EKOSISTEM AGROFORESTRI
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM AMBON
TAHUN AJARAN 2021/2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang kiranya pantas
penulis ucapkan karena atas Berkat, Rahmat serta Hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah Ekosistem Agroforestri ini dalam waktu yang telah di
tentukan. Penulis menyadari, dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan. Hal ini di sebabkan keterbatasan pengetahuan penulis, sebelumnya
penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah sehingga penulis
mendapat teori dan bekal pengetahuan dalam membuat makalah ini. Penulis,
berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis sendiri.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................4
1.1...............................................................................Latar Belakang 4
1.2............................................................................................Tujuan 4
BAB II. PEMBAHaSAN..........................................................................5
2.1. Pengertian ekosistem ………………………………………….5
2.2 Pengertian Agroforestri..............................................................6
2.3. Pengertian Ekosistem Agroforestery ………………………….8
2.4. Perkembangan Agroforestri.....................................................13
2.4. Ruang Lingkup Agroforestri...................................................15
2.5. Aspek Ekonomi Pengembangan Agroforestri.........................23
BAB III. PENUTUP...............................................................................24
3.1. Kesimpulan..............................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
diperlukan peran serta masyarakat di dalam dan di luar kawasan hutan. Untuk itu
perkebunan kopi sebagai mata pencahariannya. Pada tahun 1970-an sekitar 60%
daerah ini masih dalam keadaan hutan alam, tetapi pada akhir tahun 1990-an hanya
sekitar 15% hutan yang masih tertinggal (Agus et al., 2002). Alih fungsi lahan hutan
kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan
perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu
sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversikan menjadi lahan
usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin
I.2. Tujuan
4
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah Mahasiswa mengetahu
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (seperti tanah, udara, air, dan lain
timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya, jadi kita tahu bahwa ada
komponen biotik (hidup) dan juga komponen abiotic(tidak hidup) yang terlibat
dalam suatu ekosistem ini, kedua komponen ini tentunya saling mempengaruhi,
contohnya saja hubungan hewan dengan air. Interaksi antara makhluk hidup dan
tidak hidup ini akan membentuk suatu kesatuan dan keteraturan. Setiap komponen
yang terlibat memiliki fungsinya masing-masing, dan selama tidak ada fungsi yang
6
2.2 Pengertian Agroforestri
Agroforestry menurut Huxley (dalam Suharjito et al.) merupakan salah satu
perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula
lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara
tidak berkayu pada lahan yang sama, serta segala keuntungan dan kendalanya.
tempat yang mengadakan interaksi, baik secara langsung maupun tidak langsung
populasi baik itu binatang dan tumbuh-tumbuhan yang hidup dalan lapisan dan
dipermukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan serta membentuk suatu kesatuan
7
interaksi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan lingkungannya dan
sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Pohon-pohon telah dimanfaatkan dalam
sistem pertanian sejak pertama kali aktivitas bercocok tanam dan memelihara ternak
bercocok tanam dan beternak. Sebagai bagian dari proses ini mereka menebang
pohon, membakar serasah dan selanjutnya melakukan budidaya tanaman. Dari sini
dikarenakan nilai-nilainya yang dirasakan tinggi sejak manusia hidup dalam hutan.
Menurut Hariah (2003) pada akhir abad XIX, pembangunan hutan tanam menjadi
pertengahan 1800-an dimulai penanaman jati di sebuah daerah di Birma oleh Sir
Kelebihan sistem ini bukan hanya dapat menghasilkan bahan pangan, tetapi
juga dapat mengurangi biaya pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman yang
tumpangsari. Banyak ahli yang berpendapat bahwa sistem taungya adalah cikal bakal
8
agroforestri modern. Agroforestry klasik atau tradisional sifatnya lebih polikultur dan
Agroforestry modern hanya melihat komuninasi antara tanaman keras atau pohon
komersial dengan tanaman sela terpilih. Dalam agroforestry modern, tidak terdapat
lagi keragaman kombinasi yang tinggi dari pohon yang bermanfaat atau juga satwa
liar yang menjadi terpadu dari sistem tradisional (Hariah K et al, 2003).
berdiri sendiri-sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya saja
sistem-sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu komoditi khas atau
kelompok produk yang serupa. Menurut Sa’ad (2002) Penggabungan tiga komponen
yakni:
pertaniandan kehutanan.
