode program linier
untuk optimasi sumberdaya petani sayuran dengan sistem
diversifikasi secara optimal jika penggunaan benih dan pupuk sesuai
dengan anjuran maka diperoleh hasil seperti tersaji pada Tabel 3.
8

Tabel 3.
Luas Lahan Optimal Usahatani Sayuran Dengan Sistem Diversifikasi

Penggunaan Lahan
No Komoditas Musim Kemarau Musim Hujan
(Hektar) (Hektar)
1. Kacang panjang 0 0,49
2. Tomat 0 0
3. Mentimun 0,49 0
4. Terung 0 0
Total 0,49 0,49
Sisa 0,08 0,08
Pendapatan Maksimum (Rp) 6.807.570
Sumber : Diolah Tahun 2017
Dari delapan aktivitas produksi yang dimasukkan ke dalam
program linier ternyata hanya dua aktivitas saja yang harus
dipertimbangkan dalam optimasi sumberdaya petani secara optimal.
Tabel 3 menunjukkan bahwa usahatani sayuran dengan sistem
diversifikasi yang dilakukan agar bisa mencapai kondisi yang optimal
dengan pendapatan maksimum maka usahatani sayuran yang harus
diusahakan yaitu pada musim kemarau 0,49 hektar ditanami
mentimun, sedangkan pada musim hujan 0,49 hektar ditanami kacang
panjang dengan pendapatan maksimum dalam kurun satu tahun yaitu
Rp 6.807.570.
a. Analisis Kepekaan
Hasil analisis optimasi terhadap ketersedian sumberdaya petani
atau nilai sebelah kanan dari kendala tentunya sewaktu-waktu dapat
berubah. Sumberdaya petani yang dimiliki mencerminkan jumlah
minimum yang harus dipenuhi agar kondisi optimal yang telah
dicapai dapat dipertahankan yaitu sebesar jumlah yang tersisa atau
sama dengan nilai surplusnya. Tabel 4 menunjukan kisaran
perubahan dari nilai sebelah kanan yang menjadi kendala atau
pembatas dalam optimasi sumberdaya petani secara optimal untuk
usahatani sayuran.
9

Tabel 4.
Kisaran Perubahan Koefisien Sebelah Kanan Dalam Kondisi Optimal
Usahatani Sayuran Sistem Diversifikasi
Slack Or Shadow Batas Batas
No Kendala R.H.S Surplus Price Bawah Atas
1 Lahan maksimum MK 0,57 0,08 0 0,49 M
2 Lahan maksimum MH 0,57 0,08 0 0,49 M
3 Lahan minimum MK 0,49 0 -9.577,55 0,4457 0,5602
4 Lahan minimum MH 0,49 0 -5.182,52 0 0,5212
5 Tenaga Kerja MK 280,8 0 25 -M 308,7
6 Tenaga Kerja MH 280,8 0 25 222,95 M
7 Modal MK (Rp .000) 15.587,91 1.952,410 0 13.635,50 M
8 Modal MH (Rp .000) 13.189,39 788,706 0 12.400,68 M
Sumber : Diolah Tahun 2017
Pada Tabel 4 dapat terlihat bahwa sumberdaya petani berupa
jumlah kepemilikan lahan yang dapat digunakan untuk usahatani
sayuran pada musim kemarau dan musim hujan merupakan kendala
yang sangat mengikat dan penambahan luas lahan sebagai batas
maksimum akan merubah nilai optimum. Luas kepemilikan lahan
yang dapat diusahakan yaitu setidaknya minimal 85 persen harus
diusahakan dan harus kurang dari atau sama dengan 0,57 hektar.
Pada musim kemarau dan musim hujan untuk pembatas lahan
maksimum ternyata memiliki surplus 0,08. Penggunaan tenaga kerja
keluarga juga menjadi pembatas yang sangat penting, hal ini terkait
ketersedian tenaga keluarga yang dimilki petani itu sendiri yaitu
yang terdiri dari dua orang tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja
keluarga yang dapat digunakan dalam usahatani sayuran ini yaitu
sebanyak 280,8 HKP pada setiap musimnya. Pada setiap musim
kendala tenaga kerja keluarga ini tidak terlalu peka terhadap kondisi
optimal, karena kekurangan tenaga kerja keluarga ini dapat dipenuhi
dengan menyewa tenaga kerja dari luar keluarga terutama pada
musim kemarau. Hal itu juga terbukti dari kisaran batas atas dan
batas bawahnya yang sempit. Pada musim kemarau petani harus
menyewa tenaga kerja dari luar, sedangkan pada musim hujan
tenaga kerja keluarga masih bisa memenuhi untuk digunakan pada
10

usahataninya bahkan musim hujan petani dapat menjual tenaga kerja.


Selain dari aktifitas produksi, modal juga menjadi hal yang
begitu penting dalam usahatani sayuran yang diusahakan. Apabila
melihat Tabel 4 di atas penggunaan modal baik musim kemarau
maupun musim hujan ternyata modal yang digunakan masih
memilki surplus terutama musim kemarau petani memilki surplus
sebesar Rp 1.952.410 sedangkan musim hujan hanya sebesar Rp
788.706. Penggunaan modal masih bisa ditingkatkan
penggunaanya. Sebenarnya meskipun petani kekurangan modal
namun dapat dipenuhi dengan meminjam kepada lembaga
perkreditan yang ada
3. Perbedaan Pendapatan Usahatani Sayuran Pada Kondisi Aktual Dan
Optimal
Menurut hasil analisis yang telah dilakukan ternyata terdapat
perbedaan pendapatan pada kondisi aktual yang dijalankan petani
dengan kondisi optimal yang telah diperoleh. Pendapatan usahatani
sayuran yang dijalankan petani secara aktual dalam kurun satu tahun
adalah Rp 6.122.693, sedangkan pendapatan usahatani sayuran yang
optimal yaitu sebesar Rp 6.807.570. Untuk lebih jelasnya mengenai
perbedaan pendapatan antara kondisi aktual dan optimal bisa dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5.
Pendapatan Usahatani Sayuran pada Kondisi Aktual dan Optimal.

No Uraian Pendapatan/tahun (Rp)


1 Sekarang (Aktual) 6.122.693
2 Optimal 6.807.570
3 Selisih 684.877
4 Persentase peningkatan (%) 11,19%
Sumber : Data Diolah Tahun 2017

Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa perbedaan pendapatan


antara kondisi aktual dan kondisi optimal ternyata memilki selisih
yang kecil yaitu Rp 684.877 atau sekitar 11,19 persen dari
11

pendapatan aktual. Hal ini menunjukan bahwa usahatani sayuran


yang dilakukan oleh petani hampir mendekati kondisi optimal karena
selisih atau perbedaannya bisa dikatakan sangat kecil. Kemudian jika
melihat kondisi optimal dari komoditas yang diusahakan ternyata
pendapatan maksimum tersebut bisa didapat hanya dengan
mengusahakan satu komoditas pada musim kemarau dan satu
komoditas pada musim hujan sehingga petani tidak sulit dalam
pengelolaannya, dibandingkan dengan aktualnya petani yang harus
mengusahakan semuanya untuk mendapatkan pendapatan aktualnya
yang masih dibawah pendapatan pada kondisi optimal
D. Risiko Dan Optimasi Lahan Untuk Memaksimalkan Pendapatan
Dari artikel “Optimalisasi Lahan Sawah Melalui Diversifikasi Dengan
Tanaman Hortikultura Sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Petani
Gurem”, diketahui bahwa tanaman hortikultura adalah yang paling
menguntungkan. Tanaman hortikultura yang cukup populer adalah mentimun,
paprika merah, kacang panjang, kembang kol, tomat, mustard hijau, seledri,
bawang merah, dan air melon. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa pola
beras-beras-mentimun dalam strata pertama Subang, mentimun padi-peanut-
di strata kedua Sumedang, dan beras-bawang merah-merah lada di strata
ketiga Garut. Pada strata tersebut, kepemilikan tanah berada di kisaran 0,28-
0,49, 0,04-0,14 dan 0,09-0,30 hektar, dan pendapatan petani masing-masing
sebesar Rp. 6.156.265, Rp. 5.676.356 dan Rp 4.073.193.
Kondisi kemakmuran petani di Jawa Barat, mengalami adanya
permasalahan antara lain yaitu : (1) pemilikan lahan sempit, rata-rata 0,124
ha/RTP dengan petani gurem dan buruh tani, (2) standar kompetensi petani
rendah akibat regenerasi tidak berlangsung baik, (3) nilai tambah usahatani
rendah karena rendahnya penerapan teknologi, modal dan manajemen,
sehingga efisiensi juga rendah, (4) optimalisasi lahan masih rendah, dan (5)
produktifitas angkatan kerja pertanian rendah akibat daya serap lapangan
kerja terbatas pada on-farms.
12

Kondisi dan permasalahan yang ada membuat banyaknya petani gurem


yang ada di provinsi Jawa Barat. Peranan kelompok tani ini sangat penting
yaitu (1) menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat,
(2) menyediakan bahan baku industri, (3) sebagai pasar potensial bagi
produk-produk yang dihasilkan oleh industri, (4) sumber tenaga kerja dan
pembentukan modal bagi pembangunan sektor lain, (5) mengurangi
kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan.
Masalah tersebut bertambah buruk dengan struktur penguasaan lahan
yang timpang karena sebagian besar petani gurem tidak secara formal
menguasai lahan sebagai hak milik, dan kalaupun mereka memiliki tanah,
perlindungan terhadap hak mereka atas tanah tersebut tidak cukup kuat
karena tanah tersebut seringkali tidak bersertifikat. Kehidupan rumah tangga
petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan
mobilisasi anggota keluargannya untuk bekerja di atas tanah pertanian. Oleh
karena itu meningkatnya petani gurem mencerminkan meningkatkan
kemiskinan dipedesaan.
Petani gurem menjalankan usahataninya secara subsisten dengan
memanfaatkan aset produksi dalam kuantitas yang minim dan teknologi
sederhana yang jauh dari memadai untuk suatu usaha yang layak bagi
pemenuhan perdapatan rumah tangga. Tingkat pendapatan rumah tangga
petani gurem ditentukan oleh luas tanah pertanian yang secara nyata dikuasai.
Terbatasnya akses terhadap tanah merupakan salah satu faktor penyebab
kemiskinan dalam kaitan terbatasnya aset dan sumberdaya produktif yang
dapat diakses masyarakat petani gurem.
Dalam upaya meningkatkan pendapatan, petani gurem
mendiversifikasikan usahataninya dengan berbagai pola dan jenis komoditas.
Namun dalam perkembangannya, mereka menghadapi berbagai tantangan
dan risiko seperti: (1) kegagalan panen, (2) serangan hama dan penyakit
tanaman, (3) kelangkaan air dan (4) rendahnya harga produksi. Akibatnya,
produksi per hektar tidak sama dengan imbal hasil per hektar yang diterima,
sehingga petani gurem tidak memperoleh nilai nominal yang layak dari
13

usahataninya. Akhirnya mereka terjebak dalam kemiskinan dan hidup secara


subsisten serta bertahan hidup melalui modal sosial yang dimiliki, tanpa
cushion yang cukup untuk memberi fleksibelitas jika terdapat shocks negatif
dalam usahataninya.
Penelitian ini dilaksanakan di Jawa Barat pada agroekosistem sawah
yang telah terdiversifikasi, selanjutnya dibagi ke dalam beberapa strata
sebagai berikut: 1) Strata I yaitu : Kabupaten Subang, mewakili Jawa Barat
bagian Utara; 2) Strata II yaitu : Kabupaten Sumedang, mewakili Jawa Barat
bagian Tengah; 3) Strata III yaitu : Kabupaten Garut, mewakili Jawa Barat
bagian Selatan. Penelitian ini dengan menggunakan metode survey
eksplanatori (explanatory survey methode) untuk mendapatkan informasi
faktual dari objek yang dikaji melalui pendekatan wawancara mendalam
secara langsung terhadap 120 responden.
Berdasarkan hasil analisis di Kabupaten Subang menunjukkan bahwa
pola padi-padi-mentimun, memberikan keuntungan yang maksimum bagi
petani yaitu sebesar Rp. 6.156.265. Sedangkan di Kabupaten Sumedang pola
tanam padi-kacangtanah-metimun adalah pola yang memberikan keuntungan
paling besar (Rp. 5.676.356), sementara di Kabupaten Garut, keuntungan
maksimum dicapai pada pola tanam padi-bawang merah-kol yaitu sebesar
(Rp 4.408.351). Optimalnya penggunaan lahan untuk komoditas-komoditas
tersebut pada masing-masing strata didukung juga oleh beberapa faktor,
antara lain yang terpenting adalah kondisi spesifik lokasi. Apabila kondisi
spesifik lokasi tidak kondusif untuk suatu komoditas, maka keuntungan
maksimum tidak akan tercapai. Faktor pendukung lain dapat berupa motivasi
dan sikap petani, harga, modal dan penguasaan teknologi. Semua faktor
tersebut menyebabkan terjadinya variasi pendapatan yang diterima petani.
Di Kabupaten Subang, pendapatan tertinggi dicapai pada pola tanam 4,
yaitu padi-padi-kacang kedelai, dengan rata-rata luas lahan 0,32 ha. Dua pola
diversifikasi usaha tani pertama dari pola padi-padi-mentimun dengan rata-
rata sebesar Rp. 2.27.894456,71. Kedua cabai-padi-kacang tanah dengan
pendapatan rata-rata Rp. 13298361dan luas lahan rata-rata adalah 0.11 ha.
14

Pendapatan tertinggi pada pola diversifikasi 1 di Kab. Sumedang, dicapai


pada pola tanam: padi-padi- kacang hijau, pada pola kedua pendapatan
tertinggi dicapai pada pola padi-kacang tanh-mentimun dengan pendapatan
rata-rata Rp 31399306, dan luas lahan rata-rata 0,09 dan untuk pola padi
palawija-palawija dengan rata-rata luas lahan 0,07 dengan rata-rata
pendapatan Rp.14143929. Pendapatan tertinggi pada pola diversifikasi 1 di
Kab. Garut ini adala pada pola tanam padi-padi kacang ketan dengan rata-rata
luas lahan 0,17 ha dari pola pola tanam padi-padi-mentimun dengan
pendapatan sebesar Rp 23860714 dan luas lahan rata-rata 0.07 ha, pola padi-
terong-kol dengan rata-rata pendapatan Rp. 91686667, pendapatan tertinggi
diperoleh pada pola tanam pertama yaitu padi-kacang tanah-seledri dengan
rata-rata pendapatan 96989905 dan luas lahan rata-rata adalah 0,21 ha. Ini
berarti bahwa pada pola tanam padi-kacang tanah-seledri. Artinya petani telah
mengoptimalkan penggunaan lahannya.
E. Optimalisasi Pola Tanam Untuk Memaksimalkan Pendapatan
1. Optimasi Pola Tanam Sayuran Penentuan Fungsi Tujuan Model
Optimalisasi
Fungsi tujuan dalam penelitian ini adalah memaksimalkan
pendapatan bersih petani sayuran dengan kombinasi jenis tanaman dan
alokasi sumberdaya yang optimal. Pendapatan usahatani
diperoleh dengan mengurangi biaya total dari seluruh penerimaan. Secara
matematis model Linear Programming seperti terlihat pada persamaan 1.

Dimana :
Z = pendapatan
Qij = pendapatan setiap jenis tanaman/budidaya j yang dihasillkan pada
MT ke i (Rp/kg)
Lij = luas lahan yang digunakan petani untuk jenis tanaman/budidaya j
pada MT ke i
i = musim tanam (MT) i = 1 dan 3
j = jenis komoditas/budidaya sayuran
15

2. Perumusan Fungsi Kendala Optimalisasi Pola Tanam

Jenis kendala dalam penelitian ini yang ditetapkan untuk fungsi


tujuan diatas terdiri dari kendala lahan, kendala pembelian pupuk, kendala
tenaga kerja, dan kendala modal sendiri.
a. Kendala Penggunaan Lahan
Luasan lahan yang digunakan dalam analisis optimasi adalah dalam
satuan hektar, ketersediaan lahan yang digunakan untuk kegiatan
usahatani.
b. Penggunaan Tenaga Kerja
Kendala tenaga kerja keluarga adalah ketersediaan tenaga kerja
keluarga yang digunakan dalam kegiatan produksi sayuran dalam
setahun. Tenaga kerja dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan musim
tanam. Pembedaan menurut jenis kelamin terdiri dari tenaga kerja pria
dan tenaga kerja wanita. Sedangkan pembedaan menurut musim tanam
adalah MT I dan MT III. Besarnya ketersediaan tenaga kerja dihitung
berdasarkan konsep angkatan kerja yang tersedia pada rumah tangga
petani dengan asumsi bahwa jumlah hari kerja efektif.
c. Penggunaan Pupuk
Pupuk yang digunakan diasumsikan berasal dari pembelian,
meskipun ada sebagian pupuk kandang yang berasal dari ternak milik
petani sendiri. Kendala pupuk masing-masing jenis pola budidaya
dibatasi oleh rata-rata ketersediaan masing-masing jenis pupuk oleh
petani selama satu musim tanam. Nilai koefisien yang digunakan pada
kendala pupuk ini merupakan rata-rata penggunaan setiap jenis pupuk
dalam masingmasing pola budidaya.
d. Penggunaan Modal Sendiri
Modal sendiri yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengeluaran sayuran. Asumsinya adalah bahwa tingkat pengeluaran
usahatani sayuran petani sama setiap tahunnya.
16

3. Pola Tanam Optimal


Analisis optimasi dengan menggunakan Linear Programming terdiri
dari analisis primal, analisis dual dan analisis sensitivitas. Analisis Primal,
dilakukan untuk mengetahui kombinasi pola tanam yang paling optimal
dalam kegiatan usahatani dengan sumberdaya yang tersedia. Analisi Dual,
dilakukan untuk menilai sumberdaya yang digunakan oleh petani dengan
melihat nilai slack/surplus dan nilai dualnya (dual price). Sedangkan
Analisis Sensitivitas (kepekaan) dilakukan setelah kombinasi jenis
tanaman dan alokasi sumberdaya optimal tercapai. Analisis ini dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana perubahan (naik atau turun) pendapatan
yang diperbolehkan dari aktivitas budidaya sayuran.
a. Analisis Primal
Analisis data menunjukkan pola tanam sayuran optimal yang
disarankan kepada petani untuk diusahakan. Pola tanam optimal dapat
dilihat dari nilai reduced cost pada pola tanam tersebut bernilai nol.
Jenis sayuran yang terpilih dalam skema optimal adalah sayuran yang
dapat memberikan pendapatan maksimum dengan keterbatasan
sumberdaya yang ada. Pola tanam yang memiliki nilai reduced cost
yang tidak sama dengan nol tidak disarankan untuk diterapkan oleh
petani. Jika pola tanam tersebut diterapkan, maka pendapatan
usahatani akan berkurang sebesar nilai reduced cost pada
masingmasing pola tanam.
b. Analisis Dual
Analisis dual memperlihatkan penggunaan sumberdaya yang
optimal dalam kegiatan produksi usahatani. Penilaian terhadap langka
atau tidaknya suatu sumberdaya yang menjadi kendala dapat dilihat
dari nilai slack atau surplus. Sumberdaya langka ditunjukan oleh slack
atau surplus bernilai nol, artinya sumberdaya tersebut habis terpakai
dalam kegiatan usahatani atau sebagai sumberdaya pembatas. Kendala
pembatas ini merupakan kendala aktif, artinya apabila penggunaannya
17

ditambah sebesar satu satuan maka pendapatan usahatani akan


meningkat sebesar dual price
c. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas atau kepekaan dilakukan untuk melihat
pengaruh dari perubahan pendapatan dalam kegiatan produksi sayuran
serta adanya kemungkinan perubahan ketersediaan sumberdaya yang
menjamin tidak adanya perubahan pada keadaan optimum. Hasil
olahan optimal memberikan dua analisis sensitivitas, yaitu analisis
sensitivitas koefisien fungsi tujuan dan analisis sensitivitas ruas kanan
kendala. Masing-masing analisis ini memberikan kepekaan bagi solusi
optimal yang ditunjukan oleh selang yang dibatasi nilai maksimum
(allowable increase) dan nilai minimum (allowable decrease). Solusi
optimal tidak akan berubah selama perubahan pada fungsi tujuan
berada pada selang kepekaan. Hasil analisis sensitivitas dibagi
menjadi dua, yaitu analisis sensitivitas untuk jenis kegiatan dan
analisis sensitivitas untuk kendala.
F. Strategi Yang Dilakukan Petani Kecil Untuk Menambah Pendapatan
Keluarga Dan Mengoptimalakan Sumber Daya Yang Dimiliki
Strategi bertahan hidup adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
setiap orang untuk dapat mempertahankan hidupnya melalui pekerjaan
apapun yang dilakukannya. Strategi bertahan pada hakikatnya adalah suatu
proses untuk memenuhi syarat dasar agar dapat melangsungkan hidupnya.
Pembahasan dalam artikel yang dikaji adalah terkait tentang strategi bertahan
hidup gurem gurem di desa Tukul, Kecamatan Tering, Kabupatern Kutai
Barat. Desa Tukul merupakan salah satu Desa di Kalimantan Timur yang
terletak di Kecamatan Tering Kabupaten Kutai Barat. Sebagian besar petani
di Desa Tukul merupakan petani gurem dan tergolong miskin yang membuat
petani gurem tidak bisa memenuhi semua kebutuhan keluarganya, sehingga
keluarga petani gurem harus menerapkan strategi bertahan hidup agar tetap
bisa hidup ditengah keterbatasan yang dimiliki. Strategi bertahan hidup dapat
digolongkan menjadi 3 kategori yaitu strategi aktif, strategi pasif dan strategi
18

jaringan. Berikut akan dijelaskan secara lebih rinci strategi-strategi bertahan


hidup yang dilakukan di desa Tukul :
a. Strategi Aktif
Strategi aktif adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan seseorang
atau keluarga dengan cara memaksimalkan segala sumber daya dan
potensi yang dimiliki keluarga mereka. Strategi tersebut salah satunya
bahwa sebagian besar petani kecil melakukan pekerjaan sampingan dengan
menjadi pekerja kasar yaitu menjadi buruh tani dan penggadu ternak orang
lain. Sebagian petani kecil lebih memilih melakukan pekerjaan sampingan
di luar sektor pertanian yaitu bekerja sebagai buruh tani.
Strategi lain yang diterapkan adalah sebagian besar istri petani gurem
ikut bekerja untuk membantu mencukupi kebutuhan keluargadengan
menjadi buruh tani. Ketika musim padi para isteri petani biasanya menjadi
buruh tanam padi. Namun buruh tani juga membutuhkan tenaga yang
cukup besar sehingga tidak semua isteri petani melakukan pekerjaan
menjadi buruh tani. Selain istri yang ikut bekerja ada juga anak petani
gurem yang juga ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya
b. Strategi Pasif
Strategi pasif adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan
cara selektif, tidak boros dalam mengatur pengeluaran keluarga. Salah satu
sikap hemat petani gurem untuk mengurangi pengeluaran kebutuhan
pangan keluarga adalah menyimpan hasil panen padi kedua. Sikap hemat
yang dilakukan petani lahan kecil adalah membiasakan seluruh keluarga
untuk makan seadanya karena pendapatan petani gurem yang tergolong
rendah dan tak menentu membuat mereka tidak bisa menyediakan
makanan yang beragam sehingga mereka membiasakan diri untuk makan
dengan lauk seadanya.
Salah satu sikap hemat petani gurem untuk mengurangi pengeluaran
kebutuhan pangan keluarga adalah menyimpan hasil panen padi kedua.
Selain untuk cadangan makanan, padi petani gurem yang disimpan juga
berfungsi sebagai tabungan dan bantuan sosial. Ketika membutuhkan uang
19

maka petani akan menggiling padinya menjadi beras untuk dijual ke toko
dan saat ada salah satu warga yang mengalami musibah atau mengadakan
hajatan biasanya isteri petani gurem tidak menyumbang uang tetapi
menyumbang beras dari simpanan hasil panen padi kedua. Petani gurem di
Desa Tukul juga memiliki strategi tersendiri untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan ketika sedang sakit. Mayoritas petani gurem di Desa Tukul
memilih berobat ke puskesmas ketika sedang sakit. Hal ini karena biaya
berobat di puskesmas terjangkau bagi mereka serta adanya layanan
kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. Adapula petani gurem yang
memilih berobat ke dukun pijat daripada ke puskesmas merupakan petani
gurem yang berusia diatas 50 tahun, mereka melakukan hal tersebut karena
sudah menjadi kebiasaan mereka sejak dulu. Jarak puskesmas yang berada
di luar Desa Tukul membuat petani gurem yang tidak memiliki kendaraan
lebih memilih berobat ke dukun pijat atau membeli obat di warung.
c. Strategi Jaringan
Strategi jaringan adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan
dengan cara meminta bantuan kepada kerabat, tetangga dan relasi lainnya
baik secara formal maupun informal ketika dalam kesulitan, seperti
meminjam uang ketika memerlukan uang secara mendadak. Meminjam
uang merupakan langkah petani kecil untuk mendapatkan uang secara
cepat, bagi petani kecil yang memiliki tabungan berupa perhiasan emas
mereka biasanya akan mengadaikan perhiasan tersebut ketika
membutuhkan uang. Bagi petani gurem yang tidak memiliki tabungan
seperti perhiasan emas maka mereka biasanya meminjam kepada saudara
atau tetangga terdekat. Budaya gotong royong dan kekeluargaan yang
masih kental di Desa Tukul membuat kepedulian masyarakatnya sangat
kuat sehingga ketika salah seorang warga meminta bentuan maka warga
yang lain akan membantu sebisa mungkin. Pinjaman yang didapat petani
tidak harus berupa uang, ada sebagian petani yang memilih meminjam
perhiasan emas pada saudaranya yang keadaan ekonominya di atas mereka
untuk kemudian mereka gadaikan ke pegadaian dan akan ditebus setelah
20

mereka panen. Adanya budaya gotong royong dan kekeluargaan dapat


menjadi pelindung petani gurem ketika mangalami kesulitan. Banyak
petani gurem di Desa Tukul yang terbantu hidupnya karena bantuan dari
jaringan sosial yang mereka miliki baik jaringan sosial yang bersifat
informal seperti saudara dan tetangga maupun jaringan sosial yang bersifat
formal seperti pegadaian, koperasi dll.
21

III. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, kesimpulan yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut :
1. Petani mengkombinasikan faktor-faktor produksi guna memaksimalkan
perolehan pendapatan. Penggunaan faktor produksi yang tepat dan
seimbang dilakukan oleh para petani gurem guna memaksimalkan
pendapatan yang akan diperolehnya.
2. Sistem tanam tumpang sisip sawi hijau pada brokoli, kol bunga dan
tagetes tidak menurunkan secara signifikan produktivitas tanaman utama.
Terjadi penurunan produktivitas tanaman utama berkisar 1,84% - 3,00%.
Pertanaman tumpang sisip sawi hijau pada brokoli, kol bunga dan tagetes
memberikan peningkatan penerimaan, keuntungan dan B/C ratio
dibandingkan pertanaman monokultur. B/C ratio tumpang sisip sawi
hijau pada brokoli. Petani dapat meningkatkan pendapatannya dengan
cara menanaman tanaman sisipan sayuran yang berumur pendek karena
ini terbukti menghasilkan keuntungan daripada menanam secara
monokultur.
3. Kesimpulan pada subbab pendapatan aktual dan pendapatan hasil
optimasi usahatani sayuran sistem diversifikasi dengan kendala
sumberdaya petani berupa kepemilikan lahan, luasan lahan minimum,
tenaga kerja, dan modal adalah
a) Pendapatan aktual dari usahatani sayuran dengan sistem diversifikasi
yang dijalankan oleh petani yaitu sebesar Rp 6.122.693
b) Pendapatan maksimum setelah dioptimasi dalam usahatani sayuran
dengan sistem diversifikasi yaitu sebesar Rp 6.807.570
c) Pengalokasian sumberdaya petani berupa faktor-faktor produksi yang
optimal yaitu:
i. Pada musim kemarau tanaman yang diusahakan yaitu tanaman
mentimun saja dengan luasan lahan sebesar 0,49 hektar, sedangkan

21
22

pada musim hujan tanaman yang diusahakan yaitu tanaman kacang


panjang saja seluas 0,49 hektar.
ii. Penggunaan tenaga kerja pada musim kemarau seluruh tenaga kerja
keluarga bisa dipakai dalam usahatani sayuran dan harus menyewa
tenaga kerja dari luar sebanyak 27,9 HKP sedangkan musim hujan
petani dapat menjual tenaga kerja keluarga sebanyak 57,85 HKP.
iii. Penggunaan modal yang diperlukan untuk mencapai kondisi
optimal modal yang tersedia masih bisa mencukupi usahanya yaitu
Rp 13.635.500 pada musim kemarau dan pada musim hujan Rp
12.400.680
iv. Besarnya perbedaan antara pendapatan aktual dengan pendapatan
optimal yaitu sebesar Rp 684.877 atau 11,19 persen.
4. Bentuk-bentuk risiko usahatani yang terdentifikasi dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu; (a) risiko hasil dan produksi, (b) risiko harga, dan (c)
risiko pemasaran. Risiko diatasi petani gurem dengan
mendiversifikasikan usahataninya dengan tanaman palawija dan
hortikultura. Dan tanaman Hortikultura sangat menjanjikan dalam
pengembangan diversifikasi usahatani untuk meningkatkan pendapatan
dan mengurangi angka kemiskinan di kalangan petani gurem di
pedesaan.
5. Pola tanam sayuran yang dilakukan oleh petani masih belum optimal. Hal
ini terlihat dari tingkat pendapatan yang dihasilkan pada kondisi optimal
lebih tinggi dari pada kondisi aktual.
6. Strategi bertahan hidup adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh setiap
orang untuk dapat mempertahankan hidupnya melalui pekerjaan apapun
yang dilakukannya. Terdapat tiga strategi yakni strategi aktif, strategi
pasif dan strategi jaringan yang masing-masing penerapannya tergantung
keluarga dalam pengambilan keputusan. Strategi-strategi tersebut saling
berkaitan dan menjadi satu dengan yang lainnnya.
23

