Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar belakang

Di Indonesia, usahatani dikategorikan sebagai usahatani kecil karena


mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.    Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat
b.   Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang
rendah
c.    Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten
d.   Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya
Soekartawi, 1986 pada seminar petani kecil di Jakarta pada tahun 1979,
menetapkan bahwa petani kecil adalah :
a.   Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras per
kapita per tahun.
b.   Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 ha lahan sawah
di Jawa atau 0,5 ha di luar Jawa. Bila petani tersebut juga memiliki lahan tegal
maka luasnya 0,5 ha di Jawa dan 1,0 ha di luar Jawa.
c.    Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas.
d.   Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis.
Untuk lebih jelasnya, di dalam makalah ini akan dibahas mengenai program
pertanian organic, rencana strategis kementrian pertanian di Indonesia,
permasalahan usaha tani di Indonesia serta solusinya.
B.  Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1.     Bagaimana system pertanian organic?
2.      Rencana strategis kementerian pertanian Indonesia seperti apa untuk
mendukung program system pertanian organic?
3.      Permasalahan dan bagaimana solusi usaha tani di Indonesia?
C.  Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Dapat menjelaskan system pertanian organic?
2.      Menjelaskan rencana strategis kementerian pertanian Indonesia yang
mendukung program system pertanian organic?
3.      Dapat menjelaskan permasalahan dan bagaimana solusi usaha tani di
Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pertanian organic


Indonesia memulai revolusi hiau pada tahun 1970 dengan pengunaan bibit
unggul padi seperti IR, PB. Cisadane, Raja lele, dan lain-lain. Pada masa ini
dalam pembudidayaan tanaman masyarakat Indonesia banyak menggunakan
bahan kimia, seperti pupuk kimia dan pestisida kimia secara berlebihan dengan
tujuan agar hasil produksi tanaman meningkat. Namun setelah sekian lama banyak
ditemukan efek negatif dari penggunaan bahan-bahan kimia tadi, diantarannya
adalah:

       Pencemaran lingkungan (tanah, air, dan udara)

       Berkurangnya keanekaragaman hayati

       Munculnya hama dan penyakit baru

       Gangguan pada kesehatan manusia

Dari efek negatif yang timbul ini pada tahun 2003 pemerintah mulai
mencanangkan sistem pertanian organik.

Sistem pertanian organik adalah suatu sistem pertanian yang berusaha untuk
mengembalikan segala jenis bahan organik kedalam tanah baik pada bentuk residu
maupun olahan limbah tanaman dan ternak yang bertujuan untuk menyediakan
hara bagi tanaman. Sasaran utama dari sistem pertanian organik adalah untuk
mengembalikan kesuburan dan produktifitas tanah.

Adapun visi dan misi pertanian organic adalah:

Visi
Visi Organik adalah mengembangkan budidaya pertanian dengan basis pertanian
organik, Energi Hijau, dan pola penghematan secara menyeluruh.

Misi
Misi pertanian Organik adalah menerapkan dan mengembangkan teknik budidaya
organik berbiaya murah, membangun mekanisme komunikasi, dan kondisi
ekonomi,sosial masyarakat petani Indonesia.
Tujuan Sistem Pertanian Organik

       Menghasilkan produk pertanian yang berkualitas tinggi.

       Membudidayakan tanaman secara alami.

       Mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologi dan ekosistem pertanian.

       Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanahdalam jangka panjang.

       Menghindarkan segala bentuk cemaran akibat dari penerapan teknik pertanian.

       Meningkatkan usaha konservasi tanah dan air serta mengurangi masalah erosi
akibat dari pengolahan tanah yang intensif.

       Meningkatkan peluang pasar produk organik baik domestik maupun global.