9
memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan dan
komponen kehutanan.
komponen kehutanan.
Dalam bahasa Indonesia , kata agroforestry dikenal dengan istilah wana tani
yang artinya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Menurut De foresta dan
ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman
lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola
lorong/pagar.
ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan
10
2.6 Aspek Ekonomi Pengembangan Agroforestri
Terdapat empat aspek dasar yang mempengaruhi keputusan petani untuk
Kelayakan (feasibility)
Keuntungan (profitability)
Kelayakan (Feasibility)
agroforestri dengan sumber daya dan teknologi yang mereka punyai, apakah
penggunaan lahan yang ‘tertutup’ dan tidak ada campur tangan manusia. Masuknya
subsisten tidak mengganggu hutan dan fungsi hutan. Tekanan penduduk dan
lokal) dan status lahan. Jumlah rumah tangga miskin (menguasai lahan sempit) yang
menanam pohon-pohon lebih sedikit daripada rumah tangga kaya, demikian pula
jumlah pohon yang ditanam oleh rumatangga miskin lebih sedikit daripada jumlah
pohon rumah tangga kaya (menguasai lahan luas). Rumah tangga miskin yang
11
menguasai lahan sempit lebih cenderung menggunakan lahannya untuk tanaman
Riley, 1987).
berbagai ukuran dan kualitas yang dapat dipergunakan untuk bahan bangunan
(timber). Kayu bangunan yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi.
manusia sehingga bisa memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Pemilikan lahan yang
penduduk berarti peningkatan ketersediaan tenaga kerja per unit lahan, sehingga
petani lebih memilih tanaman-tanaman yang lebih intensif (Berenschot et al., 1988;
Pengaruh luas lahan terhadap pilihan praktek agroforestri tergantung pada faktor
Amazon, Loker (1993) menunjukkan bahwa dalam kondisi alam yang sulit (lahan
tidak subur atau miskin) petani Peru telah mengembangkan sistem pertanian
campuran yang mencakup budidaya tanaman setahun (a.l. padi, jagung, ubi kayu),
budi daya tanaman tahunan (a.l. sitrus, mangga), dan pemeliharaan ternak sapi.
Lahan yang tersedia sangat luas, sedangkan ketersediaan tenaga kerja terbatas.
12
lingkungan (degradasi lahan), merupakan strategi hidup yang penting dan
sifat fisik tanah sehingga pengolahan tanah yang baik dan teratur dapat
tanah akibat dari serasah yang terurai akan meningkatkan bahan organik di dalam
tanah atau lahan dan kualitas lahanpun terjamin untuk meningkatkan produksi.
rumah kaca diatmosfer melalui penyerapan gas CO2 yang telah ada di atmosfer oleh
agroforestri sering dipakai sebagai salah satu contoh dari “Sistem Pertanian Sehat”
organisasi sosial. Pada tingkat keluarga atau rumah tangga terwujud pembagian
kerja antara laki-laki dan perempuan, orang tua dan anak-anak. Pengelolaan
agroforestri oleh suatu keluarga atau rumah tangga merupakan bagian dari
tenaga kerja dan pola pembagian kerja dalam keluarga atau rumah tangga
13
ketersediaan tenaga kerja terhadap pilihan budi daya pohon pohon ditunjukkan oleh
kasus di pedesaan Jawa (Berenschot et al.,1988; Van Der Poel dan Van Dijk, 1987)
dan Afrika bagian Timur (Warner, 1995). Rumah tangga yang kekurangan tenaga
masukan tenaga kerja yang rendah dan memberikan pendapatan yang relatif tinggi.
dipengaruhi oleh gender dan struktur demografi rumah tangga. Kultur masyarakat
pertanian. Curahan waktu kerja laki-laki pada budidaya jagung secara positif
dipengaruhi oleh kualitas lahan dan secara negatif oleh kemudahan (kepekaan) erosi
lahan. Tenaga kerja laki-laki pada rumah tangga yang lahan pertaniannya marjinal
(miskin) dan peka erosi cenderung meninggalkan pertaniannya dan bekerja di sektor
bertambah berat, yakni bukan hanya bertanggung jawab untuk kegiatan reproduksi
melainkan juga untuk kegiatan produksi yakni bekerja pada lahan pertaniannya.