B. Saran
Berdasarkan pembahasan, saran yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut :
1. Petani dengan luas lahan kecil yang menanam komoditas sayuran dapat
meningkatkan pendapatannya dengan cara menanam tanaman sisipan
yang berumur pendek untuk meningkatkan pendapatan karena selisih
keuntungannya lumayan banyak.
2. Pada musim kemarau lebih baik petani menanam mentimun saja dan
musim hujan menanam kacang panjang dengan luas lahan 0,49 hektar
tiap musimnya.
3. Untuk mengisi waktu yang tersisa di musim kemarau dan musim hujan
petani bisa menanam tanaman sayuran berumur pendek seperti tanaman
sawi yang bisa panen sekitar 2 bulanan saja.
4. Untuk menjaga tingkat produktivitas lahan dan kesinambungan usaha
maka perlu
5. adanya suatu penyuluhan-penyuluhan dari instansi terkait mengenai
penggunaan pupuk yang harus diberikan pada tanaman sayuran yang
diusahakan agar penggunaannya dapat dilakukan secara efektif dan
efisien sehingga biaya produksi dapat ditekan sekaligus tingkat
eksternalitas negatif dari pupuk kimia dapat diminmalisir.
6. Untuk penelitian lebih lanjut supaya dilakukan kajian mengenai optimasi
dengan melibatkan kendala kebutuhan atau konsumsi air tanaman serta
umur tanaman.
7. Pada musim kemarau lebih baik petani menanam mentimun saja dan
musim hujan menanam kacang panjang dengan luas lahan 0,49 hektar
tiap musimnya.
8. Untuk mengisi waktu yang tersisa di musim kemarau dan musim hujan
petani bisa menanam tanaman sayuran berumur pendek seperti tanaman
sawi yang bisa panen sekitar 2 bulanan saja.
9. Untuk menjaga tingkat produktivitas lahan dan kesinambungan usaha
maka perlu
24

10. adanya suatu penyuluhan-penyuluhan dari instansi terkait mengenai


penggunaan pupuk yang harus diberikan pada tanaman sayuran yang
diusahakan agar penggunaannya dapat dilakukan secara efektif dan
efisien sehingga biaya produksi dapat ditekan sekaligus tingkat
eksternalitas negatif dari pupuk kimia dapat diminmalisir.
11. Untuk penelitian lebih lanjut supaya dilakukan kajian mengenai optimasi
dengan melibatkan kendala kebutuhan atau konsumsi air tanaman serta
umur tanaman.
12. Petani gurem semestinya bisa memiliki usaha sampingan sendiri, seperti
melakukan budidaya ikan konsumsi maupun budi daya lainnya seperti
budi daya jamur, mengingat masih luasnya tanah disekitar rumah petani
gurem yang belum dimanfaatkan secara maksimal
25

LAMPIRAN
Jurnal Ilmiah Sosio Ekonomika Bisnis Vol 20. (1) 2017

pISSN 1412-8241 eISSN 2621-1246


ANALISIS EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI
PADA BEBERAPA JENIS USAHATANI SAYURAN DI KECAMATAN SUNGAI GELAM
KABUPATEN MUARO JAMBI

Anita Sisilia Silitonga1),Yusma Damayanti2) dan Saidin Nainggolan2)


1) Alumni Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi,
2) Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi
Email: anitasisilias@ymail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis pengaruh faktor produksi terhadap jumlah produksi usahatani
sayuran (sawi, bayam dan kangkung) di Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi, dan (2) menganalisis
efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi beberapa jenis usahatani sayuran (sawi, bayam dan kangkung) di
Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus hingga
31 September 2015 di dua desa yaitu Desa Kebon IX dan Desa Mekar Jaya pada beberapa jenis usahatani sayuran
yaitu sawi, bayam dan kangkung di Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi. Masing-masing usahatani
sayuran terdiri dari 30 orang petani. Metode yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan
menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas dan analisis efisiensi ekonomi.
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap produksi sawi, bayam dan kangkung. Secara parsial faktor produksi luas lahan,
benih dan pupuk kandang masing-masing berpengaruh nyata terhadap produksi sawi dan kangkung, sedangkan
luas lahan, benih dan pupuk urea berpengaruh nyata terhadap produksi bayam. Hasil analisis efisiensi ekonomi
penggunaan faktor produksi yang belum efisien pada usahatani sawi yaitu luas lahan, benih dan pupuk kandang,
pada usahatani bayam meliputi luas lahan, benih dan pupuk urea, sedangkan pada usahatani kangkung meliputi
benih dan pupuk kandang. Oleh karena itu penggunaan faktor produksinya perlu ditambah, agar mencapai
efisien.

Kata kunci: Efisiensi Ekonomi, Faktor Produksi, Usahatani Sayuran.

ABSTRACT

This study aims to: (1) analyze the influence of factors of production to the amount of farm production
of vegetables (collards, spinach and kale) in Sungai Gelam Muaro Jambi, and (2) to analyze the economic
efficiency of use of production factors some kind of vegetables farming (collards, spinach and kale) in Sungai
Gelam Muaro Jambi. The research was conducted on 31 August to 31 September 2015 in two villages of Kebon
IX and Mekar Jaya Village on some types of vegetables farming are collards, spinach and kale in Sungai Gelam
Muaro Jambi. Each vegetable farm consists of 30 farmers. The method used is multiple linear regression analysis
using a model of the Cobb-Douglas production function and the analysis of economic efficiency.
Regression analysis showed that the use of production factors together significantly affected the
production of collards, spinach and kale. Partially factors of production land, seeds and manure each significant
effect on the production of collards and kale, while the area of land, seed and fertilizer urea significant effect on
the production of spinach. Results of the analysis of economic efficiency of use of factors of production are not
efficient at farming collards namely land, seed and manure, the spinach farm covers an area of land, seed and
fertilizer urea, while the spinach farm includes seed and manure. Therefore the use of factors of production
should be increased, in order to achieve efficient.

Keywords: Economic Efficiency, Production Factor, Vegetables Farm
1

PENDAHULUAN

Komoditas tanaman hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang strategis
dan merupakan salah satu sub sektor penting dalam pembangunan pertanian. Pembangunan
pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas
kesempatan kerja serta mengisi dan memperluas pasar. Salah satu komoditas hortikultura yang dapat
memberikan pendapatan bagi petani adalah sayuran. Sayuran mempunyai nilai ekonomis yang tinggi
karena umur tanaman sayuran yang relatif pendek sehingga dapat dengan cepat menghasilkan dan
dapat terserap cepat di pasar karena merupakan salah satu komponen susunan menu keluarga yang
tidak dapat ditinggalkan.
Namun, tanaman hortikultura khususnya sayuran mempunyai karakteristik tertentu yaitu
produk mudah rusak, komponen utama mutu produk ditentukan oleh air dan bukan oleh kandungan
bahan kering karena konsumsinya dalam keadaan segar, ketersediaan produk bersifat musiman, dan
harga produk ditentukan oleh kualitas bukan kuantitas. Adapun ciri-ciri produk diatas menjelaskan
bahwa pembudidayaan tanaman hortikultura harus dilakukan secara intensif, mulai dari pemanenan,
pengangkutan, sampai pada pemasaran. Oleh karena itu, budidaya tanaman hortikultura bersifat
padat modal dan padat karya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa tanaman hortikultura adalah
tanaman yang pembudidayaannya menghendaki masukan (input) yang tinggi, namun menghasilkan
keluaran (output) yang juga tinggi per satuan luas per satuan waktu (Zulkarnain, 2010). Sayuran
merupakan jenis produk pertanian yang dikonsumsi setiap saat, sehingga sayuran mempunyai nilai
jual cukup tinggi. Adapun beberapa jenis sayuran yang berpotensi untuk diusahakan sekaligus
memberi keuntungan yang cukup tinggi antara lain sawi, bayam, kangkung, mentimun, kacang
panjang dan sayuran semusim lainnya. Sayuran daun seperti sawi, bayam dan kangkung adalah
beberapa jenis sayuran yang paling banyak diusahakan karena dilihat dari aspek budidayanya sangat
mudah dibanding dengan jenis tanaman sayuran lainnya. Selain itu, masa tanamnya yang relatif
pendek yaitu antara 1-1,5 bulan per musim tanam dapat dengan cepat mendapatkan hasil.
Provinsi Jambi tahun 2013 dengan luas panen 20.157 Ha, mampu menghasilkan produksi
sayuran sebesar 237.225 ton. Pencapaian produksi pada tahun 2013 ini masih tergolong rendah
dibandingkan dengan produksi sayuran pada tahun 2010 yang mencapai 1.786.842 ton dengan luas
panen 19.570 Ha. Kenaikan atau penurunan produksi terjadi sebagian besar disebabkan oleh faktor
cuaca dan iklim yang tidak menentu serta perubahan penggunaan faktor-faktor produksi. Pada
dasarnya petani akan mengubah penggunaan faktor-faktor produksi apabila dapat meningkatkan
pendapatannya. Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi
Jambi. Kabupaten Muaro Jambi dengan luas panen seluas 1300 Ha mampu memproduksi sayuran
sejumlah 5052 ton dengan tingkat produktivitas 3,88 ton/Ha. Luas panen dan produktivitas tanaman
sayuran di Kabupaten Muaro Jambi relatif kecil dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Jambi.
Kabupaten Muaro Jambi termasuk dalam kategori wilayah dataran rendah dimana pada wilayah ini
memiliki ketinggian dari 0-100 meter di atas permukaan laut. Namun, kelebihan dari beberapa jenis
sayuran seperti sawi, bayam dan kangkung adalah dapat tumbuh baik di berbagai ketinggian, baik
dataran rendah maupun dataran tinggi. Beberapa jenis sayuran daun seperti sawi, bayam, kangkung
di Kabupaten Muaro Jambi terdapat di beberapa kecamatan, salah satu diantara kecamatan yang
paling banyak mengusahakan beberapa jenis sayuran tersebut adalah Kecamatan Sungai Gelam.
Kecamatan Sungai Gelam merupakan luas areal tanam sayuran daun terbesar di Kabupaten Muaro
Jambi. Kecamatan ini juga merupakan salah satu pemasok sayur-sayuran bagi masyarakat di Kota
Jambi karena antara pasar dengan tempat produksi sayuran cukup terjangkau selain itu juga karena
beberapa jenis sayuran tersebut memliki nilai komersial yang relatif baik. Kecamatan Sungai Gelam
terdiri dari 15 Desa, dimana dua diantaranya merupakan desa terbesar dalam memproduksi beberapa
jenis sayuran yaitu Desa Kebon IX dan Desa Mekar Jaya. Pemilihan lokasi penelitian di dua desa
tersebut selain terbesar dalam memproduksi sayuran, juga karena menurut penyuluh pertanian
lapangan di daerah penelitian (PPL) desa tersebut merupakan wilayah yang di arahkan dalam
pengembangan usahatani sayuran di Kecamatan Sungai Gelam.
2

Pada tahun 2012 hingga 2013 produktivitas beberapa jenis sayuran terlihat stabil seperti sawi
yaitu 3,2 ton/Ha, bayam dan kangkung sebesar 1,6 ton/Ha, namun jika dibandingkan dengan skala
produktivitas sayuran daun seperti sawi, bayam dan kangkung di wilayah dataran rendah seharusnya
mampu mencapai 5-10 ton/Ha tiap tahunnya (Nazaruddin, 1999). Hal ini menunjukkan bahwa
produktivitas beberapa jenis sayuran tersebut di Kecamatan Sungai Gelam masih sangat jauh
tertinggal. Rendahnya tingkat produktivitas usahatani disebabkan oleh faktor dari dalam lingkungan
usahatani. Salah satu faktor dari dalam lingkungan usahatani adalah faktor-faktor produksi.
Penggunaan faktor-faktor produksi dinilai sangat penting karena mempunyai pengaruh terhadap
produksi yang dihasilkan. Menurut Nurung 2002 dalam Wibisono (2011) penggunaan faktor produksi
dalam usahatani dilaksanakan secara turun-menurun, sehingga penggunaan faktor produksi tidak
ditakar secara persis. Hal ini yang menyebabkan penggunaan faktor produksi tidak efisien. Efisiensi
produksi secara ekonomis memerlukan prasyarat informasi harga jual produksi dan harga beli faktor-
faktor produksi yang digunakan dalam usahatani. Hal ini yang menyebabkan penilaian efisiensi
produksi secara ekonomis disebut sebagai efisiensi harga. Untuk memperoleh nilai produksi yang
ekonomis maka petani harus menggunakan faktor produksi dengan ketentuan Nilai Produk Marginal
(NPM) dengan harga masing-masing faktor produksi sama besarnya. Nilai Produksi Marginal (NPM)
dari setiap unit tambahan output sama dengan harga dari setiap unit input (Pxi).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah (1) untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani sayuran (sawi, bayam dan
kangkung) di Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi dan (2) untuk menganalisis efisiensi
ekonomi penggunaan faktor produksi beberapa jenis usahatani sayuran (sawi, bayam dan kangkung)
di Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kebon IX dan Desa Mekar Jaya di Kecamatan Sungai Gelam
dengan penarikan sampel yang dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa
kedua desa tersebut merupakan desa dengan daerah terluas dalam mengusahakan sayuran daun di
Kecamatan Sungai Gelam. Penentuan sampel responden di Desa Kebon IX dan Desa Mekar Jaya
dilakukan dengan teknik Snowball Sampling (pengambilan sampel bola salju). Dengan teknik ini, mula-
mula peneliti mencari responden yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, kemudian dari
responden ini akan menunjuk atau mengajak temannya yang lain untuk dijadikan sampel, dan
seterusnya sehingga jumlah sampel semakin banyak (Rianse, Usman dan Abdi, 2012).
Jika terdapat satu orang petani mengusahakan minimal salah satu jenis sayuran dari beberapa
jenis sayuran yang ditentukan (sawi, bayam dan kangkung) maka petani tersebut sudah bisa dikatakan
sebagai responden. Apabila terdapat lebih dari 30 petani yang masing-masing petani mengusahakan
ketiga jenis sayuran tersebut diatas, maka responden yang diambil adalah 30 orang petani yang
mengusahakan ketiga jenis sayuran tersebut. Hal ini menandakan bahwa penentuan responden
disesuaikan dengan kondisi lapangan. Objek dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan
usahatani sayuran untuk beberapa jenis sayuran seperti sawi, bayam dan kangkung. Adapun
pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2015 sampai tanggal 31 September
2015.
Untuk mengkaji hubungan fungsional antara faktor-faktor produksi dengan produksi pada
usahatani sayuran sawi, bayam dan kangkung digunakan analisis regresi dengan model fungsi produksi
Cobb-Douglas. Persamaan fungsi tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
Y i = aX1b1. X2b2. X3b3. X4b4. X5b5. X6b6. eµ
Keterangan :
Y i = Produksi sayuran ke-i (Kg/MT)
a = Konstanta
X 1 = Luas lahan (Ha)
X 2 = Benih (Kg)
3

X 3 = Pupuk kandag (Kg)


X 4 = Pupuk urea (Kg)
X 5 = Pestisida (Liter)
X 6 = Tenaga kerja (HOK)
b1-b6 = Koefisien regresi variabel X1 – X6
i = Sawi (Kg/MT), Bayam ( Kg/MT ) dan Kangkung ( Kg/MT )
u = Kesalahan (disturbance term)
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan di atas, maka persamaan tersebut
ditransformasikan ke dalam bentuk Logaritma :
LogYi = Log a + b1LogX1 + b2LogX2 + b3LogX3 + b4LogX4 + b5LogX5 + b6LogX6 + µ
Untuk menguji apakah variabel – variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel terikat digunakan uji F dengan menghitung terlebih dahulu besarnya variabel tidak bebas yang
dapat diterangkan oleh variabel bebas yang dapat dihitung dengan menggunakan koefisien
determinasi (R2) (Gujarati, 2003)

$% ∑ (% )%
R" =
∑ )%*

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing masukan terhadap hasil produksi sayuran sawi,
bayam dan kangkung digunakan uji keberartian koefisien regresi dengan uji t, dengan rumus sebagai
berikut :
thit= bi/Sbi
Dimana :
Thit = nilai t hitung
bi = koefisien regresi perkiraan ke-bi
Sbi = standard error perkiraan ke- bi
i = 1,2,3,.....6
Dengan hipotesis :
Hi = bi = 0
Pada tingkat signifikasi α sebesar 5% maka:
a. Jika t hitung ≤ t tabel : Hi ditolak berarti input ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap hasil
produksi sayuran sawi, bayam dan kangkung.
b. Jika t hitung > t tabel : Hi diterima berarti masukan ke-i berpengaruh nyata terhadap hasil
produksi sayuran sawi, bayam dan kangkung.
Untuk mengkaji penggunaan faktor produksi yang berupa luas lahan, benih, pupuk kandang,
pupuk urea, pestisida dan tenaga kerja pada usahatani sawi, bayam dan kangkung mencapai tingkat
efisiensi ekonomi tertinggi, persamaan demikian tidaklah cukup, sehingga masing-masing harus
dikalikan dengan harga hasil produksinya, persamaannya menjadi:
-./01 -./0* -./02 -./03 -./04 -./05
𝑃, = 𝑃, = 𝑃, = 𝑃, = 𝑃, = 𝑃, = 1
.01 .0* .02 .03 .04 .05

Dimana :
NPMxi = Nilai produk marginal untuk masukan Xi
Pxi = Harga masukan Xi
Py = Harga hasil produksi

Kriteria yang digunakan sebagai berikut :
a. Apabila nilai : (NPMxi)/(Pxi ) = 1 : artinya pengunaaan input xi mencapai nilai efisiensi
ekonomi
b. Apabila nilai : (NPMxi)/(Pxi ) > 1 : artinya pengunaaan input xi belum mencapai nilai efisiensi
ekonomi
c. Apabila nilai : (NPMxi)/(Pxi ) < 1 : artinya pengunaaan input xi tidak efisien
4

HASIL DAN PEMBAHASAN


Identitas Petani
Umur
Umur dapat mempengaruhi fisik dan cara berpikir petani. Secara umum dapat dikatakan
bahwa petani yang masih berusia muda dan sehat fisik maupun mentalnya akan memiliki kemampuan
fisik dan produktivitas kerja yang lebih tinggi. Menurut Hernanto (1991), pada umumnya petani yang
berumur makin tua, pertimbangan dan pengambilan keputusannya relatif lama dibandingkan petani
yang berumur lebih muda dan sehat, memiliki kemampuan fisik yang lebih cepat menerima hal-hal
baru yang dianjurkan, karena petani yang berusia muda lebih berani mengambil resiko. Dari hasil
penelitian terhadap 41 orang petani sayuran di daerah penelitian, umur petani responden berkisar
antara 33 tahun sampai dengan 75 tahun. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Umur Di Daerah
Penelitian Tahun 2015
Umur Frekuensi Persentase
(Tahun) (Orang) (%)
33 – 39 10 24,39
40 – 46 9 21,95
47 – 53 12 29,26
54 – 60 5 12,19
61 – 67 2 4,87
68 – 74 2 4,87
75 – 81 1 2,43
Jumlah 41 100
Tabel 1 menjelaskan bahwa umur petani responden yang paling banyak atau dominan berada
pada interval 47 – 53 tahun yaitu sebanyak 12 orang dengan persentase sebesar 29,26 % dari total
petani responden. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas petani responden yang
berusahatani sayuran di Kecamatan Sungai Gelam merupakan petani yang berada pada usia produktif.
Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Hernanto (1991), usia produktif berada pada usia 15-
50 tahun. Dengan kondisi petani responden yang rata-rata berumur produktif maka diharapkan
mampu mengelola usahataninya secara maksimal guna meningkatkan produksi.

Pengalaman Berusahatani
Menurut Suratiyah (2011), kecakapan seseorang menentukan kinerja seseorang. Seseorang
yang lebih cakap tentu saja prestasinya lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurang cakap.
Kecakapan ditentukan oleh pendidikan, pengetahuan dan pengalaman. Jadi, semakin lama
pengalaman dalam berusahatani maka semakin cakap petani tersebut karena petani dapat belajar
dari pengalaman yang telah lalu untuk menuju yang lebih baik, karena pengalaman merupakan
pendidikan non-formal yang sangat bermanfaat. Tingkat pengalaman berusahatani petani di daerah
penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Pengalaman
Berusahatani Di Daerah Penelitian Tahun 2015
Pengalaman Berusahatani Jumlah Persentase
(Tahun) (orang) (%)
4-8 5 12,19
9-13 3 7,31
14-18 14 34,14
19-23 13 31,70
24-28 3 7,31
29-33 3 7,31
Jumlah 41 100
5

Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden berpengalaman


usahatani berada pada interval 14-18 tahun yaitu terdapat 14 orang petani dengan persentase 34,14
% dari total petani. Keadaan petani responden di daerah penelitian ini dapat dikatakan sudah
berpengalaman dalam berusahatani sehingga kemungkinan besar lebih mampu mengelola usahatani
dengan baik dan mampu menghasilkan produk yang berkualitas, serta mampu meningkatkan
kuantitas produksi sayuran.

Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga sangat berperan dalam pengelolaan usahatani, karena semakin
banyak jumlah anggota keluarga maka semakin tinggi kebutuhan yang harus di penuhi oleh petani dan
semakin tinggi tanggung jawab petani untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Hernanto (1991),
menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga sangat berpengaruh dalam pengelolaan suatu kegiatan
ekonomi, khususnya terhadap kegiatan ekonomi pada usahatani petani tersebut. Untuk mengetahui
jumlah anggota keluarga petani sayuran di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Jumlah Anggota
Keluarga Petani Di Daerah Penelitian Tahun 2015
Jumlah Anggota Jumlah Persentase
Keluarga (orang) (orang) (%)
2-3 19 46,34
4-5 20 48,78
6-7 2 4,87
Jumlah 41 100
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa jumlah anggota keluarga petani responden yang
paling dominan berada pada interval 4 – 5 orang, yaitu sebanyak 20 orang dengan persentase 48,78
% dari total petani. Jumlah anggota keluarga sangat berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja dari
dalam keluarga. Apabila anggota keluarga berada dalam usia produktif atau tidak sekolah maka dapat
membantu dalam pengelolaan usahatani sayuran sehingga tidak perlu mengeluarkan banyak biaya
tenaga kerja dari luar keluarga. Jika pengeluaran biaya tenaga kerja kecil maka pendapatan yang
diperoleh petani dari usahatani juga akan lebih besar.

Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Sayuran
Alokasi penggunaan faktor – faktor produksi merupakan kunci utama dalam mencapai
produksi yang tinggi dari suatu usahatani. Secara umum input yang digunakan diantaranya adalah
lahan, benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Penggunaan faktor-faktor produksi pada beberapa
jenis usahatani sayuran dapat dilihat pada Tabel 4:
Tabel 4. Rata-rata Penggunaan Faktor Produksi Pada Beberapa Jenis Usahatani Sayuran di Daerah
Penelitian Tahun 2015
Rata-rata
No Faktor Produksi
Sawi Bayam Kangkung
1 Luas Lahan (X1) (Ha) 0,07 0,058 0,04
2 Benih (X2) (Kg) 0,31 1,55 3,46
3 Pupuk Kandang (X3) (Kg) 310,3 292,66 271
4 Pupuk Urea (X4) (Kg) 4,16 3,33 3,35
5 Pestisida (X5) (Ltr) 0,13 0,07 0,058
6 Tenaga Kerja (x6) (HOK) 13 7,41 9,48
Dari Tabel 4 diatas terlihat bahwa petani sampel di daerah penelitian ini memiliki dan
menggunakan faktor produksi tersebut pada kegiatan usahatani sayuran. Penggunaan secara efisien
faktor produksi pada beberapa jenis usahatani sayuran di daerah penelitian ini perlu diterapkan untuk
meningkatkan produksi sayuran.


6

Analisis Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas


Untuk menduga hubungan antara produksi (Yi) sebagai variabel terikat (dependent variable)
dengan faktor produksi (Xi) yang diduga mempengaruhi Y sebagai variabel bebas (independen
variable) digunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Dalam perhitungan, fungsi produksi Cobb-Douglas
dapat diubah dalam bentuk regresi linier berganda dengan cara ditransformasikan dalam bentuk
logaritma. Regresi linier berganda ini di analisis dengan menggunakan program Eviews 7.
Sawi
Hasil analisis regresi untuk jenis sayuran sawi dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 5. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Pada Usahatani Sayuran Sawi


Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.


LGX1
0.502001
0.231388
2.169520
0.0406
LGX2 0.276955 0.124717 2.220666 0.0365
LGX3 0.298817 0.137035 2.180594 0.0397
LGX4 0.007484 0.083356 0.089778 0.9292
LGX5 -0.030995 0.079216 -0.391267 0.6992
LGX6 -0.017661 0.176148 -0.100263 0.9210
C 6.265099 1.346535 4.652755 0.0001

R-squared
0.944285
Adjusted R-squared 0.929751
F-statistic 64.96915
Prob(F-statistic) 0.000000

Dari hasil estimasi di atas dapat dituliskan persamaaan untuk usahatani sayuran sawi di daerah
penelitian sebagai berikut :
Ysawi = 1840772 . X10,502. X20,276. X30,298. X40,007. X5-0,030. X6-0,017
Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar proporsi dari faktor-faktor
produksi berpengaruh terhadap hasil produksi. Hasil analisis dengan program eviews 7 dapat dilihat
pada nilai Adjusted R-squared sebesar 0,929. Hal ini berarti 92,9 persen variasi hasil produksi sayuran
sawi dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya sebesar
7,1 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model.
Pengaruh penggunaan faktor – faktor produksi secara bersama – sama terhadap jumlah
produksi sayuran sawi yang dihasilkan dapat diketahui dengan menggunakan uji F, dari hasil analisis
diperoleh nilai pada F-statistic sebesar 64,96915 dengan probabilitas sebesar 0,000000. Nilai
probabilitas yang lebih kecil dari alfa (0,05) menunjukkan hasil yang signifikan, artinya variabel bebas
yang terdapat dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi sayuran sawi di
Kecamatan Sungai Gelam. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Etik Purnami dkk
(2012) pada komoditas sawi di Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru
yang menyatakan bahwa secara bersama-sama variabel benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk
NPK, pestisida dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi sawi.
Pengaruh faktor produksi terhadap produksi sawi secara parsial dapat diketahui dengan
melihat nilai probabilitas pada masing-masing variabel faktor produksi. Nilai probabilitas yang lebih
kecil dari alfa (0,05) menunjukkan hasil yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Berdasarkan hasil analisis diatas, didapat bahwa nilai probabilitas faktor produksi luas lahan (x1), benih
(x2) dan pupuk kandang (x3) lebih kecil dari alfa (0,05) pada tingkat kepercayaan 95 persen, yang berarti
secara parsial atau individu variabel bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi sayuran
sawi. Sedangkan, nilai probabilitas faktor produksi yang meliputi pupuk urea (x4), pestisida (x5) dan
tenaga kerja (x6) lebih besar dari alfa (0,05) pada tingkat kepercayaan 95 persen, yang berarti secara
parsial atau individu variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap produksi sayuran sawi.
7

Luas lahan berpengaruh terhadap produksi sawi dengan elastisitas sebesar 0,502 dan
bertanda positif yang berarti bahwa kenaikan luas lahan sebesar 1 % akan meningkatkan produksi
sebesar 0,502 persen (cateris paribus). Luas lahan yang dimiliki petani sayuran di daerah penelitian
mempengaruhi produksi yang akan diperoleh. Hal ini sesuai dengan teori menurut Suratiyah (2011)
yang menyatakan bahwa dipandang dari sudut efisiensi, semakin luas lahan yang diusahakan maka
semakin tinggi produksi dan pendapatan per kesatuan luasnya.
Benih berpengaruh terhadap produksi sawi dengan elastisitas sebesar 0,276 dan bertanda
positif yang berarti bahwa kenaikan benih sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar
0,276 persen. Benih yang bermutu menjanjikan produksi yang baik dan bermutu pula jika diikuti
dengan perlakuan agronomi yang baik dan input teknologi yang berimbang. Sebaliknya, bila benih
yang digunakan tidak berkualitas baik maka produksinya banyak tidak menjanjikan atau tidak lebih
baik dari penggunaan benih bermutu. Penggunaan benih berkualitas diharapkan mampu mengurangi
berbagai faktor resiko kegagalan panen.
Pupuk kandang berpengaruh terhadap produksi sawi dengan elastisitas sebesar 0,298 dan
bertanda positif yang berarti bahwa kenaikan pupuk kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan
produksi sawi sebesar 0,298 persen. Produksi sawi dapat ditingkatkan melalui budidaya yang baik,
yaitu pemeliharaan dan pemupukan yang tepat. Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang
(kotoran ayam, kotoran sapi dan kotoran kambing) sangat baik untuk pertumbuhan sawi dengan
kualitas yang baik dan dapat meningkatkan produksi sawi caisim (Lingga, 1991).
Bayam
Hasil analisis regresi untuk jenis sayuran bayam dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 6. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Pada Usahatani Sayuran Bayam


Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.