Prinsip dalam Sistem Pertanian Organik

a. Prinsip ekologi
Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi
kehidupan.
b. Prinsip kesehatan
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah,
tanaman, hewan, manusia, dan bumi sebagai satu kesatuan.
c. Prinsip perlindungan
Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab
untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan
mendatang serta lingkungan hidup.
d. Prinsip keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin
keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama.
Kendala dan Solusi dalam Sistem Pertanian Organik
a. Kendala
  Adanya hama transmigran dari kebun non-organik yang menyebabkan
menurunnya produksi.
  Tanah sudah banyak mengandung residu.
  Tanah untuk sistem pertanian organik sebaiknya tanah yang masih
perawan atau asli, sementara banyak penelitian yang menyatakan bahwa
tanah pertanian di Indonesia sudah jenuh Fosfat.
  Pasar terbatas karena hasil produk organik hanya di konsumsi oleh
kalangan tertentu saja.
  Kesulitan menggantungkan pasokan dari alam, contohnya pupuk yang
harus mengerahkan suplai kotoran ternak dalam jumlah besar dan kontinu.
  Sulitnya meninggalkan kebiasaan petani yang bergantung pada pupuk
dan pestisida kimia.
b. Solusi
  Sosialisasi pada masyarakat mengenai pertanian yang ramah lingkungan.
  Menggalakkan konsumsi produk hasil pertanian organik.
  Diperlukan kajian lebih banyak untuk mendapatkan SAPROTAN
(Sarana Produksi Pertanian) organik yang terbaik.
Hasil dari program system pertanian organic saat ini yaitu banyaknya petani
memakai teknik system pertanian organic ini dan telah banyak produk-produk
pertanian di pasaran hasil dari pertanian organic, hanya saja harga jualnya
lumayan mahal dibandingkan produk dengan menggunakan system pertanian
kimia karena memiliki mutu yang bagus dan baik untuk kesehatan apabila
dikonsumsi.
B.  Rencana strategis kementrian pertanian
Era industrialisasi ini, pertanian masih merupakan sektor yang berperan
penting bagi perekonomian bangsa Indonesia. Berdasarkan PDB pertanian tahun
2007, pertumbuhan sektor pertanian pasca krisis mencapai 4,62%, dan
berdasarkan neraca perdagangan, kinerja pertanian setiap tahunnya selalu
meningkat. Tercatat hingga 2007, pertanian mencapai nilai US$ 8,2 milyar1.
Melihat potensi yang demikian besarnya, berbagai program pembangunan
pertanian digalakkan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Pembangunan di sektor pertanian masih dititik beratkan pada peningkatan
produksi dan produktivitas tanaman pangan. Berbagai program pembangunan
pertanian digalakkan melalui kegiatan penyuluhan pertanian (RKPP, 2008).
Namun, upaya pembangunan pertanian melalui peningkatan pemanfaatan potensi
alam dewasa ini telah menimbulkan masalah baru bagi kelestarian alam dan
struktur komposisi tanah (Sutanto, 2002). Inovasi pertanian organik menjadi salah
satu alternatif dalam menjawab kegagalan dari penerapan sistem pertanian
konvensional pada umumnya.
Upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia melalui peningkatan
pemanfaatan potensi alam dewasa ini telah menimbulkan masalah baru bagi
kelestarian alam dan struktur komposisi tanah (Sutanto, 2002). Hal ini didukung
dengan peningkatan jumlah penduduk sehingga turut mempengaruhi upaya
peningkatan produktivitas pertanian. Sektor pertanian menjadi tumpuan harapan
bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi nasional terutama di pedesaan di masa
yang akan datang.
Perubahan iklim dan kebutuhan akan keberlanjutan energi yang menjadi
tantangan dalam produktivitas agrosistem dan persediaan bahan pangan. Oleh
sebab itu, pertanian organik menjadi sangat penting untuk menjamin generasi
yang akan datang dengan prinsip kesehatan, keadilan, lingkungan baik untuk
harmonisasi kehidupan yang menghargai keberadaan manusia dan bumi (IFOAM
2008).
1. Departemen Pertanian, 2008, Kinerja Pembangunan Sektor Pertanian,
DEPTAN, Jakarta
2. Dengan demikian, pertanian organik menjadi salah satu alternatif dalam
menjawab kegagalan dari penerapan sistem pertanian konvensional pada
umumnya.
Pertanian organik merupakan salah satu bagian dari pendekatan pertanian
berkelanjutan. Pertanian organik memiliki ciri khas dalam hukum dan sertifikasi,
larangan penggunaan bahan sintetik, serta pemeliharaan produktivitas tanah,
sehingga sangat aman bagi kesehatan sekaligus merupakan teknologi pertanian
yang ramah lingkungan (IFOAM, 2008). Selain itu, pertanian organik juga
bernilai tinggi secara ekonomi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Mengacu pada hal tersebut diatas, maka Pemerintah Kota Bogor sejak
November 2002 memfokuskan program peningkatan ketahanan pangan dan
pengembangan agribisnis melalui pembangunan budidaya pertanian organik, yang
merupakan kebijakan Pemkot Bogor berdasarkan Rencana Strategis (Renstra)
Dinas Pertanian setempat pada 2001-20052. Meskipun demikian, pertanian
organic belum dapat diterapkan sepenuhnya dalam aktivitas pertanian masyarakat.
Adapun upaya untuk menerapkan sistem pertanian organik agar dapat diterima
dan dapat membudaya dalam lingkungan dan aktivitas pertanian masyarakat pada
umumnya, sangat memerlukan upaya pemberdayaan dan partisipasi dari seluruh
elemen terutama komunitas tani yang merupakan aktor dalam melaksanakan
aktivitas pertanian. Namun, upaya untuk mewujudkan pemberdayaan dan
partisipasi tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Terdapat banyak faktor yang harus
diperhatikan, tidak hanya faktor internal dari masyarakatnya, tetapi juga faktor
eksternal masyarakat.
Selain itu, kesiapan institusi dalam mempersiapkan program juga
mempengaruhi upaya pemberdayaan tersebut seperti upaya penyadaran
masyarakat terhadapprogram meliputi proses inisiasi, dan sosialisasi hingga
aplikasi pelaksanaan program.
Pemberdayaan komunitas tani mutlak memerlukan perhatian dalam upaya
mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Namun, proses
pemberdayaan itu sendiri tidak terlepas dari faktor-faktor dari dalam dan luar
masyarakat itu sendiri. Selain itu, ancaman ketidakberlanjutan pertanian di
pedesaan saat ini sangat tinggi, seperti masalah kepemilikan dan penguasaan lahan
serta akses komunitas tani terhadap sumberdaya pertanian, masalah posisi tawar
petani yang rendah dan beragam masalah lingkungan akibat sistem pertanian
konvensional yang sulit dipulihkan. Untuk mengatasi hal demikian,
pemberdayaan komunitas tani dalam aktivitas pertanian organik menjadi upaya
yang sangat penting untuk dilaksanakan.
C.  Permasalahan usaha tani dan solusinya