Peran tenaga kerja perempuan tersebut tergantung ketersediaan tenaga kerja anak
dewasa yang dapat membantu bekerja dan keberadaan anak bayi dan balita.
2. Teknologi pendukung
14
Kenyataannya, banyak petani yang tidak melaksanakan apa yang direkomendasikan
oleh peneliti. Alasan utama yang menyebabkan penolakan adopsi inovasi di tingkat
petani:
teknologi
Hasil rekomendasi yang diberikan seringkali didasarkan pada sudut pandang atau
dilakukan bila dilihat dari sudut pandang ilmiah. Namun para petani memiliki
pertimbangan dan pemahaman yang berbeda, sehingga apa yang mereka lakukan
tidak selalu sesuai dengan rekomendasi atau tawaran teknologi yang diberikan oleh
peneliti.
sangat berbeda dengan bahasa petani. Bahasa ilmiah seringkali sulit dicari
sarana dan prasarana komunikasi, termasuk kelangkaan tempat atau orang di mana
Terbinanya komunikasi yang lebih intim antara penyedia dan pelaku teknologi dapat
lahan
15
Bentang lahan yang berbeda akan mempunyai sifat dan ciri yang berbeda pula,
sehingga setiap sistem agroforestri pada bentang lahan yang berbeda akan
3. Orientasi produksi
dapat disediakan dari sistem agroforestri merupakan pendorong utama sebagian besar
rumah tangga petani untuk menanam pohon. Perubahan pertanian dari yang semula
petani menjadi lebih rentan terhadap pengaruh ekonomi. Kemudahan akses ke pasar
dan memberikan peluang untuk menukar input yang semula tersedia dari pohon
16
ini dimaksudkan secara sederhana untuk menggambarkan adanya orientasi produksi
pilihan jenis tanaman yang dapat dipasarkan. Perubahan orientasi pasar dari
agroforestri.
tidak begitu penting. Hal ini terjadi pada daerah yang mengalami
komunal dalam jangka panjang, atau 2) kemiskinan begitu ekstrim hingga hanya
bisa menjamin kelangsungan hidup sehari-hari (Rhoades, 1988 dalam Reinjtjes et al.,
c. Pemenuhan kebutuhan
Untuk konsumsi sendiri dan pemasaran lokal secara langsung, bukan hanya
akses ke pasar dan harga pasar bagi produk pertanian dibandingkan pohon akan
menentukan apakah petani memilih menanam pohon di lahan mereka atau tidak.
17
4. Pengetahuan lokal petani
peneliti dan pakar harus menyadari dan peka terhadap peran dan pengetahuan petani
akan lahan mereka sendiri. Mereka juga harus peka terhadap berbagai faktor yang
berpedoman bahwa lebih baik menerapkan teknik yang sudah biasa mereka lakukan
dibandingkan dengan menerapkan sesuatu yang masih baru (dan dibawa oleh orang
luar). Petani akan lebih mudah mengadopsi agroforestri jika mereka terbiasa dengan
penggunaan pohon dalam sistem pertanian, dan mengetahui bahwa integrasi pohon
ke dalam proses produksi pangan telah sukses dilakukan oleh petani yang lain.
Memang, risiko kegagalan akan lebih besar pada petani dengan teknik ilmiah baru
5. Kebijakan pendukung
18
menganggap cendana sebagai ‘kayu pembawa bencana’. Kebijakan kenaikan harga
bahan bakar minyak misalnya dapat mengakibatkan semakin tingginya harga input
produksi tanaman pangan. Hal ini ditunjang dengan pengurangan subsidi pupuk
sampai ke tingkat harga yang tidak terjangkau petani. Di pihak lain, pada lahan-
lahan yang kualitas kesuburannya rendah, kebutuhan pupuk semakin besar jika
Keuntungan (Profitability)
yang lain, perlu diingat bahwa sistem produksi agroforestri memiliki suatu kekhasan,
di antaranya:
Menghasilkan lebih dari satu macam produk lahan yang sama ditanam
paling sedikit satu jenis tanaman semusim dan satu jenis tanaman tahunan/pohon
Produk-produk yang dihasilkan dapat bersifat terukur (tangible) dan tak terukur
(intangible)
terhadap suatu sistem agroforestri harus memperhatikan ciri ciri sistem agroforestri
tersebut di atas.