LGX1
0.373871
0.169363
2.207515
0.0375
LGX2 0.306523 0.114900 2.667740 0.0137
LGX3 0.233386 0.112741 2.070097 0.0499
LGX4 0.186658 0.085922 2.172412 0.0404
LGX5 0.039843 0.056881 0.700452 0.4907
LGX6 -0.009109 0.087330 -0.104300 0.9178
C 6.121216 1.090479 5.613328 0.0000

R-squared
0.984102
Adjusted R-squared 0.979954
F-statistic 237.2847
Prob(F-statistic) 0.000000

estimasi di atas dapat dituliskan
Dari hasil persamaaan untuk usahatani sayuran bayam di
daerah penelitian sebagai berikut :
Ybayam = 1321295,634. X10,373. X20,306. X30,233. X40,186. X50,039 . X6-0,009
Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar proporsi dari faktor-faktor
produksi berpengaruh terhadap hasil produksi. Hasil analisis dengan program eviews 7 dapat dilihat
pada nilai Adjusted R-squared sebesar 0,979. Hal ini berarti 97,9 persen variasi hasil produksi sayuran
bayam dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya
sebesar 2,1 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model.
Pengaruh penggunaan faktor – faktor produksi secara bersama – sama terhadap jumlah
produksi sayuran bayam yang dihasilkan dapat diketahui dengan menggunakan uji F, dari hasil analisis
diperoleh nilai pada F-statistic sebesar 237.2847 dengan probabilitas sebesar 0,000000. Nilai
probabilitas yang lebih kecil dari alfa (0,05) menunjukkan hasil yang signifikan, artinya variabel bebas
yang terdapat dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi sayuran bayam di
Kecamatan Sungai Gelam. Hasil analisis regresi ini sesuai dengan hipotesis awal yang diajukan dalam
8

penelitian, dimana diduga faktor produksi luas lahan, benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja secara
bersama-sama berpengaruh terhadap jumlah produksi usahatani sayuran bayam di Kecamatan Sungai
Gelam Kabupaten Muaro Jambi.
Pengaruh faktor produksi terhadap produksi bayam secara parsial dapat diketahui dengan
melihat nilai probabilitas pada masing-masing variabel faktor produksi. Nilai probabilitas yang lebih
kecil dari alfa (0,05) menunjukkan hasil yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Berdasarkan hasil analisis diatas, didapat bahwa nilai probabilitas faktor produksi luas lahan (x1), benih
(x2) dan pupuk urea (x4) lebih kecil dari alfa (0,05) pada tingkat kepercayaan 95 persen, yang berarti
secara parsial atau individu variabel bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi bayam.
Sedangkan nilai probabilitas yang meliputi pupuk kandang (x3), pestisida (x5) dan tenaga kerja (x6) lebih
besar dari alfa (0,05) pada tingkat kepercayaan 95 persen, yang berarti secara parsial atau individu
variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bayam.
Luas lahan berpengaruh terhadap produksi bayam dengan elastisitas sebesar 0,373 dan
bertanda positif yang berarti bahwa kenaikan luas lahan sebesar 1 persen akan meningkatkan
produksi sebesar 0,373 persen (cateris paribus). Hasil ini sesuai dengan teori Hernanto (1991) yang
menyatakan bahwa dengan lahan usahatani sempit, akan membatasi petani berbuat pada rencana
yang lebih lapang. Tanah yang sempit dengan kualitas tanah yang kurang baik akan merupakan beban
bagi petani pengelola usahatani.
Benih berpengaruh terhadap produksi bayam dengan elastisitas sebesar 0,306 dan bertanda
positif yang berarti bahwa kenaikan benih sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar
0,306 persen. Hal ini sesuai dengan teori Anwar (2005) yang menyatakan bahwa keberhasilan
budidaya sayuran utama di Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan benih sayuran yang
bermutu secara berkesinambungan.
Pupuk urea berpengaruh terhadap produksi sebesar 0,186 dan bertanda positif yang berarti
bahwa kenaikan pupuk urea sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi bayam sebesar 0,186
persen. Hal ini sesuai dengan teori Hardjowigeno (1987) dalam Dian (2012) yang menyatakan bahwa
selain pemberian pupuk organik, pemberian pupuk urea sebagai sumber hara N merupakan usaha
yang banyak dilakukan dalam meningkatkan produkstivitas sayuran. Pupuk urea sebagai sumber hara
N dapat memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman, dimana tanaman yang tumbuh pada tanah
yang cukup N, berwarna lebih hijau.
Kangkung
Hasil analisis regresi untuk jenis sayuran kangkung dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 7. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Pada Usahatani Sayuran Kangkung


Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.


LGX1
-0.439073
0.137425
-3.195007
0.0040
LGX2 1.073677 0.160159 6.703821 0.0000
LGX3 0.220211 0.091674 2.402118 0.0248
LGX4 0.048095 0.069173 0.695292 0.4938
LGX5 0.084105 0.055943 1.503407 0.1463
LGX6 0.113744 0.122220 0.930655 0.3617
C 2.672915 0.743867 3.593273 0.0015

R-squared
0.976065
Adjusted R-squared 0.969820
F-statistic 156.3194
Prob(F-statistic) 0.000000

Dari hasil estimasi di atas dapat dituliskan persamaaan untuk usahatani sayuran kangkung di
daerah penelitian sebagai berikut :
Ykangkung = 469,89. X1-0,439. X21,073. X30,220. X40,048. X50,084 . X60,113
9

Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar proporsi dari faktor-faktor
produksi berpengaruh terhadap hasil produksi. Hasil analisis dengan program eviews 7 dapat dilihat
pada nilai Adjusted R-squared sebesar 0,969. Hal ini berarti 96,9 persen variasi hasil produksi sayuran
kangkung dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya
sebesar 3,1 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Pengaruh penggunaan faktor –
faktor produksi secara bersama – sama terhadap jumlah produksi sayuran kangkung yang dihasilkan
dapat diketahui dengan menggunakan uji F, dari hasil analisis diperoleh nilai pada F-statistic sebesar
156,3194 dengan probabilitas sebesar 0,000000. Nilai probabilitas yang lebih kecil dari alfa (0,05)
menunjukkan hasil yang signifikan, artinya variabel bebas yang terdapat dalam model secara bersama-
sama berpengaruh terhadap produksi sayuran kangkung di Kecamatan Sungai Gelam.
Pengaruh faktor produksi terhadap produksi kangkung secara parsial dapat diketahui dengan
melihat nilai probabilitas pada masing-masing variabel faktor produksi. Nilai probabilitas yang lebih
kecil dari alfa (0,05) menunjukkan hasil yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Berdasarkan hasil analisis diatas, didapat bahwa nilai probabilitas faktor produksi luas lahan (x1), benih
(x2) dan pupuk kandang (x3) lebih kecil dari alfa (0,05) pada tingkat kepercayaan 95 persen, yang berarti
secara parsial atau individu variabel bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi kangkung.
Sedangkan nilai probabilitas yang meliputi pupuk urea (x4), pestisida (x5) dan tenaga kerja (x6) lebih
besar dari alfa (0,05) pada tingkat kepercayaan 95 persen, yang berarti secara parsial atau individu
variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kangkung.
Luas lahan berpengaruh terhadap produksi kangkung dengan elastisitas sebesar 0,439 dan
bertanda negatif yang berarti bahwa kenaikan luas lahan sebesar 1 persen akan mengakibatkan
menurunnya produksi sebesar 0,439 persen (cateris paribus). Berdasarkan keadaan luas lahan di
daerah penelitian pada usahatani kangkung, penggunaan lahan tidak seimbang dengan pengaplikasian
benih, sehingga berdampak pada produksi sayuran itu sendiri. Hal ini diduga karena jarak tanam yang
terlalu dekat yaitu kira-kira 10 cm x 10 cm, sedangkan rekomendasi jarak tanam yang dianjurkan untuk
tanaman kangkung menurut Sunarjono (2013) yaitu sekitar 20 cm x 30 cm. Menurut Harjadi (1996)
dalam Pambayun (2008), pengaturan jarak tanam sangat berkaitan erat dengan kerapatan tanaman.
Kerapatan tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan
jarak tanam yang rapat akan meningkatkan jumlah populasi namun kompetisi yang dialami tanaman
juga semakin ketat. Kompetisi yang intensif antar tanaman dapat mengakibatkan perubahan
morfologi pada tanaman, seperti berkurangnya organ yang terbentuk sehingga perkembangan
tanaman menjadi terganggu. Oleh karena itu, jika bertambahnya penggunaan lahan sebesar 1 persen
maka akan mengakibatkan penurunan produksi sebesar 0,439 persen.
Benih berpengaruh terhadap produksi kangkung dengan elastisitas sebesar 1,073 dan
bertanda positif yang berarti bahwa kenaikan benih sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi
sebesar 1,073 persen. Hal ini sesuai dengan teori Anwar (2005) yang menyatakan bahwa keberhasilan
budidaya sayuran utama di Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan benih sayuran yang
bermutu secara berkesinambungan.
Pupuk kandang berpengaruh terhadap produksi kangkung dengan elastisitas sebesar 0,220
dan bertanda positif yang berarti bahwa kenaikan pupuk kandang sebesar 1 persen akan
meningkatkan produksi kangkung sebesar 0,220 persen. Penggunaan pupuk organik selain untuk
meningkatkan produktivitas juga untuk melestarikan sumberdaya alam. Dalam rangka meningkatkan
produktivitas tanaman sayuran, umumnya petani menggunakan pupuk kandang karena selain
memperbaiki struktur tanah juga mendapatkan unsur hara mikro dan makro didalamnya. Juga dapat
menciptakan kegemburan tanah yang baik dan ideal bagi pertumbuhan tanaman.




Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Sawi
10

Hasil analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi pada usahatani sayuran sawi
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 8. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Sayuran Sawi
Variabel Koefisien (bi) Harga Input (pxi) NPMxi NPMxi/Pxi
Luas lahan 0,502001 2000000 24982955,9 12,49
Benih 0,276955 110000 3066953,25 27,88
Pupuk kandang 0,298817 650 3378,35 5,19
Tabel 8 menunjukkan bahwa pada penggunaan faktor produksi untuk tanaman sawi yaitu luas
lahan, benih dan pupuk kandang memiliki nilai efisiensi > 1. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
produksi tersebut belum efisien dan untuk mencapai faktor produksi yang efisien maka perlu
penambahan pengggunaan lahan, benih dan pupuk kandang.
Bayam
Hasil analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi pada usahatani sayuran bayam
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 9. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Sayuran Bayam
Variabel Koefisien (bi) Harga Input (pxi) NPMxi NPMxi/Pxi
Luas lahan 0,373871 2000000 19535350,8 9,76
Benih 0,306523 120000 602113,397 5,01
Pupuk Urea 0,186658 3000 170679,615 56,89
Tabel 9 menunjukkan bahwa pada penggunaan faktor produksi untuk tanaman bayam yaitu
luas lahan, benih dan pupuk urea memiliki nilai efisiensi > 1. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
produksi tersebut belum efisien dan untuk mencapai faktor produksi yang efisien maka perlu
penambahan pengggunaan lahan, benih, dan pupuk urea. Sedangkan pada penggunaan faktor
produksi tenaga kerja memiliki nilai efisiensi < 1.
Kangkung
Hasil analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi pada usahatani sayuran kangkung
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 10. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Sayuran
Kangkung
Variabel Koefisien (bi) Harga Input (pxi) NPMxi NPMxi/Pxi
Luas lahan -0,439073 2000000 −29995151 -14,99
Benih 1,073677 35000 945067,05 27
Pupuk
0,220211 650 2479,53827 3,81
Kandang
Tabel 10 menunjukkan bahwa pada penggunaan faktor produksi untuk tanaman kangkung
yaitu benih dan pupuk kandang memiliki nilai efisiensi > 1. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
produksi tersebut belum efisien dan untuk mencapai faktor produksi yang efisien maka perlu
penambahan pengggunaan benih dan pupuk kandang. Sedangkan pada penggunaan faktor produksi
luas lahan memiliki nilai efisiensi < 1. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi tersebut tidak
efisien dan untuk mencapai faktor produksi yang efisien maka faktor produksi luas lahan harus
dikurangi penggunaannya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa jenis usahatani sayuran di Kecamatan Sungai
Gelam diperoleh kesimpulan (1) Faktor – faktor produksi pada usahatani sayuran sawi, bayam dan
kangkung secara bersama – sama berpengaruh terhadap produksi sayuran sawi, bayam dan kangkung.
Sementara, secara parsial penggunaan faktor produksi lahan, benih dan pupuk kandang berpengaruh
signifikan terhadap produksi sawi dan kangkung. Sementara untuk usahatani sayuran bayam
penggunaan faktor produksi lahan, benih, pupuk kandang dan pupuk urea berpengaruh signifikan
terhadap produksi bayam, dan (2) Penggunaan faktor – faktor produksi yang masuk dalam kategori
11

belum efisien pada usahatani sawi yaitu luas lahan, benih dan pupuk kandang, untuk usahatani
sayuran bayam meliputi luas lahan, benih dan pupuk urea, sementara pada usahatani kangkung
meliputi benih, pupuk kandang, pupuk urea dan pestisida.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dekan Fakultas Pertanian Universitas Jambi dan
Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi yang telah memfasilitasi pelaksanaan
penelitian ini. Selain itu ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Kecamatan Sungai
Gelam Kabupaten Muaro Jambi, Kepala Desa Kebon IX dan Kepala Desa Mekar Jaya yang memfasilitasi
pelaksanaan penelitian di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Aswaldi. 2005. Perbenihan Sayuran di Indonesia Kondisi Terkini dan Prospek Bisnis Benih
Sayuran. Diunduh dari
http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalagronomi/article/viewFile/1513/586. Diakses
pada tanggal 28 Desember 2015.
Dian, Eka Kiswati. 2012. Pengaruh Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sayuran. Diunduh
dari https://hortikulturapolinela.files.wordpress.com/2012/10/eka-dian-kiswati.pdf. Diakses
pada tanggal 28 Desember 2015.
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometri Dasar. Terjemahan: Sumarno Zain. Jakarta: Erlangga.
Hernanto, Fadholi. 1991. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pambayun, Ratna. 2008. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Beberapa Sayuran Indigenous.
Diunduh dari
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/2760/A08rpa.pdf?sequence=4.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2015.
Purnami, Etik, Shorea Khaswarina, Suardi Tarumun. 2012. Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap
Produksi Sawi Di Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. Diunduh
dari http://ejournal.unri.ac.id/index.php/IJAE/article/view/1542. Diakses pada tanggal 8
desember 2015.
Sunarjono, Hendro. 2013. Bertanam 36 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunaryono, Hendro. 2003. Kunci Bercocok Tanam Sayur-Sayuran Penting Di Indonesia (Produksi
Hortikultura II). Sinar Baru Algensindo. Bandung.
Suratiyah, Ken. 2011. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Usman, Rianse dan Abdi. 2012. Metodologi Penelitian Sosial Dan Ekonomi (Teori Dan Aplikasinya).
Alfabeta. Bandung.
Wibisono, Hariawan. 2011. Analisis Efisiensi Usahatani Kubis (Studi Empiris Di Desa Banyuroto
Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang). Diunduh dari
http://core.ac.uk/download/pdf/11727453.pdf . Diakses pada tanggal 20 April 2015.
Zulkarnain. 2010. Dasar Dasar Hortikultura. Bumi Aksara. Jakarta.



Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI PADA USAHATANI


SAYURAN DENGAN PENYISIPAN TANAMAN SAYURAN BERUMUR
PENDEK DI MODEL PERTANIAN BIOINDUSTRI KABUPATEN
TABANAN

I Nyoman Adijaya, Luh Gede Budiari, dan Putu Agus Kertawirawan


Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali
e_mail: n_adijaya@yahoo.com

ABSTRACT
The study of insertion of short-term vegetable plants on vegetable farming was carried out at
the location of the Bioindustry Agriculture Model of Antapan village, Baturiti in Tabanan Regency
in July-September 2018. The treatments studied were comparing three monoculture vegetable farms
and inserted green vegetable plants so that there were six treatments with 3 farmers as a replication.
Three vegetables studied were broccoli, cauliflower and tagetes. The spacing of the three
commodities is 40 cm x 40 cm with 1 plant per hole while the green vegetables with an average
harvest age of 20 days are planted between main plants with a spacing of 40 cm x 40 cm 3 plants per
hole. Plant agronomic data were analyzed descriptively and feasibility of farming analysis (B / C
ratio) was carried out. The results show that the insertion of green vegetables in the main vegetable
crops did not significantly reduce the productivity of main vegetable crops with a decrease of 2.25%
(broccoli), 1.84% (cauliflower) and 3.00% (tagetes) respectively, with additional production green
vegetables range from 240-247 kg per 1,000 m2. The results of the farming analysis show that the
insertion of green vegetable plants in the three commodities provided an increase in farming profits
an average of Rp. 735,000 - Rp. 888,750 on 1,000 m2 farm scale, so as to improve farming efficiency,
which is marked by increasing B / C ratio compare monoculture system.
Keywords: crop insertion, productivity, income

ABSTRAK
Kajian penyisipan tanaman sayuran berumur pendek pada usahatani sayuran dilakukan di
lokasi Model Pertanian Bioindustri Desa Antapan, Kecataman Baturiti, Kabupaten Tabanan pada
Juli-September 2018. Perlakuan yang dikaji yaitu membandingkan tiga usahatani sayuran yang
ditanam secara monokultur dan disisipi tanaman sawi hijau sehingga terdapat enam perlakuan dengan
3 petani sebagai ulangan. Tiga sayuran yang dikaji yaitu brokoli, kol bunga dan bunga tagetes. Jarak
tanam ketiga komoditas tersubut 40 cm x 40 cm dengan 1 tanaman per lubang sedangkan sawi hijau
dengan umur panen rata-rata 20 hari ditanam diantara tanaman dengan jarak tanam 40 cm x 40 cm 3
tanaman per lubang. Data agronomis tanaman dianalisis deskriptif dan dilakukan kelayakan analisis
usahatani (B/C ratio). Hasil kajian menunjukkan bahwa penyisipan sawi hijau pada tanaman sayuran
utama tidak signifikan menurunkan produktivitas tanaman sayuran utama dengan penurunan masing-
masing 2,25% (brokoli), 1,84% (kol bunga) dan 3,00 % (tagetes), dengan tambahan produksi sawi
hijau berkisar 240-247 kg per 1.000 m.. Hasil analisis usahatani menunjukkan penyisipan tanaman
sawi hijau pada ketiga komoditas tersebut memberikan peningkatan keuntungan usahatani rata-rata
Rp 735.000- Rp 888.750,- pada skala usahatani 1.000 m2, sehingga dapat meningkatkan efisiensi
usahatani yang dilakukan, yang ditandai dengan meningkatnya B/C ratio dibandingkan pertanaman
monokultur.
Kata kunci: penyisipan tanaman, produktivitas, pendapatan

PENDAHULUAN

Pengembangan model pertanian bioindustri menjadi isu strategis ke depan. Salah satu
penciri model pertanian ini yaitu prinsip pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan secara
ekonomi, sosial dan lingkungan. Hal ini merupakan kunci untuk peningkatan efisiensi dan
nilai tambah ekonomi (Simatupang, 2014 dalam Hendrayana et al., 2018). Lebih lanjut
Simatupang (2014) menyatakan dengan model pertanian bioindustri penggunaan input atau

108
Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0

ongkos produksi yang lebih rendah, namun menghasilkan produksi yang lebih besar, berarti
dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi dan laba usaha.
Pengembangan model pertanian bioindustri Desa Antapan Kecamatan Baturiti,
Kabupaten Tabanan Bali yang dimulai tahun 2015 telah memberikan banyak perubahan dalam
pengelolaan usahatani integrasi tanaman sayuran – ternak sapi. Adijaya et al. (2018)
menyatakan terjadi peningkatan jenis komoditas sayuran yang diusahakan dari 4-5 komoditas
tahun 2015 menjadi lebih dari 15 jenis sayuran tahun 2018 termasuk pengembangan bunga
tagetes. Hal ini tidak lepas dari inovasi yang diperkenalkan, salah satunya menyediaan air
irigasi melalui pengembangan pompa hidram dan embung. Untuk antisipasi kegagalan dan
ketidakpastian harga petani umumnya menanam 4-5 jenis komoditas sayuran secara
monokultur, padahal untuk meningkatkan keuntungan usahatani penanaman dapat dilakukan
dengan pertanaman ganda (companion crop).
Salah satu sistem tanaman dalam upaya meningkatkan produktivitas lahan yaitu dengan
sistem pertanaman berganda. Sistem pertanaman berganda atau tumpangsari adalah definisi
umum dari semua pola pertanaman yang melibatkan penanaman lebih dari satu jenis tanaman
pada suatu hamparan lahan. Prinsip esensial yang terkandung di dalamnya adalah penanaman
beberapa jenis tanaman secara sekaligus pada sehamparan lahan (intercropping) dan
penanaman beberapa jenis tanaman secara bertahap pada sehamparan lahan (sequential
cropping) (Steiner 1984 dalam Adiyoga et al., 2004). Lebih lanjut Seetisarn (1977 dalam
Kasijadi dan Dwiastuti, 2016) mengutarakan bahwa pola tanam merupakan suatu kunci
strategis untuk usaha peningkatan produksi bahan pangan, kesempatan kerja dan pendapatan
pada daerah yang langka lahan pertaniannya serta kelebihan tenaga kerja. Suwandi et al.,
(2003) menambahkan hal yang harus diperhatikan dalam pertanaman ganda yaitu sinergisme
tanaman diharapkan menjadi salah satu model pengelolaan sumberdaya yang efisien dan
berkelanjutan bagi usahatani sayuran. Sinergisme tanaman didefinisikan sebagai suatu proses
interaksi positif dari perpaduan suatu tanaman dengan tanaman lain dalam suatu komunitas,
sehingga memberikan respons yang lebih produktif dan efisien karena interaksinya
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka kajian penyisipan tanaman sayuran berumur
pendek pada tanaman sayuran utama ini dicoba. Dengan pertanaman ganda (tanaman sisip
berumur pendek) diharapkan akan mampu memberikan peningkatan produktivitas lahan serta
peningkatan keuntungan usahatani yang dilakukan.

METODE PENELITIAN

Kajian dilaksanakan di lokasi Model Pertanian Bioindustri di Kelompok tani Setia


Makmur Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan Bali dari bulan Juli-
September 2018. Perlakuan yang dikaji yaitu cara tanam monokultur dibandingkan dengan
cara tanam tumpang sisip dengan tanaman sayuran yang berumur pendek (sawi hijau) pada
komoditas utama sayur brokoli, kol bunga dan tagetes pada 3 orang petani sebagai ulangan.
Perlakuan yang diuji yaitu 1) brokoli monokultur, 2) kol bunga monokultur, 3) tagetes
monokultur, 4) sawi hijau monokultur, 5) tumpang sisip sawi hijau pada brokoli 6) tumpang
sisip sawi hijau pada kol bunga dan 7) tumpang sisip sawi hijau pada tagetes.
Tanman brokoli, kol dan tagetes ditanam pada guludan bermulsa plastik dengan jarak
tanam 40 cm x 40 cm, sawi hijau monokultur ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 10 cm
(satu tanaman per lubang) sedangkan pada pertanaman sisip sawi hijau dtanam dengan jarak
tanam 40 cm x 40 cm dengan 3 tanaman per lubang.
Kajian dilakukan pada tiga petani dimana masing-masing petani menerapkan semua
perlakuan dengan rata-rata luasan masing-masing 500 m2 – 1.000 m2. Pengamatan dilakukan
terhadap hasil ekonomis per tanaman dan per satuan luas dengan menggunakan sampel
sebanyak 20 tanaman/perlakuan saat panen. Panen brokoli dan kol bunga dilakuikan pada
umur tanaman 50 hari setelah tanam (hst), tagetes dipanen umur tanaman 45-60 hst,
sedangkan sawi hijau dipanen pada umur tanaman 20 hst. Untuk mendapatkan hasil per
satuan luas dilakukan dengan mengalikan rata-rata hasil ekonomis per tanaman dengan jumlah
pupulasi per satuan luas.

109
Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0

Analisis dilakukan dengan analisis deskriptif serta dilakukan analisis kelayakan


usahatani untuk membandingkan sistem tanam monokultur dan tumpang sisip yang dilakukan.
Pendapatan/keuntungan usahatani merupakan selisih antara hasil perkalian jumlah produksi
dan harga per unit produksi dengan jumlah biaya (tunai) yang dikeluarkan dalam proses
produksi. Secara matematis, pendapatan keuntungan usahatani dihitung dengan formulasi
sebagai berikut: I = P.Q – TC

Keterangan :
I = Pendapatan/keuntungan
P = Harga produksi per unit
Q = Jumlah produksi
TC = Jumlah biaya produksi (tunai)

Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani tersebut dilakukan melalui


analisis benefit cost ratio (B/C ratio). Apabila B/C ratio > 0, maka usahatani tersebut layak
untuk diusahakan, sebaliknya jika B/C ratio < 0, maka usahatani tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan (Soekartawi, 2002).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Agronomis
Hasil analisis deskriptif yang dilakukan terhadap usahatani monokultur dan tumpang
sisip sawi hijau pada tanaman utama menunjukkan bahwa komponen hasil pertanaman ganda
mengalami penurunan dibandingkan pertanaman monokultur. Pada pertanaman tumpang sisip
berat ekonomis/tanaman brokoli mengalami penurunan sebesar 2,25%, kol bunga 1,84% dan
tagetes 3,00% dibandingkan dengan pertanaman monokultur. Sedangkan sawi hijau yang
ditanam secara tumpang sisip tidak mengalami penurunan berat ekonomis dengan rata-rata
berat ekonomis/tanaman 32,00 g – 33,00 g/tanaman (Tabel 1 dan 2).
Penurunan hasil pada pertanaman tumpang sisip terhadap tanaman utama disebabkan
oleh adanya kompetisi tanaman akibat adanya tambahan tanaman baru. Kompetisi ini
meliputi kompetisi cahaya, air dan juga hara. Akan tetapi melihat hasil tumpangsari dan
monokultur komoditas utama, penurunan hasil sangat rendah yaitu kurang dari 5,0%.
Yuwariah (2015) menyatakan pada pertanaman ganda apabila terjadi kompetisi sampai
intensitas sinar rendah akan menyebabkan terganggunya proses metabolisme yang berakibat
menurunnya laju fotosintesis dan sintesa karbohidrat. Lebih lanjut Salibury dan Ross (1995
dalam Zuchri, 2007) menyatakan fotositas sebagai hasil dari proses fotosintesis sangat
mempengaruhi metabolisme tanaman. Apabila fotosintat terbatas maka akan berpengaruh
terhadap metabolisme tanaman yang berakibat terhadap penurunan pertumbuhan dan hasil
tanaman.
Pada kajian ini tidak terlihat adanya penurunan pertumbuhan dan hasil tanaman pada
sistem tanam tumpang sisip dibandingkan dengan monokutur. Hal ini menunjukkan kompetisi
tanaman pada sistem tumpang sisip dalam memperebutkan faktor-faktor tumbuh seperti
cahaya, air dan hara akibat adanya tambahan tanaman baru (sisipan) tidak berpengaruh
terhadap tanaman utama. Hal ini juga disebabkan karena tanaman sisipan (sawi hijau)
memiliki umur yang pendek yaitu hanya 20 hst, sehingga tidak menimbulkan kompetisi yang
merugikan tanaman utama.

110
Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0

Tabel 1.
Hasil ekonomis pertanaman dan per satuan luas pada penanaman monokultur di Desa
Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan Bali tahun 2018

Komoditas Berat ekonomis/tanaman (g) Berat ekonomis/1.000 m2 (kg)


Brokoli 400,00 1.000,00
Kol Bunga 490,00 1.225,00
Kenikir 500,00 1.250,00
Sawi hijau 32,00 960,00

Produktivitas sawi hijau pada pertanaman tumpang sisip, jauh lebih rendah
dibandingkan dengan pertanaman sawi hijau monokultur. Hal ini disebabkan karena populasi
tanaman sawi pada sistem tumpang sisip hanya 25% dibandingkan dengan pertanaman
monokultur. Rata-rata produktivitas sawi hijau per 1.000 m2 pada sistem monokultur sebesar
960 kg sedangkan pada sistem tanam tumpang sisip hanya berkisar 240, 00 kg – 247,50 kg.
Wiroatmojo dan Najib (1995) menyatakan bahwa pada pertanaman tumpang sisip perlu
diperhatikan waktu tanam yang sesuai agar tidak menurunkan hasil tanaman akibat adanya
kompetisi akibat naungan, sehingga penurunan produktivitas dapat ditekan. Selain itu Lorina
et al. (2015) menyatakan pada tanaman ganda seperti halnya tumpangsari umumnya diikuti
oleh peningkatan Nisbah Kesetaraan Lahan dibandingkan pertanaman monokultur.
Peningkatan nilai ini menandakan adanya efisiensi penggunaan lahan.
Tabel 2.
Hasil ekonomis pertanaman dan per satuan luas pada penanaman tumpang sisip di Desa
Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan Bali tahun 2018
Berat ekonomis/tanaman (g) Berat ekonomis/1.000 m2
Brokoli 391,00 Sawi hijau 32,00 Brokoli 977,50 Sawi hijau 240,00
Kol bunga 481,00 Sawi hijau 33,00 Kol bunga 1202,50 Sawi hijau 247,50
Kenikir 485,00 Sawi hijau 32,00 Kenikir 1212,50 Sawi hijau 240,00

Analisis Usahatani
Analisis usahatani yang dilakukan terhadap sistem tanam menunjukkan bahwa semua
sistem tanam yang diuji layak untuk dilakukan. Walaupun terjadi peningkatan penggunaan
input baik sarana produksi maupun tenaga kerja, namun biaya tersebut dapat ditutup oleh
adanya tambahan penerimaan dari tananaman sispan (sawi hijau). Kelayakan usahatani yang
dilakukan ditandai oleh R/C ratio >1. Pertanaman secara tumpang sisip memberikan
peningkatan penerimaan, keuntungan serta B/C ratio dibandingkan pertanaman secara
monokultur. Antara (2012), menyatakan semakin tinggi B/C ratio menunjukkan usahatani
yang dilakukan semakin efisien. Hal ini ditunjukkan pada sistem tanam tumpang sisip
dibandingkan dengan pertanaman monokultur. B/C ratio pada pertanaman tumpang sisip
(sawi hijau) pada tanaman utama brokoli meningkat dari 1,30 menjadi 1,51, kol bunga dari
1,54 menjadi 1,75 dan tagetes dari 0,73 menjadi 0,83 (Tabel 3). Peningkatan B/C ratio ini
menandakann adanya penggunaan input yang lebih efisien dibandingkan pertanaman
monokultur.