Usahatani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional


yang mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pembangunan nasional
bidang pertanian (agribisnis) masa mendatang merupakan sejauh mungkin
mengatasi masalah dan kendala yang sampai sejauh ini belum mampu
diselesaikan secara tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Satu
hal yang sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi pertanian (agribisnis)
atau ourput selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan
kesejahteraan petani secara signifikan dalam usahataninya. Petani sebagai unit
agribisnis terkecil belum mampu meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala
usahatani terpadu (integrated farming system). Oleh karena itu persoalan
membangun kelembagaan (institution) di bidang pertanian dalam pengertian yang
luas menjadi semakin penting, agar petani mampu melaksanakan kegiatan yang
tidak hanya menyangkut on farm bussiness saja, akan tetapi juga terkait erat
dengan aspek-aspek off farm agribussinessnya (Tjiptoherijanto, 1996).
Jika ditelaah, walaupun telah melampaui masa-masa kritis krisis ekonomi
nasional, saat ini sedikitnya kita masih melihat beberapa kondisi yang dihadapi
dalam usahatani petani kita di dalam mengembangkan kegiatan usaha
produktifnya, yaitu :
       Kecilnya skala Usaha Tani.

Di Indonesia, masih sangat kecil sekali Usaha tani, sehingga menyebabkan


kurangnya efisien produksi. Hal-hal yang harus ditempuh untuk mengatasi hal
tersebut yaitu melalui pendekatan kerja sama kelompok (Adiwilaga, 1982).

       Langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani.

Kemampuan petani untuk membiayai usahataninya sangat terbatas sehingga


produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat
keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas
terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan dan
mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah (Low cost
production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca
panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung dari masyarakat kepada
petani sebagai pembiaayan usaha tani memang sudah sepantasnya terlaksana
(Fadholi, 1981).

       Kurangnya Rangsangan.