1) Konsep ekonomi
19
b. membutuhkan jumlah input yang lebih rendah untuk menghasilkan
tingkat output yang sama. Kondisi ini dicapai apabila ada interaksi antar komponen
yang saling menguntungkan baik dari segi biofisik, maupun ekonomi. Interaksi
apabila output fisik per satuan lahan diubah menjadi nilai uang per satuan biaya
faktor produksi. Seperti juga dalam interaksi biofisik, interaksi ekonomi antar
kompetitif. Dasar penerapan agroforestri adalah interaksi biofisik yang positif, yang
akan menghasilkan interaksi ekonomi yang positif pula Kenaikan output pada tingkat
sumber daya yang sama, dapat disebabkan oleh kenaikan jumlah output fisik atau
kenaikan harga per satuan output. Yang pertama mungkin disebabkan interaksi
biofisik yang positif, yang kedua dapat disebabkan kualitas produk atau waktu panen
yang tepat. Demikian juga penurunan biaya input dapat disebabkan oleh penurunan
jumlah output yang dibutuhkan, atau penurunan harga per satuan input. Pada
umumnya, interaksi biofisik yang positif akan menghasilkan penurunan biaya input,
misalnya dari segi tenaga kerja dan penggunaan sumber daya yang lain. Adanya
kerja berkurang. Dengan adanya berbagai komponen dengan waktu panen yang
berbeda, distribusi tenaga kerja menjadi merata. Contoh yang lain, di Costa Rica
kopi yang ditanam di bawah naungan Cordia alliodora mengalami panen raya 2,5
minggu lebih lambat dibandingkan dengan yang tanpa naungan (Hoekstra, 1990).
Hal ini membuat petani memiliki posisi tawar yang relatif tinggi, karena terhindar
20
a) Kurva kemungkinan produksi
ciriciri sistem agroforestri. Hal itu dapat dijelaskan dengan penggunaan kurva
tahunan/pohon.
membutuhkan jangka waktu lama untuk dapat menghasilkan produk dari spesies
lingkungan tidak bisa dilihat dalam waktu pendek. Oleh karena itu analisis jangka
panjang dianggap lebih tepat untuk melihat keseluruhan keuntungan yang dapat
diberikan oleh suatu sistem agroforestri. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui kurva
tahun ke tahun.
Tidak seperti sistem produksi yang lain, agroforestri bertujuan untuk kesinambungan
produksi. Oleh karena itu, salah satu keuntungan yang diperoleh adalah mencegah
terjadinya penurunan output dari sistem produksi masa kini. Salah satu karakteristik
sedangkan biaya produksi harus dikeluarkan pada awal pelaksanaan. Oleh karena itu,
21
analisis jangka pendek menghasilkan taksiran keuntungan yang lebih rendah dari
untuk evaluasi ekonomi dari suatu sistem agroforestri, karena antara lain: Tidak
produksi. Oleh karena itu, salah satu keuntungan yang diperoleh adalah mencegah
22
BAB III
PENUTUP
I.3. Kesimpulan
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.Ekosistem bisa
dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi.