111
Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0

Tabel 3.
Analisis usahatani pertanaman secara monokutur dan tumpang sisip di Desa Antapan
Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan Bali tahun 2018
Sarana
Tenaga Jumlah Penerima Keuntung B/C
Komoditas Produksi
Kerja (Rp) biaya (Rp) an (Rp) an (Rp) ratio
(Rp)

Brokoli 1.122.631 1.049.588 2.172.219 5.000.000 2.827.781 1,30

Kol bunga 1.122.600 1.049.600 2.172.200 5.512.500 3.340.300 1,54

Tagetes 3.169.935 1.166.966 4.336.901 7.500.000 3.163.099 0,73

Sawi hijau 559.209 1.132.651 1.691.860 3.840.000 2.148.140 1,27


Brokoli + sawi
hijau 1.147.631 1.181.838 2.329.469 5.847.500 3.518.031 1,51
Kol bunga + sawi
hijau 1.147.600 1.181.850 2.329.450 6.401.250 4.071.800 1,75
Tagetes + sawi
hijau 3.194.935 1.299.216 4.494.151 8.235.000 3.740.849 0,83

Nugroho (2015) menyatakan efisiensi teknis suatu usahatani yang dilakukan


ditunjukkan dengan adanya pengeluaran minimum dengan output yang sama. Analisis yang
dilakukan terhadap sistem tanam pada kajian ini menunjukkan hal tersebut belum bisa tercapai
karena peningkatan penerimaan pada sistem tanam tumpang sisip masih diikuti oleh
peningkatan pengeluaran input usahatani. Akan tetapi dengan adanya tambahan tanaman baru
(sisipan) terjadi peningkatan penerimaan dan keuntungan petani akibat adanya efisiensi input
seperti pengolahan lahan, penyiangan, pengendalian OPT dan yang lainnya karena dapat
dilakukan bersamaan.
Sistem tanam tumpang sisip sawi hijau pada tanaman utama brokoli, kol bunga dan
tagetes memberikan peningkatan keuntungan dibandingkan pertanaman monokultur. Hasil
analisis per 1.000 m2 diperoleh peningkatan keuntungan pada sistem tumpang sisip brokoli
dengan sawi hijau sebesar Rp 847.000,-, kol bunga Rp 888.750,- dan tagetes Rp 735.000,-
dalam waktu 20 hari (Tabel 4). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Putri (2015) yang
mendapatkan sistem pertanaman ganda seperti tumpangsari mampu memberikan peningkatan
penerimaan dan pendapatan bagi petani karena selain meningkatkan produktivitas lahan juga
terjadi efisiensi dalam pemanfaatan input produksi.
Tabel 4.
Selisih keuntungan usahatani tumpang sisip dibandingkan monokultur per 1.000 m2 di Desa
Antapan Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan Bali tahun 2018
No Uraian Selisih keuntungan (Rp)
1. Brokoli + sawi hijau vs Brokoli monokultur 847.500
2. Kol bunga + sawi hijau vs Kol bunga 888.750
monokultur
3. Tagetes + sawi hijau vs Tagetes monokultur 735.000

KESIMPULAN

Sistem tanam tumpang sisip sawi hijau pada brokoli, kol bunga dan tagetes tidak
menurunkan secara signifikan produktivitas tanaman utama. Terjadi penurunan produktivitas
tanaman utama berkisar 1,84% - 3,00%. Pertanaman tumpang sisip sawi hijau pada brokoli,
kol bunga dan tagetes memberikan peningkatan penerimaan, keuntungan dan B/C ratio
dibandingkan pertanaman monokultur. B/C ratio tumpang sisip sawi hijau pada brokoli

112
Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0

meningkat dari 1,30 menjadi 1,51, kol bunga dari 1,54 menjadi 1,75 dan tagetes dari 0,73
menjadi 0,83.

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya, N., N.L.G. Budiari, M. Sgianyar, P.A. Kertawirawan, J. Rinaldi, P.S. Elizabeth, N.
Sutresna, W. Artanegara dan G. A. Astari. 2018. Model Pengembangan Inovasi
Pertanian Bioindustri Pada Agroekosistem Lahan Kering Dataran Medium Beriklim
Basah. Laporan Akhir Tahun. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. 93 hal.
Adiyoga, W., R. Suherman, N. Gunadi, dan A. Hidayat. 2004. Aspek nonteknis dan indikator
efisiensi sistem pertanaman tumpang sari sayuran dataran tinggi. Jurnal Hortikultura,
14(3): 1-7.
Antara, M. 2012. Analisis Produksi dan Komparatif antara Usahatani Jagung Hibrida dengan
Nonhibrida di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Agroland 17(1):56-62.
Hendrayana, R., L. Hutahaen, Rubiyo dan B. Bakrie. 2018. Model Inovasi Pertanian
Bioindustri. Optimalisasi Kinerja Kegiatan Model Pengembangan Inovasi teknologi
Pertanian Bioindustri. Penerbit Global Media Publikasi Bogor.
Kasijadi, F., and Rini Dwiastuti. 2016. "Produktivitas sumberdaya beberapa pola tanam di
lahan kering." Forum penelitian Agro Ekonomi. 4(2): 24-33.
Lorina, M.D.P., Sitawati, dan K.P. Wicaksono. 2015. Studi sistem tumpangsari brokoli
(Brassica oleracea l.) dan bawang prei (Allium porrum l.) pada berbagai jarak tanam.
Jurnal produksi tanaman, 3(7): 564-573.
Nugroho, B. A. 2015. Analisis fungsi Produksi dan Efisiensi Jagung di kecamatan Patean
Kabupeten Kendal. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan, 8(2):163-177.
Putri, M. P. 2011. Analisis komparatif usahatani tumpangsari jagung dan kacang tanah
dengan monokultur jagung di Kabupaten Wonogiri (Doctoral dissertation,
UNIVERSITAS SEBELAS MARET). 76 hal.
Simatupang, P. 2014. Perspektif Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan. Dalam Haryono
dkk., (Penyunting) Reformasi kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian.
IAAARD PRESS.
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI Press. Universitas Indonesia.
Suwandi, R., N. Rosliani, dan W. Setiawati. 2003. Interaksi tanaman pada sistem tumpangsari
tomat dan cabai di dataran tinggi. Jurnal Hortikultura, 13(4): 244-250.
Wiroatmodjo, J., dan M. Najib. 1995. Pengaruh dosis nitrogen dan kalium terhadap produksi
dan mutu tembakau temanggung pada tumpang sisip kubis-tembakau di Pujon Malang.
Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy) 23(2): 17-25.
Yuwariah, Y., A. Ismail dan I.N. Hafhittry. 2015. Pertumbuhan dan hasil kacang hijau kultivar
Kenari dan No. 129 dalam tumpangsari bersisipan di antara padi gogo. Kultivasi, 14(1):
49-58.
Zuchri, A. 2007. Optimalisasi Hasil Tanaman Kacang Tanah dan Jagung dalam Tumpang Sari
Melalui Pengaturan Baris Tanam dan Perompesan Daun Jagung. Jurnal embryo, 4(2):
156-163.

113
Jurnal. Agribisnis Vol.1 No 1. Maret 2017

OPTIMASI USAHATANI SAYURAN DENGAN SISTEM DIVERSIFIKASI


SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

Ade Maulana Farid 1)


Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
maulanafarid93@gmail.com

Hj. Enok Sumarsih 2)


Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
enoksumarsih@yahoo.com

M. Iskandar Ma’moen 3)
Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
2017

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan aktual dan pendapatan


hasil optimasi usahatani sayuran sistem diversifikasi dengan kendala sumberdaya
petani berupa kepemilikan lahan, luasan lahan minimum, tenaga kerja, dan modal.
Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada seorang petani usahatani
sayuran dengan sistem diversifikasi di Desa Sukahaji Kecamatan Cihaurbeuti
Kabupaten Ciamis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan aktual petani
yaitu sebesar Rp 6.122.693 dan pendapatan masksimum setelah dioptimasi yaitu
sebesar Rp 6.807.570. Pengalokasian sumberdaya petani berupa faktor-faktor
produksi yang optimal yaitu pada musim kemarau tanaman yang diusahakan adalah
mentimun seluas 0,49 hektar dan musim hujan tanaman kacang panjang seluas 0,49
hektar, penggunaan tenaga kerja musim kemarau terpakai semua dan musim hujan
menjual sebanyak 57,85 HKP, penggunaan modal musim kemarau yaitu sebesar Rp
13.635.500 dan pada musim hujan sebesar Rp 12.400.680. Perbedaan antara
pendapatan aktual dengan pendapatan maksimum yaitu sebesar Rp 684.877 atau
11,19 persen.
Kata kunci: Optimasi, Diversifikasi, LP
ABSTRACT

This study aimed to determine the actual income and optimization results
income of diversified vegetable farming systems with resource of farmers constraints
in the form of land ownership, minimum land area, labor, and capital. The research
method used in this study was case study on a vegetable farmer with diversification
farming system at the Sukahaji village on Subdistrict of Cihaurbeuti in Disctrict of
Ciamis. The results of this study showed that the actual income of farmers amounting
to Rp 6.122.693 and the masksimum income after optimizations in the amount of
Rp 6.807.570. Allocation of farmers resource in the form of production factors that is
optimal namely when the dry season cultivated plants were cucumber with the area of
0,49 hectares and when the rainy season cultivated plants were bean with the area of
0,49 hectares, the application of labor used up all in the dry season and the rainy
season to sold as many as 57,85 HKP, the application of capital in the dry season
amount of Rp 13.635.500 and the rainy season Rp 12.400.680. The difference
between the actual income with maximum income was equal to Rp 684.877 or 11.19
percent.
Key word: Optimization, Diversified, LP

PENDAHULUAN

Indonesia sampai saat ini masih dikenal sebagai negara yang kaya akan
sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang paling dominan terdapat pada sektor
pertanian. Oleh karena itu, negara kita dikenal sebagai negara agraris atau negara
pertanian. Sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia secara nasional
mempunyai peranan yang sangat penting. Hal tersebut bisa terlihat dari besarnya
kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2011 sampai
dengan Triwulan III, Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian (di luar
perikanan dan kehutanan) tumbuh sebesar 3,07 persen, tingkat pertumbuhan tersebut
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2010 yang hanya sebesar 2,86 persen.
Pertumbuhan tersebut berasal dari subsektor perkebunan sebesar 6,06 persen, disusul
dengan subsektor peternakan sebesar 4,23 persen dan subsektor tanaman bahan
makanan sebesar sebesar 1,93 persen. Kontribusi PDB sektor pertanian (di luar
perikanan dan kehutanan) terhadap PDB nasional pada tahun 2011 tersebut mencapai
11,88 persen lebih tinggi daripada 2010 yang baru mencapai 11,49 persen.
Pertanian juga sebagai jenis usaha atau kegiatan ekonomi berupa penanaman
atau usahatani (pangan, hortikultura, perkebunan dan kehutanan), peternakan dan
perikanan. Soenoeadji (2001) dalam Karmini dan Syarifah Aisyah A (2008)
subsektor tanaman hortikultura merupakan cabang ilmu pertanian yang
membicarakan masalah budidaya tanaman yang menghasilkan buah, sayuran,
tanaman hias, dan bahan baku obat tradisional serta rempah-rempah. Salah satu
tanaman yang termasuk dalam subsektor hortikultura yaitu tanaman sayuran. Sayuran
merupakan salah satu bahan makanan utama bagi masyarakat Indonesia tanaman
sayur-sayuran mempunyai banyak manfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan
bagi manusia. Banyak sekali jenis sayuran yang bisa ditemui dan tersedia di pasaran,
mulai dari pasar tradisional hingga supermarket. Biasanya sayuran diolah menjadi
masakan baik itu tumisan ataupun rebusan. Meski demikian, kadang sayuran juga
dikonsumsi mentah sebagai lalapan. Melihat dari tingginya permintaan akan sayuran,
tak heran jika budidaya sayuran dianggap sebagai salah satu lahan bisnis yang cukup
menjanjikan. Ditinjau dari aspek klimatologis, aspek teknis, aspek ekonomis dan
aspek sosialnya sangat mendukung sehingga memiliki kelayakan untuk diusahakan di
Indonesia.
Produksi pertanian dipengaruhi oleh faktor produksi diantaranya yaitu lahan,
tenaga kerja, modal dan kemampuan manajemen. Sumbangan lahan berupa unsur
tanah dan sifat-sifat tanah yang tidak dapat dirusakkan dengan mana hasil pertanian
dapat diperoleh sangat diperlukan dalam usahatani (Mubyarto, 1995). Menurut
Hernanto (1996) dalam Karmini dan Syarifah Aisyah A (2008), kegiatan usahatani
bertujuan agar memperoleh keuntungan maksimal, namun hal itu hanya dapat dicapai
apabila penggunaan faktor produksi dalam keadaan optimal. Produksi optimal
memiliki arti produksi yang dapat dicapai dengan suatu pertimbangan atau tujuan
tertentu. Salah satu tujuan usahatani adalah mencapai keuntungan maksimal.
Keuntungan maksimal akan dicapai bila petani telah menggunakan faktor produksi
secara efisien. Luas lahan akan mempengaruhi produksi dan keuntungan usahatani.
Penentuan jumlah lahan optimal yang tepat merupakan salah satu cara meningkatkan
produksi dengan tujuan mencapai keuntungan maksimal.
Namun laju pertumbuhan penduduk yang tinggi saat ini membuat permintaan
terhadap lahan semakin terus meningkat berbanding terbalik dengan keberadaan
lahan yang bersifat tetap, sehingga keadaan tersebut menyebabkan lahan pertanian
menjadi berkurang dan menyempit sehingga dapat mempengaruhi efisiensi usahatani
akibat dari adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian baik menjadi
perumahan maupun bangunan lainnya.
Selain itu, semakin menyempitnya lahan yang menyebabkan tidak
efisiensinya usahatani juga dipengaruhi karena adanya perpecahan (division) dan
perpencaran (fragmentasi) lahan. Perpecahan lahan atau tanah adalah pembagian
milik seseorang ke dalam bidang atau petak-petak kecil, untuk diberikan pada ahli
waris pemilik tanah tersebut, sedangkan perpencaran yaitu kenyataan adanya sebuah
usahatani di bawah satu manejemen yang terdiri atas beberapa bidang yang berserak-
serak. Oleh karena itu perlu adanya suatu usaha agar produksi pertanian tetap terjaga
dengan cara mengoptimalkan sumberdaya yang ada. Salah satu cara yang bisa
dilakukan dalam pembangunan pertanian yaitu dikenal usahatani dengan sistem
diversifikasi. Usahatani divesifikasi adalah suatu usaha penganekaragaman jenis
usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu
hasil pertanian. Oleh karena itu, perlu adanya suatu model perencanaan agar
usahatani dengan sistem diversifikasi tersebut dapat mencapai produksi yang optimal
dengan tujuan mendapat pendapatan yang maksimum bagi petani.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul: “Optimasi Usahatani Sayuran Dengan Sistem Diversifikasi
Sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Petani” di Desa Sukahaji Kecamatan
Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi
kasus terhadap seorang petani dengan usahatani sayuran sistem diversifikasi di Desa
Sukahaji, Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis. Lokasi penelitian ini dipilih
secara sengaja atau purposive. Data yang digunakan yaitu data primer dan data
sekunder.
Teknik penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive
atau sengaja terhadap seorang petani yang mengusahakan usahatani diversifikasi
secara kontinyu di Desa Sukahaji, Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis.
Kerangka Analisis

Pendekatan analisis program linier yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah model maksimisasi, yaitu memaksimumkan pendapatan bersih atau
keuntungan dari pola usahatani diversifikasi seorang petani di Desa Sukahaji
Kecamatan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis.
Formulasi fungsi tujuan dan fungsi kendala yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Fungsi tujuan: Memaksimumkan Pendapatan
Z = (C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 + C5X5 + C6X6 + C7X7 + C8X8) - (C9X9)
- (C10X10) + (C11X11) + (C12X12) - (C13X13) - (C14X14)

Fungsi kendala:
1) Lahan maksimum : C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 ≤ b1
C5X5 + C6X6 + C7X7 + C8X8 ≤ b2
2) Luasan minimum : C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 ≥ b3
C5X5 + C6X6 + C7X7 + C8X8 ≥ b4
3) Tenaga kerja : C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 - C9X9 + C11X11 ≤ b5
C5X5 + C6X6 + C7X7 + C8X8 - C10X10 + C12X12 ≤ b6
4) Modal : C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 ≤ b7 - C13X13 ≤ b7
C5X5 + C6X6 + C7X7 + C8X8 ≤ b8 - C14X14 ≤ b8
Keterangan:
C1- C8 = Koefisien variabel aktivitas X1- X8 berupa pendapatan bersih
C9- C10 = Koefisien variabel aktivitas X9- X10 berupa harga sewa tenaga kerja
C11- C12 = Koefisien variabel aktivitas X11- X12 berupa harga jual tenaga kerja
C13- C14 = Koefisien variabel aktivitas X13- X14 berupa bunga modal pinjaman
X1 = Luas lahan kacang panjang musim kemarau
X2 = Luas lahan tomat musim kemarau
X3 = Luas lahan mentimun musim kemarau
X4 = Luas lahan terung musim kemarau
X5 = Luas lahan kacang panjang musim hujan
X6 = Luas lahan tomat musim hujan
X7 = Luas lahan mentimun musim hujan
X8 = Luas lahan terung musim hujan
X9 = Sewa tenaga kerja musim kemarau
X10 = Sewa tenaga kerja musim hujan
X11 = Jual tenaga kerja musim kemarau
X12 = Jual tenaga kerja musim hujan
X13 = Pinjam modal musim kemarau
X14 = Pinjam modal musim hujan
b1 = lahan maksimum yang tersedia di musim kemarau
b2 = lahan maksimum yang tersedia di musim hujan
b3 = lahan minimum yang harus diusahakan di musim kemarau
b4 = lahan minimum yang diusahakan di musim hujan
b5 = tenaga kerja keluarga yang tersedia di musim kemarau
b6 = tenaga kerja keluarga yang tersedia di musim kemarau
b7 = modal yang tersedia
b8 = lahan maksimum yang tersedia
PEMBAHASAN
4.2 Modal Dan Pendapatan Usahatani
Modal dalam hal ini merupakan jumlah uang yang dikeluarkan pada setiap
musim tanam baik secara tunai maupun tidak. Modal sangatlah penting dalam
menjalankan usahatani sayuran dengan sistem diversifikasi, karena memerlukan suatu
pengelolaan yang baik agar semua komoditas yang diusahakan bisa berjalan dengan
baik. Adapun modal yang dimiliki oleh petani pada setiap musim tanam tersaji pada
Tabel 1.
Tabel 1
Modal Yang Dimiliki Petani Usahatani Sayuran Setiap Musim Tanam

Musim tanam Modal (Rp)


Musim kemarau 15.587.913
Musim hujan 13.189.393
Rata-rata 14.388.653
Sumber : Data Primer Diolah 2017

Biaya yang diperhitungkan dalam penelitian ini yaitu biaya secara

keseluruhan baik biaya tetap maupun biaya variabel. Total biaya untuk seluruh
komoditas yang diusahakan dihitung perluasan yang dikelola petani yaitu sebesar

0,57 hektar. Tabel 2 menunjukkan besarnya total pengeluaran, penerimaan, dan

pendapatan usahatani.

Tabel 2.
Jumlah Pengeluaran, Penerimaan Dan Pendapatan Usahatani Sayuran

MUSIM KEMARAU
Total Biaya Total Biaya Pendapatan Pendapatan
No Komoditas Biaya Biaya dengan tanpa Dengan Tanpa
Tetap Variabel TKDK TKDK Penerimaan TKDK TKDK
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 K. Panjang 560.817 3.822.500 4.245.817 3.745.817 5.000.000 754.183 1.254.183
2 Tomat 526.067 3.475.000 4.001.067 3.501.067 4.500.000 498.933 998.933
3 Mentimun 421.730 3.628.000 4.049.730 3.549.730 5.000.000 950.270 1.450.270
4 Terung 735.300 2.556.000 3.291.300 2.791.300 4.000.000 708.700 1.208.700
Total (Rp) 2.243.913 13.481.500 15.587.913 13.587.913 18.500.000 2.912.087 4.912.087
MUSIM HUJAN
Total Biaya Total Biaya Pendapatan Pendapatan
No Komoditas Biaya Biaya dengan tanpa Dengan Tanpa
Tetap Variabel TKDK TKDK Penerimaan TKDK TKDK
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 K. Panjang 509.417 3.308.500 3.680.417 3.580.417 4.375.000 694.583 794.583
2 Tomat 478.667 3.001.000 3.479.667 3.379.667 4.500.000 1.020.333 1.120.333
3 Mentimun 372.610 3.014.000 3.386.610 3.286.610 4.375.000 988.390 1.088.390
4 Terung 650.700 1.992.000 2.642.700 2.542.700 3.150.000 507.300 607.300
Total (Rp) 2.011.393 11.315.500 13.189.393 12.789.393 16.400.000 3.210.607 3.610.607
Total/Tahun
(Rp) 4.255.307 24.797.000 28.777.307 26.377.307 34.900.000 6.122.693 8.522.693
Sumber : Data Primer Diolah Dari Lampiran 6 Keterangan : TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga

Tabel 2 juga menunjukkan besarnya pendapatan usahatani pada setiap musim


tanam. Jika tenaga kerja keluarga diperhitungkan maka pendapatan usahatani pada
musim kemarau yaitu sebesar Rp 2.912.087 dan pada musim hujan yaitu sebesar Rp
3.210.607 sehingga total pendapatan usahatani dalam kurun waktu satu tahun yaitu
sebesar Rp 6.122.693 dengan asumsi tanaman yang diusahakan hanya satu kali
musim tanam. Namun jika besarnya tenaga kerja dalam keluarga tidak diperhitungkan
maka pendapatan usahatani pada musim kemarau yaitu sebesar Rp 4.912.087 dan
pada musim hujan yaitu sebesar Rp 3.610.607 sehingga total pendapatan usahatani
dalam satu tahun menjadi sebesar Rp 8.522.693.
4.3 Optimasi Sumberdaya Petani Sayuran Dengan Sistem Diversifikasi
Hasil analisis dengan menggunakan metode program linier untuk optimasi
sumberdaya petani sayuran dengan sistem diversifikasi secara optimal jika
penggunaan benih dan pupuk sesuai dengan anjuran maka diperoleh hasil seperti
tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3.
Luas Lahan Optimal Usahatani Sayuran Dengan Sistem Diversifikasi

Penggunaan Lahan
No Komoditas Musim Kemarau Musim Hujan
(Hektar) (Hektar)
1. Kacang panjang 0 0,49
2. Tomat 0 0
3. Mentimun 0,49 0
4. Terung 0 0
Total 0,49 0,49
Sisa 0,08 0,08
Pendapatan Maksimum (Rp) 6.807.570
Sumber : Diolah Tahun 2017

Dari delapan aktivitas produksi yang dimasukkan ke dalam program linier


ternyata hanya dua aktivitas saja yang harus dipertimbangkan dalam optimasi
sumberdaya petani secara optimal. Tabel 3 menunjukkan bahwa usahatani sayuran
dengan sistem diversifikasi yang dilakukan agar bisa mencapai kondisi yang optimal
dengan pendapatan maksimum maka usahatani sayuran yang harus diusahakan yaitu
pada musim kemarau 0,49 hektar ditanami mentimun, sedangkan pada musim hujan
0,49 hektar ditanami kacang panjang dengan pendapatan maksimum dalam kurun
satu tahun yaitu Rp 6.807.570.
4.4.1 Analisis Kepekaan
Hasil analisis optimasi terhadap ketersedian sumberdaya petani atau nilai
sebelah kanan dari kendala tentunya sewaktu-waktu dapat berubah. Sumberdaya
petani yang dimiliki mencerminkan jumlah minimum yang harus dipenuhi agar
kondisi optimal yang telah dicapai dapat dipertahankan yaitu sebesar jumlah yang
tersisa atau sama dengan nilai surplusnya. Tabel 4 menunjukan kisaran perubahan
dari nilai sebelah kanan yang menjadi kendala atau pembatas dalam optimasi
sumberdaya petani secara optimal untuk usahatani sayuran.
Tabel 4.
Kisaran Perubahan Koefisien Sebelah Kanan Dalam Kondisi Optimal
Usahatani Sayuran Sistem Diversifikasi

Slack Or Shadow Batas Batas


No Kendala R.H.S Surplus price Bawah Atas
1 Lahan maksimum MK 0,57 0,08 0 0,49 M
2 Lahan maksimum MH 0,57 0,08 0 0,49 M
3 Lahan minimum MK 0,49 0 -9.577,55 0,4457 0,5602
4 Lahan minimum MH 0,49 0 -5.182,52 0 0,5212
5 Tenaga Kerja MK 280,8 0 25 -M 308,7
6 Tenaga Kerja MH 280,8 0 25 222,95 M
7 Modal MK (Rp .000) 15.587,91 1.952,410 0 13.635,50 M
8 Modal MH (Rp .000) 13.189,39 788,706 0 12.400,68 M
Sumber : Diolah Tahun 2017

Pada Tabel 4 dapat terlihat bahwa sumberdaya petani berupa jumlah


kepemilikan lahan yang dapat digunakan untuk usahatani sayuran pada musim
kemarau dan musim hujan merupakan kendala yang sangat mengikat dan
penambahan luas lahan sebagai batas maksimum akan merubah nilai optimum. Luas
kepemilikan lahan yang dapat diusahakan yaitu setidaknya minimal 85 persen harus
diusahakan dan harus kurang dari atau sama dengan 0,57 hektar. Pada musim
kemarau dan musim hujan untuk pembatas lahan maksimum ternyata memiliki
surplus 0,08. Penggunaan tenaga kerja keluarga juga menjadi pembatas yang sangat
penting, hal ini terkait ketersedian tenaga keluarga yang dimilki petani itu sendiri
yaitu yang terdiri dari dua orang tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga yang
dapat digunakan dalam usahatani sayuran ini yaitu sebanyak 280,8 HKP pada setiap
musimnya. Pada setiap musim kendala tenaga kerja keluarga ini tidak terlalu peka
terhadap kondisi optimal, karena kekurangan tenaga kerja keluarga ini dapat dipenuhi
dengan menyewa tenaga kerja dari luar keluarga terutama pada musim kemarau. Hal
itu juga terbukti dari kisaran batas atas dan batas bawahnya yang sempit. Pada musim
kemarau petani harus menyewa tenaga kerja dari luar, sedangkan pada musim hujan
tenaga kerja keluarga masih bisa memenuhi untuk digunakan pada usahataninya
bahkan musim hujan petani dapat menjual tenaga kerja.
Selain dari aktifitas produksi, modal juga menjadi hal yang begitu penting
dalam usahatani sayuran yang diusahakan. Apabila melihat Tabel 4 di atas
penggunaan modal baik musim kemarau maupun musim hujan ternyata modal yang
digunakan masih memilki surplus terutama musim kemarau petani memilki surplus
sebesar Rp 1.952.410 sedangkan musim hujan hanya sebesar Rp 788.706.
Penggunaan modal masih bisa ditingkatkan penggunaanya. Sebenarnya meskipun
petani kekurangan modal namun dapat dipenuhi dengan meminjam kepada lembaga
perkreditan yang ada.
4.4 Perbedaan Pendapatan Usahatani Sayuran Pada Kondisi Aktual Dan
Optimal

Menurut hasil analisis yang telah dilakukan ternyata terdapat perbedaan


pendapatan pada kondisi aktual yang dijalankan petani dengan kondisi optimal yang
telah diperoleh. Pendapatan usahatani sayuran yang dijalankan petani secara aktual
dalam kurun satu tahun adalah Rp 6.122.693, sedangkan pendapatan usahatani
sayuran yang optimal yaitu sebesar Rp 6.807.570. Untuk lebih jelasnya mengenai
perbedaan pendapatan antara kondisi aktual dan optimal bisa dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Pendapatan Usahatani Sayuran pada Kondisi Aktual dan Optimal.
No Uraian Pendapatan/tahun (Rp)
1 Sekarang (Aktual) 6.122.693
2 Optimal 6.807.570
3 Selisih 684.877
4 Persentase peningkatan (%) 11,19%
Sumber : Data Diolah Tahun 2017

Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa perbedaan pendapatan antara kondisi


aktual dan kondisi optimal ternyata memilki selisih yang kecil yaitu Rp 684.877 atau
sekitar 11,19 persen dari pendapatan aktual. Hal ini menunjukan bahwa usahatani
sayuran yang dilakukan oleh petani hampir mendekati kondisi optimal karena selisih
atau perbedaannya bisa dikatakan sangat kecil. Kemudian jika melihat kondisi
optimal dari komoditas yang diusahakan ternyata pendapatan maksimum tersebut
bisa didapat hanya dengan mengusahakan satu komoditas pada musim kemarau dan
satu komoditas pada musim hujan sehingga petani tidak sulit dalam pengelolaannya,
dibandingkan dengan aktualnya petani yang harus mengusahakan semuanya untuk
mendapatkan pendapatan aktualnya yang masih dibawah pendapatan pada kondisi
optimal.
PENUTUP
Kesimpulan
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1) Pendapatan aktual dari usahatani sayuran dengan sistem diversifikasi yang
dijalankan oleh petani yaitu sebesar Rp 6.122.693
2) Pendapatan maksimum setelah dioptimasi dalam usahatani sayuran dengan sistem
diversifikasi yaitu sebesar Rp 6.807.570
3) Pengalokasian sumberdaya petani berupa faktor-faktor produksi yang optimal
yaitu:
a) Pada musim kemarau tanaman yang diusahakan yaitu tanaman mentimun saja
dengan luasan lahan sebesar 0,49 hektar, sedangkan pada musim hujan tanaman
yang diusahakan yaitu tanaman kacang panjang saja seluas 0,49 hektar.
b) Penggunaan tenaga kerja pada musim kemarau seluruh tenaga kerja keluarga bisa
dipakai dalam usahatani sayuran dan harus menyewa tenaga kerja dari luar
sebanyak 27,9 HKP sedangkan musim hujan petani dapat menjual tenaga kerja
keluarga sebanyak 57,85 HKP.
c) Penggunaan modal yang diperlukan untuk mencapai kondisi optimal modal yang
tersedia masih bisa mencukupi usahanya yaitu Rp 13.635.500 pada musim
kemarau dan pada musim hujan Rp 12.400.680
4) Besarnya perbedaan antara pendapatan aktual dengan pendapatan optimal yaitu
sebesar Rp 684.877 atau 11,19 persen.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan simpulan dari penelitian ini maka dapat diajukan
beberapa saran sebagai berikut:
1) Pada musim kemarau lebih baik petani menanam mentimun saja dan musim hujan
menanam kacang panjang dengan luas lahan 0,49 hektar tiap musimnya.
2) Untuk mengisi waktu yang tersisa di musim kemarau dan musim hujan petani
bisa menanam tanaman sayuran berumur pendek seperti tanaman sawi yang bisa
panen sekitar 2 bulanan saja.
3) Untuk menjaga tingkat produktivitas lahan dan kesinambungan usaha maka perlu
adanya suatu penyuluhan-penyuluhan dari instansi terkait mengenai penggunaan
pupuk yang harus diberikan pada tanaman sayuran yang diusahakan agar
penggunaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien sehingga biaya
produksi dapat ditekan sekaligus tingkat eksternalitas negatif dari pupuk kimia
dapat diminmalisir.
4) Untuk penelitian lebih lanjut supaya dilakukan kajian mengenai optimasi dengan
melibatkan kendala kebutuhan atau konsumsi air tanaman serta umur tanaman.