Perasaan ketidakmerataan dan ketidakadilan akses pelayanan usahatani


kepada penggerak usahatani (access to services) sebagai akibat kurang
diperhatikannya rangsangan bagi penggerak usahatani tersebut dalam tumbuhnya
lembaga-lembaga sosial (social capital). Kurangnya rangsangan menyebabkan
tidak adanya rasa percaya diri (self reliances) pada petani pelaku usahatani akibat
kondisi yang dihadapi. Sebaiknya, untuk menghasilkan output seperti yang
diharap, penggerak usahatani seperti petani berhak mendapat pengetahuan atau
rangsangan yang lebih terhadap tumbuhnya lembaga-lembaga yang merupakan
salah satu jalan usahatani dapat berkembang dan berjalan dengan baik (Fadholi,
1981).

       Masalah Transformasi dan Informasi.

Pelayanan publik bagi adaptasi transformasi dan informasi terutama untuk


petani pada kenyataannya sering menunjukkan suasana yang mencemaskan. Di
satu pihak memang terdapat kenaikan produksi, tetapi di lain pihak tidak dapat
dihindarkan akan terjadinya pencemaran lingkungan, yaitu terlemparnya tenaga
kerja ke luar sektor pertanian yang tidak tertampung dan tanpa keahlian dan
ketrampilan lain. Dapat juga terjadi ledakan hama tanaman karena terganggunya
keseimbangan lingkungan dan sebagainya akibat dari kurangnya informasi
mengenai hal tersebut. Sedangkan untuk mengatasi masalah transformasi dan
informasi harga karena belum adanya kemitraan, maka diusahakan pemecahannya
melalui temu usaha atau kemitraan antara petani dengan pengusaha yang bergerak
di bidang pertanian serta penanganan pemasaran melalui Sub Terminal Agribisnis
(STA). Khusus untuk pembelian gabah petani sesuai harga dasar setiap tahun
dicairkan dana talangan kepada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP)
(Fadholi, 1981).

       Luasan Usaha yang Tidak Menguntungkan.

Secara klasik sering diungkapkan bahwa penyebab utama ketimpangan


pendapatan dalam pertanian adalah ketimpangan pemilikan tanah. Hal ini adalah
benar, karena tanah tidak hanya dihubungkan dengan produksi, tetapi juga
mempunyai hubungan yang erat dengan kelembagaan, seperti bentuk dan
birokrasi dan sumber-sumber bantuan teknis, juga pemilikan tanah mempunyai
hubungan dengan kekuasaan baik di tingkat lokal maupun di tingkat yang lebih
tinggi. Luas lahan sawah cendrung berkurang setiap tahunnya akibat adanya alih
fungsi lahan yang besarnya rata-rata 166 Ha per tahun. Pemilikan lahan sawah
yang sempit dan setiap tahunnya yang cendrung mengalami pengurangan maka
peningkatan produksi pertanian dilaksanakan melalui usaha intensifikasi dan
diversifikasi pertanian (Fadholi, 1981).

       Belum Mantapnya Sistem dan Pelayanan Penyuluhan.

Peran penyuluh pertanian dalam pembangunan masyarakat pertanian


sangatlah diperlukan. Dalam arti bahwa peran penyuluh pertanian tersebut bersifat
‘back to basic’, yaitu penyuluh pertanian yang mempunyai peran sebagai
konsultan pemandu, fasilitator dan mediator bagi petani. Dalam perspektif jangka
panjang para penyuluh pertanian tidak lagi merupakan aparatur pemerintah, akan
tetapi menjadi milik petani dan lembaganya. Untuk itu maka secara gradual
dibutuhkan pengembangan peran dan posisi penyuluh pertanian yang antara lain
mencakup diantaranya penyedia jasa pendidikan (konsultan) termasuk di
dalamnya konsultan agribisnis, mediator pedesaan, pemberdaya dan pembela
petani, petugas profesional dan mempunyai keahlian spesifik (Fadholi, 1981).

       Lemahnya Tingkat Teknologi.

Produktifitas tenaga kerja yang relatif rendah (productive and


remmunerative employment) merupakan akibat keterbatasan teknologi,
keterampilan untuk pengelolaan sumberdaya yang effisien. Sebaiknya dalam
pengembangan komoditas usahatani diperlukan perbaikan dibidang teknologi.
Seperti contoh teknologi budidaya, teknologi penyiapan sarana produksi terutama
pupuk dan obat-obatan serta pemacuan kegiatan diversifikasi usaha yang tentunya
didukung dengan ketersediaan modal (Fadholi, 1981).