Agroforestry utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil
suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan
memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem keberlanjutan ini dicirikan antara
lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak
adanya pencemaran lingkungan. Di tingkat petani, keputusan untuk menerapkan dan
mengembangkan agroforestri mencakup berbagai hal yang jauh lebih kompleks dari
sekedar analisis untung-rugi. Suatu sistem penggunaan lahan dinilai dari bagaimana
sistem tersebut dapat memenuhi kebutuhan dasar petani, termasuk pangan, papan,
dan penghasilan tunai. Sayangnya, sistem penggunaan lahan yang potensial
seringkali dibatasi oleh berbagai faktor lain, seperti kebijakan yang berlaku,
infrastruktur yang tersedia, aturan-aturan sosial budaya, ketersediaan sumber daya,
kemudahan akses terhadap informasi, dsb. Kesemua faktor tersebut mempengaruhi
apakah suatu sistem agroforestri layak untuk dikembangkan, menguntungkan baik
secara ekonomi maupun dari segi biofisik, dapat diterima atau paling tidak sesuai
dengan sosial budaya setempat, dan terjamin kesinambungannya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Suharjito, Didik, Leti Sundawati, Suryanto, Sri Rahayu Utami. 2018. Aspek Sosial
Ekonomi dan Budaya Agroforestri: PDF. ICRAF. Bogor
Suyanto S, Khususiyah N, Permana RP and MD Angeles. 2010. The Role of
Land Tenure in Improving Sustainbale Land Management and
Environment in Forest Zone. Draft report of CIFOR/ICRAF fire
project.
Schoorl JW. 1970. Muyu Land Tenure. New Guinea Research Bulletin No. 38:
34-41. The New Guinea Research Unit, The Australian National
University. Canbera.
Suharjito D dan S Sarwoprasodjo. 2016. Organisasi Keluarga dan Status Wanita
(Studi Kasus Peranan Wanita Pada Keluarga Penyadap Getah Pinus
dan Keluarga Petani Hutan Rakyat). Penelitian OPF. Pusat Studi
Wanita, Lembaga Penelitian IPB.Bogor.
Suharjito D, Mugniesyah SM, Guhardja S dan Sri Hartoyo. 2017. Hubungan
Perilaku Manusia dan Lingkungan Binaan (Studi Kasus Gender dalam
Pembinaan Program Penghijauan di DAS Cimanuk Hulu, Propinsi
Jawa Barat). Penelitian Ilmu Pengetahuan Dasar-Ditjen DIKTI. Pusat
Studi Wanita, Lembaga Penelitian IPB.Bogor.
Suharjito D. 2019. Kebun-Talun: Strategi Adaptasi Sosial Kultural dan Ekologi
Masyarakat Pertanian Lahan Kering di Desa Buniwangi, Sukabumi-
Jawa Barat. Disertasi, Program Studi Antropologi Universitas
Indonesia.
Suryanata K. 2002. Dari Pekarangan menjadi Kebun Buah-Buahan: Stabilisasi
Sumber daya dan Diferensiasi Ekonomi di Jawa. Dalam Murray Li T
(Penyunting). Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia.
Yayasan Obor Indonesia.
Teluma, D.L. 2002. Pengembangan Program Wanatani. Dalam Roshetko JM et
al. (editor). Wanatani di Nusa Tenggara. ICRAF dan Winrock
International. Bogor.
24
Van der Poel P and H van Dijk. 2000. Household Economy and Tree Growing in
Upland Central Java. Agroforestry Systems No. 5: 169-184.
Martinus Nijhoff Publishers. Dordrecht. The Netherlands.
Wijayanto N. 2001. Faktor dominan dalam sistem pengelolaan hutan
kemasyarakatan. Disertasi S3, PPS-IPB. Bogor.
Hamdani. 2007. Bagan Rantai Makanan dalam Ekosistem Hutan Hujan. Avaiable at :
http://en.forkus.com/l/contoh-bagan-rantai-makanan-dalam-ekosistem-
hutanhujan. htm. Accesed march 22022.
Kirana Candra, Pramudyanti IR. 2016. Kreatif : Biologi untuk Kelas XI. Klaten : CV
Viva Pakarindo.
Praweda. 2006. Biologi : Rantai Makanan. Aviable at :
http://bos.fkip.uns.ac.id/pub/bebas/v12/sponsor/Sponsorpendamping/
Praweda/Biologi/0030%20Bio%201-7a.htm. Accesed march 2022.
Sartifa Ulfa. 2009. Lingkungan : Ekosistem. Aviable at : http://hendlearning.
blogspot.com/2009/05/ekosistem.html. Accesed march 2022
Surata SPK. 2009. Ekologi Umum : Sebuah Pendekatan Lokal.Pelawa Sari.
25