DAFTAR PUSTAKA
Karmini dan Syarifah Aisyah A. 2008. Optimalisasi Lahan Usahatani Tomat Dan
Mentimun. Jurnal Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian. Samarinda:
Universitas Mulawarman.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi ke tiga. Jakarta: LP3ES.


UNES Journal Of Scientech Research

OPTIMALISASI LAHAN SAWAH MELALUI DIVERSIFIKASI DENGAN


TANAMAN HORTIKULTURA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN
PENDAPATAN PETANI GUREM

RICE FIELD OPTIMIZATION THROUGH DIVERSIFICATION WITH


HORTICULTURAL CROPS AS A WAY TO IMPROVE
FARM INCOME OF THE PEASANT

Ivonne Ayesha
Fakultas Pertanian, Universitas Ekasakti
E-mail: ayesha_ivonne@yahoo.co.id

Abstract

The objectives of this study are 1) to identify various farm risks that are faced by the smaller
peasants in addition to production, price and financial risks, 2) to identify the variance of
production as well as their farm returns each of the cultivated diversification crops, 3) to
examine various decision making patterns conducted by the smaller peasants in applying a
certain type of farm diversification. The results of research, found three strata related to its
ecosystem in West Java (the district of Subang, Sumedang and Garut) with 270 smaller
peasants as a sample, it was found that horticultural crops were the most profitable. The
horticultural crops which were quite popular among the smaller peasants in the three strata
consisted of cucumber, red pepper, string bean, cauliflower, tomato, mustard green, celery,
shallot, and water melon. Analysis by using quadratic programming indicated that, with
respect to cropping pattern, indicated that rice-rice-cucumber in the first stratum of Subang,
rice-peanut- cucumber in the second stratum of Sumedang, and rice-shallot-red pepper in
the third stratum of Garut. In each of those stratum, land ownership were in the range of
0.28 -0.49, 0.04 – 0.14 and 0.09 – 0.30 hectare, and the farm income at the amount of Rp.
6,156,265, Rp. 5,676,356 and Rp 4,073,193 respectivel. The results of this study indicated
that in optimizing the use of sawah land on the three strata of the study area, among the
smaller peasants, diversification was conducted by combining rice with horticultural crops.
Factors supporting this is the first case relating to the specific local conditions compatible
with the type of horticultural crops to be cultivated. Second, internal factors such as
motivation smallholders, attitudes and behaviors, a third external factor is the price,
availability of capital and technology.

Keywords: optimization, paddy field, diversification, horticulture, smaller peasants

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah, mengidentifikasi berbagai risiko usahatani yang dihadapi petani
gurem di samping produksi, harga dan risiko keuangan, mengidentifikasi varians produksi
serta pengembalian usahatani masing-masing tanaman yang dibudidayakan, dan
menganalisis berbagai pengambilan keputusan pola usahatani yang dilakukan petani gurem

1
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research

dalam menerapkan pola diversifikasi usahatani. Penelitian dilakukan ditiga strata


berdasarkan ekosistem di Jawa Barat (Kabupaten Subang, Sumedang dan Garut) dengan 270
petani gurem sebagai sampel, Ditemukan bahwa tanaman hortikultura adalah yang paling
menguntungkan. Tanaman hortikultura yang cukup populer adalah mentimun, paprika
merah, kacang panjang, kembang kol, tomat, mustard hijau, seledri, bawang merah, dan air
melon. Analisis menggunakan pemrograman kuadratik menunjukkan bahwa pola beras-
beras-mentimun dalam strata pertama Subang, mentimun padi-peanut- di strata kedua
Sumedang, dan beras-bawang merah-merah lada di strata ketiga Garut. Pada strata tersebut,
kepemilikan tanah berada di kisaran 0,28-0,49, 0,04-0,14 dan 0,09-0,30 hektar, dan
pendapatan petani masing-masing sebesar Rp. 6.156.265, Rp. 5.676.356 dan Rp 4.073.193.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam mengoptimalkan penggunaan sawah tanah di
tiga strata bahwa, diversifikasi dilakukan dengan menggabungkan padi dengan tanaman
hortikultura. Faktor pendukung hal ini adalah pertama berkaitan dengan kondisi spesifik
lokal yang kompatibel dengan jenis tanaman hortikultura untuk dibudidayakan. Kedua,
faktor internal petani gurem seperti motivasi, sikap dan perilaku, ketiga faktor eksternal yaitu
harga, ketersediaan modal dan teknologi.

Kata kunci: optimalisasi, lahan sawah, diversifikasi, hortikultura, petani gurem

PENDAHULUAN
Perekonomian domestik Jawa Barat didominasi oleh sektor pertanian, terutama
tanaman pangan hortikultura (72,8 persen). Kontribusinya terhadap PDRB pada tahun 2014
sebesar 13.48 persen. Di tingkat Nasional, Jawa Barat menduduki peringkat pemasok pangan
terbesar. Prestasi ini ternyata belum memberikan kemakmuran bagi petani Jawa Barat,
terbukti dari angka kemiskinan yang masih tinggi, yaitu 2,67 juta rumah tangga (30,8 persen)
(Karmana, 2008). Permasalahannya karena terdapat kelemahan struktural dan kultural,
seperti diungkap oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prop. Jawa Barat (2007), yaitu : (1)
pemilikan lahan sempit, rata-rata 0,124 ha/RTP dengan petani gurem dan buruh tani, (2)
standar kompetensi petani rendah akibat regenerasi tidak berlangsung baik, (3) nilai tambah
usahatani rendah karena rendahnya penerapan teknologi, modal dan manajemen, sehingga
efisiensi juga rendah, (4) optimalisasi lahan masih rendah, dan (5) produktifitas angkatan
kerja pertanian rendah akibat daya serap lapangan kerja terbatas pada on-farms.
Kondisi di atas melahirkan petani gurem, di mana mereka mayoritas produsen di
sektor pertanian, yang secara signifikan turut menentukan kualitas dan laju pertumbuhan
ekonomi perdesaan maupun perkembangan perekonomian secara keseluruhan. Peranan
kelompok petani ini sangat penting yaitu (1) menyediakan kebutuhan bahan pangan yang
diperlukan masyarakat, (2) menyediakan bahan baku industri, (3) sebagai pasar potensial
bagi produk-produk yang dihasilkan oleh industri, (4) sumber tenaga kerja dan pembentukan

ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226


UNES Journal Of Scientech Research

modal bagi pembangunan sektor lain, (5) mengurangi kemiskinan dan peningkatan
ketahanan pangan.
Berdasarkan hal tersebut, tersirat bahwa secara rasional petani berusaha memperkecil
risiko usahatani, namun karena keterbatasan sumberdaya, tenaga kerja dan sebagainya.
Seringkali keputusan yang diambil petani untuk memperkecil risiko tersebut kurang tepat,
sehingga belum berdampak positf terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani itu sendiri.
Masalah tersebut bertambah buruk dengan struktur penguasaan lahan yang timpang karena
sebagian besar petani gurem tidak secara formal menguasai lahan sebagai hak milik, dan
kalaupun mereka memiliki tanah, perlindungan terhadap hak mereka atas tanah tersebut tidak
cukup kuat karena tanah tersebut seringkali tidak bersertifikat.
Petani gurem menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan
tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan
rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan
mobilisasi anggota keluargannya untuk bekerja di atas tanah pertanian. Oleh sebab itu,
meningkatnya jumlah petani gurem dan petani tunakisma mencerminkan kemiskinan di
perdesaan. Masalah tersebut bertambah buruk dengan struktur penguasaan lahan yang
timpang karena sebagian besar petani gurem tidak secara formal menguasai lahan sebagai
hak milik, dan kalaupun mereka memiliki tanah, perlindungan terhadap hak mereka atas
tanah tersebut tidak cukup kuat karena tanah tersebut seringkali tidak bersertifikat.
Petani gurem yang sudah kecil, nasibnya menjadi lebih buruk lagi dengan kondisi
sistem perekonomian yang kurang menguntungkan. Gejala nilai tukar petani yang kian
merosot justru setelah swasembada beras. Kebijakan pemerintah terhadap agroinput seperti
benih, pupuk kimia, pestisida, masih memberatkan petani. Juga konsep pembangunan dengan
dua ujung tombak bermata kembar (pertanian dan industri) ternyata tidak sepenuhnya serasi,
selaras, dan seimbang sebagaimana yang diidamkan. Menurut skenario pembangunan sektor
industri seharusnya sebagai "lokomotif" penarik sektor lainnya. Realitasnya justru industri
terkadang menggilas sektor lain, hanya karena keserakahan dan egoisme sektoral.
Petani gurem menjalankan usahataninya secara subsisten dengan memanfaatkan aset
produksi dalam kuantitas yang minim dan teknologi sederhana yang jauh dari memadai untuk
suatu usaha yang layak bagi pemenuhan perdapatan rumah tangga. Oleh sebab itu sendi-sendi
kehidupan ekonomi mereka, seyogianya menjadi sebuah kajian mendalam, karena terkait
dengan pengentasan kemiskinan di perdesaan.
Tingkat pendapatan rumah tangga petani gurem ditentukan oleh luas tanah pertanian
yang secara nyata dikuasai. Terbatasnya akses terhadap tanah merupakan salah satu faktor
penyebab kemiskinan dalam kaitan terbatasnya aset dan sumberdaya produktif yang dapat
diakses masyarakat petani gurem. Terbatasnya akses masyarakat petani gurem terhadap

3
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research

tanah tergambar dari timpangnya distribusi penguasaan dan pemilikan tanah oleh rumah
tangga petani gurem, dimana mayoritas rumah tangga petani gurem masing-masing hanya
memiliki tanah kurang dari setengah hektar dan adanya kecenderungan semakin kecilnya
rata-rata luas penguasaan tanah per rumah tangga pertanian.
Dalam upaya meningkatkan pendapatan, petani gurem mendiversifikasikan
usahataninya dengan berbagai pola dan jenis komoditas. Namun dalam perkembangannya,
mereka menghadapi berbagai tantangan dan risiko seperti: (1) kegagalan panen, (2) serangan
hama dan penyakit tanaman, (3) kelangkaan air dan (4) rendahnya harga produksi.
Akibatnya, produksi per hektar tidak sama dengan imbal hasil per hektar yang diterima,
sehingga petani gurem tidak memperoleh nilai nominal yang layak dari usahataninya.
Akhirnya mereka terjebak dalam kemiskinan dan hidup secara subsisten serta bertahan hidup
melalui modal sosial yang dimiliki, tanpa cushion yang cukup untuk memberi fleksibelitas
jika terdapat shocks negatif dalam usahataninya.
Sistem usahatani menunjukkan kompleksitas kemajemukan dan rasionalitas praktik
pertanian yang tidak sistematis dan tidak teratur (Chambers, 1996). Makin kecil usahatani
makin tinggi kompleksitas usaha tersebut (Kesseba, 1989). Walaupun berupa usaha keluarga
skala kecil, usahatani haruslah dipandang sebagai suatu unit komersial yang otonom,
berorientasi pasar dan bertujuan untuk meraih keuntungan yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengidentifikasi berbagai risiko usahatani yang
dihadapi petani gurem di samping produksi, harga dan risiko keuangan, 2) mengidentifikasi
varians produksi serta pengembalian usahatani masing-masing tanaman yang dibudidayakan,
dan 3) menganalisis berbagai pengambilan keputusan pola usahatani yang dilakukan petani
gurem dalam menerapkan pola diversifikasi usahatani. Penelitian dilakukan ditiga strata
berdasarkan ekosistem di Jawa Barat (Kabupaten Subang, Sumedang dan Garut) dengan 270
petani gurem sebagai sampel.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Jawa Barat pada agroekosistem sawah yang telah
terdiversifikasi, selanjutnya dibagi ke dalam beberapa strata sebagai berikut: 1) Strata I yaitu
: Kabupaten Subang, mewakili Jawa Barat bagian Utara; 2) Strata II yaitu : Kabupaten
Sumedang, mewakili Jawa Barat bagian Tengah; 3) Strata III yaitu : Kabupaten Garut,
mewakili Jawa Barat bagian Selatan. Penelitian ini dengan menggunakan metode survey
eksplanatori (explanatory survey methode) untuk mendapatkan informasi faktual dari objek
yang dikaji melalui pendekatan wawancara mendalam secara langsung terhadap 120
responden. Metode analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitaf. Pendekatan
kualitatif lebih berdasarkan pada penelitian subjektif dari pengambilan keputusan.

ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226


UNES Journal Of Scientech Research

Sedangkan pendekatan kuantitatif dapat dihitung dengan menggunakan nilai hasil yang
diharapkan sebagai indikator probabilitas dari investasi dan ukuran ragam (variance) dan
simpangan baku (standart deiviation) sebagai indikator risikonya. Analisis optimalisasi
penggunaan lahan petani menggunakan model program kuadratik (Quadratic
Programming/QP, yaitu suatu model khusus matematika dalam masalah optimisasi yang
meliputi maksimisasi atau minimisasi sebuah fungsi kuadratik dari beberapa variable
keputusan dengan pembatas (constraints) variabel ini. Bentuk persamaan matematis model
kuadratik secara umum menurut Steel dan Torrie (1980) adalah :

(a). Polynomial : E(Y) = β0 + β1X + β2X2 (1)

(b). Exponential : E(Y) = β0β1X (2)

(c). Logarithmic : Log E(Y) = β’0β’1X (3)

Model kuadratik akan dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excel versi
2003. Hasil analisis akan memberikan nilai profit optimum dari beberapa variabel yang
dimasukkan ke dalam model.
Analisis variasi pendapatan petani pada setiap pola diversifikasi dilakukan dengan
pengklasifikasian pola diversifikasi dan jenis komoditas serta menghitung pendapatan bersih
(profit) yang diperoleh petani pada setiap pola tersebut. Pengklasifikasian pola diversifikasi
usahatani diperoleh dari data primer melalui wawancara langsung dengan masing-masing
responden. Sedangkan pendapatan bersih diperoleh dengan rumus:
π=TR-TC
dimana :
π = pendapatan bersih/keuntungan (profit)

TR = total pendapatan

TC = total biaya

HASIL DAN PEMBAHASAN


Identifikasi Risiko Usahatani
Menurut Roumassset dalam Soekartawi, dkk. (1993), definisi risiko adalah: 1) Risiko
sebagai salah satu ukuran dari disperse hasil-hasil yang mungkin, misalnya varians, 2) Risiko
sebagai probabilitas yang menghasilkan suatu keputusan tertentu, dan 3) Risiko berapa yang
harus dibayar oleh mereka yang enggan menghadapi risiko untuk dapat menghindari risiko
tersebut.

5
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research

Pengertian antara risiko dan ketidakpastian sering kali tidak jelas dan belum pernah
terdefinisi dengan jelas, bahkan dalam penggunaan praktisnya, kedua istilah tersebut
cenderung dipakai untuk maksud yang sama (Heyer, 1972; Kennedy dan Francisco, 1974
dalam Adiyoga dan Soetiarso, 1999). Risiko seringkali diartikan sebagai suatu keadaan dari
gambaran kejadian yang bersifat tidak pasti atau derajat ketidak¬pastian yang terjadi pada
situasi tertentu. Sedangkan ketidakpastian diartikan sebagai suatu kisaran keadaan yang
memastikan bahwa probabilitas absolut tidak akan pernah terjadi, seperti halnya pada kasus
risiko. Dalam tulisan ini, istilah yang akan sering digunakan adalah risiko, yang secara
terminologis dapat diartikan sebagai kemungkinan kehilangan atau variabilitas kemungkinan
kejadian (Dillon dan Anderson, 1971 dalam Adiyoga dan Soetiarso, 1999)
Di Kabupaten Subang 45,56% petani berpendapat bahwa risiko usahatani yang mereka
alami berkaitan dengan kerugian, sedangkan di Kabupaten Sumedang, sebagian besar petani
(55,56%) berpendapat bahwa risiko berkaitan dengan kemungkinan mengalami kerugian,
dan di Kabupaten Garut, responden memberikan persepsi yang sama. Walaupun faktor harga
produk juga cukup menentukan, namun sebagian besar petani menganggap kegagalan
produksi (hasil per satuan luas rendah) sebagai kriteria utama untuk mengkategorikan
keberhasilan atau kegagalan usahatani. Persepsi petani pada masing-masing strata disajikan
pada Tabel 1.
Hasil analisis menunjukkan, bahwa hanya 22,22%-25,56% responden menyatakan
bahwa tingkat risiko usahatani padi rendah, sedangkan sebagian besar responden lainnya
cenderung menggolongkan sedang sampai tinggi. Perbedaan persepsi mengenai tingkat
risiko ternyata tidak berpengaruh terhadap keputusan petani untuk mengusahakan padi.
Sebagian besar petani (61,11%-67,78%) menyatakan bahwa apapun risikonya, usahatani
padi tidak dapat ditinggalkan. Hal ini terutama disebabkan oleh lingkungan produksi yang
cocok bagi usahatani padi dan usahatani padi dilakukan oleh petani karena sudah menjadi
kebiasaan.

Tabel 1. Persepsi Petani Mengenai Risiko Usahatani Padi


No Uraian Kab. Subang Kab. Sumedang Kab. Garut
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1 Risiko menurut persepsi petani:
 suatu ukuran penyebab 6 6,67 10 11,11 5 5.56
terjadinya penyimpangan dari
produksi padi yang diharapkan
 semua hal yang cenderung 41 45,56 50 55,56 50 55,56
menjurus kepada terjadinya
kerugian usahatani padi

ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226


UNES Journal Of Scientech Research

 semua hal yang dapat 23 25,56 20 22,22 15 16,67


membahayakan usahatani
padi, tetapi dapat dicegah
atau dikurangi dampaknya jika
diwaspadai sejak awal
 konsekuensi yang membebani 13 14,44 10 11,11 20 22,22
petani jika hendak
berusahatani padi, misalnya
menyediakan modal, sarana
produksi dsb.
2 Usahatani padi yang
dikategorikan gagal menurut
persepsi petani :
 produksi padi yang dihasilkan 90 100 40 44,44 60 66.67
relatif rendah
 harga padi yang diterima 0 25 27,78 20 22.22
relatif rendah
 produksi dan harga padi 0 25 27,78 10 11.11
keduanya relatif rendah
3 Tingkat risiko usahatani padi
menurut persepsi petani:
 tinggi 52 57,78 25 27,78 15 16.67
 sedang 12 13,33 45 50,00 25 27.78
 rendah 26 28,88 20 22,22 50 55.56
4 Meskipun menanam padi
dianggap berisiko, petani masih
tetap mengusahakannya karena:
 dampak risiko tersebut masih 10 11,11 10 11,11 35 38.88
dapat dikurangi atau dicegah
 tidak ada pilihan lain, sehingga 61 67,78 55 61,11 25 27.78
apapun risikonya padi tidak
dapat ditinggalkan
 pengusahaan tanaman lain 19 21,11 25 27,78 30 33.33
mengandung tingkat risiko
yang jauh lebih tinggi

Menurut Ayesha (2008) bahwa petani tetap mempertahankan usahatani tanaman padi
dengan alasan: 1) beras adalah sebagai makanan pokok, petani merasakan pangan keluarga
“aman”, bila tersedia padi di rumah. Jadi dapat dikatakan padi merupakan katup pengaman
ketahanan pangan rumah tangga, 2) harga gabah lebih terjamin karena harga dasar gabah
telah ditetapkan oleh peerintah, dan 3) tradisi masyarakat setempat yang menjadikan padi
sebagai penjalin hubungan sosial antar anggota masyarakat yang mereka sebut dengan
“arisan”. Kebutuhan terhadap padi untuk arisan ini adakalanya sama dan bahkan lebih banyak
dari kebutuhan pangan keluarga. Kondisi ini tidak dapat dielakkan, karena sudah membudaya

7
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research

bagi masyarakat lokal. Oleh sebab itu, padi berfungsi ganda bagi masyarakat, yaitu sebagai
kebutuhan pokok keluarga dan kebutuhan sosial masyarakat.
Faktor yang menurut petani berperan penting dalam kaitannya dengan risiko
usahatani dapat yaitu: 1) faktor eksternal (iklim, hama penyakit, harga sarana produksi, harga
output) dan 2) faktor internal (ketersediaan modal dan pengelolaan). Serangan hama penyakit
dinyatakan sebagai faktor pertama yang paling berpengaruh terhadap risiko usahatani padi
dan diikuti oleh harga output pada urutan kedua. Bentuk-bentuk risiko usahatani yang
teridentifikasi pada ketiga strata serta persepsi petani terhadap risiko tersebut, dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2. Bentuk-bentuk Risiko Usahatani dan Persepsi Petani Mengenai Faktor-Faktor


yang Berpengaruh terhadap Risiko

Persepsi Petani
No Uraian Kab. Subang Kab. Sumedang Kab. Garut
Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen
Responden Responden Responden
1 Pengaruh Iklim 25 27,78 55 61,11 48 53,33
2 Hama Penyakit 86 95,56 78 86,67 75 83,33
3 Harga sarana 47 52,22 50 55,56 55 61,11
produksi
4 Harga output 24 26,27 68 75,56 65 72,22
5 Ketersediaan 55 61,11 65 72,22 70 77,78
modal
6 Pengelolaan 32 35,56 40 44,44 30 33,33

Dalam Tabel 2 terlihat bahwa persepsi petani yang lebih cenderung menyatakan
bahwa usahatani padi dikategorikan gagal seandainya hasil per satuan luas rendah. Sementara
itu, dari kedua faktor internal yaitu ketersediaan modal dan pengelolaan, ternyata
ketersediaan modal merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap risiko usahatani.
Sesuai dengan karakteristik petani yang tergolong ke dalam kategori petani skala kecil, hal
ini mengindikasikan bahwa ketersediaan modal ternyata masih merupakan salah satu kendala
yang cukup penting.
Adanya risiko berproduksi ini sangat mempengaruhi petani dalam pengambilan
keputusan. Hak ini sesuai dengan karakteristik usahatani. Sebagaiman yang dikemukakan
oleh Mubyarto (1979), bahwa ciri-ciri produk pertanian adalah besarnya risiko dan
ketidakpastian, karena tergantung pada alam yang kebanyakan di luar kekuasaan manusia
untuk mengontrolnya, selain itu usaha di bidang pertanian juga dipengaruhi sosiologi dan

ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226


UNES Journal Of Scientech Research

kebiasaan. Bagi petani, faktor risiko ini sangat penting, karena menyangkut hilangnya
produksi yang mereka harapkan dan rendahnya harga hasil produksi yang diharapkan.
Rendahnya hasil produksi ini juga berpengaruh sangat besar pada proses pengambilan
keputusan usahatani karena hal ini akan berpengaruh pada hasil dan pendapatan yang
diperoleh petani.
Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam
menerapkan pola tanam diversifikasi, Sumaryanto (2007) menyimpulkan bahwa di lahan
sawah irigasi teknis, diversifikasi usahatani mempunyai prospek pengem-bangan yang cukup
baik. Secara umum peluang petani untuk memilih pola tanam monokultur padi lebih rendah
daripada berdiversifikasi. Dalam berdiversifikasi, kecenderungan memilih komoditas
pertanian yang tidak bernilai ekonomi tinggi lebih rendah dari pada komoditas yang bernilai
ekonomi tinggi.
Faktor-faktor yang kondusif untuk penerapan pola tanam diversifikasi adalah jumlah
anggota rumah tangga yang bekerja di usaha tani, kemampuan permodalan, peran usaha tani
lahan sawah dalam ekonomi rumah tangga, tingkat kelangkaan air irigasi, dan kepemilikan
pompa irigasi. Faktor yang tidak kondusif adalah fragmentasi lahan garapan. Pengembangan
diversifikasi usahatani di wilayah persawahan sebaiknya diarahkan pada lokasi-lokasi yang
ketersediaan air irigasinya rendah, ketersediaan tenaga kerja pertanian cukup, peran usaha
tani sebagai sumber pendapatan rumah tangga cukup signifikan, dan struktur penguasaan
lahan garapan relatif terkonsolidasi. Akselerasi pengembangan diversifikasi usaha tani
membutuhkan kebijakan yang dapat meningkatkan akses petani terhadap sumber
permodalan.

Optimalisasi Penggunaan Lahan Terhadap Pendapatan


Hubungan antara risiko dengan pendapatan diukur dengan koefisien variasi atau tingkat
risiko terendah dan batas bawah pendapatan. Menurut Kadarsan (1995) bahwa koefisien
variasi atau tingkat risiko terendah merupakan perbandingan antara risiko yang harus
ditanggung oleh petani dengan jumlah pendapatan yang akan diperoleh sebagai hasil dari
sejumlah modal yang ditanamkan dalam proses produksi. Sedangkan batas atas pendapatan
menurut Hernanto (1998), adalah menunjukkan nilai nominal pendapatan terendah yang
mungkin diterima oleh petani.
Pada Tabel 3 disajikan hubungan antara risiko dengan pendapatan petani, dengan
menggunakan kuadratik programming. Berdasarkan hasil analisis kuadratik programming,
di Kabupaten Subang menunjukkan bahwa pola padi-padi-mentimun, memberikan
keuntungan yang maksimum bagi petani yaitu sebesar Rp. 6.156.265. Sedangkan di
Kabupaten Sumedang pola tanam padi-kacangtanah-metimun adalah pola yang memberikan

9
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research

keuntungan paling besar (Rp. 5.676.356), sementara di Kabupaten Garut, keuntungan


maksimum dicapai pada pola tanam padi-bawang merah-kol yaitu sebesar (Rp 4.408.351).

Tabel 3. Hasil Analisis Program Kuadratik (Quadratic Programing)


No Uraian Produksi Optimal (Kg) Keuntungan
MH1 MK I2 MK II3 (Rp/thn)
Kabupaten Subang
1 Padi-Padi-Palawija
a. Padi-Padi-Kacang tanah 824 620 1833 1.245.222
b. Padi-Padi-Kacang hijau 1222 1633 1233 3.325.365
c. Padi-Padi-Kacang kedele 1122 1222 1222 2.342.542
d. Padi-Padi-jagung 1233 1624 1222 2.438.925
2 Padi-Padi-Hortikultura
a. Padi-Padi-kacang panjang 1275 2513 2113 5.268.415
b. Padi-Padi-cabai 1223 733 1233 3.542.245
c. Padi-Padi-bunga kol 1632 523 2344 2.265.354
d. Padi-Padi-sawi 1733 1222 1622 5.051.002
e. Padi-Padi-mentimun 2133 1633 2542 6.156.265
3 Palawija-Padi-Palawija
a. kacang tanah-padi-jagung 1242 1423 625 4.247.209
b. kacang tanah-padi-kacang tanah 1620 1222 1302 5.243.246
4 Hortikultura-Padi-Palawija
a. kacang panjang-padi-kacang tanah 1623 1332 1566 5.333.265
b. cabai-padi-kacang panjang 1222 1523 1422 5.253.834
5 Palawija-Padi-Hortikultura
1822
a. kacang tanah-padi-cabai 964 2435 3.245.610
1522
a. kacang tanah-padi-kangkung 474 2511 2.198.151
Kabupaten Sumedang
1. Padi-Palawija-Bera:
a. Padi-kacang tanah 1222 930 - 4.557.488
b. Padi-kedele 1122 635 - 3.101.257
c. Padi-jagung 1333 609 - 2.317.033
d. Padi-kacang hijau 1164 597 - 2.765.151
e. Padi-tembakau 1320 751 - 2.251.026
2. Padi-Palawija-Hortikultura:
a. Padi-jagung-mentimun 1229 619 466 2.982.084
b. Padi-jagung-semangka 1170 577 1087 2.885.002
c. Padi- Kacang tanah-mentimun 1175 974 584 5.676.356
d. Padi-kedele-mentimun 1122 701 574 4.340.086
3. Padi-palawija-palawija:
Padi-kacang tanah-jagung 1158 942 653 5.182.663
4. Padi-hortikultura-bera:
Padi-Kacang Panjang 2392 407 - 2.724.843
Kabupaten Garut

ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226


UNES Journal Of Scientech Research

1. Padi-padi-palawija
a. Padi-padi-jagung 670 1082 922 3.416.530
b. Padi-padi-kacang merah 214 297 809 2.250.593
2. Padi-Padi-Hortikultura:
a. Padi-padi-bawang merah 925 767 1090 3.273.580
b. Padi-padi- kol 1538 1286 1527 3.279.462
c. Padi-padi-Sosin 1382 1200 1017 3.512.739
d. Padi-padi-tomat 1182 1083 550 3.109.532
3 Padi –hortikultura-hortikultura
a. Padi-bawang merah-cabai 1688 869 264 4.073.193
b. Padi-bawang-kol 1825 1218 925 3.922.453
c. Padi-bawang merah-tomat 1695 810 456 3.559.335
1
MH = Musim Hujan
2
MK I = Musim Kemarau 1
3
MK II = Musim Kemarau 2

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa optimalisasi penggunaan lahan sawah


diketiga strata wilayah penelitian adalah pola diversifikasi dengan tanaman hortikultura.
Pada Kabupaten Subang tanaman hortikultura yang diusahakan adalah mentimun, dan di
Kabupaten Sumedang adalah kacang tanah dan mentimun, sedangkan di Kabupaten Garut
adalah tanaman bawang merah dan cabai. Optimalnya penggunaan lahan untuk komoditas-
komoditas tersebut pada masing-masing strata didukung juga oleh beberapa faktor, antara
lain yang terpenting adalah kondisi spesifik lokasi. Apabila kondisi spesifik lokasi tidak
kondusif untuk suatu komoditas, maka keuntungan maksimum tidak akan tercapai. Faktor
pendukung lain dapat berupa motivasi dan sikap petani, harga, modal dan penguasaan
teknologi. Semua faktor tersebut menyebabkan terjadinya variasi pendapatan yang diterima
petani.