       Aspek sosial dan ekonomi, yang berkaitan dengan kebijakan bagi petani

Permasalahan sosial yang juga menjadi masalah usahatani di Indonesia yaitu


masalah-masalah pembangunan pertanian di negara-negara yang sedang
berkembang bukan semata-mata karena ketidaksiapan petani menerima inovasi,
tetapi disebabkan oleh ketidakmampuan perencana program pembangunan
pertanian menyesuaikan program-program itu dengan kondisi dari petani-petani
yang menjadi “klien” dari program-program tersebut. Kemiskinan adalah suatu
konsep yang sangat relatif, sehingga kemiskinan sangat kontekstual. Agar bantuan
menjadi lebih efektif untuk memperkuat perekonomian petani-petani miskin,
pertama-tama haruslah menemukan di mana akar permasalahan itu terletak,
disamping akar permasalahan itu sendiri (Kasryno, 1984).

 Solusi
Untuk mengatasi permasalahan diatas, perlu diperhatikan kembali faktor-
faktor yang dapat mendukung keberhasilan pengembangan dan pembanagunan
pertanian, terutama aspek sumberdaya , baik sumberdaya alam maupun
sumberdaya manusia (petani), dan aspek kelembagaan. Teroboson inovatif dalam
upaya mengembalikan kembali kesuburan tanah dan produktifitas harus
dilakukan. Pada saat ini ada harapan sebagai solusi terbaik bagi pertanian di
Indonesia dalam peningkatan hasil produksi yaitu melalui pola pertanian dengan
metoda SRI-Organik.
Pola pertanian padi SRI Organik (beras organik/organic rice) ini
merupakan gabungan antara metoda SRI (System of Rice Intensification) yang
pertamakali dikembangkan di Madagascar, dengan pertanian organik. Metode ini
dikembangkan dengan beberapa prinsip dasar diantaranya pemberian pupuk
organik, peningkatan pertumbuhan akar tanaman dengan pengaturan pola
penanaman padi yaitu dengan jarak yang renggang, penggunaan bibit tunggal
tanpa dilakukan perendaman lahan persawahan.
Pemilihan pengembangan pola tanam padi SRI Organik untuk
menghasilkan beras organik (organic rice) yang juga termasuk sebagai beras sehat
(healthy rice) berdasarkan pertimbangan beberapa hal berikut :
• Aspek lingkungan yang baik dengan tidak digunakannya pupuk dan pestisida
kimia, serta menggunakan sedikit air (tidak direndam) sehingga terjadi
penghematan dalam penggunaan air.
• Aspek kesehatan yang baik yaitu tidak tertinggalnya residu kimia dalam padi/beras
akibat dari pupuk/pestisida kimia juga terjaganya kesehatan para petani karena
terhindar dari menghirup uap racun dari pestisida kimia.
• Produktifitas yang tinggi sebagai hasil dari diterapkannya prinsip penanaman SRI.
Untuk lahan yang sudah mulai pulih kesuburan tanah dan ekosistem sawahnya,
hasil yang diperoleh bisa mencapai lebih dari 10 ton/hektar dimana dari benih
tunggal bisa menghasilkan sampai lebih dari 100 anakan (malai).
• Kualitas yang tinggi, beras organik (organic rice) yang juga merupakan beras sehat
(healthy rice) selain tidak mengandung residu kimia juga aman dikonsumsi oleh
para penderita diabet, penyakit jantung, hipertensi dan beberapa penyakit lainnya.
• Hemat penggunaan air. Kebutuhan air hanya 20-30% dari kebutuhan air untuk
cara konvensional, memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta
mewujudkan keseimbangan ekologi tanah, membentuk petani mandiri yang
mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri.
• Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia buatan pabrik yang semakin
mahal dan terkadang langka.
Hasil panen pada metode SRI pada musim pertama tidak jauh berbeda
dengan hasil sebelumnya (metode konvensional) dan terus meningkat pada musim
berikutnya sejalan dengan meningkatnya bahan organik dan kesehatan tanah.
Beras organik yang dihasilkan dari sistem tanam di musim pertama memiliki
harga yang sama dengan beras dari sistem tanam konvesional, harga ini
didasarkan atas dugaan bahwa beras tersebut belum tergolong organik, karena
pada lahan tersebut masih ada pupuk kimia yang tersisa dari musim
tanamsebelumnya. Dan untuk musim berikutnya dengan menggunakan metode
SRI secara berturut-turut,maka sampai musim ke 3 akan diperoleh beras organik
dan akan memiki harga yang lebih tinggi dari beras padi dari sistem konvensional.
Pada penanaman padi organik harus mengikuti standar ketat untuk
produksi dan pengolahan yang ditetapkan oleh badan sertifikasi, membuat dan
menyerahkan rencana tahunan yang memperlihatkan bahwa akan memenuhi
persyaratan produksi dan pengolahan dari badan sertifikasi, produk hanya dapat
disertifikasi “ organik” bila produk ditanam dilahan yang telah bebas dari zat zat
terlarang ( misalnya, pestisida dan pupuk kimia buatan)selama tiga tahun sebelum
disertifikasi.
Tantangan utama dari penanaman awal padi berkaitan dengan pengelolaan
hara dan pengendalian hama dan penyakit tanaman, karena tidak menggunakan
pupuk /pestisida dengan jumlah yang banyak sehingga petani harus lebih
telaten.Oleh karena itu, aspak sumberdaya manusia perlu diperhatikan dengan
diberikannya informasi- informasi serta teknologi yang menunjang.
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari paper ini adalah:
1.      Di Indonesia, usahatani dikategorikan sebagai usahatani kecil karena mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
  Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat
  Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang
rendah
  Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten
  Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya
2.      Indonesia memulai revolusi hiau pada tahun 1970 dengan pengunaan bibit unggul
padi seperti IR, PB. Cisadane, Raja lele, dan lain-lain. Pada masa ini dalam
pembudidayaan tanaman masyarakat Indonesia banyak menggunakan bahan
kimia, seperti pupuk kimia dan pestisida kimia secara berlebihan dengan tujuan
agar hasil produksi tanaman meningkat. Namun setelah sekian lama banyak
ditemukan efek negatif dari penggunaan bahan-bahan kimia
3.      Tujuan Sistem Pertanian Organik