Variasi Pola Diversifikasi


Melalui diversifikasi usahatani, maka pendapatan petani akan bervariasi, namun variasi
yang terjadi akan lebih kecil. Hasil perhitungan pendapatan pada pola diversifikasi 1,
diperoleh pendapatan tertinggi pada pola tanam 4, yaitu padi-padi-kacang kedelai, dengan
rata-rata luas lahan 0,32 ha. Hal ini berarti bahwa pada pola tanam ini adalah penggunaan
lahan yang paling optimal dari 4 pola tanam lainnya.
Pada Pola Diversifikasi 2, ternyata pendapatan tertinggi dicapai dengan pola tanam:
padi-padi-mentimun dengan rata-rata sebesar Rp. 2.27.894456,71. Ini berarti pemanfaatan
lahan yang paling optimum adalah dengan pola tanam ini pada pola diversifikasi 2. Pada Pola
Diversifikasi 3 hanya ada 2 pola tanam, yaitu kacang tanah-padi-jagung dan kacang tanah-
padi-kacang tanah dan pendapatan tertnggi dicapai pada pola tanam kacang tanah-padi
palawija. Ini mengindentifikasikan bahwa pada pola tanam ke 2 ini petani telah
memanfaatkan lahannya secara optimal.

11
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research

Selanjutnya pada pola diversifikasi 4, terdapat 2 pola, yaitu: kacang panjang-padi-


kacang tanah dan cabai-padi-kacang panjang, dan petani yang paling optimal memanfaatkan
lahannya adalah pada pola tanam ke 2 (cabai-padi-kacang tanah) dengan pendapatan rata-
rata Rp. 13298361dan luas laha rata-rata adalah 0.11 ha. Pada pola diversifikasi 5 juga
terdapat 2 pola yaitu kacang tanah-padi-cabai dan kacang tanah-padi-kangkung, dan
pendapatan tertinggi dicapai pada pola tanam kacang tanah-padi-cabai.

Variasi Pendapatan
Di Kabupaten Subang, pendapatan tertinggi dicapai pada pola tanam 4, yaitu padi-padi-
kacang kedelai, dengan rata-rata luas lahan 0,32 ha. Hal ini berarti bahwa pada pola tanam
ini adalah penggunaan lahan yang paling optimal dari 4 pola tanam lainnya. Pada Pola
Diversifikasi 2, ternyata pendapatan tertinggi dicapai dengan pola tanam: padi-padi-
mentimun dengan rata-rata sebesar Rp. 2.27.894456,71. Ini berarti pemanfaatan lahan yang
paling optimum adalah dengan pola tanam ini pada pola diversifikasi 2. Pada Pola
Diversifikasi ini hanya ada 2 pola tanam, yaitu kacang tanah-padi-jagung dan kacang tanah-
padi-kacang tanah dan pendapatan tertnggi dicapai pada pola tanam kacang tanah-padi
palawija. Ini mengindentifikasikan bahwa pada pola tanam ke 2 ini petani telah
memanfaatkan lahannya secara optimal. Terdapat 2 pola tanam, yaitu kacang panjang-padi-
kacang tanah dan cabai-padi-kacang panjang, dan petani yang paling optimal memanfaatkan
lahannya adalah pada pola tanam ke 2 (cabai-padi-kacang tanah) dengan pendapatan rata-
rata Rp. 13298361dan luas laha rata-rata adalah 0.11 ha.
Pendapatan tertinggi pada pola diversifikasi 1 di Kab. Sumedang, dicapai pada pola
tanam: padi-padi- kacang hijau, yang berarti pada pola tanam ini petani telah secara optimum
memanfaatkan lahannya. Pada pola diversivikasi 2 ini pendapatan tertinggi dicapai pada pola
padi-kacang tanh-mentimun dengan pendapatan rata-rata Rp 31399306, dan luas lahan rata-
rata 0,09. Terdapat 3 pola tanam pada pola diversifikasi 3 ini, dan yang mencapai pendapatan
tertingga adalah pada pola tanam 2 (padi palawija-palawija) dengan rata-rata luas lahan 0,07
dan rata-rata pendapatan Rp.14143929.
Pendapatan tertinggi pada pola diversifikasi 1 di Kab. Garut ini adala pada pola tanam
padi-padi kacang ketan dengan rata-rata luas lahan 0,17 ha. Terdapat 10 pola tanam pada
pola diversifikasi 2 ini, dan pendapatan tertinggi dicapai pada pola tanam padi-padi-
mentimun dengan pendapatan sebesar Rp 23860714 dan luas lahan rata-rata 0.07 ha.
Pendapatan tertingi pada pola diversifikasi 3 ini ditemui pada pola tanam : pola padi-terong-
kol dengan rata-rata pendapatan Rp. 91686667. Pada Pola diversifikasi 4 di Kabupaten Garut
ini terdapat 9 pola tanam, dan pendapatan tertinggi diperoleh pada pola tanam pertama yaitu
padi-kacang tanah-seledri dengan rata-rata pendapatan 96989905 dan luas lahan rata-rata

ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226


UNES Journal Of Scientech Research

adalah 0,21 ha. Ini berarti bahwa pada pola tanam padi-kacang tanah-seledri, petani telah
mengoptimalkan penggunaan lahannya.

KESIMPULAN
1. Persepsi dan keputusan petani dalam memilih kombinasi komoditas yang diusahakan
dalam usahataninya, bergantung pada sikap dan perilaku petani dalam menghadapi
risiko. Bentuk-bentuk risiko usahatani yang terdentifikasi dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu; (a) risiko hasil dan produksi, (b) risiko harga, dan (c) risiko
pemasaran. Risiko diatasi petani gurem dengan mendiversifikasikan usahataninya
dengan tanaman palawija dan hortikultura.
2. Pendapatan tertinggi di Strata I (Subang) diperoleh pada pola tanam: padi-padi-
mentimun, di Strata II (Sumedang) pada pola tanam: padi-kacang tanah mentimun
dan di Strata III (Garut) pada pola tanam: padi-bawang merah-cabai. Keragaman
komoditas yang diusahakan makin bertambah dari strata I (wilayah utara), strata II
(wilayah tengah) dan strata III (wilayah selatan). Ketiga pola tanam di tiga strata
tersebut memperlihatkan bahwa petani gurem mendiversifikasikan usahataninya
dengan tanaman hortikultura, dan berdasarkan hasil analisis dengan model program
kuadratik menunjukkan bahwa dengan pola tanam tersebut, petani telah
memanfaatkan lahan secara optimum.

3. Tanaman Hortikultura sangat menjanjikan dalam pengembangan diversifikasi


usahatani untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi angka kemiskinan di
kalangan petani gurem di perdesaan. Keputusan petani melakukan pola tanam yang
bervariasi merupakan cerminan strategi pengelolaan risiko yang dihadapi petani.
Pemilihan komoditas yang diusahakan petani pada masing-masing musim ditentukan
oleh ketersediaan air, modal, teknologi yang dikuasai oleh petani, sikap dan perilaku
petani dalam menghadapi risiko.

REKOMENDASI
1. Kebijakan pengembangan diversifikasi usahatani di agroekosistem sawah bagi petani
gurem diarahkan pada pemberian fasilitas dan penyediaan input serta kemudahan
bagi petani untuk mengakses sarana produksi, modal dan teknologi.
2. Pengembangan diversifikasi usahatani lahan sawah perlu mempertimbangkan aspek
sumberdaya lokal spesifik, sehingga dalam mendiversifikasikan usahataninya, petani
gurem dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan pemilihan kombinasi
beberapa komoditas yang tepat sehingga dapat meningkatkan pendapatan.

13
ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226
UNES Journal Of Scientech Research

DAFTAR PUSTAKA
Ayesha, Ivonne. 2008. Dampak Diversifikasi Usahatani Terhadap Pendapatan dan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga (kasus di agroekosistem sawah). Tesis
Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Jawa Barat. 2013
Chambers, Robert. 1996. PRA (Participatory Rural Appraisal) Memahami Desa Secara
Partisipatif. Yogyakarta: Penerbit Kanisuis.
Hernanto, F. 1998. Ilmu Usahatani. Swadaya. Jakarta.
Karmana, M.H., 2008. Reposisi Perekonomian Jawa Barat Berbasis Potensi Lokal. Makalah
dalam diskusi panel yang diselenggarakan ISEI Cab. Bandung Koordinator Jawa
Barat.
Kadarsan, H. W. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan perusahaan Agribisnis.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kesseba AM. 1989. “Technology System for Resource Poor Farmers”. Di dalam Kesseba
AM editor. Technology System for Small Farmers Issues and Options. Westview
Press, Boulder, San Francisco, & London.
Mubyarto, 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Soekartawi, 1925 . Ilmu Usahatani . Penerbit Erlangga, cetakan ketiga. Jakarta.
Sumaryanto. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menerapkan Pola
Tanam Diversifikasi: Kasus di Wilayah Pesawahan Irigasi Teknis DAS Brantas.
Monograp No 27-2. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
Susilowati, S.H, Supadi dan Ch. Saleh. 2002. Diversifikasi Sumber Pendapatan Rumah
tangga di Pedesaan Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi, No 1 (20): 85-109.
Witono Adiyoga dan T. Agoes Soetiarso. 1999. Strategi Petani Dalam Pengelolaan Risiko
Pada Usahatani Cabai. Jurnal Hortikultura, Tahun 1999, Volume 8, Nomor (4):
1299-1311

ISSN Print : 2528-5556│ISSN Online : 2528-6226


Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019

OPTIMASI POLA TANAM KOMODITI SAYURAN

OPTIMIZATION OF CROPPING PATTERNS ON VEGETABLE COMMODITIES

DINAR
1
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Majalengka
Alamat : Jln. .H. Abdul Halim No. 103 Kabupaten Majalengka – Jawa Barat 45418
email : dinar_dnr@yahoo.co.id

ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the superior types of vegetable commodities, identify
commodities that are economically profitable and etermine the potential cropping patterns. The research
was conducted in Gunungmanik Village, Talaga District, Majalengka District. Farming cropping
respondents were taken from a sample of farmers who sought selected commodities at the study site with a
sample of 42 people. The number 42 is taken using the Slovin Formula method. The method used in the
analysis of superior commodities uses the Location Quotient (LQ) method, analysis of farm income using
R/C Ratio and analysis of the preparation of cropping patterns with Linear Programming through the
LINDO program.The results showed that the results of LQ based on the production of vegetable crops in
Talaga District in 2016 were potatoes, cabbage, petai, tomato, and carrot plants, with the analysis of
superior vegetable farming income using R / C ratio was potato plants 1.18, cabbage 1, 86, Chinese cabbage
1.59, tomatoes 1.49 and carrots 1.55. While the cropping pattern of vegetables carried out by farmers is still
not optimal. This can be seen from the level of income generated at optimal conditions higher than actual
conditions. The type of vegetables included in the optimal scheme is a combination of Carrots in MT I with
MT III cabbage,or another alternative is carrots in MT I with potatoes at MT III these types of plants are
vegetable plants that can maximize the profits of farmers with limited resources.

Keywords: Vegetables, Optimization, Cropping Pattern.

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis komoditas sayuran yang unggul, mengidentifikasi
komoditas yang menguntungkan secara ekonomis dan menentukan pola tanam yang berpotensi untuk
dikembangkan. Penelitian dilaksanakan di Desa Gunungmanik Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka.
Responden pola tanam usahatani diambil dari sampel petani yang mengusahakan komoditi terpilih di lokasi
penelitian dengan jumlah sampel sebanyak 42 orang menggunakan metode Rumus Slovin. Adapun metode
yang digunakan pada analisis komoditas unggulan menggunakan metode Location Quotient (LQ), analisis
pendapatan usahatani menggunakan R/C Ratio dan analisis penyusunan pola tanam dengan Linear
Programming melalui program LINDO. Hasil penelitian menunjukan bahwa Hasil LQ berdasarkan produksi
tanaman Sayuran di Kecamatan Talaga tahun 2016 adalah tanaman Kentang, Kubis, Petsai, Tomat, dan
Wortel, dengan analisis pendapatan usahatani komoditas sayuran unggulan menggunakan R/C Ratio adalah
tanaman kentang 1,18, kubis 1,86, petsai 1,59, tomat 1,49 dan wortel 1,55. Sedangkan pola tanam sayuran
yang dilakukan oleh petani masih belum optimal. Hal ini terlihat dari tingkat pendapatan yang dihasilkan
pada kondisi optimal lebih tinggi daripada kondisi aktual. Jenis sayuran yang masuk dalam skema optimal
adalah kombinasi Wortel pada MT I dengan kubis MT III atau alternative lain yaitu wortel pada MT I dengan
Kentang pada MT III. Jenis tanaman tersebut adalah tanaman sayuran yang dapat memaksimalkan
keuntungan petani dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki.

Kata Kunci: Sayuran, Optimasi, Pola tanam.

108
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019

PENDAHULUAN apa yang diharapkan. Untuk itu diperlukan


Penentuan pola tanam optimal atau penelitian mengenai optimasi pola tanam
optimasi pola tanam merupakan salah satu untuk pengembangan produksi komoditas
perencanaan usahatani yang dapat dilakukan unggul dan peningkatan pendapatan petani.
agar rendahnya pendapatan petani dapat
diatasi, jika pola tanam optimal dapat MATERI DAN METODE
dilakukan dengan baik maka kelangkaan Penelitian dilaksanakan di Desa
sumberdaya seperti luas lahan yang relative Gunungmanik Kecamatan Talaga Kabupaten
sempit dapat diatasi dan keuntungan Majalengka yang merupakan salah satu
maksimal dapat tercapai. Tujuan pola tanam wilayah perbukitan dan pegunungan yang
optimal yaitu mendapatkan keuntungan yang berada pada ketinggian ± 750-800 m dpl pada
maksimal (Soekartawi 2002). bulan Februari sampai dengan bulan April
Pencapaian pola tanam yang optimum 2019.
harus melalui beberapa tahapan. Menurut M. Responden pola tanam usahatani
Mulyana, (2010) tahapan analisis yang diambil dari sampel petani yang
dilakukan untuk mencapai optimasi pola mengusahakan komoditas terpilih di lokasi
tanam dibagi pada beberapa tahap, yaitu (1) penelitian dengan jumlah sampel 42 orang.
penetapan komoditas unggulan, (2) Angka 42 diambil dengan menggunakan
menentukan potensi komoditas hortikultura metode Rumus Slovin.
berdasarkan peruntukan dan kesesuaian Jenis data yang digunakan dalam
lahannya, (3) menyusun pola tanam, dan (4) penelitian ini adalah data primer dan data
mengoptimasi pola tanam komoditas sekunder, data primer yang digunakan dalam
unggulan. penelitian ini adalah mengenai komoditas
Desa Gunungmanik merupakan unggulan, analisis usaha tani dan identifikasi
salahsatu kawasan sentra produksi pertanian pola tanam yang diperoleh secara langsung
khususnya tanaman sayuran yang berada di dari responden yaitu petani. Cara
Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka, pengumpulan data dengan wawancara/
dengan ketinggian ± 750-800 mdpl diatas observasi langsung dengan memberikan
permukaan laut. Pola tanam yang digunakan tanggapan atas pertanyaan yang diajukan.
di lahan sawah irigasi teknis Desa Sedangkan data sekunder yang dimaksud
Gunungmanik adalah sayuran pada MT I atau adalah data yang didapat dari Badan Pusat
musim tanam, dan pada MT II padi, begitupun Statistik, Dinas Pertanian Kabupaten atau
MT III jenis sayuran seperti Cabai, Tomat, sumber lain yang didapatkan dari hasil studi
Kentang, Kubis, Sawi Putih, Mentimun, pustaka.
Buncis, Bayam, Terong, Kangkung, Wortel Data yang telah diperoleh kemudian
dan Bawang Daun (Profil Desa Gunung dianalisis sesuai dengan tujuan, analisis yang
Manik, 2018). Selain dari pencacatan BPS, dilaksanakan pada penelitian ini adalah
verifikasi di lapangan juga memperlihatkan analisis komoditas unggulan dengan
bahwa tanaman sayuran tersebut banyak menggunakan metode Location Quotient
dibudidayakan. (LQ), analisis rasio penerimaan dan biaya
Melihat banyaknya jenis komoditas total dan analisis optimasi pola tanam dengan
yang dibudidayakan di Desa Gunungmanik linear programming melalui program LINDO
seringkali menjadi permasalahan bagi petani (Linear, Interactive, and Discrete Optimizer).
setempat. Kurangnya pengetahuan petani
terhadap informasi harga maupun komoditas HASIL DAN PEMBAHASAN
yang potensial untuk dikembangkan menjadi Gambaran Umum Pertanian di Desa
masalah dalam menentukan komoditas yang Gunungmanik
akan ditanam pada MT I dan MT III. Petani Lahan yang diolah petani Desa
merasa ragu dalam memilih komoditas yang Gunungmanik terdiri dari tiga jenis, yaitu
akan ditanam, apakah harga komoditas lahan sawah irigasi teknis, lahan sawah irigasi
tersebut akan tinggi atau sebaliknya dan setengah teknis dan sawah tadah hujan. Lahan
apakah hasil yang didapatkan sesuai dengan sawah irigasi teknis dan setengah teknis

109
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019

digunakan untuk kegiatan usahatani padi dan Komoditas Unggulan


sayuran dengan jenis sayuran seperti seperti Identifikasi komoditas pertanian
Cabai, Tomat, Kentang, Kubis, Sawi Putih, khususnya sayuran yang dibudidayakan
Mentimun, Buncis, Bayam, Terong, merupakan pijakan untuk menentukan
Kangkung, Wortel dan Bawang Daun. tanaman komoditas unggulan. Identifikasi
Sedangkan sawah tadah hujan digunakan tanaman yang dibudidayakan secara umum
untuk budidaya palawija seperti Jagung, Ubi terekam melalui data statistik tanaman
kayu dan talas. hortikultura dan verifikasi melalui visual di
Secara umum pola tanam sawah irigasi lapangan.
di Desa Gunungmanik adalah sayuran pada Dalam catatan rekapitulasi produksi
MT I (Nopember – Februari) pada MT II padi komoditas sayuran (BPS, 2017), Kecamatan
(Maret – Juni ) dan pada MT III ditanami juga Talaga memiliki 13 tanaman sayuran yang
jenis sayuran pada bulan Juli – Oktober. dibudidayakan (Bawang Daun, Kentang,
Tetapi di Blok Citaman pola tanam yang Kubis, Petsai, Wortel, Kacang Merah, Kacang
digunakan adalah sayuran pada setiap musim Panjang, Cabe Besar, Cabe Rawit, Jamur,
tanam, karena jenis lahan yang tidak cocok Tomat, Terung dan Ketimun). Oleh karena itu
ditanami padi. Pada musim tanam II yang ke 13 tanaman tersebut dapat dijadikan
ditanami padi dengan pertimbangan pijakan sebagai awal penentuan komoditas
ketersediaan air yang melimpah dan berakibat unggulan. Penelitian ini mengidentifikasi
kurang baik untuk budidaya tanaman sayuran. komoditas unggulan sayuran di Kecamatan
Usahatani sayuran yang dilakukan di Talaga dengan pendekatan keunggulan
Desa Gunungmanik adalah usahatani dengan komparatif komoditas menggunakan analisis
sistem monokultur dan tumpangsari. Jenis Location Quotient (LQ). Pendekatan ini
sayuran yang paling sering dijadikan sebagai tercermin melalui data luas panen atau data
tanaman tumpangsari adalah bawang daun. produksi dan mencerminkan potensi wilayah
Bawang daun ditumpangsarikan dengan tersebut terhadap suatu komoditas. Data yang
jenis sayuran lainnya seperti cabai. Hal ini digunakan untuk perhitungan LQ adalah data
dilakukan karena bawang daun tidak produksi tanaman sayuran per kecamatan
mempengaruhi pertumbuhan jenis sayuran tahun 2016 dengan wilayah agregat
lainnya. Jenis sayuran yang berada dalam satu Kabupaten. Suatu tanaman ditetapkan sebagai
rumpun memiliki risiko kerusakan yang tinggi tanaman basis apabila memiliki nilai LQ > 1.
karena rentan terserang penyakit. Oleh sebab Nilai tersebut merupakan perbandingan relatif
itu, petani menumpangsarikan sayuran yang antara kemampuan sektor (tanaman) yang
berbeda rumpun. Misalnya, cabai keriting sama terhadap daerah yang lebih luas dalam
dengan wortel atau bawang daun dengan suatu wilayah.
cabai. Hasil analisis LQ menunjukkan
Pada umumnya, petani melakukan kemampuan Kecamatan Talaga untuk
metode tumpang gilir dalam kegiatan memenuhi kebutuhan lokalnya terhadap suatu
usahanya, yakni tidak menanam jenis sayuran tanaman, serta lebih jauh menjelaskan tingkat
yang sama selama dua kali periode berturut- kemampuannya memenuhi kebutuhan daerah
turut. Misalnya, menanam kentang pada MT I lain karena surplus produksi. Hasil analisis
dan menanam padi pada MT II. Hal tersebut tersebut juga dapat menggambarkan bahwa
dilakukan agar tanaman tidak diserang tanaman-tanaman basis di daerah ini
penyakit dan untuk menjaga kesuburan tanah. mempunyai keunggulan komparatif
Selain itu, harga jual komoditas juga dibandingkan dengan daerah kecamatan
merupakan salah satu pertimbangan bagi lainnya yang memiliki nilai LQ < 1. Adapun
petani dalam menentukan jenis sayuran hasil nilai LQ komoditas sayuran di
yang akan ditanam. Kecamatan Talaga berdasarkan produksi
adalah sebagai berikut.

110
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019

Tabel 1. Hasil LQ (Location Quotient) berdasarkan produksi tanaman Sayuran di Kecamatan


Talaga tahun 2016

No. Tanaman Indeks LQ


1. Kentang 4,38
2. Kubis 3,79
3. Petsai/Sawi 3,15
4. Tomat 1,91
5. Wortel 1,87
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2018.

Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa Penerimaan usahatani kentang, kubis,


yang menjadi tanaman basis di Kecamatan petsay, tomat dan wortel adalah nilai hasil
Talaga adalah tanaman Kentang, Kubis, penjualan kentang, kubis, petsay, tomat dan
Petsay/Sawi, Tomat, dan Wortel. Kentang wortel selama satu musim, dimana
merupakan tanaman yang nilainya paling penerimaan merupakan hasil kali antara
menonjol (4,38), sedangkan lima tanaman lain jumlah hasil produksi dengan harga jual.
(Kubis, Petsay/Sawi, Tomat, dan Wortel) Besar kecilnya penerimaan tergantung dari
berada dikisaran 3,79-1,87 dan untuk tanaman jumlah produksi yang dihasilkan dan harga
sayuran lainnya nilai LQ < 1. Hasil ini yang diterima responden. Rata-rata produksi
menunjukkan bahwa Kentang, Kubis, kentang yang dicapai oleh petani responden
Petsay/Sawi, Tomat, dan Wortel jika dilihat adalah 18.85 ton/ha/Musim tanam, sedangkan
dari nilai produksinya secara komparatif lebih harga rata-rata yang diterima oleh responden
unggul dibandingkan dengan kecamatan- adalah Rp. 5.000,-/kg. Perincian hasil
kecamatan lain di kabupaten Majalengka. produksi kubis adalah 18.34 ton/ha/musim
tanam, dengan rata-rata harga adalah 1.500,-
Analisis Pendapatan Usahatani /kg ditambah dengan baby kol (sirung kol)
Penerimaan Usahatani 120 kg/ha dengan harga jual 4.000,-/kg.
Berhasilnya usahatani sangat ditentukan Produksi petsay/sawi petani responden adalah
oleh besarnya hasil produksi dan harga satuan 20.06 ton/ha/musim tanam dengan harga
hasil produksi pada saat panen dilakukan. l.500,-/kg. Untuk tomat produksi responden
Untuk mendapatkan hasil produksi yang sebesar 38,04 ton/ha/musim tanam dengan
tinggi pada dasarnya didalam usahatani selalu harga jual rata-rata 1.500,-/kg. Adapun
berpegang teguh pada pengolahan tanah yang produksi wortel responden sebesar 21,77
baik, penggunaan varietas yang unggul, ton/ha/musim tanam dengan rata-rata harga
pemberantasan hama dan penyakit yang baik, 2.700,-/kg. Penerimaan usahatani kentang,
pengairan yang cukup serta perlakuan kubis, petsay/sawi, tomat dan wortel per
pemupukan yang memadai. hektar pada Tabel 2.

Tabel 2. Penerimaan Usahatani sayuran diDesa Gunungmanik per Ha


Penerimaan
No. Jenis Sayuran Produksi
Harga rata-rata Penerimaan
(kg)
1. Kentang 18.850 5000,- 94.250.000,-
2. Kubis 18.337 1500,- 32.305.000,-
Baby kubis 1.200 4000,-
(sirung)
3. Petsai/Sawi 20.057 1500,- 30.085.500,-
4. Tomat 38.041 1500,- 57.061.500,-
5. Wortel 21.775 2700,- 58.792.500,-

Sumber : Data primer yang diolah.

111
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019

Pengeluaran Usahatani sayuran di Desa Gunungmanik adalah tenaga


Pengeluaran usahatani sayuran di Desa kerja luar keluarga yang terdiri dari tenaga
Gunungmanik terdiri dari biaya-biaya input kerja pria dan tenaga kerja wanita.
seperti bibit, pupuk, dan obat-obatan, biaya Penggunaan rata-rata input usahatani sayuran
tenaga kerja, dan sewa lahan. Tenaga kerja di Desa Gunungmanik dapat dilihat pada
yang digunakan dalam kegiatan usahatani Tabel 3. berikut.

Tabel 3. Penggunaan Input Usahatani Sayuran per Ha di Desa Gunungmanik.

Komoditas
Uraian
Kentang Kubis Petsay Tomat Wortel
Benih 45.225.000 810.000 600.000 900.000 19.200.000
Pupuk Kandang 1.856.000 984.000 2.408.000 2.584.000 1.528.000
Pupuk Kimia 3.283.000 1.273.162 1.789.828 2.078.754 1.363.537
Obat-obatan 1.950.000 1.060.000 1.410.000 2.328.000 855.000
Tenaga Kerja 19.908.000 8.800.000 8.232.000 16.184.000 10.584.000
Sewa Lahan 4.300.000 4.300.000 4.300.000 4.300.000 4.300.000
Perlengkapan 2.269.200 - - 7.314.600 -
Penyusutan 730.624 87.499 87.499 2.466.758 87.499
Total 79.521.824 17.314.661 18.827.328 38.156.113 37.918.037
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2018.

Komponen biaya terkecil adalah kandang adalah Rp.8.000/karung. Sedangkan


penyusutan peralatan, pada umumnya para pupuk kimia terdiri SP-36 dengan harga Rp.
buruh tani membawa peralatan sendiri 2500/kg, ZA dengan harga Rp. 1.400/kg, urea
pada saat melakukan kegiatan usahatani. dengan harga Rp 2.200/kg, NPK Mutiara
Sehingga petani tidak perlu menyediakan dengan harga Rp 11.000 per bungkus, dan
peralatan dalam jumlah yang banyak. Umur phonska dengan harga Rp.2.700/kg.
ekonomis peralatan yang dimiliki oleh petani Pengendalian hama dan penyakit
relatif sama. Adapun jenis peralatan yang tanaman, pada umumnya dilakukan oleh
digunakan dalam kegiatan usahatani sayuran petani dengan pengendalian secara kimia,
di Desa Gunungmanik yang terdiri dari yaitu kegiatan penyemprotan. Adapun jenis
sprayer dengan umur teknis lima tahun, obat-obatan yang digunakan terdiri dari
cangkul, kored dan parang. insectisida berupa Decis, callicron, furadan,
Besarnya biaya pengadaan benih amazon dan delta C. Sedangkan Fungisida
tergantung pada jenis sayuran yang yang digunakan adalah antracol, dithan dan
diusahakan, dimana harga benih untuk setiap dakonil. Komponen biaya lain yang
jenis sayuran berbeda. Harga benih kentang dikeluarkan oleh petani adalah biaya sewa
adalah Rp. 24.000,-/kg dengan varietas lahan dan biaya perlengkapan. Sewa lahan
Granola yang didapatkan petani dengan yang dibebankan kepada petani di Desa
membeli kepada daerah penjual di daerah Gunungmanik sekitar Rp 4.000.000/ha/tahun.
Maja dan Citaman, untuk kubis Rp.40.000,- Biaya perlengkapan juga merupakan
/pak, Petsay/sawi dengan harga 45.000,-/pak, komponen pengeluaran dalan usahatani, biaya
tomat 90.000,-/pak dan wortel 120.000,-/liter, perlengkapan tergantung pada jenis
benih kubis, petsay, tomat dan wortel perlengkapan yang digunakan. Perlengkapan
didapatkan petani pada toko pertanian yang digunakan oleh petani terdiri dari tali
terdekat, namun ada beberapa petani wortel rapia dan ajir. Tali rapia digunakan pada
yang menggunakan benih lokal. budidaya kentang dengan kisaran harga Rp.
Adapun kebutuhan pupuk yang 200,-/ajir dan tomat dengan harga Rp. 400,-
digunakan petani pupuk organik yaitu pupuk /ajir untuk mengikatkan batang tanaman pada
kandang yang berasal dari kotoran ayam yang ajir yang dipasang agar tanaman tumbuh
telah diolah terlebih dahulu, harga pupuk dengan tegak.