    Menghasilkan produk pertanian yang berkualitas tinggi.

   Membudidayakan tanaman secara alami.

    Mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologi dan ekosistem pertanian.

    Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanahdalam jangka panjang.

    Menghindarkan segala bentuk cemaran akibat dari penerapan teknik pertanian.

    Meningkatkan usaha konservasi tanah dan air serta mengurangi masalah erosi
akibat dari pengolahan tanah yang intensif.

   Meningkatkan peluang pasar produk organik baik domestik maupun global.


4.     Usahatani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional yang
mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pembangunan nasional bidang
pertanian (agribisnis) masa mendatang merupakan sejauh mungkin mengatasi
masalah dan kendala yang sampai sejauh ini belum mampu diselesaikan secara
tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Satu hal yang sangat
kritis adalah bahwa meningkatnya produksi pertanian (agribisnis) atau ourput
selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan
petani secara signifikan dalam usahataninya.
B. Saran
Untuk mewujudkan Indonesia yang sehat, juga untuk keberlangsungan
pertanian di Indonesia, diharapkan kepada para petani untuk menggunakan system
pertanian organic, walaupun input yang dibutuhkan lebih tinggi, tetapi
manfaatnya untuk kesehatan maupun keberlanjutan usaha tani tersebut tetap
terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
http://ravhae.wordpress.com/2011/11/27/sistem-pertanian-organik/. Diakses pada tanggal
15 November 2012.
http://organikhijau.com/organikhijau.php. Diakses pada tanggal 15 November 2012.
http://pupuknpkorganiklengkap.blogspot.com/.../bogor-kembangkan-pertanian-
organik.html. Diakses pada tanggal 15 November 2012.
http://setjen.deptan.go.id/admin/download/rancangan%20renstra%20deptan%202010-
2014%20lengkap.pdf. Diakses pada tanggal 25 November 2012.

Anda mungkin juga menyukai