112
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019

Pendapatan Usahatani dan R/C Ratio analisis R/C ratio juga dilakukan dalam
Pendapatan usahatani merupakan salah penelitian ini untuk melihat berapa
satu indikator dari keberhasilan kegiatan penerimaan yang akan diperoleh petani dari
usahatani. Pendapatan usahatani juga dapat setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
memberikan gambaran mengenai keuntungan usahatani sayuran. Analisis R/C ratio juga
dari kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani digunakan untuk melihat keberhasilan
sayuran merupakan selisih dari penerimaan usahatani petani responden. Pendapatan
dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani usahatani dan R/C ratio per hektar petani
dalam kegiatan usahatani yang dilakukan. sayuran di Desa Gunungmanik pada Tabel
Selain analisis terhadap pendapatan usahatani, berikut.

Tabel 4. Pendapatan Usahatani Sayuran per Hektar di Desa Gunungmanik


Jenis Sayuran
Uraian Tomat Wortel
Kentang Kubis Petsay
Penerimaan 94.250.000 32.305.000 30.085.500 57.061.500 58.792.500
Total Biaya 79.521.824 17.314.661 18.827.328 38.156.113 37.918.037
Pendapatan 14.728.176 15.418.338 11.258.172 18.905.387 20.874.463
R/C Ratio 1,18 1,86 1,59 1,49 1,55
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2018.

Optimasi Pola Tanam Sayuran Perumusan Fungsi Kendala Optimalisasi


Penentuan Fungsi Tujuan Model Pola Tanam
Optimalisasi Jenis kendala dalam penelitian ini yang
Fungsi tujuan dalam penelitian ini ditetapkan untuk fungsi tujuan diatas terdiri
adalah memaksimalkan pendapatan bersih dari kendala lahan, kendala pembelian pupuk,
petani sayuran dengan kombinasi jenis kendala tenaga kerja, dan kendala modal
tanaman dan alokasi sumberdaya yang sendiri. Permintaan pasar tidak menjadi
optimal di lahan sawah irigasi Desa kendala bagi usahatani sayuran di Desa
Gunungmanik. Pendapatan usahatani Gunungmanik, karena tidak adanya data
diperoleh dengan mengurangi biaya total dari permintaan pasar.
seluruh penerimaan. Secara matematis model 1. Kendala Penggunaan Lahan
Linear Programming seperti terlihat pada Luasan lahan yang digunakan dalam
persamaan 1. analisis optimasi adalah dalam satuan hektar,
ketersediaan lahan yang digunakan untuk
kegiatan usahatani adalah rata-rata lahan yang
………..(1) dimiliki petani dengan luas lahan total 12.368
ha. Ketersediaan lahan ini digunakan sebagai
nilai ruas kanan kendala lahan.
Dimana : 2. Penggunaan Tenaga Kerja
Z = pendapatan Kendala tenaga kerja keluarga adalah
Qij = pendapatan setiap jenis ketersediaan tenaga kerja keluarga yang
tanaman/budidaya j yang dihasillkan digunakan dalam kegiatan produksi sayuran
pada MT ke i (Rp/kg) dalam setahun. Tenaga kerja dibedakan
Lij = luas lahan yang digunakan petani berdasarkan jenis kelamin dan musim tanam.
untuk jenis tanaman/budidaya j pada Pembedaan menurut jenis
MT ke i kelamin terdiri dari tenaga kerja pria dan
i = musim tanam (MT) i = 1 dan 3 tenaga kerja wanita. Sedangkan pembedaan
j = jenis komoditas/budidaya sayuran menurut musim tanam adalah MT I dan MT
III.
Besarnya ketersediaan tenaga kerja
dihitung berdasarkan konsep angkatan kerja
yang tersedia pada rumah tangga petani

113
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019

dengan asumsi bahwa jumlah hari kerja Analisis data menunjukkan pola tanam
efektif untuk pria adalah 300 hari dalam sayuran optimal yang disarankan kepada
setahun dan jumlah hari kerja untuk wanita petani untuk diusahakan. Pola tanam optimal
adalah 220 hari dalam setahun (Rukasah, dapat dilihat dari nilai reduced cost pada pola
1974 dalam Sunarno). Dalam penelitian ini tanam tersebut bernilai nol. Jenis sayuran
terdapat tiga musim tanam. Dengan demikian, yang terpilih dalam skema optimal adalah
jumlah ketersediaan tenaga kerja dalam satu sayuran yang dapat memberikan pendapatan
musim tanam adalah 100 hari untuk pria dan maksimum dengan keterbatasan sumberdaya
73.33 untuk wanita. Nilai koefisien tenaga yang ada. Pola tanam yang memiliki nilai
kerja merupakan kebutuhan rata-rata tenaga reduced cost yang tidak sama dengan nol
kerja per hektar dan dinyatakan dengan tanda tidak disarankan untuk diterapkan oleh
positif. petani. Jika pola tanam tersebut diterapkan,
3. Penggunaan Pupuk maka pendapatan usahatani akan berkurang
Pupuk yang digunakan diasumsikan sebesar nilai reduced cost pada masing-
berasal dari pembelian, meskipun ada masing pola tanam.
sebagian pupuk kandang yang berasal dari Pola tanam yang optimal dalam
ternak milik petani sendiri. Kendala pupuk penelitian ini adalah wortel dan kubis pada
masing-masing jenis pola budidaya dibatasi musim tanam I serta kentang dan kubis pada
oleh rata-rata ketersediaan masing-masing musim tanam III. Jumlah petani yang sudah
jenis pupuk oleh petani selama satu musim menerapkan pola tanam optimal adalah
tanam. Nilai koefisien yang digunakan pada sebanyak 24.11% dari keseluruhan atau 10
kendala pupuk ini merupakan rata-rata petani dari jumlah petani responden yang
penggunaan setiap jenis pupuk dalam masing- jumlah totalnya 41 orang. Hal ini
masing pola budidaya. menunjukkan bahwa pendapatan usahatani
4. Penggunaan Modal Sendiri masih dapat ditingkatkan dengan menerapkan
Modal sendiri yang digunakan dalam pola tanam optimal yang disarankan.
penelitian ini adalah pengeluaran sayuran. Hasil analisis optimasi pola tanam
Asumsinya adalah bahwa tingkat pengeluaran menunjukan bahwa nilai fungsi tujuan
usahatani sayuran petani sama setiap pendapatan usahatani pada kondisi optimal
tahunnya. Jumlah rata-rata modal sendiri yang adalah sebesar 37.494.830,- per hektar selama
dimiliki oleh petani adalah Rp. 28.054.034.75 dua musim tanam. Selain itu, analisis primal
pada MT I dan 38.454.981.5 pada MT III. menunjukkan besarnya biaya yang
dikeluarkan pada setiap aktivitas dalam skema
Pola Tanam Optimal optimal. Penggunaan input usahatani yang
Analisis optimasi dengan menggunakan dianjurkan sesuai dengan hasil analisis
Linear Programming terdiri dari analisis optimalisasi, dapat diketahui bahwa total
primal, analisis dual dan analisis sensitivitas. biaya penggunaan tenaga kerja, penggunaan
Analisis Primal, dilakukan untuk mengetahui pupuk dan ketersediaan modal secara umum
kombinasi pola tanam yang paling optimal sudah optimal, sehingga apabila dilakukan
dalam kegiatan usahatani dengan sumberdaya penambahan tenaga kerja akan mengurangi
yang tersedia. Analisi Dual, dilakukan untuk pendapatan sebesar nilai reduces cost.
menilai sumberdaya yang digunakan oleh
petani dengan melihat nilai slack/surplus dan Analisis Dual
nilai dualnya (dual price). Sedangkan Analisis Analisis dual memperlihatkan
Sensitivitas (kepekaan) dilakukan setelah penggunaan sumberdaya yang optimal dalam
kombinasi jenis tanaman dan alokasi kegiatan produksi usahatani. Penilaian
sumberdaya optimal tercapai. Analisis ini terhadap langka atau tidaknya suatu
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana sumberdaya yang menjadi kendala dapat
perubahan (naik atau turun) pendapatan yang dilihat dari nilai slack atau surplus.
diperbolehkan dari aktivitas budidaya Sumberdaya langka ditunjukan oleh slack atau
sayuran. surplus bernilai nol, artinya sumberdaya
tersebut habis terpakai dalam kegiatan
Analisis Primal usahatani atau sebagai sumberdaya pembatas.

114
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019

Kendala pembatas ini merupakan kendala harga bayangan (shadow price) dari
aktif, artinya apabila penggunaannya sumberdaya tersebut. Penambahan satu satuan
ditambah sebesar satu satuan maka sumberdaya akan menyebabkan perubahan
pendapatan usahatani akan meningkat sebesar nilai tujuan sebesar nilai shadow price-nya.
dual price. Sumberdaya yang merupakan kendala utama
Nilai dual (dual price) dari sumberdaya adalah sumberdaya yang memiliki nilai
yang langka atau sumberdaya pembatas akan shadow price terbesar.
lebih besar dari nol dan merupakan harga Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai
bayangan (shadow price) dari sumberdaya dual price terbesar pada daerah penelitian
tersebut. Setiap perubahan satu unit adalah kendala tenaga kerja pria pada musim
ketersediaan akan menyebabkan perubahan tanam ketiga, yaitu sebesar 1.357.000,- nilai
nilai tujuan sebesar shadow price-nya. tersebut menunjukkan penambahan satu
Sumberdaya yang menjadi kendala utama hektar lahan akan meningkatkan pendapatan
dalam mencapai hasil yang optimal dapat usahatani sebesar Rp.1.357.000,-.
dilihat dari kendala yang memiliki shadow
price terbesar. Analisis Sensitivitas
Sumberdaya yang memiliki nilai slack Analisis sensitivitas atau kepekaan
atau surplus lebih besar dari nol merupakan dilakukan untuk melihat pengaruh dari
sumberdaya berlebih/tidak habis terpakai. perubahan pendapatan dalam kegiatan
Nilai dual dari sumberdaya berlebih ini produksi sayuran serta adanya kemungkinan
bernilai nol, hal ini menunjukan bahwa perubahan ketersediaan sumberdaya yang
penambahan satu satuan nilai ruas kanan menjamin tidak adanya perubahan pada
kendala-kendala tersebut tidak akan keadaan optimum. Hasil olahan optimal
mempengaruhi nilai fungsi tujuan. Sehingga memberikan dua analisis sensitivitas, yaitu
apabila petani menambahkan sumberdaya analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan
berlebih tersebut maka petani tidak akan dan analisis sensitivitas ruas kanan kendala.
mendapatkan tambahan manfaat ataupun Masing-masing analisis ini memberikan
pendapatan. kepekaan bagi solusi optimal yang ditunjukan
Sumberdaya yang digunakan oleh oleh selang yang dibatasi nilai maksimum
petani di Desa Gunungmanik sebagian besar (allowable increase) dan nilai minimum
merupakan sumberdaya berlebih. Hal ini (allowable decrease). Solusi optimal tidak
ditunjukan dengan nilai dual yang mayoritas akan berubah selama perubahan pada fungsi
bernilai nol. Kelebihan sumberdaya ini berasal tujuan berada pada selang kepekaan. Hasil
dari rata-rata penggunaan sumberdaya petani analisis sensitivitas dibagi menjadi dua, yaitu
yang menjadi ketersediaan aktual sumberdaya analisis sensitivitas untuk jenis kegiatan dan
yang jumlahnya relative lebih besar dari analisis sensitivitas untuk kendala.
kebutuhan dalam analisis pola optimal. Agar
petani lebih efisien dalam berproduksi, A. Analisis Sensitivitas Jenis Kegiatan
sebaiknya petani dapat mengurangi Analisis sensitivitas untuk jenis
ketersedian sumberdaya berlebih tersebut kegiatan memperlihatkan selang kepekaan
dengan tetap memperhatikan kualitas maupun untuk perubahan pendapatan setiap budidaya
kuantitas dari hasil produksi. Sumberdaya yang disarankan diusahakan pada pola tanam
pembatas dalam penelitian ini adalah Tenaga setiap musim tanamnya yang menjamin tidak
kerja pria pada MT I dan MT III, Pupuk urea mempengaruhi solusi optimal. Analisis
pada MT III dan modal pada musim tanam I. sensitivitas untuk perubahan pendapatan
Nilai dual dari sumberdaya yang petani sayuran pada pola tanam optimal
langka atau sumberdaya pembatas merupakan terdapat pada Tabel berikut ini.

115
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019

Tabel 5. Selang Kepekaan Perubahan Pendapatan pada Analisis Pola Tanam Optimal di Desa
Gunungmanik
Selang Kepekaan
Aktivitas Koefisien (Rp)
Batas Bawah Batas Atas
MT I
Wortel 20.874.463 19.037.727 22.163.538
MT III
Kubis 15.418.338 13.857.008 18.085.046
Kentang 14.720.176 12.548.451 16.577.719
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2018.

Berdasarkan Tabel 5. setiap aktivitas ketersediannya akan sangat mempengaruhi


yang dilakukan pada kondisi optimal memiliki solusi optimal.
batas penurunan dan kenaikan pedapatannya, Analisis sensitivitas ruas kanan kendala
artinya jika terjadi pengurangan atau atau Right Hand Side (RHS) berkaitan juga
peningkatan pendapatan diluar batasnya pada dengan status sumberdaya yang bersangkutan.
koefisien nilai fungsi tujuan, dimana Apabila suatu sumberdaya merupakan kendala
pendapatan setiap aktivitas budidaya adalah pembatas maka sumberdaya tersebut memiliki
setiap 1 ha. Maka pendapatan total kondisi nilai kenaikan dan penurunan sebesar nilai
optimal akan berubah. Keanaikan Aktivitas tertentu, sedangkan jika suatu sumber daya
wortel memiliki selang kepekaan antara bukan merupakan sumberdaya terbatas maka
19.037.727,- dan 22.163.538,- artinya apabila akan memiliki nilai kenaikan yang tidak
pendapatan petani dari wortel mengalami terbatas (infinity) dan nilai penurunan sebesar
penurunan hingga menjadi Rp. 19.037.727,- nilai slack atau surplusnya. Batas ruas kanan
atau peningkatan hingga menjadi 22.163.538,- kendala sumberdaya terdiri dari lahan, jumlah
maka pendapatan total petani kondisi optimal hari tenaga kerja pria dan wanita, pupuk dan
tidak akan berubah. Sedangkan untuk kubis modal sendiri yang dimiliki petani.
pada musim tanam ketiga haruslah berada Analisis sensitivitas ruas kanan kendala
antara 13.857.008,- hingga 18.085.046,-. untuk perubahan ketersediaan sumberdaya
Untuk kentang sebagai alternative lain yang petani sayuran pada analisis pola tanam
terdapat pada analisis ini dikatakan cukup optimal terdapat pada Lampiran 14.
optimal adalah harus berada antara Berdasarkan data selang kepekaan perubahan
12.548.451,- hingga 16.577.719,-. ketersediaan sumberdaya pada analisis pola
tanam optimal petani Desa Gunungmanik
B. Analisis Sensitivitas Ruas Kanan Kendala lahan musim tanam pertama dan ketiga,
Analisis sensitivitas ruas kanan kendala tenaga kerja wanita, pupuk (kandang, SP-36,
dalam penelitian ini menunjukan selang ZA, urea musim tanam I, NPK, Phonska) dan
perubahan ketersediaan sumberdaya yang modal pada musim tanam ketiga bukan
tetap mempertahankan kondisi optimal dan merupakan kendala pembatas sehingga nilai
tidak merubah nilai dual pricenya. Selang kenaikan yang diperbolehkan adalah tidak
perubahan ditunjukan oleh nilai kenaikan terbatas (Infinity) dan nilai penurunan yang
yang diperbolehkan (allowable increase) dan diperbolehkan adalah sebesar nilai slack atau
penurunan yang dibolehkan (allowable surplus masing-masing.
decrease). Jika perubahan nilai ruas kanan Ketersediaan hari kerja wanita yang
kendala masih berada dalam selang tersebut dimiliki petani pada kondisi optimal masih
maka tidak akan menyebabkan perubahan berlebih sebanyak 35 hari, oleh karena itu jika
nilai dual price, sebaliknya perubahan diluar petani melakukan penambahan jumlah hari
selang akan menyebabkan perubahan nilai kerja berapapun juga maka kondisi optimal
dual price. Semakin sempit perubahan selang tidak akan berubah. Sedangkan jika jumlah
menunjukan bahwa sumberdaya tersebut hari kerja wanita dikurangi hingga lebih
merupakan sumberdaya yang paling penting rendah dari nilai ketersediaan yang berlebih
dalam produksi sayuran karena perubahan tersebut maka hari orang kerja akan menjadi

116
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019

pembatas yang akan dapat menambah 1. Hasil Location Quotient (LQ) berdasarkan
pendapatan petani sebesar nilai dual price. produksi tanaman Sayuran di Kecamatan
Sumberdaya tenaga kerja pria dan urea Talaga tahun 2016 adalah tanaman
musim tanam III merupakan sumberdaya Kentang, Kubis, Petsay/Sawi, Tomat, dan
langka atau pembatas untuk petani, karena Wortel. Kentang merupakan tanaman
memiliki nilai kenaikan dan penurunan yang yang nilainya paling menonjol (4,38),
diperbolehkan sebesar nilai tertentu. Kendala sedangkan empat tanaman lain (Kubis,
tenaga kerja pria musim tanam pertama dapat petsai, Tomat, dan Wortel) berada
dinaikan sebesar 20,2 hari dan penurunan dikisaran 3,79-1,87.
yang diperbolehkan adalah 6,5 hari, 2. Analisis pendapatan usahatani komoditas
sedangkan pada musim tanam ketiga kenaikan sayuran unggulan menggunakan R/C
sebesar 15 hari dan penurunan yang Ratio dengan hasil tanaman kentang 1,18,
diperbolehkan adalah sebesar 59 hari. Nilai kubis 1,86, petsay 1,59, tomat 1,49 dan
kenaikan yang diperbolehkan untuk kendala wortel 1,55.
pupuk urea pada musim tanam pertama adalah 3. Pola tanam sayuran yang dilakukan oleh
sebesar 8,1 kg dan penurunan yang petani masih belum optimal. Hal ini
diperbolehkan adalah 43 kg. Hal ini berarti terlihat dari tingkat pendapatan yang
pupuk urea yang digunakan pada musim dihasilkan pada kondisi optimal lebih
tanam pertama harus berada diantara 8,1 kg tinggi dari pada kondisi aktual. Pada
hingga 43 kg agar kondisi optimal tidak kondisi optimal pendapatan petani dapat
berubah. Jika penggunaan pupuk urea mencapai hingga Rp. 36.369.210. Pola
ditingkatkan lebih dari 43 kg maka kendala tanam dalam skema optimal hanya 3
lahan tidak lagi menjadi kendala pembatas (tiga) kombinasi yaitu petsay di musim
dan nilai dual price kendala tersebut menjadi tanam pertama dengan kubis musim
nol, atau petani tidak akan memperoleh tanam ketiga, wortel di musim tanam
tambahan pendapatan. pertama dengan petsay di musim tanam
Jumlah petani yang sudah menerapkan ketiga dan wortel pada musim tanam
pola tanam optimal adalah sebanyak 19,49 %, pertama dengan kubis dimusim tanam
sebagian besar belum menerapkan pola tanam ketiga.
tersebut, karena umur tanaman Kubis yang
relatife lama seringkali membuat petani SARAN
kurang dalam membudidayakan kubis, selain Berdasarkan kesimpulan diatas maka
itu tanaman wortel yang dalam analisis penyusun dapat menyarankan beberapa hal
usahatani mempunyai pendapatan yang tinggi sebagai berikut:
juga masih belum dibudidayakan secara 1. Untuk memperoleh hasil usahatani yang
maksimal oleh petani di lokasi penelitian, optimal dengan memilih komoditas
karena pada dasarnya petani responden selalu wortel, petsai dan kubis untuk
meneruskan kebiasaan pola tanam dengan dibudidayakan karena komoditas tersebut
jenis komoditas yang sama pada setiap menjadi basis atau menjadi sumber
tahunnya, tanpa terlebih dahulu merencanakan pertumbuhan.
komoditas yang unggul secara kompetitif. 2. Pendapatan yang maksimal merupakan
Padahal dalam kegiatan budidaya tanamam tujuan utama dari kegiatan usahatani,
wortel cukup sederhana, tidak adanya sehingga diharapkan dengan adanya
persemaian dan jika dibandingkan dengan pengkajian mengenai analisis pendapatan
tanaman lain cukup tahan terhadap serangan usahatani dapat menjadi bahan
hama dan penyakit. pertimbangan dalam melakukan
usahatani, agar hasil yang didapatkan
KESIMPULAN sesuai dengan apa yang diharapkan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat 3. Diharapkan bagi petani agar dapat
disimpulkan beberapa hal mengenai Optimasi mengikuti pola tanam skema optimal,
Pola Tanam Komoditas Sayuran yang karena akan lebih menguntungkan bagi
dilakukan di Desa Gunungmanik diperoleh petani itu sendiri. Dalam hal ini penerapan
kesimpulan sebagai berikut : pola tanam perlu dukungan dari semua

117
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 7 Nomor 1 Juli 2019

stakeholder, baik dari unsur pemerintah


sebagai pengambil kebijakan maupun
petani sebagai pelaksana langsung di
lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
BADAN PUSAT STATISTIK (BPS). 2017.
Kabupaten Majalengka dalam
Angka 2017. Majalengka: Badan
Pusat Statistik.
BADAN PUSAT STATISTIK (BPS). 2017.
Kecamatan Talaga dalam Angka
2017. Majalengka: Badan Pusat
Statistik.
BADAN PUSAT STATISTIK (BPS). 2017.
Produksi dan Luas Panen Sayuran di
Indonesia Tahun 2016. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
MULYANA, MUHAMMAD. 2010. Optimasi
pola tanam untuk pengembangan
Kawasan Agropolitan Selupu
Rejang, Kabupaten Rejang Lebong,
Provinsi Bengkulu [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
PEMERINTAH DESA GUNUNG MANIK,
2018.Profil Desa Gunungmanik Dan
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa Gunungmanik.

118
eJournal Sosiatri-Sosiologi 2019, 7 (3): 54-67
ISSN 0000-0000, ejournal.sos.fisip-unmul.ac.id
© Copyright 2019

STRATEGI BERTAHAN HIDUP PETANI GUREM


DI DESA TUKUL KECAMATAN TERING
KABUPATEN KUTAI BARAT
Andreas Assan1

Abstrak
Desa Tukul merupakan salah satu Desa di Kalimantan Timur yang terletak di
Kecamatan Tering Kabupaten Kutai Barat dengan jumlah penduduk menurut mata
pencaharian sebesar 637 orang yang terdiri dari berbagai profesi seperti
pedagang, pegawai negeri sipil, petani dan pegawai perusahaan swasta dengan
luas desa 7,05 km2. Mayoritas penduduk di Desa Tukul menggantungkan hidup
pada sektor pertanian. Sebagian besar petani di Desa Tukul merupakan petani
gurem dan tergolong miskin. Kemiskinan membuat petani gurem tidak bisa
memenuhi semua kebutuhan keluarganya, sehingga keluarga petani gurem harus
menerapkan strategi bertahan hidup agar tetap bisa hidup ditengah keterbatasan
yang dimiliki. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana strategi
bertahan hidup petani Gurem di Desa Tukul Kecamatan Tering Kabupaten Kutai
Barat”. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Bagaimana strategi
bertahan hidup petani gurem di Desa Tukul Kecamatan Tering Kabupaten Kutai
Barat, dan penelitian ini juga dimaksudkan untuk menambah khasanah keilmuan dan
menjadi acuan agar instansi terkait dapat mengambil tindakan agar ada solusi bagi
para petani Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Tempat penelitian ditentukan dengan menggunakan metode purposive
area. Penentuan subjek menggunakan metode snowball sampling. Metode
pengumpulan data yang digunakan terdiri dari metode wawancara, observasi, dan
dokumen. Analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat tiga strategi yang dilakukan petani gurem untuk tetap bertahan hidup
yaitu: strategi aktif, strategi pasif dan strategi jaringan. Strategi aktif yang
dilakukan petani gurem yaitu dengan mencari pekerjaan sampingan, angota
keluarga ikut bekerja dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Strategi
pasif yang dilakukan petani kecil yaitu dengan menerapkan pola hidup hemat.
Strategi jaringan yang yang dilakukan petani gurem yaitu meminta bantuan kepada
jaringan sosial yang mereka miliki, baik jaringan formal maupun jaringan
informal.

Kata kunci: Strategi, Bertahan Hidup, Petani Gurem, Desa Tukul.

1
Mahasiswa Program S1 Sosiatri-Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Mulawarman. Email: andreasaasssn@gmail.com
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)

Pendahuluan
Petani Gurem di Desa Tukul juga memiliki tingkat pendidikan yang
rendah. Sebagian besar petani lahan kecil di Desa Tukul merupakan lulusan
SD, kualitas pendidikan yang rendah berdampak pada kurangnya
pengetahuan dan akses pasar yang dimiliki petani. Hal ini menyebabkan
para petani gurem masih tergantung pada tengkulak dalam menjual hasil
panennya. Ketergantungan petani Gurem terhadap tengkulak sering
dimanfaatkan tengkulak untuk mengambil keuntungan. Banyak tengkulak yang
memainkan harga, membeli hasil panen petani dengan harga murah dan
menerapkan sistem pembelian yang merugikan petani. Sistem pembelian yang
digunakan tengkulak untuk membeli padi adalah sistem tebasan atau
pembelian secara tafsiran, biasanya dilakukan setelah padi mulai menguning.
sedangkan untuk sistem pembayaran para tengkulak biasanya membayar uang
panjer atau uang muka terlebih dahulu, dan sisanya akan dibayar setelah
tengkulak menjual beras. Penjualan melalui tengkulak terpaksa dilakukan oleh
para petani lahan kecil karena mereka tidak bisa menjual hasil panen nya
sendiri.
Kemudian kebutuhan yang perlu dipenuhi keluarga petani Gurem setelah
kebutuhan pangan adalah kebutuhan sandang. Kebutuhan sandang merupakan
kebutuhan petani terhadap pakaian, para petani harus bisa memenuhi
kebutuhan pakaian keluarganya karena pakaian merupakan simbol manusia
sebagai mahluk yang berbudaya. Kebutuhan pakaian yang diperlukan oleh
masing-masing keluarga petani terdiri dari pakaian kerja, pakaian ibadah,
pakaian untuk berpergian serta perlengkapnya seperti sandal. Kebutuhan
papan atau perumahan merupakan kebutuhan keluarga petani untuk memiliki
tempat tinggal atau rumah. Para petani harus bisa memberikan tempat
tinggal yang layak pada keluarganya, agar mampu melindungi keluarganya dari
cuaca panas maupun hujan.
Kebutuhan kesehatan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi ketika
seseorang sedang sakit, para petani didesa tukul harus bisa memenuhi
kebutuhan kesehatan ketika dirinya atau anggota keluarganya bila sedang sakit
tetapi sayang nya hal itu terkadang tidak dapat dipenuhi dengan baik karna banyak
hal seperti tidak memeiliki biaya untuk berobat dan belum lagi masalah umum
dipedesaan atau perkampungan lebih percaya terhadap pengobatan alternatif
daripada perawatan secara medis, terkadang ketika seseorang mengalami sakit
hanya dibawa ke dokter atau rumah sakit ketika kondisi nya sudah sangat parah
atau sudah mengalami masa kritis hal tersebut yang saya sangat sayangkan,
sedangkan untuk pendidikan sanak keluarga para petani juga sangat jauh dari kata
baik mereka harus bisa memenuhi kebutuhan dasar pendidikan anaknya seperti
seragam, tas sekolah, sepatu, buku, alat tulis, uang saku serta iuran untuk
sekolah seperti SPP dan uang gedung padahal untuk memenuhi kebutuhan sehari

55
eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 7, Nomor 3, 2019: 54-67

hari pun sangat susah dan hal tersebutlah yang membuat kebanyakan anak anak
atau cucu para petani tidak terlalu mengedepankan masalah pendidikan dihidup
mereka bisa dilihat dari contoh bila sedang musim tanam atau pun musim panen
anak anak lebih banyak membolos dan pergi membantu orang tua mereka untuk
bercocok tanam dan mengurus lahan pertanian mereka dan alasannya pun sangatlah
kuat yaitu agar dapat membantu orang tua bertani agar dapat menanam dilahan
yang lebih besar supaya hasil nya pun lebih banyak untuk menopang kehidupan
sehari hari.
Pendapatan petani G u r e m yang tergolong rendah tidak mampu untuk
memenuhi semua kebutuhan keluarga mereka dan hal tersebutlah yang melatar
belakangi penulis mengangkat topik ini agar banyak orang paham bagaimana
rumit nya kehidupan petani Gurem didesa Tukul Kecamatan Tering, dan agar
dinas dan instansi terkait dapat mengetahui perihal tersebut dan dapat membantu
mencari solusi dan penanggulangan nya kedepan agar masalah yang para petani
alami sekarang tidak terus berlarut larut dan mendapatkan solusi secepat nya, oleh
karna itu peneliti mengangkat judul “STRATEGI BERTAHAN HIDUP PETANI
GUREM DI DESA TUKUL KECAMATAN TERING KABUPATEN KUTAI
BARAT”.

Kerangka Dasar Teori


Teori Aksi ( Action Theory )
Syamsir (2006: 9) menjelaskan teori ini sepenuhnya mengikuti karya Max
Weber. Tokoh teori ini antara lain Plorient Znaniccki, Robert Max Iver, Talcott
Parson, Hinkle Parto dan Durkheim. Asumsi dasar teori aksi adalah bahwa
tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi
eksternal dalam posisinya sebagai objek. Sebagai subjek manusia bertindak atau
berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu.
Beberapa asumsi fundamental teori aksi yang dikemukakan oleh Linkle
merujuk karya Max Iver Znanniccki dan Parson dalam Syamsir (2006: 9-10)
adalah sebagai berikut :
1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari
situasi dalam posisinya sebagai objek.
2. Sebagai subjek manusia bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, serta perangkat
yang cocok untuk mencapai tujuan.
4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak dapat
diubah dengan sendirinya.
5. Manusia memilih menilai mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang
dan yang telah dilakukannya.

56
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)

6. Aturan ukuran prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan


keputusan studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik
penemuan yang bersifat subjektif.
Dengan demikian, bahwa tindakan manusia muncul dari kesadarannya
sendiri sebagai subjek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek.
Sebagai subjek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan
tertentu.

Konsep Strategi
Manusia seperti mahluk hidup lainnya, memiliki naluri untuk
mempertahankan hidupnya dan hidup lebih lama. Usaha ini dikendalikan oleh
pokok dari hidup yaitu, hidup dalam situasi apapun dengan lebih berkualitas dari
pada sebelumnya. Ini adalah ide dasar dari bertahan hidup. Bagaimana pun, untuk
memperoleh tujuan ini seseorang harus mempersiapkan banyak taktik untuk
hidup., dimanifestasikan dalam satu kesatuan sistematis. Untuk memahami apa itu
strategi bertahan hidup, seseorang harus memahami konsep dari strategi.
Berdasarkan analisis kebijakan sosial, strategi aadalah satu set pilihan dari
alternatif-alternatif yang ada. Sebagai bagian dari teori pilihan rasional, analisis
strategi tidak hanya dapat digunakan dalam medan kehidupan ekonomi, tetapi juga
dalam medan politik, kekuasaan, dan pembangunan (Crow dalam Dharmawan,
2001).

Strategi Bertahan hidup


Menurut Suharto (2009: 31) strategi bertahan hidup dalam mengatasi
goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai strategi.
Strategi bertahan hidup dapat digolongkan menjadi 3 kategori yaitu srategi aktif,
strategi pasif dan strategi jaringan. Berikut akan dijelaskan secara lebih rinci
strategi-strategi bertahan hidup.

Strategi Aktif
Strategi aktif merupakan strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara
memanfaatkan segala potensi yang dimiliki. Menurut Suharto (2009: 31) strategi
aktif merupakan strategi yang dilakukan keluarga miskin dengan cara
mengoptimalkan segala potensi keluarga (misalnya melakukan aktivitasnya
sendiri, memperpanjang jam kerja dan melakukan apapun demi menambah
penghasilannya). Strategi aktif yang biasanya dilakukan petani kecil adalah
dengan diversifikasi penghasilan atau mencari penghasilan tambahan dengan cara
melakukan pekerjaan sampingan. Menurut Stamboel (2012: 209) diversifikasi
yang dilakukan petani miskin merupakan usaha agar petani dapat keluar dari
kemiskinan, deversifikasi yang bisa dilakukan antara lain berdagang, usaha
bengkel maupun industri rumah tangga lainnya. Sedangkan menurut Andrianti

57
eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 7, Nomor 3, 2019: 54-67

(dalam Kusnadi, 2000: 192) salah satu strategi yang digunakan oleh rumah tangga
untuk mengatasi kesulitan ekonomi adalah dengan mendorong para isteri untuk
ikut mencari nafkah. Bagi masyarakat yang tegolong miskin mencari nafkah bukan
hanya menjadi tanggung jawab suami semata tetapi menjadi tanggung jawab
semua anggota keluarga sehingga pada keluarga yang tergolong miskin isteri juga
ikut bekerja demi membantu menambah penghasilan dan
mencukupi kebutuhan keluarganya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud strategi
aktif adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan seseorang atau keluarga
dengan cara memaksimalkan segala sumber daya dan potensi yang dimiliki
keluarga mereka.

Strategi Pasif
Strategi pasif merupakan strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara
meminimalisir pengeluaran keluarga sebagaimana pendapat Suharto (2009: 31)
yang menyatakan bahwa strategi pasif adalah strategi bertahan hidup dengan cara
mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya biaya untuk sandang, pangan,
pendidikan, dan sebagainya). Strategi pasif yang biasanya dilakukan oleh petani
kecil adalah dengan membiasakan hidup hemat. Hemat dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagai sikap berhati-hati, cermat, tidak boros dalam
membelanjakan uang. Sikap hemat merupakan budaya yang telah dilakukan oleh
masyarakat desa terutama masyarakat desa yang tergolong dalam petani miskin.
Menurut Kusnadi (2000: 8) strategi pasif adalah strategi dimana individu
berusaha meminimalisir pengeluaran uang, strategi ini merupakan salah satu cara
masyarakat miskin untuk bertahan hidup. Pekerjaan sebagai petani Gurem yang
umumnya dilakukan oleh masyarakat desa membuat pendapatan mereka relative
kecil dan tidak menentu sehingga petani kecil di pedesaan lebih memprioritaskan
kebutuhan pokok seperti kebutuhan pangan daripada kebutuhan lainnya. Pola
hidup hemat dilakukan petani Gurem agar penghasilan yang mereka terima bisa
untuk mencukupi kebutuhan pokok keluarga mereka. Petani kecil biasanya
menerapkan hidup hemat dengan cara berhati-hati dalam membelanjakan uang
mereka. Sikap hemat terlihat pada kebiasaan keluarga petani kecil yang
membiasakan untuk makan dengan lauk seadanya dan hanya membeli daging
ketika hari besar seperti hari raya idul fitri.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud strategi
pasif adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara selektif, tidak
boros dalam mengatur pengeluaran keluarga.

Strategi Jaringan
Strategi jaringan adalah strategi yang dilakukan dengan cara memanfaatkan
jaringan sosial. Menurut Suharto (2009: 31) strategi jaringan merupakan strategi

58
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)

bertahan hidup yang dilakukan dengan cara menjalin relasi, baik formal maupun
dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan (misalnya meminjam
uang kepada tetangga, mengutang di warung atau toko, memanfaatkan program
kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank dan sebagainya). Menurut
Kusnadi (2000: 146) strategi jaringan terjadi akibat adanya interaksi sosial yang
terjadi dalam masyarakat, jaringan sosial dapat membantu keluarga miskin ketika
membutuhkan uang secara mendesak. Secara umum strategi jaringan sering
dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang tergolong miskin adalah dengan
meminta bantuan pada kerabat atau tetangga dengan cara meminjam uang. Budaya
meminjam atau hutang merupakan hal yang wajar bagi masyarakat desa karena
budaya gotong royong dan kekeluargaan masih sangat kental dikalangan
masyarakat desa. Strategi jaringan yang biasanya dilakukan petani kecil adalah
memanfaatkan jaringan sosial yang dimiliki dengan cara meminjam uang pada
kerabat, bank dan memanfaatkan bantuan sosial lainnya. Bantuan sosial yang
diterima petani kecil merupakan modal sosial yang sangat berperan sebagai
penyelamat ketika keluarga petani kecil yang tergolong miskin membutuhkan
bantuan sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Stamboel (2012: 244)
yang mengatakan bahwa modal sosial berfungsi sebagai jaring pengaman social
bagi keluarga miskin. Bantuan dalam skala keluarga besar, komunitas atau dalam
relasi pertemanan telah banyak menyelamatkan keluarga miskin.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud strategi
jaringan adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara meminta
bantuan kepada kerabat, tetangga dan relasi lainnya baik secara formal maupun
informal ketika dalam kesulitan, seperti meminjam uang ketika memerlukan uang
secara mendadak.

Petani Gurem
Petani adalah seseorang yang bergerak dibidang pertanian, utamanya
dengan cara melakukan pengelolahan tanah dengan cara untuk menumbuhkan
dan memelihara tanaman seperti padi, sayur dan tanaman lainnya dengan tujuan
untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri
ataupun menjualnya kepada orang lain (http://id.wikipedia.org/wiki/Petani).
Istilah petani dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai seseorang
yang memiliki sawah atau kebun sendiri dan pekerjaannya bercocok tanam.
Penjelasan di atas sesuai dengan pendapat Soejono (2005: 19) yang menyatakan
bahwa petani adalah semua orang yang menggantungkan hidup dengan cara
mengolah lahan pertanian. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa petani tidak dapat dipisahkan dari lahan pertanian, seseorang disebut
petani apabila memiliki sawah dan hidup dari hasil mengolah sawah tersebut.
Tingkatan seorang petani dapat diukur dari kepemilikan lahan pertanian
sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Amaluddin (dalam Yuswadi,

59
eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 7, Nomor 3, 2019: 54-67

2005: 1), yang menyatakan bahwa secara garis besar petani di Indonesia dibagi
menjadi beberapa tingkatan: petama petani menengah dan besar, yaitu rumah
tangga petani yang menguasai pertanian di atas 1ha, kedua petani kecil atau
petani gurem, yakni rumah tangga yang menguasai tanah pertanian seluas
0,5Ha – 1Ha, Tuna kisma atau buruh tani, yaitu rumah tangga petani bukan
pemilik tanah yang bekerja sebagai buruh upahan dalam proses produksi
pertanian dan tidak menguasai tanah pertanian.
Berdasarkan tingkatan di atas sebagian besar petani di Desa Tukul
dapat digolongkan pada kelas petani Gurem karena mayoritas petani di Desa
Tukul hanya memiliki lahan yang sempit yaitu kurang dari 1Ha sehingga pada
penelitian ini peneliti hanya memfokuskan pada petani kecil karena pada
umumnya petani gurem merupakan masyarakat yang tergolong miskin dan
menerapkan stategi bertahan hidup. Menurut Baiquni (2007: 89) petani kecil
atau petani gurem adalah petani yang hanya memiliki lahan kurang dari 1Ha.
Pengertian petani g u r e m secara lebih rinci dikemukakan oleh Soejono
(2005: 18) yang menyatakan bahwa petani gurem adalah petani yang memiliki
tanah sempit dan usahanya hanya mampu untuk menyambung hidup
dalam bentuk yang minimal. Pendapat Soejono sejalan dengan pendapat Scott
(dalam Yuwono dkk 2011: 390) yang mendefinisikan petani kecil sebagai
petani yang memiliki prinsip saffety first (mengutamakan selamat) sehingga
petani kecil umumnya sulit melakukan inovasi karena mereka lebih
mengutamakan selamat dari gagal panen.
Definisi petani gurem juga dikemukakan oleh Yuwono dkk (2011:
390) yang menyatakan bahwa petani gurem merupakan petani yang memiliki
luas usaha atau luas tanah yang sempit dan lebih berorientasi pada risk
minimization (meminimalisir resiko) petani ini sangat takut akan resiko gagal
panen karena jika mengalami gagal panen maka kehidupan keluarganya akan
hancur sehingga petani ini sangat hati-hati dalam mengambil keputusan dalam
bertani. Petani gurem umumnya memilih tanaman yang biasa mereka tanam
serta sulit untuk berinovasi atau merubah pola penanaman baru yang belum
pernah dilakukan sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa petani gurem adalah
seseorang yang memiliki sawah kurang dari 1Ha dan menggantungkan hidup
dengan mengolah ladang yang mereka miliki.

Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memaparkan dan bertujuan
memberikan gambaran serta menjelaskan dari variable yang diteliti. Menurut
Moleong (2003: 6) mengemukakan bahwa deskriptif adalah data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dari pendapat ini

60
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)

dijelakan bahwa penelitian deskriptif dalam penyajiannya berupa kata-kata,


kalimat ataupun gambar, juga berupa naskah wawancara, catatan lapangan,
dokumen pribadi, dokumen resmi atau memo. Hal in disebabkan karena adanya
penerapan metode kualitatif.

Hasil Penelitian
Strategi Aktif
Strategi aktif merupakan strategi bertahan hidup yang dilakukan petani
kecil untuk menambah pendapatan keluarga mengoptimalakan sumber daya yang
dimiliki. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa
sebagian besar petani kecil melakukan pekerjaan sampingan dengan menjadi
pekerja kasar yaitu menjadi buruh tani dan penggadu ternak orang lain.
Selain menjadi buruh tani dan penggadu ternak, sebagian petani kecil lebih
memilih melakukan pekerjaan sampingan di luar sektor pertanian yaitu bekerja
sebagai buruh tani.
Selain tukang bangunan, pekerjaan yang dilakukan petani kecil di Desa
Tukul adalah menjadi pengumpul rotan.
Pekerjaan tersebut mereka pilih karena keterampilan yang mereka miliki
terbatas sehingga mereka hanya bisa menjadi pekerja kasar yang tidak
memerlukan banyak keterampilan. Para petani gurem umumnya melakukan
pekerjaan sampingan mereka di Desa Tukul,
Fakta di atas relevan dengan pendapat White (dalam Baiquni, 2007:47)
yang menyatakan bahwa strategi survival atau strategi bertahan hidup merupakan
strategi petani yang memiliki lahan yang sempit dan tergolong miskin. Petani
dengan strategi survival biasanya mengelola sumber alam yang sangat terbatas
atau terpaksa menjadi buruh tani dan pekerja kasar dengan imbalan yang rendah
biasanya hanya cukup untuk sekedar menyambung hidup tanpa bisa menabung
untuk pengembangan modal.
Pendapat di atas perkuat oleh pendapat Stemboel (2012:209) yang
mengatakan diversifikasi penghasilan yang dilakukan petani miskin merupakan
usaha agar petani dapat keluar dari kemiskinan, deversifikasi yang bisa dilakukan
antara lain berdagang, usaha bengkel maupun industri rumah tangga lainnya.
Walaupun sebagian besar petani kecil di Desa Tukul melakukan pekerjaan
sampingan untuk menambah pendapatan keluarga, namun ada juga petani kecil
yang memilih tidak melakukan pekerjaan sampingan dan memilih fokus menjadi
petani kecil. Usaha menambah pendapatan dengan melakukan pekerjaan
sampingan ternyata hanya memberi sedikit tambahan bagi pendapatan petani, hal
ini dikarenakan pekerjaan yang dilakukan petani kecil hanya sebagai pekerja
kasar sehingga upah yang diterima masih tergolong kecil dan tidak menentu.
Pendapatan petani yang masih tergolong kecil membuat anggota keluarga seperti
isteri dan anak juga ikut bekerja untuk membantu menambah penghasilan

61
eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 7, Nomor 3, 2019: 54-67

keluarga.
Menurut Andrianti (dalam Kusnadi, 2000:192) salah satu strategi yang
digunakan oleh rumah tangga untuk mengatasi kesulitan ekonomi adalah dengan
mendorong para isteri untuk ikut mencari nafkah. Bagi masyarakat yang tegolong
miskin mencari nafkah bukan hanya menjadi tanggung jawab suami semata tetapi
menjadi tanggung jawab semua anggota keluarga sehingga pada keluarga yang
tergolong miskin isteri juga ikut bekerja demi membantu menambah penghasilan
dan mencukupi kebutuhan keluarganya.
Pendapat Andrianti sesuai dengan strategi bertahan hidup yang di terapkan
oleh petani gurem di Desa Tukul. Berdasarkan fakta dilapangan, ditemukan
bahwa sebagian besar isteri petani gurem ikut bekerja untuk membantu
mencukupi kebutuhan keluarga.
Menjadi buruh tani merupakan pekerjaan yang sering dilakukan oleh isteri
petani di Desa Tukul, Ketika musim padi para isteri petani biasanya menjadi
buruh tanam padi. Namun buruh tani juga membutuhkan tenaga yang cukup
besar sehingga tidak semua isteri petani melakukan pekerjaan menjadi buruh tani.
Keterbatasan yang dimiliki kaum wanita membuat sebagian isteri petani
memilih tidak bekerja Sebagian isteri petani gurem lebih memilih menjadi ibu
rumah tangga, dengan mengurus anak atau membantu suami mereka di sawah,
seperti menanami pematang sawah dengan tanaman konsumsi, Selain isteri yang
ikut bekerja ada juga anak petani gurem yang juga ikut bekerja untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya.
Fakta di atas relevan dengan pendapat Suharto (2009:31) yang menyatakan
bahwa strategi aktif merupakan strategi yang dilakukan keluarga miskin dengan
cara mengoptimalkan segala potensi keluarga. Misalnya melakukan aktivitasnya
sendiri, Memperpanjang jam kerja dan melakukan apapun demi menambah
penghasilannya.
Strategi aktif merupakan pilihan pertama yang dilakukan petani gurem
untuk tetap bisa bertahan hidup. Mereka memaksimalkan semua potensi sumber
daya yang mereka miliki untuk menambah penghasilan yang mereka dapat dari
usaha bertani walaupun tambahan pendapatan yang mereka dapat tergolong kecil
dan tidak menentu, namun hal tersebut tetap dilakukan agar mereka tetap bisa
hidup.

Strategi Pasif
Strategi pasif adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan petani lahan
kecil dengan menerapkan hidup hemat. Sikap hemat memang sudah melekat dan
menjadi budaya bagi masyarakat desa, khususnya desa agraris yang sebagian
besar penduduknya hidup dari usaha pertanian. Sikap hemat yang dilakukan
petani lahan kecil adalah membiasakan seluruh keluarga untuk makan seadanya
karena pendapatan petani gurem yang tergolong rendah dan tak menentu

62
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)

membuat mereka tidak bisa menyediakan makanan yang beragam sehingga


mereka membiasakan diri untuk makan dengan lauk seadanya.
Salah satu sikap hemat petani gurem untuk mengurangi pengeluaran
kebutuhan pangan keluarga adalah menyimpan hasil panen padi kedua.
Selain untuk cadangan makanan, padi petani gurem yang disimpan juga
berfungsi sebagai tabungan dan bantuan sosial. Ketika membutuhkan uang maka
petani akan menggiling padinya menjadi beras untuk dijual ke toko dan saat ada
salah satu warga yang mengalami musibah atau mengadakan hajatan biasanya
isteri petani gurem tidak menyumbang uang tetapi menyumbang beras dari
simpanan hasil panen padi kedua.
Membiasakan anggota keluarga untuk makan seadanya, menyimpan hasil
panen merupakan penerapan strategi pasif yang dilakukan keluarga petani kecil
untuk menekan pengeluaran mereka dalam pemenuhan kebutuhan pangan
keluarga. Sikap hemat juga diterapkan keluarga petani kecil dalam memenuhi
kebutuhan sandang keluarga.
Selain membeli pakaian ketika menjelang natal dan tahun baru ada
juga petani yang membeli pakaian baru untuk keluarganya, ketika sedang
mendapat untung baik dari hasil usaha tani maupun pekerjaan sampingan
mereka
Keluarga petani gurem di Desa Tukul hanya memilki sedikit pakaian,
sebagian besar pakaian yang dimiliki keluarga petani adalah kaos oblong dan
sisanya merupakan pakaian formal. Pakaian formal hanya dipakai ketika ada
acara penting saja seperti acara pernikahan, sedangkan untuk bekerja dan pakaian
sehari- hari mereka menggunakan kaos oblong.
Petani gurem di Desa Tukul juga memiliki strategi tersendiri untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan ketika sedang sakit. Mayoritas petani gurem di
Desa Tukul memilih berobat ke puskesmas ketika sedang sakit.
Berobat ke puskesmas menjadi pilihan petani gurem ketika sakit, karena
biaya berobat di puskesmas terjangkau bagi mereka serta adanya layanan
kesehatan gratis bagi masyarakat miskin juga menjadi faktor pendorong petani
gurem untuk berobat ke puskesmas. Adanya pusat kesehatan masyarakat ternyata
tidak dimanfaatkan oleh semua keluarga petani kecil karena ada sebagian
keluarga petani kecil yang memilih untuk tidak berobat ke puskesmas.
Petani gurem yang memilih berobat ke dukun pijat daripada ke puskesmas
merupakan petani gurem yang berusia diatas 50 tahun, mereka melakukan hal
tersebut karena sudah menjadi kebiasaan mereka sejak dulu. Jarak puskesmas
yang berada di luar Desa Tukul membuat petani gurem yang tidak memiliki
kendaraan lebih memilih berobat ke dukun pijat atau membeli obat di warung.
Berdasarkan fakta di atas dapat di simpulkan bahwa petani gurem lebih
memperioritaskan pengeluarannya untuk kebutuhan pangan dan sebisa mungkin
meminimalisir pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Hal ini relavan dengan

63
eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 7, Nomor 3, 2019: 54-67

pendapat Suharto (2009:31) yang menyatakan bahwa strategi pasif adalah


strategi bertahan hidup dengan cara mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya
biaya untuk sandang, pangan, pendidikan, dan sebagainya) dan diperkuat oleh
pendapat Kusnadi (2000:8) yang mengatakan bahwa strategi pasif adalah strategi
dimana individu berusaha meminimalisir pengeluaran uang, strategi ini
merupakan salah satu cara masyarakat miskin untuk bertahan hidup. Strategi
pasif yang dilakukan petani kecil akan sangat terlihat.

Strategi Jaringan
Menerapkan strategi aktif dan pasif terkadang masih belum cukup untuk
memenuhi semua kebutuhan keluarga petani gurem, terutama jika petani kecil
membutuhkan uang secara mendadak seperti ketika tanaman petani kecil sedang
tidak bagus karena serangan hama ataupun penyakit, sehingga hasil yang
diperoleh sangat kecil.
Pendapatan petani memang tidak menentu dan tergantung pada kualitas
tanaman mereka, tidak jarang mereka mengalami rugi karena tanaman mereka
rusak sehingga harga jualnya mengalami penurunan yang sangat besar.
Pada saat seperti ini petani gurem menerapkan strategi jaringan. Strategi
jaringan adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara meminta
bantuan kepada kerabat, tetangga dan relasi lainnya baik secara formal maupun
informal ketika dalam kesulitan. Hal ini relevan dengan pendapat Suharto
(2009:31) yang mengatakan bahwa strategi jaringan merupakan strategi bertahan
hidup yang dilakukan dengan cara menjalin relasi, baik formal maupun dengan
lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan misalnya meminjam uang
kepada tetangga, mengutang di warung atau toko, memanfaatkan program
kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau koperasi dan sebagainya).
Meminjam uang merupakan langkah petani kecil untuk mendapatkan uang
secara cepat, bagi petani kecil yang memiliki tabungan berupa perhiasan emas
mereka biasanya akan mengadaikan perhiasan tersebut ketika membutuhkan
uang.
Bagi petani gurem yang tidak memiliki tabungan seperti perhiasan emas
maka mereka biasanya meminjam kepada saudara atau tetangga terdekat. Budaya
gotong royong dan kekeluargaan yang masih kental di Desa Tukul membuat
kepedulian masyarakatnya sangat kuat sehingga ketika salah seorang warga
meminta bentuan maka warga yang lain akan membantu sebisa mungkin.
Pinjaman yang didapat petani tidak harus berupa uang, ada sebagian petani
yang memilih meminjam perhiasan emas pada saudaranya yang keadaan
ekonominya di atas mereka untuk kemudian mereka gadaikan ke pegadaian dan
akan ditebus setelah mereka panen.
Adanya budaya gotong royong dan kekeluargaan dapat menjadi pelindung
petani gurem ketika mangalami kesulitan. Hal ini relevan dengan pendapat

64
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)

Kusnadi (2000:146) yang menyatakan bahwa strategi jaringan terjadi akibat


adanya interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat, jaringan sosial dapat
membantu keluarga miskin ketika membutuhkan uang secara mendesak.
Secara umum strategi jaringan sering dilakukan oleh masyarakat pedesaan
yang tergolong miskin adalah dengan meminta bantuan pada kerabat atau
tetangga dengan cara meminjam uang. Budaya meminjam atau hutang
merupakan hal yang wajar bagi masyarakat desa karena budaya gotong royong
dan kekeluargaan masih sangat kental dikalangan masyarakat desa.
Bantuan yang diterima petani gurem dari keluarga atau tetangga bisa
membantu petani kecil ketika membutuhkan pinjaman uang secara mendadak
namun, bantuan yang diterima dari saudara atau tetangga tidaklah besar sehingga
petani kecil hanya bisa meminjam uang dalam jumlah yang sedikit. Ketika
membutuhkan uang dengan jumlah yang cukup besar maka petani kecil harus
meminjam ke koperasi desa 3, 4 atau 6 bulan, tergantung permintaan sehingga
mereka bisa membayar setelah panen.
Gali lubang tutup lubang terpaksa dilakukan petani karena pendapatan
mereka tidak menentu dan sulit untuk bisa menabung dalam jumlah yang besar.
Ketika membutuhkan uang secara mendadak mereka terpaksa meminjam uang.
Selain memanfaatkan jaringan sosial untuk meminjam uang, petani juga
memanfaatkan jaringan sosial untuk membiayai sekolah anaknya.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa jaringan sosial
memiliki peran penting bagi masyarakat kelas bawah seperti petani gurem di Desa
Tukul, karena jaringan sosial berfungsi sebagai jaring pengaman yang masih bisa
membantu petani kecil ketika sedang mengalami kesulitan ekonomi. Banyak
petani gurem di Desa Tukul yang terbantu hidupnya karena bantuan dari jaringan
sosial yang mereka miliki baik jaringan sosial yang bersifat informal seperti
saudara dan tetangga maupun jaringan sosial yang bersifat formal seperti
pegadaian, koperasi dll.

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
1. Strategi aktif adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan keluarga petani
kecil dengan mengoptimalkan sumber daya yang mereka miliki untuk
menambah pendapatan mereka. Strategi aktif yang dilakukan petani kecil,
yaitu mencari pekerjaan sampingan dan peran anggota keluarga. Pekerjaan
sampingan yang dilakukan yaitu dengan menjadi buruh tani, kuli, dan tukang
bangunan, memelihara ternak orang lain, dan pergi keluar daerah untuk
bekerja sedangkan peran anggota keluarga adalah isteri dan anak ikut bekerja
demi membantu menambah pendapatan keluarga, serta memanfaatkan
pematang sawah untuk ditanami tanaman konsumsi untuk dijual.
2. Strategi pasif adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan

65
eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 7, Nomor 3, 2019: 54-67

menerapkan pola hemat, pendapatan yang kecil menuntut keluarga petani


kecil untuk menerapkan budaya hidup hemat seperti makan dengan lauk
seadanya, menyimpan sebagian hasil panen padi untuk dikonsumsi sendiri,
membeli pakaian yang murah dan hanya membeli ketika menjelang lebaran
atau sedang mendapatkan untung banyak, berobat ke puskesmas atau dukun
pijat, minum jamu tradisioanl atau membeli obat di warung ketika sakit.
3. Strategi jaringan adalah strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan cara
meminta bantuan kepada kerabat, tetangga dan relasi lainnya baik secara
formal maupun informal ketika dalam kesulitan. Petani kecil umumnya
meminjam uang kepada saudara, tetangga, pegadaian dan ada pula yang
meminjam ke bank serta meminta bantuan beasiswa keluarga miskin kepada
sekolah untuk biaya sekolah anak mereka.

Saran
1. Petani gurem semestinya bisa memiliki usaha sampingan sendiri, seperti
melakukan budidaya ikan konsumsi maupun budi daya lainnya seperti budi
daya jamur, mengingat masih luasnya tanah disekitar rumah petani gurem
yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
2. Aparat desa diharapkan bisa lebih aktif untuk mengupayakan agar para petani
bisa mendapatkan perhatian lebih dari instansi terkait. Dinas terkait juga bisa
memberikan penyuluhan agar petani di desa Tukul bisa mengembangkan
gaya bertani mereka agar bisa meningkatkan produksi dan menghasilkan
pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup para petani.

DaftarPustaka
Baiquni, M. 2007. Strategi Penghidupan Di Masa Krisis. Yoyakarta: Ideas Media
Gilarso. 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Yogyakarta: Kanisius
Haugthon, J dan Khandker, S. R. 2012. Pedoman Tentang Kemiskinan Dan
Ketimpangan (Handbook on Poverty & iInequaly). Jakarta: Salemba Empat
Idrus, M. 2007. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: PT Gelora Aksara
Pratama
KMNRT.1996. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996
Tentang Pangan. Jakarta: Badan Penyuluhan Undang-undang Pangan
Kusnadi. 2000. Nelayan Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung: Humaniora
Utama Press
Mangkunegara, A. P, 2002. Perilaku Konsumen. Bandung: PT Refika Aditama
Moleong, L. J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi . Bandung: PT
Remaja Rosda Karya
Sardjono, B. A. 2004. Mengembangkan Rumah Kecil. Semarang: PT Trubus
Agriwidjaya
Sastra, S dan Marlina, E. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan.

66
Strategi Bertahan Hidup Petani Gurem (Andreas Assan)

Yogyakarta: CV Andi Offset.


Sedayu, A. 2010. Rumahku yang Tahan Gempa. Malang :Uin-Maliki Press
Setia, R. 2005. Gali Tutup Lubang Itu Biasa Strategi Buruh Menganggulangi
Persoalan Dari Waktu Ke Waktu. Bandung: Yayasan Akatiga
Soejono, 2005. Sosiologi Pertanian (Mentalitas Petani Indonesia). Jember :
Laboratorium Sosiologi Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Jember.

67

Anda mungkin juga menyukai